LP Penyakit Jantung Bawaan

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PENDAHULUAN PENYAKIT JANTUNG BAWAAN

DI RUANG 7B RUMAH SAKIT SYAIFUL ANWAR MALANG

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Profesi Ners


Departemen Anak

Oleh :
Merita Sari
NIM. 190070300111014

PROGRAM PROFESI NERS


JURUSAN ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2019
1. DEFINISI PENYAKIT JANTUNG BAWAAN
Penyakit jantung bawaan (PJB) atau dikenal dengan nama Penyakit Jantung
Kongenital adalah penyakit dengan kelainan pada struktur jantung atau fungsi sirkulasi
jantung yang dibawa dari lahir yang terjadi akibat adanya gangguan atau kegagalan
perkembangan struktur jantung pada fase awal perkembangan janin.
Penyakit Jantung Kongenital (Congenital Heart Disease, CHD) adalah
kelainan pada struktur jantung yang terdapat sejak lahir. Penyakit ini disebabkan oleh
gangguan pada perkembangan jantung yang terjadi saat usia gestasi 3-8 minggu.

2. KLASIFIKASI PENYAKIT JANTUNG BAWAAN


Penyakit jantung bawaan dapat dibagi atas dua golongan besar yaitu :
a. Penyakit Jantung Bawaan Non Sianotik
Penyakit Jantung Bawaan Asianotik adalah kelainan struktur dan fungsi
jantung yang dibawa lahir yang tidak ditandai dengan sianosis; misalnya lubang di
sekat jantung sehingga terjadi pirau dari kiri ke kanan, kelainan salah satu katup
jantung dan penyempitan alur keluar ventrikel atau pembuluh darah besar tanpa
adanya lubang di sekat jantung. Masing-masing mempunyai spektrum presentasi
klinis yang bervariasi dari ringan sampai berat tergantung pada jenis dan beratnya
kelainan serta tahanan vaskuler paru (Roebiono,2003).
 Defek Septum Atrium (Atrial Septal Defect-ASD)
Adalah Defek pada sekat yang memisahkan atrium kiri dan kanan. Pada
DSA, presentasi klinisnya agak berbeda karena defek berada di septum
atrium dan aliran dari kiri ke kanan yang terjadi selain menyebabkan aliran
ke paru yang berlebihan juga menyebabkan beban volume pada jantung
kanan.
 Defek Septum Ventrikuler (Ventricular Septal Defect-VSD)
Adalah Kelainan jantung berupa lubang pada sekat antar bilik jantung,
menyebabkan kebocoran aliran darah pada bilik kiri dan kanan jantung. Hal
ini mengakibatkan sebagian darah kaya oksigen kembali ke paru-paru,
sehingga menghalangi darah rendah oksigen memasuki paru-paru . DSV
merupakan malformasi jantung yang paling sering, meliputi 25% PJB.
Gejala utama dari kelainan ini adalah gangguan pertumbuhan, sulit ketika
menyusu, nafas pendek dan mudah lelah.
 Duktus Arteriosus Paten (Patent Ductus Arteriosus-PDA)
Patent Ductus Arteriousus (PDA) atau duktus arteriosus persisten adalah
duktus arteriosus yang tetap membuka setelah bayi lahir. Kelainan ini
banyak terjadi pada bayi-bayi yang lahir premature . Duktus Arteriosus
Persisten (DAP) disebabkan oleh duktus arteriosus yang tetap terbuka
setelah bayi lahir. Jika duktus tetap terbuka setelah penurunan resistensi
vaskular paru, maka darah aorta dapat bercampur ke darah arteri
pulmonalis.
 Stenosis Pulmoner (Pulmonary Stenosis- SP)
Adalah Pada stenosis pulmonalis (SP) terjadi obstruksi aliran keluar
ventrikel kanan atau arteri pulmonalis dan cabang-cabangnya. Status gizi
penderita dengan stenosis pulmonal umumnya baik dengan pertambahan
berat badan yang memuaskan. Bayi dan anak dengan stenosis ringan
umumnya asimptomatik dan tidak sianosis sedangkan neonatus dengan
stenosis berat atau kritis akan terlihat takipneu dan sianosis.
 Koarktasio Aorta (Coarctatio Aorta- CA)
Koarktasio Aorta (KA) adalah penyempitan terlokalisasi pada aorta yang
umumnya terjadi pada daerah duktus arteriosus. Tanda yang klasik pada
