KJBFKSBFK

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 29

LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM KOSMETIKA

FORMULASI DAN EVALUASI SABUN PADAT


D’QUIN FACIAL FOAM

KELOMPOK II
ANGGOTA KELOMPOK:

I Gede Yana Prayadnya 1408505010


Made Wina Sadina 1408505015
Rahayu Wirayanti 1408505047

JURUSAN FARMASI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS UDAYANA
2017

0
FORMULASI DAN EVALUASI SEDIAAN SABUN PADAT

I. TUJUAN
1.1 Untuk mengetahui formulasi sediaan sabun padat yang baik dan menarik.
1.2 Untuk mengetahui hasil evaluasi pada pengujian produk sabun padat
transparan dari ekstrak etanol raspberry

II. TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Ekstrak etanol raspberry
Raspberry (Rubus rosifolius) adalah spesies dari genus Rubus, Famili Rosaceae.
Buah raspberry diketahui mengandung antosianin. Senyawa antosianin dari
buah raspberry ini dapat diaplikasikan sebagai pewarna bahan pangan yang
memiliki pH asam. Selain digunakan sebagai pewarna ekstrak etanol buah
raspberry menunjukan aktivitas antioksidan yang tinggi (Hilda, 2015)

2.2 Kosmetik
Kosmetik telah menjadi bagian dari kehidupan manusia sejak zaman
dahulu, istilah kosmetik sendiri berasal dari kata Yunani yakni “kosmein” yang
berarti berhias. Kosmetik merupakan bahan atau sediaan yang dimaksudkan untuk
digunakan pada bagian luar tubuh manusia (epidermis, rambut, kuku, bibir, dan
organ genital bagian luar) atau gigi dan mukosa mulut terutama untuk
membersihkan, mewangikan, mengubah penampilan dan atau memperbaiki bau
badan atau melindungi atau memelihara tubuh pada kondisi baik (Dirjen POM,
2010). Komposisi utama dari kosmetik adalah bahan dasar yang berkhasiat, bahan
aktif dan ditambah bahan tambahan lain, seperti bahan pewarna dan bahan pewangi.
Pada pencampuran bahan-bahan tersebut harus memenuhi kaidah pembuatan
kosmetik ditinjau dari berbagai segi teknologi pembuatan kosmetik termasuk
farmakologi, farmasi, kimia teknik dan lainnya (Wasitaatmadja, 1997).
Kosmetika harus memenuhi persyaratan keamanan sesuai dengan
persyaratan keamanan sebagaimana tercantum dalam Peraturan Kepala Badan
Pengawas Obat dan Makanan tentang kosmetik. Bahan kosmetik adalah bahan yang

1
berasal dari alam atau sintetik yang digunakan untuk memproduksi kosmetik.
Bahan-bahan tersebut dapat digunakan dalam sediaan kosmetik dengan batasan dan
persyaratan penggunaan sesuai Peraturan Perundang-Undangan di bidang kosmetik
(Dirjen POM, 2010).
Penggolongan kosmetik berdasarkan kegunaan bagi kulit, antara lain:
1. Kosmetik perawatan kulit (skin-care cosmetic)
a. Kosmetik untuk membersihkan kulit (cleanser): sabun, cleansing cream,
cleansing milk dan penyegar kulit (freshner).
b. Kosmetik untuk melembabkan kulit (mouisturizer): mouisterizer cream, night
cream, anti wrinkle cream.
c. Kosmetik pelindung kulit: sunscreen cream, sunscreen foundation, dan sun
block cream/lotion.
d. Kosmetik untuk menipiskan atau mengampelas kulit (peeling): scrub cream yang
berisi butiran-butiran halus yang berfungsi sebagai pengamplas (abrasive)
(Wasitaadmadja, 1997)
2. Kosmetik riasan (dekoratif atau make-up)
Jenis ini diperlukan untuk merias dan menutup cacat pada kulit sehingga
menghasilkan penampilan yang lebih menarik. Dalam kosmetik riasan, peran zat
pewarna dan zat pewangi sangat besar (Iswari, 2007).
Kadang-kadang kosmetik ditambahkan dengan bahan-bahan yang berasal
dari obat topikal yang dapat mempengaruhi struktur dan faal sel kulit. Bahan-bahan
tersebut misalnya: antijerawat (sulfur, resorsin), antipengeluaran keringat
(aluminium klorida), plasenta, atau hormon (estrogen). Bahan-bahan inilah yang
kemudian dikenal sebagai kosmedik atau kosmeto-medik (Wasitaadmadja, 1997).

2.3 Sabun
Sabun merupakan salah satu produk yang digunakan untuk membersihkan
kulit yang bertujuan agar kulit menjadi lebih bersih dan sehat terlindungi dari
kekeringan. Sabun adalah garam, natrium atau kalsium asam lemak yang dihasilkan
apabila minyak atau lemak direaksikan dengan natrium hidroksida atau kalium
hidoksida yang dikenal dengan reaksi saponifikasi (Yelli, 2005). Sabun mandi

