Kti Diare

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 28

BAB I

PENDAHULUAN

 A.Latar Belakang

Diare merupakan suatu kondisi umum yang ditandai dengan peningkatan frekuensi
buang air besar dan peningkatan likuiditas dari tinja.Meskipun diare akut biasanya dapat
sembuh sendiri, dapat memburuk dan menyebabkan dehidrasi yang memburuk, yang dapat
menyebabkan volume darah abnormal, tekanan darah menurun,dan kerusakan pada ginjal,
jantung, hati, otak dan organ tubuh lainnya.Diare akut dapat penyebab utama kematian bayi
di seluruh dunia (Gidudu et al.,2011).

Menurut World Health Organization (WHO) dan UNICEF , ada sekitsr 2 juta kasus
diare penyakit di seluruh dunia setiap tahun dan 1,9 juta anak-anak lebih mudah dari 5 tahun
meninggal karena diare setiap tahun, terutama di Negara-negara berkembang. Jumblah ini
18% dari semua kematian anak-anak di bawah usia 5 dan berarti bahwa > 5000 anak-anak
meninggal setiap hari akibat diare penyakit (WHO,2013)

Kematian akibat penyakit diare ini biasanya terjadi di awal masa bayi dan anak-anak
dengan dehidrasi berat (Hayajneh et al.,2010). Dehidrasi itu sendiri diartikan sebagai
kehilangan air dan garam (terutama natrium klorida) atau cairan ekstraseluler. Penyebab
tersering yang terjadi pada bayi karena diare yang disebabkan oleh infeksi virus dan bakteri
(Finberg,2002).

Insiden dan period prevalence diare untuk seluruh kelompok umur di Indonesia
adalah 3,5% dan 7,0% lima provinsi dengan insiden dan period prevalen diare tertinggi
adalah Papua (6,3% dan 14,7%), Sulawesi Selatan (5,2% dan 10,2%), Aceh(5,0% dan 9,3%),
Sulawesi Barat(4,7% dan 10,1%), dan Sulawesi tengah(4,4% dan 8,8%). Insiden diare pada
kelompok usia balita di Indonesia adalah 6,7% lima provinsi dengan insiden diare tertinggi
adalah Aceh (10,2%), Papua (9,6%), DKI Jakarta(8,9%), Sulawesi Selatan( 8,1%), dan
Banten( 8,0%) (Riskesdas, 2013)
Berdasarkan data yang diperoleh, insiden diare balita tertinggi di Indonesia pada
tahun 2013 terjadi pada kelompok 12-23 bulan (7,6%) umur 0-11 bulan (5,5%), umur 24-35
bulan (5,8%), umur 36-47 bulan (4,3%), dan umur 48-59 bulan (3,05) (Riskesdas,2013

Pada tahun 2012, dari 559.011 perkiraan kasus diare yang ditemukan dan ditangani
adalah sebanyak 216.175 atau 38,67%, sehingga angka kesakitan (IR) diare per 1.000
penduduk mencapai 16,36% pencapaian ini mengalami penurunan di bandingkan tahun 2011
yaitu 19,35% dan 2010 yaitu 18,73% pencapaian IR ini jauh dibawah target program yaitu
220 per 1.000 penduduk.Rendahnya IR dikhawatirkan bukan merefleksikan menurunya
penyakit diare pada masyarakat tetapi lebih dikarenakan banyaknya kasus yang tidak terdata
( Profil Kesehatan Provinsi Sumatera Utara,2012).

Berdasarkan data yang telah di kumpulkan, perkiraan kasus diare yang terjadi di kota
Medan pada tahun 2012 yaitu sebanyak 89.795 kasus. Berdasarkan jenis kelamin kasus yang
terjadi pada laki-laki sebanyak 44.325 sedangkan pada perempuan sebanyak 45.469 kasus
diare. Dari perkiraan kasus diare tersebut kasus diare yang ditangani sekitar 33,90%(Profi
kesehatan Provinsin Sumatera Utara,2012).

Berbagai factor mempengaruhi terjadinya kematian, malnutrisi, ataupun kesembuhan


pada pasien penderita diare. Pada balita, kejadian diare lebih berbahaya di banding pada
orang dewasa dikarenakan komposisi tubuh balita yg lebih banyak mengandung air
disbanding dewasa. Jika terjdi diare, balita lebih rentan mengalami dehidrasi dan komplikasi
lainya yg dapat merujuk pada malnutrisi ataupun kematian. Factor ibu berpeang sangat
penting dalam kejadian diare pada balita. Ibu adalah sosok yang paling dekat dengan balita.
Jika balita terserang diare maka tindakan-tindakan yang ibu ambil akan menentukan
perjalanan penyakitnya. Tindakn tersebut di pengaruhi berbagai hal, salah satunya adalah
pengetahuan.merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang.
Karena dari pengalaman dan penelitian ternyata perilaku yang didasari oleh pengetahuan
akan lebih baik dari pada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan (Notoatmodjo,2003).

Perilaku manusia berasal dari doronganyang ada dalam diri manusia dan dorongan itu
merupakan salah satu usaha untuk memenuhi kebutuhan yang ada dalam diri manusia.
Dengan adanya dorongan trsebut menumbulkan seseorang melakukan sebuah tindakan atau
perilaku khusus yang mengarah pada tujuan. Sementara itu, parah sosiolog melihatnya bahwa
perilaku manusia tidak bias dipisahkan dari konteks setting sosialnya. Dalam kaitanya dengan
perilaku kesehatan atau lebih spesifik lagi yaitu derajat kesehatan perilaku manusia
merupakan faktor utama untuk terwujudnya derajat kesehatan individu secara prima. Perilaku
individu memiliki pengaruh yang lebih besar dibandingkan dengan layanan kesehatan.
Sementara faktor genetis hanya berpengaruh sebesar 5%. Dari pernyataan diatas seolah-olah
menegaskan bahwa layanan kesehatan hanya fakto kecil untuk meningkatkan derajad
kesehatan sedangkan faktor perilaku dilingkungan merupakan faktor yang sangat besar dalam
mendukung derajat kesehatan manusia. Dalam konteks inilah pendidikan atau promosi
kesehatan memiliki peranan yang penting dalam mendukung angka partisipasi kesehatan
masyarakat dalam mendukung kualitas kesehatan masyarakat. Secara umum, tujuan dari
promosi kesehatan ini adalah perubahan perilaku individu dan budaya masyarakat sehinga
mampu menunjukan perilaku dan budaya yang sehat (Sudarma,2008).

Berdasarkan data-data yang diatas, penulis tertarik untuk meneliti mengenai hubungan
tingkat pengetahuan dan tindakan ibu dengan diare akut yang disertai dehidrasi pada anak
balita di RSUP Haji Adam Malik Medan. Selain untuk mengetahui angka kejadian diare akut
sekaligus juga untuk mengetahui pengetahuan dan tindakan ibu dalam mengatasi diare yang
terjadi pada anaknya .

