Tugas Hukum Pidana
Tugas Hukum Pidana
Tugas Hukum Pidana
Disusun oleh :
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA
YOGYAKARTA
2019
Pendahuluan
Kasus korupsi :
Pada Senin, 17 Juli 2017 KPK menetapkan Setya Novanto yang kala itu menjabat
sebagai Ketua Fraksi Partai Golkar di DPR sebagai tersangka kasus korupsi pengadaan e-KTP
untuk 2011-2012. Penetapannya menjadikan ia sebagai tersangka keempat yang ditetapkan
oleh KPK sebagai tersangka setelah Irman, Sugiharto dan Andi Narogong. Setya Novanto
diduga melakukan penyalahgunaan wewenang dan tindakan menguntungkan diri sendiri atau
orang lain atau korporasi dengan ikut mengambil andil dalam pengaturan anggaran proyek e-
KTP sebesar Rp 5,9 triliun sehingga merugikan negara hingga Rp 2,3 triliun. Hal ini sesuai
dengan pernyataan Irman dan Sugiharto di Pengadilan Tipikor. Tindakan Setya Novanto
disangkakan berdasarkan Pasal 3 atau Pasal 2 ayat 1 Undang-Undang Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi.
Keesokkan harinya, yakni pada Selasa, 18 Juli 2017 Setya Novanto mekakukan jumpa
pers di Gedung Kompleks Parlemen Senayan dengan didampingi empat petinggi DPR lainnya,
yakni Fadli Zon, Fahri Hamzah, Agus Hermanto dan Taufik Kurniawan. Dalam kesempatan
itu ia mengatakan kepada para media bahwa ia menghargai proses hukum yang berlaku dan
menjelaskan bahwa ia telah meminta surat resmi dari KPK terkait penetapannya sebagai
tersangka. Di sisi lain ia juga mengatakan bahwa ia merasa didzalimi..
Pada 22 Juli 2017 telah terjadi pertemuan antara Setya Novanto dengan Hatta
Ali selaku Ketua Mahkamah Agung dalam sidang terbuka disertasi politisi Partai
Golkar Adies Kadir di Surabaya, Jawa Timur. Ahmad Doli Kurnia, Ketua Generasi Muda
Partai Golkar (GMPG) kemudian melaporkan peristiwa itu kepada Komisi Yudisial (KY) pada
21 Agustus 2017. Mereka curiga bahwa Setya Novanto telah melakukan upaya kepada
Mahkamah Agung agar ia bisa terbebas dari hukum, terutama lewat sidang praperadilan.
Laporan GMPG ditanggapi dengan positif oleh Ketua KY Aidul Fitriciada Azhari namun
dibantah oleh Setya Novanto dan Mahkamah Agung. Mahkamah Agung mengklarifikasi
bahwa keberadaan Hatta Ali di Surabaya adalah murni sebagai penguji disertasi Adies Kadier
dan tidak ada kaitannya dengan kasus e-KTP. Menanggapi pelaporan Doli, Golkar kemudian
memecatnya sebagai politisi di Partai Golkar. Selagi KPK sedang menyelidiki kasus Novanto
dengan memeriksa para saksi, Setya Novanto mendaftarkan gugatan praperadilan melawan
KPK di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada Senin, 4 September 2017. Dalam sidang
praperadilan, hakim tunggal yang akan bertugas adalah Hakim Chepi Iskandar.
Isu Hukum
Pembahasan
1. Pelanggaran pasal
Perbuatan yang dilakukan tersangkan Setya novanto merupakan tindak pidana korupsi
yang cukup merugikan negara. Setya Novanto melakukan tindakan pidana pasal 2 dan
3 (UU Tipikor) yang mana isi dari pasal tersebut adalah sebagai berikut :
Pasal 2 ayat (1)
Tindak pidana korupsi yang mensyaratkan adanya kerugian negara secara
eksplisit diatur dalam ketentuan pasal 2 ayat (1) dan pasal 3. Rumusan pasal 2 ayat (1)
berbunyi :
Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri
sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara
atau perekonomian negara, dipidana penjara dengan pidana seumur hidup atau
pidana penjara paling sedikit 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh ) tahun
dan dendan paling sedikit Rp. 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling
banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah).