2
adalah senyawa natrium atau kalium dengan asam lemak dari minyak nabati atau
hewani berbentuk padat, lunak atau cair, berbusa dan digunakan sebagai pembersih
dengan menambahkan pewangi dan bahan lainnya yang tidak membahayakan
kesahatan (SNI 1994).
Berdasarkan jenisnya, sabun dibedakan atas tiga macam yaitu sabun
opaque, sabun transparan dan sabun translucent. Sabun opaque adalah jenis sabun
yang biasa digunakan sehari-hari yang memiliki tampilan yang tidak transparan,
sedangkan sabun translucent dan sabun transparan dari segi bentuk hampir mirip
yang membedakannya adalah dari segi penampakan. Sabun translucent dari segi
penampakan tampak cerah dan tembus cahaya tapi tidak terlalu bening dan agak
berkabut sehingga agak transparan, sedangkan sabun transparan penampakannya
lebih berkilau dan lebih bening sehingga sisi belakang sabun transparan jelas
terlihat dad sisi depannya (Hambali, 2005).
Larutan alkali yang digunakan dalam pembuatan sabun bergantung pada
jenis sabun tersebut. Larutan alkali yang biasa yang digunakan pada sabun padat
adalah Natrium Hidroksida (NaOH) dan alkali yang biasa digunakan pada sabun
cair adalah Kalium Hidroksida (KOH) (Hambali, 2005). Sabun murni terdiri dari
95% sabun aktif dan sisanya adalah air, gliserin, garam dan impurities lainnya.
Semua minyak atau lemak pada dasarnya dapat digunakan untuk membuat sabun.
(Hambali, 2005).
Lemak dan minyak yang umum digunakan dalam pembuatan sabun adalah
trigliserida dengan tiga buah asam lemak yang tidak beraturan diesterifikasi dengan
gliserol. Masing masing lemak mengandung sejumlah molekul asam lemak dengan
rantai karbon panjang antara C12 (asam laurik) hingga C18 (asam stearat) pada
lemak jenuh dan begitu juga dengan lemak tak jenuh. Campuran trigliserida diolah
menjadi sabun melalui proses saponifikasi dengan larutan natrium hidroksida
membebaskan gliserol (Hambali, 2005).

2.4 Kulit
Kulit yang melapisi seluruh bagian tubuh memiliki fungsi melindungi
bagian tubuh dari berbagai macam gangguan maupun rangsangan dari luar. Fungsi

3
perlindungan ini terjadi melalui sejumlah mekanisme biologis, seperti
pembentukan lapisan tanduk secara terus menerus (keratinasi dan pelepasan sel-sel
kulit ari yang udah mati), respirasi dan pengaturan suhu tubuh, produksi sebum
serta pembentukan pigmen melanin untuk melindungi kulit dari sinar ultraviolet
matahari (Djuanda dkk., 2007). Seluruh kulit beratnya sekitar 16% berat tubuh,
pada orang dewasa sekitar 2,7-3,6 kg dan luasnya sekitar 1,5-1,9 meter persegi.
Tebalnya kulit bervariasi mulai 0,5 mm sampai 6 mm tergantung dari letak, umur
dan jenis kelamin (Suryarahman, 2011).
Kulit normal manusia memiliki pH berkisar antara 4,5-6,5 (Kusantati dkk,
2008). Fungsi kulit secara umum adalah sebagai proteksi, fungsi absorbsi, fungsi
ekskresi, fungsi persepsi, fungsi pengaturan suhu tubuh, fungsi pembentukan
pigmen, dan fungsi keratinisasi. Struktur kulit terdiri dari tiga lapisan yaitu: kulit
ari (epidermis), sebagai lapisan yang paling luar, kulit jangat (dermis, korium atau
kutis) dan jaringan penyambung di bawah kulit (tela subkutanea, hypodermis atau
subkutis) (Djuanda dkk., 2001).
Epidermis terdiri dari epitel berlapis gepeng bertanduk, mengandung sel
melanosit, langerhans dan merkel. Ketebalan epidermis hanya sekitar 5% dari
seluruh ketebalan kulit. Terjadi regenerasi sel kulit pada epidermis setiap 4-6
minggu. Epidermis terdiri atas lima lapisan (dari lapisan yang paling atas sampai
yang terdalam):
1. Stratum Korneum. Terdiri dari sel keratinosit yang bisa mengelupas dan
berganti.
2. Stratum Lusidum. Berupa garis translusen, biasanya terdapat pada kulit
tebal telapak kaki dan telapak tangan. Tidak tampak pada kulit tipis.
3. Stratum Granulosum. Ditandai oleh 3-5 lapis sel poligonal gepeng yang
intinya di tengah dan sitoplasma terisi oleh granula basofilik kasar yang
dinamakan granula keratohialin yang mengandung protein kaya akan
histidin.
4. Stratum Spinosum. Terdapat berkas-berkas filament yang dinamakan
tonofibril, dianggap filamen-filamen tersebut memegang peranan
penting untuk mempertahankan kohesi sel dan melindungi terhadap efek

4
abrasi. Epidermis pada tempat yang terus mengalami gesekan dan
tekanan mempunyai stratum spinosum dengan lebih banyak tonofibril.
5. Stratum Basal (Stratum Germinativum). Terdapat aktivitas mitosis yang
hebat dan bertanggung jawab dalam pembaharuan sel epidermis secara
konstan. Epidermis diperbaharui setiap 28 hari untuk migrasi ke
permukaan, hal ini tergantung letak, usia dan faktor lain. Stratum
germinativum merupakan satu lapis sel yang mengandung melanosit.
(Suryarahman, 2011).
Dermis merupakan bagian yang paling penting di kulit yang sering
dianggap sebagai “True Skin”, berfungsi sebagai struktur penunjang, suplai nutrisi,
dan respon inflamasi. Dermis terdiri atas jaringan ikat yang menyokong epidermis
dan menghubungkannya dengan jaringan subkutis. Tebalnya bervariasi, yang
paling tebal pada telapak kaki sekitar 3 mm. Dermis terdiri dari dua lapisan yaitu
lapisan papiler yang tipis mengandung jaringan ikat longgar dan lapisan retikuler
yang tebal terdiri dari jaringan ikat padat (Suryarahman, 2011).
Subkutis merupakan lapisan di bawah dermis atau hipodermis yang terdiri
dari lapisan lemak. Lapisan ini terdapat jaringan ikat yang menghubungkan kulit
secara longgar dengan jaringan di bawahnya. Jumlah dan ukurannya berbeda-beda
menurut daerah di tubuh dan keadaan nutrisi individu. Berfungsi menunjang suplai
darah ke dermis untuk regenerasi. Subkutis atau hipodermis berfungsi sebagai
isolasi panas, cadangan kalori, kontrol bentuk tubuh dan penahan goncangan dari
luar (Suryarahman, 2011).

