Nadya PDF
Nadya PDF
Nadya PDF
Oleh :
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SETIA BUDI
SURAKARTA
2018
i
EVALUASI INTERAKSI OBAT ANTIBIOTIK PADA PASIEN
BRONKOPNEUMONIA GERIATRI DI INSTALASI RAWAT
INAP RSUD Ir. SOEKARNO SUKOHARJO TAHUN 2017
SKRIPSI
Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat mencapai derajat Sarjana Farmasi
(S.Farm.) Program Studi SI-Farmasi pada Fakultas Farmasi
Universitas Setia Budi
Oleh :
Nadya Noer Karima
20144139A
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SETIA BUDI
SURAKARTA
2018
ii
PENGESAHAN SKRIPSI
iii
HALAMAN PERSEMBAHAN
“Learn from yesterday, live for today and hope for tomorrow.”
- Albert Einstein –
Keluarga kecilku
Ibuku tersayang (Nur Aida)
Ayahku tercinta (Hadi Santoso)
Adik-Adikku tersayang (Navisa Salma & Nasywa Azzahra)
iv
PERNYATAAN
v
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas
segala anugerah dan bimbingan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi yang berjudul “EVALUASI INTERAKSI OBAT ANTIBIOTIK PADA
PASIEN BRONKOPNEUMONIA GERIATRI DI INSTALASI RAWAT
INAP RSUD Ir. SOEKARNO SUKOHARJO TAHUN 2017”. Skripsi ini
disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi
(S.Farm) Program Studi S1 Farmasi Universitas Setia Budi Surakarta.
Penyusunan skripsi ini tidak lepas dari bantuan dan dukungan berbagai
pihak, maka pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada :
1. Dr. Ir. Djoni Taringan, MBA., selaku Rektor Universitas Setia Budi.
2. Prof. Dr. R. A. Oetari, S.U., M.M., M.Sc., Apt. selaku Dekan Fakultas
Farmasi Universitas Setia Budi.
3. Dra. Pudiastuti R.S.P. MM., Apt. selaku pembimbing utama dan pembimbing
akademik yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan serta nasehat
dalam penyusunan skripsi ini.
4. Ganet Eko Pramukantoro., M.Si., Apt. selaku Pembimbing Pendamping yang
telah memberikan bimbingan dan pengarahan serta nasehat dalam penyusunan
skripsi ini.
5. Tim penguji skripsi yang telah menyediakan waktu untuk menguji dan
memberikan masukan untuk penyempurnaan skripsi ini.
6. Staf Instalasi Farmasi dan Instalasi Rekam Medik RSUD Ir. Soekarno
Sukoharjo atas bantuan dan kerja samanya.
7. Ayah Hadi Santoso, Ibu Nur Aida, Navisa Salma, Nasywa Azzahra dan Bibi
Umi Fadilah yang telah memberikan kasih sayang, dorongan, semangat,
nasehat dan doa sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
8. Teman-teman seperjuangan Ira, Muyas, Tiwi, Iyem, Nia, Siti, Apri, Ais yang
telah berjuang bersama dalam menyelesaikan srkripsi ini.
9. Teman-teman S1 Farmasi Angkkatan 2014 yang tidak bisa saya sebutkan satu
persatu.
vi
10. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu yang telah
membantu penulis selama penelitian srkripsi ini berlangsung.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna oleh karena
itu penulis sangan mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca. Akhirnya,
penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi masyarakat dan
perkembangan ilmu pengetahuan khususnya di bidang farmasi.
Penulis
vii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN PERSEMBAHAN………………………………………………….iii
PERNYATAAN ................................................................................................. iv
ABSTRACT ...................................................................................................... xv
viii
B. Antibiotik .................................................................................... 11
1. Definisi Antibiotik................................................................ 11
2. Penggolongan Antibiotik ...................................................... 12
2.1 Mekanisme Kerja. ....................................................... 12
2.2 Spektrum Kerja. .......................................................... 12
3. Gambaran Penggunaan Antibiotik ........................................ 13
3.1 Golongan Betalaktam. ................................................. 13
3.2 Antibiotik Laktam Lainnya.......................................... 16
3.3 Golongan Makrolida.................................................... 17
3.4 Golongan Aminoglikosida. .......................................... 17
3.5 Golongan Flurokuinolon.............................................. 18
C. Geriatri........................................................................................ 18
1. Farmakokinetika Lansia ....................................................... 19
2. Perubahan Farmakodinamik Usia Lanjut .............................. 21
D. Interaksi Obat .............................................................................. 21
1. Definisi Interaksi Obat ......................................................... 21
2. Klasifikasi Interaksi Obat ..................................................... 22
2.1 Absorbsi. ..................................................................... 22
2.2 Distribusi. ................................................................... 22
2.3 Metabolisme dan Biotransformasi. .............................. 23
2.4 Ekskresi. ..................................................................... 24
3. Interaksi Farmakodinamik .................................................... 24
4. Tingkat Keparahan Interaksi Obat ........................................ 25
4.1 Keparahan minor. ........................................................ 25
4.2 Keparahan moderat. .................................................... 25
4.3 Keparahan major. ........................................................ 25
E. Rumah Sakit................................................................................ 26
1. Profil RSUD Ir. Soekarno Sukoharjo .................................... 26
1.1 Sejarah. ....................................................................... 26
1.2 Visi dan Misi. .............................................................. 26
F. . Rekam Medik .............................................................................. 26
G. Formularium Rumah Sakit .......................................................... 27
H. Kerangka Pikir Penelitian ............................................................ 28
I. Landasan Teori............................................................................ 28
J. Keterangan Empiris ..................................................................... 29
ix
2. Klasifikasi Variabel .............................................................. 31
3. Definisi Operasional Penelitian ............................................ 32
E. Alat Dan Bahan ........................................................................... 33
1. Alat ...................................................................................... 33
2. Bahan ................................................................................... 33
F. Waktu dan Tempat Penelitian ...................................................... 33
G. Alur Penelitian ............................................................................ 34
H. Analisis Hasil .............................................................................. 34
LAMPIRAN ...................................................................................................... 54
x
DAFTAR GAMBAR
Halaman
xi
DAFTAR TABEL
Halaman
xii
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Surat izin dari Universitas Setia Budi untuk RSUD Ir.
Soerkarno Sukoharjo ................................................................... 55
Lampiran 2. Surat izin Universitas Setia Budi Surakarta untuk DPMPTSP ...... 56
Lampiran 5. Surat izin penelitian dari RSUD Ir. Soekarno Sukoharjo .............. 59
xiii
INTISARI
xiv
ABSTRACT
xv
BAB I
PENDAHULUAN
1
2
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan, maka dapat
ditarik perumusan masalah, sebagai berikut:
1. Jenis obat apa saja yang banyak menimbulkan interaksi pada penggunaan obat
antibiotik dengan obat lain pada pasien bronkopneumonia geriatri di Instalasi
Rawat Inap RSUD Ir. Soekarno Sukoharjo tahun 2017 ?
2. Bagaimana pola interaksi obat yang terjadi pada penggunaan obat antibiotik
dengan obat lain pada pasien bronkopneumonia geriatri di Instalasi Rawat
Inap RSUD Ir. Soekarno Sukoharjo tahun 2017 yang diidentifikasi dengan
Medscape Reference-Drug Interaction Checker, Stockley’s Drug Interaction
oleh Karen Baxter, Fact and Comparisons oleh David S. Tatro ?
4
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan tujuan :
1. Mengetahui jenis obat yang banyak menimbulkan interaksi pada penggunaan
obat antibiotik dengan obat lain pada pasien bronkopneumonia geriatri di
Instalasi Rawat Inap RSUD Ir. Soekarno Sukoharjo tahun 2017.
2. Mengetahui pola interaksi obat yang terjadi pada penggunaan obat antibiotik
dengan obat lain pada pasien bronkopneumonia geriatri di Instalasi Rawat
Inap RSUD Ir. Soekarno Sukoharjo tahun 2017 yang diidentifikasi dengan
Medscape Reference-Drug Interaction Checker, Stockley’s Drug Interaction
oleh Karen Baxter, Fact and Comparisons oleh David S. Tatro.
D. Kegunaan Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan:
1. Dapat menambah informasi tentang interaksi obat antibiotik dengan obat lain
pada pasien bronkopneumonia di Instalasi Rawat Inap RSUD Ir. Soekarno
Sukoharjo tahun 2017.
2. Dapat digunakan sebagai bahan referensi bagi peneliti lainnya guna kemajuan
ilmu pengetahuan khususnya bidang farmasi.
3. Dapat meningkatkan mutu pelayanan kefarmasian.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Bronkopneumonia
1. Definisi Bronkopneumonia
Bronkopneumonia adalah salah satu jenis pneumonia yang mempunyai
pola penyebaran berbercak, teratur dalam satu atau lebih area terlokalisasi di
dalam bronchi dan meluas ke parenkim paru yang berdekatan di sekitarnya
(Nurarif & Kusuma 2015).
Bronkopneumonia disebut juga pneumonia loburalis yaitu suatu
peradangan pada parenkim paru yang terlokalisir yang biasanya mengenai
bronkiolus dan mengenai alveolus disekitarnya, yang disebabkan oleh bermacam-
macam etiologi seperti bakteri, virus, jamur dan benda asing. Kebanyakan kasus
pneumonia disebabkan oleh mikroorganisme, tetapi ada juga sejumlah penyebab
non infeksi yang perlu dipertimbangkan (Bradley et al. 2011).
Bronkopneumonia lebih sering merupakan infeksi sekunder terhadap
berabagai keadaan yang melemahkan daya tahan tubuh tetapi bisa juga sebagai
infeksi primer yang biasanya kita jumpai pada anak-anak dan orang dewasa.
Bronkopneumonia adalah peradangan pada parenkim paru yang melibatkan
bronkus atau bronkiolus yang berupa distribusi berupa bercak (patchy
distribution) (Bradley et al. 2011).
2. Etiologi
Secara umum individu yang terserang bronkopneumonia diakibatkan oleh
adanya penurunan mekanisme pertahanan tubuh terhadap virulensi
mikroorganisme patogen. Orang normal dan sehat mempunyai mekanisme
pertahanan tubuh terhadap organ pernafasan yang terdiri atas : reflek glottis,
batuk, adanya lapisan mucus, gerakan silia yang menggerakkan kuman keluar dari
rongga, dan sekresi humoran setempat (Sandra 2001).
Bronkopneumonia dapat disebabkan oleh virus, bakteri, jamur, protozoa,
mikrobakteri, mikoplasma, dan riketsia antara lain:
a. Bakteri : Streptococcus, Staphylococus, H. Influenza, Klebsiella.
5
6
cairan sehingga warna paru menjadi merah seperti hepar. Udara alveoli pada
stadium II ini tidak ada atau sangat minimal sehingga pernafasan akan bertambah
sesak, stadium ini berlangsung selama 48 jam (Bradley et al. 2011).
3.3. Stadium III (3-8 hari berikutnya). Stadium III disebut hepatisasi
kelabu, yang terjadi sewaktu sel-sel darah putih mengklonisasi daerah paru yang
terinfeksi, pada saat ini endapan fibrin terakumulasi di seluruh daerah yang cedera
dan terjadi fagositosis sisa-sisa sel. Eritrosit di alveoli mulai diresorbsi, lobus
masih tetap padat karena berisi fibrin dan leukosit, warna merah menjadi pucat
kelabu dan kapiler darah tidak lagi mengalami kongesti (Bradley et al. 2011).
