Naskah Skripsi

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 76

POTENSI EKSTRAK TANAMAN RANDU (Ceiba pentandra (L.) Gaertn.

)
TERHADAP PENYAKIT KANKER SULUR (Neoscytalidium
dimidiatum) PADA TANAMAN BUAH NAGA
(Hylocereus costaricensis Britt. Et R.)

SKRIPSI

OLEH
IVAL OKTAVIAN NURTIA BUDI
NIM. 141510501180

PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS JEMBER
2019

i
POTENSI EKSTRAK TANAMAN RANDU (Ceiba pentandra (L.) Gaertn.)
TERHADAP PENYAKIT KANKER SULUR (Neoscytalidium
dimidiatum) PADA TANAMAN BUAH NAGA
(Hylocereus costaricensis Britt. Et R.)

SKRIPSI

Diajukan Guna Memenuhi Salah Satu Persyaratan untuk Menyelesaikan


Program Sarjana pada Program Studi Agroteknologi
Fakultas Pertanian Universitas Jember

OLEH
IVAL OKTAVIAN NURTIA BUDI
NIM. 141510501180

PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS JEMBER
2019

i
PERSEMBAHAN

Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Allah Subhanahu wa ta’ala


skripsi ini saya persembahkan untuk:
1. Allah SWT atas segala karunia dan limpahan rahmat dalam penyelesaian karya
ilmiah ini, sehingga dapat terselesaikan dengan lancar.
2. Kedua orang tua tercinta Ayahanda Budi Nuratim, Ibunda Siti Nurjanah, dan
Adinda Destya Dwi Ramadhani serta sanak keluarga, atas dukungan moral,
kasih sayang, dan do’a yang tak henti-hentinya mereka panjatkan, merupakan
kekuatan saya untuk tetap berjuang menyelesaikan pendidikan Sarjana
Pertanian.
3. Seluruh Dosen Fakultas Pertanian Universitas Jember yang telah memberikan
ilmu selama proses belajar dengan penuh kesabaran.
4. Teman-teman seperjuangan program Studi Garoteknologi Universitas Jember
5. Almamater Fakultas Pertanian Universitas Jember yang saya cintai dan
banggakan.

ii
MOTTO

“Janganlah kamu berduka cita, sesungguhnya Allah selalu


bersama kita”.
(QS.At-Taubah 40)

"Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan,


sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan."
(Qs. Asy Syarh ayat 5-6)

“Jika kamu mempunyai masalah, cobalah untuk bersyukur kepada Allah terlebih
dahulu, lalu bersabarlah. Kunci kesabaran adalah bersyukur kepada Allah.”
(Nouman Ali Khan)

iii
PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini:


Nama : Ival Oktavian Nurtia Budi
NIM : 141510501180
menyatakan dengan sesungguhnya bahwa karya ilmiah yang berjudul “Potensi
Ekstrak Tanaman Randu (Ceiba pentandra (L.) Gaertn.) Terhadap Penyakit
Kanker Sulur (Neoscytalidium dimidiatum) Pada Tanaman Buah Naga
(Hylocereus costaricensis Britt. Et R.)” adalah benar-benar hasil karya sendiri,
kecuali kutipan yang sudah saya sebutkan sumbernya, belum pernah diajukan
pada institusi mana pun dan bukan karya jiplakan. Saya bertanggung jawab atas
keabsahan dan kebenaran isinya sesuai dengan sikap ilmiah yang harus dijunjung
tinggi.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya, tanpa ada tekanan
dan paksaan dari pihak mana pun serta bersedia mendapat sanksi akademik jika
ternyata di kemudian hari pernyataan ini tidak benar.

Jember,
Yang menyatakan,

Ival Oktavian Nurtia Budi


NIM. 141510501180

iv
SKRIPSI

POTENSI EKSTRAK TANAMAN RANDU (Ceiba pentandra (L.) Gaertn.)


TERHADAP PENYAKIT KANKER SULUR (Neoscytalidium
dimidiatum) PADA TANAMAN BUAH NAGA
(Hylocereus costaricensis Britt. Et R.)

Oleh
Ival Oktavian Nurtia Budi
NIM. 141510501180

Pembimbing:

Dosen Pembimbing Skripsi : Dr. Ir. Rachmi Masnilah, M.Si


NIP.196301021988022001

v
PENGESAHAN

Skripsi yang Berjudul “Potensi Ekstrak Tanaman Randu (Ceiba pentandra


(L.) Gaertn.) Terhadap Penyakit Kanker Sulur (Neoscytalidium dimidiatum)
Pada Tanaman Buah Naga (Hylocereus costaricensis Britt. Et R.)”, telah diuji
dan disahkan pada :
Hari :
Tanggal :
Tempat : Fakultas Pertanian Universitas Jember

Dosen Pembimbing Skripsi,

Dr. Ir. Rachmi Masnilah, M.Si


NIP.19630102198802200

Penguji I Penguji II

Prof. Ir. Wiwiek Sri Wahyuni, MS., Ph.D. Dr. Ir. Mochamad Hoesain, M.S
NIP. 196401071988021001 NIP. 195212171980032001

Mengesahkan Dekan

Ir. Sigit Soeparjono, MS. Ph.D


NIP. 196005061987021001

vi
PRAKATA

Puji syukur saya haturkan pada kehadirat Allah SWT, yang telah
memberikan rahmat, serta hidayah-Nya atas terselesaikannya Karya Ilmiah
Tertulis yang berjudul “Potensi Ekstrak Tanaman Randu (Ceiba pentandra
(L.) Gaertn.) Terhadap Penyakit Kanker Sulur (Neoscytalidium dimidiatum)
Pada Tanaman Buah Naga (Hylocereus costaricensis Britt. Et R.)” sebagai
syarat untuk menyelesaikan Program Studi Agroteknologi (S1) dan mencapai
gelar Sarjana Pertanian.
Penyelesaian Karya Ilmiah Tertulis (Skripsi) ini tidak terlepas dari bantuan
berbagai pihak, oleh karena itu penulis menyampaikan terima kasih atas semua
dukungan dan bantuan kepada :
1. Ir. Sigit Soeparjono, MS, Ph.D., selaku Dekan Fakultas Pertanian Universitas
Jember.
2. Ir. Hari Purnomo, M.Si, Ph.D, Dic., selaku Ketua Jurusan Agroteknologi
Fakultas Pertanian Universitas Jember.
3. Ir. Saifuddin Hasjim, MP., selaku Ketua Program Studi Proteksi Tanaman
Fakultas Pertanian Universitas Jember.
4. Dr. Ir. Rachmi Masnilah, M.Si., selaku Dosen Pembimbing Skripsi yang telah
memberikan bimbingan, arahan, ilmu, pengalaman serta dukungan dalam
menyelesaikan skripsi ini.
5. Prof. Ir. Wiwiek Sri Wahyuni, MS., Ph.D., selaku Dosen Penguji I yang telah
memberi saran dan masukan untuk menyempurnakan penulisan skripsi ini.
6. Dr. Ir. Mochamad Hoesain, M.S., selaku Dosen Penguji II yang telah
memberi saran dan masukan untuk menyempurnakan penulisan skripsi ini.
7. Kedua orangtuaku Ayahanda Budi Nuratim, ibunda Siti Nurjanah yang selalu
memberikan kasih sayangnya setiap waktu, selalu memberikan doa dan
dukungan disetiap kondisi, dan tak lupa adek saya yang tercinta Destya Dwi
Ramadhani.
8. Sahabat-sahabat kontrakan Singgah Para Pejabat “Sholihin” terima kasih
sudah menjadi sahabat sekaligus keluarga selama tinggal di Jember.

vii
9. Sahabat-sahabat saya di Pejuang Lillah terima kasih telah memberikan
semangat serta bantuannya dalam melaksanakan penelitian ini.
10. Sahabat-sahabat saya satu Organisasi IMAGRO dan BPO terima kasih atas
ilmu, pengalaman, dan semangatnya dalam melaksanakan penelitian ini
11. Sahabat-sahabat saya di Laboratorium Penyakit Tumbuhan terima kasih telah
memberikan semangat serta bantuannya dalam melaksanakan penelitian ini.
12. Teman-teman KKN PPM 01 Dusun Gendir, Desa Klungkung Kecamatan
Sukorambi Kabupaten Jember.
13. Teman-teman Magang Balittas Malang.
14. Teman-teman seangkatan 2014 Program Studi Agroteknologi Fakultas
Pertanian Universitas Jember yang telah banyak membantu penulis selama
studi.
15. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang turut serta
membantu dalam penyelesaian penulisan skripsi ini.
Karya Ilmiah Tertulis ini masih sangat jauh dari sempurna, oleh karena itu segala
bentuk kritik dan saran untuk perbaikan karya ilmiah ini sangat penulis harapkan.

Jember, 30 Juni 2019

Penulis

viii
RINGKASAN

“Potensi Ekstrak Tanaman Randu (Ceiba pentandra (L.) Gaertn.) Terhadap


Penyakit Kanker Sulur (Neoscytalidium dimidiatum) Pada Tanaman Buah
Naga (Hylocereus costaricensis Britt. Et R.)” Ival Oktavian Nurtia Budi;
141510501180; 2019; Program Studi Agroteknologi, Fakultas Pertanian,
Universitas Jember.