III. MONOGRAFI BAHAN


3.1 Asam Stearat
Asam stearat adalah campuran asam organik yang diperoleh dari lemak,
sebagian besar terdri dari asam oktadekanoat, C18H36O2 dan asam heksadekanoat
C16H32O2 (Depkes RI, 1979)

5
Gambar 1. Struktur Asam Stearat (Rowe et al., 2009)
a. Organoleptis
Zat padat keras mengkilat menunjukan susunan hablur, putih atau kuning pucat
mirip lemak lilin (Depkes RI, 1979). Berat Molekul : 284,47 gram/mol
b. Kelarutan
Praktis tidak larut dalam air, larut dalam 20 bagian etanol (95 %) P, dalam 2
bagian klorofom P dan dalam 3 bagian eter P (Depkes RI, 1979).
c. Stabilitas dan penyimpanan
Asam stearat merupakan material yang stabil, tetapi sering juga
ditambahkan antioksidan. Disimpan dalam wadah tertutup rapat dan kering
(Rowe et al., 2009)
d. Inkompatibilitas
Asam stearat tidak tercampurkan dengan kebanyakan logam hidroksida dan
basa, agen pereduksi, dan agen pengoksidasi. Basis ointment yang dibuat
dari asam stearat dapat menunjukkan pengeringan atau penggumpalan
berkaitan dengan reaksi ketika dicampurkan dengan garam zink atau garam
kalsium. Asam stearat tidak tercampurkan dengan obat naproxen (Rowe et al.,
2009).
e. Kegunaan
Emulsifying agent; solubilizing agent; lubrikan dalam tablet dan kapsul.
Asam stearat bisa digunakan untuk sediaan oral dan sediaan topikal. Pada
sediaan topikal, asam stearat bisa digunakan sebagai emulsifing dan
solubilizing agen (Rowe et al., 2009).

Gambar 2. Tabel Konsetrasi Asam Stearat yang digunakan untuk Fungsi


Asam Stearat (Rowe et al., 2009)

6
f. Titik Lebur
69-70oC (Rowe et al., 2009).

3.2 Minyak Kelapa


a. Organoleptis
Cairan jernih tidak berwarna, kuning pucat, bau khas, tidak tengik (Depkes RI,
1979)
b. Kelarutan
Larut dalam 2 bagian etanol (95%) pada suhu 60oC, sangat mudah larut
dalam kloroform P dan dalam eter P (Depkes RI, 1979)
c. Stabilitas dan Penyimpanan
Apabila minyak kelapa terkena paparan udara, minyak akan mudah teroksidasi
dan akan mengakibatkan bau tengik. Minyak kelapa mungkin terbakar pada
suhu tinggi (Rowe et al., 2009) Simpan dalam wadah tertutup baik, terlindungi
cahaya, sejuk (Depkes RI, 1979)
d. Inkompatibilitas
Minyak kelapa bereaksi dengan oksidator, asam dan basa (Rowe et al., 2009)
e. Kegunaan
Sebagai emolien dan basis salep.

Gambar 3. Tabel penggunaan minyak kelapa dan konsentrasinya (Rowe et al.,


2009)

3.3 Natrium Hidroksida


a. Organoleptis
Bentuk batang, butiran, massa hablur atau keeping, kering eras, rapuh, dan
menunjukkan suasana hablur, putih, mudah meleh basah. Sangat alkalis dan
korosif. Segera menyerap karbondioksida (Depkes RI, 1995)
b. Kegunaan

7
Zat Tambahan (Depkes RI, 1995) serta sebagai alkalizing agent dan buffering
agent (Rowe et al, 2009)
c. Inkompatibilitas
Natrium hidroksida merupakan senyawa basa kuat dan memiliki sifat
inkompatibilitas dengan senyawa yang mudah terhidrolisis atau oksidasi.
NaOH mudah bereaksi dengan asam, ester dan eter terutama dalam larutan air
(Rowe et al., 2009).
d. Stabilitas dan Penyimpanan
Natrium hidroksida harus disimpan dalam wadah logam kedap udara di tempat
sejuk dan kering. Saat terkena udara, natrium hidroksida cepat menyerap
kelembapan dan mencair kemudian memadat lagi akibat penyerapan karbon
dioksida dan pembentukan natrium karbonat (Rowe et al., 2009).

3.4 Minyak Jarak (Oleum Ricini)


a. Organoleptis
Cairan kental, transparan, kuning pucat atau hampir tidak berwarna, bau
lemah, bebas dari bau asing dan tengik; rasa khas.
b. Kegunaan
Laksativum / pencahar.
c. Kelarutan
Larut dalam etanol; dapat bercampur dengan etanol mutlak, dengan asam
asetat glasial, dengan kloroform dan dengan air.

