Laporan Pendahuluan Cholelistitis
Laporan Pendahuluan Cholelistitis
Laporan Pendahuluan Cholelistitis
DEFINISI
Kolesistitis adalah radang kandung empedu yang merupakan inflamasi
akut dinding kandung empedu disertai nyeri perut kanan atas,nyeri tekan dan
panas badan. Dikenal dua klasifikasi yaitu akut dan kronis (Brooker,2011).
Kolesistitis adalah reaksi inflamasi dinding kandung empedu. Kolesisti
tis adalah radang kandung empedu yang merupakan reaksi inflamasi akut
dinding kandung empedu disertai keluhan nyeri perut kanan atas, nyeri tekan
dan panas badan.Dikenal klasifikasi kolesistitis yaitu kolesistitis akut serta
kronik. (Dr. Suparyanto, M.Kes 2009).
Kolesistitis akut adalah peradangan dari dinding kandung
empedu,biasanya merupakan akibat dari adanya batu empedu di duktus
sistikus,yang secara tiba-tiba menyebabkan serangan nyeri yang luar biasa.
Kolesistitis kronis adalah peradangan menahun dari dinding kandung
empedu,yang ditandai dengan serangan berulang dari nyeri perut yang tajam dan
hebat.
Kolelitiasis adalah adanya batu yang terdapat didalam kandung empedu
atau saluran empedu (duktus koledokus) atau keduanya Batu empedu bisa
terdapat pada kantung empedu, saluran empedu ekstra hepatik, atau saluran
empedu intra hepatik. Bila terletak di dalam kantung empedu saja disebut
kolesistolitiasis, dan yang terletak di dalam saluran empedu ekstra hepatik
(duktus koleduktus) disebut koledokolitiasis, sedang bila terdapat di dalam
saluran empedu intra hepatik disebelah proksimal duktus hepatikus kanan dan
kiri disebut hepatolitiasis. Kolesistolitiasis dan koledokolitiasis disebut dengan
kolelitiasis (Muttaqin dan Sari, 2011).
2. KLASISFIKASI
Berdasarkan komposisi kimiawi dan gambaran mikroskopiknya, batu empedu
dibagi menjadi tiga tipe utama oleh Suzuki dan Sato, yaitu batu kolesterol (batu
kolesterol murni, batu kombinasi, batu campuran), batu pigmen (batu kasium
bilirubinat, batu hitam atau pigmen murni), dan batu empedu yang jarang (batu
kalsium karbonat, dan batu kalsium asam lemak).
Menurut Hadi (2002), batu empedu terbagi menjadi tiga tipe yaitu:
1) Batu Kolesterol
a. Soliter (single cholesterol stone) atau batu kolesterol tunggal
Tipe batu ini mengandung kristal kasar kekuning-kuningan, pada foto rontgen
terlihat intinya. Bentuknya bulat dengan diameter 4 cm, dengan permukaan
licin atau noduler. Batu ini tidak mengandung kalsium sehingga tidak dapat
dilihat pada pemotretan sinar X biasa.
b. Batu kolesterol campuran
Batu ini terbentuk bilamana terjadi infeksi sekunder pada kandung empedu
yaitu mengandung batu empedu kolesterol yang soliter dimana pada
permukaannya terdapat endapan pigmen kalsium.
c. Batu kolesterol ganda
Jenis batu ini jarang ditemui dan bersifat radio transulen.
2) Batu pigmen
Pigmen kalkuli mengandung pigmen empedu dan berbagai macam
kalsium dan matriks dari bahan organik. Batu ini biasanya berganda, kecil,
keras, amorf, bulat, berwarna hitam atau hijau tua. Alasannya ± 10 %
radioopaque.
3) Batu Campuran
Batu ini adalah jenis yang paling banyak dijumpai (± 80 %), dan terdiri
atas kolesterol, pigmen empedu, berbagai garam kalsium dan matriks protein.