B.Rumus Masalah

Perumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana hubungan tingkat


pengetahuan dan tindakan ibu dengan diare akut yang disertai dehidrasi pada anak balita di
RSUP Haji Adam Malik Medan Tahun 2014?

C.Tujuan Penelitian

a.Tujuan Umum

Mengetahui hubungan tingkat pengetahuan dan tindakan ibu dengan diare akut yang
disertai dehidrasi pada anak balita di RSUP Haji Adam Malik Medan Tahun 2014.

b. Tujuan khusus

Yang menjadi tujuan khusus dalam penelitian adalah:

1. Mengetahui jumblah kasus pasien yang mengalami diare akut pada anak balita.

2. Mengetahui tingkat pengetahuan ibu tentang diare pada anak balita.

3. Mengetahui tindakan ibu terhadap diare pada anak balita.


4. Mengetahui derajat dehidrasi akibat diare pada anak balita.

D.Manfaat Penelitian

1. Bagi Peneliti

Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan pengetahuan peneliti tentang
diare akut yang disertai dehidrasi pada anak balita.

2. Bagi Pelayanan Kesehatan

Penelitian ini diharapkan dapat membantu meningkatkan pelayanan kesehatan pada


anak balita yang mengalami diare akut disertai dehidrasi yg dirawat di rumah sakit
tersebut.

3. Bagi Masyarakat

Penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan masyarakat khususnya


kepada ibu tentang bahaya diare akut disertai dehidrasi pada anak balita apabilah tidak
ditangani dengan baik.

4. Bagi Peneliti Lain

Sebagai data dasar atau pembading bagi peneliti lain untuk melakukan penelitian
selanjutnya.
BAB II

TINJAU PUSTAKA

 Diare

1. Definisi

Menurut WHO (2005) Jumlah pengeluaran tinja yang dikeluarkan dalam sehari
bervariasi sesuai diet dan usia. Diare di definisikan sebagai tinja yang mengandung lebih
banyak air dengan frekuensi lebih dari 3 kali dalam sehari. Tinja tersebut mungkin juga
dapat bercampur dengan darah, dalam hal ini tersebut dengan disentri. Bayi dibawa 6 bulan
yang hanya meminum ASI umunya memiliki tinja yang lunak tetapi keadaan ini tidak disebut
dengan diare.

Diare akut didefinisikan sebagai prningkatan frekuensi buang air besar ( tiga kali atau
lebih per hari atau setidaknya 200 gram tinja per hari) yang berlangsung kurang dari 14 hari,
bias disertai dengan mual, muntah, kram perut, gejala sistemik yang signifikan secara klinis,
atau malnutrisi (Thie Iman dan Richard, 2004) menurut Friedman dan Kurt (1995) diare
harus dibedakan pseudodiare atau hiperdefikasi yang merupakan peningkatan frekuensi
defekasi tanpa peningkatan jumlah tinja diatas normal, keadaan bias terjadi pada pasien
irritable bowel syndrome. Diare juga harus dibedakan dengan inkontinensia fekal yang
merupakan pelepasan isi rektum tanpa disadari.

2. Etiologi

Virus adalah penyebab utama penyakit diare akut. Secara khusus, grup A rotavirus (RV)
adalah penyebab tersering penyakit diare yang parah dan dehidrasi, yang sering menyebabkan
rawat inap bayi dan anak-anak diseluruh dunia. Agen virus lainnya termasuk adenovirus
enterik (Adv) Astroviruses (AstV), dan Human calicivirus (HucV) Seperti norovirus ( NOV)
dan sapovirus (SAV), juga diyakini sebagai penyebab utama kasus sporadic dan wabahdiare
anak(Yabo et al.,2012).
Table 1 overview of causative agents in diarhe

Bacteria Viruses parasites

 Diarrheagenik  Rotavirus Protozoan


Escherichia coll
 Campylobacter jejuni  Norovirus(calicivir  Cryptosporidium
us) parvum
 Vibrio colerae 01  Adenovirus(seroty  Glardia
pe) intestinalis
 V. colerae 0139*  Astrovirus  Microporida
 shigelia species  Cytomegalovirus  Entamoeba
histolytica
 V. parahaemolyticus  Isospora beli
 Bacteroides franglis  Giciospora
cayetanesis
 C.coli  Dientambeba
frangilis
 C.upsaliensis  Blastocystis
hominis
 Nontyphoidal
salmonellae
 Clostridium difficile Helminthes
 Yersinia  strongyloidesster
enterocolitica colaris
These agents are no longer reported in the Indian subcontinent.

Sumber: WGO, 2008

Agen bakteri

Di negara berkembang, bakteri enterik dan parasit lebih umum dari pada virus dan
biasanya mencapai puncak selama musim panas. Campylobacter adalah bakteri yang lazim
pada orang dewasa dan merupakan salah satu bakteri yang paling sering di isolasi dari tinja
bayi dan anak-anak di Negara berkembang. Shigella dysenteriae tipe 1 menghasilkan toksin
Shiga, seperti halnya enterohemorrhagic E.coli (EHEC) yang memiliki cirri khas diare
dengan lendir berdarah ini telah menyebabkan epidemic diare berdarah dengan tingkat
fatalitas kasus mendekati 10% di Asia, Afrika,Dan Amerika Tengah. V.cholerae serogrup 01
dan 0139 menyebabkan deplesi cairan yang cepat dan berat dan bilah tidak di tangani dengan
cepat dapat mengakibatkan kematian dalam waktu 12-18 jam. Salmonella sangat beresiko
pada bayi dan orang tua, salmonella typhi atau para typhy A,B atau C mengakibatkan demam
tipoid (WGO,2008).

Diare akut merupakan masalah yang sangat penting di Negara-negara berkembang


dan sering terjadi akibat agen infeksi yang ditemukan pada anak penderita diare. Agen-agen
ini antara lain adalah: Rotavirus, Shigella Spp, dan E.Coli Enterotoksigenik. Rotavirus sendiri
merupakan penyebab diare akut yang di identifikasi pada anak dalam komunitas dengan iklim
tropis (Walker,1997).

Agen virus

Virus merupakan penyebab utama diare akut yang terjadi terutama di Negara-negara
maju. Rotavirus penyebab terparah dehidrasi akibat gastroenteritis pada anak-anak. Insiden
pucak penyakit pada anak- anak antara 4-23 bulan. Human Calicivirus yang sebelumnya
disebu dengan “Norwalk-Like Virus” mungkin merupakan agen virus paling umum ke dua
setelah Rotavirus. Infeksi Adenovirus paling sering menyebabkan penyakit pada system
pernapasan. Namun tergantung pada serotipe yang mengimfeksi dan terutama pada anak-
anak, mereka mungkin juga menyebabkan gastroenteritis (WGO 2008).

