Nely LP BBLR & Asfiksia
Nely LP BBLR & Asfiksia
Nely LP BBLR & Asfiksia
OLEH:
2019
BAYI BERAT LAHIR RENDAH (BBLR) DENGAN ASFIKSIA
I. PENGERTIAN
Bayi berat lahir rendah (BBLR) adalah bayi dengan berat badan kurang dari
2500 gram pada waktu lahir (Sofian, 2012). World Health Organization (WHO,
2012) mengubah istilah bayi prematur (premature baby) menjadi berat bayi lahir
rendah (low birth weight) dan sekaligus mengubah kriteria BBLR yang
sebelumnya ≤ 2500 gram menjadi < 2500 gram. BBLR ialah bayi yang
dilahirkan dengan berat badan kurang dari 2.500 gram, tanpa memandang masa
gestasi (Kosim, 2012).
Asfiksia adalah suatu keadaan bayi baru lahir yang mengalami gangguan tidak
segera bernafas secara spontan dan teratur setelah lahir. Asfiksia dapat terjadi
selama kehamilan atau persalinan (Sofian, 2012). Asfiksia merupakan suatu
keadaan dimana bayi tidak dapat bernapas secara spontan dan teratur segera
setelah lahir, keadaan tersebut dapat disertai dengan adanya hipoksia,
hiperkapnea dan sampai ke asidosis (Hidayat, 2009). Asfiksia Neonatorum
merupakan kegagalan bayi baru lahir untuk memulai dan melanjutkan
pernafasan secara spontan dan teratur, yang mana dapat terjadi karena
kurangnya kemampuan organ pernapasan bayi dalam menjalankan fungsinya,
seperti mengembangkan paru (Kristiyanasari, 2013).
II. KLASIFIKASI
Klasifikasi BBLR dapat dibagi berdasarkan derajatnya dan masa gestasinya.
Berdasarkan derajatnya, BBLR diklasifikasikan menjadi tiga kelompok, antara
lain (Astria dkk, 2016):
1. Berat bayi lahir rendah (BBLR) atau low birth weight (LBW) dengan berat
lahir 1500 – 2499 gram.
2. Berat bayi lahir sangat rendah (BBLSR) atau very low birth weight
(VLBW) dengan berat badan lahir 1000 – 1499 gram.
3. Berat bayi lahir ekstrem rendah (BBLER) atau extremely low birth weight
(ELBW) dengan berat badan lahir < 1000 gram
Cara menilai tingkatan APGAR score menurut Dewi (2011) adalah dengan :
1). Menghitung frekuensi jantung.
2). Melihat usaha bernafas.
3). Menilai tonus otot.
4). Menilai reflek rangsangan.
5). Memperlihatkan warna kulit.
Di bawah ini adalah tabel untuk menentukan tingkat derajat asfiksia yang
dialami bayi:
Tanda tanda vital Nilai 0 Nilai 1 Nilai 2
Tubuh
Seluruh
Appearance kemerahan Seluruh tubuh
tubuh biru
(warna kulit) Ekstermitas kemerah-merahan
atau putih
biru
Pulse
< 100 x/
(Frekuensi jantung) Tidak ada > 100 x/ menit
menit
Grimance
(reflek) Tidak ada Menyeringai Batuk/Bersin/Menangis
Activity Fleksi
Tidak Ada
(tonus otot) ekstremitas Fleksi kuat, gerak aktif
Gerakan
(Lemah)
Lambat atau
Respiration Menangis kuat atau
Tidak ada tidak teratur
(pernapasan) keras
(Merintih)
Pemantauan nilai apgar dilakukan pada menit ke-1 dan menit ke-5, bila nilai
apgar 5 menit masih kurang dari 7 penilaian dilanjutkan tiap 5 menit sampai
skor mencapai 7. Nilai Apgar berguna untuk menilai keberhasilan resusitasi
bayi baru lahir dan menentukan prognosis, bukan untuk memulai resusitasi
karena resusitasi dimulai 30 detik setelah lahir bila bayi tidak menangis.