Biasanya berganda dan sedikit mengandung kalsium sehingga bersifat
radioopaque.
Menurut Sjamsuhidajat (1997), Batu kolesterol mengandung paling
sedikit 70% kolesterol, dan sisanya adalah kalsium karbonat, kalsium palmitit
dan kalsium bilirubinat. Bentuknya lebih bervariasi dibandingkan bentuk batu
pigmen. Dapat berupa batu soliter atau multiple. Permukaanya mungkin licin
atau multifaset, bulat, berduri, da nada yang seperti buah murbei.
Batu pigmen mengandung kurang dari 25% kolesterol, sering
ditemukan kecil-kecil, dapat berjumlah banyak, warnanya bervariasi antara
coklat, kemerahan, sampai hitam, dan berbentuk seperti lumpur atau tanah
yang rapuh.
3. FAKTOR RESIKO
Faktor risiko utama untuk kolesistitis, memiliki peningkatan prevalensi di
kalangan orang-orang keturunan Skandinavia, Pima India, dan populasi
Hispanik, cholelithiasis sedangkan kurang umum di antara orang dari sub-Sahara
Afrika dan Asia. Beberapa faktor resiko yang lain sebagai berikut:
1. adanya riwayat kolesistitis akut sebelumnya
2. Wanita (beresiko dua jadi lebih besar dibanding laki-laki)
3. Usia lebih dari 40 tahun .
4. Kegemukan (obesitas).
5. Faktor keturunan
6. Aktivitas fisik
7. Kehamilan (resiko meningkat pada kehamilan)
8. Hiperlipidemia
9. Diet tinggi lemak dan rendah serat
10. Pengosongan lambung yang memanjang
11. Nutrisi intravena jangka lama
12. Dismotilitas kandung empedu
13. Obat-obatan antihiperlipedmia (clofibrate)
14. Penyakit lain (seperti Fibrosis sistik, Diabetes mellitus, sirosis hati,
pankreatitis dan kanker kandung empedu) dan penyakit ileus (kekurangan
garam empedu)
4. ETIOLOGI
Etiologi batu empedu masih belum diketahui secara pasti. Kolelitiasis dapat
terjadi dengan atau tanpa faktor resiko dibawah ini. Namun, semakin banyak
faktor resiko yang dimiliki seseorang, semakin besar kemungkinan untuk
terjadinya kolelitiasis. Faktor resiko tersebut antara lain:
1) Jenis Kelamin
Wanita mempunyai resiko 2-3 kali lipat untuk terkena kolelitiasis
dibandingkan dengan pria. Ini dikarenakan oleh hormon esterogen
berpengaruh terhadap peningkatan eskresi kolesterol oleh kandung empedu.
Kehamilan, yang menigkatkan kadar esterogen juga meningkatkan resiko
terkena kolelitiasis. Penggunaan pil kontrasepsi dan terapi hormon
(esterogen) dapat meningkatkan kolesterol dalam kandung empedu dan
penurunan aktivitas pengosongan kandung empedu.
2) Usia
Resiko untuk terkena kolelitiasis meningkat sejalan dengan
bertambahnya usia. Orang dengan usia > 60 tahun lebih cenderung untuk
terkena kolelitiasis dibandingkan dengan orang degan usia yang lebih muda.
3) Obesitas
Kondisi obesitas akan meningkatkan metabolism umum, resistensi
insulin, diabetes militus tipe II, hipertensi dan hyperlipidemia berhubungan
dengan peningkatan sekresi kolesterol hepatica dan merupakan faktor resiko
utama untuk pengembangan batu empedu kolesterol.
4) Statis Bilier
Kondisi statis bilier menyebabkan peningkatan risiko batu empedu.