3.4. Stadium IV (7-11 hari berikutnya). Stadium IV disebut juga
stadium resolusi yang terjadi sewaktu respon imun dan peradangan mereda, sisa-
sisa sel fibrin dan eksudat lisis dan diabsorbsi oleh makrofag sehingga jaringan
kembali ke strukturnya semula (Bradley et al. 2011).
4. Diagnosis
Diagnosis pneumonia didapatkan dari anamnesis, gejala klinis,
pemeriksaan fisik, foto toraks dan laboratorium. Diagnosis pneumonia terutama
didasarkan pada gejala klinis berupa batuk, dan kesukaran bernapas. Gambaran
rontgen thoraks tidak menujukkan kelainan yang jelas pada penderita bronchitis
sedangkan pada penderita pneumonia atau bronkopneumonia didapatkan
gambaran infiltrat di paru-paru (PDPI 2003).
4.1 Gambaran Klinis. Diagnosis bronkopneumonia dapat dilakukan
dengan melihat hasil dari gambaran klinis. Gambaran klinis dalam diagnosis
bronkopneumonia yaitu:
4.1.1 Anamnesis. ambaran klinik biasanya ditandai dengan demam
menggigil suhu tubuh meningkat dapat melebihi 0 C batuk dengan dahak
mukoid atau purulen kadang-kadang disertai darah, sesak napas dan nyeri dada
(PDPI 2003).
4.1.2 Pemeriksaan Fisik. Temuan pemeriksaan fisis dada tergantung dari
luas lesi di paru, pada inspeksi dapat terlihat bagian yang sakit tertinggal waktu
bernapas, pada palpasi fremitus dapat mengeras, pada perkusi redup, pada
auskultasi terdengar suara napas bronko vasikuler sampai bronkial yang mungkin
8
disertai ronki basah halus, yang kemudian menjadi ronki basah kasar pada
stadium resolusi (PDPI 2003).
4.2 Pemeriksaan Penunjang. Pemeriksaan penunjang dilakukan untuk
memperkuat hasil diagnosa. Pemeriksaan penunjang pada bronkopneumonia dapat
dilakukan dengan dua cara, yaitu:
4.2.1 Gambaran Radiologis. Foto thoraks merupakan pemeriksaan
penunjang utama untuk menegakkan diagnosis. Gambaran radiologis dapat berupa
infiltrat sampai konsolidasi dengan air bronkogram, penyebab bronkogenik dan
intertisial. Foto thoraks saja tidak dapat secara khas menentukan penyebab
pneumonia, hanya merupakan petunjuk kearah diagnosis etiologi, misalnya
gambaran pneumonia lobaris tersering disebabkan oleh Streptococcus
pneumoniae, Pseudomonas aeruginosa sering memperlihatkan infiltrat bilateral
atau gambaran bronkopneumonia (PDPI 2003).
4.2.2. Pemeriksaan Laboratorium. Pada pemeriksaan laboratorium
terdapat peningkatan jumlah leukosit, biasanya lebih dari 10.000/ul kadang-
kadang mencapai 30.000/ul dan pada hitungan jenis leukosit terdapat pergeseran
ke kiri serta terjadi peningkatan LED. Untuk menentukan diagnosis etiologi
diperlukan pemeriksaan dahak, kultur darah dan serologi. Kultur darah dapat
positif pada 20-25% penderita yang tidak diobati. Analisis gas darah
menunjukkan hipoksemia dan hikarbia, pada stadium lanjut dapat terjadi asidosis
respiratorik (PDPI 2003).
5. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pneumonia yang disebabkan oleh bakteri yaitu pemberian
antibiotik yang dimulai secara empiris dengan antibiotika spektrum luas sambil
menunggu hasil kultur. Setelah bakteri patogen diketahui, antibiotik diubah
menjadi antibiotik yang berspektrum sempit sesuai patogen (Depkes 2005).
Penatalaksanaan bronkopneumonia disajikan dalam bentuk gambar 1.
9
B. Antibiotik
1. Definisi Antibiotik
Antibiotik (Anti berarti lawan, Bios berarti hidup) adalah zat - zat kimia
yang dihasilkan oleh fungi dan bakteri yang memiliki khasiat mematikan atau
menghambat pertumbuhan bakteri, sedangkan toksisitasnya bagi manusia relatif
kecil (Tan & Rahardja 2007).
Antibiotik biasanya bersifat bakterisid (membunuh bakteri) atau
bakteriostatik (mencegah perkembang biakan bakteri). Antibiotik diklasifikasikan
berdasarakan mekanisme kerjanya, yaitu : Menghambat sintesis atau merusak
dinding sel bakteri, seperti betalaktam (penisilin, sefalosporin, monobaktam,
12
Hemolyticus. Obat gentamisin apabila digunakan pada infeksi berat yang belum
diketahui penyebabnya, sebaiknya dikombinasi dengan penisilin dan atau
metronidazol (Sukandar et al. 2008).
3.5 Golongan Flurokuinolon. Selain antibiotik diatas adapula antibiotik
golongan fluorokuinolon yang juga digunakan dalam terapi pneumonia, antibiotik
golongan fluorokuinolon antara lain:
3.5.1 Kloramfenikol. Antibiotik kloramfenikol bekerja bakterisid
terhadap S. pneumoniae dan H. Influenzae. Mekanisme kerjanya berdasarkan
perintangan sintesis polipeptida bakteri (Tan & Rahardja 2007).
3.5.2 Vankomisin. Vankomisin berkhasiat bakterisid terhadap bakteri
gram positif aerob dan anaerob termasuk Staphylococcus yang resistensi terhadap
merisilin. Daya kerjanya berdasarkan penghindaran pembentukan peptidoglikan.
Penting sekali sebagai antibiotik terakhir pada infeksi parah jika antibiotik yang
lain tidak ampuh lagi. Vankomisin juga dapat digunakan bila terdapat alergi untuk
penisilin atau sefalosporin. Kombinasi dengan aminoglikosida meningkatkan
resiko nefrotoksik dan ototoksisitas (Sukandar et al. 2008).
3.5.3 Doksisiklin. Doksisiklin merupakan derivat long-acting berkhasiat
bakteriostatik terhadap kuman yang resisten terhadap tetrasiklin atau penisilin
(Tan & Rahardja 2007).
C. Geriatri
Geriatri adalah cabang ilmu kedokteran yang berfokus pada penyakit yang
timbul pada lansia. Menurut data dari USA-Bureau of the Sensus tahun 2000
jumlah lanjut usia sebesar 7,28% dari jumlah populasi dan diperkirakan pada
tahun 2020 jumlah lanjut usia di Indonesia akan meningkat sebesar 11.34%, selain
itu pada tahun 2025 Indonesia diperkirakan akan mengalami peningkatan lansia
terbesar didunia. Menua adalah suatu proses menghilangkan secara perlahan-lahan
kemampuan jaringan untuk memeperbaiki diri atau mengganti diri dengan
mempertahankan struktur fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan
terhadap penyakit (Martono 2004).
19
berarti. Penurunan aliran darah dan motalitas usus tidak mengurang jumlah obat
yang diabsorbsi tetapi bila obat yang diabsorbsi mengalami metabolisme lintas
maka obat yang masuk ke sirkulasi darah akan semakin kecil (Martono 2004).
Faktor-faktor yang menentukan distribusi obat termasuk komposisi tubuh,
ikatan plasma, dan aliran organ akan mengalami perubahan. Pada usia lanjut
komposisi tubuh total air dalam tubuh akan menurun sehingga menyebabkan
penurunan volume distribusi obat yang larut air, akibatnya konsentrasi obat dalam
plasma akan meningkat. Jumlah albumin menurun dengan bertambahnya usia.
Obat-obat akan terikat dengan protein , sehingga konsentrasi obat bebas akan
meningkat. Perubahan aliran darah organakan mengakibatkan penurunan perfusi
pada anggota gerak, hati otot jantung, dan otak. Obat-obat yang mempunyai daya
kelarutan dalam lemak yang tinggi akan terdistribusi lebih luas sehingga kerja
obat akan menjadi lebih lambat (Prest 2003).
Penderita lanjut usia biasanya akan mengalami penurunan metabolisme
yang menyebabkan meningkatnya bioavailabilitas obat dalam darah. Perubahan
tersebut disebabkan adanya gangguan metabolisme obat di hati. Kapasitas fungsi
hepar pada lansia juga menurun, sehingga massa dan aliran darah sudah
berkurang. Metabolisme obat di hepar berlangsung dengan katalis atau aktivitas
enzim. Aktivitas enzim ini dapat dirangsang oleh obat (inducer) seperti
rimfamisin, diazepam dan dapat dihambat oleh inhibitor seperti allopurinol,
simetidin (Martono 2004).
Perubahan paling berarti yang terjadi pada usia lanjut ialah berkurangnya
fungsi ginjal, dengan bertambahnya usia aliran darah, filtrasi glomerulus dan
sekresi tubuli ginjal terus mengalami reduksi. Hal ini menyebabkan ekskresi obat
berkurang, akibatnya terjadi perpanjangan intensitas kerja obat. Perubahan yang
terjadi pada usia lanjut adalah penurunan aliran darah ke ginjal sehingga
kecepatan filtrasi glomerulus berkurang, akibatnya konsentrasi obat dalam
jaringan meningkat. Pada pasien lanjut usia perlu penyesuaian dosis terutama
obat-obat yang mempnyai indeks terapi sempit seperti digoxin dan
aminoglikosida (Bustami 2001).
21
Tabel 3. Perubahan fisiologi yang memperngaruhi proses kinetika pada lanjut usia
Perubahan Fisiologi pada Lansia Perubahan dalam Proses Farmakokinetika
Penurunan permukaan bsorbsi Absorbsi
Penurunan aliran darah
Penurunan pH saluran cerna
Perubahan motilitas saluran cerna
Penurunan cairan tubuh total Distribusi
Penurunan massa tubuh tidak berlemak
Albumin serum
Penurunan aliran darah hepar Metabolisme
Penurunan aktivitas enzim
Penurunan induksi enzim
Penurunan aliran darah ginjal Ekskresi
Penurunan aliran glomerulus
Penurunan sekresi tubulus
Martono (2004)
2. Perubahan Farmakodinamik Usia Lanjut
Perubahan farmakodinamik pada lansia dapat mengubah respon terhadap
obat. Respon seluler pada lansia akan mengalami penurunan. Penurunan
kemapuan menjaga keseimbangan hameostatis terkait penurunan endokrin dan
respon organ, perubahan pada reseptor dan tempat perubahan respon jaringan
sasaran itu sendiri dapat menyebabkan perubahan respon terhadap obat (Prest
2003).
Pada umumya obat-obat yang cara kerjanya merangsang proses biokimia
seluler intensitas pengaruhnya akan menurun, misalnya agonis beta untuk
mengobati asma diperlukan dosis besar dan sebaliknya obat yang bekerja dengan
menghambat proses biokimia seluler maka efek farmaklogik obat akan meningkat
sehingga menyebabkan efek toksik (Martono 2004).
D. Interaksi Obat
1. Definisi Interaksi Obat
Interaksi obat didefinisikan sebagai penggunaan dua atau lebih obat pada
waktu yang sama yang dapat memberikan efek masing-masing atau saling
berinteraksi. Interaksi yang terjadi dapat bersifat potensiasi atau antagonis satu
obat oleh obat lainnya atau dapat menimbulkan efek yang lainnya. Interaksi obat
dapat dibedakan menjadi interaksi yang bersifat farmakokinetik dan
farmakodinamik (BPOM 2015).
