BAB 5 Revisi Kolokium

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 42

BAB V

GEOKIMIA LAVA ANDESIT BASAL BERDASARKAN ANALISIS

SENYAWA OKSIDA UTAMA UNTUK MENENTUKAN AFINITAS

MAGMA DARI KHULUK PADAASIH

5.1. Latar Belakang

Batuan beku dapat terbentuk didalam bumi atau batuan beku intrusif dan

dipermukaan bumi atau batuan beku ekstrusif. Perjalanan proses pembentukan

dari magma menjadi batuan ini akan dapat mengungkap banyak cerita dibaliknya.

Jarak subduksi ke pembentukan batuan juga akan mempengaruhi unsur kimia apa

saja yang menyertainya.

Sebagian besar wilayah Kepulauan Indonesia terbentuk oleh batuan hasil

kegiatan gunungapi baik berumur Tersier maupun Kuarter. Terutama Pulau Jawa

yang dilalui jalur vulkanik Tersier maupun Kuarter sehingga produk serta tatanan

stratigrafi hasil kegiatan gunungapi sangat luas dan menarik untuk dipelajari.

Daerah Padaasih yang di intepretasikan sebagai khuluk Padaasih memiliki

batuan beku Tersier yang terkait dengan kompleks magmatisme & volkanisme

sabuk Sunda & Banda (Bronto, 2010), sebagaimana dalam regional disebutkan

ada lava yang bersifat basal hingga andesit, diduga sebagai volkanisme Jawa bag.

Barat (Sukamto, 1975).

Magmatisme daerah Jawa Barat, khususnya daerah penelitian, memiliki

kisaran umur panjang sekitar 13,69 – 1,82 Jt (Soeria-Atmadja, 1994), yang

sementara kami intepretasikan identik dengan daerah penelitian. Hasil analisa

senyawa oksida utama dari dua sampel lava andesit (untuk sampel JM-36 dan JM-

Alfian Trisna Adi. S


410014130 137
49) dan satu sampel lava basal (untuk sampel JM 34-B) yang diketahui

merupakan tholeitic basalt di daerah Palabuhan Ratu adalah Calck-Alkaline Series

yang diperkirakan magma terbentuk di kedalaman ± 130,343 – 150,000 Km dari

permukaan bumi, diketahui ketiga sampel lava tersebut diendapkan di Formasi

Jampang yang berumur Eosen Akhir-Miosen Awal sekitar N1-N7 (Soeria-

Atmadja, 1994,.

Analisis geokimia adalah metode yang cukup akurat untuk mengetahui

petrogenesa sebuah magma, seperti afanitas magma (Mullen, 1983) kedalaman

asal magma (Ringwood, 1969), tataan tektonik (Wilson, 1989), untuk mengetahui

tipe jenis batuan (Le Bas, 1986), Suhu pembekuaan magma (Tilley, 1964) hingga

penentuan tahap diferensiasi magma (Thornton & Tuttle, 1960). Salah satu analisa

geokimia umum batuan magma menggunakan XRF, sehingga diharapkan

petrogenesa batuan di daerah penelitian dapat menjadi refrensi bagi penelitian

serupa kedepannya.

5.2. Maksud dan Tujuan

Maksud pengambilan masalah khusus ini adalah melakukan analisis

kandungan kimia senyawa oksida utama (major element) dari lava andesit dari

khuluk Padaasih untuk kemudian dibandingkan dengan hasil peneliti terdahulu,

yaitu Soeria-Admaja, dkk (1994).

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dan memahami

komposisi kimia batuan lava Padaasih yang meliputi afinitas magma, tahap

differensiasi serta kaitannya dengan tektonik pembentuk magma tersebut dengan

metode XRF kemudian dimasukkan kedalam klasifikasi tertentu.

Alfian Trisna Adi. S


410014130 138
5.3. Batasan Masalah

Batasan masalah dalam kajian khusus yang dilakukan peneliti adalah

untuk mengetahui genesa dari lava andesit khuluk Surade dilihat dari deskripsi

sayatan tipis batuan dan analisis komposisi kimia senyawa oksida utama (major

element) dengan menggunakan metode XRF (X-Ray Fluorescence) guna

mengetahui afinitas magma, nama batuan, serta kaitannya dengan lingkungan

tektonik pembentukan magma dengan cara memasukkan hasil analisis data ke

dalam berbagai macam klasifikasi terkait.

5.4. Metode Penelitian

Metode analisis geokimia merupakan metode analisis paling akurat

dikarenakan menggunakan metode XRF yang didasarkan atas kuantitas

kandungan geokimia setiap unsur batuan. Analisa sampel batuan di lakukan

menggunakan perangkat PANalytical Axios mAX - Petro oleh PT. Intertek Utama

Services Jakarta dan analisis petrografi dilakukan peneliti di laboratorium

Hardrock teknik geologi kampus Institut Teknologi Nasional Yogyakarta

(ITNY).

Adapun Metode analisis kandungan geokimia secara umum menggunakan

beberapa metode antara lain yaitu metode XRF (X-ray Fluorescence)

Spektrometry, AAS (Atomic Absorption spectometry), kromatografi, kolorimetri,

spektroskopsi dan UV-Vis. Dari beberapa metode tersebut, peneliti memilih

menggunakan metode XRF (X-ray Fluorescence) dikarenakan metode ini

menghasilkan data dalam angka (kuintitas) yang lebih akurat, efektif, ekonomis &

efisien.

Alfian Trisna Adi. S


410014130 139
XRF (X-ray fluorescence spectrometry) merupakan teknik analisa non-

destruktif yang digunakan untuk identifikasi serta penentuan konsentrasi elemen

yang ada pada padatan, bubuk ataupun sample cair. XRF mampu mengukur

elemen dari berilium (Be) hingga Uranium pada level trace element, bahkan

dibawah level ppm. Secara umum, XRF spektrometer mengukur panjang

gelombang komponen material secara individu dari emisi flourosensi yang

dihasilkan sampel saat diradiasi dengan sinar-X. Hasil analisis geokimia

kemudian diolah ke excel kemudian dimasukan kedalam software GCDkit untuk

ploting hasil analisis kediagram klasifikasi yang dibutuhkan. Selain itu peneliti

juga menggunakan mikroskop polarisator Olympus CX 31P untuk membantu

pengamatan komposisi mineralogi batuan, struktur, tekstur & jenis batuan secara

mikroskopis

Sampel yang diuji kandungan senyawa oksida utamanya adalah sampel

permukaan, dalam hal ini adalah sampel LP 071. Adapun Metode pengambilan

sampel dilakukan dengan syarat sampel harus segar tidak lapuk, teroksidasi

maupun teralterasi, diusahakan mewakili litologi yang akan dianalisis. Jumlah

sampel secukupnya dengan ukuran kurang lebih setangan (handspacement) atau

0,5 kg.

5.5. Tinjaun Pustaka

5.5.1 Sabuk Magmatisme Akhir Eosen – Awal Miosen

Batuan gunung api produk dari sabuk magmatisme yang memanjang

timur-barat ditemui melempar sangat luas di seluruh selatan Pulau Jawa, dimulai

dari area Pacitan di Jawa Timur hingga Palabuhan Ratu - Peg. Bayah di Barat.

Alfian Trisna Adi. S


410014130 140
Hasil analisa geokimia terhadap sampel-sampel terpilih yang mewaili setiap

wilayah yang termasuk dari Formasi OAF adalah bervariasi, tetapi semuanya

merupakan hasil dari mekanisme tektonik konvergen dengan afinitas mulai dari

tholeitte – calk alklaine – high calk alkaline (Soeria-admaja, 1994).

