Aku, Dakwah Dan Tarbiyah

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 4

Aku, Dakwah dan Tarbiyah

Mengapa aku berada didalam da’wah? Setelah sekian lama perjalanan,


pertanyaan seperti itu selalu penting untuk aku renungi lagi.
Tentu saja banyak uraian alasan terhadap pertannyaan ini. Tapi sebelum menguraikan
alasan kenapa aku berada dijalan da’wah, sesungguhnya jalan da’wah ini adalah
kebutuhan saya sendiri. Rasa kebutuhan yang melebihi sekedar merasakan bahwa jalan
ini merupakan kewajiban yang harus aku lakukan.Bahkan lebih dari sekedar kebutuhan,
karena aku melangkah dijalan ini merupakan bagian dari rasa syukur aku atas hidayah
Allah swt kepada aku .
Jalan da’wah, mengajarkan bahwa aku memang membutuhkan da’wah. Lalu
kebersamaan saya dengan saudara-saudara dijalan ini semakin menegaskan bahwa
saya harus hidup bersama mereka dijalan ini agar berhasil didalam hidup dunia dan
akhirat saya.
Saya lebih mendalami pesan Rasulillah saw, “Barang siapa mengajak kedalam petunjuk
Allah, maka ia akan mendapat pahala sama seperti jumlah pahala orang yang
mengikutinya tanpa dikurangi sedikitpun oleh pahala mereka.” (HR. Muslim)
Ada banyak orang-orang mulia, kaum Muslimin para pendahulu saya telah
menuai pahala begitu banyak karena menyebabkan saya mengenal Islam dan
mengantarkan saya mengimani agama ini. Ada begitu banyak para pendahulu saya
dijalan da’wah yang memperoleh nilai pahala besar karena upaya mereka membimbing
saya sedikit demi sedikit untuk melangkah dijalan ini. Mungkin tidak sedikit dari jasat
orang-orang mulia itu yang telah rusak dimakan tanah. Tetapi malaikat pencatat
kebaikan senantiasa mencatat pahala mereka karena peran-peran da’wahnya, yang
tidak terkira. Para malaikat akan terus mencatat pahala mereka hingga hari kiamat tiba.
Saya ingin seperti pendahulu saya dijalan ini yang telah banyak memperoleh
pahala dan keridhaan Allah karena peran-peran da’wahnya. Dan karena itu lah, saya
sangat membutuhkan jalan ini, sebagai penyangga kebahagiaan dunia dan akhirat saya.
Tidak heran, jika para penyeru kebaikan, menjadi alasan turunnya limpahan rahmat
dan kasih sayang Allah swt. Tak ada mahluk Allah yang mendapat dukungan do’a seluru
mahluk-Nya kecuali mereka yang mengupayakan perbaikan dan berda’wah. Sebagai
mana sabda Rasulullah saw. “Sesungguhnya Allah, para Malaikat, semut yang ada
didalam lubangnya, bahkan ikan yang ada dilautan akan berdo’a untuk orang yang
mengajarkan kebaikan kepada manusia.” (HR. Tirmidzi)
Alasan lainnya, adalah karena da’wah akan menjadi penghalang turnnya azab
Allah swt. Serbagaimana dijelaskan dalam Al Qur’an, berkata: “Mengapa kamu
menasehati kaum yang Allah akan membinasakan mereka atau akan mengazab mereka
dengan azab yang sangat keras?” Mereka menjawab : “Agar kami mempunyai alasan
(pelepas tanggung jawab) kepada tuhanmu, dan supaya mereka bertakwa.” (QS. Al
A’raf : 164)
Allah swt menjelaskan tiga kelompok manusia dalam masalah ini. Mereka
adalah, kelompok penyeru da’wah yang shalih, kelompok salihin tapi tidak menyerukan
da’wah dan orang-orang yang mengingkarari da’wah. Kelompok orang-orang salih yang
telah berda’wah dan berupaya mewujudkan perbaikan, mengangkat alasan kepada
Rabb mereka. Sementara kelompok orang-orang salih yang mengingkari tugas da’wah
mengatakan, tidak ada gunanya menda’wahkan orang-orang sesat dan sudah
menyimpang. Maka pada ayat selanjutnya Allah swt berfirman,
“Maka tatkala mereka melupakan apa yang diperingatkan kepada mereka, Kami
selamatkan kepada orang-orang yang zalim siksaan yang keras, disebabkan mereka
selalu berbuat fasik.” (QS. Al A’raf : 165) dan melenyapkan pendukung kemungkaran.
Orang-orang yang zalim mengalami siksaan yang keras karena kezalimannya. Namun
dalam ayat tersebut tidak dijelaskan bagaimana kondisi orang-orang shalih yang
mengingkari peran da’wah sebagaimana dialog yang disebutkan dalam ayat
sebelumnya. Mungkin saja tidak disinggung keadaan mereka dalam ayat itu