Unsur-unsur delik pada pasal di atas sebagai berikut:
1. Setiap orang
2. Melawan hukum
3. Memperkaya diri sendiri atau orang lain dan
4. Dapat merugikan negara atau perekonomian negara.
Pertama , unsur setiap orang. Unsur ini merupakan pelaku atau subjek delik dalam
pasal 2 ayat (1) , dan unsur ini bukanlah delik inti (bestandeel delict) melainkan elemen
delik (element delict). Ia merupakan subyek hukum yang diduga atau didakwa
melakuan tindak pidana korupsi yang pembuktiannya bergantunh kepada pembuktian
delik intinya. Subjek delik dalam pasal ini tidak hanya tediri dari manusia, tetapi juga
koorporasi. Pasal 1 angka 3 secara eksplisit mengartikan setiap orang adalah orang yang
perseorangannya atau termasuk korporasi. Sedangkan yang dimaksud korporasi adalah
kumpulan orang atau kekayaan yang terorganisasi baik merupakan badan hukum
maupun bukan badan hukum.1
Pasal 3 :
Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu
korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya
karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keungan negara atau
perekonomian negara , dipidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling
singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan dendan paling sedikit
Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,00
(satu milyar rupiah).
Unsur setiap orang. Makna “setiap orang” dalam pasal 3 berbeda dengan makna “setiap
orang” dalam pasal 2 ayat (1). Apabila kata tersebut dalam pasal 2 ayat (1) bermakna
setiap orang selaku subjek hukum pada umumnya tanpa membedakan kualifikasi
tertentu, makna kata “setiap orang” dalam pasal 3 ini bermakna setiap orang selaku
subjek hukum dengan kualifikasi tertentu , yakni penyelenggara negara atau pegawai
negeri.2
2. Mekanisme penegakannya
Pada Senin, 17 Juli 2017 KPK menetapkan Setya Novanto yang kala itu menjabat
sebagai Ketua Fraksi Partai Golkar di DPR sebagai tersangka kasus korupsi pengadaan
e-KTP untuk 2011-2012. Penetapannya menjadikan ia sebagai tersangka keempat yang
1
Mahrus ali,Asas,teori&praktek Hukum Pidana Korupsi (Yogyakarta:UII press,2013),hlm.95-96
2
Mahrus ali Asas,teori&praktek Hukum Pidana Korupsi (Yogyakarta:UII press,2013),hlm.110
ditetapkan oleh KPK sebagai tersangka setelah Irman, Sugiharto dan Andi Narogong.
Setya Novanto diduga melakukan penyalahgunaan wewenang dan tindakan
menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau korporasi dengan ikut mengambil andil
dalam pengaturan anggaran proyek e-KTP sebesar Rp 5,9 triliun sehingga merugikan
negara hingga Rp 2,3 triliun. Hal ini sesuai dengan pernyataan Irman dan Sugiharto di
Pengadilan Tipikor. Tindakan Setya Novanto disangkakan berdasarkan Pasal 3 atau
Pasal 2 ayat 1 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Keesokkan harinya, yakni pada Selasa, 18 Juli 2017 Setya Novanto mekakukan jumpa
pers di Gedung Kompleks Parlemen Senayan dengan didampingi empat petinggi DPR
lainnya, yakni Fadli Zon, Fahri Hamzah, Agus Hermanto dan Taufik Kurniawan.
Dalam kesempatan itu ia mengatakan kepada para media bahwa ia menghargai proses
hukum yang berlaku dan menjelaskan bahwa ia telah meminta surat resmi dari KPK
terkait penetapannya sebagai tersangka. Di sisi lain ia juga mengatakan bahwa ia
merasa didzalimi.