22
salah satu atau lebih obat, akibatnya banyak obat bebas dalam plasma yang
bersirkulasi dan dapat menyebabkan toksisitas. Obat yang tidak berikatan dengan
plasma atau obat bebas dapat mempengaruhi respon farmakologi. Dua obat yang
berikatan tinggi pada protein dan harus dipakai bersamaan perlu dilakukan
penurunan dosis salah satu obat untuk menghindari terjadinya toksisitas (Baxter
2008).
Kombinasi obat levofloxasin dengan siklosporin dapat menyebabkan
peningkatan efek levofloxasin, hal tersebut terjadi karena peningkatan konsentrasi
obat dalam plasma yang terjadi karena tingginya transporter anion dalam darah.
Interaksi antara obat levofloxasin dengan siklosporin diklasifikasikan kedalam
interaksi obat dengan tingkat keparahan minor (Medscape).
2.3 Metabolisme dan Biotransformasi. Beberapa metabolisme obat
terjadi dalam serum, ginjal, kulit dan usus, tetapi paling banyak dilakukan oleh
enzim yang ditemukan dalam membran retikulum endoplasma (Baxter 2008).
Suatu obat dapat meningkatkan metabolisme obat lain dengan
menginduksi enzim pemetabolisme dihati. Metabolisme yang meningkat akan
mempercepat proses eliminasi obat dan menurunkan konsentrasi obat dalam
plasma. Jenis obat yang akan digunakan harus diketahui terlebih dahulu, karena
jika obat yang dikonsumsi adalah jenis obat tidak aktif maka obat akan aktif
setelah metabolisme sehingga metabolit yang dihasilkan semakin banyak karena
metabolisme meningkat (Baxter 2008).
Interaksi obat eritromisin atau klaritromisin (inhibitor poten CYP3A4/5)
dengan terfenadin, astemizol, cisapride (substrat CYP3A4/5) akan meningkatkan
kadar substrat, yang menyebabkan toksisitas berupa perpanjangan interval QT
yang berakibat terjadinya aritmia ventrikel (torsades de pointes) yang fatal
(cardiac infarct). Interaksi obat yang terjadi antara eritromisin, atau klaritromisin
(inhibitor poten CYP3A4/5) dengan terfenadin, astemizol, cisapride (substrat
CYP3A4/5) diklasifikasikan dalam interaksi obat dengan tingkat keparahan major
karena dapat mengakibatkan takiaritmia sehingga dapat mencetuskan sinkop,
henti jantung atau bahkan kematian mendadak (Vincent 2002).
24
2.4 Ekskresi. Pada nilai pH tinggi (basa) obat-obat yang bersifat asam
lemah (pKa 3-7,5) sebagian besar ditemukan dalam molekul terionisasi lipid yang
tidak dapat berdifusi dalam sel tubulus sehingga akan tetap berada dalam urin dan
dikeluarkan dari tubuh dan sebaliknya untuk basa lemah dengan pKa 7,5-10,5.
Perubahan pH dapat meningkatkan/mengurangi jumlah obat dalam bentuk
terionisasi yang mempengaruhi hilangnya obat dari tubuh (Baxter 2008).
Kombinasi obat sefalosporin dengan probenesid dapat menyebabkan
nefrotoksik, hal ini terjadi karena kadar plasma sefalosporin ditingkatkan oleh
probenesid. Probenesid menghambat ekskresi via ginjal sebagian besar
sefalosporin dengan kompetisi mekanisme ekskresi. Sefalosporin tertahan ditubuh
sehingga resiko nefrotoksik meningkat. Interaksi yang terjadi antara sefalosporin
dengan probenesid diklasifikasikan dalam interaksi obat keparahan moderat
(Sinaga 2004).
3. Interaksi Farmakodinamik
Interaksi obat farmakodinamik adalah interaksi yang terjadi antara obat
yang bekerja pada sistem reseptor, tempat kerja atau sistem fisiologis yang sama
sehingga dapat menimbulkan efek yang aditif, sinergis atau antagonis tanpa
mempengaruhi kadar obat dalam plasma (Setiawati 2007).
Interaksi obat yang terjadi pada farmakodinamik tidak menyebabkan
perubahan kadar obat dalam darah, namun terjadi perubahan efek obat yang
disebabkan karena pengaruhnya pada tempat kerja obat (Syamsudin 2011).
Efek adisi atau aditif terjadi ketika dua obat atau lebih dengan efek yang
sama digabungkan yang menghasilkan jumlah efek tersendiri berdasarkan dosis
yang digunakan. Efek ini mungkin menguntungkan atau dapat juga merugikan,
tergantung pada kondisi pasien (Syamsyudin 2011). Kombinasi obat sefalosporin
dengan gentamisin dapat menyebabkan nefrotoksik, kombinasi obat sefalosporin
dengan gentamisin tersebut termasuk dalam interaksi aditif (Tanu 2007).
Efek sinergis terjadi ketika penggunaan dua obat atau lebih dengan atau
tanpa efek yang sama digunakan bersamaan dan memiliki efek atau outcome yang
lebih besar dari komponen salah satu obat (Syamsyudin 2011). Kombinasi
aminoglikosida dengan Metronidazol menunjukkan efek sinergis yaitu digunakan
25
E. Rumah Sakit
Rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan
pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan
rawat inap, rawat jalan dan gawat darurat (Depkes RI 2014).
1. Profil RSUD Ir. Soekarno Sukoharjo
1.1 Sejarah. RSUD Ir. Soekarno Sukoharjo ialah satu dari sekian rumah
sakit milik Pemerintah Kabupaten Sukoharjo yang berupa rumah sakit umum,
dikelola oleh Pemerintah daerah dan termasuk kedalam rumah sakit kelas B.
Rumah sakit ini telah teregistrasi mulai 03/01/2010 dengan Nomor Surat
Izin 449/14/2012 dan Tanggal Surat Izin 28/03/2012 dari Gubernur Jawa
Tengah dengan sifat tetap, dan berlaku sampai 5 tahun. Sehabis melaksanakan
prosedur akreditasi Rumah Sakit Seluruh Indonesia dengan proses Pentahapan III
(16 Pelayanan) akhirnya diberikan status Lulus Akreditasi Rumah Sakit. Rumah
Sakit Umum ini berlokasi di Jl. Dr Muwardi 71 Sukoharjo, Indonesia.
1.2 Visi dan Misi. Visi dari Rumah Sakit Umum Daerah Sukoharjo,
yaitu: terwujudnya pelayanan kesehatan yang professional dan bermutu kepada
masyarakat, sedangkan misi dari Rumah Sakit Umum Daerah Sukoharjo, yaitu:
memberikan pelayanan kesehatan yang professional dan terjangkau seluruh
lapisan masyarakat dengan mengutamakan mutu dankepuasan pasien.
F. Rekam Medik
Definisi rekam medik menurut peraturan Menteri Kesehatan, merupakan
dokumen milik rumah sakit tetapi data dan isinya adalah milik pasien.
Kerahasiaan isi rekam medik harus dijaga dan dilindungi oleh rumah sakit. Rekam
medik bersifat informatif dan setidaknya memuat informasi sekaligus sarana
komunikasi yang dibutuhkan baik oleh penderita, maupun pemberi pelayanan
kesehatan dan pihak terkait lainnya (klinis, manajemen, asuransi) untuk
27
karakteristik penting dari suatu sistem formularium ialah bahwa sistem itu
mencerminkan pertimbangan klinik mutakhir dari staf medik rumah sakit, tempat
sistem itu diterapkan (Siregar & Amalia 2012).
I. Landasan Teori
Bronkopneumonia adalah salah satu jenis pneumonia yang mempunyai
pola penyebaran berbercak, teratur dalam satu atau lebih area terlokalisasi di
dalam bronchi dan meluas ke parenkim paru yang berdekatan di sekitarnya
(Nurarif & Kusuma 2015).
Bronkopneumonia disebabkan oleh bermacam-macam etiologi seperti
bakteri, virus, jamur dan benda asing. Kebanyakan kasus pneumonia disebabkan
oleh mikroorganisme, tetapi ada juga sejumlah penyebab non infeksi yang perlu
dipertimbangkan (Breadley et al. 2011).
Pengobatan pneumonia terdiri atas antibiotik dan pengobatan suportif.
Antibiotik merupakan terapi utama dalam kasus pneumonia karena penyebab
paling besar dari pneumonia adalah bakteri. Pemberian antibiotik pada penderita
pneumonia seringkali dalam kombinasi obat antibiotik (Baxter 2008).
29
Usia lanjut menurut WHO adalah seseorang dengan umur 65 tahun atau
lebih, sedangkan menurut Dapertemen Kesehatan Republik Indonesia adalah
seseorang dengan umur 60 tahun ( Darmojo 2004).
Penggunaan kombinasi obat seringkali terdapat interaksi obat. Interaksi
obat dapat didefinisikan sebagai penggunaan obat yang dilakukan secara bersama.
Penting untuk tenaga kesehatan terutama farmasis untuk mengetahui tentang
farmakologi dan farmakokinetik suatu obat dengan harapan dapat diterapkan
dalam peresepan (Rashed et al. 2012).
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
269/Menkes/Per/III/2008 rekam medis adalah berkas yang berisikan catatan dan
dokumen tentang identitas pasien, pemeriksaan, pengobatan, tindakan dan
pelayanan lain yang telah diberikan kepada pasien. Departemen Kesehatan RI
menyatakan bahwa rumah sakit merupakan pusat pelayanan yang
menyelenggarakan pelayanan medik dasar dan medik spesialistik, pelayanan
penunjang medis, pelayanan perawatan, baik rawat jalan, rawat inap maupun
pelayanan instalasi.
J. Keterangan Empiris
Keterangan empiris pada peneliitian ini adalah:
1. Jenis obat yang diidentifikasi berpotensi menyebabkan interaksi obat pada
pasien bronkopneumonia interaksi obat berdasarkan literatur dengan
persentase terbesar adalah seftriakson dan furosemid yang memiliki
signifikansi moderate sebesar 51,29%.
2. Potensi interaksi antibiotik dengan obat lain berdasarkan literatur terjadi pada
fase absorbsi (12,82%), metabolisme (35,9%), dan ekskresi (51,28%).
BAB III
METODE PENELITIAN
C. Subyek Penelitian
1. Kriteria Inklusi
Pada penelitian ini sampel yang diambil bila memenuhi kriteria inklusi
sebagai berikut :
e. Pasien yang terdiagnosis bronkopneumonia dengan penyakit penyerta
f. Pasien bronkopneumonia geriatri (berusia 60 tahun atau lebih)
30
31
g. Pasien yang mendapat terapi antibiotik dan obat lain lebih dari dua macam
obat
h. Pasien mendapat perawatan di Instalasi Rawat Inap RSUD Ir. Soekarno
Sukoharjo minimal 3 hari dan pulang karena telah dinyatakan membaik dan
atau sembuh.
2. Kriteria Eksklusi
Kriteria eksklusi merupakan kriteria dimana subjek penelitian tidak dapat
mewakili sampel karena tidak memenuhi syarat sebagai sampel penelitian
(Nursalam 2011). Kriteria Ekslusi pada penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Pasien bronkopneumonia dari rekam medik yang rusak.
b. Rekam medik pasien tidak terbaca
c. Rekam medik pasien tidak lengkap
d. Rekam medik pasien hilang
e. Pasien pulang paksa
f. Pasien tidak menggunakan obat lain selama pengobatan bronkopneumonia.