kelainan ini adalah tidak terabanya nadi femoralis serta dorsalis pedis
sedangkan nadi brakialis teraba normal. Koarktasio aorta pada anak besar
seringkali asimtomatik. Sebagian besar dari pasien mengeluh sakit kepala,
nyeri di tungkai dan kaki, atau terjadi epistaksis.
b. Penyakit Jantung Bawaan Sianotik
Pada PJB sianotik didapatkan kelainan struktur dan fungsi jantung sedemikian
rupa sehingga sebagian atau seluruh darah balik vena sistemik yang mengandung
darah rendah oksigen kembali beredar ke sirkulasi sistemik. Adapun Macam-
Macam Penyakit Jantung Bawaan Sianotik Yaitu :
 Tetralogi Fallot
Merupakan PJB sianotik yang paling banyak ditemukan, kurang lebih 10%
dari seluruh PJB. Salah satu manifestasi yang penting pada Tetralogi Fallot
adalah terjadinya serangan sianotik (cyanotic spells) yang ditandai oleh
timbulnya sesak napas mendadak, nafas cepat dan dalam, sianosis
bertambah, lemas, bahkan dapat disertai dengan kejang.
 Transposisi Pembuluh Darah Besar (Transposition Of The Great Arteries-
TGAs) merupakan Suatu penyakit atau kelainan jantung bawaan yang
dimana Atresia dapat mengenai katup pulmonal, a.pulmonalis, atau
infundibulum, sehingga seluruh curah ventrikel kanan dialirkan ke dalam
aorta.
3. EPIDEMIOLOGI PENYAKIT JANTUNG BAWAAN
Angka kejadian PJB dilaporkan sekitar 8 –10 bayi per 1000 kelahiran hidup
dan 30% diantaranya telah memberikan gejala pada minggu –minggu pertama
kehidupan. Bila tidak terdeteksi secara dini dan tidak ditangani dengan baik, 50%
kematiannya akan terjadi pada bulan pertama kehidupan. Di negara maju hampir
semua jenis PJB telah dideteksi dalam masa bayi bahkan pada usia kurang dari 1
bulan, sedangkan di negara berkembang banyak yang baru terdeteksi setelah anak
lebih besar, sehingga pada beberapa jenis PJB yang berat mungkin telah meninggal
sebelum terdeteksi. Pada beberapa jenis PJB tertentu sangat diperlukan pengenalan
dan diagnosis dini agar segera dapat diberikan pelayanan di Indonesia, selain
pengadaan dana dan pusat pelayanan kardiologi anak yang adekwat, diperlukan juga
kemampuan deteksi dini PJB dan pengetahuan saat rujukan yang optimal oleh para
dokter umum yang pertama kali berhadapan dengan pasien (PERKI, 2000).
Penelitian di Taiwan menunjukkan prevalensi yang sedikit berbeda, yaitu
sekitar 13,08 dari 1000 kelahiran hidup, dimana sekitar 12,05 pada bayi berjenis
kelamin laki-laki dan 14,21 pada bayi perempuan. Penyakit Jantung Bawaan yang
paling sering ditemukan adalah Ventricular Septal Defect (Wu, 2009). Bayi baru lahir
yang dipelajari di Indonesia adalah 3069 orang, 55,7% laki –laki dan 44,3%
perempuan, 28 (9,1 per 1000) bayi mempunyai PJB. Patent Ductus Arteriosus
(PDA)ditemukan pada 12 orang bayi (42,9%), 6 diantaranya bayi prematur. Ventricular
Septal Defect (VSD) ditemukan pada 8 bayi (28,6%), Atrial Septal Defct (ASD) pada 3
bayi (19,7%), Complete Atrio Ventricular Septal Defect (CAVSD) pada 3,6% bayi, dan
kelainan katup jantung pada bayi yang mempunyai Penyakit Jantung Sianotik
(10,7%), satu bayi Transposition of Great Arteries (TGA), dua lain dengan kelainan
jantung kompleks sindrom sianotik. Ditemukan satu bayi dengan Sindrom Down
dengan ASD, dengan ibu pengidap diabetes. Atrial fibrillation ditemukan di satu orang
bayi. Dari 28 bayi dengan PJB, 4 mati (14,3%) selama 5 hari pengamatan. Data
menunjukkan ibu yang tidak mengkonsumsi vitamin B secara teratur selama
kehamilan awal mempunyai 3 kali resiko bayi dengan PJB. Merokok secara signifikan
sebagai faktor resiko bagi PJB 37,5 kali. Faktor resiko lain secara statistik tidak
berhubungan (Harimurti, 1996).