III. ETIOLOGI
Beberapa penyebab dari bayi dengan berat badan lahir rendah (Proverawati &
Ismawati, 2010), yaitu:
a. Faktor ibu
1) Penyakit
a) Mengalami komplikasi kehamilan, seperti anemia, perdarahan
antepartum, preekelamsi berat, eklamsia, infeksi kandung kemih.
b) Menderita penyakit seperti malaria, infeksi menular seksual,
hipertensi, HIV/AIDS, TORCH(Toxoplasma, Rubella,
Cytomegalovirus (CMV) dan Herpes simplex virus), danpenyakit
jantung.
c) Penyalahgunaan obat, merokok, konsumsi alkohol.
2) Ibu
a) Angka kejadian prematuritas tertinggi adalah kehamilan pada usia <
20 tahun atau lebih dari 35 tahun.
b) Jarak kelahiran yang terlalu dekat atau pendek (kurang dari 1 tahun).
c) Mempunyai riwayat BBLR sebelumnya.
3) Keadaan sosial ekonomi
a) Kejadian tertinggi pada golongan sosial ekonomi rendah. Hal ini
dikarenakan keadaan gizi dan pengawasan antenatal yang kurang.
b) Aktivitas fisik yang berlebihan
c) Perkawinan yang tidak sah.
b. Faktor janin Faktor janin meliputi : kelainan kromosom, infeksi janin
kronik (inklusi sitomegali, rubella bawaan), gawat janin, dan kehamilan
kembar.
c. Faktor plasenta Faktor plasenta disebabkan oleh : hidramnion, plasenta
previa, solutio plasenta, sindrom tranfusi bayi kembar (sindrom parabiotik),
ketuban pecah dini.
d. Faktor lingkungan Lingkungan yang berpengaruh antara lain : tempat
tinggal di dataran tinggi, terkena radiasi, serta terpapar zat beracun.
Menurut Wikjosastro (2009), asfiksia dapat terjadi karena beberapa faktor yaitu:
1. Faktor ibu
a. Hipoksia ibu
Dapat terjadi karena hipoventilasi akibat pemberian obat analgetik
atau anestesi dalam, dan kondisi ini akan menimbulkan hipoksia janin
dengan segala akibatnya.
2. Faktor plasenta
Pertukaran gas antara ibu dan janin dipengaruhi oleh luas dan kondisi
plasenta, asfiksis janin dapat terjadi bila terdapat gangguan mendadak pada
plasenta, misalnya perdarahan plasenta, solusio plasenta.
3. Faktor fetus
Kompresi umbilikus akan mengakibatkan terganggunya aliran darah
dalam pembuluh darah umbilikus dan menghambat pertukaran gas antara ibu
dan janin. Gangguan aliran darah ini dapat ditemukan pada keadaan tali pusat
menumbung, melilit leher, kompresi tali pusat antara jalan lahir dan janin.
Faktor ibu: mengalami penyakit Faktor Plasenta: hidramnion, plasenta previa, Faktor janin: kelainan kromosom,
anemia, perdarahan, infeksi. Usia ibu < solution plasenta, ketuban pecah dini. infeksi janin (inklusi sitomegali, rubella
20 tahun/ >35 tahun. Adanya riwayat bawaan), gawat janin, kehamilan
BBLR, jarak kelahiran dekat <1 tahun kembar
Dx. Kep:
Resiko
Infeksi
Dx. Kep:
Hipotermia Dx. Kep: Resiko
Ketidakstabilan
kadar glukosa darah
Dx. Kep: Resiko
tinggi kekurangan Dx. Kep:
volume cairan Kerusakan
Pertumbuhan dinding dada
Dx. Kep: Integritas
belum sempurna
Hiperbilirubinemia
Jaringan
Neonatal
Vaskuler paru imatur
Penurunan surfaktan
Dx. Kep: Resiko
tinggi gangguan
Insufien Pernapasan
pemenuhan nutrisi
Dx. kurang dari
Kep: kebutuhan tubuh
Apnea, dan
Pola
asfiksia
Nafas
Tidak
Efektif
f
Pemeriksaan Fisik
a) Sistem sirkulasi/kardiovaskular : Frekuensi dan irama jantung rata-
rata 120 sampai 160x/menit, bunyi jantung (murmur/gallop), warna
kulit bayi sianosis atau pucat, pengisisan capilary refill (kurang dari 2-3
detik).