3.5 Gliserin
a. Organoleptis
Cairan jernih seperti sirup, tidak berwarna; rasa manis; hanya boleh berbau khas
lemah (tajam atau tidak enak) (Depkes RI, 1995).
b. Rumus dan Berat Molekul

8
Gambar 4. Rumus Struktur Gliserin (Rowe et al., 2009)
Rumus Molekul: C3H8O3
Berat Molekul: 92,09 gram/mol (Depkes RI, 1995)
c. Kelarutan
Dapat bercampur dengan air dan dengan ethanol tidak larut dalam kloroform,
dalam eter, dalam minyak lemak dan dalam minyak menguap (Depkes RI,
1995).
d. Kegunaan
Antimikrobial preservatif, kosolven, emolien, humektan, plasticizer,
sweetening agent, tonocity agent (Rowe et al., 2009)

Gambar 5. Tabel penggunaan gliserin dan konsentrasinya (Rowe et al., 2009)


e. Titik Didih dan Titik Leleh
Titik didih gliserin yaitu 290oC dan titik lelehnya yaitu 17,8oC
f. Bobot Jenis
Bobot jenis gliserin tidak kurang dari 1,249
g. Wadah Penyimpanan
Dalam wadah tertutup rapat (Depkes RI, 1995)
h. Inkompatibilias
Gliserin inkompatibilitas jika dicampur dengan agen pengoksidasi seperti
chromium trioxide, potassium hlorate, atau potassium permanganate. Dalam
larutan encer, reaksi berlangsung lebih lambat dengan beberapa produk oksidasi
yang terbentuk. Perubahan warna hitamgliserin terjadi pada paparan cahaya,
atau pad kontak dengan zinc oxide atau basis bismuth nitrat. Sebuah
kontaminan besi dalam gliserin bertanggung jawab terhadap
penggelapandalam warna campuran yang mengandung enol, salisilat, dan

9
tanin.Gliserin membentuk asam borat kompleks, asam glyceroboric, yang
merupakan asam kuat daripada asam borat (Rowe et al., 2009).
i. Stabilitas
Gliserin bersifat higroskopis. Gliserin murni tidak rentan terhadap oksidasi pada
suasana di bawah kondisi penyimpanan biasa, tetapi terurai pada pemanasan
dengan adanya evolusi akrolein beracun. Campuran dari gliserin dengan air,
etanol (95%), dan propilen glikol secara kimiawi stabil (Rowe et al., 2009).

3.6 Etanol
a. Organoleptis
Cairan mudah menguap, jernih, tidak berwarna. Bau khas menyebabkan rasa
terbakar pada lidah. Mudah menguap walaupun pada suhu rendah dan mendidih
pada suhu 78oC serta mudah terbakar (Depkes RI, 1995).
b. Kelarutan
Bercampur dengan air dan praktis bercampur dengan semua pelarut organik
(Depkes RI, 1995).
c. Wadah dan Penyimpanan
Dalam wadah tertutup rapat, jauh dari api (Depkes RI, 1995).
d. Kegunaan
Sebagai zat tambahan (Depkes RI, 1979)

3.7 Sukrosa atau Gula


a. Organoleptis
Sukrosa adalah gula yang diperoleh dari ebu (Saccharum officinarum Linne
(Fam. Gramineae), bit gula (Beta vulgaris Linne (Fam.Chenopodiaceae)), dan
sumber lain. Tidak mengandung ditambahkan zat. Sukrosa terjadi sebagai
kristal tidak berwarna, seperti kristal massa atau blok, atau sebagai bubuk
kristal putih,itu tidak berbau dan memiliki rasa manis.

10
Gambar 6. Struktur Sukrosa (Rowe et al., 2009)

b. Kegunaan
Agen lapisan;bantuan granulasi; menangguhkan agen; pemanis agen; pengikat
tablet, tablet dan kapsul pengencer; pengisi tablet; agen terapeutik; viskositas
meningkat agen.

Gambar 7. Tabel penggunaan sukrosa dan konsentrasinya (Rowe et al., 2009)


c. Titik Leleh
160 – 186oC (dengan dekomposisi)
d. Kelarutan
Praktis tidak larut dalam kloroform. Larut dalam 400 bagian etanol. Larut dalam
0,5 bagian air.
e. Stabilitas
Sukrosa memiliki stabilitas yang baikpada suhu kamardan pada kelembaban
yang sedang. Menyerap kelembaban hingga 1%, pada pemanasan pada 900C.
Sukrosa akan menjadi caramel bila dipanaskan hingga suhu di atas 1600C. Pada
kenaikan suhu dari 110 sampai 1450 C, menyebabkan beberapa inversi untuk

11
membentuk dekstrosa dan fruktosa (gula invert.Inversi dipercepat terutama
pada temperatur di atas 1300C dan dengan adanya asam.
f. Inkompatibilitas
Sukrosa bubuk mungkin terkontaminasi dengan jejak berat logam, yang dapat
menyebabkan ketidakcocokan dengan bahan aktif, misalnya asam askorbat.
Sukrosa juga dapat terkontaminasi dengan sulfit dari proses pemurnian. Dengan
tinggi sulfit konten, perubahan warna dapat terjadi pada gula-tablet salut,
karena warna-warna tertentu digunakan dalam sugar coating batas maksimum
untuk sulfit konten, dihitung sebagai belerang, adalah 1ppm. Dengan
keberadaan asam encer atau pekat, sukrosa dihidrolisis atau terbalik untuk
dekstrosa dan fruktosa (gula invert) (Rowe et al, 2009).

3.8 DEA (Dietanolamida)


a. Kegunaan
Alkalizing agent dan emulsifying agent

Gambar 8. Strutur DEA (Dietanolamida)


Dietanolamina terutama digunakan dalam formulasi farmasi sebagai agen
buffering, seperti dalam penyusunan emulsi dengan asam lemak. Dalam
kosmetik dan obat-obatan itu digunakan sebagai adjuster pH dan dispersant.
Sebagai bahan stabilisasi, diethanolamine mencegah perubahan warna
formulasi air yang mengandung garam heksametilenatetramina-1,3-
Dichloropropene. Dietanolamina juga digunakan dalam kosmetik.
Diethanolamine sebagai campuran etanolamina sebagian besar terdiri dari
dietanolamina. Pada sekitar suhu kamar itu adalah putih, deliquescent solid. Di
atas diethanolamine suhu kamar adalah jelas, cairan kental dengan bau agak
amonia (Rowe et al., 2009).
3.9 NaCl
a. Organoleptis