Pada 22 Juli 2017 telah terjadi pertemuan antara Setya Novanto dengan Hatta
Ali selaku Ketua Mahkamah Agung dalam sidang terbuka disertasi politisi Partai
Golkar Adies Kadir di Surabaya, Jawa Timur. Ahmad Doli Kurnia, Ketua Generasi
Muda Partai Golkar (GMPG) kemudian melaporkan peristiwa itu kepada Komisi
Yudisial (KY) pada 21 Agustus 2017. Mereka curiga bahwa Setya Novanto telah
melakukan upaya kepada Mahkamah Agung agar ia bisa terbebas dari hukum, terutama
lewat sidang praperadilan. Laporan GMPG ditanggapi dengan positif oleh Ketua
KY Aidul Fitriciada Azhari namun dibantah oleh Setya Novanto dan Mahkamah
Agung. Mahkamah Agung mengklarifikasi bahwa keberadaan Hatta Ali di Surabaya
adalah murni sebagai penguji disertasi Adies Kadier dan tidak ada kaitannya dengan
kasus e-KTP. Menanggapi pelaporan Doli, Golkar kemudian memecatnya sebagai
politisi di Partai Golkar. Selagi KPK sedang menyelidiki kasus Novanto dengan
memeriksa para saksi, Setya Novanto mendaftarkan gugatan praperadilan melawan
KPK di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada Senin, 4 September 2017. Dalam
sidang praperadilan, hakim tunggal yang akan bertugas adalah Hakim Chepi Iskandar.
Sidang Praperadilan
Sebagai tindak lanjut, KPK lalu memanggil Setya Novanto untuk diperiksa sebagai
tersangka pada 11 September 2017. Akan tetapi, Novanto tidak datang dengan alasan
sakit karena sedang mengalami perawatan di Rumah Sakit Siloam Jakarta. Novanto
dikabarkan mengalami kenaikan gula darah setelah berolahraga. Hal itu disampaikan
oleh Sekretaris Jenderal Partai GolkarIdrus Marham dan pengacara Setya Novanto di
Gedung KPK sembari menyerahkan surat keterangan dokter kepada KPK.
Pada Senin, 18 September 2017 KPK melakukan pemanggilan kembali kepada Setya
Novanto ke Gedung KPK untuk diperiksa sebagai tersangka. Namun seperti pada
panggilan pertama, Novanto tidak dapat hadir lagi dikarenakan ia sedang dirawat
di Rumah Sakit Premier Jakarta untuk menjalani kateterisasi jantung. Untuk
mengetahui tentang kesehatan Novanto lebih lanjut, KPK kemudian mengirimkan
dokter ke RS Premier Jakarta dan bekerja sama dengan dokter yang menangani
Novanto.
Proses praperadilan Setya Novanto berlanjut pada 20 September 2017 saat sidang
perdana digelar. Dalam sidang tersebut Agus Trianto yang saat itu berperan sebagai
pengacara mengajukan keberatan karena ia menilai ada keanehan atas penetapan status
tersangka pada Novanto yang dilakukan oleh KPK. Novanto ditetapkan sebagai
tersangka pada 17 Juli 2017 namun Surat Perintah Dimulainya Penyidikan (SPDP) baru
diterima Novanto pada 18 Juli 2017. Ia menilai bahwa KPK telah
melanggar KUHAP dan Undang-Undang Nomor 30 tahun 2002 tentang KPK dan
seharusnya KPK menetapkan tersangka setelah keluarnya SPDP. Ia juga beranggapan
bahwa tuduhan terhadap Novanto atas kasus e-KTP tidak berdasar karena nama
Novanto tidak disebutkan dalam putusan sidang Irman dan Sugiharto.
Pada 22 September 2017 Cepi Iskandar, hakim tunggal yang bertugas di sidang
praperadilan menolak eksepsi yang diajukan oleh KPK dan menyatakan berwenang
mengadili perkara tersebut. Sebelumnya pihak Novanto mempermasalahkan soal status
penyelidik dan penyidik KPK. Namun KPK menilai jika pihak Novanto keberatan,
seharusnya mereka mengajukannya lewat Pengadilan Tata Usaha Negara dan bukan
praperadilan. KPK pun menerima dan menghargai keputusan hakim. Pada sidang yang
digelar pada 27 September 2017 KPK meminta untuk memutar rekaman terkait
keterlibatan Novanti di sidang. Namun hakim Cepi malah menolaknya.