Patogen Neoscytalidium dimidiatum merupakan salah satu patogen penting


yang tersebar luas pada pertanaman buah naga yang menyebabkan penyakit
kanker sulur. Pengendalian yang umum dilakukan oleh petani yaitu dengan
penggunaan pestisida sintetis, disisi lain dampak negatif yang diakibatkan cukup
besar. Penggunaan tanaman randu sebagai pestisida nabati bisa menjadi alternatif
pengendalian karena mengandung senyawa aktif yang dapat mengendalikan
penyakit kanker sulur (Neoscytalidium dimidiatum). Penggunaan pestisida dari
tanaman randu masih jarang digunakan sehingga perlu dilakukan penelitian yang
bertujuan untuk mengetahui potensi tanaman randu sebagai antijamur untuk
menghambat patogen Neoscytalidium dimidiatum. Penelitian dilaksanakan di
Laboratorium Penyakit Tumbuhan, Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan
Fakultas Pertanian Universitas Jember. Penelitian menggunakan Rancangan Acak
Lengkap (RAL) dengan dua faktor. Faktor pertama konsentrasi perlakuan (K)
yaitu, 0 mg/ml (K0), 10 mg/ml (K1), 20 mg/ml (K2), 30 mg/ml (K3), dan 40
mg/ml (K4). Faktor kedua bahan ekstrak yaitu ekstrak daun (D) dan ekstrak kulit
batanag (B). Uji antifungi secara in vitro menggunakan metode peracunan media
(Posioned food) dan secara in vivo metode detached leaf assay. Hasil penelitian
menunjukan ekstrak yang paling efektif dalam menghambatan patogen N.
dimidiatum secara in vitro maupun in vivo terdapat pada perlakuan ekstrak daun
randu dengan konsentrasi 40 mg/ml (K4D).

Kata kunci : Buah naga, Neoscytalidium dimidiatum, Tanaman randu

ix
SUMMARY

“Potential of Randu Plant Extract (Ceiba pentandra (L.) Gaertn.) Against


Stem Cancer (Neoscytalidium dimidiatum) in Dragon Fruit Plants (Hylocereus
costaricensis Britt. Et R.)” Ival Oktavian Nurtia Budi; 141510501180; 2019;
Agrotechnology Study Program, Faculty of Agriculture, University of Jember.

The pathogen Neoscytalidium dimidiatum is one of the important


pathogens that is widespread in dragon fruit plantations that cause stem cancer.
Control that is commonly carried out by farmers is the use of synthetic pesticides,
on the other hand the negative impact caused is quite large. The use of stretch
plants as organic pesticides can be a control alternative because they contain
active compounds that can control stem cancer (Neoscytalidium dimidiatum). The
use of pesticides from kapok plants is still rarely used so it is necessary to do
research that aims to determine the potential of swamp plants as an antifungal to
inhibit pathogens Neoscytalidium dimidiatum. The research was conducted at the
Laboratory of Plant Diseases, Department of Pests and Plant Diseases, Faculty of
Agriculture, University of Jember. The study used a Completely Randomized
Design (CRD) with two factors. The first factor was the treatment concentration
(K), that is, 0 mg / ml (K0), 10 mg / ml (K1), 20 mg / ml (K2), 30 mg / ml (K3),
and 40 mg / ml (K4). The second factor of the extract material is leaf extract (D)
and stem bark extract (B). The in vitro antifungal test used the Posioned food
method and in vivo detached leaf assay method. The results showed that the most
effective extracts in inhibiting N. dimidiatum pathogens in vitro and in vivo were
found in the treatment of randu leaf extract with a concentration of 40 mg / ml
(K4D).

Keywords: Dragon fruit, Neoscytalidium dimidiatum, Randu plants

x
DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN JUDUL ..................................................................................... i
HALAMAN PERSEMBAHAN .................................................................... ii
HALAMAN MOTTO ................................................................................... iii
HALAMAN PERNYATAAN ........................................................................ iv
HALAMAN PEMBIMBING ....................................................................... v
HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................ vi
PRAKATA ..................................................................................................... vii
RINGKASAN ................................................................................................. ix
SUMMARY .................................................................................................... x
DAFTAR ISI ................................................................................................... xi
DAFTAR TABEL .......................................................................................... xiii
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... xvi
BAB 1. PENDAHULUAN ............................................................................. 1
1.1 Latar Belakang ................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ........................................................................... 4
1.3 Tujuan ............................................................................................... 4
1.4 Manfaat ............................................................................................. 4
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ................................................................... 5
2.1 Buah Naga.......................................................................................... 5
2.2 Penyakit Kanker Sulur pada Buah Naga ....................................... 6
2.3 Potensi Tanaman Randu .................................................................. 10
2.4 Hipotesis ............................................................................................. 12
BAB 3. METODE PENELITIAN ................................................................ 13
3.1 Waktu dan Tempat ........................................................................... 13
3.2 Persiapan Penelitian ......................................................................... 13
3.3 Perancangan Percobaan ................................................................... 14
3.4 Pelaksanaan Penelitian .................................................................... 15
3.5 Variabel Pengamatan ....................................................................... 19
BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................ 23

xi
4.1 Hasil .................................................................................................... 23
4.1.1 Penyebab Penyakit Kanker Sulur Pada Batang Buah Naga
(Neoscytalidium dimidiatum). ................................................. 23
4.1.2 Analisis Fitokimia Ekstrak Daun dan Kulit Batang Tanaman
Randu. ....................................................................................... 24
4.1.1 Rangkuman Hasil Sidik Ragam. .............................................. 25
4.1.1 Uji In Vitro. .............................................................................. 26
4.1.1 Uji In Vivo. ............................................................................... 30
4.2 Pembahasan ...................................................................................... 35
BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................ 39
5.1 Kesimpulan ....................................................................................... 39
5.2 Saran ................................................................................................. 39
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 40
Lampiran-Lampiran

xii
DAFTAR TABEL

Tabel Judul Halaman


1.1 Luas panen, produksi, dan produktivitas tanaman buah 1
naga tahun 2011-2016, di Kabupaten Banyuwangi
3.1 Kombinasi perlakuan ........................................................................................
15
3.2 Skor penyakit tanaman buah naga berdasarkan gejala 22
yang muncul .....................................................................................................
4.1 Hasil uji kualitatif senyawa fitokimia ekstrak daun dan 24
kulit batang tanaman randu ..............................................................................
4.2 Hasil uji kuantitatif senyawa fitokimia ekstrak daun dan 24
kulit batang tanaman randu ..............................................................................
4.3 Rangkuman nilai F-hitung dari 5 variabel pengamatan ...................................
25

4.4 Pengaruh interaksi perlakuan ekstrak bagian tanaman 27


randu dan konsentrasi ekstrak terhadap daya hambat
pada 5 HSI ........................................................................................................
4.5 Pengaruh konsentrasi ekstrak terhadap daya hambat 28
pada 5 HSI ........................................................................................................
4.6 Pengaruh ekstrak bagian tanaman randu terhadap daya 28
hambat pada 5 HSI ...........................................................................................
4.7 Pengaruh interaksi perlakuan ekstrak bagian tanaman 29
randu dan konsentrasi ekstrak terhadap penghambatan
pembentukan spora ...........................................................................................
4.8 Pengaruh konsentrasi ekstrak terhadap penghambatan 29
pembentukan spora ...........................................................................................
4.9 Pengaruh ekstrak bagian tanaman randu terhadap 29
penghambatan pembentukan spora ..................................................................
4.10 Masa Inkubasi Penyakit Kanker Sulur Pada Batang 30
Tanaman Buah Naga ........................................................................................

xiii
DAFTAR GAMBAR

Gambar Judul Halaman


2.1 (a) Buah naga merah dan (b) pertanaman buah naga........................................
5
2.2 Gejala kanker sulur disebabkan oleh Neoscytalidium 7
dimidiatum. (a) Gejala melingkar ; (b) Piknidia berwarna
hitam terbentuk pada permukaan batang ; (c) Gejala lesi
cekung berwarna coklat ; dan (d dan e) Batang yang
terinfeksi menjadi busuk ...................................................................................
2.3 Karakteristik morfologi N. dimiditium dari batang buah 8
naga. (A) Koloni pada PDA ; (B) Bercabang, bersekat,
dan hifa berwarna coklat ; (C) Bentuk konidia ; dan (D)
spora berantai ....................................................................................................
2.4 Tahapan perkembangan infeksi kanker sulur 9
(Neoscytalidium dimidiatum) pada batang buah naga .....................................
2.5 Tanaman randu .................................................................................................
10
3.1 Pengukuran diameter koloni jamur ...................................................................
19
4.1 Hasil isolasi patogen Neoscytalidium dimidiatum berasal 23
dari (a) Batang tanaman buah naga yang bergejala, (b)
isolat murni pada media PDA 14 HSI (Hari Setelah
Inokulasi), (c) konidia patogen N. dimidiatum perbesaran
40x(A) dan hifa patogen N. dimidiatum pada perbesaran
40x(B) mikroskop binokuler.............................................................................
4.2 Hasil inokulasi Postulat Koch patogen N. dimidiatum (a) 24
Gejala serangan hasil reinokulasi patogen N. dimidiatum
hari ke-3, (b) Gejala serangan hasil reinokulasi patogen N.
dimidiatum hari ke-14 dan (c) Koloni patogen hasil
reisolasi pada hari ke-7 .....................................................................................
4.3 Grafik perkembangan diameter koloni patogen N. 26
dimidiatum ........................................................................................................