b) Sistem pernapasan : Bentuk dada barel atau cembung, penggunaan
otot aksesoris, cuping hidung, interkostal; frekuensi dan keteraturan
pernapasan rata-rata antara 40-60x/menit, bunyi pernapasan adalah
stridor, wheezing atau ronkhi.
c) Sistem gastrointestinal : Distensi abdomen (lingkar perut bertambah,
kulit mengkilat), peristaltik usus, muntah (jumlah, warna, konsistensi
dan bau), BAB (jumlah, warna, karakteristik, konsistensi dan bau),
refleks menelan dan mengisap yang lemah.
d) Sistem genitourinaria : Abnormalitas genitalia, hipospadia, urin
(jumlah, warna, berat jenis, dan PH).
e) Sistem neurologis dan musculoskeletal : Gerakan bayi, refleks moro,
menghisap, mengenggam, plantar, posisi atau sikap bayi fleksi,
ekstensi, ukuran lingkar kepala kurang dari 33 cm, respon pupil,
tulang kartilago telinga belum tumbuh dengan sempurna, lembut dan
lunak.
f) Sistem thermogulasi (suhu) : Suhu kulit dan aksila, suhu lingkungan.
g) Sistem kulit : Keadaan kulit (warna, tanda iritasi, tanda lahir, lesi,
pemasangan infus), tekstur dan turgor kulit kering, halus, terkelupas.
h) Pemeriksaan fisik : Berat badan sama dengan atau kurang dari 2500
gram, panjang badan sama dengan atau kurang dari 46 cm, lingkar
kepala sama dengan atau kurang dari 33 cm, lingkar dada sama
dengan atau kurang dari 30cm, lingkar lengan atas, lingkar perut,
keadaan rambut tipis, halus, lanugo pada punggung dan wajah, pada
wanita klitoris menonjol, sedangkan pada laki-laki skrotum belum
berkembang, tidak menggantung dan testis belum turun., nilai
APGAR pada menit 1 dan ke 5, kulitkeriput.
(Source: Pantiwatia, 2010)
B. Diagnose Keperawatan
1) Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan maturitas pusat pernafasan,
keterbatasan perkembangan otot, penurunan energi/kelelahan,
ketidakseimbangan metabolik.
2) Hipotermi berhubungan dengan kontrol suhu yang imatur dan penurunan
lemak tubuh subkutan.
3) Resiko gangguan kebutuhan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan ketidak mampuan mencerna nutrisi karena
imaturitas.
4) Resiko infeksi berhubungan dengan pertahanan imunologis yang kurang
5) Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan
karakteristik fisiologis imatur dari bayi preterm dan/ atau imaturisasi atau
penyakit
6) Resiko ketidakstabilan kadar glukosa darah berhubungan dengan ketidak
adekuatan intake nutrisi, malnutrisi, penurunan berat badan
7) Hiperbilirubin neonatus berhubungan dengan penurunan berat badan
abnormal (>7-8% pada bayi baru lahir yang menyusui ASI; 15% pada
bayi cukup bulan), Pola makan tidak ditetapkan dengan baik, Feses
(mekonium) terlambat keluar.
8) Kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan gangguan sirkulasi,
deficit cairan.
(Source: NANDA, 2020; Proverawati, 2010)
C. Intervensi
1. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan maturitas pusat pernafasan,
keterbatasan perkembangan otot, penurunan energi/kelelahan,
ketidakseimbangan metabolik.