4. ETIOLOGI PENYAKIT JANTUNG BAWAAN


Pada sebagian besar kasus, penyebab dari PJB ini tidak diketahui
(Sastroasmoro, 1994). Beberapa faktor yang diyakini dapat menyebabkan PJB ini
secara garis besar dapat kita klasifikasikan menjadi dua golongan besar, yaitu genetik
dan lingkungan. Selain itu, penyakit jantung bawaan juga dapat disebabkan oleh faktor
prenatal. Berikut ini beberapa penyebab terjadinya penyakit jantung bawaan yaitu :
a. Faktor Prenatal :
 Ibu menderita penyakit infeksi.
 Ibu alkoholisme.
 Umur ibu lebih dari 40 tahun.
 Ibu menderita penyakit Diabetes Mellitus (DM) yang memerlukan insulin.
b. Pada faktor genetik, hal yang penting kita perhatikan adalah adanya riwayat
keluarga yang menderita penyakit jantung, seperti :
 Anak yang lahir sebelumnya menderita penyakit jantung bawaan.
 Ayah / Ibu menderita penyakit jantung bawaan.
 Lahir dengan kelainan bawaan yang lain.

Hal lain yang juga berhubungan adalah adanya kenyataan bahwa sekitar
10% penderita PJB mempunyai penyimpangan pada kromosom, misalnya pada
Sindroma Down (Fachri, 2007).

c. Untuk faktor lingkungan, beberapa hal yang perlu diperhatikan adalah:


 Paparan lingkungan yang tidak baik, misalnya menghirup asap rokok.
 Rubella, infeksi virus ini pada kehamilan trimester pertama, akan
menyebabkan penyakit jantung bawaan.
 Diabetes, bayi yang dilahirkan dari seorang ibu yang menderita diabetes
tidak terkontrol mempunyai risiko sekitar 3-5% untuk mengalami penyakit
jantung bawaan
 Alkohol, seorang ibu yang alkoholik mempunyai insiden sekitar 25-30%
untuk mendapatkan bayi dengan penyakit jantung bawaan
 Ectasy dan obat-obat lain, seperti diazepam, corticosteroid, phenothiazin,
dan kokain akan meningkatkan insiden penyakit jantung bawaan
(Indriwanto, 2007).

