MAKALAH Obesitas
MAKALAH Obesitas
MAKALAH Obesitas
PENDAHULUAN
1
konsekuensi penyakit metabolik yang akan dideritanya. Pada beberapa hipotesis
menyatakan bahwa keadaan tersebut sudah terbentuk saat proses konsepsi. Maka
pengelolaan obesitas pada kehamilan sangat penting dilakukan baik pada saat
prakonsepsi maupun hamil.7
1.2 Tujuan
Tujuan pembuatan makalah ini :
1. Mengetahui dan memahami definisi obesitas.
2. Mengetahui dan memahami prevalensi obesitas dalam kehamilan.
3. Mengetahui dan memahami gejala obesitas.
4. Mengetahui dan memahami penyebab obesitas.
5. Mengetahui dan memahami faktor risiko obesitas terhadap fungsi
reproduksi, kehamilan, persalinan dan pasca persalinan.
6. Mengetahui dan memahami manajemen penatalaksanaan obesitas pada pra
konsepsi, kehamilan dan persalinan.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
3
Definition Body Mass Index, kg/m2 Obesity Class
Underweight <18.5
Normal 18.5–24.9
Overweight 25.0–29.9
Obese 30.0–34.9 I
35.0–39.9 II
Extremely Obese ≥40.0 III
Gunatilake, Obesity and pregnancy. Am J Obstet Gynecol 2011
Tabel 2.1 Bodi Mass Index and Obesity
4
Tabel 2.2 Rekomendasi Penambahan Berat Badan pada
Kehamilan Berdasarkan Indeks Massa Tubuh Sebelum
Hamil
5
Gambar 2.1 Prevalensi Status Gizi pada Dewasa (>18 tahun)
Menurut Provinsi
Sedangkan pada tahun 2013, obesitas pada perempuan usia >18 tahun di
Indonesia sebesar 32,9%, meningkat 18,1% dari tahun 2007 (13,9%) dan 17,5%
dari tahun 2010 (15,5%) dimana prevalensi terendah di Nusa Tenggara Timur
(5,6%) dan prevalensi tertinggi di Sulawesi Utara (19,5%).4
6
Gangguan pernafasan bisa terjadi pada saat tidur dan menyebabkan terhentinya
pernafasan untuk sementara waktu.
Obesitas bisa menyebabkan berbagai masalah ortopedik, termasuk nyeri
punggung bawah dan memperburuk osteortritis (terutama di daerah pinggul, lutut,
dan pergelangan kaki). Seseorang yang menderita obesitas memiliki permukaan
tubuh yang relatif lebih sempit dibandingkan dengan berat badannya, sehingga
panas tubuh tidak dapat dibuang secara efisien dan mengeluarkan keringat yang
lebih banyak. Sering juga ditemukan edema (pembengkakan akibat penimbuna
sejumlah cairan) di daerah tungkai dan pergelangan kaki.10
2.4 Penyebab Obesitas
1. Genetik
Banyak penelitian yang membuktikan adanya hubungan yang signifikan
antara obesitas dan faktor genetik. Jika seorang ayah/ibu menderita obesitas maka
resiko pada anak untuk mengalami obesitas akan meningkat, apabila obesitas
muncul diawal masa kanak-kanak, maka akan berpeluang obesitas pada masa
dewasa. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa anak dengan kedua orang tua
menderita obesitas, anak akan berpeluang 75% mengalami obesitas, apabila hanya
salah satu orang tua yang mengalami obesitas, maka peluang anak untuk
mengalami obesitas 25-50%.
