Depik: Biodiversity of Fishes in Mulur Reservoir Sukoharjo, Central Java, Indonesia
Depik: Biodiversity of Fishes in Mulur Reservoir Sukoharjo, Central Java, Indonesia
Depik: Biodiversity of Fishes in Mulur Reservoir Sukoharjo, Central Java, Indonesia
Abstract. Mulur reservoir has one inlet and two outlet areas. Inlet and outlet areas have different biotic and abiotic
factors that may affect the diversity of fish species. The purpose of this research is to know the level of diversity of fish
species in Mulur reservoir. The study was conducted in October-November 2017 and the process of fish identification at
Sebelas Maret University. The sampling of fish is using purposive sampling method. Sampling is done at 06.00-18.00
WIB by making a plot with size 10x20 m3. Sampling is done three times in every station. The fish species are
identified by Kottelat et al (1993). The calculation of the data is the index of diversity using Shannon Wiener's diversity
index. The correlation between abiotic factor and fish species diversity was analyzed by regression correlation. Grouping
fish with the Ntsys cluster (2.02i) method. The fish that were captured and identified during the study grouped into 11
families, 16 generas, and 24 species. Based on the calculation of fish diversity index showed in the inlet and middle
region has a higher diversity index that is equal to 1.003 and 1.026 while at I and II outlet stations are 0.784 and
0.895, respectively. Flow velocity and light penetration are gave that significant affects to fish diversity.
Keywords : Biodiversity, Fish, Mulur reservoir, Sukoharjo
Abstrak. Waduk Mulur mempunyai satu inlet dan dua outlet. Pada kawasan inlet dan outlet
mempunyai faktor biotik dan faktor abiotik yang berbeda sehingga mempengaruhi keanekaragaman
jenis ikan. Tujuan penelitian untuk mengetahui keanekaragaman ikan di Waduk Mulur. Penelitian
dilakukan pada bulan Oktober - November 2017 dan proses identifikasi ikan di Universitas Sebelas
Maret. Pengambilan sampel ikan menggunakan metode purposive sampling . Sampling dilakukan pukul
06.00-18.00 WIB dengan membuat plot ukuran sekitar 10x20 meter3. Sampling dilakukan sebanyak
tiga kali ulangan pada masing- masing stasiun. Identifikasi ikan dengan buku Kottelat et al (1993).
Perhitungan indeks keanekaragaman menggunakan indeks keragaman Shannon Wiener. Hubungan
antara faktor abiotik dan keanekaragaman jenis ikan dianalisis dengan uji korelasi regresi.
Pengelompokan ikan menggunakan metode cluster Ntsys (2.02i). Ikan yang berhasil ditangkap dan
diidentifikasi dikelompokkan kedalam 11 familia, 16 genus dan 24 species. Berdasarkan perhitungan
indeks diversitas ikan menunjukkan di kawasan inlet dan tengah mempunyai indeks diversitas lebih
tinggi yaitu 1,003 dan 1,026 sedangkan pada kawasan outlet I dan II yaitu 0,784 dan 0,895. Kecepatan
arus dan penetrasi cahaya secara signifikan mempengaruhi keanekaragaman ikan.
Kata Kunci : Keragaman, Ikan, Waduk Mulur, Sukoharjo.
Pendahuluan
Indonesia merupakan salah satu negara yang mempunyai sumber keragaman hayati
tertinggi di dunia setelah Brazil (Muchlisin dan Siti-Azizah, 2009). Menurut Djajadireja et al.
(1977) terdapat lebih kurang 4000 jenis ikan di perairan Indonesia dan sebanyak 800 jenis
diantaranya ikan hidup di air payau dan air tawar. Ikan memiliki adaptasi yang tinggi terhadap
kondisi lingkungan sehingga penyebarannya luas di hampir semua tipe perairan yang ada baik
dataran rendah sampai dataran tinggi (Muchlisin, 2017). Penelitian tentang keragaman ikan air
tawar selama ini umumnya lebih difokuskan pada perairan alami diantaranya sungai, danau
dan rawa-rawa dan sangat sedikit yang mengkaji potensi sumberdaya ikan di perairan waduk.
Namun dilain pihak, selain berperan dalam sektor pertanian, waduk juga memiliki peran
Faradiana et al. (2018) Volume 7, Number 2, Page 151-163, August 2018 151
Depik
Jurnal Ilmu-Ilmu Perairan, Pesisir dan Perikanan
p-ISSN: 2089-7790, e-ISSN: 2502-6194 http://jurnal.unsyiah.ac.id/depik
penting dari segi sumberdaya perikanan. Salah satu waduk yang jarang dikaji potensinya adalah
Waduk Mulur yang terletak di desa Mulur, Kecamatan Bendosari Kabupaten Sukoharjo,
Provinsi Jawa Tengah.