Tujuan: Diharapkan dalam waktu 3x24 jam pasien dapat memiliki pola
nafas yang efektif dengan kriteria hasil:
RR 40-60 x/mnt
Sianosis (-)
Sesak (-)
Ronchi (-)
Whezing (-)
Rencana tindakan:
Observasi pola Nafas.
Observasi frekuensi dan bunyi nafas
Observasi adanya sianosis.
Monitor dengan teliti hasil pemeriksaan gas darah.
Tempatkan kepala pada posisi hiperekstensi.
Beri O2 sesuai program dokter
Observasi respon bayi terhadap ventilator dan terapi O2.
Atur ventilasi ruangan tempat perawatan klien.
Kolaborasi dengan tenaga medis lainnya
2. Hipotermi berhubungan dengan kontrol suhu yang imatur dan penurunan
lemak tubuh subkutan.
Tujuan: Diharapkan dalam waktu 3x24 jam suhu tubuh dalam rentang
normal dengan kriteria hasil:
Suhu 36.5 – 37.5 °C.
Kulit hangat.
Sianosis (-)
Ekstremitas hangat
Tindakan keperawatan:
Observasi tanda-tanda vital.
Tempatkan bayi pada incubator.
Awasi dan atur control temperature dalam incubator sesuai
kebutuhan.
Monitor tanda-tanda Hipertermi.
Hindari bayi dari pengaruh yang dapat menurunkan suhu tubuh.
Ganti pakaian setiap basah
Observasi adanya sianosis.
3. Gangguan kebutuhan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan ketidak mampuan mencerna nutrisi karena imaturitas.
Tujuan : Diharapkan dalam waktu 3x24 jam nutrisi pasien dapat
terpenuhi dengan kriteria hasil:
Reflek hisap dan menelan baik
Muntah (-)
Kembung (-)
BAB lancar
Berat badan mengalami peningkatan
Turgor elastis
Tindakan keperawatan:
Observasi intake dan output.
Observasi reflek hisap dan menelan.
Beri minum sesuai program
Pasang NGT bila reflek menghisap dan menelan tidak ada.
Monitor tanda-tanda intoleransi terhadap nutrisi parenteral.
Kaji kesiapan untuk pemberian nutrisi enteral
Kaji kesiapan ibu untuk menyusu.
Timbang BB setiap hari.
4. Resiko infeksi berhubungan dengan pertahanan imunologis yang kurang.
Tujuan: Diharapkan dalam waktu 3x24 jam tidak terjadi infeksi dengan
kriteria hasil:
Suhu 36.5 -37.5°C
Tidak ada tanda-tanda infeksi.
Leukosit 5.000-10.000
Tindakan keperawatan:
Kaji tanda-tanda infeksi.
Isolasi bayi dengan bayi lain.
Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan bayi.
Gunakan masker setiap kontak dengan bayi.
Cegah kontak dengan orang yang terinfeksi.
Pastikan semua perawatan yang kontak dengan bayi dalam keadaan
bersih/steril.
Kolaborasi dengan dokter.
Berikan antibiotic sesuai program.
5. Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan
karakteristik fisiologis imatur dari bayi preterm dan/ atau imaturisasi atau
penyakit.
Tujuan: Setelah dilakukan perawatan selama 3x24 jam asupan cairan
dalam tubuh dapat terpenuhi dengan kriteria hasil :
Tidak terdapat dehidrasi, hidrasi dapat tercapai.
Tanda – tanda vital stabil (TD: 80/45 mmHg, HR :140-160x/menit,
S :36,5-37,5°C, RR: 40-60x/menit)
Turgor kulit normal, membrane mukosa lembab.
Tindakan keperawatan:
Kaji stasus hidrasi (turgor kulit, tekanan darah, edema, berat badan,
membrane mukosa, fontanel).
Pantau dengan ketat cairan dan elektrolit
Pantau keluaran urin dan nilai laboratorium.
Pastikan masukan cairan oral/parenteral yang adekuat.
Atur cairan parenteral dengan ketat.