D. Variabel Penelitian
1. Identifikasi Variabel Utama
Variabel utama pada penelitian ini adalah rekam medik pasien geriatri
dengan pengobatan bronkopneumonia dan obat lain di Instalasi Rawat Inap RSUD
Ir. Soekarno Sukoharjo tahun 2017.
2. Klasifikasi Variabel
Klasifikasi variabel dalam penelitian evaluasi interaksi obat antibiotik pada
pasien bronkopneumonia geriatri di Instalasi Rawat Inap RSUD Ir. Soekarno
Sukoharjo adalah :
a. Variabel utama memuat identifikasi semua variabel yang diteliti langsung.
b. Variabel bebas adalah variabel yang sengaja diubah-ubah untuk dipelajari
pengaruhnya terhadap variabel tergantung.
c. Variabel bebas pada penelitian ini adalah jumlah rekam medik pasien dengan
penyakit bronkopneumonia tahun 2017.
32
d. Variabel tergantung dari penelitian ini adalah potensi interaksi obat yang
terjadi pada resep yang ditulis oleh dokter dengan jumlah obat pada tiap
rekam medik yang berbeda-beda. Variabel tergantung merupakan akibat dari
variabel utama, variabel tergantung dalam penelitian ini adalah selisih jumlah
obat yang ditulis pada tiap rekam medik.
e. Variabel terkendali adalah variabel yang mempengaruhi variabel tergantung
sehingga perlu ditetapkan kualifikasinya agar hasil yang didapatkan dapat
diulang oleh peneliti lain secara tepat. Variabel terkendali pada penelitian ini
adalah metode yang digunakan dalam penelitan ini yaitu dengan evaluasi
retrospektif interaksi obat dengan melakukan penelusuran terhadap rekam
medik pasien dengan penyakit bronkopneumonia geriatri di Instalasi Rawat
Inap RSUD Ir. Soekarno Sukoharjo tahun 2017.
3. Definisi Operasional Penelitian
Definisi Operasional dalam penelitian evaluasi interaksi obat antibiotik
pada pasien bronkopneumonia geriatri di Instalasi Rawat Inap RSUD Ir. Soekarno
Sukoharjo tahun 2017 adalah :
a. Pasien adalah pasien yang didiagnosis menderita bronkopneumonia dengan
penyakit penyerta dan mendapatkan terapi antibiotik.
b. Geriatri adalah pasien bronkopneumonia dengan usai 60 tahun atau lebih.
Penyakit penyerta adalah penyakit yang diderita oleh pasien
bronkopneumonia baik akibat dari pneumonia maupun tidak.
c. Antibiotik adalah obat antibiotik yang diresepkan oleh dokter untuk terapi
bronkopneumonia dan penyakit infeksi lain.
d. Obat lain adalah obat selain antibiotik yang diresepkan oleh dokter untuk
terapi bronkopneumonia maupun penyakit penyerta.
e. Interaksi obat adalah suatu kejadian aksi antibiotik pada terapi
bronkopneumonia diubah atau dipengaruhi oleh obat lain bila diberikan
secara bersamaan pada pasien rawat inap bronkopneumonia di RSUD Ir.
Soekarno Sukoharjo tahun 2017.
33
f. Rumah Sakit Umum Daerah Sukoharjo adalah rumah sakit milik pemerintah
sebagai Rumah Sakit Umum Daerah bertipe B.
g. Evaluasi interaksi obat adalah penelitian kemungkinan terjadinya interaksi
obat dalam pengobatan pada pasien bronkopneumonia aplikasi Medscape
Reference-Drug Interaction Checker, buku Stockley’s Drug Interaction oleh
Karen Baxter, dan Fact and Comparisons oleh David S. Tatro.
G. Alur Penelitian
Alur penelitian dalam penelitian ini melalui beberapa tahap, dimana tahap-
tahap tersebut dijelaskan pada gambar 3 dibawah ini :
Pengajuan judul proposal kepada dosen pembimbing skripsi Universitas Setia Budi
Persiapan penelitian :
1. Observasi ke RSUD Ir. Soekarno Sukoharjo
2. Perijinan penelitian ke Diklat RSUD Ir. Soekarno Sukoharjo
3. Penelusuran Pustaka
4. Penetapan populasi dan sampel penelitian
Pembuatan proposal
Penyerahan proposal ke dosen pembimbing dan ke Instalasi Farmasi RSUD Ir. Soekarno Sukoharjo
Analisa data
H. Analisis Hasil
Analisis hasil interaksi obat dilakukan secara teoritik menggunakan
aplikasi Medscape Reference-Drug Interaction Checker, buku Stockley’s Drug
Interaction oleh Karen Baxter, Fact and Comparisons oleh David S. Tatro.
Data dianalisis menggunakan metode deskriptif, ditentukan persentase
terjadinya interaksi obat dengan obat baik yang merupakan mekanisme interaksi
farmakokinetik maupun farmakodinamik serta menentukan jenis-jenis obat yang
berinteraksi.
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN
A. Karakteristik Pasien
1. Distribusi Pasien Berdasarkan Umur dan Jenis Kelamin
Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah data rekam medik
pasien dengan diagnosis utama bronkopneumonia yaitu sebanyak 41 kasus yang
masuk ke dalam kriteria inklusi. Karakteristik pasien berdasarkan jenis kelamin
dan usia dapat dilihat pada tabel 5 yang menunjukkan ditribusi jenis kelamin
pasien dan usia pasien bronkopneumonia geriatri di Instalasi Rawat Inap RSUD
Ir. Soekarno Sukoharjo tahun 2017.
Tabel 4. Distribusi jenis kelamin dan usia pasien bronkopneumonia geriatri di Instalasi
Rawat Inap RSUD Ir. Soekarno Sukoharjo tahun 2017.
Kelompok Usia
Jenis Kelamin Total Pasien Persentase
60 - 74 th 75 - 90 th ≥ 90 th
Laki - Laki 11 8 0 19 46,34%
Perempuan 16 5 1 22 53,66%
Total 27 19 1 41 100%
Persentase 65,85% 31,71% 2,44% 100%
Sumber : Data sekunder yang sudah diolah (2018)
35
36
Tabel 7. Distribusi lama rawat inap pasien bronkopneumonia geriatri di Instalasi Rawat
Inap RSUD Ir. Soekarno Sukoharjo tahun 2017
A. Karakteristik Obat
Distribusi penggunaan obat pada pasien bronkopneumonia di Instalasi
Rawat Inap RSUD Ir. Soekarno Sukoharjo tahun 2017 berdasarkan efek
farmakologinya dapat dilihat pada tabel 9.
Tabel 9. Distribusi penggunaan obat pada pasien bronkopneumonia geriatri di Instalasi
Rawat Inap RSUD Ir. Soekarno Sukoharjo tahun 2017
Kelas Terapi Jumlah Obat Persentase
Antibiotik 117 15,81%
Antitukak Lambung 108 14,59%
Analgesik-Antipiretik 25 3,38%
Analgesik 33 4,46%
Antiemetik 26 3,51%
Antiinflamasi 44 5,95%
Antiasma 46 6,22%
Antihipertensi 56 7,57%
Antipiretik 12 1,62%
Vasodilator 14 1,89%
Bronkodilator 89 12,03%
Ekspektoran 25 3,38%
Mucolitik 36 4,86%
Antihistamin 33 4,46%
Antiangina 8 1,08%
Antijamur 2 0,27%
Antitrombotik 3 0,41%
Antidepresan 3 0,41%
Antispasmodik 1 0,14%
Anemia 2 0,27%
Anestesi Lokal 2 0,27%
Antidiabetes 7 0,95%
Laksatif 7 0,95%
Vitamin 13 1,76%
Suplemen 19 2,57%
Elektrolit 9 1,22%
Total 740 100%
Sumber : Data sekunder yang sudah diolah (2018)
Penggunaan obat non antibiotik pada pasien bronkopneumonia di Instalasi
Rawat Inap RSUD Ir. Soekarno Sukoharjo tahun 2017 bertujuan untuk
mengurangi gejala/keluhan yang dirasakan pasien atau merupakan terapi
pendukung. Pemberian obat-obat tersebut pada pasien bronkopneumonia
disesuaikan dengan keluhan maupun adanya penyakit penyerta yang menambah
rasa tidak nyaman pada pasien. Berdasarkan tabel 9 jumlah penggunaan obat
terbanyak adalah kelas terapi antibiotik yaitu sebanyak 117 antibiotik (15,81%)
42
Tabel 11. Distribusi interaksi obat pada pasien bronkopenumonia geriatri di Instalasi
Rawat Inap RSUD Ir. Soekarno Sukoharjo tahun 2017
Tingkat Jumlah
Interaksi Obat Klasifikasi Interaksi Persentase
Keparahan Kasus
Gentamisin + Ketokonazol Unknown Moderate 1 1,82%
Gentamisin + Salbutamol Farmakodinamik Moderate 1 1,82%
Isoniazid + Metilprednisolon Farmakokinetik Moderate 1 1.82%
Levofloksain + Antasida Farmakokinetik Moderate 2 3,64%
Levofloksasin + Dexametason Farmakodinamik Minor 1 1,82%
Levofloksasin + Kalsium Karbonat Farmakokinetik Moderate 1 1,82%
Levofloksasin + Ketorolac Farmakodinamik Moderate 1 1,82%
Levofloksasin + Metilprednisolon Farmakodinamik Moderate 6 10,91%
Levofloksasin + Ondansetron Farmakodinamik Major 1 1,82%
Levofloksasin + Sucralfat Farmakokinetik Moderate 3 5,45%
Sefadroksil + Furosemid Farmakodinamik Minor 1 1,82%
Sefiksim + Kloramfenikol Farmakodinamik Minor 1 1,82%
Sefiksim + Furosemid Farmakodinamik Minor 5 9,09%
Seftazidim + Furosemid Farmakodinamik Minor 2 3,64%
Seftriakson + Furosemid Farmakokinetik Minor 17 30,91%
Siprofloksasin + Aminofilin Farmakokinetik Major 5 9,09%
Siprofloksasin + Dexametason Farmakodinamik Moderate 3 5,45%
Siprofloksasin + Metilprednisolon Farmakokinetik Moderate 1 1,82%
Siprofloksasin + omeprazol Farmakokinetik Moderate 1 1,82%
Siproflokasin + Sucralfat Farmakokinetik Moderate 1 1,82%
Total 55 100%
Sumber : Data sekunder yang sudah diolah (2018)
Berdasarkan pada tabel 11 Distribusi Interaksi obat pada pasien
bronkopenumonia geriatri di Instalasi Rawat Inap RSUD Ir. Soekarno Sukoharjo
tahun 2017 interaksi terbesar terjadi pada klasifikasi interaksi obat farmakokinetik
yaitu seftriakson dengan furosemid sebesar 17 kasus (30,91%) yang termasuk
dalam tingkat keparahan minor. Interaksi obat seftriakson dengan furosemide
terjadi pada fase ekskresi. Furosemid dapat meningkatkan 25% waktu paruh dari
seftriakson dan menurunkan klirensnya, sehingga meningkatkan efek
nefrotoksiknya. Interaksi seftriakson dengan furosemid efek nefrotoksisitasnya
tidak signifikan (Tarto 2008).
