Bab I-2018135pmt

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Matematika merupakan ilmu dasar yang memegang peranan penting

dalam kehidupan sehari-hari. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang

dewasa ini tidak terlepas dari peran ilmu matematika itu sendiri. Banyak teori

dan cabang-cabang ilmu lain yang mengadopsi ilmu matematika. Tidak

dipungkiri bahwa matematika sebagai ratu atau ibunya ilmu, telah

memberikan sumbangsih terhadap pengembangan ilmu pengetahuan dan

penemuan-penemuan. Seiring perkembangan zaman, matematika akan

semakin berkembang dan dibutuhkan untuk kemajuan manusia kedepannya.

Selain aspek penerapan, matematika juga tidak kalah penting dalam

mempengaruhi penalaran seseorang. Matematika dapat membekali siswa

dengan kemampuan berfikir logis, analitis, sistematis, kritis dan kreatif jika

dihadapkan pada situasi masalah. Oleh sebab itu, matematika perlu diajarkan

pada semua jenjang pendidikan, mulai dari SD, SMP, SMA bahkan sampai

perguruan tinggi.

Matematika yang diajarkan di tingkat pendidikan dasar dan

pendidikan menengah adalah matematika sekolah. Dulu konsentrasi

matematika sekolah, terletak pada proses melakukan kalkulasi sehingga

bertumpu pada latihan berhitung dan menghafal fakta-fakta. Sekarang

pembelajaran matematika menekankan pada pemahaman konsep dasar

1
2

matematika dan pemecahan masalah. 1 Siswa ditekankan memiliki

kemampuan yang dapat dialihgunakan, memiliki keterampilan dalam

penerapan matematika terutama dalam kehidupan sehari-hari, serta memiliki

pandangan yang luas tentang matematika.

Pemecahan masalah matematis merupakan salah satu kemampuan

dasar matematis yang harus dikuasai siswa sekolah menengah. Pentingnya

pemilikan kemampuan tersebut tercermin dari pernyataan Branca dalam

Sumarmo bahwa pemecahan masalah matematis merupakan salah satu tujuan

penting dalam pembelajaran matematika bahkan proses pemecahan masalah

matematis merupakan jantungnya matematika.2

Menurut National Council of Teachers of Mathematics (NCTM) tahun

2000 dalam Noviarni, standar proses yang harus dimiliki dalam pembelajaran

matematika merupakan kecakapan-kecakapan matematis yang terdiri dari

beberapa aspek diantaranya: 1) pemecahan soal; 2) pemahaman dan bukti; 3)

komunikasi; 4) hubungan; 5) penyajian.3

Sejalan dengan pendapat tersebut, Permendiknas No.58 Tahun 2014

merumuskan tujuan pembelajaran matematika pada pendidikan menengah

yakni agar siswa memiliki kemampuan sebagai berikut:4

1. Memahami konsep matematika, yaitu menjelaskan keterkaitan antar


konsep dan menggunakan konsep maupun algoritma secara luwes,
akurat, efesien dan tepat dalam pemecahan masalah.

1
Risnawati, Keterampilan Belajar Matematika, Yogyakarta: Aswaja Pressindo, 2013, h. 1
2
Heris Hendriana, Utari Soemarmo, Penilaian Pembelajaran Matematika, Bandung: PT.
Refika Aditama, 2014, h. 23
3
Noviarni, Perencanaan Pembelajaran Matematika dan Aplikasinya, Pekanbaru: Benteng
Media, 2014, h. 16
4
Lampiran Permendiknas Nomor 58 Tahun 2014
3