Sumber air Waduk Mulur ini berasal dari Sungai Jlantah (Cahyono, 2009). Pembuatan
waduk dengan cara membendung sungai akan menyebabkan terjadinya perubahan kondisi
ekologis perairan, sehingga ikan harus beradaptasi dengan kondisi lingkungan yang baru
(Widiyati dan Prihadi, 2007), dan ikan-ikan yang dapat beradaptasi akan mampu bertahan
sehingga akan merubah komposisi jenis ikan di perairan tersebut. Walupun penyebarannya
luas, namun ikan tidak tahan terhadap adanya perubahan kondisi lingkungan secara ekstrim
(Siagian, 2009). Penelitian Wahyuni (2014) di Waduk Cirata Jawa Barat menunjukkan bahwa
pembuatan Waduk Cirata telah menyebabkan penurunan populasi beberapa jenis ikan di
sana, hal ini dapat terjadi dikarenakan adanya bangunan yang menghalangi beberapa jenis ikan
untuk dapat melintas (bermigrasi) sehingga gagal bereproduksi.
Menurut hasil wawancara dari nelayan dan pemancing diketahui bahwa jenis ikan yang
ada di kawasan waduk Mulur terbagi menjadi dua kelompok ikan, yaitu ikan native (asli
setempat) dan ikan introduced (introduksi atau pendatang). Jenis ikan native yang ada di Waduk
Mulur diantaranya; ikan tawes (Barbodes gonionotus), beunteur (Puntius binotatus), wader (Rasbora
spp.), gabus (Channa striata), toman (C. micropeltes), jeler (Nemacheilus fasciatus), dan keting
(Mystus nigriceps), sedangkan jenis ikan introduksi adalah ikan nila (Oreochromis niloticus).
Menurut Utomo et al. (2006) jenis ikan yang paling dominasi di kawasan aliran Sungai
Bengawan Solo adalah ikan yang berasal dari familia Cyprinidae didukung dengan penelitian
Adjie (2010) menyebutkan bahwa pada bagian hulu sungai Bengawan Solo tepatnya di
bendungan Colo famili ikan yang mendominasi adalah famili Cyprinidae diantaranya; Barbodes
spp., B. gonoinotus, B. collingwoodi, B. balleroides, Hampala macrolepidota dan R. caudimaculata.
Secara morfologi, Waduk Mulur mempunyai luas sekitar 151 hektar terbagi atas satu
kawasan inlet dan dua kawasan outlet, kondisi ini memberi peluang bagi terciptanya
perbedaan komposisi jenis ikan di kedua kawasan yang berbeda tersebut. Menurut
Tjokrokusumo (2008) perbedaan kondisi lingkungan di kawasan inlet dan outlet
mengakibatkan terjadinya variasi dalam pola distribusi, tingkah laku, dan komposisi ikan.
Adanya perbedaan kondisi lingkungan akan menjadikan faktor pembatas dalam mentukan
faktor biotik yang ada dalam suatu ekosistem (Matthews, 1998). Mengingat potensi
keanekaragaman ikan di kawasan Waduk Mulur cukup tinggi, namun informasi terkait
keragaman jenis ikan belum pernah dilaporkan. Oleh karena itu, penelitian ini penting untuk
dilakukan dengan tujuan untuk menganalisis keragaman ikan di Waduk Mulur Sukoharjo, Jawa
Tengah serta mengelompokkannya sesuai karakter morfologinya.
Faradiana et al. (2018) Volume 7, Number 2, Page 151-163, August 2018 152
Depik
Jurnal Ilmu-Ilmu Perairan, Pesisir dan Perikanan
p-ISSN: 2089-7790, e-ISSN: 2502-6194 http://jurnal.unsyiah.ac.id/depik
Faradiana et al. (2018) Volume 7, Number 2, Page 151-163, August 2018 153
Depik
Jurnal Ilmu-Ilmu Perairan, Pesisir dan Perikanan
p-ISSN: 2089-7790, e-ISSN: 2502-6194 http://jurnal.unsyiah.ac.id/depik
Keterangan :
N = Densitas plankton per liter
n = Jumlah sel plankton yang teramati
Vt = Volume sampel yang terendapkan (ml)
Vcg = Volume SRCC (ml)
Vd = Volume sampel yang diendapkan (l)
Indeks keragaman
Perhitungan indeks diversitas ikan dihitung berdasarkan dengan metode penentuan
indeks diversitas Shanon-Wiener, berdasarkan Mergurran (1988) dengan rumus :
Keterangan:
H’ = Keanekaragaman Shannon-Winner
Faradiana et al. (2018) Volume 7, Number 2, Page 151-163, August 2018 154
Depik
Jurnal Ilmu-Ilmu Perairan, Pesisir dan Perikanan
p-ISSN: 2089-7790, e-ISSN: 2502-6194 http://jurnal.unsyiah.ac.id/depik
Pi = Indeks kemelimpahan
n = Jumlah individu tiap spesies
N = Jumlah total seluruh jenis ikan
Uji Korelasi-regresi
Berdasarkan data hasil pengukuran faktor lingkungan dan perhitungan indeks
diversitas ikan kemudian dilakukan uji korelasi regresi yang bertujuan untuk mengetahui ada
tidaknya hubungan dan katerkaitan hubungan antara keduanya. Parameter lingkungan
digunakan sebagai variabel bebas yang dihubungkan dengan indeks keragaman sebagai
variabel terikat. Setelah itu dianalisis dengan menggunakan uji korelasi pearson dan uji regresi
linear sederhana untuk melihat hubungan kekerabatan yang ada antar species ikan. Analisis
korelasi-regresi menggunakan software SPSS versi 23.0. Pengelompokan ikan dilakukan
dengan menghitung koefisien kemiripan dengan merode Sokal dan Sneath (1963) setelah itu
dilakukan proses clustering dengan aplikasi Ntsys (2.02i).