Rotavirus dapat dilihat dengan mikroskop elektro dalam sediaan tinja dari 20-40%
anak berumur 5 tahun kebawa yang menderita gastroenteritis akut. Prevalensi tertinggi di
dapat pada musim dingin. Adenovirus dapat ditemukan pada 5-10% penderitan gastroenteritis
dan spesifik bagi calcivirus astrovirus dapat ditemukan pada 1-5% anak lainnya
(Karsinah,1994).

Agen parasit

Intesitalis Giardia, Cryptosporidium parvum, entamoeba hystolytica, dan cyclospora


palingcayetanensis paling sering menyebabkan penyakit diare akut pada anak-anak. Parasit
jarang menjadi penyebab diare menular di kalangan anak- anak di Negara berkembang
(WGO,2008).
Disamping itu penyebab diare non infeksi yang dapat menimbulkan diare pada anak antara
lain

1. Kesulitan Makan
2. Defek anatomis
 Malrotasi
 Penyakit hirchsprung
 Short bowel syndrome
 Atrofi mikrovilli
 Stricture
3. Malabsorpsi
 defisiensi disakaridase
 malabsorpsi glukosa galaktosa
 cholestosis
 penyakit celiac
4. Endokrinopati
 Tyrotoksikosis
 Penyakit Addison
 Sindroma adrenogenital
5. Keracunan makanan
 Logam berat
 Mushrooms
6. Neoplasma
 Neuroblastoma
 Sidroma zollinger Ellison
7. Lain-lain:
 Infeksi non gastrointestinal
 Alergi susu sapi
 Penyakit crohn
 Defisiensi imun
 Ganguan motilitas usus
3.faktor resiko

Menurut Subagyo dan Nurtjahjo (2009) penularan diare pada umumnya melalui fekal-
oral dari makanan atau minuman yang telah tercemar oleh enteropatogen. Beberapa factor
yang berpengaruh untuk terjadinya diare antara lain :

1. faktor umur
sebagian besar terjadi pada usia 2 tahun pertama kehidupan insiden tertinggi terjadi pada
kelompok umur 6-11 bulan.
2. Infeksi asimtomatik
Sebagian besar infeksi usus bersifat asimtomatik dan kejadian ini meningkat setelah umur 2
tahun karena pembentukan imunitas aktif tubuh penderita yang asimtomatik pada tinjanya
dapat mengandung virus, bakteri atau kista protozoa yang infeksius. Orang dengan infeksi
asimtomatis ini biasanya berperan penting dalam penyebaran banyak enteropatogen, tidak
menjaga kebersihan dan berpndah-pindah tempat ke tempat lain.
3. Faktor musim
Insiden diare dapat terjadi menurut letak geografis suatu daerah. Di daerah sub tropic, diare
karena bakteri lebih sering terjadi pada musi panas, sedangkan akibat virus lebih sering terjadi
pada musim dingin. Sedangkan pada daerah tropik seperti Indonesia, diare yang di sebabkan
rotavirus dapat terjadi sepanjang tahun dan meningkat pada musim kemarau, dan pada musim
hujan lebih disebabkan akibat bakteri.
4. Epidemi dan pandemik
Vibrio cholera dan shigella dysentriae dapat mengakibatkan epidemi dan pandemi yang
mengakibatkan tingginya angka kesakitan dan kematian pada semua golongan usia.
5. Faktor ASI
Menurut Sutoto (1992) dalam Ishak (2010) Insiden diare meningkat pada saat anak untuk
pertama kali mengenal makanan tambahan dan makin lama makin meningkat. Pemberian ASI
penuh akan memberikan perlindungan diare 4 kali daripada bayi dengan ASI disertai susu
botol. Bayi dengan susu botol saja akan mempunyai resiko diaare lebih besar dan bahkan 30
kali lebih banyak daripada bayi dengan ASI secara penuh.

Menurut Simatupang (2004) dalam Ishak (2010) beberapa faktor lain juga mempengaruhi
terjadinya diare akut yaitu:
6. Faktor Pendidikan
Tingginya angka kesakitan dan kematian (morbiditas dan mortalitas) karena diare di Indonesia
disebabkan oleh faktor kesehatan lingkungan yang belum memadai,keadaan gizi,
kependudukan, pendidikan, keadaan sosial ekonomi dan perilaku masyarakat yang secara
langsung ataupun tidak langsung mempengaruhi keadaan penyakit diare. Menurut penelitian
yang dilakukan oleh Erial,B. et al, 1994 ditemukan bahwa kelompok ibu dengan ststus
pendidikan SLTP keatas mempunyai kemungkinan 1,6 kali memberikan cairan rehidrasi oral
dengan baik pada balita dibanding dengan kelompok ibu dengan status pendidikan SD
kebawah.
7. Faktor Pekerjaan
Ayah dan ibu yang bekerja sebagai pegawai negri atau swasta rata-rata mempunyai pendidikan
yang lebih tinggi dibandingkan ayah dan ibu yang bekerja sebagai buruh atau petani Jenis
pekerjaan umumnya berkaitan dengan tingkat pendidikan dan pendapatan. Tetapi ibu yang
bekerja harus membiarkan anaknya diasuh oleh orang lain, sehingga mempunyai resiko lebih
besar untuk terpapar dengan penyakit diare.
8. Faktor Jamban
Resiko kejadian diare lebih besar pada keluarga yang tidak mempunyai fasilitas jamban
keluarga dan penyedian saran jamban umum dapat menurunkan resiko kemungkinan
terjadinya diare. Berkaitan dengan personal hygiene dari masyarakat yang ditunjang dengan
situasi kebiasaan yang menimbulkan pencemaran lingkungan sekitarnya dan terutama di
daerah-daerah dimana air merupakan masalah dan kebiasaan buang air besar yang tidak sehat.
9. Faktor Sumber Air
Sumber air adalah tempat mendapatkan air yang digunakan air baku tersebut sebelum
digunakan adalah yang diolah dulu,namun ada pula yang langsung digunakan oleh
masyarakat. Kualitas air baku pada umumnya tergantung darimana sumber air tersebut
didapat. Ada beberapa macam sumber air misalnya: air huja air tanah (sumur gali, sumur
pompa), air permukaan (sungai, danau) dan mata air. Apabila kualitas air dari sumber air
tersebut telah memenuhi syarat kesehatan sesuai dengan peraturan yang berlaku, dapat langsug
dipergunakan tetapi apabila belum memenuhi syarat, harus melalui proses pengolahan air
telebih dahulu. Berdasarkan survey demografi dan kesehatan tahun 1997, kelompok anak-anak
dibawah lima tahun yang keluarganya menggunakan sarana sumur gali mempunyai resiko
terkena diare 1,2 kali dibandingkan dengan kelompok anak yang keluarganya menggunakan
sumber sumur pompa.