2. Menggunakan pola sebagai dugaan dalam penyelesaian masalah dan


mampu membuat generalisasi berdasarkan fenomena atau data yang ada.
3. Melakukan penalaran pada sifat, melakukan manipulasi matematika baik
dalam hal penyederhanaan, maupun menganalisa komponen yang ada
dalam pemecahan masalah.
4. Mengkomunikasikan gagasan, penalaran serta mampu menyusun bukti
matematika dengan menggunakan kalimat lengkap, simbol, tabel,
diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah.
5. Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan,
yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian dan minat dalam mempelajari
matematika, sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.
6. Memiliki sikap dan perilaku yang sesuai dengan nilai-nilai dalam
matematika dan pembelajarannya, seperti taat azaz, konsisten,
menjunjung tinggi kesepakatan, toleran, menghargai pendapat orang lain,
santun, demokrasi, ulet, tangguh, kreatif, menghargai kesemestaan
(konteks, lingkungan), tanggung jawab, adil, jujur, teliti, dan cermat.
7. Melakukan kegiatan motorik menggunakan pengetahuan matematika.
8. Menggunakan alat peraga sederhana maupun hasil teknologi untuk
melakukan kegiatan-kegiatan matematik.

Pemecahan masalah menjadi salah satu target utama yang penting

untuk dikembangkan dalam pembelajaran matematika, karena pembelajaran

matematika tidak hanya dilakukan dengan mentransfer pengetahuan kepada

siswa, tapi juga membantu siswa untuk membentuk pengetahuan mereka

sendiri serta memberdayakan siswa untuk mampu memecahkan masalah-

masalah yang dihadapi dalam pembelajaran.

Berdasarkan uraian tersebut, jelaslah bahwa kemampuan pemecahan

masalah merupakan salah satu kemampuan yang harus dikuasai oleh siswa

dan menjadi salah satu tujuan pembelajaran, khususnya pembelajaran

matematika. Siswa diharapkan mampu mengidentifikasi, merancang dan

menyelesaikan masalah matematika. Siswa perlu dibiasakan untuk

memecahkan masalah, menemukan sesuatu yang berguna bagi dirinya, dan

mampu mengaplikasikan ide-ide mereka dalam proses belajar di kelas.


4

Namun kenyataannya masih banyak siswa yang mengalami kesulitan dalam

memahami permasalahan yang ada dalam soal matematika.

Hasil studi PISA (Program for International Student Assesment) tahun

2015 menunjukkan bahwa Indonesia baru bisa menduduki peringkat 68 dari

72 negara.5 PISA merupakan studi internasional tentang prestasi literasi

membaca, matematika dan sains siswa. Hasil survei dari PISA tersebut

didukung oleh Trends International Mathematics and Science Study (TIMSS)

yang menunjukkan bahwa siswa Indonesia berada pada rangking 36 dari 49

negara. Dimensi penilaian pada TIMSS meliputi dimensi konten dan dimensi

kognitif yang masing-masing terdiri dari tiga domain yaitu mengetahui fakta

dan prosedur (pengetahuan), menggunakan konsep, penerapan dan

pemecahan masalah.

Berdasarkan hasil tes kemampuan pemecahan masalah matematis

yang dilakukan oleh penulis pada beberapa siswa kelas VIII SMP IT Al-

Ihsan Boarding School, menunjukkan bahwa kemampuan pemecahan

masalah siswa masih tergolong rendah. Ini ditunjukkan dari kemampuan

siswa dalam menjawab soal berupa soal pemecahan masalah sebagai berikut:

Kebun Pak Adit yang berada di belakang rumah berbentuk persegi. Di

sekeliling kebun tersebut akan ditanami pohon mangga dengan jarak antar

pohon adalah 10 meter. Jika sisi kebun itu 50 meter, maka berapa banyak

pohon mangga yang akan ditanam di kebun Pak Adit?

5
Kemendikbud, Hasil Survey PISA Tahun 2015
5

Jawaban siswa untuk soal pemecahan masalah disajikan pada gambar 1.1 dan

1.2:

Gambar 1.1 Jawaban Siswa 1 dalam bentuk soal Pemecahan Masalah

Gambar 1.2 Jawaban Siswa 2 dalam bentuk soal Pemecahan Masalah

Pada Gambar 1.1, terlihat bahwa siswa tersebut sudah

mengidentifikasi masalah dengan membuat apa yang diketahui dan ditanya

pada soal tetapi kurang tepat. Siswa juga sudah membuat rencana

penyelesaian yang benar, namun kurang memahami cara mengerjakan soal.