Hasil
Keragaman
Ikan yang berhasil ditangkap dan diidentifikasi selama penelitian berjumlah 512 ekor
yang dikelompokkan kedalam 11 familia, 16 genus dan 24 species ( Tabel 1). Jenis ikan
terbanyak yang terdapat di kawasan Waduk Mulur adalah Famili Cyprinidae (7 jenis),
Cichlidae (3 jenis), Poecilidae (3 jenis). Selain famili tersebut juga ditemukan famili Clariidae,
Channanidae, dan Pangasidae masing-masing sebayak 2 jenis serta famili Eleotridae,
Osphronemidae, Chraracidae , Lorariidae, dan Bagridae masing-masing sebanyak 1 jenis.
Berdasarkan data indeks diversitas ikan (Tabel 1) menunjukkan bahwa pada stasiun II
(tengah waduk) mempunyai nilai indeks tertinggi yakni sebesar 1,026 dan indeks diversitas
terendah pada stasiun III (outlet I) yakni sebesar 0,784. Menurut Magurran (1988)
menjelaskan bahwa indeks keanekaragaman digolongkan menjadi 3 tingkatan yaitu apabila
nilai indeks keanekaragaman (H’) > 3 maka dapat dikatakan keanekaragamannya tinggi,
apabila nilai 1<H’<3 maka tingkat keanekaragamannya sedang dan apabila nilai H’<1 maka
keanekaragamannya rendah. Hasil analisis menunjukkan bahwa nilai indeks keanekaragaman
(H’) secara berturut- turut dimulai dari nilai yang terbesar sampai nilai yang terkecil adalah
Tengah > Inlet > Outlet 2 > Outlet 1.
Berdasarkan analisis korelasi regresi antara faktor lingkungan dengan indeks diversitas
yang mempengaruhi secara signifikan adalah penetrasi cahaya dan kecepatan arus. Hasil
pengujian korelasi regresi antara indeks keanekaragaman dengan penetrasi cahaya diperoleh
nilai R2 sebesar 0,9627 yang artinya bahwa indeks diversitas ikan 96,27% dipengaruhi oleh
penetrasi cahaya dan sisanya dipengaruhi oleh faktor yang lain. berdasarkan grafik diatas
menunjukkan bahwa semakin besar penetrasi cahaya yang ada disuatu perairan maka akan
menyebabkan tingkat keanekaragaman ikan meningkat pula. Penetrasi cahaya akan
menyebkan kesuburan air akan meningkat.
Kecepatan arus didapatkan nilai R2 sebesar 0,9102 yang berarti bahwa indeks
diversitas ikan 91.02% dipengaruhi oleh kecepatan arus dan sisanya dipengaruhi oleh faktor
lain. Berdasarkan grafik tersebut menunjukkan bahwa semakin rendah kecepatan arus yang
ada disuatu perairan maka akan menyebabkan kenaikan tingkat keanekaragaman ikan
Faradiana et al. (2018) Volume 7, Number 2, Page 151-163, August 2018 155
Depik
Jurnal Ilmu-Ilmu Perairan, Pesisir dan Perikanan
p-ISSN: 2089-7790, e-ISSN: 2502-6194 http://jurnal.unsyiah.ac.id/depik
1.2 1.2
1 1
Indeks Diversitas
Indeks Diversitas
0.8 0.8
0.6 0.6 y = -0.3163x + 1.0735
y = -0.0658x + 3.5612 R² = 0.9102
0.4 R² = 0.9627 0.4
0.2 0.2
0 0
38 40 42 44 0 0.5 1
Penetrasi Cahaya (cm) Kecepatan arus (m/detik)
Gambar 2. Grafik hubungan antara indeks diversitas dengan penetrasi cahaya dan kecepatan
arus.