12
Kristal tidak berbau tidak berwarna atau serbuk kristal putih, tiap 1g setara
dengan 17,1 mmol NaCl.
b. Kelarutan
1 bagian larut dalam 3 bagian air, 10 bagian gliserol
c. Stabilitas
Stabil dalam bentuk larutan. Larutan stabil dapat menyebabkan pengguratan
partikel dari tipe gelas
d. pH
4,5 –7(DI 2003 hal 1415) 6,7-7,3 ( Excipient hal 672)
e. Kegunaan
Pengganti ion Na+, Cl- dalam tubuh (Depkes RI, 1995)
3.10 Akuades
a. Struktur molekul
H2O (Depkes RI, 1995).
b. Pemerian
Cairan jernih, tidak berwarna; tidak berbau (Depkes RI, 1995).
c. Berat molekul
18,02 gram/mol (Depkes RI, 1995).
d. pH
Antara 5-7 (Depkes RI, 1995).
e. Penyimpanan
Dalam wadah tertutup rapat (Depkes RI, 1995).

IV. FORMULASI
Formula standar
R/
Coconut oil 65 mL
Asam stearat 17,5 g
B.H.T 0,25 g
Alkohol 96% 30 mL

13
Ricini oil 2,5 mL
NaOH 11,5 g
Aqua DM 12,5 mL
Cocoamid DEA 5%
Sugar 22,5 g
Aqua DM 25 mL
Gliserin 15 mL
Propilenglikol 5 mL
M.A Jeruk nipis 5%
(Rozi , 2013)
Formula yang diajukan
R/
Coconut oil 65 mL
Asam stearat 17,5 g
B.H.T 0,25 g
Alkohol 96% 30 mL
Ricini oil 2,5 mL
NaOH 11,5 g
Aqua DM 12,5 mL
Cocoamid DEA 5%
Sugar 22,5 g
Aqua DM 25 mL
Gliserin 15 mL
Propilenglikol 5 mL
NaCl 2%
Ekstrak etanol raspberry 5%

V. ALAT DAN BAHAN

14
5.1 Alat
- Timbangan analitik
- Termometer
- pH meter
- Viskometer Brookfield
- Piknometer 50 mL
- Gelas ukur tertutup 100 mL
- Penggaris
- Cawan uap
- Cawan porselen
- Botol timbang
- Hot Plate
- Oven

5.2 Bahan
- Coconut oil
- Asam stearat
- B.H.T
- Alkohol 96%
- Ricini oil
- NaOH
- Aqua DM
- Cocoamid DEA
- Sugar
- Gliserin
- Propilenglikol
- Ekstrak etanol raspberry
- NaCl

5.3 Penimbangan

15
Jumlah Jumlah
% yang
Nama Bahan Kegunaan bahan (160 Bahan
digunakan
mL) (320 mL)

Coconut oil Emolient - 65 mL 130 mL

Asam stearat Pengeras sabun - 17,5 g 35 g

B.H.T Antioksidan - 0,25 g 0,5 g

Transparansi
Alkohol 96% - 30 mL 60 mL
sabun

Ricini oil Emolient - 2,5 mL 5 mL

NaOH Alkali - 11,5 g 23 g

Aqua DM Pelarut - 37,5 mL 75 mL

Cocoamid
Penstabil busa 5% 8 mL 16 mL
DEA
Transparansi
Gula - 22,5 g 45 g
sabun

Gliserin Humektan - 15 mL 30 mL

Propilenglikol Humektan - 5 mL 10 mL

Ekstrak etanol
Antioksidan 5% 8 mL 16 mL
raspberry
Pengawet dan
NaCl pembentuk 2% 3,2 g 3,2 g
busa

16
VI. SKEMA KERJA
6.2.1 Cara kerja

Dimasukkan minyak kelapa dan minyak jarak ke dalam baskom ditambahkan


asam stearat dan dipanaskan pada suhu 70 C (campuran 1)

Ditambahkan NaOH pada campuran 1 hingga membentuk masa vaselin dan


ditambahkan gliserin, propilenglikol, gula, cocoamid, B.H.T, NaCl dan aqua
DM

Ditambahkan ekstrak etanol raspberry yang telah dilarutkan dengan alkohol


96%

Sediaan dituangkan dan didiamkan selama 24 jam

VII. UJI EVALUASI SEDIAAN


7.1 Uji Organoleptis
Uji organoleptis yang dilakukan pengamatan terhadap warna atau transparansi,
tekstur, dan aroma sediaan sabun yang dihasilkan dicatat hasil yang diperoleh.

Dilakukan pengamatan uji organoleptis terhadap warna atau


transparansi, tekstur, dan aroma sediaan.

Dicatat hasil yang diperoleh.

7.2 Uji Tinggi Busa


Pengukuran tinggi busa dilakukan dalam aquadest, pengukuran dilakukan
dengan metode sederhana, dengan 5 g sediaan sabun padat dilarutkan dengan 250

17
mL air. Dipindahkan 50 mL larutan uji kedalam gelas ukur 1 liter kemudian
diteteskan 200 mL larutan uji dengan bantuan buret pada ketinggian 90 cm (dari
batas atas larutan uji pada gelas ukur 1 liter). Uji yang sam dilakukan dengan
menggunkan air sadah.

Ditimbang 5 g sabun padat lalu dilarutkan dalam 250 mL akuadest

Dipindahkan 50 mL larutan uji kedalam gelas ukur 1 liter diteteskan 200


ml larutan uji dengan bantuan buret

Amati tinggi busa yang dihasilkan dan 15 menit kemudian amati


kembali tinggi busa dicatat hasil yang diperoleh

7.3 Uji pH
Timbang sabun batang transparan 1 gram di larutkan dalam 10 ml aquadest.
Kalibrasi pH meter dengan menggunakan larutan asam dan basa. Kemudian amati
pH aquadest dengan pH meter yang sebelumnya sudah dikalibrasi, dan dicatat pH
larutan tersebut (Wibowo, 2009).