mengindikasikan posisi mereka yang lemah untuk dibicarakan dalam ayat-ayat Allah
swt. Atau, mungkin karena mereka juga termasuk kelompok orang yang mendapatkan
sebagian dari azab Allah swt di dunia ini.
Nash Al Qur’an itu merupakan peringatan bagi kami. Bahwa meninggalkan
peran da’wah, tidak diterima apapun alasannya. Bahkan bisa jadi sikap tersebut
mengundang kemarahan Allah swt. (Musafir fi Qithari ad Da’wah, Dr. Adil Abdullah Al
Laili, 195)
Rasulullah saw dalam sebuah hadistnya juga mengisaratkan azab Allah swt atas
orang-orang yang meninggalkan da’wah, dan kewajiban amar ma’ruf nahyul mungkar.
Azab Allah swt turun menimpa semua orang yang melakukan dosa, kemaksiatan,
termasuk orang-orang shalih yang tidak menjalankan fungsi da’wah kepada orang-
orang yang berdosa. Inilah yang disabdakan Rasulullah saw tatkala Zainab radhiallahu
‘anha bertanya kepadanya, “Apakah kita akan dihancurkan oleh Allah, sedangkan
diantara kita ada orang-orang shalih?” Rasulullah saw menjawab, “Ya,jika keburukan itu
sudah dominan.” (Muttafaq ‘alaih)
Adapula hadist Rasulullah saw yang lainnya. Abu Bakar radhiallahu ‘anhu
mengatakan “Sesungguhnya aku mendengar Rasulullah saw bersabda: “Sesungguhnya
manusia jika mereka melihat kemunggkaran dan mereka tidak merubahnya,
dikhawatirkan mereka akan diratakan oleh Allah swt dengan azab-Nya.” (HR. Ahmad
dan Abu Daud)
Saya berharap agar keberadaan saya dijalan ini, merupakan salah satu langkah
menyekamatkan diri sendiri dan manusia dari azab Allah swt itu. Bukan hanya azab
berupa musibah atau bencana alam. Tapi termasuk azab Allah swt adalah keterhinaan,
kerendahan hingga keterjajahan umat islam didunia ini.
Adakah orang-orang yang akan bergabung bersama saya menempuh jalan ini?
Ar rafiq qabla thariiq,memilih teman harus didahulukan sebelum memulai perjalanan.
Penempuh jalan da’wah, hakikatnya sama saja dengan penempuh perjalanan pada
umumnya yang memerlukan teman perjalanan sebagai teman berbicara, berdiskusi,
saling berbagi suka dan duka, saling memikul kesulitan perjalanan, menemani dikala
sepi, menjadi penasihat dikala lemah, pelipur lara ketika sulit, pelindung saat-saat
ketakutan mencekam, pendorong semangat ketika lelah, dan semacamnya.
Itulah sebabnya para ulama turut menjelaskan bahwa keberadaan seorang
teman menjadi salah satu diantara adab orang yang ingin menempuh perjalanan.
Seperti dikatakan Imam Al Ghazali: “Hendaknya orang yang ingin bepergian memilih
teman. Jangan ia keluar seorang diri. Pilih teman dahulu, barulah tempuh perjalanan.
Hendaknya teman yang menemaninya dalam perjalanan itu adalah orang yang bisa
membantunya dalam menjalankan perinsip agama, mengingatkannya tatkala lupa,
membantu dan mendorongnya ketika ia tersadar. Sesungguhnya orang itu tergantung
agama temannya. Dan seseorang tidak dikenak kecuali dengan melihat siapa
temannya...” (Ihya ‘Ulumiddin, 2/202)
Apa yang dikatakan Imam Al Ghazali rahimahullah itu sebenarnya, mengambil
intisari hadist Rasulullah saw: “Andai manusia mengetahuai apa yang akan dialami
seseorang jika ia seorang diri, niscaya tak ada orang yang menempuh perjalanan malam
seorang diri.” (Fath Al Bary, 6/138)
Perjalanan dalam da’wah ini, juga bisa dikiaskan dengan perjalanan dalam urusan lain
yang memerlukan syarat-syaratnya sendiri. Dan salah satu syarat perjalanan itu adalah:
Ar rafiiq ash shaalih (teman yang baik). Di jalan ini, saya secara otomatis tergabung
dalam kebersamaan setelah berbagai tahapan seleksi. Barang kali yang dominan dalam
hal ini bukan lah seleksi yang saya lakukan sendiri, melainkan tabiat kehidupan dan
perjalanan ini yang menyeleksi saya dan saudara-saudara saya, secara tidak langsung.
Ragam ujian, cobaan, berbagai fitnah, godaan dan rayuan di perjalanan ini yang
menyeleksi saudara-saudara di jalan da’wah saat ini adalah mereka yang insa Allah bisa
saling membantu untuk mencapai cita-cita perjalanan ini. Semoga merekalah yang
disebut sebagai ar rafiiq as shaalih.

Anda mungkin juga menyukai