Penggunaan furosemid atau mungkin golongan obat loop diuretic lain
dengan beberapa antibiotik golongan sefalosporin berpotensi menyebabkan
nefrotoksik, terutama penggunaan antibiotik sefalosporin dosis tinggi baik melalui
intravena maupun oral. Furosemida sendiri merupakan suatu derivat asam
antranilat yang efektif sebagai diuretik dengan mekanisme kerja menghambat
44
penyerapan kembali ion natrium dan kalium di lengkung Henle ginjal dan
mengeluarkannya dari dalam tubuh melalui peningkatan output urin. Penggunaan
obat furosemid dengan antibiotik seftriakson dapat meningkatkan 25% waktu
paruh dari seftriakson dan menurunkan klirensnya sehingga konsentrasi obat
dalam darah akan meningkat dikarenakan penurunan ekskresi dan menyebabkan
neftotoksik dikarenakan ginjal gagal mengekskresikan antibiotik yang digunakan
(Baxter 2008).
Peningkatan efek nefrotoksik dari seftriakson akan mengganggu fungsi
ginjal pasien, gangguan yang terjadi pada filtrasi ginjal maka kadar kreatinin
dalam darah akan meningkat, dan kenaikan ini dapat digunakan sebagai indikator
adanya gangguan fungsi ginjal. Tinggi atau rendahnya kadar kreatinin dalam
darah juga dapat digunakan sebagai gambaran berat ringannya gangguan fungsi
ginjal (Widhyari et al. 2015).
penggunaan obat golongan sefalosporin lain seperti seftriakson dengan
furosemid harus hati – hati dan direkomendasikan untuk monitoring fungsi ginjal
dengan menghitung nilai laju filtrasi glomerulus terutama pada dosis tinggi,
pasien geriatri, maupun pasien dengan gangguan ginjal, untuk menghindari
terjadinya interaksi obat, disarankan untuk memberi jeda pemberian furosemid 3
hingga 4 jam sebelum obat golongan sefalosporin (Bexter 2008).
Kejadian interaksi obat yang terjadi pada pasien bronkopneumonia geriatri
di Instalasi Rawat Inap RSUD Ir.Soekarno Sukoharjo tahun 2017 terbanyak
adalah levofloksasin dengan metilprednisolon yaitu sebanyak 6 kasus (10,91%).
Interaksi obat tersebut di klasifikasikan pada interaksi farmakodinamik dan
termasuk pada tingkat keparahan moderate. Penggunaan antibiotik golongan
quinolone dan kortikosteroid yang dapat meningkatkan resiko ruptur tendon
(Medscape 2018).
Pemberian obat golongan kortikosteroid dilakukan untuk meredakan nyeri
dan radang tetapi, pengobatan ini dapat melemahkan tendon di sekitarnya dan
mengakibatkan rupture tendon. Penggunaan levofloksasin dan metilprednisolon
dapat terjadi interaksi farmakodinamik secara sinergis yang dapat meningkatkan
resiko ruptur tendon (Medscape 2018).
45
A. Kesimpulan
1. Jenis obat yang banyak menimbulkan interaksi pada penggunaan obat
antibiotik dengan obat lain pada pasien bronkopneumonia geriatri di Instalasi
Rawat Inap RSUD Ir. Soekarno Sukoharjo tahun 2017 adalah seftriakson
dengan furosemid (30,91%).
2. Pola interaksi obat yang terjadi pada penggunaan obat antibiotik dengan obat
lain pada pasien bronkopneumonia geriatri di Instalasi Rawat Inap RSUD Ir.
Soekarno Sukoharjo tahun 2017 yang diidentifikasi dengan Medscape
Reference-Drug Interaction Checker, Stockley’s Drug Interaction oleh Karen
Baxter, Fact and Comparisons oleh David S. Tatro didapatkan hasil interaksi
obat farmakokinetik sebanyak 9 kasus (45%) dan interaksi farmakodinamik
sebanyak 10 kasus (50%) dan unknown 1 kasus (5%).
B. Saran
1. Perlu dilakukan penelitian prospektif mengenai evaluasi interaksi obat pada
pasien bronkopneumonia geriatri sehingga dapat diketahui efek interaksi obat
terhadap kondisi klinis pasien.
2. Perlu dilakukan penelitian tentang potensi interaksi obat pada pasien
bronkopneumonia dengan literatur yang lain.
3. Peran serta seorang farmasis perlu ditingkatkan dalam pemberian informasi
mengenai interaksi obat dan penggunaan obat secara benar terutama pada
penggunaan obat yang berpotensi memiliki interaksi obat sehingga kejadian
interaksi obat dapat diminimalkan.
49
DAFTAR PUSTAKA
Aslam, Moh., Tan, C.K., dan Priyatno, A.. 2003. Farmasi Klinis. Jakarta: PT Elex
Media Komputindo kelompok Gramedia.
Bustami, Z. S.. 2001. Obat untuk Kaum Lansia Edisi Kedua. Bandung : Institut
Teknologi Bnadung.
Dipiro, J.T., Talbert, R.L., Yee, G.C., Matzke, G.R., Wells, B.G., Posey, L.M..
2015. Pharmacotherapy Handbook Ninth edition. USA: Mcgraw Hill
Education.
50
51
Ganiswarna SG, dkk. 1995. Farmakologi dan Terapi. Edisi 4. Jakarta: Gaya Baru
Jeremy, P.T. 2007. At Glance Sistem Respirasi. Edisi Kedua. Jakarta: Erlangga
Medical Series.
Martono, H.. 2004. Aspek Fisiologik dan Patologik Akibat Proses Menua. Dalam
Darmojo, B., Martono, H.. (Editor). Buku Ajar Geriatri Ilmu Kesehatan
Usia Lanjut Edisi III. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Mega, G.U.. 2013. Analisis Potensi Interaksi Obat Antidiabetik Oral Pada Pasien
Di Instalasi Rawat Jalan Askes Rumah Sakit Dokter Soedarso Pontianak
Periode Januari- Maret 2013. Jurnal Mahasiswa Farmasi Fakultas
Kedokteran UNTAN. 3: (1).
Nisar, N., Guleria, R., Kumar, S., Chawla, T.C., Biswas, N.R. 2007. Mycoplasma
pneumoniae and its role in asthma. Postgraduate Medical Journal, 83(976),
pp.100–104.
Prest, M., 2003. Penggunaan Obat pada Lanjut Usia. dalam Aslam, M.. Tan, C.,
K.. Prayitno, A. (Editor). Farmasi Klinis. Edisi VIII. Jakarta: Salemba
Medika.
Sari, IP. 2004. Penelitian Farmasi Komunitas dan Klinis. Yogyakarta: Gadjah
Mada University Press.
Setiawati, A., 2007, Interaksi Obat dalam: Farmakologi dan Terapi. Jakarta:
Departemen Farmakologi dan Terapeutik, Universitas Indonesia.
Sharma, P., Maffulli N. 2005. Tendon injury and Tendinopathy : Healing and
repair. Bone Joint Surg, Vol. 87A,187-202.
Siregar JP, Amalia. 2003. Farmasi Rumah Sakit Teori dan Penerapan. Jakarta:
EGC.
Smetlzer SC, Bare BG. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner
dan Suddart. Jakarta : EGC.
Sukandar, E.Y., et al. 2008. ISO Farmakoterapi Cetakan II. Jakarta: PT. ISFI
Penerbitan.
Syamsudin. 2011. Interaksi Obat Konsep Dasar dan Klinis. Jakarta: Penerbit UI-
Press.
Tatro, D, S.. 2009. Drug Interaction Facts, The Authority on Drug Interations,
Wolter Kluwer Health.
Widhyari, S.D., Esfandiari, A., dan Cahyono, A.D.. 2015. Profil Kreatinin Urea
Darah Pada Anak Sapi Friesian Holstein Yanng Disuplementasi Zn. Acta
Varia Indonesia, 3: (2), 45-50
LAMPIRAN
L
A
M
P
I
R
A
N
55
Lampiran 1. Surat izin dari Universitas Setia Budi untuk RSUD Ir.
Soerkarno Sukoharjo
56
Unknown 1 5
Farmakodinamik 10 50
Farmakokinetik 9 45
Total 20 100
Minor 12 60
Moderate 6 30
Major 2 10
Total 20 100
Lampiran 11. Data interaksi obat pada pasien bronkopneumonia geriatri di Instalasi Rawat Inap RSUD Ir. Soekarno
Sukoharjo tahun 2017
No. No. RM Diagnosis Penyakit Antibiotik yang Obat Lain Interaksi Obat Mekanisme interaksi
Penyerta digunakan
1. 1 193729 BP -IHD Inj. Seftriakson (IV) Asetil Sistein (PO) Seftriakson + Seftriakson meningkatkan efek toksisitas
. Inj. Siprofloksasin Ambroxol (PO) Furosemid dari furosemide sehingga dapat
(IV) Inj. Aminofilin (IV) meningkatkan resiko nefrotoksik.
Amlodipin (PO)
Antasida (PO) Penggunaan antibiotik golongan quinolone
Candesartan (PO) Siprofloksasin + dan kortikosteroid yang dapat
Cetirizin (PO) Metilprednisolon meningkatkan resiko ruptur tendon.
Codein (PO)
CTM (PO)
Penggunaan aminofilin dan Siprofloksasin
Inj. Dexametason (IV)
Siprofloksasin + secara bersamaan dapat menurunkan
Furosemid (PO) klirens theophilin dan meningkatkan kadar
Inj. MetilPrednisolon (IV) Aminofilin
plasma dan gejala toksisitas. Reaksi serius
Inj. Omeprazol (IV)
dan fatal termasuk serangan jantung,
Parasetamol (PO) kejang, status epileptikus, dan gagal napas.
Salbutamol (PO)
Sucralfat (PO)
Suprasma (Inhalasi)
Symbicort (Inhalasi)
Ventolin (Inhalasi)
67
No. No. RM Diagnosis Penyakit Antibiotik yang Obat Lain Interaksi Obat Mekanisme interaksi
Penyerta digunakan
2. 354353 BP -PPOK Inj. Siprofloksasin Asetilsistein (PO) Siprofloksasin + Sukralfat dapat menghambat atau
-Gastritis (IV) Alprazolam (PO) Sukralfat meurunkan absorbsi siprofloksasin di
-IHD Inj. Sefotaksim (IV) Ambroxol (PO) gastrointestinal.
Levofloksasin Inj. Aminofilin (IV)
Amitripilin (PO) Siprofloksasin + Penggunaan antibiotik golongan quinolone
Amlodipin (PO) Dexametason dan kortikosteroid yang dapat
Inj. Antalgin (IV) meningkatkan resiko ruptur tendon.
Candesartan (PO)
Captopril (PO) Penggunaan aminofilin dan Siprofloksasin
CTM (PO) secara bersamaan dapat menurunkan
Curcuma(PO) Siprofloksasin + klirens theophilin dan meningkatkan kadar
Inj. Dexametason (IV) Aminofilin plasma dan gejala toksisitas. Reaksi serius
Flutias (Inhalasi) dan fatal termasuk serangan jantung,
Furosemid (PO) kejang, status epileptikus, dan gagal napas.
HCT (PO)
Inj. Metilprednisolon (IV)
OBH (PO)
Inj. Omeprazol (IV)
Parasetamol (PO) Siprofloksasin + omeprazol akan menurunkan tingkat efek
Pulmicort (Nabulisasi) Omeprazol siprofloksasin
Inj. Ranitidin (IV)
Salbutamol (PO) Siproflokasasin + Siprofloksasin meningkatkan kadar
Spironolacton (PO) Alprazolam alprazolam dengan menurunkan
Sucralfat (PO) metabolisme dalam tubuh.