Faradiana et al. (2018) Volume 7, Number 2, Page 151-163, August 2018 156
Depik
Jurnal Ilmu-Ilmu Perairan, Pesisir dan Perikanan
p-ISSN: 2089-7790, e-ISSN: 2502-6194 http://jurnal.unsyiah.ac.id/depik
Faktor lingkungan
Data hasil pengukuran faktor lingkungan (abiotik) menunjukkan bahwa kecepatan
arus akan mempengaruhi faktor lingkungan yang lain. Berdasarkan hasil pengkuran kecepatan
arus tertinggi terdapat di stasiun III (0,807m/s) karena letaknya dikawasan outlet I (tempat
keluarnya air dari dalam waduk) sehingga kecepatan arus airnya besar. Kecepatan arus air
terendah terdapat pada stasiun II (0,074 m/s) karena letaknya berada di tengah waduk
sehingga kondisi airnya menggenang dan kecepatan arus airnya cenderung lebih stabil.
Kecepatan arus yang tinggi akan mengakibatkan jumlah kandungan oksigen terlarut juga akan
lebih tinggi yakni pada stasiun III 7,63 mg/l. Tjakrawidjaja dan Haryono (2008) menyatakan
bahwa kecepatan arus perairan akan berhubungan erat dengan ketersediaan oksigen terlarut
yang ada di dalam air, apabila semakin tinggi laju dari aliran air maka kandungan dari oksigen
terlarut juga akan semakin tinggi.
Pengukuran penetrasi cahaya pada masing- masing stasiun pengamatan berkisar 38-42
cm. Nilai penetrasi cahaya yang paling tinggi yaitu pada stasiun III sebesar 42,33 cm yang
artinya kemampuan cahaya matahari dalam menembus perairan lebih tinggi dikarenakan zat-
zat tersuspensi yang ada di dalam air lebih sedikit sedangkan nilai penetrasi cahaya paling
rendah yakni pada stasiun II sebesar 38,67 cm. Tingkat kesuburan air akan meningkat apabila
nilai penetrasi cahaya ini tinggi, hal ini dikarenakan cahaya matahari diperlukan untuk proses
fotosintesis bagi fitopankton. Kemampuan cahaya matahari menembus perairan akan
mempengaruhi banyaknya plankton. Berdasarkan data pengamatan (Tabel 2) kepadatan
plankton pada stasiun III lebih tinggi yakni 711 sel/l sedangkan kepadatan plankton terendah
pada stasiun II sebesar 256 sel/l.
BOD merupakan indikator dalam pencemaran organis yang terjadi pada perairan,
apabila nilai BOD dalam perairan tinggi maka dapat mengindikasikan bahwa air tersebut telah
tercemar oleh bahan organik. Nilai BOD terbesar adalah pada stasiun II yakni sebesar 10,81
mg/l dan nilai BOD terkecil yakni pada stasiun I sebesar 3,38 mg/l. Hasil pengukuran BOD
yang didapatkan melebihi ambang batas yang sudah ditetapkan oleh PP RI Nomer 82 Tahun
2001 dimana tingkat pencemaran suatu perairan dapat dilihat dari nilai BOD, untuk perairan
kelas 2 harus mempunyai nilai BOD maksimum 3 mg/l.
Tabel 2. Hasil pengukuran parameter fisika, kimia, dan biologi perairan di Waduk Mulur
Sukoharjo
Stasiun Pengamatan
No Parameter BM
I II III IV
o
1. Suhu ( C) 28 30 25,33 26,67 25-31
2. Kecepatan Arus (m/s) 0,301 0,074 0,807 0,663 -
3. Penetrasi cahaya (cm) 39 38,67 42,33 40 -
4. DO (mg/l) 6,5 5,73 7,63 7,33 >4
5. BOD5 (mg/l) 3,38 10,81 6,44 6,59 3
6. Densitas Plankton (sel/l) 612 256 711 582 -
Ket : BM= Baku Mutu PP RI No.82 Tahun 2001, golongan II (perikanan)
Analisis cluster
Berdasarkan hasil analisis dendogram dari 24 jenis ikan yang berhasil ditangkap di
kawasan Waduk Mulur Sukoharjo menunjukkan bahwa ikan yang mempunyai koefisien
kemiripan yang terbesar adalah jenis ikan dari famili Cyprinidae dengan koefisien kemiripan
yakni 70-88%, selanjutnya ikan yang berasal dari famili Poecilidae dengan koefisien kemiripan
berkisar 85%, kemudian ikan yang berasal dari famili Pangasidae dengan koefisien kemiripan
Faradiana et al. (2018) Volume 7, Number 2, Page 151-163, August 2018 157
Depik
Jurnal Ilmu-Ilmu Perairan, Pesisir dan Perikanan
p-ISSN: 2089-7790, e-ISSN: 2502-6194 http://jurnal.unsyiah.ac.id/depik
berkisar 84%, ikan yang berasal dari famili Cichlidae koefisen kemiripannya sebesar 60-70%,
ikan dari famili Clariidae mempunyai koefisen kemiripan 64%, dan jenis ikan yang berasal dari
famili Channidae mempunyai koefisien kemiripan berkisar 62%.