Hal penting yang perlu diperhatikan pada obesitas anak-anak adalah berat
badan ibu pada saat hamil. Pertambahan berat badan ibu memprediksi berat badan
bayi dan berat badan bayi memprediksi berat badan saat usia balita atau anak-
anak. Penelitian di Denmark, dari 250.000 anak mengindikasikan bayi baru lahir
dengan berat minimal 10 pound berpeluang dua kali lipat menjadi overweight
pada usia 13 tahun dibandingkan bayi baru lahir dengan berat 7 pound.11
Obesitas pada individu yang muncul segera setelah lahir adalah suatu
keadaan yang buruk dan berhubungan dengan abnormalitas neuroendokrin. Tetapi
berdasarkan data yang ada, belum ada bukti yang menunjukkan mutasi atau
polimorfism leptin atau reseptornya memainkan peranan yang penting terhadap
terjadinya obesitas. Obesitas berkorelasi dengan meningkatnya kadar leptin dan
korelasi positif meningkat dengan BMI dan massa lemak sehingga dengan
7
kadarnya yang tinggi akan memberikan sinyal ke pusat dan terjadi resistensi
leptin.12
Dalam kehamilan kadar leptin akan meningkat selama trimester I dan II
serta stabil pada akhir trimester II dan III, kadarnya akan menurun saat
postpartum. Pada percobaan di tikus, kadar hiperleptinemia selama kehamilan
normal berujung pada resistensi leptin di pusat, keadaan ini merupakan suatu
mekanisme kompensasi untuk penggunaan energi bagi fetus. Fungsi leptin di
perifer sebagai parakrin/autokrin yang bertanggung jawab terhadap sensitivitas
insulin, metabolism jaringan, respon terhadap stress dan fungsi dari reproduksi.13
Fungsi leptin dalam reproduksi antara lain transport nutrisi di plasenta,
plasenta angiogenesis, mitogenesis dari trofoblas dan imunomodulasi dimana
semua fungsi tersebut penting untuk perkembangan janin dan fungsi plasenta yang
adekuat. Sebagai contoh fungsi leptin dalam transport nutrisi di plasenta adalah
pada plasenta aterm leptin menekan aktivitas SNAT (System A Sodium dependant
Neutral Amino Acid Transport) menerangkan peranan leptin sebagai mediator
transport asam amino kepada janin melalui plasenta, pada IUGR (Intra Uterine
Fetal Growth Restriction) aktivitas SNAT di trofoblast menurun sehingga
transport asam amino berkurang sedangkan pada DMG (Diabetes Mellitus
Gestasional) kadar SNAT meningkat berakibat transport asam amino tinggi dan
terjadi berat badan janin diatas 90 persentil atau LGA. Obesitas berakibat
disregulasi dari fungsi leptin.12
2. Pola Makan
Peningkatan porsi makan, konsumsi makanan berlemak dan minuman manis
juga berhubungan erat dengan obesitas. Berdasarkan penelitian di Amerika, 67%
minuman berpemanis yang banyak dikonsumsi adalah soda. Konsumsi soda
merupakan salah satu penyebab utama peningkatan kasus obesitas di Amerika.
Tidak hanya berpengaruh pada pemasukan kalori, tetapi soda dan beberapa
makanan berpemanis mengakibatkan menurunnya appetite control, seperti
peningkatan porsi makan yang menyebabkan peningkatan kejadian obesitas.
3. Kurangnya Olahraga
Berdasarkan Certified Data Centre Professional (CDCP), overweight dan
obesitas merupakan akibat dari ketidakseimbangan kalori yang disebabkan oleh
8
konsumsi terlalu banyak kalori dan kurang beraktifitas atau olahraga. Obesitas
terjadi apabila masukan nutrisi melebihi aktifitas fisik dan jumlah energi yang
tidak normal yang dihasilkan oleh tubuh.
4. Pola Tidur
Beberapa penelitian telah menunjukkan hubungan yang jelas antara kurang
tidur dan obesitas. Kurang tidur juga membuat lebih sulit untuk kehilangan lemak.
Sebuah studi awal yang dilakukan pada tahun 2009 pada diet rendah kalori bergizi
seimbang dengan satu kelompok mendapatkan setidaknya waktu tidur selama 7
jam dan yang lainnya 5 jam. Mereka yang dengan jam tidur yang kurang
kehilangan 26% lemak sedangkan mereka yang dengan jam tidur cukup
kehilangan 56% lemak, sehingga menunjukkan bahwa tidur memiliki peran yang
cukup besar dalam penurunan lemak.