xiv
4.4 Pengujian patogen N. dimidiatum pada media PDA yang 27
mengandung berbagai konsentrasi ekstrak daun dan kulit
batang tanaman randu .......................................................................................
4.5 Gejala penyakit kanker sulur pada batang tanaman buah 30
naga (a) Tanaman tidak bergejala, (b) Gejala awal N.
dimidiatum pada 8 HSI, dan (c) Gejala lanjut N.
dimidiatum pada 8 HSI .....................................................................................
4.6 Grafik perkembangan luas serangan pada batang buah 31
naga ...................................................................................................................
4.7 Pengaruh konsentrasi ekstrak terhadap luas serangan 32
patogen N. dimidiatum ......................................................................................
4.8 Pengaruh ekstrak bagian tanaman terhadap luas serangan 33
patogen N. dimidiatum ......................................................................................
4.9 Perkembangan keparahan penyakit kanker sulur N. 33
dimidiatum ........................................................................................................
4.10 Pengaruh konsentrasi ekstrak terhadap keparahan penyakit ............................
34

xv
BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Buah naga (Hylocereus costaricensis Britt. Et R.) merupakan salah satu
komoditas hortikultura yang tergolong dari beberapa jenis kaktus dan berasal dari
marga Hylocereus dan Selenicereus. Buah naga berasal dari Amerika Latin dan
baru masuk ke Asia pada tahun 1870 sebagai tanaman hias dan sekarang sudah
beralih menjadi tanaman buah (Kristanto, 2003). Buah naga masuk ke Indonesia
pada tahun 2000 hasil impor dari Thailand. Pada tahun 2001 buah naga mulai
dikembangkan dan dibudidayakan secara meluas. Daerah di Indonesia yang
hingga kini sudah mengembangkan tanaman adalah Pasuruan Jember, Mojokerto,
Jombang, dan Banyuwangi (Sobir, 2011).
Tabel 1.1 Luas panen, produksi, dan produktivitas tanaman buah naga tahun
2011-2016, di Kabupaten Banyuwangi

Tahun Luas Panen (Ha) Produksi (Ton) Produktivitas (Kw/Ha)


2013 678,80 16.630,60 245,00
2014 1.152,80 28.820,00 250,00
2015 1.213,30 30.454,00 251,00
2016 1.275,50 39.990,00 255,00
2017 1.290,00 42.349,41 328,29
2018 1.322,00 44.140,74 334,02
Sumber : Dinas Pertanian Kabupaten Banyuwangi (2018).
Berdasarkan data diatas, budidaya buah naga dapat dikatakan sebagai salah
satu tanaman hortikultura yang memiliki prospek untuk dikembangkan. Produksi
buah naga setiap tahunnya terus mengalami peningkatan yang pada awalnya
16.630,60 ton tahun 2013 menjadi 44.140,74 ton tahun 2018. Hal ini juga
diimbangi dengan makin banyaknya petani yang membudidayakan buah naga
dengan melihat data luas panen setiap tahunnya yang mengalami peningkatan.
Namun seiring dengan berkembangnya budidaya tanaman buah saat ini, kendala
yang dihadapi petani adalah adanya infeksi patogen yang disebabkan oleh jamur

1
2

Neoscytalidium dimidiatum atau dikenal dengan penyakit kanker sulur (Hidayat et


al., 2018).
Penanaman buah naga yang dilakukan petani biasanya dengan sistem
monokultur. Menurut penelitian Syafnidarti dkk (2013) buah naga ditanam pada
hamparan luas dengan sistem monokultur dengan jarak antara bidang kebun
begitu dekat yaitu 2x2 dan 2x2,5 dapat mengakibatkan tingginya presentase
serangan penyakit bercak pada batang mencapai 99,5 %. Perbedaan sistem tanam
menentukan insidensi dan keparahan penyakit yang ada di lahan. Hasil penelitian
Dewi (2017) pengamatan penyakit di lahan di Kecamatan Leuwiliang dengan
sistem tanam monokultur menunjukan tingkat insidensi dan keparahan penyakit
jamur yang tinggi mencapai 98,3% - 100% dan 25,3% - 47%. Pengamatan
penyakit jamur di lahan di Kecamatan Cijeruk dengan sistem tanam tumpangsari
menunjukan tingkat insidensi dan keparahan penyakit yang rendah yaitu 37,2% -
48% dan 21%.- 43%.
Serangan organisme pengganggu tanaman (OPT) pada buah naga
merupakan salah satu faktor pembatas dalam mendapatkan produksi yang optimal
(Widiastuti dkk, 2011). Salah satu penyakit penting pada tanaman buah naga
adalah penyakit kanker sulur yang disebabkan oleh patogen Neoscytalidium
dimidiatum. Insidensi penyakit kanker sulur di lahan budidaya wilayah Bogor
sangat tinggi, yaitu antara 98,3% - 100% dan dengan tingkat keparahan penyakit
antara 25,3% - 45,7% (Dewi, 2017). Gejala penyakit kanker sulur berupa bercak
kecil berwarna coklat yang dikelilingi halo berwarna kuning pada bagian sulur,
kemudian menyebar berwarna coklat menjadi coklat tua dan hitam. Selain
menyerang sulur, penyakit ini dapat menyerang pada bagian buah (Yi et al.,
2015).
Upaya yang biasa dilakukan petani dalam mengendalikan penyakit buah
naga adalah dengan sanitasi dan pestisida sintetis. Pengendalian penyakit tanaman
buah naga di lahan jika menggunakan pestisida secara terus menerus akan
berdampak pada tingginya insidensi dan keparahan penyakit. Hal ini dapat
mempengaruhi sumber inokulum penyakit yang banyak di lahan (Dewi, 2017).
Penggunaan pestisida sintetis yang berlebihan dapat menimbulkan ledakan
3

penyakit baru atau ledakan penyakit sekunder yang dapat lebih merusak daripada
penyakit sasaran sebelumnya (Budiyono, 2017). Salah satu alternatif yang dapat
digunakan dalam mengendalikan penyakit buah naga adalah pestisida nabati yang
bahan dasarnya dari alam (Yudiarti, 2010). Tumbuhan yang dimanfaatkan bisa
berasal dari sekitar lokasi budidaya tanaman atau tumbuh liar di lahan. Salah satu
contohnya adalah tanaman randu yang banyak ditemukan di lahan budidaya buah
naga sebagai tiang penyangga (Kardinan dan Karmawati, 2012).
Petani buah naga kebanyakan menggunakan tanaman randu (Ceiba
pendantdra (L.) Gaertn.) sebagai tiang penyangga daripada menggunakan tiang
penyangga lainnya. Hal ini dikarenakan harganya yang lebih murah daripada
penyangga beton dan pertumbuhan dari tanaman randu lebih cepat dibandingkan
dengan tanaman penyangga lainnya. Ketersediaan tanaman randu yang melimpah
dan mudah dicari di areal budidaya buah naga menjadi faktor pendukung untuk
digunakan sebagai pestisida nabati. Tanaman randu mengandung senyawa
polifenol, flavonoid, alkaloid, saponin dan tanin pada bagian daun maupun
batang. Senyawa saponin yang dikandung oleh daun randu dapat pula berperan
sebagai zat antimikroba karena dapat menimbulkan reaksi saponifikasi. (Pratiwi,
2014). Hasil penelitian Anosike et al., (2012) ekstrak etanol dan metanol pada
kulit batang mengandung glikosida, fenolik, dan minyak. Jadi, kulit batang C.
pentandra memiliki aktivitas antifungal yang tinggi dan dapat menjadi terapi yang
efektif untuk melawan penyakit yang disebabkan oleh fungi.
Penggunaan pestisida nabati bersumber dari tanaman randu masih belum
diterapkan oleh petani. Oleh sebab itu, perlu dilakukan penelitian untuk
mengetahui potensi ekstrak daun dan kulit batang tanaman randu sebagai pestisida
nabati untuk menghambat patogen N. dimidiatum penyebab penyakit kanker sulur
pada tanaman buah naga dan mengetahui kandungan senyawa biokimia yang
terkandung di dalamnya.
4

Rumusan masalah
1. Bagaimana pengaruh jenis ekstrak dari daun dan kulit batang tanaman randu
dengan konsentrasi yang berbeda dalam menghambat patogen N. dimidiatum
pada tanaman buah naga secara in vitro dan in vivo?
2. Bagaimana pengaruh jenis ekstrak dari daun dan kulit batang tanaman randu
dalam menghambat patogen N. dimidiatum pada tanaman buah naga secara in
vitro dan in vivo?
3. Bagaimana pengaruh konsentrasi ekstrak yang berbeda dalam menghambat
patogen N. dimidiatum pada tanaman buah naga secara in vitro dan in vivo?

1.2 Tujuan
1. Mengetahui pengaruh jenis ekstrak dari daun dan kulit batang tanaman randu
dengan konsentrasi yang berbeda dalam menghambat patogen N. dimidiatum
pada tanaman buah naga secara in vitro dan in vivo?
2. Mengetahui pengaruh jenis ekstrak dari daun dan kulit batang tanaman randu
dalam menghambat patogen N. dimidiatum pada tanaman buah naga secara in
vitro dan in vivo?
3. Mengetahui pengaruh konsentrasi ekstrak yang berbeda dalam menghambat
patogen N. dimidiatum pada tanaman buah naga secara in vitro dan in vivo

3.1 Manfaat
1. Hasil penelitian ini diharapkan sebagai bahan rujukan atau bahan penelitian
selanjutnya terkait potensi tanaman randu untuk mengendalikan penyakit N.
dimidiatum pada tanaman buah naga.
2. Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bahan pengendalian
menggunakan pestisida nabati dari tanaman randu untuk mengendalikan
penyakit N. dimidiatum yang dilakukan oleh petani.
3. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi informasi mengenai kandungan
antifungi yang ada di dalam tanaman randu sehingga dapat dijadikan dasar
untuk bahan pembuatan pestisida nabati untuk mengendalikan penyakit
khususnya N. dimidiatum.
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Buah Naga


Buah naga termasuk kelompok tanaman kaktus atau famili Cactaceae dan
subfamili Hilocereanea. Termasuk genus Hylocereus yang terdiri dari beberapa
spesies, dan diantaranya adalah buah naga yang biasa dibudidayakan. Klasifikasi
tanaman buah naga adalah sebagai berikut :
Devisi : Spermatopyta (tumbuhan berbiji)
Sub Devisi : Spermatopyta (tumbuhan berbiji)
Kelas : Dicotyledonae (berkeping dua)
Ordo : Cactales
Family : Cactaceae
Genus : Hylocereus
Spesies : Hylocereus polyrhizus (Kristanto, 2003)

(a) (b)
Gambar 2.1 (a) buah naga merah dan (b) pertanaman buah naga (Sumber :
Kristanto, 2003).