Terdapat tiga sampel analisa geokimia yang di ambil dari daerah

Palabuhan ratu, ketiga sampel lava tersebut yaitu JM 34-B, JM 36 dan JM 49

diendapkan di Formasi Jampang yang berumur Eosen Akhir-Miosen Awal sekitar

N1-N7 (Soeria-Atmadja, 1994). Ketiga sampel menunjukan nilai prosentase

senyawa oksida yang hampir serupa. Adapun prosentase nilai senyawa oksida

masing- masing sampel ditunjukan oleh tabel 5.1.

Tabel 5.1. Senyawa Oksida utama sampel lava andesit Palabuhan Ratu.
No JM 36 (% Berat) JM 49 (% Berat) JM 34B (%Berat)
1 SiO 2 57.50 SiO2 60.35 SiO 2 53.00
2 TiO 2 0.76 TiO2 0.50 TiO 2 0.62
3 Al2 O3 17.10 Al2 O3 16.40 Al2 O3 16.85
4 Fe2 O3 8.10 Fe2 O3 5.95 Fe2 O3 8.30
5 FeO - FeO - FeO -
6 MnO 0.18 MnO 0.12 MnO 0.18
7 MgO 3.66 MgO 2.85 MgO 5.42
8 CaO 7.45 CaO 5.80 CaO 9.65
9 Na2 O 2.64 Na2 O 3.15 Na2 O 2.71
10 K2O 1.55 K2O 1.67 K2O 0.41
11 P2 O 5 0.12 P2 O 5 0.11 P2 O 5 0.16
12 H2 O 1.12 H2 O 2.37 H2 O 2.33
Total 100.18 99.27 99.63

5.6. Dasar Teori

Kebanyakan kemunculan magma dihasilkan di batas lempeng, kecuali pada sesar

transform yang bilamanapun ada dihasilkan magma dalam jumlah sedikit.

Alfian Trisna Adi. S


410014130 141
Lingkungan di mana magma dihasilkan dapat dikelompokkan ke dalam

lingkungan tepi lempeng (plate margin) dan bagian tengah lempeng (intraplate)

yang di dalamnya dapat dibagi lagi menjadi tujuh tataan tektonik lempeng (Tabel

5.2).

Tabel 5.2. Klasifikasi magma yang berhubungan dengan lingkungan tektonik


lempeng (Condie, 1982, dalam Hartono 2010).
Tepi lempeng Bagian tengah lempeng

Tataan Samudra Benua


lempeng
Konvergen Divergen
Cekungan Cekungan Sistem Daerah Jalur
laut samudra regangan kraton tumbukan

S eri Tholeit Tholeit Bimodal Alkali Bimodal


magma Kapur- Tholeit(K-
Alkali rendah) Kapur- alkali theoleit Bimodal kapur-
Alkali alkali alkali
Rejim Kompresif Ekstensif Ekstensif Kompresif Ekstensif Kompresif Kompresif
Tegasan minor minor

Menurut Willson (1989), basal dapat terbentuk pada posisi tektonik

konvergen, divergen, di tengah lempeng samudra ataupun di tengah lempeng

benua dengan kenampakan vulkanik dan karakteristik seri magma yang berbeda-

beda. Wilson (1989) menjelaskan bahwa lingkungan tataan tektonik pembentukan

magma meliputi tepi lempeng konstruktif, tepi lempeng destruktif, tataan bagian

tengah lempeng samudera dan tataan bagian tengah benua (Tabel 5.3). Selain itu

McBirney (1984) memberikan perkiraan angka kecepatan pembentukan magma

(km3 /tahun) di dalam lingkungan – lingkungan tektonik yang berbeda tersebut

(Tabel 5.4). Tampak bahwa kecepatan pembentukan magma pada batuan plutonik

jauh lebih cepat (29,5 km3 /tahun) dibandingkan pada batuan gunung api (4,1

km3 /tahun) untuk masing – masing lokasi tataan tektoniknya.

Alfian Trisna Adi. S


410014130 142
Tabel 5.3. Ciri – ciri seri magma yang berasosiasi dengan tataan tektonik khusus
(Wilson,1989).

Distribusi magma tampak berhubungan dengan tegasan tektonik di dalam

kerak maupun di dalam mantel bagian atas (Gambar 5.1). Lingkungan tegasan

ekstensif seperti punggungan samudera, cekungan tepi – lautan dan regangan

benua dicirikan oleh seri magma tholeit dan seri magma alkali. Jalur subduksi/

penekukan diasosiasikan dengan dominasi tegasan kompresif yang menghasilkan

seri magma kapur alkali. Daerah dengan tegasan minor (kompresif atau ekstensif)

seperti cekungan samudera dan daerah kraton/inti benua dicirikan oleh seri

magma tholeit atau seri magma alkali.

Tabel 5.4. Kecepatan global magmatisme pada masa Kenozoikum (McBirney,


1984, dalam Hartono 2010).

Kecepatan (km³/tahun)
Lokasi
Batuan gunung api Batuan plutonik
Tepi lempeng kostruktif 3 18
Tepi lempeng destruktif 0,4 – 0,6 2,5 – 8,0
Bagian tengah lempeng
0,03 – 0,1 0,1 – 1,5
benua
Bagian tengah lempeng
0,3 – 0,4 1,5 – 2,0
samudera
Total global 3,7 – 4,1 22,1 – 29,5

Alfian Trisna Adi. S


410014130 143
Sebagian besar pembentukan magma berlangsung pada batas lempeng

litosfer yang sering dijumpai di punggungan tengah samudera, busur kepulauan

dan bagian tepi benua aktif yang merupakan batas-batas persentuhan lempeng.

Namun demikian pembentukan magma juga berlangsung secara terpisah-pisah

menempati bagian tengah lempeng yaitu pusat-pusat magmatisme yang bersumber

dari hot spot. Lokasi hot spot terletak dekat punggungan samudera, bagian tengah

lempeng samudera dan berada pada lempeng – lempeng benua. Diperkirakan

magma yang membentuk kerak samudera di punggungan tengah samudera berasal

dari peleburan bagian paling atas astenosfir, sedangkan yang membangun pulau

samudera (Hawaii) berasal dari peleburan bahan di bagian dalam mantel Bumi.

Gambar 5.1. Penampang yang memperlihatkan hubungan pembentukan magma


dengan tektonik lempeng (Ringwood, 1969, dalam Hartono 2010).

5.6.1. Definisi Magma

Secara sederhana magma didefinisikan sebagai bahan cair di dalam bumi,

berasal dari bagian atas selubung bumi atau bagian bawah kerak bumi bersuhu

Alfian Trisna Adi. S


410014130 144
tinggi (900-1300)° C serta mempunyai kekentalan tinggi, bersifat mudah bergerak

dan cenderung menuju ke permukaan bumi (Alzwar, dkk 1988). Magma dicirikan

oleh komposisi didominasi silika (SiO 2 ), bersuhu tinggi dan mempunyai

kemampuan untuk mengalir.

Sifat mudah mengalirnya magma berkaitan dengan viskositas/kekentalan

magma artinya magma yang mempunyai viskositas tinggi tidak mudah mengalir

dan relatif cepat membeku, sedangkan magma yang mempunyai viskositas rendah

akan mudah mengalir dan relatif lambat membeku. Viskositas lava tergantung

pada komposisi (terutama SiO 2 dan kandungan gas yang terlarut di dalamnya) dan

tergantung pada temperatur. Magma berkomposisi basal (kurang dari 50 % SiO 2 )

adalah cepat mengalir / mudah mengalir, sedangkan magma yang mempunyai

komposisi riolit (mengandung 70 % atau lebih SiO 2 ) adalah sangat pekat

(viskositas tinggi) sehingga mengalir sangat lambat dan pergerakannya sukar

dideteksi. Sifat kekentalannya yang tinggi tersebut membuat gelembung gas sulit

untuk keluar. Hal yang terakhir ini berkaitan dengan letusan kuat yang

menghasilkan abu gunung api.