Kondisi yang bisa meningkatkan kondisi statis, seperti cedera tulang belakan
(medulla spinalis), puasa berkepanjangan, atau pemberian diet nutrisi total
parenteral (TPN), dan penurunan berat badan yang berhubungan dengan
kalori dan pembatasan lemak (misalnya: diet rendah lemak, operasi bypass
lambung).
5) Obat-obatan
Estrogen yang diberikan untuk kontrasepsi atau untuk pengobatan kanker
prostat meningkatkan risiko batu empedu kolesterol. Clofibrate dan obat
fibrat hipolipidemik meningkatkan pengeluaran kolesterol hepatic melalui
sekresi bilier dan tampaknya meningkatkan resiko batu empedu kolesterol.
Analog somatostatin muncul sebagai faktor predisposisi untuk batu empedu
dengan mengurangi pengosongan kantung empedu.
6) Diet
Duet rendah serat akan meningkatkan asam empedu sekunder (seperti
asam desoksikolat) dalam empedu dan membuat empedu lebih litogenik.
Karbohidrat dalam bentuk murni meningkatkan saturasi kolesterol empedu.
Diet tinggi kolesterol meningkatkan kolesterol empedu.
7) Keturunan
Sekitar 25% dari batu empedu kolesterol, faktor predisposisi tampaknya
adalah turun temurun, seperti yang dinilai dari penelitian terhadap kembar
identik fraternal.
8) Infeksi Bilier
Infeksi bakteri dalam saluran empedu dapat memgang peranan sebagian
pada pembentukan batu dengan meningkatkan deskuamasi seluler dan
pembentukan mucus. Mukus meningkatkan viskositas dan unsur seluler
sebagai pusat presipitasi.
9) Gangguan Intestinal
Pasien pasca reseksi usus dan penyakit crohn memiliki risiko penurunan
atau kehilangan garam empedu dari intestinal. Garam empedu merupakan
agen pengikat kolesterol, penurunan garam pempedu jelas akan
meningkatkan konsentrasi kolesterol dan meningkatkan resiko batu empedu.
10) Aktifitas fisik
Kurangnya aktifitas fisik berhungan dengan peningkatan resiko terjadinya
kolelitiasis. Ini mungkin disebabkan oleh kandung empedu lebih sedikit
berkontraksi.
11) Nutrisi intravena jangka lama
Nutrisi intravena jangka lama mengakibatkan kandung empedu tidak
terstimulasi untuk berkontraksi, karena tidak ada makanan/ nutrisi yang
melewati intestinal. Sehingga resiko untuk terbentuknya batu menjadi
meningkat dalam kandung empedu.
5. MANIFESTASI KLINIS
Gejalanya bersifat akut dan kronis, Gangguan epigastrium : rasa penuh,
distensi abdomen, nyeri samar pada perut kanan atas, terutama setelah klien
konsumsi makanan berlemak / yang digoreng.
1. PENGKAJIAN
Pengkajian dalam hal ini terdapat beberapa pengkajian yang harus di isi
seperti identitas, pasien tanggal masuk, penangguang jawab pasien, semua itu
harus di isi dengan benar.
2. RIWAYAT KESEHATAN
Riwayat kesehatan merupakan bagian dari salah satu pengkajian dalam hal ini
pasien dikaji seperti keluahan utama, riwayat penyakit sekarang, riwayat
kesehatan terdahulu, riwayat kesehatan keluarga serta persepsi keluarga
terhadap penyakit dan genogram. Pasien terdahulu pernah mengalami
penyakit jantung bengkak
3. POLA FUNGSI KESEHATAN
Pasien tidak ada alergi obat atau makanan.
4. PERSEPSI DAN PEMELIHARAAN KESEHATAN
Dalam hal ini meliputi harapan dirawat di rumah sakit, penegetahuan tentang
penyakit, penegtahuan tentang keamanan, dan keselamatan.
