Askep CKD Dan Hipertensi
Askep CKD Dan Hipertensi
Askep CKD Dan Hipertensi
Anggota :
1.Nurlatifah (P171200170)
2.Ratu Noor Salma Khansa Effendi (P171200170)
3.Renadestia Arkiswari Panora (P171200170)
4.Shafira Putri Amalika (P171200170)
5.Syifa Nabila Rahmi (P171200170)
JURUSAN KEPERAWATAN
TAHUN 2019
2. Etiologi
Menurut (Mahdiana, 2010), ada beberapa penyakit yang memengaruhi tubuh
secara keseluruhan, yang dapat memicu timbulnya PKG, antara lain:
1) Diabetes
Bila mengalami diabetes, berarti tubuh tidak bisa optimal dalam hal
mengubah makanan menjadi energi yang dibutuhkan sehingga kadar gula
darah dapat meningkat. Kondisi gula darah yang meningkat
berkepanjangan dapat merusak pembuluh darah ginjal. Bila sudah
meningkat, dapat menimbulkan gejala-gejala seperti: rasa haus meningkat,
penglihatan kabur, sering berkemih, beat badan menurun tanpa alasan yang
jelas, luka lama yang sembuh, merasa lapar dan lemah.
Bila infeksi ini sudah menyebar ke ginjal, dapat menyebabkan rasa sakit/
Nyeri pada punggung bagian bawah disertai dengan demam, mual, dan
muntah.
5) Glomerulonefritis
Selain ISK, Glomerulonefritis yang tidak segera diatasi juga dapat
mengganggu kerja ginjal nantinya. Glomerulonefritis timbul akibat adanya
peradangan yang merusak bagian ginjal yang menyaring darah
(glomerulus) sehingga glomerulurs ini tidak bisa lagi menyaring zat-zat
yang sudah tidak terpakai oleh tubuh dan cairan yang berlabih ke dalam
aliran darah untuk membentuk cairan urine. Glomerulonefritis akut
biasanya sering disebabkan oleh infeksi bakteri streptokokus atau infeksi
pada tenggorokan atau kulit. Glomerulonefritis yang ringan biasanya tanpa
gejala dan diagnosisnya ditegakkan melalui pemeriksaan darah dan urine
di laboratorium. Sementara yang sudah berat, dapat menimbulkan gejala
fatigue (lelah), mual, muntah, sesak napas, gangguan penglihatan, tekanan
darah tinggi, bengkak (terutama pada wajah, tangan, kaki dan pergelangan
kaki), dan adanya darah/ protein pada urine yang membuat warna urine
menjadi kemerahan atau keruh.
6) Penyalahgunaan obat-obatan
a) Ada beberapa jenis obat-obatan yang dapat membahayakan kerja
ginjal, yaitu: Obat penghilang/ pereda rasa sakit. Ginjal dapat rusak
bila anda mengkonsumsi obat bebas ini dalam jumlah yang
berlebih dalam jangka waktu lama, seperti aspirin, asetaminofen,
dan ibuprofen. Gunakan obat ini sesuai dengan anjuran dokter.
b) Antibiotika
c) Obat terlarang. Contoh obat jenis ini antara lain: heroin, kokain,
ekstasi, bila dikonsumsi secara berlebih dapat menyebabkan
tekanan darah tinggi, stroke, gagal jantung dan bahkan kematian.
d) Alkohol, mengkonsumsi alkohol secara berlebihan dapat
meningkatkan risiko timbulnya gagal ginjal dan gagal fungsi hati.
Gagal ginjal sering kali menjadi penyakit komplikasi dari penyakit lainnya,
sehingga dapat disebut penyakit sekunder (secondary illness) (Prabowo and
Pranata, 2014). Beberapa penyebab lainnya dari gagal ginjal kronis, sebagai
berikut (Wijaya and Putri, 2013) dan (Haryono, 2013).