Sifat fisik magma berhubungan dengan magma sebagai bahan cair kental

pijar, mengandung gas dan bersuhu tinggi. Oleh karena itu, magma mudah

bergerak dan arah pergerakannya mempunyai kecenderungan menuju ke

permukaan Bumi membentuk gunung api. Bilamana magma membeku jauh di

dalam Bumi (deep seated intrusions) membentuk batuan beku dalam atau batuan

plutonik, sedangkan magma membeku dekat permukaan (sub volcanic intrusions;

shallow magma intrusions dan hypabyssal intrusions) atau di dalam tubuh gunung

Alfian Trisna Adi. S


410014130 145
api sampai membeku di permukaan Bumi membentuk batuan beku intrusi dangkal

dan batuan gunung api.

Magma mempunyai sifat mudah bergerak dan apabila bergerak menuju ke

permukaan bumi maka terbentuk gunungapi. Proses pergerakan menuju ke

permukaan bumi berpengaruh dengan menurunnya suhu magma, karena suhu di

permukaan bumi relatif lebih dingin daripada di bawah permukaan. Sehingga

berkaitan dengan pembentukan tekstur, ukuran, dan jenis mineral. Batuan yang

terbentuk jauh dibawah permukaan bumi mempunyai tekstur holokristalin dengan

ukuran mineral relatif besar/fanerik karena magma mendingin dengan sangat

lambat sehingga mineral mempunyai waktu untuk membentuk senyawa

pembentukan kristal yang sempurna. Apabila batuan terbentuk di dekat

permukaan bumi akan mempunya tekstur hipokristalin karena suhu dekat

permukaan relatif lebih dingin jika dibandingkan dengan suhu yang jauh di dalam

permukaan sehinggia mineral yang belum terbentuk ketika jauh dibawah

permukaan akan relatif cepat membeku ketika dekat dengan permukaan. Proses

pembentukan mineral yang relatif cepat akan menghasilkan gelas/amorf.

Selanjutnya jika magma langsung keluar ke permukaan bumi maka magma

tersebut akan mengalami perbedaan suhu yang ekstrim dengan suhu yang ada

dibawah permukaan dan belum sempat membentuk kristal. Sehingga dihasilkan

tekstur holohialin yang berkomposisi gelas.

Sifat magma yang mempunyai suhu tinggi sehingga mencapai 1400 o C

(Macdonald, 1972) berhubungan dengan komposisi magma. Magma berkomposisi

basal mempunyai suhu paling tinggi (1000o C – 1400o C) dibandingkan magma

berkomposisi lebih asam (contohnya magma riolit = 850o C).


Alfian Trisna Adi. S
410014130 146
5.6.2. Komposisi Magma

Secara umum batuan beku disusun oleh enam kelompok mineral seperti

olivin, piroksin, ampibol, mika, feldspar, dan kuarsa. Unsur-unsur yang

terkandung di dalam mineral – mineral penyusun batuan beku adalah Si (silikon),

Al (aluminium), Ca (kalsium), Na (sodium), K (potasium), Fe (besi), Mg

(magnesium), H (hidrogen) dan O (oksigen), unsur-unsur ini selalu diekspresikan

dalam ion oksida sebagai SiO 2 , Al2 O 3 , dan seterusnya. Unsur Si (SiO 2 ) merupakan

unsur terbanyak dan terpenting untuk mengendalikan sifat magma sehingga unsur

ini sering dipakai para ahli sebagai komponen pembanding untuk klasifikasi

batuan magma.

Mineral plagioklas dalam seri bowen, semakin bersifat basa maka akan

bertambah kandungan kalsiumnya (Ca) namun ketika semakin bersifat asam akan

bertambanh kandungan natriumnya (Na). Mineral plagioklas sendiri dari basa ke

asam terdiri dari anortit, bitownit, labroderit, andesin, oligoklas, albit. Secara

kimia, mineral gelap mempunyai kandungan magnesium (Mg) dan besi (Fe) yang

tinggi. Sedangkan mineral terang memiliki kandungan natrium (Na), alumunium

(Al) dan silika yang tinggi.

Komposisi mineral dalam batuan secara garis besar terdiri dari mafic

mineral yang terbentuk dari magma yang bersifat basa dan felsic mineral yang

terbetuk dari magma yang bersifat asam. Mafic mineral/mineral gelap terdiri dari

olivin, piroksen, amfibol (hornblende), biotit dan Ca-plagioklas. Sedangkan felsic

mineral/mineral terang terdiri dari Na-plagioklas, muskovit, k-feldspar, dan

kuarsa. Batuan magma disaring terlebih dulu melalui dapur magma sebelum

perpindahannya ke permukaan atau dekat permukaan Bumi. Proses-proses di


Alfian Trisna Adi. S
410014130 147
dalam dapur magma sering merubah komposisi magma primer produk peleburan

sebagian sumber melalui fraksinasi kristal, percampuran magma, kontaminasi atau

percampuran dinamis dari beberapa proses-proses tersebut. Selanjutnya

kemungkinan batuan beku secara kimiawi berubah karena pelepasan gas atau

karena interaksinya dengan cairan yang dapat mempengaruhi kimia isotop stabil.

5.6.3 Geokimia Magma

Secara umum batuan beku disusun oleh enam kelompok mineral seperti

olivin, piroksin, ampibol, mika, feldspar, dan kuarsa. Unsur – unsur yang

terkandung di dalam mineral – mineral penyusun batuan beku adalah Si (silikon),

Al (aluminium), Ca (kalsium), Na (sodium), K (potasium), Fe (besi), Mg

(magnesium), H (hidrogen) dan O (oksigen), unsur – unsur ini selalu

diekspresikan dalam ion oksida sebagai SiO2, Al2O3, dan seterusnya. Unsur Si

(SiO2) merupakan unsur terbanyak dan terpenting untuk mengendalikan sifat

magma sehingga unsur ini sering dipakai para ahli sebagai komponen pembanding

untuk klasifikasi batuan magma.

Flint (1977) menjelaskan bahwa komposisi magma hasil analisis kimia

menunjukkan kisaran 45 % berat sampai 75 % berat SiO 2 . Hanya sedikit lava

yang komposisi SiO 2 mencapai terendah 30 % berat dan setinggi 80 % berat,

tetapi variasi ini terbentuk bila magma terasimilasi oleh fragmen batuan sedimen

dan batuan malihan atau ketika diferensiasi magma, sehingga menyebabkan

komposisi magma berubah. Berdasarkan analisa kimia tersebut terdapat tiga jenis

magma (Gambar 5.2), yaitu:

Alfian Trisna Adi. S


410014130 148
1. Magma mengandung sekitar 50 % SiO 2 membentuk batuan beku basal,

diabas dan gabro

2. Magma mengandung sekitar 60 % SiO 2 membentuk batuan beku andesit

dan diorit;

3. Magma mengandung sekitar 70 % SiO 2 membentuk batuan beku riolit

dan granit.

Selain komposisi senyawa SiO 2 , pada gambar juga memperlihatkan bahwa

batuan beku basal/gabro didominasi oleh mineral yang berkomposisi Al2 O3 , FeO,

MgO, CaO, sedangkan batuan riolit/granit didominasi oleh mineral yang

mempunyai komposisi Al2 O 3 , Na2 O 3 dan K 2 O.

Gambar 5.2. Komposisi (persen berat) jenis batuan beku dan dibedakan menjadi
tiga kelompok utama (Flint, 1977, dalam Hartono 2010).