4. Patofisiologi Diare
Menuurt Simadbrata dan Daldiyono (2009) diare dapat disebabkan oleh beberapa
patofisiolog sbagai berikut:
1. Diare osmotic
Diare ini terjadi akibat peningkatan tekanan osmotik intralumen dari usus halus yang
disebabkan oleh obat-obatan/zat kimia yang hiperosmtik seperti MgSO4, Mg(OH)2
dan defek dalam absorpsi mukosa usus misal pada defisiesi disakaridase,
malabsorpsi glukosa/galaktosa
2. Diare sekretori
Diare tipe ini disebabkan peningkatan sekresi air dan elektrolit dari usus, atau
penurunan absorpsi dengan gejala khas peningkatan volume tinja. Penyebab
tersering akibat efek enterotoksin infeksi Vibrio Cholerea, atau Escherichia Coli.
3. Malabsorpsi asam empedu malabsopsi lemak
Diare tipe ini didapatkan gangguan pembentukan micelle empedu.
4. Defek sistem pertukaran anoin/transport elektrolit aktif di enterosit
Diare tipe ini disebabkan adanya hambatan mekanisme transport aktif
Na+K+ATP ase di enterosit dan absorpsi Na+ dan air yang abnormal
5. Motilitas dan waktu transit usus abnormal
Diare tipe ini disebabkan hipermotilitas dan iregularitas motilitas usus hingga
mengakibatkan absorpsi yang abnormal di usus halus
6. Gangguan pemeabilitas usus
Diare ini terjadi akibat adanya kelainan morfologi membran epitel spesifik pada usus
halus menyebabkan permeabilitas usus menjadi abnormal.
7. Diare inflamatotik
Diare ini karena kerusakan mukosa usus akibat imflamasi, sehingga terjadi produksi
mucus yang berlebiha dan eksudasi air dan elektrolit kedalam lumen juga gangguan
absobsi air-elektrolit.
8. Diare infeksi
Diiare ini merupakan tipe diare yang terserig terbagi atas bakteri invasive (merusak
mukosa) dan non-infasif ( tidak merusak mukosa).

5. Klasifikasi Diare
Menurut WHO (2005) diare terbagi atas diare akut dan persisten. Diare akut
dimulai secara tiba-tiba dan dapat berlanjut selama beberapa hari. Hal ini disebabkan
oleh infeksi usus.
Menurut Simadibrata dan Daldiyono (2009) diare diklasifikasikan berdasarkan :
1. Lama waktu diare : diare akut apabila diare berlangsung kurang dari 15
dan kronik bila diare berlangsung 15 hari lebih.
2. Mekanisme patofisiologi : osmotik, sekretorik dll.
3. Berat ringan diare : kecil atau besar.
4. Penyebabnya : infeksi atau non infeksi
5. Organik atau fungsional.

6.Diagnosa diare

Menurut WGO guideline (2008) ada beberapa hal yang perlu diperlukan untuk
mendiagnosa suatu diare akut antara lain:

1. Episode diare diklasifikasikan dalam kategori


a. Diare akut : 3x atau lebih dengan tinja berair dalam 24 jam.
b. Disentri : Diare yang disertai darah.
c. Diare persisten : episode diare lebih dari 14 hari.
2. Evaluasi gejala klinis meliputi:

Tabel 2.2 evaluasi pasien diare akut

Table 5 medical assessment in diarrhe

Patient history Physical examination


 Onset stool frequency type and  Body weight
volume  Temperature
 Presence of blood  Pulse/ heart and respiratory rate
 Medicines received  Blood pressure
 Past medical history
 Underlying conditions Pediatric details : Evidence of associated
 Epidemiological cluens problems in children

Gambar klinis pasien diare infeksius yang akut secara khas ditemukan dengan gejala
seperti mual, muntah, nyeri abdomen, panas dan diare yang bisa encer, malabsorpsi atau
berdarah menurut penyebabnya. Pasien yang termakan toksin atau dengan infeksi toksigenik
secara khas akan mengalami mual dan muntah sebagai gejala yang menonjol tetapi jarang
mengalami panas tinggi. Nyeri abdomen yang terjadi bersifat ringan, difus serta kram dan
mengakibatkan diare cair. Muntah dimulai dalam waktu beberapa jam setelah mengkonsumsi
suatu makan harus dicuriga kemungkinan keracunan makanan disebabkan oleh toksin yang
terbentuk.parasit yang tidak menginvasi mukosaintensinal seperti Giardia lamblia dan
cryptostoridium biasanya hanya menibulkan perasaan tidak enak diperut yang ringan. Bakteri
invasif seperti campylobacter, salmonella serta shigella dan organisme yang menghasilkan
sitotoksinseperti C.Difficile serta organism enterohhemorhagik Escherichia coli
menyebabkan inflamasi insterstinal yang serta, nyeri abdomen dan sering pula demam yang
tinggi.bakteri yesrsenia sering menginfeksi ileum terminalis serta sekum dan ditemukan
dengan nyeri dan nyeri tekan pabdomen kuadran kanan bawa yang dapat diduga kearah
apendisitis akut. Diare enncer merupakan cirikas organisme epitel intestinal dengan inflansi
ringan, seperti virus enterik, atau oraganisme yang menempel tanpa merusak epitel tersebut,
seperti kuman enteropategenik atau adheren E. coli protozoa dan helmintes( friedman dan
kurt 1994).
Clinical Features
Pathogen
Abdominal Fecal Vonotting Hemme- Blody
pain Fever Evidence of Nause Positive Stool
inflammation Stool
Shiggella ++ ++ ++ ++ +/- +
Salmonella ++ ++ ++ + +/- +
Campylobacter ++ ++ ++ + +/- +
Yersinia ++ ++ + + + +
Norovirus ++ +/- - ++ - -
Vihrio +/- +/- +/- +/- +/- +/-
Cycospora +/- +/- - + - -
Cryptosporidiem +/- +/- + + - -
Giardia ++ - - + - -
Entanoeba + + +/- +/- ++ +/-
histolytica + + ++ - + +
Clostridium ++ 0 0 + ++ ++
difficile
Shiga toxin
producing

-,Not common;+,occurs; +/-variabel;


Sumber WGO,2013

Menurut WHO (2005) ketika seseoran mengalami diare , langkah pertama yang perlu dinilai
adalah tanda-tanda dehidrasi.