1) Gangguan pembuluh darah : Hipertensi
2) Gangguan imunologis : Glomerulonephritis dan SLE
3) Infeksi : Pielonefritis
4) Gangguan metabolik : Diabetes melitus
5) Gangguan tubulur primer : Batu ginjal, hipertrofi prostat dan kontriksi uretra
6) Gangguan kongenital dan herediter : Penyakit ginjal paikstik asidosis tubuh
ginjal
3. Klasifikasi
Klasifikasi gagal ginjal kronik jika berdasarkan stage LFG (Laju Filtrasi
Glomerulus) dengan nilai normal 125 ml/menit/1,73 m2 dimana menggunakan
rumus Kockroft Goult, sebagai berikut :
LFG ( ml/mnt/1,73 m2) = (140 – umur) x Berat badan
72 x Kreatinin Plasma (mg/dl)
Dalam K/DOQI merekomendasikan pembagian ginjal kronik berdasarkan stadium
dari tingkat penurunan LFG (Wijaya dan Putri, 2013), sebagai betikut :
4. Patofisiologi
Secara ringkas patofisiologi gagal ginjal kronik dimulai pada fase awal
ganggaun keseimbangan cairan,
5. Pathway
6. Manifestasi Klinis
Pada gagal ginjal kronik akan menunjukkan terjadinya rangkaian peerubahan.
Apabila LFG 5-10% dari keadaan normal dan terus mendekati nol, maka bisa
terjadi menderita sindrom uremik, yaitu kompleks gejala yang diakibatkan atau
berkaitan dengan retensi metabolik nitrogen akibat gagal ginjal (Suharyanto dan
madjij, 2013). Sedangkan menurut (Wilkinson, 2012) manifestasi pada gagal
ginjal kronis disebabkan karena gangguan yang bersifat sistemik. Berikut
manifestasi yang terjadi pada gagal ginjal kronik, yaitu (Prabowo dan Pranata,
2014) :
a. Ginjal dan gastrointestinal
Akibat dari hiponatremi maka akan timbul hipotensi, mulut kering, penurunan
turgor kulit, kelemahan, fetique, dan mual. Kemudian terjadi penurunan
kesadaran, nyeri kepala hebat. Dampak yang terjadi dari peningkatan kalium
yaitu peningkatan intrabrutas cairan yang tidak terkompensasi akan
mengakibatkan asidosis.
b. Kardiovaskuler
Adanya hipertensi, anemia, kardio megali, uremia, pericarditis, efusi,
pericardial (kemungkinan bisa terjadi temponade jantung), gagal jantung,
edema periorbital dan edema perifer.
c. Respiratory System
Adanya edema pulmonal, nyeri pleura, friction rub, dan efusi pleura, crackes,
sputum yang kental, iskemik pleuritis dan iskemik lung dan sesak nafas.
d. Gastrointestinal
Menunjukkan adanya inflamasi dan ulserasi pada mukosa gastrointestinal
karena sistematis, ulserasi, dan pendarahan gusi dan kemungkinan disertai
parotitis, esophagitis, gastritis, ulseratif duodenal, lesi pada usus halus/usus
besar, colitis, dan pankreatitis. Kejadian sekunder mengikuti seperti anoreksia,
nausea, dan vomiting.
e. Integumen
Kulit pucat, kekuning-kuningan, kecoklat, kering dan adanya scalp. Biasanya
juga menunjukkan adanya purpura, ekimosis, petechie, dan timbunan urea
pada kulit.
f. Neurologis
Ditunjukkan dengan adanya neurpathy perifer, nyeri, gatal pada lengan dan
kaki, adanya kram pada otot dan reflek kedutan, daya memori menurun,
apatis, rasa katuk meningkat. Dilihat dari hasil EKG menunjukkan adanya
perubahan metabolic encepalopathy.
g. Endokrin
Biasanya terjadu infiltrasi dan penurunan libido, amenorhea, dan gangguan
siklus menstruasi pada wanita, impoten, penurunan sekresi sperma,
peningkatan sekresi aldosterone, dan kerusakan metabolisme karbohidrat.
h. Hematopolitic
Menunjukkan adanya anemia, penurunan waktu hidup sel darah merah,
trombositopenia (dampak dari dialysis). Masalah serius pada sistem
hematologi ditunjukkan dengan adanya perdarahan.
i. Muskuloskeletal
Adanya nyeri pada sendi dan tulang, demineralisasi, tulang, fraktur phatologis,
dan klasifikasi (otak, mata, gusi, sendi, dan miokard).
7. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang menurut (Muttaqin dan sari, 2014) pada gagal ginjal
kronik sebagai berikut
a. Pielografi intravena
Menunjukkan abnormalitas pelvis ginjal dan ureter pielografi retrograde,
dilakukan bila dicurigai ada obstruksi yang reversible
b. Sintovretrogram berkemih
Menunjukkan adanya ukuran kandung kemih, refluk kedalam ureter retensi.
c. Ultrasonografi ginjal
Dapat menujukkan ukuran kandung kemih dan adanya massa kista, obstruksi
pada saluran perkemihan bagian atas
d. Endoskopi ginjal nefroskopi
Dapat dilakukan untuk menentukan pelvis ginjal; keluar batu, hematuria, dan
peningkatan tumor selektif
e. Biopsy ginjal
Mungkin dilakukan secara endoskopi untuk menentukan sel jaringan untuk
mendiagnosis histologis
f. EKG
Mungkin abnormal menunjukkan ketidakseimbangan elektrolit dan asam basa,
aritmia, dan tanda pericarditis
g. Darah (Wijaya dan Putri, 2013)
1) BUN : peningkatan BUN dapat merupakan indikasi dehidrasi kegagalan
prerenal/ gagal ginjal
2) Kreatinin : yang memproduksi katabolisme otot dari pemecahan kreatinin
otot dan posfat. Bila 50% nefron rusak maka kadar kreatinin dapat
meningkat
3) Elektrolit : natrium, kalium, kalsium, dan fospat
4) Hematologi : Hemoglobin, trombosit, hematokrit, dan leukosit
5) GDA, PH menurun : asidosis, metabolis
6) Na serum : menurun
7) Kalium : menurun
8) Magnesium/fosfat : meningkat
8. Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan medis yang dapat dilakukan pada gagal ginjal kronik
(Suharyanto and Madjid, 2013) terdapat 2 tahap yaitu :
a. Tindakan Konservatif
Tahap ini bertujuan untuk meredakan atau memperlambat gangguan fungsi
ginjal progresif pengobatan :
1) Pengaturan diet protein, kalium, natrium, dan cairan
a) Pengaturan diet protein
Yang dilakukan tidak hanya mengurangi kadar BUN, tetapi juga
mengurangi asupan kalium dan fosfat serta mengurangi poduksi ion
hydrogen yang dari protein
b) Diet rendah kalium
Hyperkalemia merupakan masalah pada gagal ginjal lanjut. Asupan
kalium dikurangi. Deiet yang dianjurkan adalah 40-50 mEq/hari
c) Diet rendah natrium
Diet rendah natrium yang dianjurkan 40-90 mEq/hari (1-2g Na).
Asupan natrium yang terlalu longgar dapat menyebabkan retensi urin,
edema perifer, edema paru, dll
d) Pengaturan cairan
Cairan yang di minum pada penderita gagal ginjal kronik pada tahap
lanjut harus diawasi. Parameter yang tepat untuk diikuti selain data
asupan dan pengeluaran cairan yang di catat dengan tepat adalah
pengukuran berat badan
9. Komplikasi
Menurut Smeltzer (2002), komplikasi yang dapat terjadi pada gagal ginjal kronik
memerlukan pendekatan kolaboratif dalam perawatan (Haryono, 2013)
a. Hyperkalemia : yang terjadi akibat penurunan ekresi, asidosis metabolic,
katabolisme, memasukan diet berlebihan
b. Pericarditis : akibat efusi pericardial dan temponade jantung akibat retensi
produksi sampah uremik dan dialysis
c. Hipertensi : dapat terjadi karena retensi cairan, dan natrium serta mal fungsi
sistem renin, angiotensin, aldosterone
d. Anemia : terjadi akibat penurunan eritroprotein, penurunan rentang usia, sel
darah merah, perdarahan gastrointestinal akibat iritasi
e. Penyakit tulang : terjadi akibat retensi fosfat, kadar kalium serum yang rendah,
metabolisme vitamin D abnormal dan peningkatan kadar aluminium
1. Pengertian
Hemodialisis merupakan suatu tindakan yang digunakan pada klien gagalginjal untuk
menghilangkan sisa toksik, kelebihan cairan dan untuk memperbaikiketidakseimbangan
elektrolit dengan prinsip osmosis dan difusi denganmenggunakan sistem dialisis eksternal
dan internal (LeMone, Burke, &Bauldoff,2016).