Suprasma (Inhaler)
Ventolin (Nebulisasi)
68
No. No. RM Diagnosis Penyakit Antibiotik yang Obat Lain Interaksi Obat Mekanisme interaksi
Penyerta digunakan
3. 375012 BP -Carsinoma Inj. Cefotaxim (IV) Asetil Sistein (PO) - -
Hepatocellul Ambroxol (PO)
er Inj. Seftriakson (IV) Sucralfat (PO) - -
-Hepatitis B Inj. Aminofusin (IV)
Curcuma (PO)
Domperidon (PO)
Inj. Furosemid (IV)
Omeprazol ( PO)
Inj. Ondansetron (IV)
Parasetamol (PO)
Propanolol (PO)
Pulmicort (Inhalasi)
Ventolin (Inhalasi)
Salbutamol (PO)
4. 198139 BP -Asma akut Inj. Levofloksasin Ambroxol (PO) Levofloksasin + Penggunaan antibiotik golongan quinolone
-Gastritis (IV) Inj. Aminofilin (IV) Metilprednisolon dan kortikosteroid yang dapat
Inj. Seftriakson (IV) Furosemid (PO) meningkatkan resiko ruptur tendon.
Kloramfenikol (PO) Inj. Metilprednisolon (IV)
Sefixim (PO) Inj. Omeprazol (IV) Seftriakson + Seftriakson meningkatkan efek toksisitas
Parasetamol (PO) Furosemide dari furosemide sehingga dapat
Pulmicort (Inhalasi) meningkatkan resiko nefrotoksik.
Salbutamol (PO) kloramfenikol menurunkan efek sefiksim
Sucralfat (PO) Kloramfenikol +
karena kedua obat tersebut bersifat
Ventolin (Inhalasi) Sefixim
antagonis.
69
No. No. RM Diagnosis Penyakit Antibiotik yang Obat Lain Interaksi Obat Mekanisme interaksi
Penyerta digunakan
5. 005732 BP -Asma akut Inj. Seftriakson (IV) Inj. Omeprazol (IV) Gentamicin + albuterol dan gentamisin keduanya
-Gastritis Gentamisin (PO) Inj. Metilprednisolon (IV) Salbutamol menurunkan serum potassium.keduanya
Levofloksasin (PO) Pulmicort (Nebulisasi) bersifat sinergis.
Ventolin (Nebulisasi)
Inj. Ondansetron (IV)
Salbutamol (PO)
Paraseramol (PO) Gentamisin+ Gentamisin menurunkan kadar antasida
Antasida (PO) Antasida dengan meningkatkan klirens ginjal.
Codein (PO)
Combivent (Inhalasi) Penggunaan antibiotik golongan quinolone
Inj. Asam tranexamat (IV) dan kortikosteroid yang dapat
Inj. Aminofilin (IV) Levofloksasin + meningkatkan resiko ruptur tendon.
Trifed (PO) Metilprednisolon
Domperidon (PO)
Sucralfat (PO)
Symbicort (Inhalasi)
Vitamin B6 (PO)
Cetirizin (PO)
70
No. No. RM Diagnosis Penyakit Antibiotik yang Obat Lain Interaksi Obat Mekanisme interaksi
Penyerta digunakan
6. 377168 BP -Hipertensi Inj. Seftriakson (IV) Asetil Sistein (PO) - -
-IHD Sefadroksil (PO) Sucralfat (PO)
Inj. Ranitidin (IV)
Inj. Neurobat (IV)
ISDN (PO)
Inj. Atropin (IV)
Inj. Hyosin Butil Bromide (IV)
Inj. Antalgin (IV)
Clopidogrel (PO)
Terasma (PO)
Cetirizin (PO)
Pulmicort (Nebulisasi)
Ventolin (Nebulisasi)
Inj. Metilprednisolon (IV)
Inj. Omeprazol (IV)
7. 338646 BP -CHF Inj. Seftriakson (IV) Ambroxol (PO) - -
-IHD Inj. Aminofluid (IV)
Inj. Antalgin (IV)
Cetirizin (PO)
Curcuma (PO)
Dulcolax (Supositoria)
Inj. Furosemid (IV)
Inj. Futrolit (IV)
Inj. Hyosin Butil Bromide (IV)
Inj. Omeprazol (IV)
Inj. Ondansetron (IV)
Ulsidex (PO)
71
No. No. RM Diagnosis Penyakit Antibiotik yang Obat Lain Interaksi Obat Mekanisme interaksi
Penyerta digunakan
8. 301062 BP -CKD Inj. Levofloxacin Asetil Sistein (PO) Levofloksasin + Kedua agen tersebut dapat
-Hipertensi (IV) Allopurinol (PO) Kalsium Karbonat menghambat absorbsi di bagian
Sefadroksil (PO) Ambroxol (PO) gastrointestinal
Aminofilin (PO)
Kalsium Karbonat (PO)
Cetirizin (PO)
Furosemid (PO)
Interhistin (PO)
Irbesartan (PO)
Inj. Mecobalamin (IV)
Inj. Metilprednisolon (IV)
Parasetamol(PO)
Pulmicort (Nebulisasi)
Salbutamol (PO)
Ventolin (Nebulisasi)
Vitamin C (PO)
9. 195352 BP -IHD Inj. Seftriakson (IV) Alprazolam (PO) - -
-Hipertensi Sefiksim (PO) Ambroxol (PO)
Inj. Aminofilin (IV)
Amlodipin (PO)
Inj. Antalgin (IV)
Inj. Citicolin(IV)
Clopidogrel (PO)
Digoxin (PO)
Inj. Ondansetron (IV)
Pulmicort (Nebulisasi)
Inj. Ranitidin (IV)
Ventolin (Nebulisasi)
Inj. Antalgin (IV)
Candesartan (PO)
Salbutamol (PO)
72
No. No. RM Diagnosis Penyakit Antibiotik yang Obat Lain Interaksi Obat Mekanisme interaksi
Penyerta digunakan
10. 300051 BP -Gastritis Inj. Seftriakson (IV) Ambroxol (PO) - -
Sefiksim (PO) Inj. Antalgin(IV)
Antasida (PO)
CTM (PO)
Domperidon (PO)
Metilprednisolon (PO)
Omeprazol (PO)
Inj. Ondansetron (IV)
Pulmicort (Nebulisasi)
Inj. Ranitidin (IV)
Salbutamol (PO)
Ventolin (Nebulisasi)
Inj. Vitamin B1(IV)
Sucralfat (PO)
73
No. No. RM Diagnosis Penyakit Antibiotik yang Obat Lain Interaksi Obat Mekanisme interaksi
Penyerta digunakan
12. 288097 BP -PPOK Inj. Seftriakson (IV) Ambroxol (PO) Seftriakson + Seftriakson meningkatkan efek toksisitas
-Gastritis Sefiksim (PO) Amlodipin (PO) Furosemid dari furosemide sehingga dapat
-Hipertensi Etambutol (PO) Inj. Antalgin (IV) meningkatkan resiko nefrotoksik.
Isoniazid (PO) Inj. Clinimix
Pirazinamid (PO) Inj. Metilprednisolon (IV) Sefiksim + Sefiksim meningkatkan efek toksisitas dari
Rifampicin (PO) Inj. Omeprazol (IV) Furosemid furosemid sehingga dapat menigkatkan
Inj. Ondansetron (IV) resiko nefrotoksik.
Pulmicort (Nebulisasi)
Inj.Ranitidin (IV) Isoniazid + Isoniazid akan meningkatkan efek
Tanapress (PO) Metilprednisolon metilprednisolon dengan mempengaruhi
Inj. Tutofusin (IV) enzim metabolisme CYP3A4 di hati.
Ventolin (Nebulisasi)
Vitamin B1, B 12
Cetirizin (PO)
Sucralfat (PO)
CTM (PO)
Salbutamol (PO)
Furosemid (PO)
Ketorolac (PO)
Inj. Lidocain
74
No. No. RM Diagnosis Penyakit Antibiotik yang Obat Lain Interaksi Obat Mekanisme interaksi
Penyerta digunakan
13. 127251 BP -CKD Inj. Seftriakson (IV) Alopurinol (PO) Seftriakson + Seftriakson meningkatkan efek toksisitas
-Edema paru Ambroxol (PO) Furosemid dari furosemide sehingga dapat
Inj. Antalgin (IV) meningkatkan resiko nefrotoksik
Candesartan (PO)
Ezelin (IV)
Inj. Furosemid (IV)
ISDN (PO)
Metformin (PO)
Nitrokaf (PO)
Inj. Omeprazol (IV)
Inj. Ondansetron (IV)
Pulmicort (Nebulisasi)
Spironolacton (PO)
Ventolin (Nebulisasi)
14. 372945 BP -Gastritis Inj.Sefotaksim (IV) Ambroxol (PO) Levofloksasin + Sukralfat akan menurunkan efek dari
Levofloksasin (PO) Antalgin (PO) Sukralfat Levofloksasin dengan menghambat
Inj. Furosemid (IV) absorbsi pada gastrointestinal.
OBH (PO)
Parasetamol (PO)
Inj. Ranitidin (IV)
Sucralfat (PO)
Tanapres (PO)
Ventolin (Nebulisasi)
75
No. No. RM Diagnosis Penyakit Antibiotik yang Obat Lain Interaksi Obat Mekanisme interaksi
Penyerta digunakan
15. 097474 BP -DM Inj. Seftriakson (IV) Asetil Sistein (POO) - -
-Hipertensi Inj. Aminofilin (IV)
Captopril (PO)
Cetirizin (PO)
Inj. Clinimix (IV)
Digoxin (PO)
Inj. Furosemid (IV)
Inj. KAEN 3B (IV)
Inj. Metilpredinolon (IV)
Pulmicort (Nebulisasi)
Inj. Ranitidin (IV)
Tanapres (PO)
Ventolin (Nebulisasi)
Inj. Citicolin (IV)
Clopidogrel (PO)
Inj. Diazepam (IV)
Novorapid (IV)
Inj. Nutriflex (IV)
Nystatin (Drop)
Parasetamol (PO)
16. 357749 BP -CHF Inj. Sefotaksim (IV) Ambroxol (PO) Seftriakson + Seftriakson meningkatkan efek toksisitas
Inj. Seftriakson (IV) Inj. Aminofilin (IV) Furosemid dari furosemide sehingga dapat
Sefadroksil (PO) Inj. Antalgin (IV) meningkatkan resiko nefrotoksik.
Clopdogrel (PO)
Inj. Furosemid (IV) Sefadroksil meningkatkan efek dari
ISDN (PO) furosemide yang dapat menyebabkan
Inj. KAEN 3B (IV) meningkatnya resiko nefrotoksik.
Miniaspi (PO) Sefadroksil +
Parasetamol (PO) Furosemid
Pulmicort, Ventolin (Nebulisasi)
Inj. Ranitidin (IV)
76
Salnutamol (PO)
No. No. RM Diagnosis Penyakit Antibiotik yang Obat Lain Interaksi Obat Mekanisme interaksi
Penyerta digunakan
17. 243573 BP -CHF Inj. Seftriakson (IV) Ambroxol (PO) Seftriakson + Seftriakson meningkatkan efek toksisitas
-Gastritis Inj. Levofloksasin Inj. Aminofilin (IV) Furosemid dari furosemide sehingga dapat
(IV) Cetirizin (PO) meningkatkan resiko nefrotoksik.
Sefiksim (PO) Digoxin (PO)
Inj. Furosemid (IV)
ISDN (PO)
Inj. Metilprednisolon (IV) Levofloksasin +
Sefiksim meningkatkan efek toksisitas dari
Inj. Omeprazol (IV) Metilprednisolon
furosemid sehingga dapat menigkatkan
Ondansetron (PO)
resiko nefrotoksik.