5.6.4 Geokimia Batuan Beku

Komposisi kimiawi magma dari contoh-contoh batuan beku terdiri dari :

 Senyawa-senyawa yang bersifat non volatile dan merupakan senyawa

Alfian Trisna Adi. S


410014130 149
oksida dalam magma. Jumlahnya sekitar 99% dari seluruh isi magma ,

sehingga merupakan mayor element, terdiri dari SiO2, Al2O3, Fe2O3,

FeO, MnO, CaO, Na2O, K2O, TiO2, P2O5.

 Senyawa volatil yang banyak pengaruhnya terhadap magma, terdiri dari

fraksi-fraksi gas CH4, CO2, HCl, H2S, SO2, dsb.

 Unsur-unsur lain yang disebut unsur jejak (trace element) dan merupakan

minor element seperti Rb, Ba, Sr, Ni, Li, Cr, S dan Pb.

Batuan beku disusun oleh senyawa-senyawa kimia yang membentuk

mineral penyusun batuan beku. Salah satu klasifikasi batuan beku dari kimia

adalah dari senyawa oksidanya, seperti SiO2, TiO2, AlO2, Fe2O3, FeO, MnO,

MgO, CaO, Na2O, K2O, H2O, P2O5. Analisa kimia batuan dapat dipergunakan

untuk penentuan jenis magma asal, pendugaan temperatur pembentukan magma,

kedalaman magma asal, dan banyak lagi kegunaan lainya. Dalam analisis kimia

batuan beku, kita samakan bahwa batuan tersebut mempunyai komposisi kimia

yang sama dengan magma sebagai pembentukannya. Batuan beku yang telah

mengalami ubahan atau pelapukan akan mempunyai komposisi kimia yang

berbeda.

5.7 Klasifikasi

Dalam menganalisis hasil dari komposisi kimia batuan terutama mayor

elemen maka digunakan berbagai macam klasifikasi diantaranya diagram total

alkali silika (TAS) menurut Le Bas (1986). Diagram ini berdasarkan kandungan

total alkali (jumlah dari Na2O + K2O) dan kandungan SiO2 sebagai persen berat

dari hasil analisis total batuan (Gambar 5.3). Diagram ini nantinya akan

Alfian Trisna Adi. S


410014130 150
mengetahui nama batuan beku menurut analsis kimia. Penamaan dari analisis

unsur kimia mempunyai tingkat kebenaran yang tinggi dibanding dengan

pemerian secara megaskopis maupun petrografi.

Gambar 5.3. Klasifikasi batuan volkanik berdasarkan TAS (Le Bas et al, 1986).

Peccerillo dan Taylor (1976) membagi magma berdasarkan kandungan

SiO 2 (Tabel 5.5) dan kombinasi antara SiO 2 dengan K 2 O (Gambar 5.4).

Komposisi kombinasi menunjukkan adanya afinitas magma K rendah (low K

series) atau sering disebut tholeiite, K menengah rendah (calc-alkaline series), K

menengah tinggi (high K calc alkaline series) dan K tinggi (shoshonite series).

Pada Gambar 5.4 dapat dijelaskan bahwa terdapat beragam komposisi batuan

Alfian Trisna Adi. S


410014130 151
beku seperti : andesit tholeit, andesit kapur alkali, dan andesit shosonit, begitupun

juga untuk kombinasi batuan beku yang lain.

Tabel 5.5. Jenis magma dan komposisi magma (Peccerillo dan Taylor (1976),
dalam Hartono 2010).

Jenis Magma SiO2 (%) Komposisi Magma

> 69 Riolit
Asam >63
63 – 69 Dasit

57 – 63 Andesit
Menengah 53-63
53 – 57 Andesit basal

Basa < 53 < 53 Basal dan Pikrit

Gambar 5.4. Komposisi dan afinitas magma menurut Peccerillo & Taylor (1976).

Alfian Trisna Adi. S


410014130 152
Untuk penentuan tahap diferensiasi magma, Thornton dan Tuttle, 1960

telah melakukan perhitungan untuk menentukan atau melakukan pendugaan tahap

diferensiasi dari suatu magma pada batuan hasil pembekuannya yang dianalisis

secara kimia. Dimana tahap diferensiasi magma dibedakan menjadi tiga, yaitu

“Early Stage, Middle Stage, dan Last Stage” (Gambar 5.5). Perhitungan ini

dilakukan berdasarkan kandungan indeks mineral hitam (Mafic Indeks: MI) dan

kandungan indeks mineral terang (Felsic Indeks: FI). Rumus yang digunakan

adalah: Mafic Index: MI = 100 (FeO + Fe2 O3 ) / FeO + Fe2 O3 + MgO

Felsic Index: FI = 100 (Na2 O + K 2 O) / Na2 O + K 2 O + CaO

Gambar 5.5. Penentuan tahap diferensiasi magma berdasarkan kandungan MI dan FI


(Thornton dan Tuttle, 1960).

Alfian Trisna Adi. S


410014130 153
Pendugaan temperatur pembekuan magma menurut Tilley (1964)

berpendapat bahwa ada hubungan antara indeks mineral hitam (MI) dengan

temperatur pada saat kristal pertama mulai terbentuk pada kondisi setimbang.

Hubungan tersebut dibuat dalam sebuah grafik yang kemudian disebut grafik

Tilley. Dengan mengetahui besarnya nilai indeks mineral hitam (MI), maka

besarnya temperature dapat diperkirakan dari grafik tersebut, (Gambar 5.6).

Sementara untuk perhitungan mafik indeks digunakan rumus:

Mafic Index : MI = 100 (FeO + Fe2 O 3 ) / FeO + Fe2 O 3 + MgO

Gambar 5.6. Pendugaan temperatur magma berdasarkan kandungan mafik indeks


(Tilley, 1964).

Untuk penentuan jenis tectonic setting (tataan tektonik), digunakan

klasifikasi Pearce (1977) berdasarkan parameter prosentase pada diagram MgO,

Al2O3 dan FeOТ (Gambar 5.7). Parameter-parameter senyawa tersebut didasarkan

Alfian Trisna Adi. S


410014130 154
pada asal pembentukan batuan vulkanik yang dibagi lagi menjadi 5 antara lain :

1). Spreading center island 2). Orogenic, 3). Continental, 4). Ocean island, dan

5). Mid oceanic ridge .

Gambar 5.7. Klasifikasi jenis tektonik asal pembentuk magma (Pearce et al.,
1977).

Adapun penentuan kejenuhan alumina dapat diketahui dari suatu sampel

batun beku dengan bedasarkan parameter prosentase kehadiran senyawa K 2 O,

CaO, Na2 O, Al2 O3 (Stephen & Halliday, 1980) (Gambar 5.8). Secara umum

Alfian Trisna Adi. S


410014130 155
kelimpahan kandungan alumina di dalam suatu magma dapat di kelompokan

menjadi tiga macam, yaitu peralumina, perakalin & metalaumina. Maksud dari

penentuan kejenuhan alumina adalah untuk mengetahui besarnya proporsi

alumina oksida terhadap sodium oksida, kalsium oksida, kalium oksida.

Sedangkan tujuannya untuk mengelompokan batuan beku kaitanya dengan

tektonik pembentuk suatu magma, sehingga dapat membantu dalam penentuan

evolusi atau tingkat perubahan magma terdahulu dari suatu batuan beku.

Gambar 5.8. Klasfikasi tingkat kejenuhan alumina batuan beku (Stephen &
Halliday, 1980).

5.7.1 CIPW Normatif

Analisis secara normatif adalah metode untuk memperlihatkan &

menyajikan komposisi kimia dari suatu conto batuan. Tujuan analisis ini untuk

Alfian Trisna Adi. S


410014130 156
menentukan komposisi mineralogi batuan berdasarkan komposisi kimianya.