Penentuan derajat dehidrasi menurut MMWR 2003 berdasarkan klinis


Simptom Minimal atau tanpa Dehidrasi Ringan- Dehidrasi Berat
dehidrasi kehilangan Sedang, Kehilangan Kehilangan BB > 9%
BB < 3% BB 3% - 9%
Kesadaran Baik Normal,lelah, Apathis, letargi, tidak
gelisah,irritable sadar
Denyut Jantung Normal Normal- meningkat Takikardi,
bradikadia,pada
kasus berat
Kualitas Nadi Normal Normal- melemah Lemah,kecil,tidak
teraba
Pernapasan Normal Normal -cepat Dalam
Mata Normal Sedikit cekung Sangat cekung
Air mata Ada Berkurang Tidak ada
Mulut dan lidah Basah Kering Sangat kering

Cubitan kulit Segera kembali Kembali < 2 detik Kembali > 2 detik
Capillary refill Normal Memanjang Memanjang ,minimal

Extremitas Hangat Dingin Dingin,mottled,


slanotik
Kencing Normal Berkurang Minimal
Sumber : subagyo dan nurtjahjo.2009

Penilai turgor kulit dilakukan untuk menilai apakah kulit dapat kembali dengan cepat,
lambat, sangat lambat (lebih dari 2 detik). Pada bayi dilakukan pencubitan pada bagian perut
ataupun paha. Mencubit kulit juga dapat memberikan informasi yang salah apabilah
dilakukan pada pasien yang memiliki malnutrisi yang berat, karena kulit akan kembali secara
lambat bahkan ketika pasien dapat mengalaami dehidrasi. Sedangkan pada pasien yang
obisitas, kulit dapat kembali dengan cepat meskipun pasien pasien mengalami
dehidrsi(WHO,2005).

Pengambilan suhu pada anak untuk menilai apakah anak mengalami demam atau
tidak. Penilaian suhu menggunakan yang dilakukan pada rectal harus disterilkan terlebih
dahulu setiap kali digunakan. Jika mengunakan suhu aksila harus ditambahkan 0,80c untuk
mendapatkan suhu yang setara dengan suhu rectal (WHO,2005).

3.Laboratorium

Menurut subagyo dan nurtjahjo (2009) pemeriksaan lengkap umumnya tidak begitu
diperlukan pada kasus diare akut, hanya pada keadaan tertentu seperti apabila penyebab
dasarnya tidak diketahui atau ada sebab lain dan pada keadaan dehidrasi.

Pemeriksaan yang terkadang perlu dilakukan pada diare akut yaitu:

1. Darah: darah lengkap, serum elektrolit, analisa gas darah, glukosa darah, kultur dan
tes kepekaan terhadap antibiotic
a. Urin :urin lengkap, kultur dan tes kepekaan terhadap antibiotic.
2. Tinja :
Pemeriksaan makroskopik:
Pemeriksaan tinja sangat diperlukan meskipun laboratorium tidak dilakukan. Tinja yang
sifatnya watery dan tanpa mukus atau darah biasanya disebabkan oleh enterotoksin virus,
protozoa atau disebabkan oleh infeksi diluar saluran gastrointestinal. Tinja yang mengandung
darah atau mukus biasanya disebabkan oleh bakteri yang menghasilkan sitotoksin, bakteri
enteroinvasifyang menyebabkan peradangan mukosa atau parasit usus seperti :E hystolitika.
B. coli dan T. trichiura. apabila dapat darah biasanya bercampur dalam tinja kecuali pada
infeksi E. histolistica darah sering terdapat pada permukaan tinja dan pada infeksi EHEC
terdapat garis-garis darah pada tinja. Tinja yang berbau busuk didapatkan pada infeksi
dengan Salmonella, Giardia, Cryptosporidium dan Strogyloides.

Pemeriksaan mikroskopik :
Pemeriksaan ini dilakukan untuk melihat adanya lekosit yang memberikan informasi tentang
penyebab dari diare, letak anatomis serta adanya proses peradangan dari mukosa. Lekosit
dalam tinja diproduksi sebagai respon terhadap bakteri yang menyerang mukosa kolon.
Pemeriksaan lekosit yang positif pada pemeriksaan tinja menunjukan adanya kuman invasive
atau kuman yang menghasilkan sitotoksin seperti Shigella, Salmonella, C. Jejuni, EIEC, C.
Difficile, Y. Enterocolitica. Lekosit yang ditemukan umumnya lekosit PMN, kecuali s. typhii
lekosit mononuclear. Parasit yang menyebabkan diare pada umumnya tidak memproduksi
lekosit dalam jumblah yang banyak. Pasien yang dicurigai menderita diare yang disebabkan
giardiasis, cryptosporiodiosis, isosporiasis dan strongyloides dengan memeriksa tinja
negative, aspirasi atau biopsi duodenum atau yeyunum bagian atas mungkin diperlukan. E
.histolitica dapat didiagnose dengan pemeriksaan mikroskopik tinja segar. Tropozoit biasanya
ditemukan pada tinja cair sedangkan kista ditemukan pada tinja yang berbentuk.

7.komplikasi diare

Menurut subagyo dan nurtjahjo (2009) komplikasi diare akut pada anak yaitu :

a. Hipernatremia
b. Hiponatremia : anak denga diare yang hanya meminum air putih atau cairan yang
mengandung sedikit garam dapat terjadi hiponatremia Na<130 mol/L. hiponatremi
sering terjadi pada anak dengan shigellosis dan anak dengan malnutrisi berat disertai
oedema.
c. Hiperkalemia :jika K>5mEq/L.
d. Hipokalemi : jika K< 3,5mEq/L dapat menyebabkan kelemahan otot, paralitik usus,
gangguan funsi ginjal dan aritmia jantung.

8.Pencegahan Diare

Menurut subagyo dan nurtjahjo (2009) pencegahan diare dapat dilakukan beberapa cara yaitu
:

 Upaya pencegahan kuman pathogen penyebab diare meliputi :


a. Pemberian ASI yang benar.
b. Memperbaiki penyiapan dan penyimpanan ASI.
c. Pengunaan air bersih.
d. Membudayakan kebiasaan mencuci tangan sabun sehabis BAB dan sebelum
makan.
e. Pengunaan jamban yang bersih dan higienis.
f. Membuang tinja dengan benar.

 Memperbaiki daya tahan tubuh :


a. Memberikan ASI paling tidak sampai 2 tahun.
b. Meningkatkan nilai gizi MPASI.
c. Imunisasi.