5. Sosial Ekonomi
Orang-orang dengan pendapatan rendah cenderung mengkonsumsi lemak
tinggi karena lebih terjangkau dibandingkan diet sehat yang terdiri dari daging
tanpa lemak, buah-buahan segar dan sayuran. Penelitian telah membuktikan
konsumen berpenghasilan rendah lebih sensitif terhadap elastisitas harga dari
konsumen berpenghasilan tinggi untuk buah-buahan dan sayuran segar. Ini berarti
bahwa perubahan harga bahan makanan tersebut memiliki dampak yang lebih
besar pada keputusan pembelian konsumen berpenghasilan rendah dibandingkan
konsumen berpenghasilan tinggi.
6. Obat-obatan
Banyak obat yang menyebabkan kenaikan berat badan sebagai efek
sampingnya. Beberapa anti-depresan, anti-konvulsan, obat diabetes, hormon dan
sebagian besar kortikosteroid berkontribusi pada terjadinya obesitas. Banyak efek
samping obat yang menyebabkan gaya hidup tidak sehat. Kortikosteroid misalnya,
dapat membuat orang merasa lapar yang dapat menyebabkan kenaikan berat
badan. Sementara anti-depresan dapat menyebabkan seseorang mengonsumsi
banyak makanan untuk mendapatkan energi yang tinggi.
7. Polusi
Endokrin memanipulasi hormon yang mengontrol berat badan, dianggap
sebagai penyebab potensial terjadinya obesitas yang memiliki banyak sumber
9
seperti obat-obatan, plastik dan makanan. Selain itu, polusi kimia seperti benzoa
pyrene telah terbukti menginduksi obesitas. Karsinogen yang berfokus pada
jaringan adipose, seperti pestisida organoklorin dan polychlorinated biphenyls
(PCB) juga mungkin memiliki efek pada berat badan.11
10
ditemukan bahwa pengetahuan tentang dampak obesitas pada kesehatan umum
dan kardiometabolik dan hasil reproduksi menunjukkan bahwa masyarakat jauh
lebih sadar akan risiko kardiometabolik dibandingkan dengan resiko kesehatan
lain yang terkait dengan obesitas, termasuk kanker.
Hal ini memprihatinkan, mengingat persentase wanita yang sadar bahwa
obesitas meningkatkan risiko berikut: infertilitas (82,7%); gangguan menstruasi
(70,0%); keguguran (60,7%); seksio sesarea (48,7%); kanker payudara (38,7%);
cacat lahir (29,3%); lahir mati (22,7%); dan kanker endometrium (20,7%). Wanita
tidak langsung berpikir bahwa obesitas meningkatkan risiko berikut: menopause
dini (37,6%); osteoporosis (35,8%); defisiensi zat besi anemia (19,3%); eksim
(12,8%); cystic fibrosis (12,2%); intoleransi laktosa (10,8%); dan tuberkulosis
(6,0%).
Hubungan antara peningkatan berat badan dan penyakit kardiometabolik
secara luas diakui, tetapi obesitas juga memainkan peran penting dalam
pengembangan gangguan reproduksi dengan meningkatkan risiko infertilitas,
kanker payudara dan kanker endometrium.14
2. Pada Kehamilan
Kehamilan adalah suatu proses dengan fisiologi endokrin yang mendasar
dan tidak sepenuhnya dieksplorasi. Hal ini didukung dengan peningkatan 40-50%
pada resistensi insulin selama kehamilan. Ada bukti yang menunjukkan hubungan
yang jelas antara obesitas, resistensi insulin, gangguan lipid, hipertensi dan
pengembangan diabetes tipe 2.
Menurut studi terbaru, jaringan adiposa adalah sekresi aktif, memainkan
peran dalam regulasi metabolisme. Reaksi glukosa, asam lemak bebas, insulin
melalui proses mediasi sitokin atau melepaskan hormon seperti leptin dan IL-6.