Dalam perhitungan normatif, macam komposisi oksida batuan, baik ditentukan

dengan analisis kimia konvensional maupuan AAS (Atomic Absorption

Spectrometry) dikombinasikan dalam bentuk suatu susunan dan selanjutnya

membentuk suatu seri mineral- mineral normatif (Carmichael, dkk., 1974).

Perhitungan atau estimasi komposisi mineral pada batuan dari analisis

kimia sudah lama diperkenalkan dalam disiplin geokimia dan mineralogi. Metode

normatif pertama yang digunakan untuk batuan beku dikenal dengan nama CIPW

norms (Cross, dkk., 1902; Hall, 1987; Kelsey, 1965). Prosedur ini terdiri dari

pendistribusian unsur-unsur ke dalam suatu seri mineral hipotetik yang tidak harus

hadir pada batuan, mengikuti suatu sekuen kristalisasi yang dihasilkan dari

pengamatan petrografi dan termodinamika. Mineral yang diperhitungkan dalam

analisis ini adalah mineral-mineral anhydrous, oleh karena itu batuan yang

mengandung gugus hidroksil atau hidraesensial akan memperlihatkan

penyimpangan, di antaranya: amfibol atau mika dalam normatif akan diwakili

oleh mineral hidrous sederhana. Sebagai contoh mineral muskovit

(KAl2 Si3 O8 (OH)2) dalam normatif akan diperhitungkan sebagai mineral-mineral

ortoklas (KAlSi3 O8 ), korundum (Al2 O3 ) dan H2 O. Demikian juga mineral biotit

dalam normatif akan diwakili oleh mineral leusit dan olivin. Dalam batuan yang

lebih asam, leusit dan olivin akan diganti oleh ortoklas dan hipersten (Hall, 1987).

5.8 Magmatisme Busur Kepulauan

Gunung api yang muncul dibatas lempeng konvergen atau di daerah

subduksi menghasilkan batuan volkanik orogenik. Salah satu cirinya adalah

Alfian Trisna Adi. S


410014130 157
hampir selalu jenuh silika, kecuali pada beberapa gunungapi yang muncul pada

posisi belakang busur. Klasifikasi lava orogenik berdasarkan kandungan SiO 2 dan

K2O dapat mengidentifikasi seri lava orogenik (Paccerillo & Taylor, 1976:

maury, 1984): seri tholeitik busur kepulauan, seri kalk-alkali potasik dan seri

shosonit.

Batuan volkanik orogenik pada umumnya sangat porfiritik dengan volume

fenokris 20-50 %. Plagioklas umumnya menunjukkan zonasi optik maupun

kimiawi dan mengkristal sejak awal bersama olivin pada batuan basaltik dan

bersama-sama dengan piroksen pada batuan andesit basaltik (Maury, 1984).

Secara geokimia, lava orogenik pada umumnya kaya akan Al2 O3 (>16%)

dan miskin titan (TiO 2 < 1,2%) (Pearce, 1982 ; Maury, 1984). Generasi magma

pada busur kepulauan terjadi pada mantle wedge atau baji mantel di bawah zona

subduksi atau Benioff Zone pada lapisan listosfer bagian bawah atau mantel

bagian atas (Wilson, 1989). Proses tersebut akan memberikan magma dengan

komposisi kimia berupa unsur & senyawa yang spesifik di dalam kandungan

unsur utama.

Dengan menggunakan data geokimia, dapat ditentukan kedalaman magma

asal batuan terbentuk pada kedalaman zona benioff dengan menggunakan rumus

oleh Ringwood (1976). Zona benioff merupakan area planar yang secara seismik

berkaitan dengan gerakan menunjam pada zona subduksi. Kedalaman magma asal

dapat diperoleh dengan menggunakan data persentase SiO 2 dan K 2 O yang

dimasukan kedalam rumus: h = [320-(3,65 x %SiO 2 )] + (25,52 x %K 2 O) (Tabel

5.6).

Alfian Trisna Adi. S


410014130 158
Klasifikasi Penentuan Kedalaman Subduksi (Hutchison, 1977) (Tabel),

merupakan klasifikasi yang digunakan untuk menentukan posisi aktivitas magma

pada jalur benioff, Zona benioff merupakan area planar yang secara seismik

berkaitan dengan gerakan menunjam pada zona subduksi dan tempat

pembentukan magma. Kedalaman magma asal dapat diperoleh dengan

menggunakan data persentase SiO 2 dan K 2 O yang dimasukan kedalam rumus: h =

[320-(3,65 x %SiO 2 )] + (25,52 x %K 2 O). perhitungan untuk menentukan posisi

aktivitas magma pada jalur benioff tidak bisa menggunakan satu rumus saja

melainkan harus dikorelasikan juga oleh beberapa rumus lainnya, hal ini

dilakukan untuk menghindari kesalahan.

Tabel 5.6. Rumus perhitungan zona benioff (Hutchison, 1977).

Alfian Trisna Adi. S


410014130 159
5.9. Hasil Analisis

5.9.1. Data Lapangan

Secara megaskopis litologi lava andesit (Gambar 5.9). memiliki ciri fisik

litologi meliputi warna segar abu-abu kehitaman, warna lapuk coklat sedikit

kemerahan, struktur masif, ciri khas berupa kekar tiang/kolom (Columnar joint),

tekstur porfiro afanitik, komposisi antara lain plagioklas, kuarsa, gelas.

Berdasarkan kesebandingan dengan stratigrafi kesebandingan umur secara

regional menurut Sukamto (1975), yaitu Formasi Jampang berumur Miosen Awal.

Gambar 5.9 Kenampakan Aliran Lava Andesit dengan struktur columnar joint
dengan arah foto N 20 ᵒ E (foto diambil di LP 71 koordinat S 07ᵒ 17’
30,1” & E 106ᵒ 58’ 49,9”).

Alfian Trisna Adi. S


410014130 160
Secara mikroskopis dalam nikol sejajar sampel berwarna putih keabu-

abuan, pada pengamatan nikol silang sampel berwana hitam abu-abu gelap dan

putih. bertektur porfiro-afanitik dan tektur khas trakhitik dimana mineral fenokris

dan masa dasar pada sayatan menunjukkan pola kesejajaran, komposisi

hipokristalin, memiliki bentuk kristal euhedral - subhedral, inequigranular

tertanam pada massa dasar kristal yang lebih halus. Komposisi fenokris

((Plagioklas(Andesin 43) (33,64%), sanidin (14,54%), piroksen (7,27%), kuarsa

(2,7%), magnetit (2,7%), hornblenda (3,63%)), masa dasar gelas (5,45%) dan

mikrokristal plagioklas (30%), masa dasar gelas (6,36%) dan mikrokristal

plagioklas (18,18%) (Lampiran 4, hal. 196). Secara petrografi disebut Andesit

piroksen (Streckeisen, 1976).

Lokasi penelitian terletak di sisi tengah dari kapling daerah pemetaan

(Gambar 5.10), di Desa Padaasih, Kecamatan Cijati, Kabupaten Cianjur

berbatasan dengan Kabupaten Sukabumi, Provinsi Jawa Barat yang dibatasi oleh

aliran sungai besar Ci Buni (Gambar). Litologi lava andesit hasil dari erupsi

khuluk Padaasih Purba ini menempati strata paling bawah atau yang tertua di

lokasi penelitian. Setelah dilakukan pemetaan rinci, Khuluk Padaasih diperkirakan

mencakup ± 15 % dari luas total daerah penelitian, kemungkinan sebagian tubuh

gunung api tersebut telah ditutupi oleh produk vulkanisme yang lebih muda.