Tanaman ini merupakan jenis tanaman memanjat. Saat ditemukan di


wilayah asalnya, tanaman ini memanjat batang tanaman lain di hutan teduh.
Tanaman ini masih tetap hidup meskipun perakarannya dicabut dari tanah atau
disebut sebagai tanaman epifit karena kebutuhan makanannya diperoleh melalui
akar udara pada batangnya. Secara morfologis, tanaman ini termasuk tanaman

5
6

tidak lengkap karena tidak memiliki daun. Morfologi tanaman buah naga terdiri
dari akar, batang, duri, bunga serta bauh. Akar buah naga tergolong akar serabut
yang berkembang di dalam tanah disepanjang batang dibagian punggung sirip di
suduta batang. Dibagian duri akan tumbuh bunga mirip bunga wijaya kusuma.
Bunga yang sudah terbuahi akan rontok dan kemudian akan menjadi buah
(Kristanto, 2003).
Menurut Sobir (2011) buah naga tergolong jenis tanaman gurun yang tahan
terhadap kekeringan dan membutuhkan intensitas sinar matahari yang tinggi
untuk dapat tumbuh dengan baik. Pertumbuhan dan perkembangan tanaman ini
akan lebih optimal bila ditanam di daerah dengan ketinggian antara 10-700 mdpl
dan memiliki suhu udara berkisar 26-36oC dengan curah hujan berkisar 500-1500
mm/tahum dan kelembapan antara 70-90oC. Curah hujan yang tinggi dapat
menyebabkan pembusukan akar dan batang serta menghambat keluarnya bunga,
bahkan bunga yang keluar menjadi gugur. Selain itu, curah hujan yang terlalu
tinggi dapat meningkatkan risiko tanaman ini terserang penyakit dari golongan
jamur karena kondisinya terlalu lembab. Tanaman buah naga tidak tahan terhadap
air yang menggenang lama karena dapat menyebabkan perakaran dan batang
membusuk. Selain itu, bila tanaman sedang berbunga atau berbuah, maka keadaan
air yang menggenang dan berlebihan dapat menyebabkan rontoknya semua bunga
dan buah. Tanaman ini membutuhkan penyinaran cahaya matahari penuh untuk
mempercepat proses pembungaan dengan intensitas sinar matahari yang
dibutuhkan berkisar 70 - 90 %. (Cahyono, 2009)

2.2 Penyakit Kanker Sulur pada Buah Naga


2.2.1 Penyebab Penyakit
Penyakit kanker sulur atau batang disebabkan oleh patogen Neoscytalidium
dimidiatum. Menurut Crous et al., (2006) klasifikasi patogen Neoscytalidium
dimidiatum adalah sebagai berikut :
Kingdom : Fungi
Division : Ascomycota
Subdivision : Pezizomycotina
7

Class : Dothideomycetes
Order : Botryosphaeriales
Family : Botryosphaeriaceae
Genus : Neoscytalidium
Species : Neoscytalidium. dimidiatum
Penyakit ini menyerang pada bagian batang buah naga pada fase vegetatif
dan fase generatif sehingga mempengaruhi pertumbuhan dan pembentukan bunga
pada batang tanaman. Gejala awal penyakit ini terlihat pada batang dengan bentuk
lesi cekung berwarna coklat. Usia batang tanaman lebih tua gejala penyakit akan
berubah menjadi lesi berwarna coklat tua atau kehitaman. Ketika penyakit
berkembang, batang yang terinfeksi kemudian membusuk (Mohd et al., 2013).

Gambar 2.2 Gejala kanker sulur disebabkan oleh Neoscytalidium dimidiatum. (a)
Gejala melingkar ; (b) Piknidia berwarna hitam terbentuk pada permukaan batang
; (c) Gejala lesi cekung berwarna coklat ; dan (d dan e) Batang yang terinfeksi
menjadi busuk. (Sumber : Mohd et al., 2013).

Gejala inokulasi penyakit N. dimidiatum pada batang buah naga


menunjukan gejala berupa lesi cekung berwarna coklat yang berkembang 3 hari
setelah inokulasi. Setelah 7 hari inokulasi, lesi menjadi coklat kehitaman.
Kemudian piknidia terbentuk di permukaan batang yang terinfeksi setelah 10 hari
inokulasi. Batang yang terinfeksi menjadi busuk setelah 14 hari inokulasi.
Pengamatan mikroskopis dari patogen N. dimiditium menunjukan koloni berbulu
dengan warna abu-abu kehitaman. Koloni N. dimiditium tumbuh dengan cepat dan
8

mengkoloni penuh cawan petri dalam waktu 3 hari. Patogen ini memiliki hifa
bercabang, bersekat, dan memiliki spora berantai (Thongkham dan Soytong,
2016).

Gambar 2.3 Karakteristik morfologi N. dimiditium dari batang buah naga. (A)
Koloni pada PDA ; (B) Bercabang, bersekat, dan hifa berwarna coklat ; (C)
Bentuk konidia ; dan (D) spora berantai (Sumber : Thongkham dan Soytong,
2016).

2.2.2 Epidemiologi Penyakit Kanker Sulur


Neoscytalidium dimiditium bukan patogen utama pada tanaman buah naga.
Baru tahun 2009 dan seterusnya telah dilaporkan penyebab kerusakan yang
signifikan oleh patogen ini di wilayah Asia Tenggara. Menurut penelitian
pengamatan infeksi N. dimiditium pada batang buah naga di lahan sebagai berikut
:
1. Bintik-bintik kecil berwarna putih dengan bintik merah di bagian tengah.
2. Serangan lebih lanjut pusat spot berubah menjadi abu-abu dan bagian tengah
berwarna merah.
3. Spot mengembang dengan pusat membentuk lesi coklat keras dengan piknidia
tertanam di permukaan batang.
4. Pembentukan halo kuning di sekitar lesi dan perluasan lesi ke dalam area yang
terinfeksi.
5. Fase selajutnya terjadi ekspansi menyebabkan lesi menyebar dan berukuran
lebih besar dan mengakibatkan batang mulai membusuk dan hancur.
9

6. Fase terakhir infeksi lesi lebih tua akan meninggalkan lubang besar pada
bagian batang.

Gambar 2.4 Tahapan perkembangan infeksi kanker sulur (Neoscytalidium


dimidiatum) pada batang buah naga (Fullerton et al., 2015).

Patogen ini menghasilkan dua jenis spora, pycniospores yang terbentuk


pada piknidia ostiolat yang tertanam di permukaan lesi dewasa dan phragmospora
yang terbentuk oleh putusnya sel-sel individu dan kelompok sel-sel hifa yang
telah matang pada jaringan lesi yang mati. Gejala klorotik disekitar areal lesi yang
berkembang menunjukan produksi toksin oleh patogen yang meninfeksi
(Fullerton et al., 2015).
Perkembangan penyakit di lapangan dipengaruhi oleh berbagai faktor,
diantarannya adalah faktor lingkungan dan penyebaran inokulum patogen di
lapangan. Patogen N. dimidiatum membentuk tubuh buah (piknidia) pada jaringan
tanaman. Struktur piknidia yang keras dapat melindungi spora jamur dari kondisi
lingkungan yang buruk dan jika kondisi lingkungan baik untuk jamur, piknidia
pecah dan mengeluarkan spora dalam jumlah yang sangat banyak. Hal ini
menyebabkan penyebaran inokulum jamur ini sangat cepat di lapangan
(Jumjunidang dll, 2015).
10

2.3 Potensi Tanaman Randu


Tanaman randu telah banyak digunakan di beberapa negara, diantaranya di
negara Afrika dan Amerika serta di negara Indonesia. Menurut Plantamor (2015)
klasifikasi tanaman randu adalah sebagai berikut :
Kingdom : Plantae
Devisi : Magnoliophta
Kelas : Magnoliopsida
Ordo : Malvales
Family : Bombacaceae
Genus : Ceiba
Spesies : Ceiba pentandra (L.) Gaertn.)