Kalibrasi pH meter dengan menggunakan larutan asam dan basa

Timbang sabun batang transparan sebanyak 1 gram, kemudian larutkan


dalam 10 ml aquadest

Kemudian amati pH aquadest dengan pH meter yang sebelumnya sudah


dikalibrasi, dan dicatat pH larutan tersebut

Amati perubahan pH dapar posfat serta aquadest sebelum dan setelah


direndam dengan sabun batang transparan dengan pH meter
VIII. KEMASAN
8.1. Wadah Cetak Sabun

18
8.2. Kemasan Sabun

VIII. DATA PENGAMATAN


8.1 Uji Organoleptis

19
Bau : tidak berbau
Warna : transparan kuning kecoklatan
Tekstur : permukaan halus, padat
8.2 Uji Stabilitas Busa
Dengan akuadest
Tinggi busa awal : 160 mL
Tinggi busa setelah 5 menit : 160 mL
𝑏𝑢𝑠𝑎 𝑎𝑘ℎ𝑖𝑟
Persentase busa = 𝑏𝑢𝑠𝑎 𝑎𝑤𝑎𝑙
𝑥 100%
160 𝑚𝐿
= 160 𝑚𝐿 𝑥 100%

= 100%
Dengan air sadah
Tinggi busa awal : 50 mL
Tinggi busa setelah 5 menit : 50 mL
𝑏𝑢𝑠𝑎 𝑎𝑘ℎ𝑖𝑟
Persentase busa = 𝑏𝑢𝑠𝑎 𝑎𝑤𝑎𝑙
𝑥 100%
50 𝑚𝐿
= 50 𝑚𝐿 𝑥 100%

= 100%
8.3 Uji pH
Dari hasil uji pH yang dilakukan, diperoleh pH sediaan sabun padat
transparan D’quin adalah sebesar 10,8.
8.4 Uji Kadar Air
Dari hasil uji kadar air sediaan sabun padat transparan D’quin
mengandung kadar air sebanyak 11,8 %.

IX. PEMBAHASAN

20
Sabun merupakan produk pembersih yang memegang peranan penting
dalam kehidupan karena dapat menghilangkan kotoran, mikroorganisme, dan
kontaminan lainnya sehingga membuat hidup tetap sehat. Sabun menurunkan
tegangan permukaan air, sehingga memungkinkan air itu membasahi bahan yang
dicuci dengan lebih efektif, bertindak sebagai suatu zat pengemulsi untuk
mendispersikan minyak dan lemak serta sabun teradsorpsi pada butiran kotoran
(Keenan, 1980). Berbagai jenis sabun yang beredar di pasaran dalam bentuk yang
bervariasi, mulai dari sabun cuci, sabun mandi, sabun tangan, sabun pembersih
peralatan rumah tangga dalam bentuk krim, padatan atau batangan, bubuk dan
bentuk cair (Ari dan Budiyono, 2004).
Sabun dibuat dengan cara mencampurkan larutan basa (NaOH) dengan
minyak atau lemak. Lemak atau minyak merupakan bahan dasar dalam pemuatan
sabun. Melalui reaksi kimia, larutan basa mengubah minyak/lemak menjadi sabun,
proses ini disebut saponifikasi (Wade et al., 2006). Selain lemak dan alkali,
pembuatan sabun juga menggunakan bahan tambahan yang lain. Bahan lain yang
digunakan untuk pembuatan sabun tersebut adalah bahan pembentuk badan sabun,
bahan pengisi, bahan penghasil busa dan zat aktif.
Pada praktikum ini akan dilakukan pembuatan sabun padat transparan
dengan bahan aktif Raspberry (Rubus rosifolius). Sabun transparan merupakan
salah satu inovasi baru produk kecantikan yang dapat berupa sediaan emulsi
maupun padat yang difungsikan sebagai pembersih dan menjaga kesehatan kulit.
Sabun transparan mempunyai busa yang lebih halus dibandingkan dengan sabun
opaque (sabun yang tidak transparan) (Qisti, 2009). Perbedaan sabun transparan
dengan sabun opaque (tidak transparan) adalah adanya bahan tambahan yang
menyebabkan sabun menjadi transparan seperti etanol, gliserin, dan gula (Wade et
al., 2006). Hal yang terpenting dalam pembuatan sabun padat transparan ini adalah
bahan aktif yang digunakan yaitu ekstrak etanol dari Raspberry. Buah Raspberry
diketahui mengandung antosianin sehingga berguna sebagai antioksidan (Hilda,
2015).
Untuk membuat sediaan sabun padat transparan, pertama-tama disiapkan
semua bahan yang dibutuhkan. Asam stearat dimasukkan kedalam beaker glass