Peneliti mengambil contoh batuan sebanyak satu sampel pada satuan

aliran lava Padaasih di Lp. 071. Sampel batuan selanjutnya dianalisis dengan

instrumen terkait di laboatorium PT. Intertek Utama Service Jakarta, untuk

menentukan kadar (%) beberapa senyawa utama Al2 O3 (Alumunium Oksida),


Alfian Trisna Adi. S
410014130 161
CaO (Kapur Tohor), Fe2 O3 (Ferri Oksida), K 2 O (Kalium Oksida), MgO

(Magnesium Oksida), MnO (Mangan Oksida), Na2 O (Natrium Oksida), P2 O5

(Difosforus Pentaoksida), SiO 2 (Silika), S (Sulfur), TiO 2 (Titanium Dioksida)

dengan menggunakan metode analisis XRF (X-ray fluorescence spectrometry).

Gambar 5.10 Lokasi pengambilan sampel LP 71 lava Padaasih.

5.9.2. Data Laboratorium

Hasil analisis uji kandungan senyawa kimia oksida lava andesit khuluk

Padaasih di laboratorium (Lampiran Terikat Hasil Analisa Geokimia) menunjukan

terdiri dari tiga belas senyawa oksida utama & satu unsur jejak. Hasil analisis

geokimia tersebut sebelum di normalisir, seperti yang dijelaskan pada tabel

berikut ini (Tabel 5.7):

Dari hasil analisis geokimia didapatkan hasil unsur oksida utama seperti

pada tabel berikut yang sudah dilakukan normalisir (Tabel 5.8) kemudian data

sekunder palabuhan ratu sebagai pembanding yang telah dilakukan normalisir

dengan CIPW normatif (Tabel 5.9). Berdasarkan data geokimia tersebut dapat
Alfian Trisna Adi. S
410014130 162
digunakan untuk mengetahui antara lain afinitas magma, tahap diferensiasi, suhu

pembekuan dan nama batuan secara geokimia ke dalam klasifikasi dengan tiap

sampel memiliki simbol tertentu (Tabel 5.10).

Tabel 5.7. Hasil analisis geokimia senyawa oksida lava andesit khuluk Padaasih
sebelum normalisir (hasil uji lab. PT. Intertek Service Jakarta).
No Unsur Oksida Utama ( % Berat )
1 SiO 2 54.99
2 TiO2 0.80
3 Al2 O3 17.90
4 Fe2 O3 9.41
5 MnO 0.12
6 MgO 3.98
7 CaO 8.23
8 Na2 O 2.93
9 Cr2 O3 0.01
10 K2O 0.58
11 P2 O 5 0.142
12 S 0.02
13 LoI 0.19
Total 99.3

Tabel 5.8. Hasil analisis geokimia senyawa oksida lava andesit khuluk Padaasih
setelah dilakukan normalisir.
Cat prop.
Cat Normalized
Wt.% Cor.% Cat/ox prop to 1 First calcs Second calcs
SiO2 54,99 55,58 1 0,9250 0,5200 C 0,9696 Q1 1,3366
TiO2 0,80 0,81 1 0,0101 0,0057 Q2 0,4445
Al2O3 17,90 18,09 2 0,3549 0,1995 Q3 0,4008
Fe2O3 0,94 0,95 2 0,0119 0,0067 FM 0,1307 Q4 0,0850
FeO 8,47 8,56 1 0,1192 0,0670
MnO 0,12 0,12 1 0,0017 0,0010 QT 1,2157
MgO 3,98 4,02 1 0,0998 0,0561 X 8,5787
CaO 8,23 8,32 1 0,1483 0,0834
Na2O 2,93 2,96 2 0,0956 0,0537 NK 0,0607
K2O 0,58 0,59 2 0,0124 0,0070
P2O5 0,14 0,14 2
Log
Total 99,08 100,00 1,7765 1,0000 v 3,7
Alfian Trisna Adi. S
410014130 163
Tabel 5.9 Data geokimia sekunder kandungan unsur oksida utama dalam persen
(%) yang diambil dari lokasi Palabuhan Ratu (Soeria atmaja, 1994).
No JM 36 (% Berat) JM 49 (% Berat) JM 34B (%Berat)
1 SiO 2 58,12 SiO2 62,35 SiO 2 54,56
2 TiO 2 0.77 TiO2 0.52 TiO 2 0,62
3 Al2 O3 17.28 Al2 O3 16.94 Al2 O3 17,35
4 Fe2 O3 0,82 Fe2 O3 0,62 Fe2 O3 0,85
5 FeO 7,37 FeO 5,53 FeO 7,69
6 MnO 0.18 MnO 0.12 MnO 0.19
7 MgO 3.7 MgO 2.94 MgO 5.58
8 CaO 7.53 CaO 5.99 CaO 9.93
9 Na2 O 2.67 Na2 O 3.25 Na2 O 2.79
10 K2O 1.57 K2O 1.73 K2O 0.42
11 P2 O 5 0.12 P2 O 5 0.11 P2 O 5 0.16
Total 100 100 100

Tabel 5.10 Simbol sampel hasil plotting.

5.9.2.1 Nama Batuan

Adapun peneliti melakukan perhitungan secara langsung terhadap

kandungan prosentase mineral dengan CIPW Normatif, hasilnya menunjukan

sampel LP 71 didominasi mineral mafik dan felsik serta sedikit mineral opak &

mineral asesoris (Tabel 5.11). Hasil perhitungan CIPW normatif menunjukan ada

Prosentase mineral mafik dan mineral felsik yang tidak seimbang, dimana pada

prosentase berat (%) mineral dominasi mineral berat dari deret discontinues

Alfian Trisna Adi. S


410014130 164
seperti Diopsid (4,91 %), Hiperstein (21,09 %) yang kaya akan kandungan unsur

Fe, Mg dan Ca dan mineral deret continues seperti Kalsik plagioklas - Anortit

(34,046 %), Sodik plagioklas - Albit (24,66 %) dan sedikit mineral asessori

seperti magnetit (1,36 %), ilmenit (1,52 %), apatit (0,32 %), pirit (0,04%), dan

Thenardite (0,0355%). Hadir pula kuarsa dan ortoklas sebagai mineral dengan

komposisi utama unsur Al & K atau disebut pula mineral ringan. Mineral olivin

diketahui sama sekali tidak hadir dalam didalam sampel lava andeit LP 71.

Sehingga Analisis mineralogi berdasarkan data kimia utama, menggunakan

CIPW-normatif menunjukan batuan tersebut bernama Andesite.

Tabel 5.11. Hasil perhitungan prosentase kehadiran mineral berdasarkan metode


CIPW Normatif.

Normative Lava Padaasih

Nama Mineral Weight % Volume %


Kuarsa 7,70 8,54
Ortoklas 3,43 3,94
Albit 24,66 27,674
Anortit 34,046 36,266
Diopsid 4,91 4,25
Hiperstein 21,09 17,26
Olivin - -
Magnetit 1,36 0,77
Ilmenit 1,52 0,94
Apatit 0,32 0,30
Pirit 0,04 0,02
Thenardite 0,0355 0,0389
Total 99,12 100
Fe3+/(Total Fe) in rock 9,1 9,1
Mg/(Mg+Total Fe) in rock 43,2 43,2
Mg/(Mg+Fe2+) in rock 45,6 45,6

Alfian Trisna Adi. S


410014130 165
Mg/(Mg+Fe2+) in silicates 48,9 48,9
Ca/(Ca+Na) in rock 60,8 60,8
Ca/(Ca+Na) in Plagioclase 56,5 56,5
Differentiation Index 69,8 76,4
Calculated density, g/cc 2,91 2,91
Calculated liquid density, g/cc 2,63 2,63
Calculated viscosity, dry, Pas 3,7 3,7
Calculated viscosity, wet, Pas 3,5 3,5
Estimated liquidus temp., °C 1113 1113
Estimated H2O content, wt. % 0,88 0,88

Berdasarkan ploting Na2O + K2O (Alkali Total) dan SiO2 (Silika) pada

diagram Total Alkali Silika (TAS) (Le Bas, 1989) batuan yang dianalisis termasuk

ke jenis batuan Basaltic andesite (Gambar 5.11)(Tabel 5.12).

Gambar 5.11. Hasil plotting menggunakan klasifikasi TAS vulkanik menurut Le


Bas (1986) berdasarkan data primer analisis geokimia.
Alfian Trisna Adi. S
410014130 166
Tabel 5.12. Nama batuan berdasarkan analisis geokimia

No. Sampel SIO2 (%) Na2O + K2O (%) TAS vulkanik

1. LP 71 55,58 3,53 Basaltic andesite


2. JM 34-B 54,56 3,21 Basaltic andesite
3. JM 36 58,12 4,24 Andesite
4. JM 49 62,35 4,98 Andesite

5.9.2.2 Komposisi Magma

Pada analisis komposisi magma Jenis magma dan komposisi magma

(Peccerillo dan Taylor (1976), dalam Hartono 2010), maka dilakukan

perbandingan kandungan SiO2 % antara data primer LP 71 Khuluk Padaasih

(AL/71/LA) dengan data sekunder JM 34B, JM 36 dan JM 49. Dihasilkan LP 71

dan JM 34-B komposisi magmanya andesit basal, sedangkan JM 36 dan JM 49

komposisi magmanya Andesit (tabel 5.13).

Tabel 5.13. Analisis Jenis magma dan komposisi magma menurut (Peccerillo dan
Taylor (1976), dalam Hartono 2010).
No. Sampel SiO2 (%) Komposisi Magma
1. LP 71 55,58 Andesit basal
2. JM 34-B 54,56 Andesit basal
3. JM 36 58,12 Andesit
4. JM 49 62,35 Andesit

5.9.2.3 Afinitas Magma

Penentuan afinitas magma dapat dilakukan dengan menggunakan

klasifikasi Pecerillo dan Taylor, (1976) mengacu pada kandungan persen berat

SiO 2 vs K2 O, LP 71 masuk ke dalam Tholeite Series (Gambar5.12). Lava andesit

Alfian Trisna Adi. S


410014130 167
Palabuhan Ratu sebagai data sekunder (Tabel 5.14) termasuk ke dalam magma

kelompok seri calc-alkaline suite dan Tholeite Series (Gambar 5.12).

Tabel 5.14 Data afinitas magma tiap sampel klasifikasi Pecerillo dan Taylor
(1976).
No. Sampel SIO 2 (%) K2 O (%) Afinitas Magma
1. LP 71 55,58 0,59 Tholeite Series
2. JM 34-B 54,56 0,42 Tholeite Series
3. JM 36 58,12 1,57 calc-alkaline
4. JM 49 62,35 1,73 calc-alkaline

Gambar 5.12. Hasil plotting menggunakan klasifikasi Peccerilo dan Taylor


(1976), berdasarkan data primer analisis geokimia.
Alfian Trisna Adi. S
410014130 168
Berdasarkan plot diagram AFM menurut klasifikasi (Irvine, 1971), analisis

tersebut berdasarkan indikator senyawa FeO Total, Na2O + K2O dan MgO, maka

afinitas batuan pada sampel lava Padaasih dan sampel pembanding masuk ke

dalam kelompok calk-alkaline series, pada sampel lava Padaasih LP 71 dan JM

34-B hampir mendekati tholeiite series (Gambar 5.13).

Gambar 5.13. Ploting diagram AFM berdasarka Irvine baragar (1971).

Alfian Trisna Adi. S


410014130 169
Tingkat kejenuhan alumina pada sampel LP 071 adalah 0,623 % dan 0,196

% (Tabel 5.16) atau masuk kedalam kelompok peralumina, demikian pula dengan

dua sampel pembanding. Keempat sampel memiliki prosentase molaritas (wt%)

senyawa alumina oksida lebih besar dari jumlah total gabungan antara senyawa

Kalsium oksida, Kalium oksida dan Natrium oksida (Gambar 5.14).

Tabel 5.16 tingkat kejenuhan alumina tiap sampel.


(Na2 O + K2 O)/ (CaO + Na2 O+ K2 O)/
No. Sampel
Al2 O3 Al2 O3
1. LP 71 0,196 0,656
2. JM 34-B 0,185 0,758
3. JM 36 0,245 0,680
4. JM 49 0,294 0,657

Gambar 5.14. Hasil plotting tingkat kejenuhan alumina menurut Stephen &
Harlliday (1983).

Alfian Trisna Adi. S


410014130 170
5.9.2.4 Diferensiasi Magma

Berdasarkan hasil pengeplotan pada diagram Thornton & Tuttle 1960,

diketahui sampel lava andesit khuluk Padaasih memiliki mafik indeks = 70,29

dan felsik indeks = 29,9 dan lava andesit Palabuhan ratu memiliki mafik indeks &

felsik indeks disajikan dalam tabel (Tabel. 5.17), berdasarkan nilai mafik indeks

vs felsik indeks keempat sampel telah mengalami proses diferensiasi tingkat

menengah atau middle stage (Gambar 5.15).

Gambar 5.15. Hasil plotting menggunakan klasifikasi Thornton dan Tuttle,


(1960), berdasarkan data primer analisis geokimia.

Alfian Trisna Adi. S


410014130 171
Tabel 5.17. Mafic index dan felsic index (%).
No. Sampel Mafic Index Felsic Index
1. LP 71 70,29 29,9
2. JM 34-B 60,48 24,43
3. JM 36 68,88 36
4. JM 49 67,66 45,4

5.9.2.5 Temperatur Pembekuan

Pendugaan temperatur pembekuan magma dapat mengguanakan

klasifikasi menurut Tilley (1964) dengan mengetahui besarnya nilai indeks mafik.

Diketahui besarnya nilai indeks mineral hitam (MI) sampel lava andesit

khuluk Padaasih adalah 70,29 %. Sementara secara berturut-turut sampel lava

Palabuhan Ratu adalah 70,82, 68,8 % & 70,82 % (Tabel 5.18). Maka, bedasarkan

hasil plotingan klasifikasi Tiley (1964), keempat sampel lava andesit tersebut

terbentuk pada suhu > 1100 - < 1200 C (Gambar 5.12), Hasil plotting pada LP 71

adalah 1138 (Gambar 5.16), hasil tersebut sedikit berbeda dengan perhitungan

temperature calculator dengan menggunakan software “CIPW Norm.

Calculator” dengan temperatur 1113°C (tabel 5.18).

Tabel 5.18. Temperature hasil CIPW Normal dan Tilley (1964) dalam Cᵒ.

Temperature (CIPW Temperature (Klasifikasi


No. Sampel
Normal) Tilley, 1964)
1. LP 71 1113 1138
2. JM 34-B 1132 1178
3. JM 36 1066 1143
4. JM 49 998 1149

Alfian Trisna Adi. S


410014130 172
Gambar 5.16. Hasil plotting menggunakan klasifikasi Tilley, (1964) berdasarkan
data primer analisis geokimia.

5.9.2.6 Tataan Tektonik Asal Magma

Berdasarkan hasil prosentase senyawa FeO Total, MgO & Al2O3

berdasarkan klasifikasi oleh Pearce (1977), maka di intepretasikan bahwa tatanan

tektonik pembentuk magma dari khuluk Padaasih sampel LP 71 berasal dari

tataan tektonik orogenic dan tiga sampel pembanding yaitu JM 34-B, JM 36 dan

JM 49 setelah dilakukan plotting maka proses tektonik pembentukan magmanya

berasal dari tataan orogenic, sehingga baik sampel utama maupun pembanding

berasal dari proses tektonik yang sama (Gambar 5.17).