5. NUTRISI DAN METABOLIK
Anoreksia, mual/muntah, Tidak toleran terhadap lemak dan makanan
“pembuat gas”; regurgitas berulang, nyeri epigastrium, tidak dapat makan,
flatus, dyspepsia. Kegemukan, adanya penurunan berat badan.
6. AKTIVITAS DAN LATIHAN
Disini terdapat kemampuan perawatan diri pasien seperti makan, minum,
mandi, toileting, berpakaian, berpindah, mobilitas, di tempat tidur, dan alat
bantu.
7. TIDUR DAN ISTIRAHAT
Dalam hal ini terdapat kebiasaan tidur pasien, lama tidur pasien, dan masalah
tidur pasien
8. ELIMINASI
Urine pekat dan berwarna gelap, akibat dari pigmen empedu, Feses berwarna
kelabu “clay colored” akibat obstruksi duktus biliaris sehingga pigmen
empedu tidak dibuang melalui feses
9. POLA PERSEPSI DIRI
Terdapat hargadiri pasien, identitas diri pasien, ideal diri pasien, penampilan
koping.
10. SISTEM PERAN
Hal ini terdapat peran pasien saat ini, penampilan pasien, system pendukung,
interaksi dengan orang lain.
11. SEKSUAL DAN REPRODUKSI
Hal ini terdapat frekuensi hubungan seksual pasien, hambatan hubungan
seksual, periode mestruasi.
12. KOGNITIF PERSEPTUAL
Hal ini terdapat keadaan mental, berbicara, kemapuan memahami, ancietas,
pendengaran, penglihatan, nyeri.
13. NILAI DAN KEYAKINAN
Hal ini terdapat agama dan nilai keyakianan yang dianut oleh pasien.
14. PENGKAJIAN FISIK PASIEN
1) Vital sign: tekanan darah, suhu, nadi, respirasi
2) Pemerkasaan fisik
a) Kepala: warna rambut, kualiatas rambut, kulit kepala,bentuk
kepala.
b) Mata: konjungtiva, seclera, kesimetrisan, pengeluaran cairan.
c) Telinga: bentuk telinga, kesimetrisan, pengeluaran cairan
d) Hidung dan sinus: pengeluaran cairan, bentuk hidung, warna.
e) Mulut dan tenggorokan: bentuk bibir, mukosa, gigi, lidah,
palatum, faring.
f) Leher: bentuk, warna, posisi trakea, pemeriksaan tiroid, JVP.
Trdapat luka dibagian leher kanan dan luka bekas tusukan
infus.
g) Thorak: bentuk dada, frekuensi nafas, kedalaman nafas, jenis
pernafasan, retraksi dada, irama nafas, ekspansi paru, vocal
vermitus, nyeri, batas paru,
h) Jantung: ictus cordis, nyeri, batas jantung, suara tambahan.
i) Abdomen: pasien nyeri di bagian perut kanan atas
j) Genetalia: kondisi meatus, kelinan sukrotum, odem vulva.
k) Ektermitas: ektermitas pasien normal dan dapat berfungsi
semua
15. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang dilakukan setelah pemeriksaan fisik pada penderita,
specimen yang diperoleh dari pasien akan mengalami berbagai macam
pemeriksaan mikroskopik, biokimia, mikrobiologi, mauapun imuno fluo
resensi
16. TERAPI MEDIK
Terapi yang dilakukan guna mengembalikan fungsi tubuh yang mengalami
masalah, biasanya bagi seseorang yang telah menjalankan pengobatan atau
operasi
17. ANALISA DATA
Mengelompokan data-data pasien atau keadaan tertentu pasien dimana pasien
mengalami permasalahan kesehatan atau keperawatan berdasarkan kkriteria
permasalahan.
18. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1) Disfungsi motilitas gastrointestinal b.d intoleransi makanan
2) Nyeri akut b.d agen cedera biologis ( peradangan pada empedu)
3) Kekurangan volume cairan b.d kehilangan cairan aktif
19. RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN
NO DIAGNOASA NOC NIC
KEPERAWATAN
1 Disfungsi motilitas Fungsi gastrointestinal Penahapan diet
gastrointestinal b.d Setalah dilakukan 1) Mnitor kesadaran
intoleransi makanan pengakjian selama 3x24 pasien dan adanya
jam didapatkan hasil ; reflek menelan
1) Nafsu makan (4) sesuai kebutuhan
2) Toleransi 2) Tingkatkan diet
terhadap makanan dari cairan jernih,
(4) lembut sampai
3) Serum albumin denngan diet
(4) regular atau khusus
4) Hematrokrit (4) 3) Berikan nutrisi per
oral sesuai
kebutuhan
4) Edukasi pasien dan
keluarga tentang
diet yang dijalani
oleh pasien.
5) Kolaborasi dengan
tim medis lain
dalam pemebrian
obat dan
meningkatkan diet
secepat mungkin
bila tidak ada
komplikasi
2 Nyeri akut b.d agen Kontrol nyeri Manajeman nyeri
cedera biologis ( Setalah dilakukan 1. Monitor mengenai
peradangan pada pengakjian selama 3x24 ketidaknyamanan
empedu) jam didapatkan hasil ; pada pasien yang
1) Mengenali kapan di tunjukan secara
yeri terjadi (4) verbal dan
2) Megambarkan nonverbal
waktu penyebab 2. Ajarkan teknik no
(4) farmakologi untuk
3) Meggunakan menguragi nyeri
tindakan 3. Dukung tidur /
pegurangan nyeri istirahat yang
tanpa analgesic adekuat untuk
(4) membantu
4) Melaporkan nyeri penurunan nyeri
yang terkontrol 4. Edukasi pasien dan
(4) keluarga
meneganai nyeri
seperti penyebab
nyeri, berapa lama
nyeri diraskan dan
antisipasi dari
ketidaknyamanan
akibat procedure.
5. Kolaborasi dengan
tim medis dalam
pembarian
analgesik dalam
mengurangi nyeri.
3 Kekurangan volume Keseimbangan cairan Manajemen cairan
cairan b.d kehilangan pengakjian selama 3x24 1. monitor hasil
cairan aktif jam didapatkan hasil ; laboratorium yang
1) Keseimbangan relevan dengan
intake dan output retensi cairan
dalam 24 jam (4) (hemtokrit)
2) Berat badan stabil 2. jaga intake/ asupan
(5) yang akurat dan
3) Serum elektrolit catat output
(4) 3. medistribusikan
4) Hematocrit (4) asupan cairan
selama 24 jam
4. Edukasi pasien dan
keluarga dalam
pemberian makan
yang baik
5. Kolaborasi dengan
tim medis lain
untuk pemebrian
obat melalui IV
dan pemasagan
infus dan mencatat
kondisi pasien
apakan membaik
atau memburuk.
20. IMPLEMENTASI
Pelaksanaan rencama keperawatan oleh perawat dan pasien (Riyadi, 2010)
21. EVALUASI
Kegiatan yang harus terus menerus dilakukan untuk menentukan apakah
rencana keperatan efektif dan bagaimana rencana keperawatan dilanjutkan,
merevisi rencana, atau menghentikan rencana keperawatan (Manunung, 2011)
S: berisi data dari pasien melalui anamnesis yang merupakan ungkapan
langsung.
O: berisi data dari observasi melalui pemeriksaan fisik
A: analisis dan interpretasi berdarkan data yang terkumpul dibuat kesimpulan
yang meliputi diagnosis, antisipasi diagnosis atau masalah potensial, serta
perlu dilakukan tindakan selanjutnya
P: perencanaan merupakan rencana dari tindakan yang akan diberikan
termasuk asuhan mandiri, kolaborasi, diagnosis, atau laboratorium, serta
konseling untuk tindak lanjut.
DAFTAR PUSTAKA