21
yang telah berisi Virgin Coconut Oil (VCO) sambil dipanaskan pada suhu 700C.
Hal ini dilakukan karena asam stearat larut dalam minyak. Asam stearat berperan
dalam memberikan konsistensi dan kekerasan pada sabun serta dapat menstabilkan
busa. Minyak yang digunakan dalam pembuatan sabun ini adalah VCO dan Ricini
oil. VCO merupakan olahan dari minyak buah kelapa tanpa mengalami pemanasan.
Warna dari VCO biasanya bening serta mengandung banyak asam laurat. VCO
biasanya digunakan untuk bahan dasar sabun karena menghasilkan busa yang
cukup baik. VCO juga mampu mendukung keseimbangan kimiawi kulit secara
alami, melembutkan kulit, mengencangkan kulit dan lapisan lemak dibawahnya
serta mencegah keriput, kulit kendor dan bercak-bercak penuaan (Timoti, 2005),
sedangkan Ricini oil yang digunakan berfungsi sebagai emolient.
Pengadukan dilakukan secara perlahan dan suhu dipertahankan 700C.
NaOH yang telah dilarutkan dalam 15 ml aquadest ditambahkan ke dalam
campuran bahan yang telah homogen, dan diaduk hingga trance. Trance adalah
keadaan disaat sabun telah terbentuk yang ditandai sebagai akhir proses
pencampuran. Fungsi dari NaOH adalah untuk membentuk sabun akibat terjadinya
reaksi saponifikasi, yaitu reaksi antara trigliserida dengan basa kuat (NaOH)
membentuk sabun dan gliserol (Anggraini et al., 2015). Sabun yang dihasilkan
dalam proses saponifikasi berupa garam Natrium dan Kalium (Barel et al., 2009).
Apabila telah terbentuk trance etanol ditambahkan dan diaduk ± 5 menit sampai
homogen. Penambahan etanol berfungsi sebagai pelarut agar semua bahan dapat
terlarut homogeny selain berfungsi sebagai agent transparansi.
Penggunaan surfaktan sintetik sering digunakan untuk meningkatkan
penampilan dari sabun padat, meningkatkan kenyamanan pada kulit, iritasi rendah
dan meningkatkan kualitas dan kuantitas pembusaan (Barel et al., 2009). Selain itu,
surfaktan diperlukan untuk meningkatkan kualitas busa pada sabun (Wijana et al.,
2005). Salah satu surfaktan yang dapat digunakan untuk meningkatkan stabilitas
busa sabun adalah Cocoamide DEA dengan konsentrasi 5%. Penambahan NaCl
juga bertujuan untuk meningkatkan pembusaan sabun dan untuk meningkatkan
konsentrasi elektrolit agar sesuai dengan penurunan jumlah alkali pada akhir reaksi

22
sehingga bahan-bahan pembuat sabun tetap seimbang selama proses pemanasan
(Hambali et al., 2005).
Gliserin dan propilenglikol juga ditambahkan dalam pembuatan sabun
sebagai humektan yang berfungsi untuk melembabkan kulit. Penggunaan gula pada
sabun transparan berfungsi untuk membantu terbentuknnya transparansi pada
sabun. Walaupun belum diketahui penelitian mengapa struktur gula dapat
mempengaruhi transparansi sabun, namun dapat dijelaskan bahwa penggunaan gula
dapat membantu perkembangan Kristal ketika masa pendiaman sehingga dapat
meningkatkan transparansi sabun. Ditambahkan juga Butil Hidroksi Toluena
(BHT) yang dapat berfungsi sebagai antioksidan pada sabun untuk membantu
dalam menjaga kesehatan kulit. Setelah semua ditambahkan, sabun dibiarkan
dipanaskan diatas hot plate dan dijaga suhunya pada 70oC sampai terbentuk sabun
yang transparan. Setelah transparan makan sabun dipindahkan kedalam cetakan dan
dibiarkan mengeras selama satu hari.
Setelah sediaan sabun terbentuk, maka dilakukan uji evaluasi sabun. Evaluasi
yang dilakukan adalah uji organoleptis, uji pH dan uji stabilitas tinggi busa. Hasil
uji organoleptis menunjukan bahwa sabun yang dibuat memiliki bentuk yang padat,
warna kecoklatan transparan dan aroma agak khas. Dihasilkan sabun dalam bentuk
transparan diakibatkan adanya gula dan etanol yang ditambahkan pada formulasi
yang berguna sebagai agent transparasi (Wade et al., 2006). Uji yang kedua adalah
uji pH. Persyaratan pH sabun mandi cair menurut SNI adalah berkisar antara 8-11.
Derajat keasaman atau pH merupakan salah satu syarat mutu sabun. Hal tersebut
karena sabun kontak langsung dengan kulit dan dapat menimbulkan masalah
apabila pH-nya tidak sesuai dengan pH kulit. Secara umum, produk sabun memiliki
pH yang cenderung basa. Hal ini dikarenakan oleh bahan dasar penyusun sabun cair
tersebut yaitu NaOH yang digunakan untuk menghasilkan reaksi saponifikasi
dengan lemak atau minyak, atau detergen sintetis yang memiliki nilai pH di atas pH
netral. Sediaan sabun padat transparan yang telah dibuat kemudian dilarutkan
terlebih dahulu dan dilakukan pengukuran pH dengan menggunakann alat pH meter
yang telah dikalibrasi dengan menggunakan larutan dengan pH 4 dan 7 untuk
memastikan alat dapat mengukur larutan uji dengan baik. Diperoleh pH sediaan

23
sabun adalah 10,6. Dimana nilai pH ini sudah memenuhi syarat yang ditetapkan
oleh SNI, sehingga aman untuk digunakan topikal dan tidak memimbulkan iritasi
pada kulit.
Evaluasi sabun yang terakhir adalah stabilitas tinggi busa. Uji evaluasi
stabilitas tinggi busa dilakukan dengan mengambil 5 gram sediaan sabun padat
transparan kemudian dilarutkan dalam 250 mL aquadest pada beaker glass.
Dipindahkan 50 mL larutan uji kedalam gelas ukur 1 liter kemudian diteteskan 200
mL larutan uji dengan bantuan buret pada ketinggian 90 cm (dari batas atas larutan
uji pada gelas ukur 1 liter). Busa yang didapatkan sebanyak 170 mL setelah 5 menit
volume busa tidak mengalami perubahan. Stabilitas busa juga diuji menggunakan
air sadah didapatkan volume busa sebesar 50 mL lalu setelah 5 menit volume busa
tidak berubah. Sehingga dapat diketahui bahwa kestabilan busa yang dihasilkan
sangat baik dilihat dari perubahan volume busa yang tidak berubah (Wade et al.,
2006), serta nilai kestabilan busa yang didapatkan sebesar 100% masing-masing
untuk pengujian dengan aquadest dan dengan air sadah.