5. PATOFISIOLOGI PENYAKIT JANTUNG BAWAAN


Dalam keadaan normal darah akan mengalir dari daerah yang bertekanan
tinggi ke daerah yang bertekanan rendah. Daerah yang bertekanan tinggi ialah jantung
kiri sedangkan daerah yang bertekanan rendah adalah jantung kanan. Sistem sirkulasi
paru mempunyai tahanan yang rendah sedangkan sirkulasi sistemik memiliki tahanan
yang tinggi.
Apabila terjadi hubungan antara rongga-rongga jantung yang bertekanan tinggi
dengan rongga-rongga jantung yang bertekanan rendah akan terjadi aliran darah dari
rongga jantung yang bertekanan tinggi ke jantung yang bertekanan rendah. Sebagai
contoh adanya Defek pada sekat ventrikel, maka akan terjadi aliran darah dari ventrikel
kiri ke ventrikel kanan. Kejadian ini disebut Pirau (Shunt) kiri ke kanan. Sebaliknya
pada obstruksi arteri pulmonalis dan defek septum ventrikel tekanan rongga jantung
kanan akan lebih tinggi dari tekanan rongga jantung kiri sehingga darah dari ventrikel
kanan yang miskin akan okigen mengalir dari defek tersebut ke ventrikel kiri yang kaya
akan oksigen, keadaan ini disebut dengan Pirau (Shunt) kanan ke kiri yang dapat
berakibat kurangnya kadar oksigen pada sirkulasi sistemik. Kadar oksigen yang terlalu
rendah akan menyebabkan Sianosis.
Kelainan Jantung Bawaan pada umumya dapat menyebabkan hal-hal sebagai
berikut :
o Peningkatan kerja jantung, dengan gejala :kardio megali, hipertropi, takhikardia.
o Curah jantung yang rendah, dengan gejala : gangguan pertumbuhan, intoleransi
terhadap aktivitas.
o Hipertensi pulmonal, dengan gejala : Dispnea, takhipnea.
o Penurunan saturasi oksigen arteri, dengan gejala : polisitemia, asidosis, sianosis.
(Pathway terlampir)
Pathway
6. MANIFESTASI KLINIS PENYAKIT JANTUNG BAWAAN
Tanda dan gejala Penyakit Jantung Bawaan sangat bervariasi tergantung dari
jenis dan berat kelainan. Penyakit Jantung B yang berat bisa dikenali saat kehamilan
atau segera setelah kelahiran. Sedangkan PJB yang ringan sering tidak
menampakkan gejala, dan diagnosisnya didasarkan pada pemeriksaan fisik dan tes
khusus untuk alasan yang lain. Gejala dan tanda PJB yang mungkin terlihat pada bayi
atau anak-anak antara lain:
 Bernafas cepat
 Sianosis (suatu warna kebiru-biruan pada kulit, bibir, dan kuku jari tangan)
 Cepat lelah
 Peredaran darah yang buruk dan
 Nafsu makan berkurang.
Pertumbuhan dan perkembangan yang normal tergantung dari beban kerja
jantung dan aliran darah yang kaya oksigen ke seluruh tubuh. Bayi dengan PJB sejak
lahir mungkin punya sianosis atau mudah lelah saat pemberian makan. Sebagai
hasilnya, pertumbuhan mereka tidak sesuai dengan seharusnya.
Manifestasi klinis PDA pada bayi prematur sering disamarkan oleh masalah-
masalah lain yang berhubungan dengan prematur (misalnya sindrom gawat
nafas).Tanda-tanda kelebihan beban ventrikel tidak terlihat selama 4-6 jam sesudah
lahir. Bayi dengan PDA kecil mungkin asimptomatik, bayi dengan PDA lebih besar
dapat menunjukkan tanda-tanda gagal jantung kongestif (CHF).
 Kadang-kadang terdapat tanda-tanda gagal jantung
 Machinery mur-mur persisten (sistolik, kemudian menetap, paling nyata
terdengar di tepi sternum kiri atas)
 Tekanan nadi besar (water hammer pulses) / Nadi menonjol dan
meloncat-loncat, Tekanan nadi yang lebar (lebih dari 25 mm Hg)
 Takhikardia (denyut apeks lebih dari 170), ujung jari hiperemik
 Resiko endokarditis dan obstruksi pembuluh darah pulmonal.
 Infeksi saluran nafas berulang, mudah lelah

7. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Diagnosis penyakit jantung bawaan ditegakkan berdasarkan pada anamnesis,
pemeriksaan fisik (auskultasi jantung), pemeriksaan penunjang dasar serta lanjutan.
Pemeriksaan penunjang dasar yang penting untuk penyakit jantung bawaan adalah
foto rontgen dada (untuk melihat bentuk jantung dan miokard), elektrokardiografi
(untuk melihat irama, keadaan miokard, bentuk, dan aliran jantung) dan pemeriksaan
lab rutin. Pemeriksaan lanjutan mencakup ekokardiografi dan kateterisasi jantung.
Kombinasi ke dua pemeriksaan lanjutan tersebut untuk visualisasi dan konfirmasi
morfologi dan pato –anatomi masing –masing jenis penyakit jantung bawaan
memungkinkan ketepatan diagnosis mendekati seratus persen. Kemajuan teknologi di
bidang diagnostik kardiovaskular dalam dekade terakhir menyebabkan pergeseran
persentase angka kejadian beberapa jenis penyakit jantung bawaan tertentu. Hal ini
tampak jelas pada defek septum atrium dan transposisi arteri besar yang makin sering
dideteksi lebih awal (Pediatri, 2000).
Makin canggihnya alat ekokardiografi yang dilengkapi dengan Doppler
berwarna, pemeriksaan tersebut dapat mengambil alih sebagian peran pemeriksaan
kateterisasi dan angiokardiografi. Hal ini sangat dirasakan manfaatnya untuk bayi
dengan PJB kompleks, yang sukar ditegakkan diagnosisnya hanya berdasarkan
pemeriksaan dasar rutin dan sulitnya pemeriksaan kateterisasi jantung pada bayi.
Ekokardiografi dapat pula dipakai sebagai pemandu pada tindakan septostomi balon
transeptal pada transposisi arteri besar. Di samping lebih murah, ekokardiografi
mempunyai keunggulan lainnya yaitu mudah dikerjakan, tidak menyakitkan, akurat
dan pasien terhindar dari pajanan sinar X. Bahkan di rumah sakit yang mempunyai
fasilitas pemeriksaan ekokardiografi, foto toraks sebagai pemeriksaan rutin pun mulai
ditinggalkan. Namun demikian apabila di tangan seorang ahli tidak semua pertanyaan
dapat dijawab dengan menggunakan sarana ini, pada keadaan demikian angiografi
radionuklir dapat membantu. Pemeriksaan ini disamping untuk menilai secara akurat
fungsi ventrikel kanan dan kiri, juga untuk menilai derasnya pirau kiri ke kanan.
Pemeriksaan ini lebih murah daripada kateterisasi jantung, dan juga kurang traumatis
(Pediatri, 2000).
Tingginya akurasi pemeriksaan ekokardiografi, membuat pemeriksaan
kateterisasi pada tahun 1980 menurun drastik. Sarana diagnostik lain terus
berkembang, misalnya digital substraction angiocardiography, akokardiografi
transesofageal, dan ekokardiografi intravascular. Sarana diagnostik utama yang baru
adalah magnetic resonance imaging, dengan dilengkapi modus cine sarana
pemeriksaan ini akan merupakan andalan di masa mendatang (Pediatri, 2000).