Gambar 2.5 Tanaman randu (Sumber : Dokumentasi pribadi)

Tanaman randu tersebar luas di wilayah Indonesia sebagai tanaman pagar


maupun tanaman budidaya sebagai penghasil kapuk. Tanaman randu (Ceiba
pentandra (L.) Gaertn.) tidak hanya dapat dimanfaatkan di bagian kayu dan
kapuknya saja, namun ada potensi lain untuk pengobatan tradisional atau sebagai
bahan baku obat herbal (Peter and Adebayo, 2012). Beberapa negara seperti
Afrika Barat, Afrika Tengah, dan Amerika Utara, ekstrak dari bagian tanaman
randu seperti biji, batang, kulit batang, daun, dan akar digunakan sebagai anti-
11

inflamasi, analgesik, antibakteri, antidiabetes, antijamur, antimalaria, dan


antioksidan (Pratiwi, 2014).
Hasil penelitian Pratiwi (2014) bahwa ekstrak batang randu mengandung
beberapa senyawa bioaktif seperti alkaloid, flavonoid, tanin, saponin,
hidrokuinon, triterpenoid, dan senyawa lain. Selain itu, pada bagian kulit batang
terdapat senyawa aktif dari golongan flavonoid, saponin, tanin, dan terpenoid
(Peter and Adebayo, 2012). Mekanisme kerja flavonoid sebagai antimikrob
dengan cara denaturasi protein, mengganggu lapisan lipid dan mengakibatkan
kerusakan dinding sel. Sifat lipofilik pada flavonoid tersebut yang akan mengikat
fosfolipid- fosfolipid pada membran sel jamur dan mengganggu permeabilitas
membran sel. Mekanisme antijamur yang dimiliki tanin adalah dengan
menghambat sintesis khitin yang digunakan untuk pembentukan dinding sel pada
jamur dan merusak membran sel sehingga pertumbuhan jamur terhambat
(Kurniawati dkk, 2016). Mekanisme kerja saponin sebagai antifungi yaitu
menurunkan tegangan permukaan sehingga mengakibatkan naiknya permeabilitas
atau kebocoran sel dan senyawa intraseluler akan keluar (Nuria dkk., 2009).
Ekstrak alkohol dari daun tanaman randu mengandung senyawa fenol, tanin,
dan saponin. Ekstrak alkohol daun randu dengan konsentrasi 30 – 40 mg/ml
berpengaruh positif dalam menghambat jamur Microsporum carnis, Trichophyton
rubrum, Epidermophyton floccosum dan Candida albicans (Nwachukwu et al.,
2008). Hasil penelitian Anosike et al (2012), ekstrak etanol dan metanol kulit
batang tanaman randu mengandung senyawa tanin, flavonoid, alkaloid dan
saponin dengan tingkat konsentrasi yang tinggi. Senyawa yang terkandung di
dalam tanaman randu dapat dimanfaatkan sebagai antijamur. Ekstrak kulit batang
tanaman randu berpengaruh sangat nyata dalam menghambat pertumbuhan dari
jamur Aspergilus niger dan Candida albicans dengan masing-masing zona
hambatan yaitu 9,89 ± 1,6 dan 11,55 ± 1,53.
12

2.4 Hipotesis
1. Jenis ekstrak dari daun dan kulit batang tanaman randu dengan konsentrasi
yang berbeda berpengaruh dalam menghambat patogen N. dimidiatum pada
tanaman buah naga secara in vitro dan in vivo?
2. Jenis ekstrak dari daun dan kulit batang tanaman randu berpengaruh dalam
menghambat patogen N. dimidiatum pada tanaman buah naga secara in vitro
dan in vivo?
3. Konsentrasi ekstrak yang berbeda berpengaruh dalam menghambat patogen N.
dimidiatum pada tanaman buah naga secara in vitro dan in vivo
BAB 3. METODE PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat


Penelitian mengenai “Potensi Ekstrak Tanaman Randu (Ceiba pentandra)
Terhadap Penyakit Kanker Sulur (Neoscytalidium dimidiatum) Pada Tanaman
Buah Naga (Hylocereus Sp.)”, dilaksanakan pada Bulan Oktober 2018 – April
2019. Isolasi, identifikasi dan uji daya hambat patogen dilakukan di Laboratorium
Penyakit Tanaman, Fakultas Pertanian, sedangkan analisis senyawa fitokimia
tanaman randu dilakukan di Laboratorium Biologi, Fakultas Farmasi, Universitas
Jember.

3.2 Persiapan Penelitian


3.2.1 Alat dan Bahan
Bahan yang digunakan dalam penilitian ini adalah daun dan kulit batang
tanaman randu, isolat N. dimidiatum diperoleh dari hasil isolasi batang atau buah
yang terserang penyakit, aquades, Potato Dextrose Agar (PDA), alkohol 70% dan
95%, metanol 95%, spiritus, air steril.
Peralatan yang digunakan dalam penilitian ini adalah tabung reaksi, cawan
petri, pinset, bunsen, mikro pipet, penggaris, vortek, sprayer, mikroskop,
erlenmeyer, cawan petri, laminar air flow, blender, jarum N, labu volumetrik,
aquadest, spektrofotometer UV / Visible, cork boor, cutter steril,

3.2.2 Pengambilan sampel Jamur Neoscytalidium dimidiatum


Pengambilan sampel tanaman buah naga dilakukan dengan cara mengambil
batang tanaman yang terserang penyakit menggunakan pisau steril dari tanaman
yang telah dterserang penyakit kanker sulur. Tanaman sampel dilakukan
pengamatan penyakit berdasarkan gejala dan tingkat serangannya. Sampel organ
tanaman yang telah diambil dimasukkan ke dalam kantong plastik berukuran 2 kg
dan diberi label (Faidah dkk, 2017).

13
14

3.2.3 Isolasi dan Identifikasi Jamur N. dimidiatum


Sampel batang tanaman yang terinfeksi dipotong sekitar 1 cm x 1 cm,
dengan mengambil setengah bagian yang sehat dan setengah bagian yang sakit
dengan menggunakan cutter steril, kemudian dilakukan sterilisasi permukaan
dengan cara merendam bagian tanaman tersebut ke dalam alkohol 70% selama 3
menit dan dibilas dengan aquades steril sebanyak 2 kali. Bagian tanaman dipotong
sebanyak 4 potong dan disusun secara teratur pada media PDA steril dalam cawan
petri, kemudian diinkubasi selama 3-5 hari.
Penyebab penyakit berupa jamur patogen diidentifikasi secara makrokopis
dan mikrokopis. Identifikasi secara makrokopis dilakukan secara visual.
Identifikasi mikrokopis dilakukan dengan membuat preparat basah dengan cara
mengambil miselium patogen N. dimidiatum menggunakan jarum N steril dan
meletakkannya pada objek glass yang telah dibersihkan dengan aquades dan
alkohol 70% kemudian ditetesi dengan aquades dan diamati menggunakan
mikroskop binokuler (Faidah dkk., 2017).

3.2.4 Penyiapan Bahan Ekstrak


Daun dan kulit batang tanaman randu masing-masing sebanyak 2 kg
dibersihkan dan dicuci, kemudian dikeringkan selama 14 hari pada suhu 20-32oC.
Sampel curah kering dari daun yang dihaluskan menggunakan blender sehingga
terbentuk serbuk halus (simplisia) (Dewole et al., 2013).

3.3 Perancangan Percobaan


Metode penilitian yang dilakukan bersifat eksperimental dengan
menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) faktorial yang terdiri dari 2
faktor. Faktor ke-1 yaitu konsentrasi ekstrak dan faktor ke-2 ekstrak bagian-
bagian tanaman randu. Berikut merupakan rincian perlakuan yang dilakukan :
a. Faktor pertama adalah konsentrasi ekstrak yang terdiri dari 5 taraf
K0 : 0 mg/ml
K1 : 10 mg/ml
K2 : 20 mg/ml
15

K3 : 30 mg/ml
K4 : 40 mg/ml
b. Faktor kedua adalah ekstrak bagian-bagian tanaman randu yang terdiri dari 2
taraf,
D : daun
B : kulit batang
Tabel 3.1 Kombinasi perlakuan yang didapat sebagai berikut :
Ekstrak bagian tanaman randu
Konsentrasi (K)
Daun (D) Kulit batang (B)
K0 K0D K0B
K1 K1D K1B
K2 K2D K2B
K3 K3D K3B
K4 K4D K4B

3.4 Pelaksanaan Penelitian


3.4.1 Ekstraksi Sampel
Ekstrak masing-masing sampel diambil sebanyak 250 g yang sudah
dihaluskan dimasukkan ke dalam maserator dan ditambahkan pelarut dengan
perbandingan 1 : 5 yaitu 1250 ml pelarut metanol. Serbuk simplisia yang telah
ditambahkan dengan pelarut, kemudian dishaker selama 48 jam dan disaring
menggunakan penyaring bunchner sehingga diperoleh ekstrak cair bebas dari
ampas. Ekstrak yang didapat diuapkan dengan menggunakan rotatori evaporator
hingga didapatkan ekstrak pekat. kemudian pelarut diuapkan menggunakan oven
pada suhu 45oC sampai diperoleh ekstrak berupa pasta (Anosike et al., (2012).