Sedangkan di rahim, pertumbuhan dan perkembangan janin didasarkan pada dua
faktor utama yaitu genetik dan lingkungan. Janin mendapatkan sinyal yang
dikirimkan oleh plasenta, seperti transfer nutrisi, sitokin dan konsentrasi oksigen
ion. Pada kehamilan, terdapat fakta bahwa dalam endokrinologi obesitas dianggap
kronis dalam keadaan inflamasi, perubahan besar mengambil bagian dalam tubuh,
baik secara sistemik dalam pembuluh darah atau melalui plasenta, hati dan
jaringan adiposa.10
11
Akibatnya, wanita hamil dengan obesitas menghadapi disregulasi
homeostasis tubuh dalam beberapa tingkatan. Tingkatan yang terpenting adalah
tingkat sirkulasi dari berbagai jenis sitokin seperti TNF, IL-1 dan leptin yang
dapat memodifikasi jalur sinyal insulin antara hati, otot dan adiposit dengan cara
yang mengarah ke resistensi insulin. Perlawanan menyebabkan konsentrasi yang
lebih tinggi dari hasil metabolisme yang memungkinkan kelebihan nutrisi yang
akan didorong ke janin. Kelimpahan ini meningkatkan pertumbuhan janin hingga
mengatur ekspresi insulin seperti faktor pertumbuhan, sehingga mempengaruhi
ukuran tubuh.
Dari hasil laporan, pasien hamil dengan obesitas yang bertambah berat
badan dalam kompartemen sentral (berbentuk apel) berbeda dengan wanita yang
bertambah berat dalam kompartemen tubuh bagian bawah (berbentuk buah pir).
Obesitas sentral berkorelasi dengan resistensi insulin, lipotoxicity, peradangan dan
disregulasi metabolik.
Pada tahun 2012, Guelinckx et al melakukan analisis dampak obesitas pada
ibu hamil terhadap ibu dan neonatus. Selain diabetes gestational dan obesitas
berhubungan dengan tingkat yang lebih tinggi yaitu sindrom metabolik dan
obesitas di masa kanak-kanak. Sebuah meta-analisis terbaru mengungkapkan
hubungan yang signifikan antara obesitas pada ibu hamil dengan kelahiran dengan
seksio sesarea, morbiditas ibu (perdarahan dan infeksi) dan perawatan di Rumah
Sakit.
Komplikasi obesitas pada kehamilan yaitu hipertensi, preeklamsia dan
eklamsia dan persalinan dengan seksio sesarea. Menurut review sistematis dan
meta-analisis Poobalan et al. resiko obesitas pada ibu hamil memiliki dampak
jelas pada angka mortalitas ibu. Meskipun di negara maju obesitas pada ibu hamil
adalah penyebab kematian paling umum, tidak ada cukup bukti untuk penelitian
ini dan diperlukan penelitian lebih lanjut. Ibu dengan kelebihan berat badan dan
obesitas memiliki peran potensial dalam karakteristik antropometri neonatus serta
status kesehatan neonatal. Bayi dari ibu yang obesitas memiliki morbiditas yang
lebih tinggi setelah melahirkan (hipoglikemia, ikterus, infeksi, asfiksia, hipoksia,
sianosis, Apgar skor yang rendah) dan bayi harus dirawat di ruang NICU.15
12
Selain itu, bayi dari ibu yang kelebihan berat badan dan obesitas memiliki
kecenderungan untuk menjadi makrosomia dan LGA, kecil kemungkinan untuk
memiliki neonatus SGA. Kelahiran prematur masih tetap menjadi isu saling
bertentangan sebagai hasil dari banyak tim penelitian yang mendukung gagasan
bahwa obesitas menyebabkan persalinan prematur, sementara penelitian lain
menyatakan ini merupakan hubungan yang tidak signifikan.10
Obesitas meningkatkan resiko komplikasi pada ibu selama kehamilan,
sangat erat hubungannya dengan hipertensi, diabetes, infeksi, tromboemboli, dan
komplikasi selama persalinan, seperti fetal distress, fase aktif memanjang dan
distosia bahu, presentasi bayi yang abnormal dan meningkatnya penggunaan
instrumen persalinan dan seksio sesarea. Obesitas juga berhubungan dengan
meningkatnya resiko keguguran. Hiperinsulinemia merupakan faktor etiologi
untuk wanita dengan keguguran.
Berdasarkan jurnal Pregnancy outcome of the obese in Ilorin yang
dilakukan di pusat-pusat perkotaan Nigeria, insiden 7,4-7,7% dari obesitas pada
kehamilan telah dilaporkan dengan peningkatan insiden komplikasi maternal dan
hasil perinatal yang merugikan seperti hipertensi, diabetes gestasional, infeksi,
penyakit tromboemboli, serta persalinan memanjang. Janin yang buruk pada
pasien obesitas hamil sering disebabkan oleh peningkatan risiko makrosomia,
kelainan kongenital seperti cacat tabung saraf, dan luka. Berbagai intervensi telah
digunakan dalam memerangi komplikasi ini termasuk perawatan prakonsepsi,
pemantauan berat badan pada kehamilan dan penggunaan USG.
Hasil penelitian ini bayi dengan makrosomia secara signifikan berhubungan
dengan obesitas. Trauma lahir hanya terjadi di kalangan bayi makrosomia, fraktur
klavikula, palsy, memar wajah dan fraktur femur pada pasien obesitas. Ini
diharuskan masuk ke dalam unit perawatan intensif neonatal selain indikasi
penerimaan lainnya seperti risiko sepsis, sepsis aktif, skor Apgar rendah, BBLR
dan prematuritas. Sebagian besar pasien berusia 30-39 tahun, yang konsisten
dengan temuan lain menegaskan bahwa obesitas dapat terjadi di usia muda. Para
ibu hamil dengan obesitas dalam studi sebelumnya memiliki komplikasi yang
tinggi dibandingkan dengan non-obesitas, hipertensi gestasional dengan insiden
13
lebih tinggi pada kehamilan dengan obesitas. Preeklamsia biasa ditemukan pada
pasien obesitas daripada non-obesitas.10
3. Pada Persalinan
1) Seksio Sesarea
Dalam studi berbasis populasi skrining, di Amerika Serikat, termasuk 5142
wanita primipara, tingkat persalinan dengan seksio sesarea meningkat pada
obesitas (33,8%, OR = 1,7) dan pasien obesitas parah (47,4%, OR = 3)
dibandingkan dengan kelompok kontrol (p <0,01) telah dilaporkan. Dalam
penelitian ini, kelompok kontrol terdiri dari wanita berat badan normal maupun
wanita gemuk untuk menjelaskan dengan cara yang lebih konsisten obstetri
populasi khas USA. Roman et al. Dilakukan sebuah studi usia dan paritas antara
2081 wanita gemuk dan 2.081 wanita dengan berat badan normal. Seksio sesarea
lebih sering dilakukan pada pasien obesitas 25,2% (p = 0,001) dibandingkan
kelompok kontrol (15,1%).
Hasil yang sama dilaporkan dalam penelitian lain, dimana wanita gemuk
lebih mungkin untuk menjalani seksio sesarea dibandingkan dengan pasien non
obesitas (berat badan normal dan kelebihan berat badan). Ibu hamil yang
kelebihan berat badan dan obesitas kemungkinan lebih untuk menjalani seksio
sesarea. Dalam banyak studi, peneliti menemukan peningkatan kejadian
disproporsi sefalopelvik dan plasenta abruption dini (solusio plasenta) yang
merupakan indikasi untuk seksio sesarea.10
2) Komplikasi Neonatal
Wanita yang sangat gemuk (BMI> 40) mungkin tidak melihat gerakan janin
normal seperti wanita dengan berat badan normal. Oleh karena itu, mereka
mungkin tidak dapat mendeteksi penurunan dalam gerakan janin selama
kehamilan. Pada pertengahan trimester sulit untuk visualisasi oleh karena itu
struktur anatomi tertentu seperti jantung, otak, bibir, ginjal dan struktur tulang,
direkomendasikan untuk menggunakan USG transvaginal pada 12-15 minggu
untuk memaksimalkan visualisasi.
a) Skor Apgar Rendah
14
Dalam sebuah penelitian retrospektif dari Boston, Amerika Serikat, 58.089
perempuan kulit putih non Hispanik dan anak-anak mereka belajar dalam hal
obesitas maternal dan Apgar 5 menit pada neonatal. Ibu dengan obesitas memiliki
insiden yang lebih tinggi dengan neonatal Apgar skor rendah. Namun, tidak ada
signifikan korelasi penting antara pasien kelebihan berat badan dengan skor Apgar
yang rendah. Selain itu tidak ada hubungan yang ditemukan antara berat badan
ibu dan skor Apgar sangat rendah (<3).
Selain itu, ibu kelebihan berat badan dan obesitas berkorelasi dengan 5
menit skor Apgar rendah (0-6) dalam studi retrospektif dari 465,964 kehamilan (p
<0,001 untuk pasien kelebihan berat badan dan obesitas). Sesuai dengan hasil ini,
Nohr et al. diamati 5 menit Skor Apgar rendah (<8) pada neonatus kelebihan berat
badan dan obesitas wanita.
15
Beberapa peneliti lain mendukung risiko yang lebih rendah, hingga 10%,
untuk kelahiran prematur pada pasien dengan kelebihan berat badan dan obesitas
serta yang obesitas morbid. Akhirnya, obesitas morbid dan obesitas pada wanita
Afrika Amerika menyebabkan peningkatan kejadian kelahiran prematur,
meskipun Wise et al. menyatakan bahwa wanita gemuk Afrika Amerika berada
pada risiko lebih besar untuk kelahiran prematur dengan indikasi medis.
d) Cacat Bawaan
Cacat lahir disebabkan oleh faktor genetik dan lingkungan. Ibu dengan
obesitas telah diidentifikasi sebagai faktor risiko independen untuk malformasi
neonatal. Ada beberapa penelitian yang berhubungan dengan peningkatan BMI
dan kelainan kongenital.
e) Malformasi Jantung
Dalam sebuah studi kasus kontrol, 7392 neonatus dengan cacat jantung
congenital diperiksa dan dibandingkan dengan 56.304 kontrol, mengenai status
berat badan ibu mereka. Hasilnya yang melahirkan anak dengan cacat jantung
bawaan utama yaitu dari ibu obesitas dan ibu obesitas morbid. Bahkan, anak-anak
pasien obesitas dan obesitas morbid memiliki resiko tinggi untuk
mengembangkan cacat jantung bawaan (kiri dan kanan ventrikel keluar aliran
cacat obstruksi saluran, defek septum atrium, hipoplasia jantung kiri sindrom,
stenosis aorta, stenosis pulmonal, dan tetralogy Fallot).
f) Makrosomia
Hal ini didukung bahwa wanita hamil dengan obesitas kemungkinan untuk
melahirkan neonatus makrosomia. Fakta ini disebabkan hiperglikemia neonatal
dan hiperinsulinemia (karena kadar glukosa ibu ditinggikan) yang mempercepat
pertumbuhan janin. Semua peneliti mengakui korelasi antara obesitas ibu dan
berat lahir yang tinggi.
g) Masalah Pernapasan
Ada implikasi serius bahwa obesitas berhubungan dengan masalah
pernapasan dan asma dimasa kecil. Penyebabnya adalah ibu yang obesitas
berpengaruh dalam tahap awal pengembangan paru-paru janin serta sistem
kekebalan tubuh janin. Dalam sebuah penelitian kohort kelahiran, para peneliti
menyelidiki hubungan yang saling bertentangan antara BMI ibu sebelum hamil
16
dengan kejadian asma hingga usia 8 tahun. Secara khusus, ibu dengan BMI lebih
adalah meningkatkan risiko anak untuk memiliki penyakit asma. Namun tidak ada
korelasi antara kelebihan berat badan ibu dan asma pada anak-anak karena tidak
adanya faktor predisposisi.
h) Kematian
Janin dan Perinatal
Menurut beberapa laporan, kematian janin (lahir mati setelah 28 minggu)
sangat berkaitan dengan peningkatan indeks massa tubuh ibu. Selain itu, ada
sebuah studi melaporkan bahwa terdapat risiko dua kali lipat untuk ibu obesitas
mengalami kematian janin dan perinatal, meskipun fakta bahwa risiko ini tidak
mencapai tingkat yang signifikan untuk pasien kelebihan berat badan.
Penelitian lain melaporkan bahwa risiko tinggi keguguran selama 6-12
minggu pertama kehamilan juga mendukung peningkatan risiko keguguran
berulang pada pasien obesitas (>3 keguguran pada <12 minggu kehamilan). Akan
tetapi, di sisi lain setelah peneliti membandingkan risiko kematian janin dan
perinatal antara obesitas dan pasien non obesitas tidak ditemukan perbedaan yang
signifikan antara mereka.10
Neonatal
Dalam studi kasus-kontrol, peneliti melaporkan dampak obesitas pada ibu
berkaitan dengan kematian bayi (neonatal sampai 28 hari setelah persalinan dan
pasca neonatal setelah 28 hari sebelum tahun pertama). Akibatnya, obesitas ibu
dikaitkan dengan kematian neonatal, kematian pasca-neonatal dan kematian bayi
pada ibu dengan kelebihan berat badan dan yang berkaitan hanya dengan
kematian neonatal. Dalam Baeten et al. studi, bayi dari ibu kelebihan berat badan
dan obesitas memiliki insiden yang lebih tinggi dari kematian.
17
dengan keluhan berat badan berlebih cenderung lebih menyukai tindakan diet atau
bahkan “stop ASI” agar berat badannya tidak semakin bertambah. Padahal
tindakan diet yang dilakukan, terutama pada masa pemberian ASI Eksklusif, akan
memberikan efek negatif pada produksi ASI.
2. Pada Kehamilan
1) Trimester I
18
Pemeriksaan USG yang dilakukan untuk mendeteksi kehamilan atau
kelangsungan hidup janin dan untuk menetapkan perkiraan usia kehamilan
sangatlah penting pada wanita dengan obesitas. Karena perlu evaluasi adanya
kehamilan kembar mengingat peningkatan kemungkinan untuk kehamilan kembar
pada wanita obesitas. Selain itu, melakukan pemeriksaan fisik lengkap harus
dilakukan, dengan penekanan khusus mengingat resiko yang dapat terjadi pada
wanita obesitas seperti diabetes mellitus, kanker, gangguan tiroid, hipertensi,
gangguan pada hati dan penyakit kantung empedu, penyakit ortopedi, sleep apnea,
dan penyakit jantung karena cukup berdampak negatif pada kehamilan.7
Selain itu, pemeriksaan laboratorium rutin seperti asam urat, kreatinin,
transaminase hati dan urin 24 jam untuk mengevaluasi proteinuria pada wanita
yang berada pada risiko tertinggi (kelas III obesitas). Pada wanita yang sangat
gemuk (kelas III) pasien juga dapat melakukan pemeriksaan echocardiography
untuk mengevaluasi kardiomiopati. Obesitas adalah kondisi kelebihan berat badan
yang banyak memiliki dampak buruk bagi kesehatan, dari risiko yang ada menjadi
dua kali lipat jika obesitas terjadi pada ibu hamil.
2) Trimester I
Manajemen pada trimester II dimulai pada trimester I. Sebuah studi pada
bayi menunjukkan resiko yang lebih besar untuk terjadinya malformasi yang
meliputi diafragma hernia, hidrosefalus, hipospadia, ginjal kistik, omphalocele
dan cacat dibagian wajah. Selain itu, obesitas pada penduduk Afrika Amerika
telah terbukti memiliki 6 kali lipat lebih besar kemungkinan untuk malformasi
jantung janin dari populasi non obesitas. Dengan demikian, semua pasien obesitas
harus dijadwalkan untuk pemeriksaan USG pada pertengahan trimester dan
pertimbangan untuk mendapatkan echocardiogram janin antara kehamilan 22-24
minggu.
Selain itu, konseling tentang berat badan ideal, pola makan, pola hidup sehat
dan mendapatkan arahan yang tepat untuk konsultasi ke dokter kandungan.
3) Trimester III
Pada trimester III dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan kadar glukosa
dalam darah. Selain itu, bukti epidemiologi menunjukkan bahwa wanita hamil
gemuk membawa antara 2-3 kali lipat tinggi risiko kematian janin intrauterine.
19
Dengan demikian, pemeriksaan USG untuk melihat pertumbuhan janin selama
trimester III harus dilakukan. Sonografi penilaian pertumbuhan janin setiap 4-6
minggu pada trimester III dan berat janin akan membantu dalam evaluasi pasien
dan memberikan konseling.7
3. Pada Persalinan
Pengukuran tanda-tanda vital pada pasien dengan obesitas terkadang
menimbulkan kesulitan, contohnya dalam pengukuran tekanan darah karena
jaringan lemak yang tebal maka membutuhkan cuff yang tepat untuk
menghasilkan pengukuran yang akurat. Pada wanita hamil dengan obesitas yang
inpartu harus dilakukan observasi tanda-tanda vital secara ketat termasuk
monitoring janin yang mana akan lebih sulit sehubungan dengan anatomi ibu.
Yang perlu ditekankan bahwa pada pasien dengan obesitas memiliki risiko untuk
pemanjangan waktu dari fase aktif dan terkadang membutuhkan akselerasi dengan
oksitosin yang dosisnya lebih tinggi. Pada suatu analisa diperoleh data bahwa
wanita dengan BMI >40 kg/m2 membutuhkan kadar oksitosin yang lebih tinggi
dan waktu yang lebih lama (5,0 unit dan 8,5 jam) dibandingkan dengan BMI
normal (2,6 unit dan 6,5 jam).
Dari beberapa laporan mengatakan kejadian distosia bahu (2,7 kali) dan
trauma jalan lahir lebih sering terjadi pada wanita hamil dengan obesitas. Obesitas
juga berkontribusi terhadap terjadinya kegagalan dalam induksi persalinan.
Pada penelitian di Eropa yang mengobservasi >200.000 persalinan
ditemukan wanita dengan BMI >40 kg/m2 berisiko 4 kali untuk dilakukan seksio
sesarea karena tidak adanya kemajuan persalinan, bahkan apabila terjadi
persalinan normal maka kemajuan persalinannya lebih lambat pada wanita
obesitas, pada penelitian prospektif terhadap 509 nullipara didapatkan rata-rata
kemajuan dilatasi serviks lambat dan apabila dilakukan induksi juga
membutuhkan waktu yang lebih panjang.
Pada penelitian lain terhadap >16.000 pasien didapatkan angka seksio
sesarea pada wanita hamil normal sebesar 20,7% dibandingkan dengan wanita
hamil dengan obesitas sebesar 33,8% (BMI 30-34,9 kg/m2), sedangkan wanita
dengan BMI > 35kg/m2 kejadian seksio sesarea mencapai 50%. Risiko tersebut
20
berkaitan erat dengan komplikasi obesitas terhadap kehamilan seperti bayi
makrosomia, bayi IUGR, diabetes mellitus dan hipertensi. Seksio sesaria pada
obesitas juga sangat berisiko berkaitan dengan terjadinya ruptur uterus, plasenta
previa, plasenta akreta dan perdarahan.7
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Obesitas merupakan suatu masalah kesehatan menjadi perhatian di seluruh
dunia karena jumlah penderita obesitas lebih banyak diderita oleh perempuan
dibandingkan laki-laki dan sebagian besar pada usia reproduktif sehingga secara
tidak langsung meningkatkan prevalensi kehamilan dengan obesitas.
Konseling pra konsepsi dapat meminimalkan komplikasi pada obesitas
sebelum kehamilan. Konseling harus mencakup tentang pola makan, berat badan
ideal, gaya hidup dan motivasi untuk menurunkan berat badan.
Pengendalian berat badan dan komplikasi yang mungkin terjadi akan
meminimalkan risiko dalam kehamilan. Sehingga wanita hamil dengan obesitas
harus dikelola di fasilitas dengan pelayanan obstetri dan neonatal yang baik.
21