8. PENATALAKSANAAN PENYAKIT JANTUNG BAWAAN


a. Farmakologis
Secara Garis besar penatalaksanaan pada pasien yang menderita Penyakit
Jantung Bawaan dapat dilakukan dengan 2 cara yakni dengan cara pembedahan
dan Kateterisasi Jantung .
 Metode Operatif : Setelah pembiusan umum dilakukan, dokter akan membuat
sayatan pada dada, menembus tulang dada atau rusuk sampai jantung dapat
terlihat. Kemudian fungsi jantung digantikan oleh sebuah alat yang berfungsi
untuk memompa darah keseluruh tubuh yang dinamakan Heart lungbypass
yang juga menggantikan fungsi paru-paru untuk pertukaran oksigen setelah itu
jantung dapat dihentikan detaknya dan dibuka untuk memperbaiki kelainan
yang ada, seperti apabila ada lubang pada septum jantung yang normalnya
tertutup, maka lubang akan ditutup dengan alat khusus yang dilekatkan pada
septum jantung.
 Kateterisasi jantung : prosedur kateterisasi umumnya dilakukan dengan
memasukkan keteter atau selang kecil yang fleksibel didalamnya dilengkapi
seperti payung yang dapat dikembangkan untuk menutup defek jantung, ketetr
dimasukkan melalui pembuluh darah balik atau vena dipanggal paha atau
lengan. Untuk membimbing jalannya kateter, dokter menggunakan monitor
melalui fluoroskopi angiografi atau dengan tuntunan transesofageal
ekokardiografi (TEE)/Ekokardiografi biasa sehinggan kateter dapat masuk
dengan tepat menyusuri pembuluh darah, masuk kedalam defek atau lubang,
mengembangkan alat diujung kateter dan menutup lubang dengan sempurna.
Prosedur ini dilakukan dalam pembiusan umum sehingga anak/pasien tidak
melakukan sakit. Keberhasilan prosedur kateterisasi ini untuk penangana PJB
dilaporkan lebih dari 90% namun tetap diingan bahwa tidak semuan jenis PJB
dapat diintervensi dengan metode ini. Pada kasus defek septum jantung yang
terlalu besar dan kelainan struktur jantung tertentu seperti jantung yang berada
diluar rongga dada (jantung ektopik) dan tetralogi fallot yang parah tetap
membutuhkan operatif terbuka.
b. Non- Farmakologis
 Sedangkan secara non-farmakologis dapat diberikan tambahan susu formula
dengan kalori yang tinggi dan suplemen untuk air susu ibu dibutuhkan pada
bayi yang menderita pjb. Terutama pada bayi yang lahir premature dan bayi-
bayi yang cepat lelah saat menyusui.
 Pada pasien/anak yang menghadapi atau dicurigai menderita pjb dapat
dilakukan tindakan , seperti :
a. Menempatkan pasien khususnya neonatus pada lingkungan yang hangat
dapat dilakukan dengan membedong atau menempatkannya pada
inkhubator.
b. Memberikan Oksigen
c. Memberikan cairan yang cukup dan mengatasi gangguan elektrolit serta
asam basa.

9. KOMPLIKASI PENYAKIT JANTUNG BAWAAN


Ada beberapa Komplikasi yang di timbulkan oleh Penyakit Jantung Bawaan , antara
lain:
 Sindrom Eisenmenger merupakan komplikasi yang terjadi pada PJB non sianotik
yang meyebabkan alairan darah ke paru yang meningkat. Akibatnya lama kelaman
pembuluh kapiler diparu akan bereksi dengan meningkatkan resistensinya
sehingga tekanan di arteri pulmonal dan diventrikel kanan meningkat.
 Serangan sianotik, pada serangan ini anak atau pasien menjadi lebih biru dari
kondisi sebelumnya tampak sesak bahkan dapat menimbulkan kejang.
 Abses otak, biasanya terjadi pada PJB sianotik biasanya abses otak terjadi pada
anak yang berusia diatas 2 tahun yang diakibatkan adanya hipoksia dan
melambtkanya aliran darah diotak.1[8]
 Endokarditis
 Obstruksi pembuluh darah pulmonal
 CHF
 Hepatomegali (jarang terjadi pada bayi prematur)
 Enterokolitis nekrosis
 Gangguan paru yang terjadi bersamaan (misalnya sindrom gawat nafas atau
displasia bronkkopulmoner)
 Perdarahan gastrointestinal (GI), penurunan jumlah trombosit
 Hiperkalemia (penurunan keluaran urin.
 Aritmia
 Gagal tumbuh
Asuhan Keperawatan Pasien dengan Kelainan Jantung Bawaan