3.4.2 Analisis fitokimia tanaman randu (Ceiba pentandra)


a. Flavonoid
Menimbang 0,1 gr ekstrak kemudian sebanyak 1 mL sampel diuapkan,
dicuci dengan heksana sampai jernih. Residu dilarutkan dalam beberapa tetes
etanol kemudian disaring. Filtrat ditotolkan pada plat silika gel G60. Dielusi
dengan butanol : asam asetat : air = 4:1:5, kemudian dikeringkan dan diamati pada
16

cahaya tampak. Selanjutnya plat disemprot dengan amonia, dikeringkan dan


diamati kembali pada cahaya tampak. Adanya flavonoid ditunjukan dengan
timbulnya noda berwarna kuning (Marlina dkk, 2005). Penetapan kandungan
flavonoid dilakukan dengan mengukur total kandungan flavonoid mengunakan uji
kolimimetri aluminium klorida. Larutan blanko dibuat dengan mengganti larutan
standar dengan etanol 0,5 ml. Ditambah dengan 1,5 ml etanol 95%, 0,1 ml
natrium asetat 1 M dan ditambahkan akuades 2,8 ml. Setelah itu diinkubasi
selama 30 menit pada suhu 25oC. Setiap pengukuran serapan dibandingkan
terhadap blanko. Larutan uji berisi 0,5 ml ekstrak metanol dipipet, kemudian
ditambah etanol sampai 25 ml dalam labu ukur. Sejumlah 0,5 ml larutan
kemudian ditambah dengan 1,5 ml etanol 95%, 0,1 ml aluminium klorida (AlCl3)
10%, 0,1 ml natrium asetat 1 M dan ditambahkan akuades 2,8 ml. Setelah itu
diinkubasi selama 30 menit pada suhu 25oC. Preparasi larutan standar acuan
quersetin menggunakan konsentrasi (20, 40, 60, 80, dan 100 μg / ml). Absorbansi
untuk pengujian dan larutan standar ditentukan pada panjang gelombang 425 nm
dengan spektrofotometer UV / Visible (Azizah dkk., 2014).
b. Saponin
Menimbang 0,3 gram ekstrak kemudian menambahkan 3 ml HCl 2M dan
diaduk. Mendidihkan dan menutup dengan corong berisi kapas basah selama 2
jam untuk menghidrolisis saponin. Setelah itu, didinginkan dan dinetralkan
dengan amonia. Kemudian, ditambah 2 ml n-heksana dan disaring. Filtratnya
kemudian diuapkan diatas waterbath sampai tinggal 0,5 ml. Kemudian ditotolkan
pada plat silika gel G60. Elusi dilakukan dengan kloroform : aseton = 6 : 1,5. Plat
dikeringkan dan diamati pada cahaya tampak. Kemudian plat disemprot dengan
anisaldehid sulfat dan dioven pada suhu 110oC selama 10 menit, dan diamati pada
cahaya tampak. Adanya saponin ditunjukan dengan timbulnya noda berwarna
ungu (Marlina dkk, 2005).
c. Alkaloid
Menimbang 0,1 gram dan ditambahkan sebanyak 2 ml HCl 2 N kemudian
dipanaskan di atas penangas air selama 2-3 menit sambil diaduk. Setelah dingin,
larutan ditambahkan 0,1 gram NaCl kemudian diaduk dan disaring. Filtrat yang
17

diperoleh ditambahkan 2 ml HCl 2 M. Filtrat yang didapat dimasukan ke dalam


tabung reaksi dan dilakukan uji penegasan. Uji penegasan dilakukan dengan
menambahkan amonia 28% hingga pH 8-9. Kemudian ditambahkan kloroform
dan diuapkan diatas waterbath. Selanjutnya ditambahkan beberapa tetes metanol,
diaduk dan disaring. Fase kloroform ditotolkan pada plat silika gel G60. Elusi
dilakukan dengan metanol : etil asetat : air = 9 : 2 :2. Plat dikeringkan dan diamati
pada cahaya tampak. Kemudian plat disemprot dengan pereaksi Dragendorff,
dikeringkan dan diamati pada cahaya tampak (Marlina dkk., 2005).
c. Tanin
Menimbang 0,1 gram ekstrak dan menambahkan sebanyak 3 mL akuades
panas kemudian didinginkan. Setelah itu ditambahkan 2 tetes NaCl 10% dan
disaring. Filtrat ditotolkan pada plat silika gel G60. Elusi dilakukan dalam fase
gerak toluen : aseton : asam formiat = 6 : 6 :1. Plat dikeringkan dan diamati pada
cahaya tampak. Kemudian plat disemprot dengan FeCl3 dan diamati pada cahaya
tampak. Adanya tanin ditunjukan dengan timbulnya noda berwarna hitam
(Marlina dkk, 2005). Penetapan kandungan tanin menggunakan metode Folin-
Ciocalteu. Ekstrak yang dilarutkan dalam metanol diambil 10 µl kemudian
dilarutkan dalam 50 µl reagen Folin-Ciocalteuphenol, 100 µl larutan Na2CO 35%
dan ditambahkan sampai batas eppendorf 1 ml menggunakan aquadestilata.
Campuran dihomogenkan dengan dikocok kemudian disimpan pada suhu ruang
selama 30 menit. Preparasi larutan standar asam galat menggunakan konsentrasi
(20, 40, 60, 80, dan 100 µg/ml). Pengukuran absorbansi ekstrak dan larutan
standart dilakukan pada panjang gelombang 725 nm menggunakan
spektofotometer UV-Visible. Kandungan tanin ditunjukan pada mg asam galat/ g
ekstrak (Tambe dan Bhambar, 2014).

3.4.3 Pengenceran
Pengenceran ekstrak dilakukan dengan menambahkan aquades steril
sehingga didapatkan serial konsentrasi yang berbeda-beda untuk dilakukan uji
daya hambat terhadap pertumbuhan patogen Neoscytalidium dimidiatum. pada
media PDA (in-vitro) maupun uji in-vivo pada batang buah naga. Beberapa serial
18

konsentrasi yang dibuat adalah 0 mg/ml, 10 mg/ml, 20 mg/ml, 30 mg/ml, dan 40


mg/ml. Pembuatan serial konsentrasi ekstrak daun dan kulit batang tanaman randu
menggunakan formulasi pengenceran sebagai berikut :
N1 . V1 = N2 . V2
Keterangan :
N1 = konsentrasi larutan stok,
V1 = volume larutan pertama (volume larutan yang akan dibuat)
N2 = konsentrasi larutan yang akan dibuat
V2 = volume larutan kedua.

3.4.4 Uji Aktivitas Antijamur Secara In- Vitro


Uji aktivitas antijamur pada jamur N. dimidiatum dilakukan dengan
menyiapkan media PDA, ekstrak daun dan kulit batang tanaman randu dengan
berbagai konsentrasi konsentrasi 0 mg/ml, 10 mg/ml, 20 mg/ml, 30 mg/ml, dan 40
mg/ml. Uji aktivitas antifungi pada patogen N. dimidiatum menggunakan metode
peracunan nutrisi atau Poisoned Food Antimikrob. Media PDA cair dituang
sebanyak 9 ml ke dalam cawan petri, kemudian larutan ekstrak dicampurkan
dalam cawan petri sebanyak 1 ml, lalu sedikit digoyang secara memutar agar
tercampur merata. Kemudian didiamkan sampai memadat. Media siap untuk
diinokulasi jamur dengan diameter 50 mm, kemudian diinkubasi sampai
pertumbuhan patogen memenuhi petri kontrol. (Paramita dkk., 2014).

3.4.5 Uji Aktivitas Antijamur Secara In- Vivo


Pengujian in vivo dilakukan setelah diketahui konsentrasi ekstak daun dan
kulit batang tanaman randu yang efektif menekan pertumbuhan koloni
Neoscytalidium dimidiatum pada pengujian in vitro. Gejala serangan ditentukan
dengan metode detached leaf assay, yaitu batang tanaman disterilisasi permukaan
dengan menggunakan alkohol 70% dan disemprot akuades steril sebanyak 3 kali,
kemudian diseka dengan tisu steril. Batang tanaman tersebut dilukai sebanyak 3
titik menggunakan jarum steril. Kemudian batang tanaman disemprot
menggunakan ekstrak sebanyak 2 ml, lalu batang buah naga dikering anginkan
19

dengan dimasukkan ke wadah plastik selama 24 jam (Jumjunidang dkk., 2015).


Batang tanaman diinokulasi dengan meneteskan suspensi inokulum N. dimidiatum
pada kerapatan 103 konidia/ml. Kemudian diinkubasi selama 14 hari dan
disungkup dalam kondisi steril (Annisa, 2014). Percobaan dilakukan sebanyak 3
kali ulangan untuk masing-masing perlakuan. Setiap ulangan terdiri dari 5 sampel
batang buah naga.

3.5 Variabel Pengamatan


3.5.1 Pengukuran daya hambat secara in vitro
a. Diameter koloni dan persentase daya hambat
Nilai diameter koloni ditentukan dengan menghitung rerata diameter
pengukuran.

Gambar 3.1 Pengukuran diameter koloni jamur (Sumber : Diana dkk., 2014)

Keterangan :
A : Koloni jamur awal (mm)
B : Koloni jamur setelah inkubasi (mm)
C : Cawan petri
D1-D8 : Diameter pengukuran (mm)
Nilai diameter koloni dihitung dengan rumus sebagai berikut:

Rerata Diamater (mm) = D1 + D3 + D3 + D4 + D5 + D6 + D7 + D8


8
20

Persentase dan penghambatan jamur dihitung berdasarkan Martinus dkk


(2010), dengan mengukur diameter koloni pada kontrol (d1) dan rerata diameter
koloni (d2) yang diberi ekstrak sesuai perlakuan. Pesentase penghambatan koloni
jamur dapat dihitung dengan menggunakan rumus:
d1 – d2
I= x 100 %
d1
Keterangan:
I = persentase penghambatan
d1 = diameter koloni jamur pada kontrol
d2 = diameter koloni jamur pada perlakuan.
b. Uji penghambatan pembentukan spora
Menurut penelitian Oktarina dkk, (2017) penghitungan jumlah spora yang
dihasilkan jamur patogen pada setiap perlakuan dilakukan dengan memanen
jamur umur 7 hari dengan melubangi media beserta jamurnya menggunakan cork
borer di 5 titik, lalu dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang berisi 9 ml aquadest
steril sebagai suspensi awal. Suspensi dihomogenkan dengan menggunakan vortex
lalu diencerkan dengan menambahkan aquadest steril pada tabung reaksi, setelah
itu diambil spora dari suspensi 10-1 dengan mikropipet lalu diteteskan ke
haemocytometer dan diamati di mikroskop dengan dihitung kerapatan spora :
X
C= x 103
2
L (mm ) x t x d

