LP Penyakit Jantung Bawaan
LP Penyakit Jantung Bawaan
LP Penyakit Jantung Bawaan
Oleh :
Merita Sari
NIM. 190070300111014
Hal lain yang juga berhubungan adalah adanya kenyataan bahwa sekitar
10% penderita PJB mempunyai penyimpangan pada kromosom, misalnya pada
Sindroma Down (Fachri, 2007).
7. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Diagnosis penyakit jantung bawaan ditegakkan berdasarkan pada anamnesis,
pemeriksaan fisik (auskultasi jantung), pemeriksaan penunjang dasar serta lanjutan.
Pemeriksaan penunjang dasar yang penting untuk penyakit jantung bawaan adalah
foto rontgen dada (untuk melihat bentuk jantung dan miokard), elektrokardiografi
(untuk melihat irama, keadaan miokard, bentuk, dan aliran jantung) dan pemeriksaan
lab rutin. Pemeriksaan lanjutan mencakup ekokardiografi dan kateterisasi jantung.
Kombinasi ke dua pemeriksaan lanjutan tersebut untuk visualisasi dan konfirmasi
morfologi dan pato –anatomi masing –masing jenis penyakit jantung bawaan
memungkinkan ketepatan diagnosis mendekati seratus persen. Kemajuan teknologi di
bidang diagnostik kardiovaskular dalam dekade terakhir menyebabkan pergeseran
persentase angka kejadian beberapa jenis penyakit jantung bawaan tertentu. Hal ini
tampak jelas pada defek septum atrium dan transposisi arteri besar yang makin sering
dideteksi lebih awal (Pediatri, 2000).
Makin canggihnya alat ekokardiografi yang dilengkapi dengan Doppler
berwarna, pemeriksaan tersebut dapat mengambil alih sebagian peran pemeriksaan
kateterisasi dan angiokardiografi. Hal ini sangat dirasakan manfaatnya untuk bayi
dengan PJB kompleks, yang sukar ditegakkan diagnosisnya hanya berdasarkan
pemeriksaan dasar rutin dan sulitnya pemeriksaan kateterisasi jantung pada bayi.
Ekokardiografi dapat pula dipakai sebagai pemandu pada tindakan septostomi balon
transeptal pada transposisi arteri besar. Di samping lebih murah, ekokardiografi
mempunyai keunggulan lainnya yaitu mudah dikerjakan, tidak menyakitkan, akurat
dan pasien terhindar dari pajanan sinar X. Bahkan di rumah sakit yang mempunyai
fasilitas pemeriksaan ekokardiografi, foto toraks sebagai pemeriksaan rutin pun mulai
ditinggalkan. Namun demikian apabila di tangan seorang ahli tidak semua pertanyaan
dapat dijawab dengan menggunakan sarana ini, pada keadaan demikian angiografi
radionuklir dapat membantu. Pemeriksaan ini disamping untuk menilai secara akurat
fungsi ventrikel kanan dan kiri, juga untuk menilai derasnya pirau kiri ke kanan.
Pemeriksaan ini lebih murah daripada kateterisasi jantung, dan juga kurang traumatis
(Pediatri, 2000).
Tingginya akurasi pemeriksaan ekokardiografi, membuat pemeriksaan
kateterisasi pada tahun 1980 menurun drastik. Sarana diagnostik lain terus
berkembang, misalnya digital substraction angiocardiography, akokardiografi
transesofageal, dan ekokardiografi intravascular. Sarana diagnostik utama yang baru
adalah magnetic resonance imaging, dengan dilengkapi modus cine sarana
pemeriksaan ini akan merupakan andalan di masa mendatang (Pediatri, 2000).
A. Pengkajian
a. Data subyektif :
Umur biasanya sering terjadi pada primi gravida , < 20 tahun atau > 35 tahun
Riwayat kesehatan ibu sekarang : terjadi peningkatan tensi, oedema, pusing,
nyeri epigastrium, mual muntah, penglihatan kabur
Riwayat kesehatan ibu sebelumnya : penyakit ginjal, anemia, vaskuler
esensial, hipertensi kronik, DM
Riwayat kehamilan: riwayat kehamilan ganda, mola hidatidosa, hidramnion
serta riwayat kehamilan dengan pre eklamsia atau eklamsia sebelumnya
Pola nutrisi : jenis makanan yang dikonsumsi baik makanan pokok maupun
selingan
Psikososial spiritual : Emosi yang tidak stabil dapat menyebabkan kecemasan,
oleh karenanya perlu kesiapan moril untuk menghadapi resikonya.