Pembahasan
Famili Cyprinidae merupakan ikan yang mendominasi di kawasan Waduk Mulur
Sukoharjo yakni sebanyak 7 jenis diantaranya B. gonoinotus, Barbodes spp., B. balleroides, B.
collingwoodi, Hampala macrolepidota, Rasbora caudimaculata, dan Cyprinus carpio. Familia Cyprinidae
merupakan ikan air tawar sejati yang paling banyak mendominasi perairan. Hal yang demikian
merupakan kondisi yang cukup umum terjadi di perairan Indonesia khususnya di Jawa,
Sumatra, dan Kalimantan. Menurut penelitian Utomo et al. (2006) jenis ikan yang paling
banyak mendominasi di kawasan aliran sungai Bengawan Solo adalah ikan yang berasal dari
familia Cyprinidae. Kottelat et al. (1993) ikan dengan familia Cyprinidae merupakan penghuni
utama yang paling banyak populasinya di beberapa sungai di Kalimantan selain dari jenis,
sedangkan menurut laporan Junaidi (2008) familia Cyprinidae merupakan ikan yang
mendominasi di daerah Muara Enim Sumatra Selatan dan Waduk Ahning di Malaysia. Hal
yang sama juga dilaporkan di kawasan perairan Aceh (Muchlisin dan Siti Aziza, 2009;
Muchlisin et al, 2015), dan di kawasan Sangkir, Rokan Riau (Pranata et al., 2016).
Ikan yang paling banyak ditemukan pada empat stasiun yakni Oreochromis niloticus
dengan total 147 ekor diikuti oleh B. gonoinotus sebanyak 67 ekor, dan B. balleroides sebanyak 54
ekor (Tabel 1). O. niloticus merupakan ikan eurythermal sehingga jenis ikan ini akan tahan pada
kisaran suhu 28 oC-35oC (Setyo, 2006). Famili Cichlidae dapat hidup pada kondisi habitat
perairan yang berbeda dengan kondisi habitat alaminya meskipun kondisi perairan yang buruk
hal ini dikarenakan kemampuan adaptasi yang sangat baik dari ikan tersebut (Peterson et al.,
Faradiana et al. (2018) Volume 7, Number 2, Page 151-163, August 2018 158
Depik
Jurnal Ilmu-Ilmu Perairan, Pesisir dan Perikanan
p-ISSN: 2089-7790, e-ISSN: 2502-6194 http://jurnal.unsyiah.ac.id/depik
2005). Ikan- ikan yang berada di Waduk Mulur ini terbagi menjadi dua jenis yakni ikan native
dan ikan introduksi . Hasil penelitian didapatkan jenis ikan native lebih sedikit bahkan ada
species ikan yang tidak didapatkan seperti beunteur (Puntius binotatus) dan jeler (Nemacheilus
fasciatus), hal ini disebabkan karena adanya perbedaan kondisi habitat Waduk Mulur dengan
habitat alaminya. Puntius binotatus umumnya ditemukan pada habitat dengan kecepatan arus
yang deras dan air yang jernih (Beamish et al., 2006). Ikan introduksi yang ada di Waduk Mulur
merupakan ikan yang ditebarkan oleh Dinas Perikanan Sukoharjo diantaranya O. niloticus dan
Callosomma macroporum dan ikan yang terbawa arus sungai seperti genus Clarias dan Pangasius.
Menurut Blanchet et al. (2007) terdapatnya ikan introduksi pada suatu ekosistem perairan akan
menyebabkan adanya kompetisi ikan dalam mencari sumber makanan ataupun habitat yang
sesuai. Hal yang samajuga terjadi di Waduk Ir.H. Djuanda dan Waduk Cirata Jawa Barat
tersebut (Tjahjo dan Purnamaningtyas, 2010; Wahyuni et al., 2014). Menurut laporan
Muchlisin (2011) dan Muchlisin (2012) ikan nila O. niloticus merupakan introduksi di Danau
Laut Tawar, Provinsi Aceh dan saat ini menjadi salah satu ikan dominan di danau tersebut dan
telah menyebabkan populasi ikan endemik Danau Laut Tawar depik Rasbora tawarensis
menurun.
Hasil penelitian menunjukkan terdapat persamaan dan perbedaan jenis ikan yang
berhasil ditangkap pada keempat stasiun. Hal ini dimungkinkan karena perbedaan faktor
lingkungan yang berbeda sehingga persebaran ikan juga berbeda pada masing-masing
kawasan. Menurut Anwar et al. (1984) pola penyebaran dan komposisi ikan sangat tergantung
oleh adanya perubahan fisik, kimia, dan biologi yang ada di perairan. Kondisi lingkungan yang
hampir sama ditunjukkan pada stasiun III dan stasiun IV keduanya adalah daerah outlet
(tempat keluarnya air dari dalam waduk) sehingga karakter lingkungan yang jelas terlihat
adalah kecepatan arusnya yang tinggi. Ikan yang mendiami pada kedua stasiun ini mempunyai
tubuh langsing (streamline), hal ini dikarenakan untuk mengurangi gaya gesek yang ada pada
tubuhnya sehingga akan lebih mempermudah gerakannya di aliran arus air yang tinggi (Barret
et al., 1999). Jenis Ikan yang dominan mendiami kawasan ini adalah B. gonoinotus, Barbodes spp.,