Keterangan :
C = Kerapatan spora
X = Jumlah total spora dalam kotak sampel yang diamati
L = Luas kotak hitung (0,2 mm2)
t = Kedalaman bidang hitung (0,1 mm)
d = Faktor pengenceran
21

3.5.2 Pengukuran daya hambat secara in vivo


a. Masa Inkubasi
Masa inkubasi merupakan waktu yang diperlukan patogen untuk melakukan
infeksi dihitung berdasarkan waktu gejala pertama muncul pada batang tanaman
buah naga (Ray and Burgess, 2010)

b. Luas serangan penyakit


Perhitungan luas serangan penyakit dilakukan dengan mengukur terlebih
dahulu diameter secara melintang dan membujur setiap gejala kemudian
dimasukkan ke dalam rumus luas bercak setiap gejala. Rumus luas bercak
dihitung berdasarkan Pratama dan Sari (2015) :

Keterangan:
I = luas bercak N.dimidiatum
π = konstanta (3,14)
d1 = diameter bercak N.dimidiatum melintang
d2 = diameter bercak N.dimidiatum membujur

c. Keparahan penyakit
Pengamatan keparahan penyakit dilakukan setiap 4 hari sekali sampai hari
ke-16. Perhitungan keparahan penyakit dilakukan dengan menghitung luas
serangan kemudian menentukan persentase luas berdasarkan skoring keparahan
penyakit. Rumus pengukuran keparahan penyakit dihitung berdasarkan kategori
(skoring) luas bercak yang terjadi setiap unit percobaan berdasarkan rumus :
22

Tabel 3.2 Skor penyakit tanaman buah naga berdasarkan gejala yang muncul di
lapangan (Dewi, 2017).
Nilai skor Kategori serangan
0 Tidak bergejala
1 0% < x ≤ 20%
2 20% < x ≤ 40%
3 40% < x ≤ 60%
4 60% < x ≤ 80%
5 > 80%

Keparahan penyakit (KP) = Ʃ ni x vi x 100%


NxV
Keterangan:
KP = keparahan penyakit (%)
ni = jumlah tanaman atau bagian yang terserang
vi = skor pada setiap kategori serangan
N = jumlah seluruh tanaman atau bagian yang diamati
V = skor untuk serangan terberat.

3.5 Analisis Data


Data hasil pengamatan rata-rata persentase penghambatan dan pengujian
penghambatan di batang tanaman menggunakan ekstrak daun dan kulit batang
tanaman randu untuk mengendalikan jamur N. dimidiatum pada tanaman buah
naga dianalisis menggunakan Uji DMRT pada taraf 95%.
BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian


4.1.1 Penyebab Penyakit Kanker Sulur Pada Batang Buah Naga
(Neoscytalidium dimidiatum).

A
a b bc
Gambar 4.1 Hasil isolasi patogen Neoscytalidium dimidiatum berasal dari (a)
Batang tanaman buah naga yang bergejala, (b) isolat murni pada
media PDA 14 HSI (Hari Setelah Inokulasi), (c) konidia patogen N.
dimidiatum perbesaran 40x(A) dan hifa patogen N. dimidiatum pada
perbesaran 40x(B) mikroskop binokuler.

Patogen yang diisolasi dari batang buah naga yang menunjukan gejala
berbentuk bercak coklat membentuk lesi cekung pada permukaan batang yang
semakin lama akan melebar dan akhirnya lesi akan berubah menjadi berwarna
coklat kehitaman (Gambar 4.1a). Berdasarkan hasil identifikasi secara
makroskopis diperoleh koloni N. dimidiatum berwarna putih kehitam-hitaman
dengan pertumbuhan miselia yang menyebar (Gambar 4.1b). Pertumbuhan miselia
N. dimidiatum dapat memenuhi cawan petri hingga 14 HSI (hari Setelah
Inokulasi). Identifikasi secara mikroskopis pada perbesaran 100x diperoleh hifa
bersekat dan konidia bulat (Gambar 4.1c)
Setelah dilakukan identifikasi secara makroskopis dan mikroskopis
kemudian dilakukan uji Postulat Koch. Uji Postulat Koch dilakukan dengan
menginokulasikan hasil biakan murni pada batang tanaman buah naga sehat dan
setelah muncul gejala dilakukan reisolasi. Berdasarkan hasil uji Postulat Koch
menunjukan hasil yang sama dengan hasil gejala sebelum dilakukan uji Postulat
Koch. Patogen Neoscytalidium dimidiatum yang diinokulasikan pada batang
tanaman buah naga sehat, memperlihatkan gejala bercak atau bintik pada hari ke-3

23
24

yang berbentuk bintik kecil berwarna putih kecoklatan (Gambar 4.2a). Kemudian,
pada hari ke-14 terjadi perubahan warna menjadi bintik kuning kecoklatan dan
terdapat keropeng pada bagian bercak atau bintik (Gambar 4.2b). Hasil pada
reisolasi menunjukan hasil yang sama yaitu miselium berwarna putih pada hari
ke-7 (Gambar 4.2c).

a b c

Gambar 4.2 Hasil inokulasi Postulat Koch patogen N. dimidiatum (a) Gejala
serangan hasil reinokulasi patogen N. dimidiatum hari ke-3, (b) Gejala
serangan hasil reinokulasi patogen N. dimidiatum hari ke-14 dan (c)
Koloni patogen hasil reisolasi pada hari ke-7

4.1.2 Analisis Fitokimia Ekstrak Daun dan Kulit Batang Tanaman Randu
Tabel 4.1 Hasil uji kualitatif senyawa fitokimia ekstrak daun dan kulit batang
tanaman randu.
Sampel
Warna
Pengujian Daun Kulit batang
standard
Warna Hasil Warna Hasil
Flavonoid Kuning Kuning + Kuning +
Orange Tidak Tidak
Alkaloid - -
berwarna berwarna
Tanin Hitam Hitam + Hitam +
Saponin Ungu Ungu + Ungu +
Keterangan : (-) = tidak ada senyawa dan (+) = ada senyawa

Tabel 4.2 Hasil uji kuantitatif senyawa fitokimia ekstrak daun dan kulit batang
tanaman randu.
Sampel (ppm)
Pengujian
Daun Kulit batang
Flavonoid 304,3 215,9
Tanin 1,6 1,4
25

Hasil penelitian menunjukan bahwa pada analisis fitokimia secara kualitatif


diperoleh hasil positif daun dan kulit batang tanaman randu mengandung senyawa
golongan flavonoid, tanin, dan saponin. Senyawa golongan alkaloid menunjukan
hasil negatif pada daun dan kulit batang tanaman randu karena menghasilkan
warna yang berbeda dari standard warna yang diuji (Tabel 4.1). Selain itu, hasil
analisis kualitatif menunjukan warna yang berbeda antar ekstrak. Perubahan
warna yang terjadi menunjukan bahwa terdapat korelasi positif antar perubahan
warna uji kualitatif dengan kandungan totalnya. Hasil menunjukan bahwa ekstrak
daun randu memiliki kandungan flavonoid serta tanin yang tertinggi yaitu 304,3
ppm dan 1,6 ppm. Kulit batang randu memiliki kandungan flavonoid dan tanin
yang lebih rendah yaitu 215,9 ppm dan 1,4 ppm. Senyawa-senyawa ini
diindikasikan mampu bersifat sebagai antifungi.

4.1.3 Rangkuman Hasil Sidik Ragam Variabel Pengamatan


Berdasarkan hasil penelitian uji in vitro ekstrak tanaman randu dalam
mengendalikan penyebab penyakit kanker sulur N. dimidiatum dapat diamati dari
beberapa variabel pengamatan yaitu diameter koloni, persentase daya hambat,
kerapatan spora, masa inkubasi dan keparahan penyakit. Data hasil analisis ragam
untuk variabel pengamatan dapat dilihat pada Tebel 4.3 dibawah ini.
Tabel 4.3 Rangkuman nilai F-hitung dari 5 variabel pengamatan
Persentase
Sumber Diameter Pembentukan Luas Keparahan
No daya
Keragaman koloni spora Serangan Penyakit
hambat
18,80
1. ExK 24,24** 4,16* 0,09ns 0,19ns
**
104,12
2. E 105,82** 10,02** 6,29* 1,13ns
**
632,22
3. K 766,71** 58,76** 121,64** 92,94**
**
Keterangan :
(**) = Berbeda sangat nyata, (*) = Berbeda nyata, (ns) = Berbeda tidak nyata
E = Bagian tanaman
K = Konsentrasi
26

Berdasarkan hasil rangkuman analisis ragam (Tabel 4.3) dari 5 variabel


pengamatan menunjukkan adanya pengaruh faktor utama perbedaan konsentrasi
ekstrak menunjukan hasil berbeda sangat nyata pada variabel diameter koloni,
persentase daya hambat, kerapatan spora, dan keparahan penyakit. Faktor utama
perbedaan bagian ekstrak tanaman berbeda sangat nyata pada variabel diameter
koloni, persentase daya hambat, dan kerapatan spora serta berpengaruh tidak
signifikan pada variabel keparahan penyakit. Kedua perlakuan tersebut
menunjukan interaksi berbeda sangat nyata pada variabel diameter koloni dan
persentase daya hambat. Namun pada variabel kerapatan spora menunjukan
adanya interaksi yang berbeda nyata dan berbeda tidak nyata pada variabel
keparahan penyakit.