b. Data Obyektif :
Inspeksi : edema yang tidak hilang dalam kurun waktu 24 jam
Palpasi : untuk mengetahui TFU, letak janin, lokasi edema
Auskultasi : mendengarkan DJJ untuk mengetahui adanya fetal distress
Perkusi : untuk mengetahui refleks patella sebagai syarat pemberian SM ( jika
refleks+)
Pemeriksaan penunjang :
o Tanda vital diukur dalam posisi terbaring, diukur 2 kali dengan interval 6
jam
o Laboratorium : protein uri dengan kateter atau midstream ( biasanya
meningkat hingga 0,3 gr/lt atau +1 hingga +2 pada skala kualitatif ), kadar
hematokrit menurun, BJ urine meningkat, serum kreatini meningkat, uric
acid biasanya > 7 mg/100 ml
o Berat badan : peningkatannya lebih dari 1 kg/minggu
o Tingkat kesadaran ; penurunan GCS sebagai tanda adanya kelainan pada
otak
o USG ; untuk mengetahui keadaan janin
o NST : untuk mengetahui kesejahteraan janin
B. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan perfusi jaringan otak b/d penurunan kardiak out put sekunder terhadap
vasopasme pembuluh darah.
2. Resiko terjadi gawat janin intra uteri (hipoksia) b/d penurunan suplay O2 dan nutrisi
kejaringan plasenta sekunderterhadap penurunan cardiac out put.
3. Kelebihan volum cairan b/d kerusakan fungsi glumerolus sekunder terhadap
penurunan cardiac out put
4. Gangguan pemenuhan ADL b/d immobilisasi; kelemahan
5. Kurang pengetahuan mengenai penatalaksanaan terapi dan perawatan b/d
misinterpretasi informasi
6. Pola nafas tidak efektif b/d penurunann ekspansi paru.
C. Rencana Keperawatan
1. Gangguan perfusi jaringan otak b/d penurunan kardiak out put sekunder terhadap
vasopasme pembuluh darah:
Tujuan : Perfusi jaringan otak adekuat dan Tercapai secara optimal.
Intervensi:
a. Monitor perubahan atau gangguan mental kontinu ( cemas bingung, letargi,
pingsan )
b. Obsevasi adanya pucat, sianosis, belang, kulit dingin/ lembab.
c. Kaji tanda Homan ( nyeri pada betis dengan posisi dorsofleksi ) eritema, edema
d. Dorong latihan kaki aktif / pasif
e. Pantau pernafasan
f. Kaji fungsi GI, catat anoreksia, penurunan bising usus, muntah/ mual,
distaensi abdomen, kontipasi
g. Pantau masukan dan perubahan keluaran
2. Resiko terjadi gawat janin intra uteri (hipoksia) b/d penurunan suplay O2 dan
nutrisi kejaringan plasenta sekunderterhadap penurunan cardiac out put.
Tujuan: Gawat janin tidak terjadi, bayi Dapat dipertahankan sampai Umur 37 minggu
dan atau BBL ≥ 2500 g.
Intervensi:
a. Anjurkan penderita untuk tidur miring ke kiri
b. Anjurkan pasien untuk melakukan ANC secara teratur sesuai dengan masa
kehamilan:
a. Identifikasi dan ketahui persepsi pasien terhadap ancaman atau situasi. Dorong
mengekspresikan dan jangan menolak perasaan marah, takut dll.
b. Mempertahankan kepercayaan pasien ( tanpa adanya keyakinan yang salah )
c. Terima tapi jangan beri penguatan terhadap penolakan
d. Orientasikan klien atau keluarga terhadap prosedur rutin dan aktifitas, tingkatkan
partisipasi bila mungkin.
e. Jawab pertanyaan dengan nyata dan jujur, berikan informasi yang konsisten,
ulangi bila perlu.
f. Dorong kemandirian, perawatan diri, libatkan keluarga secara aktif dalam
perawatan.
Dr. Poppy S. Roebiono, SpJP. Bagian Kardiologi dan Kedokteran Vaskuler FKUI Pusat
Jantung
Nasional Harapan Kita, Jakarta.
Muttaqin Arief . 2009 . Pengantar Asuhan keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem
Kardiovaskuler. Jakarta : Salemba Medika.
Buku Ajar Keperawatan Kardiovaskuler, Pusat Kesehatan Jantung dan Pembuluh Darah
Nasional Harapan Kita, 2001 .
Dyah Primasari . 2012 . Perbedaan perkembangan pada anak dengan penyakit jantung
bawaan
sianotik dan non-sianotik.