Zakat Investasi
Zakat Investasi
Zakat Investasi
ZAKAT INVESTASI
Zakat Investasi adalah zakat yang dikeluarkan dari hasil investasi. Investasi adalah
menyediakan barang untuk dijual manfaatnya bukan dijual fisiknya, seperti mobil, rumah,
tanah yang disewakan atau hotel.
Dengan demikian, zakat investasi dikeluarkan dari hasilnya bukan dari modalnya.
Hasil investasi dikeluarkan zakatnya karena hasil investasi merupakan bagian dari mal atau
harta yang memenuhi tiga kriteria, yaitu:
a. Mempunyai nilai ekonomi, yaitu nilai tukar, bukan sesuatu yang gratis untuk
mendapatkannya boleh dibantu dengan imbalan kecuali sesuatu itu di-tabarru’-
kan;
b. Setiap orang cenderung menyukainya dan memerlukannya;
c. Dibenarkan pemanfaatannya secara syar’i
Karena adanya kemiripan yang berlaku antara hasil tani dengan investas,
penghitungan zakat investasi dilakukan dengan cara menganalogikan dengan zakat hasil tani
dengan ketentuan sebagai berikut:
1. Nisab zakat investasi adalah 5 ausuq sama dengan 653 kg beras. Jika beras per
kilogramnya adalah Rp.5.000,00 maka 653 kg x Rp.5.000,00 = Rp.3.265.000,00
2. Kadarnya sebanyak 5% dari penghasilan bruto atau 10% dari penghasilan netto
atau setelah dikurangi beban operasional yang terkait dengan investasi tersebut
3. Dibayarkan ketika panen/menghasilkan.
Menurut Yusuf Qardawi, Kekayaan yang mengalami pertumbuhan yang oleh islam
diwajibkan zakat ada dua macam. Pertama, kekayaan yang dipungut zakatnya dari pangkal
dan pertumbuhannya, yaitu dari modal dan keuntungan investasi, setelah setahun, seperti
yang berlaku pada zakat ternak dan barang dagang. Hal itu oleh karena hubungan antara
modal dengan keuntungan dan hasil investasi itu sangat jelas. Besar zakatnya adalah 2.5%.
Kedua adalah kekayaan yang dipungut zakatnya dari hasil investasi dan keuntungannya saja
pada saat keuntungan itu diperoleh tanpa menunggu masa setahun, baik modal itu tetap
seperti tanah pertanian maupun tidak tetap seperti lebih madu. Besar zakatnya adalah 10%
atau 5%
Dua Pendapat Lama tentang Zakat Gedung-Gedung dan sejenisnya yang diinvestasi.
Pendapat kedua yang ditemukan dalam kitab-kitab fikih kita investan-investan itu
dalam bentuk lain, yang oleh karena itu zakat tidak dipungut dari total harga setiap tahun,
tetapi dipungut dari keuntungan dan hasil investasi
Bedasarkan hal itulah cara menghitung zakat gedung-gedung dan pabrik. Tetapi pada
pabrik hanya dihitung hasil bersih selama setahun bukan perbulan.
2. Ongkos-ongkos dan Hutang terlbih dahulu dikeluarkan
Dalam hal ini Yusuf Qardawi berpendapat bahwa zakat hanya dipungut dari
penghasilan bersih, artinya setelah ongkos-ongkos dan biaya biaya seperi gaji, pajak,
ongkos perawatan, dan lain-lain dikeluarkan. Juga dikeluarkan terlebih dahulu hutang-
hutang yang pasti kebenarannya. Pengeluaran biaya-biaya ini sesuai dengan pendapat
‘Atha dan lain-lain tentang hasil pertanian dan buahan. ‘Atha berkata, “keluarkan
terlebih dahulu biasa yang kau keluarkan barulah dikeluarkan zakat sisa.” Pendapat ini
didukung dan dipandang oleh Ibnu arabi dalam Syarh at-Tirmidzi lebih benar
3. Membebaskan kebutuhan hidup minimal
Ada satu persoalan terakhir tentang zakat gedung-gedung ini, yaitu tetang kedudukan
biaya hidup minimal pemilik dan keluarganya bila mereka tidak mempunyai sumber
mata pencarian lain, apakah zakat teta diwajibkan atas penghasilan berish tanpa
membebaskan suatu jumlah kebutuhan hidup minimal pemiliki dan keluarganya dalam
setahun itu sesuai dengan istilah ulama ulama fikih sebagai kebutuhan dasar mereka,
ataukah kebutuhan pokok itu dipotong terlbih dahulu. Sebagimana diketahui banyak
orang yang tidak mempunyai sumber penghidupan yang lain selainrumah yang
disewakan atau pabrik kecil yang dijalnkannya sendiri atau dengan seorang
pembantunya, dan bahkan kadang-kadang pabrik atau rumah itu kepunyaan seorang
kakek, anak yatim, atau janda. Dibebaskanlah bagi orang-orang itu pendapatan sebesar
kebuthan hidup mereka dan zakat haya dikenakan atas penghasilan bersih ataukah tidak
dipungut dari seluruh pendapatan itu?
Yang lebih sesuai dengan prinsip keasilan islam adalah bahwa sejumlah minimal
biaya hidup itu dibebaskan dari kewajiban zakat, sesuai dengan benar yang ditetapkan
oleh para ahlinya tentang hal itu, dan bahwa zakat hanya dipungtu dari pendapatan bersih
selama setahun bila cukup senisab. Ini hanya berlaku dari pendapatan besih selama
setahun bila cukup senisab. Ini hanya berlaku bagi mereka yang tidak mempunyai
sumber pendapatan lain selain itu. Alasan atas hal itu sebagai berikut:
Para ulama fikh memandang kekayaan yang dibutuhkan oleh pemiliknya sebagai
kebutuhan pokok itu berarti tidak ada menurut kaca mata adama. Mereka
menyamkaan kekayaan seperti itu sama dengan air yang sangat dibutuhkan oleh orang
yang membolehkannya bertayammum sekalipun air itu ada, oleh karena ia dengan
kebutuhannya yang sangar penting itu dipandang sama dengan orang yang tidak
mempunyai air
Hadis hadis mengenai hal itu, yang sudah kita turunkan, misalnya mengenai
penaksiran buah kurma dan angggur dengan memberikan keringannan dan
kemudahan bagi pemiliknya dan bahwa Nabi s.a.w. tentang hal itu bersabda
“Tinggalkan sepertiga, bila tidak sepertiga seperempat!” Artinya sejumlah sepertiga
atau seperempat itu dibebaskan dari zakat, yaitu jumlah yang menjadi kebuthan
mereka. Berdasarkan hadis itu adalah lebih tepat dan ringan bila sepertiga atau
seperempat pendapatan itu dibebaskan dari zakat.