Setelah 2 bulan menyandang status sebagai tersangka, status Novanto sebagai tersangka
kemudian dibatalkan oleh Hakim Cepi pada sidang praperadilan lanjutan yang
diselenggarakan pada 29 September 2017. Menurut Hakim Cepi, penetapan Novanto
sebagai tersangka tidak sah karena diputuskan di awal penyidikan, bukan di akhir.
Selain itu ia juga tidak bisa menerima alat bukti yang digunakan KPK untuk menangkap
Novanto karena telah digunakan sebelumnya dalam penyidikan Irman dan Sugiharto.
Sebulan setelah pembatalan status tersangka oleh Hakim Cepi, tepatnya pada 31
Oktober 2017 KPK menerbitkan Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) atas nama Setya
Novanto. Setya Novanto disangkakan pada Pasal 2 ayat 1 subsider Pasal 3 Undang-
Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang- Undang
Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum
Pidana. Keputusan ini dibuat oleh KPK setelah melakukan penyelidikan lebih dalam
dengan mengumpulkan berbagai bukti dan minta keterangan dari para saksi. Pada 13
dan 18 Oktober 2017 KPK pernah meminta Novanto untuk dimintai keterangan, namun
ia absen dengan alasan tugas kedinasan. Sebagai tindak lanjut, KPK lalu mengantarkan
surat pemberitahuan dimulainya penyidikan (SPDP) ke kediamannya di Kebayoran
Baru per 3 November 2017.
Pada 10 November 2017 KPK menetapkan Setya Novanto sebagai tersangka untuk
kedua kalinya setelah sempat dibatalkan oleh Hakim Cepi. Pada 15 November 2017
KPK memangggil Novanto untuk melakukan proses pemeriksaan sebagai tersangka.
Namun karena ia tidak hadir, maka penyidik KPK memutuskan untuk mendatangi
rumahnya. Setibanya di sana penyidik KPK tidak menemukan Novanto sama sekali.
Keesokkan harinya, KPK mendatangi rumah Novanto kembali. Kali ini mereka
melakukan penggeledahan dan menyita CCTV.
Pada malam harinya pada hari yang sama, Friedrich Yunadi memberitahukan bahwa
Novanto tengah dirawat di Rumah Sakit Medika Permata Hijau karena mengalami
kecelakaan di kawasan Permata Hijau hingga tak sadarkan diri. Setelah sempat
dipindahkan di RS Cipto Mangunkusumo, Jakarta Pusat Novanto akhirnya dibawa ke
gedung KPK dengan menggunakan kursi roda pada 19 November 2017 untuk
dilakukan pemeriksaan dan penahanan. Berdasarkan keterangan tim dokter, Novanto
tak perlu dirawat lagi di Rumah Sakit. Pemeriksaan pun diadakan keesokan harinya di
gedung KPK pada 20 November 2017.
Pada 5 Desember KPK menyatakan bahwa berkas-berkas Novanto telah P21 atau
lengkap. Oleh karena itu KPK melimpahkan berkas-berkas tersebut ke Pengadilan
Tindak Pidana Korupsi pada 6 Desember 2017. Sehari setelahnya, yakni pada 7
Desember 2017 Pengadilan Negeri Jakarta menggelar sidang praperadilan perdana.
Seharusnya sidang perdana praperadilan diadakan pada 30 November 2017. Namun
berhubung KPK tidak hadir, maka sidang ditunda selama 7 hari. Setelah itu sidang
praperadilan dilanjutkan lagi pada 8 dan 11 Desember 2017. Sidang praperadilan
dilakukan karena Novanto sempat mengajukan gugatan praperadilan ke pengadilan
pada 15 Desember 2017.