B. balleroides, B. collingwoodi, R. caudimaculata, O. niloticus dan O. mossambicus.
Berbeda dengan stasiun III dan IV pada stasiun II mempunyai kondisi perairan yang
menggenang dengan arus yang tenang. Ikan-ikan yang mendiami stasiun ini mempunyai
bentuk tubuh yang besar dengan bentuk morfologi tubuhnya picak. Pada kawasan ini ikan-
ikan mendapatkan suplai makanan yang melimpah seperti sisa-sisa pakan yang ada di karamba,
hal ini dikarenakan lokasi pengamatan terdapat sekitar 200 meter dari KJA (Karamba Jaring
Apung). Ikan-ikan yang mendiami stasiun II ini diantaranya adalah Clarias batrachus, C.
gariepinus, Pangasius hypopthalmus, P. djambal, Channa striata, C. micropeltes, Oxyeleotris marmorata
dan Liposarcus perdalis. Ikan-ikan tersebut mempunyai kebiasaan hidup di dasar perairan dan
mempunyai bentuk tubuh picak. Ikan- ikan yang mempunyai aktivitas rendah cenderung
menempati habitat perairan menggenang dengan kecepatan arus yang rendah (Heok, 2009).
Pada stasiun I ikan-ikan yang mendiami terdapat perbedaan dari stasiun II, III,
maupun IV, hal ini dapat terlihat dari bentuk maupun ukuran tubuh ikan. Pada stasiun I
mempunyai kecepatan arus air yang tenang dan mengalir. Disepanjang tepi aliran air waduk
terdapat vegetasi tanaman. Ikan-ikan yang ditemukan pada stasiun ini mempunyai ukuran
yang kecil karena pada kawasan ini digunakan sebagai tempat pemijahan ikan dan berkembang
biak. Jenis ikan yang mendominasi yaitu famili Poecilidae seperti Poecilia reticulata, Xyphoporus
helleri dan Gambusia affinis. Ikan-ikan jenis ini mendominasi dikarenakan kondisi habitatnya
sangat sesuai dengan ikan tersebut seperti kondisi perairan yang stabil dan terdapatnya
vegetasi tanaman disekitarnya. Hal ini dipertegas dengan penelitian Hediyati (2012) Famili
Poecilidae banyak ditemukan di permukaan air dengan aliran arus air yang berarus.
Berdasarkan hasil pengamatan diketahui terdapat 5 species ikan yang mempunyai
daerah persebaran yang luas, ikan tersebut adalah B. gonoinotus, Barbodes spp., Barbodes
Faradiana et al. (2018) Volume 7, Number 2, Page 151-163, August 2018 159
Depik
Jurnal Ilmu-Ilmu Perairan, Pesisir dan Perikanan
p-ISSN: 2089-7790, e-ISSN: 2502-6194 http://jurnal.unsyiah.ac.id/depik
Faradiana et al. (2018) Volume 7, Number 2, Page 151-163, August 2018 160
Depik
Jurnal Ilmu-Ilmu Perairan, Pesisir dan Perikanan
p-ISSN: 2089-7790, e-ISSN: 2502-6194 http://jurnal.unsyiah.ac.id/depik
Berdasarkan hasil dendogram ikan pada famili Cichlidae yakni O. niloticus dan
Oreochromis mossambicus mempunyai koefisien kemiripan sebesar 70,7%. Kedua jenis ikan ini
dapat ditemukan dikeempat lokasi pengamatan, hal ini terkait dengan kemampuan adaptasi
ikan tersebut di perairan. Pengelompokan ikan yang mempunyai wilayah persebaran yang
sempit. Ikan-ikan yang mempunyai persebaran yang sempit diantaranya adalah O. gouramy, C.
macroporum dan L. perdalis, ketiga species ini hanya ditemukan di stasiun II (tengah waduk)
saja. Ikan-ikan tersebut mempunyai tingkat toleransi terhadap lingkungan yang rendah. Ikan
tersebut menyukai aliran air yang tenang sehingga kemampuan adaptasi dan mobilitas ketiga
ikan tersebut rendah. Karakter morfologi ikan ini juga cukup berbeda dengan species lain
yang ditemukan sehingga hubungan kekerabatannya cukup jauh dengan species ikan yang lain.
Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa
keanekearagaman jenis ikan yang terdapat di Waduk Mulur Sukoharjo pada kawasan inlet dan
tengah mempunyai nilai kenakeragaman yang lebih tinggi dibandingkan dengan bagian oulet.