A. Pengkajian
a. Data subyektif :
 Umur biasanya sering terjadi pada primi gravida , < 20 tahun atau > 35 tahun
 Riwayat kesehatan ibu sekarang : terjadi peningkatan tensi, oedema, pusing,
nyeri epigastrium, mual muntah, penglihatan kabur
 Riwayat kesehatan ibu sebelumnya : penyakit ginjal, anemia, vaskuler
esensial, hipertensi kronik, DM
 Riwayat kehamilan: riwayat kehamilan ganda, mola hidatidosa, hidramnion
serta riwayat kehamilan dengan pre eklamsia atau eklamsia sebelumnya
 Pola nutrisi : jenis makanan yang dikonsumsi baik makanan pokok maupun
selingan
 Psikososial spiritual : Emosi yang tidak stabil dapat menyebabkan kecemasan,
oleh karenanya perlu kesiapan moril untuk menghadapi resikonya.
b. Data Obyektif :
 Inspeksi : edema yang tidak hilang dalam kurun waktu 24 jam
 Palpasi : untuk mengetahui TFU, letak janin, lokasi edema
 Auskultasi : mendengarkan DJJ untuk mengetahui adanya fetal distress
 Perkusi : untuk mengetahui refleks patella sebagai syarat pemberian SM ( jika
refleks+)
 Pemeriksaan penunjang :
o Tanda vital diukur dalam posisi terbaring, diukur 2 kali dengan interval 6
jam
o Laboratorium : protein uri dengan kateter atau midstream ( biasanya
meningkat hingga 0,3 gr/lt atau +1 hingga +2 pada skala kualitatif ), kadar
hematokrit menurun, BJ urine meningkat, serum kreatini meningkat, uric
acid biasanya > 7 mg/100 ml
o Berat badan : peningkatannya lebih dari 1 kg/minggu
o Tingkat kesadaran ; penurunan GCS sebagai tanda adanya kelainan pada
otak
o USG ; untuk mengetahui keadaan janin
o NST : untuk mengetahui kesejahteraan janin
B. Diagnosa Keperawatan

1. Gangguan perfusi jaringan otak b/d penurunan kardiak out put sekunder terhadap
vasopasme pembuluh darah.
2. Resiko terjadi gawat janin intra uteri (hipoksia) b/d penurunan suplay O2 dan nutrisi
kejaringan plasenta sekunderterhadap penurunan cardiac out put.
3. Kelebihan volum cairan b/d kerusakan fungsi glumerolus sekunder terhadap
penurunan cardiac out put
4. Gangguan pemenuhan ADL b/d immobilisasi; kelemahan
5. Kurang pengetahuan mengenai penatalaksanaan terapi dan perawatan b/d
misinterpretasi informasi
6. Pola nafas tidak efektif b/d penurunann ekspansi paru.

C. Rencana Keperawatan
1. Gangguan perfusi jaringan otak b/d penurunan kardiak out put sekunder terhadap
vasopasme pembuluh darah:
Tujuan : Perfusi jaringan otak adekuat dan Tercapai secara optimal.
Intervensi:
a. Monitor perubahan atau gangguan mental kontinu ( cemas bingung, letargi,
pingsan )
b. Obsevasi adanya pucat, sianosis, belang, kulit dingin/ lembab.
c. Kaji tanda Homan ( nyeri pada betis dengan posisi dorsofleksi ) eritema, edema
d. Dorong latihan kaki aktif / pasif
e. Pantau pernafasan
f. Kaji fungsi GI, catat anoreksia, penurunan bising usus, muntah/ mual,
distaensi abdomen, kontipasi
g. Pantau masukan dan perubahan keluaran
2. Resiko terjadi gawat janin intra uteri (hipoksia) b/d penurunan suplay O2 dan
nutrisi kejaringan plasenta sekunderterhadap penurunan cardiac out put.
Tujuan: Gawat janin tidak terjadi, bayi Dapat dipertahankan sampai Umur 37 minggu
dan atau BBL ≥ 2500 g.
Intervensi:
a. Anjurkan penderita untuk tidur miring ke kiri
b. Anjurkan pasien untuk melakukan ANC secara teratur sesuai dengan masa
kehamilan:

 1 x/bln pada trisemester I


 2 x/bln pada trisemester II
 1 x/minggu pada trisemester III

c. Pantau DJJ, kontraksi uterus/his gerakan janin setiap hari


d. Motivasi pasien untuk meningkatkan fase istirahat

3. Kelebihan volum cairan b/d kerusakan fungsi glumerolus sekunder terhadap


penurunan cardiac out put.
Tujuan : Kelebihan volume cairan teratasi.
Intervensi:
a. Auskultasi bunyi nafas akan adanya krekels.
b. Catat adanya DVJ, adanya edema dependen
c. Ukur masukan atau keluaran, catat penurunan pengeluaran, sifat konsentrasi,
hitung keseimbangan cairan.
d. Pertahankan pemasukan total cairan 2000 cc/24 jam dalam toleransi
kardiovaskuler.
e. Berikan diet rendah natrium atau garam.

4. Gangguan pemenuhan ADL b/d immobilisasi; kelemahan


Tujuan : ADL dan kebutuhan beraktifitas pasien terpenuhi secara adekuat.
Intervensi:
a. Kaji toleransi pasien terhadap aktifitas menggunakn termometer berikut : nadi
20/m diatas frekuensi nadi istirahat, catat peningkatan tekanan darah,
Dispenia, nyeri dada, kelelahan berat, kelemahan, berkeringat, pusing atau
pingsang.
b. Tingakat istirahat, batasi aktifitas pada dasar nyeri atau respon hemodinamik,
berikan aktifitas senggang yang taidak berat.
c. Kaji kesiapan untuk meningkatkan aktifitas contoh; penurunan kelemahan dan
kelelahan, tekanan darah stabil, peningkatan perhatian pada aktifitas dan
perawatan diri.
d. Dorong memjukan aktifitas atau toleransi perawatan diri
e. Anjurkan keluarga untuk membantu pemenuhan kebutuhan ADL pasienn.
f. Anjurakan pasien menghindari peningkatan tekanan abdomen, mengejan saat
defekasi.
g. Jelasakn pola peningkatan bertahap dari aktifitas, contoh : posisi duduk diatas
tempat tidur bila tidak ada pusing dan nyeri, bangun dari tempat tidur, belajar
berdiri dst.
5. Kurang pengetahuan mengenai penatalaksanaan terapi dan perawatan b/d
misinterpretasi informasi
Tujuan : Kebutuhan pengetahuan terpenuhi secara adekuat.
Intervensi:

a. Identifikasi dan ketahui persepsi pasien terhadap ancaman atau situasi. Dorong
mengekspresikan dan jangan menolak perasaan marah, takut dll.
b. Mempertahankan kepercayaan pasien ( tanpa adanya keyakinan yang salah )
c. Terima tapi jangan beri penguatan terhadap penolakan
d. Orientasikan klien atau keluarga terhadap prosedur rutin dan aktifitas, tingkatkan
partisipasi bila mungkin.
e. Jawab pertanyaan dengan nyata dan jujur, berikan informasi yang konsisten,
ulangi bila perlu.
f. Dorong kemandirian, perawatan diri, libatkan keluarga secara aktif dalam
perawatan.

6. Pola nafas tidak efektif b/d penurunann ekspansi paru.


Tujuan : Pola nafas yang efektif.
Intervensi:
a. Pantau tingkat pernafasan dan suara nafas.
b. Atur posisi fowler atau semi fowler.
c. Sediakan perlengkapan penghisapan atau penambahan aliran udara.
d. Berikan obat sesuai petunjuk.
e. Sediakan oksigen tambahan.
DAFTAR PUSTAKA

Dr. Poppy S. Roebiono, SpJP. Bagian Kardiologi dan Kedokteran Vaskuler FKUI Pusat
Jantung
Nasional Harapan Kita, Jakarta.

Philip I. Aaronson , dkk . 2008 . At a Glance Sistem Kardiovaskular . Penerbit Erlangga.

Muttaqin Arief . 2009 . Pengantar Asuhan keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem
Kardiovaskuler. Jakarta : Salemba Medika.

Buku Ajar Keperawatan Kardiovaskuler, Pusat Kesehatan Jantung dan Pembuluh Darah
Nasional Harapan Kita, 2001 .

Dyah Primasari . 2012 . Perbedaan perkembangan pada anak dengan penyakit jantung
bawaan
sianotik dan non-sianotik.

Suriadi, Rita Yuliani, 2001 ; 236, Betz & Sowden, 2002 .

Mulyadi, Madiyono Bambang. 2000. Tatalaksana penyakit jantung bawaan

Anda mungkin juga menyukai