X. KESIMPULAN
10.1 Formulasi sediaan sabun padat yang baik adalah sebagai berikut :

Jumlah Jumlah
% yang
Nama Bahan Kegunaan bahan (160 Bahan
digunakan
mL) (320 mL)

Coconut oil Emolient - 65 mL 130 mL

Asam stearat Pengeras sabun - 17,5 g 35 g

B.H.T Antioksidan - 0,25 g 0,5 g

Transparansi
Alkohol 96% - 30 mL 60 mL
sabun

24
Ricini oil Emolient - 2,5 mL 5 mL

NaOH Alkali - 11,5 g 23 g

Aqua DM Pelarut - 37,5 mL 75 mL

Cocoamid
Penstabil busa 5% 8g 16 g
DEA
Transparansi
Gula - 22,5 g 45 g
sabun

Gliserin Humektan - 15 mL 30 mL

Propilenglikol Humektan - 5 mL 10 mL

Ekstrak etanol
Antioksidan 5% 8 mL 16 mL
raspberry
Pengawet dan
NaCl pembentuk 2% 3,2 g 3,2 g
busa

10.2 Hasil evaluasi pada pengujian produk sabun padat transparan Raspberry dari
uji organoleptis didapatkan sabun yang padat, warna kecoklatan transparan
dan aroma agak khas. Nilai pH dari sediaan sabun sebesar 10,6 dan kestabilan
tinggi busa sabun padat transparan yang dihasilkan dikategorikan baik karena
tidak ada perubahan tinggi busa setelah 5 menit.

25
DAFTAR PUSTAKA

Anggraini, T., S.D. Ismanto, dan Dahlia. 2015. The Making of Transparent Soap
from Green Tea Ekstrak. International Jurnal on Advanced Science
Engineering Information Technology. Vol 5 (4).

Ari, W. dan Budiyono. 2004. Pembuatan Sabun Cair Dengan Bahan Dasar Alkil
Benzen Sulfonat. (http://www.angelfire.com).

Barel, A.O., Paye, M., dan Maibach, H.I., 2009. Handbook of Cosmetic Science and
Technology, 3rd edition. Informa Healthcare USA, Inc: New York.

Depkes RI. 1979. Farmakope Indonesia Edisi Ketiga. Jakarta: Departemen


Kesehatan Republik Indonesia.

Depkes RI. 1995. Farmakope Indonesia Edisi Keempat. Jakarta: Departemen


Kesehatan Republik Indonesia.

Dirjen POM. 2010. Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia.
Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

Djuanda, A., dkk. 2007. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Edisi Kelima. Jakarta:
FKUI.

Hambali, E., A., Suryani dan M. Rival. 2005. Membuat Sabun Transparan. Jakarta:
Penebar Plus.

Hilda, A. 2015. Ekstraksi Dan Karakterisasi Senyawa Antosianin dari Buah


Raspberry (Rubus rosifolius). Naskah publikasi. UPT. Perpustakaan Unand.

Keenan, C.W., Donal, C.K., dan Jaesse, H.W. 1980. Kimia Untuk Universitas. Edisi
keenam Jilid 2. Jakarta: Penerbit Erlangga. Hal. 198.

Kusantati Herni, dkk, 2008. Tata Kecantikan Kulit untuk SMK JILID 1. Jakarta:
Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan. Direktorat Jenderal
Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah.

Qisti, R. 2009. Sifat Kimia Sabun Transparan dengan Penambahan Madu pada
Konsentrasi yang Berbeda. Bogor. Program Studi Teknologi Hasil Ternak
Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor.

Rowe, R.C., P. J. Sheskey and M. E. Quinn. Handbook of Pharmaceutical


Excipients Sixth Edition. Pharmaceutical Press.

26
Rozi, M. 2013.Formulasi Sediaan Sabun Mandi Transparan Minyak Atsiri Jeruk
Nipis (Citrus aurantifolia) dengan Cocoamid DEA sebagai Surfaktan.
Naskah Publikasi. Fakultas Farmasi, Universitas Muhamadiyah Surakarta.

Standar Nasional Indonesia. 1994. Sabun Mandi: No. 06-3532-1994. Jakarta:


Badan Standar Nasional. Hal 1-8.

Suryarahman, S. 2011. Anatomi Fisiologi Kulit dan Penyembuhan Luka. (Cited 01


March 2017) Available at : http://stevyana.student.umm.ac.id/download-as-
pdf/umm_blog_ article_10.pdf

Timoti, H., 2005. Aplikasi Teknologi Membran pada Pembuatan Virgin Coconut
Oil (VCO), 1-3. PT. Nawapanca Adhi Cipta.

Wade, ainley and Paul J Weller. 2006. Handbook of Pharmaceutical excipient Ed.
V. London : The Pharmaceutical Press

Wasitaatmadja, S. M.. 2007. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Jakarta: Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia.

Wijana, S., Mustaniroh, S.A., dan Wahyuningrum, I. 2005. Pemanfaatan


MinyakGoreng Bekas untuk Pembuatan Sabun: Kajian Lama

Yelli, Sepri. 2005. Formulasi Sabun Padat Papain Kasar Getah Buah Papaya
(Carica Papaya L). Padang: STIFI.

27
LAMPIRAN

Gambar 1. Hasil uji pH sediaan sabun padat D’QUIN

Gambar 2. Hasil uji kadar air sediaan sabun padat D’QUIN

28

Anda mungkin juga menyukai