Kawasan inlet dan tengah mempunyai nilai keanekaragaman sedang sedangkan pada kawasan
outlet I dan II nilai keanekaragamannya tergolong rendah. Penetrasi cahaya dan kecepatan
arus memberikan pengaruh yang cukup signifikan terhadap keanakaragamn jenis ikan yang
ada di Waduk Mulur. Ikan yang hidup di kecepatan arus yang tinggi mempunyai tubuh yang
ramping (streamline). Analisis dendogram menunjukkan bahwa ikan yang hidup di Waduk
Mulur saling mengelompok dilihat dari segi karakter morfologinya walaupun habitatnya
berbeda satu sama lain.
Daftar Pustaka
Adjie, S., A.D. Utomo. 2010. Hasil tangkapan beberapa jenis alat pancing di Sungai Bengawan
Solo. BAWAL, 3(1): 33-44.
Anwar. J, A.J. Whitten, A.J. Damaruk, N. Hisyam. 1984. Ekologi ekosistem Sumatera. Gadjah
Mada Univercity Press , Yogjakarta.
Barret, D.S, M.S. Triantafyllow, D.K.P. Yue, M.A. Grosenbaugh, M.J. Wolfgang. 1999. Drig
reduction in fish like locomotion. Fluid Mech Department of Ocean Engineering, 392
(4): 183-212.
Beamish, F.W.H., P. Saadrit, S. Tongnunui. 2006. Habitat characteristics of cyprinidae in
small river in central Thailand. Environmental Biology of Fishes, 76:237-253.
Blanchet, S., G. Loot, G. Grenouillet, S. Brosse. 2007. Competitive interactions between
native and exotic salmonids: A combined field and laboratory demonstration. Ecology
of Freshwater Fishes, 16: 133-143.
Cahyono, T. 2009. Keanekaraaman jenis burung air di Waduk Mulur Sukoharjo. Skripsi,
FMIPA Universitas Sebelas Maret, Surakarta.
Djajadireja, R.S, S. Fatimah, Z. Arifin. 1977. Jenis-jenis ikan ekonomis penting. Ditjen
Perikanan Depten, Jakarta.
Faradiana, R, A. Budiharjo, Sugiyarto. 2018. Karakter morfologi ikan di kawasan inlet dan
outlet Waduk Mulur Sukoharjo, Jawa Tengah. Prosiding Seminar Nasional IPA X
UNNES, Semarang 22 April 2018, hal 290-297.
Faradiana et al. (2018) Volume 7, Number 2, Page 151-163, August 2018 161
Depik
Jurnal Ilmu-Ilmu Perairan, Pesisir dan Perikanan
p-ISSN: 2089-7790, e-ISSN: 2502-6194 http://jurnal.unsyiah.ac.id/depik
Hediyati, A, R. Tarkhani, A. Shadi. 2012. Toxicity response of Poecilia reticulata Peters 1859
(Cyprinodontiformes : Poecilidae) to some agricultural pesticides. Nusantara Biosains,
4(1): 6-10.
Heok, T.H. 2009. Rasbora patricyapi, A new species of cyprinid fish from central Kalimantan,
Borneo Journal of Zoology, 57 (2):505-509.
Junaidi, E. 2008. Kajian keanekaragaman dan distribusi ikan di perairan Muara Enim
Kabupaten Muara Enim dalam upaya konservasi secara in situ. Jurnal Ilmiah MIPA,
7(1) :39-47.
Kottelat, M. A, A.J. Whitten, S.N. Kartikasari, S. Wirjoatmodjo. 1993. Fresh water fishes of
western Indonesia and Sulawesi. Periplus editions (HK) Ltd., Singapore.
Magurran, A.E. 1988. Ecological diversity and its measurement. Pricenton University Press,
New Jresey.
Matthews, W.J. 1998. Patterns in Fresh Fish Ecology. International Thomson Publishing,
New York.
Masykuri, M.F. 2015. Keanekaragaman morfologi ikan wader (famili Cyprinidae) di
Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogjakarta. Skripsi, Universitas Sebelas Maret,
Surakarta.
Muchlisin, Z.A. 2017. Pengantar iktiologi. Syiah Kuala University Press, Banda Aceh.
Muchlisin, Z.A, Q. Akyun, S. Rizka, N. Fadli, M.N. Siti-Azizah. 2015. Ichtyofauna of Tripa
Peat Swamp Forest, Aceh Province, Indonesia. Check List, 11(2): 1560.
Muchlisin, Z.A. 2011. Analisis kebijakan introduksi spesies ikan asing di perairan umum daratan
Provinsi Aceh. Jurnal Kebijakan Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan, 1(1): 79-89.
Muchlisin, Z.A. 2012. First report on introduced freshwater fishes in the waters of Aceh,
Indonesia. Archives Polish Fisheries, 20: 129-135.