Studi menunjukan bahwa ASI yang meliputi oligosakarida dalam bentuk bebas dan
terkonjugasi mereka, merupakan bagian dari mekanisme imonologi alami yang dapat
melindungi bayi terhadap terjadinya penyakit diare, selain itu bayi yang menyusui dapat
mengurangi paparanterkonraminasi cairan dan makanan, dan memberikan nutrisi yang
memadai bagi bayi dengan demikian kekebalan tubuh bayi menjadi lebih baik. WHO
merekomendasikan pemberian ASI eksklusif pada enam bulan pertama kehidupan. Pentinnya
ASI juga melindungi bayi terhadap morbiditas dan mortalitas akibat diare terutama selama 2
tahun pertama ( Lamberti et al ;2011).

Bayi kurang dari 3 bulan jarang menderita diare rotavirus, diduga berhubungan
dengan antibody ibu terhadap rotavirus yang disalurkan melalui plasenta dan air susu ibu.
Disamping itu lactadherin pada air susu ibu diketahui berperan menggangu proses replikasi
virus rotavirus, dibandingkan dengan bayi yang mendapat ASI eksklusif selama 6 bulan atau
lebih ,bayi yang tidak mendapat ASI eksklusif berisiko 2 kali lebih sering menderita diare
rotavirus. Anak umur 6-23 bulan rentan terkena infeksi rotavirus karena kadar antibody ibu
yang diperoleh ASI mulai menurun dan mulai memasuki faseoral ketika suka memasukan
semua benda yang dipegang kedalam mulut. Temuan tersebut mendukung rekomendasi
WHO tentang waktu pemberian imunisasi rotavirus pada bayi usia dini ( lebih kurang dari 6
bulan) (Widowati et al 2012).

 Dehidrasi

I. Definisi Dehidrasi

Menurut Muscari (2005) dehidrasi adalah kehilangan cairan dari jaringan tubuh yang
berlebihan. dehidrasi merupakan gangguan yang umum terjadi pada anak-anak ketika
pengeluaran cairan total melebihi asupan cairan total.

II. Klasifikasi Dehidrasi

Dehidrasi dapat digolongkan berdasarkan derajat atau jenisnya yaitu:

a) Dehidrasi berdasarkan derajatnya:


1. Dehidrasi ringan dicirikan dengan kehilangan 5% dari berat badan sampai
10 % dari berat badan sebelum sakit.
2. Dehidrasi sedang dicirikan kehilangan 5% sampai 10% berat badan
sebelum sakit.
3. Dehidrasi berat dicirikan kehilangan berat badan lebih dari 10% berat
badan sebelum sakit.
b) Dehidrasi berdasarkan tipenya:
1. Dehidrasi isotonis : kehilangan cairan terutama melibatkan komponen
ekstra sel dan volume darah dari sirkulasi, menyebabkan anak rentan
terhadap syok hipovolemik. Kadar natrium (Na+).
Klorida ( C1-) dan kalium ( K+) tetap normal atau menurun.
2. Dehidrasi hipertonik : kehilangan air yang berlebihan dibandingkan
elektrolit, mengakibatkan perpindahan cairan dari kompartemen intrasel ke
ekstrasel, yang dapat menyebabkan gangguan neurologis seperti kejang.
Kadar natrium (Na+) meningkat, klorida (C1-) meningkat dan kalium (
K+) dapat bervariasi.
3. Dehidrasi hipotoni :cairan berpindah dari kompartemen ekstrasel ke
kompartemen intrasel sebagai mempertahankan keseimbangan osmotik,
yang selanjutnya dapat menigkatkan kebocoran CES dan mengakibatkan
syok hipovolemik. Kadar natrium( Na+) menurun, klorida (Cl-)
menurun(K+)bervariasi.

Diare mengakibatkan kehilangan senjumblah besar air dan elektrolit,


terutama natrium dan kalium dan seringkali dikomplikasi oleh asidosis
sistemik yang berat. Pada sekitar 70% penderita kehilangan air dan
natrium dan air seimbang sehinga terjadi dehidrasi isonatremik. Dehidrasi
hiponatremik terjadi pada sekitar 10-15% penderita diare hal ini terjadi
bila sejumbla besar elektrolit, terutama natrium, hilang dari tinja, melebihi
kehilangan cairan. Hiponatremia dapat diperberat bila selama masa diare,
diberikan sejumbla besar masukan cairan rendah atau bebas elektrolit per
oral. Dehidrasi hipernatremik dapat dijumpai sekitar 15-20% penderita
diare dan dapat terjadi bila penderita selama masa diare mendapat larutan
elektrolit rumah tangga dan konsentrasi garam tingi dan juga dapat
meningkat bila ada demam karna suhu tubuh yang tinggi meningkatkan
kehilangan air melalui evaporasi secara bermakna (Adelman dan
Michael,1999)
Table 2.5 . Gambaran Keberadaan Elektrolit Tubuh

Elektrolit Konsentrasi diluar sel Konsentrasi didalam sel


(mEq/L) (mEq/L)
Kaltlon
Natrium (Na+) 142 10
Kalium (K+) 5 150
Kalsium (Ca++) 5 2
Magnesium 3 40
155 202
Anion
Klorida 103 2

Bikabonas 27 10

Fosfat 2 103
Sulfat 1 20
Asam organic (laktat,piruvat) 6 10
Protein 16 57

155 202
Sumber : Almatsier, 2009

 Penatalaksana Diare Akut dan Dehidrasi

Anak dengan tanpa dehidrasi- ringan

WHO (2005) anak dengan diare tanpa dehidrasi membutuhkan cairan tambahan untuk
mencegah cairan dehidrasi. Seorang anak dengan tidak ada tanda- tanda dehidrasi
memerlukan perawatan rumah. Empat aturan perawatan dirumah adalah :

 Berikan cairan extra, cairan oralit.


 Lanjutkan makan, mendorong pemberian ASI berlangsung ketika berlaku.
 Berikan suplemen zink selama 10/14 hari direkomendasikan dosis untuk usia anak
yaitu anak < 6 bulan diberikan ½ tablet/hari selama 14 hari sedangkan untuk usia 6
bulan dan lebih diberikan 1 tablet/hari. Tablet pertma harus diberikan dipusat
kesehatan, menunjukan kepada ibu bagaimana larutkan ASI, jika diperlukan.
 Anjurkan ibu tentang kapan harus kembali ke fasilitas kesehatan.

Cairan rumah tangga juga dapat diberikan untuk mencegah dehidrasi seperti air tajin,
larutan gula garam, kuah sayur- sayuran dan sebagainya. Jumlah cairan yang diberikan yaitu
10 ml/kgBB atau untuk anak usia < 1 tahun adalah 50-100 ml,1-5 tahun 100-200 ml, 5-12
tahun adalah 200-300 ml dewasa 300-400 ml setiap BAB. Untuk anak dibawah 2 tahun
diberikan dengan sendok tiap 1-2 menit. Pemberian tidak diberikan dengan menggunakan
botol dan bila terjadi muntah hentikan dulu selam 10 menit kemudian mulai lagi secara
perlahan ( Subagyo dan Nurtjahjo,2009).