Hal tersebut membuat penyelesaian yang dilakukan pun salah atau tidak tepat.

Siswa tersebut juga tidak membuat kesimpulan tentang permasalahan yang

ada pada soal. Sedangkan pada Gambar 1.2, terlihat bahwa siswa tersebut

sudah mulai memahami masalah dengan membuat apa yang diketahui dan

ditanya pada soal. Siswa tersebut juga sudah membuat rencana penyelesaian

namun tidak tepat. Siswa tersebut bukan menuliskan rumus untuk mencari
6

keliling persegi tetapi rumus untuk mencari keliling persegi panjang. Hal ini

mengakibatkan penyelesaian yang dilakukan pun tidak tepat. Oleh sebab itu,

siswa belum mampu dalam mengambil atau membuat kesimpulan yang

benar tentang permasalahan yang ada pada soal tersebut.

Berdasarkan hasil tes kemampuan pemecahan masalah yang telah dilakukan,

hanya 13 dari 30 siswa yang mampu menjawab dengan benar, dengan

persentase sebesar 43,3%. Berdasarkan jumlah persentase tersebut, dapat

ditarik suatu kesimpulan bahwa kemampuan pemecahan masalah matematis

siswa masih tergolong rendah.

Hal ini juga didukung dari hasil wawancara penulis dengan Ibu Vera

Rahmalya, S.Pd yakni salah seorang guru matematika di SMP IT Al-Ihsan

Boarding School Siak Hulu Kampar pada tanggal 13 Januari 2017, terlihat

bahwa selama proses pembelajaran matematika di kelas masih terpusat pada

guru. Guru menjadi satu-satunya pusat pembelajaran dalam setiap kegiatan di

kelas sehingga dalam proses pembelajaran siswa menjadi kurang aktif karena

hanya menerima apa yang dijelaskan oleh guru.

Berkaitan dengan hal tersebut, maka diperlukan perbaikan dan

pembaharuan dalam pembelajaran guna meningkatkan kemampuan

pemecahan masalah matematis siswa dengan menciptakan kondisi belajar

yang aktif, kreatif, efektif dan menyenangkan bagi siswa melalui model,

pembelajaran yang tepat dan sesuai dengan karakteristik siswa. Salah satu

model pembelajaran yang dapat digunakan agar siswa terlibat secara aktif

dalam belajar adalah model pembelajaran kooperatif.


7

Model pembelajaran kooperatif merupakan suatu model pengajaran

dimana siswa belajar dalam kelompok-kelompok kecil yang memiliki tingkat

kemampuan berbeda.6 Selama menyelesaikan tugas kelompok, setiap anggota

saling kerjasama dan membantu untuk memahami suatu bahan pembelajaran.

Salah satu model pembelajaran kooperatif yang dapat memberikan

kesempatan kepada siswa untuk bekerjasama dalam kelompok-kelompok

kecil adalah pembelajaran kooperatif tipe group investigation.

Menurut M Hosnan, model pembelajaran kooperatif tipe group

investigation merupakan model pembelajaran yang memfasilitasi siswa untuk

belajar dalam kelompok-kelompok kecil yang heterogen untuk

mendiskusikan dan menyelesaikan suatu masalah yang ditugaskan guru

kepada mereka.7 Dalam proses belajar melalui group investigation, siswa

akan belajar aktif dan memberi kesempatan kepada siswa untuk berpikir

sendiri. Siswa dilibatkan sejak perencanaan baik dalam menentukan topik

maupun cara untuk mempelajarinya melalui kegiatan investigasi. Siswa

kemudian diarahkan kepada penemuan konsep atau prinsip dan diharapkan

dapat menguasai konsep dengan baik, mampu merepresentasikan ide-ide

mereka dengan baik serta mampu memiliki kemampuan pemecahan masalah

yang baik pula.8

6
Noviarni, Op. Cit, h. 73
7
M Hosnan, Pendekatan Saintifik dan Kontekstual dalam Pembelajaran Abad 21, Bogor:
Ghalia Indonesia. 2014, h. 258
8
Ramon Muhandaz, Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Investigasi Kelompok
Terhadap Kemampuan Representasi dan Pemecahan Masalah Matematis Siswa Kelas VIII MTs
Kota Padang, Suska Journal of Mathematics Education Vol.1, No.1, 2015
8