Parasetamol (PO)
Pulmicort (Nebulisasi)
Salbutamol (PO) Sefiksim + Sefiksim meningkatkan efek toksisitas dari
Sucralfat (PO) Furosemid furosemid sehingga dapat menigkatkan
Suprasma (Inhalasi) resiko nefrotoksik.
Symbicort (Inhalasi)
Ventolin (Nebulisasi)
77
No. No. RM Diagnosis Penyakit Antibiotik yang Obat Lain Interaksi Obat Mekanisme interaksi
Penyerta digunakan
18. . 174022 BP -Asma akut Inj. Seftriakson (IV) Alprazolam (PO) Seftriakson + Seftriakson meningkatkan efek toksisitas
-CHF Levofloksasin (PO) Ambroxol (PO) Furosemid dari furosemide sehingga dapat
Sefiksim (PO) Antasida (PO) meningkatkan resiko nefrotoksik.
Cetirizin (PO)
Codein (PO) Antasida akan menurunkan efek dari
Digoxin (PO) Levofloksasin + Levofloksasin dengan menghambat
Inj. Furosemid (IV) Antasida absorbsi pada gastrointestinal.
ISDN (PO)
Inj. Ketorolac (IV)
Sukralfat akan menurunkan efek dari
Inj. Metilprednisolon (IV)
Levofloksasin dengan menghambat
Miniaspi (PO) Levofloksasin + absorbsi pada gastrointestinal.
Nitrokaf (PO) Sukralfat
Inj. Omeprazol (IV)
Parasetamol (PO) Penggunaan antibiotik golongan quinolone
Salbutamol (PO) Levofloksasin + dan kortikosteroid yang dapat
Spironolacton (PO) Metilprednisolon meningkatkan resiko ruptur tendon.
Sucralfat (PO)
Symbicort (Inhalasi)
Tanapres (PO)
Ventolin (Nebulisasi) Levofloksasin + Risiko stimulasi SSP
Ketorolac Pemindahan GABA dari reseptor di otak.
78
No. No. RM Diagnosis Penyakit Antibiotik yang Obat Lain Interaksi Obat Mekanisme interaksi
Penyerta digunakan
19. 107390 BP -IHD Inj. Cefotaxim (IV) Ambroxol (PO) - -
-Gastritis Sefadroksil (PO) Antasida (PO)
Cetirizin (PO)
Clopidogrel (PO)
Glimepirid (PO)
Inj. Hyosin Butil Bromid (IV)
ISDN (PO)
Inj. Ketorolac (IV)
Metformin (PO)
Novorapid (IV)
Omeprazol (PO)
Inj. Ondansetron (IV)
Parasetamol (PO)
Pulmicort (Nebulisasi)
Inj. Ranitidin (IV)
Ventolin (Nebulisasi)
79
No. No. RM Diagnosis Penyakit Antibiotik yang Obat Lain Interaksi Obat Mekanisme interaksi
Penyerta digunakan
20. 376814 BP -PPOK Inj. Seftriakson (IV) Asetil Sistein (PO) Seftriakson + Seftriakson meningkatkan efek toksisitas
-CKD Sefiksim (PO) Ambroxol (PO) Furosemid dari furosemide sehingga dapat
Levofloksasin (PO) Inj. Aminofilin (IV) meningkatkan resiko nefrotoksik.
Inj. Antalgin (IV)
Antasida (PO) Sefiksim + Sefiksim meningkatkan efek toksisitas dari
Inj. Dexametason (IV) Furosemid furosemid sehingga dapat menigkatkan
Digoxin (PO) resiko nefrotoksik.
Inj. Furosemid (IV)
ISDN (PO) Levofloksasin +
Sukralfat akan menurunkan efek dari
Inj. Metilprednisolon (IV) Sukralfat
Levofloksasin dengan menghambat
OBH (PO) absorbsi pada gastrointestinal.
Inj. Omeprazol (IV)
Parasetamol (PO)
Pulmicort (Nebulisasi) Levofloksasin + Penggunaan antibiotik golongan quinolone
Salbutamol (PO) Metilprednisolon dan kortikosteroid yang dapat
Sucralfat (PO) meningkatkan resiko ruptur tendon.
Symbicort (Inhalasi)
Ventolin (Nebulisasi)
80
No. No. RM Diagnosis Penyakit Antibiotik yang Obat Lain Interaksi Obat Mekanisme interaksi
Penyerta digunakan
21. 355465 BP -CHF Sefadroksil (PO) Asetil Sistein (PO) Sefadroksil + Sefadroksil meningkatkan efek toksisitas
-Hipocalium Inj. Seftriakson (IV) Ambroxol (PO) Furosemid dari furosemide seingga akan
Asam Folat (PO) meningkatkan efek nefrotoksik.
Cetirizin (PO)
Clopidogrel (PO) Seftriakson + Seftriakson meningkatkan efek toksisitas
Dulcolax (Supositoria) Furosemid dari furosemide sehingga dapat
Inj. Furamin (IV) meningkatkan resiko nefrotoksik.
Inj. Hyosin butilbromid (IV)
ISDN (PO)
Inj. KAEN 3B (IV)
Laxadin (PO)
Inj. Metilprednisolon (IV)
Microlac (Supositoria)
Nystatin (Drop)
Inj. Omeprazol (IV)
Inj. Ondansetron (IV)
Pulmicort (Nebulisasi)
Ventolin (Nebulisasi)
Inj. Ranitidin (IV)
KSR (PO)
81
No. No. RM Diagnosis Penyakit Antibiotik yang Obat Lain Interaksi Obat Mekanisme interaksi
Penyerta digunakan
22. 356948 BP -CKD Inj. Seftriakson (IV) Ambroxol (PO) Seftriakson + Seftriakson meningkatkan efek toksisitas
-Dispnea Inj. Levofloksasin Inj. Aminofluid (IV) Furosemid dari furosemide sehingga dapat
-Hepatitis (IV) Cetirizin (PO) meningkatkan resiko nefrotoksik.
Sefadroksil (PO) Clopidogrel (PO)
Curcuma (PO)
Inj. KAEN 3B (IV)
Inj. Metilprednisolon (IV) Levofloksasin +
Penggunaan antibiotik golongan quinolone
Nitrokaf (PO) Metilprednisolon
dan kortikosteroid yang dapat
Inj. Omeprazol (IV)
meningkatkan resiko ruptur tendon
Inj. Ondansetron (IV)
Parasetamol (PO)
Pulmicort (Nebulisasi)
Ventolin (Nebulisasi)
Propanolol (PO)
Spironolacton (PO)
Dulcolax (Supositoria)
82
No. No. RM Diagnosis Penyakit Antibiotik yang Obat Lain Interaksi Obat Mekanisme interaksi
Penyerta digunakan
23. 354349 BP -CHF Inj. Cefotaxim (IV) Ambroxol (PO) Siprofloksasin + Penggunaan aminofilin dan Siprofloksasin
-Gastritis Inj. Siprofloksasin Aminofilin Aminofilin secara bersamaan dapat menurunkan
-Hipertensi (IV) Amlodipin (PO) klirens theophilin dan meningkatkan kadar
Inj. Seftriakson (IV) Inj. Antalgin (IV) plasma dan gejala toksisitas. Reaksi serius
Cetirizin (PO) dan fatal termasuk serangan jantung,
Codein (PO) kejang, status epileptikus, dan gagal napas.
Dexametason (PO)
Digoxin (PO)
Inj. Furosemid (IV)
Inj. Hyosin Butil Bromid (IV) Seftriakson meningkatkan efek toksisitas
Inj. Ketorolac (IV) Seftriakson +
Furosemid dari furosemide sehingga dapat
Inj. Metilprednisolon (IV) meningkatkan resiko nefrotoksik
Miniaspi (PO)
OBH (PO)
Inj. Omeprazol (IV)
Pulmicort (Nebulisasi)
Inj. Ranitidin (IV)
Scopamin (PO)
Spiroolacton (PO)
Sucralfat (PO)
Ventolin (Nebulisasi)
83
No. No. RM Diagnosis Penyakit Antibiotik yang Obat Lain Interaksi Obat Mekanisme interaksi
Penyerta digunakan
24. 295611 BP -Asma akut Inj. Seftriakson (IV) Ambroxol (PO) Seftriakson + Seftriakson meningkatkan efek toksisitas
-IHD Inj. Levofloksasin Inj. Aminofilin (IV) Furosemid dari furosemide sehingga dapat
(IV) Amitripilin (PO) meningkatkan resiko nefrotoksik.
Inj. Meropenem (IV) Inj. Antalgin (IV)
Sefiksim (PO) Antasida (PO) Levofloksasin+ Levofloksasin dan ondansetron keduanya
Candesartan (PO) Ondansetron meningkatkan interval QTc. Pemantauan
Inj. Dexametason (IV) EKG direkomendasikan dengan obat
Domperidon (PO) bersamaan yang memperpanjang interval
Inj. Furosemid (IV) QT, kelainan elektrolit, CHF, atau
ISDN (PO) bradiaritmia.
Nitrokaf (PO)
OBH (PO) Penggunaan antibiotik golongan quinolone
Inj. Omeprazol (IV) Levofloksasin +
dan kortikosteroid yang dapat
Inj. Ondansetron (IV) Dexametason
meningkatkan resiko ruptur tendon.
Parasetamol (PO)
Pulmicort (Nebulisasi)
Ventolin (Nebulissasi) Sefiksim meningkatkan efek toksisitas dari
Teofilinv (PO) Sefiksim + furosemid sehingga dapat menigkatkan
Salbutamol (PO) Furosemid resiko nefrotoksik
Spironolacton (PO)
Sucralfat (PO)
Tramadol (PO)
84
No. No. RM Diagnosis Penyakit Antibiotik yang Obat Lain Interaksi Obat Mekanisme interaksi
Penyerta digunakan
25. 357099 BP -Hipertensi Inj. Cefotaxim (IV) Ambroxol (PO - -
-DM Sefadroksil (PO) Inj. Clinimix (IV)
-IHD Clopidogrel (PO)
Inj. Futrolit (IV)
Irbesartan (PO)
Novorapid (IV)
Inj. Omeprazol (IV)
Inj. Ondansetron (IV)
Pulmicort (Nebulisasi)
Sucralfat (PO)
Ventolin (Nebulisasi)
27 302632 BP -CHF Inj. Seftriakson (IV) Asetil Sistein (PO) Seftriakson + Seftriakson meningkatkan efek toksisitas
Sefadroksil (PO) Antasida (PO) Furosemid dari furosemide sehingga dapat
Clopidogrel (PO) meningkatkan resiko nefrotoksik
CTM (PO)
Inj. Furosemid (IV)
ISDN (PO)
Inj. KAEN 3B
KSR (PO)
Inj. Metilprednisolon (IV)
Inj. Omeprazol (IV)
Pulmicort (Nebulisasi)
Inj. Ranitidin (IV)
Tanapres (PO)
Ventolin (Nebulisasi)
85
No. No. RM Diagnosis Penyakit Antibiotik yang Obat Lain Interaksi Obat Mekanisme interaksi
Penyerta digunakan
26. 342165 BP -Asma akut Inj. Seftriakson (IV) Ambroxol (PO) Seftriakson + Seftriakson meningkatkan efek toksisitas
Inj. Siprofloksasin Inj. Aminofilin (IV) Furosemid dari furosemide sehingga dapat
(IV) Amlodipin (PO) meningkatkan resiko nefrotoksik.