Hindari pemberian cairan hipertonik.
6. Resiko ketidakstabilan kadar glukosa darah berhubungan dengan ketidak
adekuatan intake nutrisi, malnutrisi, penurunan berat badan
Tujuan: Setelah dilakukan perawatan selama 3x24 jam kadar glukosa
tubuh dapat terpenuhi dengan kriteria hasil :
Diet sehat
Orangtua dapat mengontrol kadar glukosa darah bayi
Orangtua bayi dapat memanajemen dan mencegah penyakit semakin
parah
Tingkat pemahaman untuk dan pencegahan komplikasi
Bayi dapat meningkatkan istirahat
Berat badan meningkat
Orangtua bayi memahami manajemen Diabetes
Status nutrisi adekuat
Tindakan keperawatan:
Memantau kadar glukosa darah
Pantau tanda-tanda dan gejala hiperglikemia : poliuria, polidipsia,
polifagia, lemah, kelesuan, malaise, mengaburkan visi, atau sakit
kepala
Memantau keton urin, seperti yang ditunjukkan
Memantau abg, dan elektrolit
Memantau tanda vital
Mengelola insulin, seperti yang ditentukan
Mendorong asupan cairan oral
Menjaga akses IV
Memberikan cairan IV sesuai kebutuhan
Mengelola kalium, seperti yang ditentukan
Konsultasikan dengan dokter jika tanda dan gejala hiperglikemia
menetap atau memburuk
Membantu ambulasi jika hipotensi ortostatik hadir
Menyediakan kebersihan mulut, jika perlu
Mengidentifikasi kemungkinan penyebab hiperglikemia
Membantu pasien untuk menafsirkan kadar glukosa darah
Tinjau catatan glukosa darah dengan keluarga
Instruksikan tes urin keton, yang sesuai
Memfasilitasi kepatuhan terhadap diet dan latihan
Astria, Y., Christopher, S.S., Benedicta, M.S., Felix, F.W., Rinawati, R. 2016.
Low Birth Weight Profiles at H. Boejasin Hospital South Borneo, Indonesia
in 2010–2012. Paediatrica Indonesiana, [e-journal] 56 (3): pp. 155–161
Cahyanti, Y.D. 2018. Asuhan Keperawatan Pada Bayi Asfiksia Neonatorum
Dengan Ketidakefektifan Bersih Jalan Nafas Di Ruang Perinatologi Rumah Sakit
Umum Daerah Bangil Pasuruan. Jombang.
Dewi, V. 2011. Asuhan Neonatus Bayi dan Anak Balita. Jakarta: Salemba
Medika
Hidayat, Aziz. 2009. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak. Jakarta
Kosim. (2012). Buku Ajar Neonatologi. Jakarta: Badan Penerbit IDAI.
Nurarif, A. H., & Kusuma, H. 2015. Diagnosa Keperawatan: Definisi &
Klasifikasi 2015-2017, Edisi 10. Jakarta: EGC
NANDA Internasional Inc. 2018. Diagnosa Keperawatan: Definisi &
Klasifikasi 2018-2020, Edisi 11. Jakarta: EGC
Pantiawati, I. 2010. Bayi dengan Berat Badan Lahir Rendah. Yogyakarta:
Nuha Medika.
Proverawati, A., Ismawati, C. 2010. Berat Badan Lahir Rendah. Yogyakarta:
Nuha Medika
Rukiyah, Yeyeh, A., Yulianti, L. 2010. Asuhan Kebidanan IV (Patologi
Kebidanan). Jakarta: Trrans Info Media
Sofian, A. 2012. Rustam Moschtar Sinopsis Obstetri: Obstetri operatif
Obstetri social edisi 3 jilid 1 & 2. Jakarta: EGC
WHO. 2014. Low Bitrh Weight. [online]
http://www.worldlifeexpentancy.com/cause-of-death/low-birth-weight/by-
country/.
Wikjosastro. 2009. Ilmu Kebidanan. Jakarta : yayasan Buku Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo.