LP Sindrom Nefrotik
LP Sindrom Nefrotik
LP Sindrom Nefrotik
SINDROM NEFROTIK
Oleh :
Ermayanti, S.Kep
1814901110028
A. Definisi
Sindrom nefrotik merupakan gangguan klinis ditandai oleh peningkatan protein
dalam urin secara bermakna, penurunan albumin dalam darah (hipoalbuminemia),
edema, dan serum kolestrol yang tinggi dan lipoprotein densitas rendah
(hiperlipidemia). Tanda-tanda tersebut dijumpai di setiap kondisi yang sangat
merusak membran kapiler glomerulus dan menyebabkan peningkatan
permeabilitas glomerulus1. Kadang-kadang terdapat hematuria, dan penurunan
fungsi ginjal. Insiden tertinggi pada anak usia 3-4 tahun, rasio laki-laki dibanding
dengan perempuan adalah 2:12 (Donna, 2006)
B. Etiologi
Sindrom nefrotik belum diketahui sebab pastinya, secara umum penyebab dibagi
menjadi berikut:
1. Sindrom Nefrotik Bawaan
Adanya reaksi fetomaternal terhadap janin ataupun karena gen resesif autosom
menyebabkan sindrom nefrotik
2. Sindrom Nefrotik Sekunder
Sindroma nefrotik disebabkan oleh adanya penyakit lain seperti parasit malaria,
penyakit kolagen, trombosis vena renalis, pemajanan bahan kimia (trimetadion,
paradion, penisilamin, garam emas, raksa, amiloidosis dan lain-lain. Sebab
paling sering sindrom nefrotik sekunder adalah glomerulonefritis primer dan
sekunder akibat infeksi keganasan penyakit jaringan penghubung, obat atau
toksin dan akibat penyakit sistemik seperti:
a. Glomerulonefritis primer
b. Glomerulonefritis lesi minimal
c. Glomerulosklerosis fokal
d. Glomerulonefritis membranosa
e. Glomerulonefritis membranoproliferatif
f. Glomerulonefritis proliferatif lain
g. Glomerulonefritis sekunder
3. Sindrom Nefrotik Idiopatik
Sindrom nefrotik yang belum diketahui jelas sebabnya (Arif, 2007)
1. DM Glumeronefritis
2. SLE
3. Amyloidosis
Nefrotik sindrom
Hilangnya protein
plasma Merangsang sintesis LDL di
hati
Hipoalbuminemia
Mengangkut kolesterol
1. Kelebihan volume cairan dalam darah
2. Resiko tinggi kerusakan ↓ tekanan osmotik
integritas kulit
plasma Hiperlipidemia
3. Gangguan citra tubuh
Cairan intravaskuler
edema berpindah ke
interstitial
F. Penatalaksanaan
1. Istirahat sampai edema tinggal sedikit. Batasi asupan natrium sampai kurang
lebih 1 gram per hari, secara praktis dengan menggunakan garam secukupnya
dalam makanan dan menghindari makanan yang diasinkan. Diet protein 2-3
gram/kgBB/hari.
2. Bila edema tidak berkurang dengan pembatasan garam, dapat digunakan
diuretik, biasanya furosemid 1 mg/kgBB/kali, bergantung pada beratnya edema
dan respon pengobatan. Bila edema refrakter, dapat digunakan hidroklortiazid
(25-50 mg/hari). Selama pengobatan diuretik perlu dipantau kemungkinan
hipokalemia, alkalosis metabolik, atau kehilangan caitan intravaskular berat.
3. Pemberian kortikosteroid berdasarkan ISKDC (international Study of kidney
Disease in Children) : prednison dosis penuh : 60 mg/m2 luas permukaan
badan/hari atau 2 mg/kgBB/hari (maksimal 80 mg/kgBB/hari) selama 4
minggu dilanjutkan pemberian prednison dosis 40 mg/m2 luas permukaan
badan/hari atau 2/3 dosis penuh, yang diberikan 3 hari berturut-turut dalam
seminggu (intermitten dose) atau selang sehari (alternating dose) selama 4
minggu, kemudian dihentikan tanpa tappering off lagi. Bila terjadi relaps
diberikan prednison dosis penuh seperti terapi awal sampai terjadi remisi
(maksimal 4 minggu), kemudian dosis diturunkan menjadi 2/3 dosis penuh.
Bila terjadi relaps sering atau resisten steroid, lakukan biopsi ginjal.
4. Cegah infeksi. Antibiotik hanya diberikan bila terjadi infeksi.
5. Pungsi asites maupun hidrotoraks dilakukan bila ada indikasi vital.
DAFTAR PUSTAKA
Heardman, T. Heater. (2016). Nanda Internasional Inc. Diagnosis Keperawatan:
Definisi Dan Klasifikasi 2015-2017. Jakarta: EGC
Mansjoer, Arif dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Edisi 2. Jakarta : Media
Aesculapius
Surjadi dan Rita Yuliani. 2006. Asuhan Keperawatan Pada Anak Edisi 2.
Jakarta: Sugeng Seto
Wong, Donna L. 2006. Buku Ajar Keperawatan Pediatrik Edisi 6. Jakarta : EGC
Banjarmasin, November 2018