Table 2.6 komposisi Oralit Baru

Oralit Baru Osmolaritas Mmol/liter


Rendah
Natrium 75
Klorida 65
Glukosa anhydrous 75
Kalium 20
Sitrat 10
Total osmolaritas 245
Sumber :subagyo dan Nurjhajo, 2009

Pada oralit dengan tingkat osmolaritas rendah lebih mendekati dengan osmolaritas
plasma sehinga kurang menyebabkan resiko terjadinya hipernatermia (subagyo dan
Nurtjhajo, 2009).

Anak dengan dehidrasi ringan-sedang


Seorang anak dengan beberapa tanda tanda dehidrasi membutuhkan cairan tambahan
dan makanan. Pengobatan pertama anak dengan ORS diberikan di fasilitas kesehatan dan
kemudian, ketika semua tanda-tanda dehidrasitelah hilang. Anak harus dikirim pulang untuk
perawatan lanjutan. Pemberian oralit diklinik dilakukan sampai turgor kulit normal, haus
berakhir, anak tenang. Berian suplemen zink pertama diklinik. Intruksikan ibu bahwa zink
harus dilanjutkan selama 10/14 hari dengan dosis yang dianjurkan tergantung pada usia anak.
Zink harus diberikan segera setelah anak bias makan dan berhasil menyelesaikan 4 jam
dehidrasi. Selain cairan anak dengan dehidrasi ringan-sedang juga membutuhkan makanan
dan pemberian ASI kepada anak yang masih menyusui harus dilanjutkan (WHO, 2005).
Untuk perawatan di rumah sakit dapat dengan segera diberikan terapi awal dengan oralit.
Jumlah oralit yang diberikan 3 jam pertama 75 ml/kgBB. Bila penderita masih terus merasa
haus dan masih ingin minum diberikan lagi. Sebaliknya jika tidak terjadi tanda- tanda
kelopak mata bengkak, pemberian oralit harus segera dihentikan dan diganti dengan
pemberian minum air putih. Setelah 3 jam rehidrasi penderita dievaluasi, apakah membaik,
tetap atau memburuk. Jika membaik penderita dapat dipulangkan dan apabila memburuk
harus tetap dirawat di rumah sakit dengan pemberian cairan parenteral (Subagyo dan
Nurtjahjo,2009).

Zink merupakan senyawa ensesial yang berperan penting dalam banyak fungsi tubuh.
Sebagian besar dari enzim atau sebagai kofaktor pada kegiatan lebih dari dua ratus enzim,
seng berperan dalam berbagai aspek metabolisme, seperti reaksi-reaksi yang berkaitan
dengan sintesis dan degradasi karbohidrat, protein, lipida dan asam nukleat. Seng juga
berperan dalam pembentukan kulit, metabolism jaringan ikat dan penyembuhan luka.
Defensiensi seng sering terjadi pada golongan rentan, yaitu anak-anak, ibu hamil,dan
menyusui serta orang tua. Tanda-tanda kekurangan seng adalah gangguan pertumbuhan,
fungsi pencernaan karena gangguan pembentukan kilomikron dan kerusakan permukaan
saluran cerna, gangguan fungsi kekebalan tubuh, gangguan nafsu makan dan lain-lain
(Almatsier, 2009).

Anak dengan dehidrasi berat

Anak dengan tanda-tanda dehidrasi berat membutukan cairan tambahan. Seorang anak
yang telah diklasifikasikan dengan dehidrasi berat membutuhkan cairan cepat. Perlakukan
dengan IV (intravena) cairan harus segera dilakukan. Anak-anak dengan dehidrasi berat harus
ditangani oleh infus dan rawat dirumah sakit atau pusat kesehatan. Jika fasilitas kesehatan
dengan IV tidak dalam waktu 30 menit, penggunaan NGT dianjurkan. Oralit harus diberikan
segera setelah anak bisa menerimanya, bahkan sementara IV sedang berjalan. Ketika
dehidrasi berat dikoreksi, pasien harus dikelola seperti diatas termasuk terapi zink ketika anak
bisa makan (WHO,2005). Untuk dehidrasi parental dapat digunakan cairan Ringer Laktat
dengan dosis 100 ml/kgBB. Cara pemberiannya untuk < 1 tahun 1 jam pertama 30 ml/kgBB,
dilanjutkan 5 jam berikutnya 70 ml/kgBB, diatas 1 tahun ½ jam pertama 30 ml/kgBB
dilanjutkan 2 ½ jam berikutnya 70 ml/kgBB. Setelah 6 jam pada bayi dan 3 jam pada anak
yang lebih besar lakukan evaluasi, pilih pengobatan lanjutan dengan pengobatan diare ringan
sedang atau diare tanpa dehidrasi (Subagyo dan Nurtjahjo, 2009).

 Pengetahuan
I. Pengertian Pengetahuan

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah seseorang melakukan
penginderaan terhadap suatu obyek tertentu. Penginderaan ini terjadi melalui panca indera
manusia,yaitu indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar
pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan merupakan domain
yang sangat penting untuk terbentuknya perilaku seseorang ( Notoatmodjo, 2003).

II. Tingkatan Pengetahuan

Ada 6 tingkatan pengetahuan yang dicakup dalam dominan kognitif, yakni :

1. Tahu ( know)
Diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya.
Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall)
terhadap sesuatu yang spesifik dari keseluruhan bahan yang di pelajari atau
rangsangan yang telah diterima. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang
apa yang di pelajari antara lain menyebutkn, menguraikan, mengidentifikasi,
menyatakan, dan sebagainya.
2. Memahami (comprehension)
Diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang
obyek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar.
Orang yang telah paham terhadap obyek atau materi harus dapat menjelaskan,
menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan dan sebagainya.
3. Menerapkan(application)
Diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menggunakan materi yang telah
dipelajari pada kondisi yang sebenarnya. Aplikasi disini dapat diartikan sebagai
aplikasi atau penggunaan hokum-hukum, rumus, metode, prinsip dan sebagainya
dalam konteks atau situasi yang nyata.
4. Analisa (analysis)
Adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau obyek kedalam
komponen-kompone tetapi masih didalam satu struktur organisasi dan masih ada
ndirikata kerja seperti dapat menggambarkan, membedakan,
memisahkan,menggelompokan dan sebagainya.
5. Sintesa (synthesis)
Menunjukan kepada suatu kemampuan untuk meletakan atau menghubungkan
bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain,
sintesis adalah kemampuan untuk menyusun formulasi-formulasi yang ada.
6. Evaluasi (Evalution)
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau
penilaian terhadap suatu obyek atau materi. Penilaian-penilaian ini berdasarkan pada
suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah
ada.