Hasil penelitian Ramon Muhandaz yang dilakukan pada siswa kelas

VIII MTsN kota Padang menunjukkan bahwa kemampuan pemecahan

masalah matematis siswa yang diajar dengan model kooperatif tipe

investigasi kelompok lebih baik secara signifikan daripada siswa yang diajar

dengan pembelajaran konvensional.9 Hal ini terlihat dari skor rata-rata

kemampuan pemecahan masalah siswa pada kelas eksperimen adalah 20,59

sedangkan pada kelas kontrol adalah 10,97. Sama halnya dengan penelitian

yang dilakukan oleh Alvia Hija.10 Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa

pengaruh model pembelajaran group investigation terhadap kemampuan

pemecahan masalah matematis siswa SMA Negeri 1 Singkawang lebih besar

daripada pengaruh model pembelajaran konvensional.

Selain model pembelajaran, karakteristik siswa juga mempengaruhi

kualitas hasil pembelajaran. Salah satu karakteristik siswa yang

mempengaruhi kualitas hasil pembelajaran, terutama kemampuan pemecahan

masalah adalah motivasi belajar. Motivasi belajar adalah proses yang

memberi semangat belajar, arah dan kegigihan perilaku. Di dalam proses

pembelajaran motivasi sangat diperlukan, karena seseorang yang tidak

mempunyai motivasi dalam belajar, tidak akan mungkin melakukan aktivitas

belajar.11 Hal ini sesuai dengan pendapat Sardiman yang mengatakan bahwa

“Hasil belajar akan optimal, kalau ada motivasi. Makin tepat motivasi yang

9
Ibid.
10
Alvia Hija, Resi Nirawati dan Nindy Citroresmi Prihatiningtyas, Pengaruh Model
Pembelajaran Group Investigation (GI) Terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis
Siswa Pada Materi Peluang Kelas X MIPA, Jurnal Pendidikan Matematika Indonesia Vol.1, No.1,
2016
11
Syaiful Bahri Djamarah, Psikologi Belajar, Jakarta: PT Rineka Cipta, 2008, h. 148
9

diberikan, akan makin berhasil pula pembelajaran”.12 Oleh sebab itu, motivasi

belajar memegang peranan penting dalam proses pembelajaran karena hal

tersebut dapat mempengaruhi hasil pemecahan masalah dan berdampak pada

pencapaian hasil belajar siswa.

Berdasarkan uraian tersebut, maka penulis tertarik untuk meneliti

masalah ini dalam suatu penelitian yang berjudul “Pengaruh Penerapan

Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Group Investigation terhadap

Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis ditinjau dari Motivasi Belajar

Siswa Sekolah Menengah Pertama di Kampar”.

B. Definisi Istilah

Beberapa istilah yang perlu ditegaskan adalah :

1. Pembelajaran kooperatif merupakan strategi belajar dengan sejumlah

siswa sebagai anggota kelompok kecil yang tingkat kemampuannya

berbeda.13

2. Pembelajaran kooperatif tipe group investigation adalah pembelajaran

kooperatif yang melibatkan kelompok kecil, pembelajaran dengan metode

ini menuntut melibatkan siswa sejak perencanaan, baik dalam

menentukan topik maupun cara untuk mempelajari melalui investigasi.14

3. Kemampuan pemecahan masalah adalah tahap berpikir tingkat tinggi

dalam matematika dimana elemen pengetahuan, kemahiran dan nilai

digabungkan untuk menguraikan ide atau konsep matematika yang

12
Sardiman, Sardiman, Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada, 2004, h. 84
13
Noviarni, Op. Cit, h. 73
14
Made Wena, Strategi Pembelajaran Inovatif Komtemporer, Jakarta: Bumi Aksara, 2009, h.
195
10