2. Tujuan Hemodialisis
3. Indikasi Hemodialisis
d. Demam tinggi
Prosedur pelaksanaan untuk proses terapi hemodialisis sebagai berikut (Wijaya &
Putri, 2013) :
a. Tahap Persiapan
3) Obat-obatan
b. Tahap pelaksanaan
6) Lakukan penusukan vena (outlet dan in let) dengan AV fistula lalu tutupdengan
kasa steril
8) Memulai hemodialisis
9) Pencatatan dokumentasi selama proses dialisis
c. Tahap penghentian
1) Siapkan alat
2) Ukur TTV
4) Ukur TTV
6. Prinsip Hemodialisis
Prinsip pelaksanaan dari terapi hemodialisis itu meliputi (LeMone, Burke, &Bauldoff,
2016) :
a. Difusi
b. Osmosis
c. Ultrafiltrasi
d. Konveksi
Saat cairan dipindahkan selama hemodialisis, cairan yang dipindahkan
akanmengambil bersama dengan zat terlarut yang tercampur dalam cairan
tersebut.
7. Komplikasi Hemodialisis
b. Emboli udara, merupakan komplikasi yang jarang tetapi dapat terjadi jikaudara
memasuki sistem vaskuler pasien.
e. Kram otot, terjadi ketika cairan dan elektrolit dengan cepat meninggalkanruang
ekstrasel.
8. Pemeriksaan Penunjang
a. Laboratorium
b. Pencitraan
c. Prosedur diagnostik
C. Konsep Hipertensi
1. Definisi
Hipertensi Adalah kondisi abnormal hemodinamik, dimana menurut WHO
tekanan sistolik ≥ 140 mmHg dan atau tekanan diastolic > 90 mmHg ( untuk usia
< 60 tahun ) dan tekanan sistolik ≥ 160 mmHg dan atau tekanan diastolic > 95
mmHg (untuk usia > 60 tahun) (Nugroho, 2011, p. 263).
Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah secara terus menerus hinggal
melebihi batas normal. Tekanan darah normal adalah 140/90 mmHg .Adalah
tekanan sistolik lebih tinggi dari 140 mmHg menetap atau tekanan distoolik lebih
tinggi dari 90mmHg (Manurung, 2016, p. 102)
2. Etiologi
Menurut (Widjadja, 2013) penyebab hipertensi dapat dikelompokkan menjadi
dua yaitu :
a) Hipertensi primer atau esensial
Hipertensi primer artinya hipertensi yang belum diketahui penyebab
dengan jelas. Berbagai faktor diduga turut berperan sebagai penyebab
hiperetensi primer, seperti bertambahnya usia, stres psikologis, pada
konsumsi yang tidak sehat, dan hereditas (keturunan). Sekitar 90% pasien
hipertensi diperkirakan termasuk dalam kategori ini.
b) Hipertensi sekunder
Hipertensi sekunderb yang penyebabnya sudah diketahui, umumnya
berupa penyakit atau kerusakan organ yang berhubungan dengan cairan
tubuh, misalnya ginjal yang tidak berfungsi, pemakian kontrasepsi oral, dan
terganggunya keseimbangan hormon yang merupakan faktor pengatur
tekanan darah. Dapat disebabkan oleh penyakit ginjal, penyakit endokrin,
dan penyakit jantung.
3. Klasifikasi
Menurut (Nurarif & Kusuma, 2015, p.102)
4. Patofisiologi
Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh darah terletak
di pusat vasomotor medula di otak.Dari pusat vasomotor ini bermula jaras saraf
simpatis, yang berlanjut kebawah ke korda spinalis dan keluar dari kolumna
medula spinalis ke ganglia simpatis toraks dan abdomen.Rangsangan pusat
vasomotor dihantarkan dalam bentuk impuls yang bergerak kebawah melalui
sistem saraf simpatis ke ganglia simpatis. Pada titik ini, neuron pre-ganglion
melepaskan asetilkolin, yang akan merangsang serabut saraf pasca ganglion ke
pembuluh darah, dimana dengan dilepaskannya norepinefrin mengakibatkan
konstriksi pembuluh darah. Berbagai faktor, seperti kecemasan dan ketakutan
dapat mempengaruhi respons pembuluh darah terhadap rangsang
vasokonstriktor.Klien dengan hipertensi sangat sensitif terhadap norepinefrin,
meskipun tidak diketahui dengan jelas mengapa hal tersebut dapat terjadi.
Pada saat bersamaan ketika sistem saraf simpatis merangsang pembuluh darah
sebagai respons rangsang emosi, kelenjar adrenal juga terangsang, mengakibatkan
tambahan aktivitas vasokonstriksi.Medula adrenal menyekresi epinefrin, yang
menyebabkan vasokonstriksi.Korteks adrenal menyekresi kortisol dan steroid
lainnya, yang dapat memperkuat respons vasokonstriktor pembuluh
darah.Vasokonstriksi yang mengakibatkan penurunan aliran darah ke ginjal,
menyebabkan pelepasan renin.
Renin yang dilepaskan merangsang pembentukan angiotensin I yang
kemudian diubah menjadi angiotensin II, vasokonstriktor kuat, yang pada
akhirnya merangsang sekresi aldosterone oleh korteks adrenal.Hormone ini
menyebabkan retensi natrium dan air oleh tubulus ginjal, menyebabkan
peningkatan volume intravaskuler.Semua faktor tersebut cenderung mencetuskan
hipertensi (Brunner & Suddarth, 2013).
5. Pathway
Faktor predisposisi
Memperkuat
Pelepasan renin
Hipertensi
Kerusakan vaskular
Sistemik Koroner
Gagal
Stroke
ginjal
Hemoragi
Supply dan kebutuhan oksigen
ke jantung tidak seimbang
Nyeri
Vasokonstriksi Supply oksigen ke miocard turun
Kepala
Seluler hipoksia
Peningkatan
Diagnosa
afterload
Keperawatan:
Nyeri akut
Integritas membran sel berubah
Kontarktilitas turun
Metabolisme Anaerob
7. Komplikasi
8. Pemeriksaan Penunjang
a. Hitung darah lengkap : pemeriksaan hemoglobin, hematokrit untuk menilai
viskositas dan indicator faktpr risiko seperti hiperkoagulabilitas,
anemia(Udjianti, 2013, p. 109)
2) Kimia darah (Udjianti, 2013, p. 109)
3) BUN, kreatinin: peningkatan kadar menandakan perununan perfusi atau
faal renal
4) Serum glukosa : hiperglisemia (diabetes mellitus adalah presipitator
hipertensi) akibat dari peningkatan kadar katekolamin
5) Kadar kolsterol atau trigliserida : peningkatan kadar mengindikasikan
predisposisi pembentukan plaque atheromatus
6) Kadar serum aldesteron : menilai adanya aldosteronisme primer
7) Studi tiroid (T3 dan T4) : menilai adanya hipertiroidisme yang
berkontribusi terhadap vasokontriksi dan hipertensi
8) Asam urat : hiperuricemia merupakan implikasi faktor risiko hipertensi
9) Elektrolit (Udjianti, 2013, p. 109)
10) Serum potassium atau kalium (hipokalemia mengindikasikan adanya
aldosteronisme atau efek samping terapi deuretik)
11) Serum kalsium bila meningkat berkontribusi terhadap hipertensi
12) Urine(Udjianti, 2013, p. 109)
13) Analisis urine adanya darah, protein, glukosa dalam urine
mengidentifikasikan difusi renal atau diabetes
14) Urine VMA : peningkatan kadar mengindikasikan adanya
pheochromacytoma
15) Steroid urine : peningkatan kada mengindikasikan hyperadrenalisme,
pheochromacytoma, atau disfungsi pituitary, Sindrom Cushing’s kadar
rennin juga meningkat
b. Radiologi (Udjianti, 2013, p. 110)
1) Intra Venous Pyelografi (IVP) mengidentifikasi penyebab hipertensi
seperti renal pharenchymal disease urolithiasis, benign prostate
hyperplasia (BPH)
c. Rontgen toraks : menilai adanya klasifikasi obstruktif katup jantung, deposit
kalsium pada aorta, dan pembesaran jantung
d. EKG : menilai adanya hipertrofi miokard, pola stain, gangguan konduksi
atau disritmia(Udjianti, 2013, p. 110)
e. Pemeriksaan Laboratorium (Haryanto & Rini, 2015, p. 104)
1) Hb/Ht : untuk mengkaji hubungan dari sel-sel terhadap volume cairan
(viskositas) dan dapat mengidentifikasikan faktor risiko seperti :
Hipokoagubilitas, anemia.
2) BUN/ keratinin : memberikan informasi tentang perfusi/ fungsi ginjal
3) Urinalisa : darah, protein, glukosa, mengisaratkan disfungsi ginjal danada
DM
f. CT Scan : mengkaji adanya tumor cerebral, encelopati
g. IUP : mengidentifikasikan penyebab hipertensi seperti : Batu ginjal,
perbaikan ginjal
h. Photo dada: menunjukkan destruksi klasifikasi pada area katup, pembesaran
jantung.
9. Penatalaksanaan Medis
Tujuan deteksi dan penatalaksanaan hipertensi adalah menurunkan resiko
penyakit kardiovaskular dan mortalitas serta morbiditas yang berkaitan. Tujuan
terapi adalah mencapai dan mempertahankan tekanan sistolik di bawah 140
mmHgdan tekanan diastolik 90mmHg dan mengontrol faktor resiko. Hal ini dapat
dicapai dengan melalui modifikasi gaya hidup saja, atau dengan obat anti
hipertensi (Mansjoer, 2010).
Penatalaksanaan faktor resiko dilakukan dengan cara pengobatan setara non
farmakologis , antara lain :
a. Pengaturan diet
Berbagai studi menunjukkan bahwa diet dan pola hidup sehat atau
dengan obat –obatan yang menurunkan gejala gagal jantung dan dapat
memperbaiki keadaan hipertropi ventrikel kiri.
Beberapa diet yang dianjurkan :
c. Olahraga
Olahraga teratur seperti berjalan, lari , berenag, bersepeda bermanfaat
umtuk menurunkan tekanan darah dan memperbaiki keadaan jantung.
Olahraga isotonik juga dapat meningkatkan fungsi endotel, vasodilatasi
perifer dan mengurangi katekolamin. Olahraga teratur selama 30 menit
sebanyak 3-4 kali dalam satu mimggu sangat dianjurkan untuk
menurunkan tekanan darah. Olahraga meningkatkan HDL, yang dapat
mengurangi terbentuknya arterosklerosis akibat hipertensi.
Brunner & Suddarth. 2013. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8 Volume 2. Jakarta : EGC
Harjono, R. 2013. Keperawatan Medikal Bedah : System Perkemihan. Yogyakarta : Andi Offses
Haryanto, A., & Rini, S. (2015). Keperawatan Medikal Bedah 1. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.
Kemenkes RI.2017. Infodatin Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan RI CKD
LeMone, Burke, &Bauldoff. 2016. Keperawatan Medikal Bedah, Alih bahasa. Jakarta: EGC.
Muttaqin, Arif & Sari, Kumala. 2014. Gangguan Gastrointestinal Aplikasi Asuhan Keperawatan
Medikal Bedah. Jakarta : Salemba Medika
Nuarif, A.N dan Kusuma H. 2015. Aplikasi Asuhan Keoerawatan Berdasarkan Diagnosa Medis &
Nanda Nic-Noc . Yogyakarta : Media Action
Prabowo, Eka dan Andi Eka Pratama. 2014. Asuhan Keperawatan System Perkemihan. Yogyakarta :
Hukum Media
Smeltzer and Bare. 2009. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner and Suddarth Volume 2
Edisi 8. Jakarta : EGC
Suharyanto, T & Madjid, A. 2009. Asuhan Keperawatan Pada klien dengan. Gangguan Sistem
Perkemihan. Jakarta: TIM.
Wijaya, A. S., & Putri, Y. M. 2013. KMB 1 Keperawatan Medikal Bedah,Keperawatan Dewasa Teori
dan Contoh Askep. Yogyakarta: Nuha Medika.
Wijdjaja, Felix, dkk., 2013. Prehypertension and hyperetnsion among young Indonesia adults a
primary health care in a rural area