 Tindakan
I. Pengertian Tindakan
Perilaku atau tindakan merupakan cara masyarakat bertindak atau berkelakuan
yang sama dan harus diikuti oleh semua anggota masyarakat tersebut. Perilaku juga
merupakan hasil pengalaman dan proses interaksi dengan lingkungannya, yang
terwujud dalam bentuk pengetahuan ,sikap, dan tindakan sehingga diperoleh keadaan
seimbang antara kekuatan pendorong dan kekuatan penahan. Perilaku kesehatan
adalah suatu respon seseorang terhadap stimulsi atau objek yang berhubungan dengan
sakit dan penyakit, sistem pelayaan kesehatan, makanan dan minuman serta
lingkungan. Perilaku seseorangdapat berubah jika terjadi ketidakseimbangan antara
kedua kekuatan didalam diri seseorang tersebut. Perilaku merupakan faktor terbesar
kedua setelah faktor lingkungan yang mempengaruhi kesehatan individu, kelompok,
atau masyarakat. Oleh sebab itu, untuk membina dan meningkatkan kesehatan
masyarakat, intervensi atau upaya yang ditunjukan kepada faktor perilaku sangat
penting dan strategis, mengingat pengaruh yang ditimbulkannya (Maulana, 2009).

II. Bentuk Perilaku


Perilaku dapat diberi batasan sebagai suatu tanggapan individu tehadap
rangsangan yang berasal dari dalam maupun luar individu tersebut.
Secara garis besar bentuk perilaku ada dua macam, yaitu :
Perilaku pasif ( respon internal)
Perilaku yang sifatnya masih tertutup, terjadi dalam diri individu dan tidak
diamati secara langsung. Perilaku ini sebatas sikap belum ada tindakan yang nyata
seperti, berpikir, berfantasi, berangan-angan dan lain-lain.
Perilaku aktif ( respon eksternal)
Perilaku yang sifatnya terbuka. Perilaku aktif adalah perilaku yang dapat
diamati secara langsung, berupa tindakan yang nyata seperti, membaca buku,
mengerjakan soal dan lain-lain (Sunaryo, 2004).

Menurut Maulana (2009) prosedur pembentukan perilaku dalam operant conditioning


( pembentukan jenis respon atau perlaku dengan mengunakan urutan-urutan
komponen penguat berupa hadiah atau reward.) tersusun atas beberapa langkah antara
lain :
1. Langkah pertama : melakukan pengenalan terhadap sesuatu sebagai
penguat, berupa hadiah atau reward.
2. Langkah kedua : melakukan analisis untuk mengidentifikasi bagian-bagian
kecil pembentukan perilaku yang diinginkan, selanjutnya disusun dalam
urutan yang tepat menuju terbentuknya perilaku yang diinginkan.
3. Langkah ketiga : menggunakan bagian-bagian kecil perilaku, yaitu sebagai
berikut.
 Bagian-bagian perilaku disusun secara urut dan dipakai sebagai
tujuan sementara.
 Mengenal penguat atau hadiah untuk masing-masing bagian.
 Membentuk perilaku dengan bagian-bagian yang telah terususn
tersebut.
 Jika perilaku pertama telah dilakukan, hadiah akan diberikan
sehingga tindakan tersebut sering dilakukan.
 Akhirnya akan dibentuk perilaku kedua dan seterusnya sampai
terbentuk perilaku yang diharapkan.

Menurut Notoatmodjo ( 2003) rangsangan yang terkait dengan perilaku


kesehatan dari empat unsur, yaitu : perilaku terhadap sakit dan penyakit, sistem
pelayanan kesehatan, makanan, dan lingkungan.

Perilaku terhadap sakit dan penyakit

Perilaku tentang bagaimana seseorang managgapi rasa sakit dan penyakit bersifat
respon internal ( berasal dari dalam dirinya ) maupun ekstrenal (dari luar dirinya),
baik respon pasif maupun respon aktif (praktik).

Perilaku terhadap sistem pelayanan kesehatan

Perilaku ini adalah respon individu terhadap sistem pelayanan kesehatan modern
maupun tradisional, meliputi :

a. Respon terhadap fasilitas pelayanan kesehatan


b. Respon terhadap cara pelayanan kesehatan
c. Respon terhadap petugas kesehatan
d. Respon terhadap pemberian obat-obatan

Perilaku terhadap makanan

Peilaku ini meliputi pengetahuan, persepsi, sikap dan praktik terhadap makanan serta
unsur-unsur yang terkandung didalamnya ( gizi, vitamin), dan pengelolahan makanan
sehubungan kesehatan tubuh kita.

Perilaku terhadap lingkungan kesehatan

Lingkup perilaku ini sesuai lingkup kesehatan lingkungan, yaitu :

a. Perilaku terhadap air bersih.


b. Perilaku sehubungan pembuangan air kotor ataupun kotoran.
c. Perilaku sehubungan dengan limbah, baik limbah cair maupun padat.
d. Perilaku sehubungan dengan rumah sehat. Menyangkut ventilasi,
pencahayaan, lantai, dan sebagainya.
e. Perilaku terhadap pembersihan sarang-sarang vector penyakit.

BAB 3

KERANGKA KONSEP PENELITIAN DAN DEFINISI OPERASIONAL

A. Kerangka konsep penelitian


Berdasarkan tujuan penelitian diatas maka kerangka konsep dan penelitian ini adalah :
Variable independen variabel dependen

Tingkat pengetahuan
ibu
Diare akut disertai
dehidrasi pada anak
balita

Tindakan ibu

B. Definisi operasional
No Variable Definisi Alat ukur Cara ukur Hasil ukur Skala
operasional
1 Pengetahuan Segala Kuesione Angket 1. Baik Ordinal
ibu sesuatu r 2. Kurang
Tentang diare yang
diketahui
ibu
mengenai
diare pada
balita
meliputi :
Pengertian,
gejala
klinis ,
pengobatan
,
komplikasi,
dan 1. Baik
pencegah 2. Kurang

2 Tindakan ibu Segala Kuesione Angket Ordinal


terhadap sesuatu r
kejadian diare yang
pada balita lakukan ibu
sehubunga
n dengan 1. Tanpa
kejadian dehidra
diare pada si-
balita ringan
kehilangan 2. Dehidra
cairan dari si
3 Dehidrasi jaringan Rekam Rekam ringan- Ordinal
tubuh yang medik medik sedang
berlebihan 3. Dehidra
si berat

C. Hipotesis alternative
Terhadap hubungan antara tingkat pengetahuan dan tindakan ibu dengan diare akut
yang disertai dehidrasi pada anak balita di RSUP H. Adam Malik Medan, tahun 2014.

Anda mungkin juga menyukai