Inj. Antalgin (IV)
Antasida (PO) Siprofloksasin + Penggunaan antibiotik golongan quinolone
Candesartan (PO) Dexametason dan kortikosteroid yang dapat
Cetirizin (PO) meningkatkan resiko ruptur
Codein (PO) Tendon.
CTM (PO)
Inj. Dexametason (IV)
Dulcolax (Supositoria) Penggunaan aminofilindan siprofloksasin
Inj. Furosemid (IV) Siprofloksasin + bersamaan dapat menurunkan klirens
ISDN PO) Aminofilin aminofilin dan meningkatkan kadar plasma
Metilprednisolon (PO) dan toksisitas. Reaksi serius dan fatal
OBH (PO) termasuk serangan jantung, kejang, status
Inj. Omeprazol(IV) epileptikus, dan gagal nafas.
Parasetamol (PO)
Pulmicort (Nebulisasi)
Salbutamol (PO)
Spironolacton (PO)
Sucralfat (PO)
Suprasma (Inhaler)
Ventolin (Nebulisasi)
86
No. No. RM Diagnosis Penyakit Antibiotik yang Obat Lain Interaksi Obat Mekanisme interaksi
Penyerta digunakan
28 149327 BP -Gagal nafas Inj. Siprofloksasin Alopurinol (PO) Seftriakson + Seftriakson meningkatkan efek toksisitas
-Asma Akut (IV) Ambroxol (PO) Furosemid dari furosemide sehingga dapat
Inj. Seftriakson (IV) Inj.Aminofilin (IV) meningkatkan resiko nefrotoksik.
Inj. Meropenem (IV) Inj. Antalgin (IV)
Antasida (PO)
Candesartan (PO)
Captopril (PO)
Inj. Clinimix (IV)
Inj. Dexametason (IV)
Inj. Furosemid (IV)
ISDN (PO)
KSR (PO)
Miniaspi (PO)
Omeprazol
Inj. Ondansetron (PO)
Pumicort (Nebulisasi)
Inj. Ranitidin (PO)
Salbutamol (PO)
Simvastatin (PO)
Spironolacton (PO)
Sucralfat (PO)
Suprasma (Inhaler)
Symbicort (Inhaler)
Ventolin (Nebulisasi)
87
No. No. RM Diagnosis Penyakit Antibiotik yang Obat Lain Interaksi Obat Mekanisme interaksi
Penyerta digunakan
29. 313450 BP -Asma akut Inj. Cefotaxim (IV) Ambroxol (PO) Levofloksasin + Penggunaan antibiotik golongan quinolone
-IHD Sefiksim (PO) Inj. Aminofilin (IV) Metilprednisolon dan kortikosteroid yang dapat
Levofloksasin (PO) Antasida (PO) meningkatkan resiko ruptur tendon
Cetirizin (PO)
Inj. Furosemid (IV)
ISDN (PO)
Inj. Metilprednisolon (IV)
Nitrokaf (PO)
OBH (PO)
Inj. Omeprazol (IV)
Parasetamol (PO)
Pulmicort (Nebulisasi)
Inj. Ranitidin (PO)
Salbutamol (PO)
Sucralfat (PO)
Symbicort (Inhalasi)
Ventolin (Nebulisasi)
30. 339255 BP -IHD Sefadroksil (PO) Inj. Clinimix (PO) - -
-Gastritis Inj. Cefotaxim (IV) Curcuma (PO)
-Asma akut Dulcolax (Supositoria)
Inj. Furamin (IV)
Laxadin (PO)
Inj. Neurobat (IV)
Nitrokaf (PO)
Inj. Omeprazol (IV)
Inj. Ondansetron (IV)
Promavit (PO), Vitamin B1 (IV)
Salbutamol (PO)
Suprasma (Inhalasi)
Inj. Tutofusin (IV)
Ulsidex (PO)
88
Ventolin (Nebulisasi)
No. No. RM Diagnosis Penyakit Antibiotik yang Obat Lain Interaksi Obat Mekanisme interaksi
Penyerta digunakan
31. 336796 BP -Asma akut Sefadroksil (PO) Asetil Sistein (PO) - -
-Gastritis Inj. Seftriakson (IV) Ambroxol (PO)
Inj. Antalgin (IV)
Cetirizin (PO)
Curcuma (PO)
Inj. Dexametason (IV)
Inj. Furosemid (IV)
Inj. Kidmin (IV)
Inj. Lidocain (IV)
Inj. Mecobalamin (IV)
Inj. Metilprednisolon (IV)
Pulmicort (Nebulisasi)
Ventolin (Nebulisasi)
Ranitidin (PO)
Salbutamol (PO)
34. 141328 BP -Asma akut Inj. Seftriakson (IV) Asetil Sistein (PO) - -
-HT Sefiksim (PO) Alprazolam (PO)
Amlodipin (PO)
Inj. Cernevit (IV)
Cetrizin (PO)
Clopidogrel (PO)
Curcuma (PO)
ISDN (PO)
Inj. Mecobalamin (IV)
Inj. Metilprednisolon (IV)
Miniaspi (PO)
Inj. Ondansetron (IV)
Inj. Omeprazol (IV)
Ranitidin (PO)
Sucralfat (PO)
Ventolin (Nebulisasi)
89
No. No. RM Diagnosis Penyakit Antibiotik yang Obat Lain Interaksi Obat Mekanisme interaksi
Penyerta digunakan
32. 308088 BP -Asma akut Inj. Levofloksasin Alprazolam (PO) - -
-Gastritis (IV) Ambroxol (PO)
Anemolit (PO)
Kalsium Karbonat (PO)
Cetirizin (PO)
Cipralex (PO)
Curcuma (PO)
Inj. Hemapo (IV)
Herbesser (PO)
Irbesartan (PO)
Inj. Kidmin (IV)
Laxadin (po)
Inj. Omeprazol (IV)
Pulmicort (Nebulisasi)
Risperidon (PO)
Salbutamol (PO)
Sandepril (PO)
Ventolin (Nebulisasi)
33. 356910 BP -DM Sefadroksil (PO) Ambroxol (PO) Seftriakson + Seftriakson meningkatkan efek toksisitas
-Hipertensi Inj. Seftriakson (IV) Captopril (PO) Furosemid dari furosemide sehingga dapat
Cetirizin (PO) meningkatkan resiko nefrotoksik
Curcuma (PO)
Inj. Furosemid (IV)
Inj. Gastridin (IV)
Inj. Metilprednisolon (IV)
Inj. Ranitidin (I)
Inj. Neurobat (IV)
Sucralfat (PO)
Inj. Tutofusin (IV)
Ventolin (Nebulisasi)
90
No. No. RM Diagnosis Penyakit Antibiotik yang Obat Lain Interaksi Obat Mekanisme interaksi
Penyerta digunakan
35. 355485 BP -IHD Inj. Seftriakson (IV) Asetil Sistein (PO) - -
Sefadroksil (PO) Ambroxol (PO)
Cetirizin (PO)
Clopidogrel (PO)
Dulcolax(Supositoria)
Farsorbid (PO)
KSR (PO)
Inj. Metilprednisolon (IV)
Inj. Omeprazol (IV)
Inj. Ondansetron (IV)
Pulmicort (Nebulisasi)
Inj. Ranitidin (IV)
Sucralfat (PO)
Vitamin B12 (PO)
Ventolin (Nebulisasi)
36. 118127 BP -Hipertensi Inj. Ceftazidim (IV) Asetil Sistein (PO) Ceftazidim + Seftazidim meningkatkan efek toksik dari
Sefiksim (PO) Ambroxol (PO) Furosemid furosemide sehingga dapat meningkatkan
Cetirizin (PO) resiko nefrotoksik.
Codein (PO)
Inj. Fluimucil (IV) Sefiksim + Sefiksim meningkatkan efek toksisitas dari
Inj. Metilprednisolon (IV) Furosemid furosemid sehingga dapat menigkatkan
Inj. Omeprazol (IV) resiko nefrotoksik
Parasetamol (PO)
Ranitidin (PO)
Salbutamol (PO)
Sucralfat (PO)
Inj. Tutofusin (IV)
Vitamin B Comp. (PO)
Ventolin (Nebulisasi)
91
No. No. RM Diagnosis Penyakit Antibiotik yang Obat Lain Interaksi Obat Mekanisme interaksi
Penyerta digunakan
37. 299815 BP -Asma akut Inj.Siprofloksasin Ambroxol (PO) Siprofloksasin + Penggunaan aminofilin dan Siprofloksasin
-IM OMI (IV) Inj. Aminofilin (IV) Aminofilin secara bersamaan dapat menurunkan
INFEKSI Inj. Cefotaxim (IV) Inj. Antalgin (IV) klirens theophilin dan meningkatkan kadar
Levofloksasin (PO) Candesartan (PO) plasma dan gejala toksisitas. Reaksi serius
Inj. Seftazidim (IV) Inj. Dexametason (IV) dan fatal termasuk serangan jantung,
Inj. Fluimucil (IV) kejang, status epileptikus, dan gagal napas.
Symbicort (Nebulisasi)
Miniaspi (PO) Seftazidim meningkatkan efek toksik dari
Ceftazidim +
OBH (PO) furosemide sehingga dapat meningkatkan
Furosemid
Inj. Omeprazol (IV) resiko nefrotoksik.
Parasetamol (PO)
Inj. Ranitidin (IV)
Spironolacton (PO)
Ulsidex (PO)
Ventolin (Nebulisasi)
38. 356075 BP Decompensa Sefiksim (PO) Alprazolam (PO) Seftriakson + Seftriakson meningkatkan efek toksisitas
tio Cordis Inj. Seftriakson (IV) Ambroxol (PO) Furosemid dari furosemide sehingga dapat
Inj. Antalgin (IV) meningkatkan resiko nefrotoksik
Kalsium Karbonat (PO)
Cetirizin (PO)
Curcuma (PO)
Inj. Furosemid (IV)
Inj. KAEN 3B (IV)
Ketokonazol (PO)
Inj. Kidmin (IV)
KSR (PO)
Meloxicam (PO)
Pulmicort (Nebulisasi)
Inj. Ranitidin (IV)
Sucralfat (PO)
VitaminB (PO)
92
Ventolin (Nebulisasi)
No. No. RM Diagnosis Penyakit Antibiotik yang Obat Lain Interaksi Obat Mekanisme interaksi
Penyerta digunakan
39. 373300 BP -Asma akut Inj. Gentamisin (IV) Inj. Antalgin (IV) - -
-Gastritis Inj. Levofloksasin Antasida (PO)
(IV) Inj. Asam tranexamat (IV)
Inj. Meropenem (IV) Inj. Citicolin (IV)
Inj. Seftriakson (IV) Combivent (Inhalasi)
Inj. Dexametason (IV)
Inj. Fluimucil (IV)
Parasetamol (PO)
Salbutamol(PO)
Simvastatin (PO)
Inj. Vitamin K (IV)
Ventolin (Nebulisasi)
93
No. No. RM Diagnosis Penyakit Antibiotik yang Obat Lain Interaksi Obat Mekanisme interaksi
Penyerta digunakan
41. 270179 BP -Asma akut Inj. Siprofloksasin Ambroxol (PO) - -
(IV) Inj. Aminofilin (IV)
Sefadroksil (PO) Inj. Antalgin (IV)
Inj. Omeprazol (IV)
Parasetamol (PO)
Inj. Ranitidin (IV)
Salbutamol (PO)
Sucralfat (PO)
Ventolin (Nebulisasi)
94