Muclisin, Z.A., M.N. Siti-Azizah. 2009. Diversity and distribution of freshwater fishes in
Aceh waters, Northern Sumatera, Indonesia.Internasional Journal of Zoological
Research, 5(2): 62-79.
Nurnaningsih. 2004. Pemanfaatan makanan oleh ikan- ikan dominan di perairan Waduk Ir. H.
Juanda. Tesis Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Nurudin, F.A. 2013. Keanekaragaman jenis ikan di Sungai Sekonyer Taman Nasional Tanjung
Puting Kalimantan Tengah. Skripsi, FMIPA Universitas Negeri Semarang, Semarang.
Peterson, M.S., W.T. Slack, C.M. Woodley. 2005. The occurrence of non-indegenous nile
tilapia, Orechromis niloticus (Linneaus) in coastal Mississipi: Ties to Aquaculture and
Thermal effluent. Wetlands, 25: 112-121.
Pranata, N.D., A.A. Purnama, R. Yolanda, R. Karno. 2016. Ikhtiofauna Sungai Sangkir
Kabupaten Rokan Hulu Provinsi Riau. Depik, 5(3): 100-106.
Pratiwi, E.S.D. 2016. Struktur komunitas fitoplankton di Waduk Cengklik Boyolali. Skripsi,
Universitas Sebelas Maret, Surakarta.
Sayekti, R.W, Y. Emma, B. Muhammad, T.J. Pitojo, P. Linda, S. Fauzia, P.P. Ayu. 2015.
Studi evaluasi kualitas dan status trofk air Waduk Selorejo akibat erupsi Gunung Kelud
untuk budidaya perikanan. Jurnal Teknik Pengairan, 6(1): 133-145.
Setyo, B.P. 2006. Efek konsentrasi kromium (Cr+3) dan salinitas berbeda terhadap efisiensi
pemanfaatan pakan untuk pertumbuhan ikan nila (Oreochromis niloticus). Tesis,
Universitas Diponegoro, Semarang.
Siagnin, C. 2009. Keanekaragaman dan kemelimpahan ikan serta keterkaitannya dengan
kualitas perairan di Danau Toba Balige Sumatra Utara. Tesis, Sekolah Pascasarjana USU
Medan, Medan.
Sokal, R.R., P.H.A. Sneath. 1963. Principle of numerical taxonomy. W.H. Freeman Company,
San Fransisco.
Faradiana et al. (2018) Volume 7, Number 2, Page 151-163, August 2018 162
Depik
Jurnal Ilmu-Ilmu Perairan, Pesisir dan Perikanan
p-ISSN: 2089-7790, e-ISSN: 2502-6194 http://jurnal.unsyiah.ac.id/depik
Sriwidodo, D., A. Budiharjo, Sugiyarto. 2013. Keanekaragaman jenis ikan di kawasan inlet
dan outlet Waduk Gajah Mungkur Wonogiri. Jurnal Bioteknologi, 10(2): 43-50.
Sudjoko. 1998. Ekologi. FMIPA Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Yogjakarta.
Tjahjo, D.W.H, S.E. Purnamaningtyas, A. Suryandari. 2009. Evaluasi peran jenis ikan dalam
pemanfaatan sumber daya pakan dan ruang di Waduk Ir.H.Djuanda, Jawa Barat. Jurnal
Penelitian Perikanan Indonesia, 15(4):267-276.
Tjakrawidjaja. A.H., Haryono.2008. Keanekaragaman ikan air tawar dan tipe habitatnya di
kawasan Hutan Taman Wisata Alam, Ruteng, Flores NTT. Prosiding Seminar Biologi
XIV dan Kongres Nasional Biologi, hal 163-170.
Tjokrokusumo, S.W. 2008. Pengaruh sedimentasi dan turbidity pada jenjang makanan
ekosistem air mengalir (lotik). Jurnal Hidrosfir, 3(3):137-148.
Utomo, A.D, A. Susilo, A. Nuflikan, Wibowo. 2006. Distribusi jenis ikan dan kualitas
perairan di Bengawan Solo, Propinsi Jawa Tengah. Jurnal Penelitian Perikanan
Indonesia, 12(2):89-103.
Wahyuni, S, Sulistiono, R. Affandi. 2014. Distribusi secara spasial dan temporal ikan di
Waduk Cirata Jawa Barat. Jurnal Bumi Lestari, 14(1):74-84.
Widiyati, A., Prihadi. 2007. Dampak pembangunan waduk terhadap kelestarian biodiversity.
Jurnal Media Akuakultur, 2(2): 113-117.
Zhao, K., Z.Y. Duan, Z.G. Peng, S.C. Guo, J.B. Li, S.P. He, X.Q. Zhao. 209. The youngest
split in sympatric schizothoracine fish (Cyprinidae) is shaped by ecological adaptations
in a Tibetan Plateu Glacier Lake. Molecular Ecology, 18 (17): 3616-3628.
Faradiana et al. (2018) Volume 7, Number 2, Page 151-163, August 2018 163