Berdasarkan aturan yang mengacu pada Pasal 82 ayat 1 huruf c, putusan praperadilan
harus diselesaikan maksimal 7 hari setelah sidang diadakan. Itu artinya, putusan
maksimal dibacakan pada 14 Desember 2017 mengingat sidang diselenggarakan pada
7 Desember 2017. Namun berhubung sidang pokok perkara akan diselenggarakan pada
13 Desember 2017 di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, maka secara otomatis
praperadilan Novanto pun gugur. Hal itu dinyatakan oleh hakim tunggal praperadilan
Setya.
Pada 13 Desember 2017 Pengadilan Tindak Pidana Korupsi mengadakan sidang pokok
perkara dengan agenda pembacaan dakwaan. Dalam sidang tersebut terdapat beberapa
hal yang terjadi pada Setya Novanto, mulai dari tak menjawab saat ditanya hakim,
mengaku sakit diare dan telah 20 kali bolak-balik ke WC bahkan hingga mengatakan
bahwa ia lahir di Jawa Timurpadahal sebenarnya Bandung. Atas tindakan yang
Novanto lakukan, hakim sidang sempat melakukan skors lalu meminta dokter untuk
memeriksakan kesehatannya.
3. Ancaman Pidananya
Mantan Ketua DPR dan Ketua Umum Golkar itu dijatuhi hukuman 15 tahun penjara,
denda Rp 500 juta, dan dicabut hak politiknya selama lima tahun.
"Terdakwa juga dihukum membayar uang pengganti sebesar US$7,3 juta dikurangi
Rp5 miliar yang sudah dititipkan kepada penyidik KPK," kata Ketua Majelis Hakim,
Yanto, Selasa (24/04), seperti dilaporkan wartawan BBC Abraham Utama dari
persidangan.
Hukuman penjara yang dijatuhkan, sedikit lebih ringan dibandingkan tuntutan yang
diajukan jaksa penuntut umum, yaitu penjara 16 tahun.
Uang pengganti yang harus dibayarkan, US$7,3 juta dalam kurs terbaru setara dengan lebih
dari 101 miliar. Jika Setya tak membayar uang pengganti itu, kata Ketua Majelis Hakim,
Yanto, harta benda Setya akan disita untuk memenuhi hukuman itu. Yanto berkata,
kalaupun harta Setya tidak cukup, mantan Ketua DPR itu harus menjalani pidana penjara
tambahan selama dua tahun.
Adapun pencabutan hak politik Setya selama lima tahun, artinya selama lima tahun sejak
menyelesaikan masa hukumannya di penjara nanti, Setya Novanto tidak boleh memilih
atau dipilih atau menduduki jabatan publik.
kesimpulan
Pada Senin, 17 Juli 2017 KPK menetapkan Setya Novanto yang kala itu menjabat
sebagai Ketua Fraksi Partai Golkar di DPR sebagai tersangka kasus korupsi pengadaan e-
KTP untuk 2011-2012. Penetapannya menjadikan ia sebagai tersangka keempat yang
ditetapkan oleh KPK sebagai tersangka setelah Irman, Sugiharto dan Andi Narogong. Setya
Novanto diduga melakukan penyalahgunaan wewenang dan tindakan menguntungkan diri
sendiri atau orang lain atau korporasi dengan ikut mengambil andil dalam pengaturan
anggaran proyek e-KTP sebesar Rp 5,9 triliun sehingga merugikan negara hingga Rp 2,3
triliun.
Perbuatan yang dilakukan tersangkan Setya novanto merupakan tindak pidana korupsi
yang cukup merugikan negara. Setya Novanto melakukan tindakan pidana pasal 2 dan 3
(UU Tipikor).
Mantan Ketua DPR dan Ketua Umum Golkar itu dijatuhi hukuman 15 tahun
penjara, denda Rp 500 juta, dan dicabut hak politiknya selama lima tahun.
3. https://id.wikipedia.org/wiki/Kasus_korupsi_e-KTP
4. https://www.bbc.com/indonesia/indonesia-43876177
5. https://www.dw.com/id/setya-novanto-ditetapkan-sebagai-tersangka/a-39722113