disatukan dalam bentuk pernyataan, cerita atau karangan dalam bahasa

matematika.15

4. Motivasi belajar adalah proses yang memberi semangat belajar, arah, dan

kegigihan prilaku.16

5. Pembelajaran langsung pada umumnya dirancang secara khusus untuk

mengembangkan aktivitas belajar siswa yang berkaitan dengan aspek

pengetahuan prosedural (pengetahuan tentang bagaimana melaksanakan

sesuatu) dan pengetahuan deklaratif (pengetahuan tentang sesuatu yang

dapat berupa fakta, konsep, prinsip, atau generalisasi) yang terstruktur

dengan baik dan dapat dipelajari selangkah demi selangkah.17

C. Permasalahan

1. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang yang diuraikan dapat diidentifikasikan

sebagai berikut:

a. Kemampuan pemecahan masalah matematis siswa masih tergolong

rendah.

b. Strategi pembelajaran yang digunakan oleh guru kurang interaktif bagi

terciptanya kemampuan pemecahan masalah matematis siswa.

2. Batasan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka penulis membatasi

masalah yang akan diteliti dengan memfokuskan pada kajian tentang

15
Effendi Zakaria, dkk, Trend Pengajaran dan Pembelajaran Matematik, Kuala Lumpur:
Lohprint SDN,BHD, 2007, h. 114
16
Agus Suprijono, Cooperatif Learning, Teori & Aplikasi PAIKEM, Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2009, h. 163
17
Abdul Majid, Strategi Pembelajaran, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2014, h. 72
11

pengaruh penerapan model pembelajaran kooperatif tipe group

investigation terhadap kemampuan pemecahan masalah matematis ditinjau

dari motivasi belajar siswa Sekolah Menengah Pertama di Kampar.

3. Rumusan Masalah

Berdasarkan batasan masalah yang telah dikemukakan

sebelumnya, maka rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu:

a. Apakah terdapat perbedaan kemampuan pemecahan masalah

matematis siswa yang diajar dengan model pembelajaran kooperatif

tipe group investigation dengan pembelajaran langsung?

b. Apakah terdapat interaksi antara model pembelajaran kooperatif tipe

group investigation dan motivasi belajar terhadap kemampuan

pemecahan masalah matematis siswa?

D. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, adapun tujuan yang ingin

dicapai pada penelitian ini adalah:

a. Mengetahui ada atau tidaknya perbedaan kemampuan pemecahan

masalah matematis siswa yang diajar dengan model pembelajaran

kooperatif tipe group investigation dengan pembelajaran langsung.

b. Mengetahui ada atau tidaknya interaksi antara model pembelajaran

kooperatif tipe group investigation dan motivasi belajar terhadap

kemampuan pemecahan masalah matematis siswa.


12

2. Manfaat Penelitian

a. Bagi peneliti

1) Untuk menambah wawasan dan pengalaman dalam proses

pembelajaran sebagai calon guru matematika.

2) Untuk melengkapi syarat sarjana dan mengembangkan ilmu

pengetahuan dalam dunia pendidikan.

b. Bagi Kepala Sekolah sekaligus sekolah yang diteliti, dapat menjadi

bahan pertimbangan dalam rangka perbaikan pembelajaran untuk

meningkatkan mutu pendidikan.

c. Bagi guru, dapat menjadi tambahan pengetahuan baru dalam

memahami model dan pendekatan pembelajaran dimana dapat

diterapkan untuk mengasah kemampuan pemecahan masalah

matematis siswa.

d. Bagi siswa, diharapkan dapat meningkatkan kemampuan pemecahan

masalah matematis dan memberikan pengalaman baru yang berkaitan

dengan proses belajar mengajar di kelas.

Anda mungkin juga menyukai