Alfian Trisna Adi. S
410014130 173
Gambar 5.17. Hasil plotting tektonik pembentuk magma menurut Pearce (1977).

5.9.2.7 Penentuan Kedalaman Magma Asal

Proses tunjaman akan menghasilkan panas jalur penekukan, sehingga

aliran panas yang tinggi dapat menimbulkan aktifitas magma pada jalur Benioff.

Diferensiasi atau asimilasi magma dengan kerak bumi yang dilaluinya saat

bergerak ke atas sebagai pluton atau vulkanisme akan mengakibatkan perubahan

komposisi magma. Atas dasar pemikiran tersebut Hutchinson (1977) menyusun

rumus untuk mengetahui kedalaman magma berdasarkan kandungan SiO2 dan

K2O. Untuk menentukan kedalam magma asal gunung pangradinan, digunakan

rumus sebagai berikut :

Alfian Trisna Adi. S


410014130 174
h = [320-(3.65 x %SiO2)] +(25.52 x %K2O) (h : kedalaman vertikal magma)

Didapati magma terbentuk pada kisaran antara ± 132,182 - 150,000 Km

(Tabel, 5.19). Hasil ini menunjukan adanya perbedaan pembentukan kedalaman

antara ketiga sampel pembanding, diperkirakan magma pembentuk batuan pada

LP 071 lebih dangkal dari ketiga sampel pembanding yang dihasilkan dari magma

dengan kedalaman mendekati 150 Km di bawah permukaaan, di bawah

permukaan bumi yang kaya akan H2O dengan kandungan K/Na tinggi, tingkat

diferensiasi magma tinggi. (Gambar 5.18).

Tabel 5.19. Hasil perhitungan kedalaman terbentuknya magma.

KEDALAMAN ZONA BENIOF (Ringwood, 1969)


SiO2 K2O
Sampel (%) (%) Kedalaman (Km)
LP 71 55,58 0.59 132,182
JM 34-B 54,56 0,42 131,57
JM 36 58,12 1.57 147,932
JM 49 62,35 1.73 136,57

Gambar 5.18. Plotting hasil perhitungan kedalaman sumber magma dengan


tektonik lempeng (Ringwood, 1969, dalam Hartono 2010).
Alfian Trisna Adi. S
410014130 175
5.10. Pembahasan

Secara geomorfologi lava andesit khuluk Padaasih masuk kedalam satuan

Perbukitan sisa gunung api. Secara geologi regional singkapan merupakan produk

dari aktifitas gunung api purba berumur Miosen Awal, yang termasuk kedalam

Formasi Jampang (Sukamto, 1975).

Dari hasil analisa lab. dengan menggunakan metode XRF didapati bahwa

komposisi batuan beku dari sampel LP 71 & sampel pembanding (JM 34-B, JM

36 & JM 49) mengarah ke menengah atau intermediate. Ada pun prosentase

kandungan SiO2 sampel lava Padaasih sebesar 55,58 % dimana sampel lava

Padaasih memiliki komposisi Andesite basalt (Le Bas, 1986) dan andesit basal

(Peccerilo et al, 1976), memiliki suhu pembekuan sekitar 1138 ᵒC yang telah

mengalami tahap differensiasi magma pertengahan.

Bedasarkan hasil ploting jenis magma dari ketiga sampel, didapati gradasi

perubahan komposisi dari andesit-basaltik menuju andesit, sampel utama dan

sampel JM 34-B masuk dalam kelompok seri Tholeite sedangkan JM 36 dan JM

49 masuk kelompok seri calk-alkaline. Di intepretasikan produk volkanisme

berupa lava andesit-basaltik berumur Miosen Awal berasal dari sumber atau dapur

magma yang berbeda dengan dua sampel lava andesitik berumur Oligosen -

Miosen. Selain itu, di perkirakan kedalaman dapur magma berada di sekitar ±

130000 - 150000 Km pada hasil perhintungan zona kedalaman zona beniof yaitu

132,18 km dan terletak jauh dari zona subduksinya, hasil tersebut juga tidak

terlampau cukup jauh dari data pembanding, dibuktikan dengan hasil klasifikasi

yang merujuk pada kelompok magma dengan kandungan unsur K menengah-

rendah (Tholeit- low calk-alkaline series) pada ketiga sampel teruji.


Alfian Trisna Adi. S
410014130 176
Disimpulkan bahwa sampel khuluk Padaasih dibentuk dari tektonik

dengan mekanisme konvergen yang menghasilkan tataan island arc tholeitte -

Calc akaline yang dikenal sebagai bagian dari sabuk magmatisme berumur Oligo-

Miosen (Soeria-Atmadja, 1994), Sedangkan dua dari tiga sampel lava andesit

Palabuhan Ratu berumur Oligosen - Miosen diduga dibentuk dari tataan tektonik

konvergen calc alkaline island arc, kemudian hasil plotting tektonik pembentuk

magma menurut Pearce (1977) seluruh daerah penelitian masuk ke dalam kategori

island arc orogenic. Maka, berdasarkan hasil simpulan-simpulan tersebut ditarik

kesimpulan bahwa perkembangan magmatisme dan volkasnime di daerah

penelitian & regional sekitarnya menunjukan adanya perubahan lingkungan

tektonik serta komposisi kimiawi magma, dimana pada sampel Palabuhan Ratu

yang bermur N1-N7 (Oligosen - Miosen) menghasilkan magma dengan tipikal

menengah, kemudian terjadi pergerakan zona subduksi semakin menjauh &

melandai ke arah Selatan hingga Periode Miosen Awal - Akhir, menghasilkan

pusat magmatisme & volkanisme baru dengan produk berupa magma

berkomposisi lebih basa yang dintepretasikan adalah lava koheren dari fase paling

awal keterbentukan khuluk Padaasih.

Perubahan magma dari asam ke arah basa adalah bentuk dari diferensiasi

magma. Faktor utamanya dalah pendinginan atau penurunan suhu magma. Daerah

penelitian sudah mengalami diferensiasi tingkat menengah (Thornton dan Tuttle,

1960), sama dengan data pembanding pada diagram MI dan FI dalam proses

diferensiasi magma mixing dan asimilasi. Hal ini kemungkinan akibat proses

terbentuknya di lingkungan di permukaan atau ekstrusi. Pada umumnya komposisi

magma selalu berubah menjadi komposisi lebih asam melalui diferensiasi magma
Alfian Trisna Adi. S
410014130 177
secara normal, adapun karena proses lain komposisi magma berubah seperti

percampuran magma, asimilasi dan kontaminasi.

Magma mempunyai sifat terus bergerak menuju ke atas. Semakin

mendekati permukaan, suhu magma semakin menurun begitupula akan

berpengaruh terhadap komposisi magma. Batuan daerah penelitian terbentuk pada

suhu sekitar 1138 ᵒC (Tilley, 1964), serta pada perhitungan temperatur CIPW

norm berkisar 1113 ᵒC walaupun menghasilkan hasil yang berbeda akan tetapi

pada umumnya baik data analisis dan data sekunder mempunyai tingkat suhu

yang selaras, suhu pembentukan tidak berbeda cukup jauh dari sampel

pembanding. Dengan pembentukan suhu yang cukup tinggi tersebut

memungkinkan terbentuknya kuarsa sesuai bowen series pada suhu dibawah 1138

ᵒC dan akibat termasuk batuan beku ekstrusi yang pendinginanya menengah.

Dengan demikian lava Padaasih termasuk magma yang mempunyai viskositas

rendah-menengah (relatif encer) dengan fluiditasnya rendah-menengah

(Chernicoff et al, 1995) cukup mudah mengalir sehingga relatif cepat membeku

terlihat dari tekstur porfiro-afanitik.

Alfian Trisna Adi. S


410014130 178

Anda mungkin juga menyukai