4.1.4 Uji In-Vitro


a. Uji Daya Hambat

Gambar 4.3 Grafik perkembangan diameter koloni patogen N. dimidiatum


27

Gambar 4.4 Pengujian patogen N. dimidiatum pada media PDA yang mengandung
berbagai konsentrasi ekstrak daun dan kulit batang tanaman randu
(Sumber : foto diambil 5 hari setelah inokulasi)

Laju pertumbuhan koloni patogen N. dimidiatum dapat dilihat pada Gambar


4.3 yang menunjukan perkembangan diameter koloni pada hari ke-1 hingga hari
ke 5. Pada grafik tersebut dapat dilihat bahwa diameter koloni meningkat setiap
harinya. Diameter koloni patogen mulai yang terbesar hingga terkecil pada
pengamatan hari kelima berturut-turUt adalah K0B, K0D, K1B, K1D, K2D, K2D,
K3B, K3D, K4B, dan K4D. Hasil pengamatan juga menunjukan bahwa ekstrak
bagian daun randu memiliki potensi yang lebih baik dalam menghambat
pertumbuhan dan perkembangan N. dimidiatum yang ditunjukan dengan diameter
koloni yang lebih kecil dibandingkan dengan bagian kulit batang tanaman randu
(Gambar 4.4).
Tabel 4.4 Pengaruh interaksi perlakuan ekstrak bagian tanaman randu dan
konsentrasi ekstrak terhadap daya hambat pada 5 HSI
Diameter koloni (cm) Persentase daya hambat (%)
Konsentrasi
Daun (D) Kulit batang (B) Daun (D) Kulit batang (B)
K0 8,31 Ad 8,29 Ae 00,00 Ae 00,00 Ae
K1 6,31 Ac 6,62 Bd 24,01 Ad 19,84 Bd
K2 6,11 Ac 6,28 Ac 28,12 Ac 24,02 Bc
K3 4,09 Ab 5,26 Bb 50,85 Ab 36,38 Bb
K4 2,55 Aa 4,07 Ba 69,29 Aa 50,78 Ba
Keterangan : *Notasi dengan huruf besar dibaca horizontal (membandingkan
perlakuan aplikasi ekstrak (D dan B)
*Notasi dengan huruf kecil dibaca vertikal (membandingkan
perlakuan konsentrasi (K)
28

Tabel 4.5 Pengaruh konsentrasi ekstrak terhadap daya hambat pada 5 HSI
Perlakuan Diameter Koloni (cm) Persentase daya hambat (%)
K0 8,30 e 00,00 e
K1 6,47 d 21,93 d
K2 6,19 c 26,07 c
K3 4,67 b 43,62 b
K4 3,31 a 60,04 a
Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama berbeda tidak nyata
berdasarkan uji Duncan pada taraf 5%.

Tabel 4.6 Pengaruh ekstrak bagian tanaman randu terhadap daya hambat pada 5
HSI
Perlakuan Diameter koloni (cm) Persentase daya hambat (%)
Daun 5,47 a 34,46 a
Kulit batang 6,10 b 26,20 b
Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama berbeda tidak nyata
berdasarkan uji Duncan pada taraf 5%.

Berdasarkan Tabel 4.4 menunjukan bahwa perlakuan ekstrak perbedaan


bagian ekstrak tanaman dan konsentrasi berpengaruh terhadap pengamatan
diameter koloni dan persentase daya hambat. Diameter koloni terkecil terjadi pada
perlakuan K4D, yaitu 2,55 cm, sedangkan persentase daya hambat terbesar terjadi
pada perlakuan K4D, yaitu 69,29 %. Diameter koloni terbesar terjadi pada
perlakuan K0D, yaitu 8,31 cm, sedangkan persentase daya hambat terkecil terjadi
pada perlakuan K0D, yaitu 0 %. Diameter koloni yang dihasilkan berkorelasi
dengan persentase daya hambat, semakin kecil diameter koloni maka semakin
besar persentase daya hambat yang dihasilkan. Perlakuan faktor tunggal, setiap
penambahan konsentrasi ekstrak menunjukan semakin kecil diameter koloni dan
semakin besar persentase daya hambat yang dihasilkan (Tabel 4.5). Perlakuan K4
(konsentrasi 40 mg/ml) menunjukan diameter koloni terkecil dan persentase daya
hambat terbesar, yaitu 3,31 cm dan 60,04 %. Pemberian ekstrak daun randu (D)
lebih baik menekan diameter koloni dan memperbesar persentase daya hambat
dengan rata-rata nilai yaitu 5,47 cm dan 34,46 % daripada ekstrak kulit randu (B)
dengan rata-rata nilai 6,10 cm dan 26,20 %, (Tabel 4.6)
29

b. Penghambatan pembentukan spora


Tabel 4.7 Pengaruh interaksi perlakuan ekstrak bagian tanaman randu dan
konsentrasi ekstrak terhadap penghambatan pembentukan spora
Pembentukan spora (x107/ml)
Konsentrasi
Daun (D) Kulit batang (B)
K0 2,63 Aa 2,66 Aa
K1 2,58 Aab 2,63 Aab
K2 2,47 Ab 2,48 Abc
K3 2,32 Ac 2,36 Ac
K4 1,85 Bd 2,18 Ad
Keterangan : *Notasi dengan huruf besar dibaca horizontal (membandingkan
perlakuan aplikasi ekstrak (D dan B)
*Notasi dengan huruf kecil dibaca vertikal (membandingkan
perlakuan konsentrasi (K)

Tabel 4.8 Pengaruh konsentrasi ekstrak terhadap penghambatan pembentukan


spora
Perlakuan Pembentukan spora (x107/ml)
K0 2,64 a
K1 2,60 a
K2 2,48 b
K3 2,34 c
K4 2,02 d
Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama berbeda tidak nyata
berdasarkan uji Duncan pada taraf 5%.

Tabel 4.9 Pengaruh ekstrak bagian tanaman randu terhadap penghambatan


pembentukan spora
Perlakuan Pembentukan spora (x107/ml)
Daun (D) 2,37 b
Kulit batang (B) 2,46 a
Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama berbeda tidak nyata
berdasarkan uji Duncan pada taraf 5%.

Aplikasi ekstrak bagian tanaman randu dan konsentrasi yang berbeda


berpengaruh terhadap pembentukan spora yang dihasilkan. Berdasarkan Tabel 4.7
ditunjukan bahwa perlakuan K4D menghasilkan pembentukan spora terkecil
dengan rata-rata 1,85 x107/ml, sedangkan perlakuan K0B menghasilkan
pembentukan spora terbesar dengan rata-rata 2,66 x107/ml. Pengaruh faktor
tunggal, konsentrasi menunjukan pembentukan spora yang lebih rendah terjadi
pada konsentrasi yang lebih tinggi (Tabel 4.8). Perlakuan K4 (Konsentrasi 40
mg/ml) menunjukan pembentukan spora terkecil dengan rata-rata 2,02 x107/ml,
30

sedangkan penghambatan pembentukan spora terbesar ditunjukan pada perlakuan


K0 (konsentrasi 0 mg/ml) dan K1 (konsentrasi 10 mg/ml) dengan rata-rata 2,64
x107/ml dan 2,60 x107/ml. Aplikasi ekstrak daun randu (D) mampu menekan
pembentukan spora yang dihasilkan dan berbeda nyata dengan ekstrak kulit randu
(B) dengan rata-rata penghambatan 2,37 x107/ml dan 2,46 x107/ml.

4.1.5 Uji In-Vivo


a. Masa Inkubasi dan Gejala Patogen Neoscytalidium dimidiatum

a b c

Gambar 4.5 Gejala penyakit kanker sulur pada batang tanaman buah naga (a)
Tanaman tidak bergejala, (b) Gejala awal N. dimidiatum pada 8 HSI,
dan (c) Gejala lanjut N. dimidiatum pada 16 HSI.

Tabel 4.10 Masa Inkubasi Penyakit Kanker Sulur Pada Batang Tanaman Buah
Naga

Kombinasi perlakuan Masa Inkubasi (HSI)

K0D (Daun 0 mg/ml) 3


K1D (Daun 10 mg/ml) 3-5
K2D (Daun 20 mg/ml) 4-5
K3D (Daun 30 mg/ml) 4-5
K4D (Daun 40 mg/ml) 4-6
K0B (Kulit batang 0 mg/ml) 3-4
K1B (Kulit batang 10 mg/ml) 3-5
K2B (Kulit batang 20 mg/ml) 4-5
K3B (Kulit batang 30 mg/ml) 4-5
K4B (Kulit batang 40 mg/ml) 4-6
31

Penyakit kanker sulur yang disebabkan serangan patogen N. dimidiatum


ditandai dengan gejala bercak atau bintik pada bagian batang tanaman. Bercak
yang disebabkan oleh serangan N. dimidiatum ditandai dengan warna kuning
kecoklatan. Gejala selanjutnya yaitu ukuran bercak atau bintik akan semakin
meluas dan berubah warna menjadi coklat, kemudian daerah disekitar kanker akan
membusuk (Gambar 4.5). Pengamatan inkubasi dilakukan setiap hari selama 1
minggu setelah inokulasi. Berdasarkan Tabel 4.10 gejala penyakit yang paling
cepat dijumpai pada perlakuan K0D, K10D, K0B, dan K10B yaitu 3 hari setelah
inokulasi. Perlakuan yang lainnya menunjukan gejala awal pada 4 hari setelah
inokulasi. Masa inkubasi terlama yaitu pada perlakuan K4D dan K4B yang
berkisar antara 4 – 6 hari setelah inokulasi.

b. Luas Serangan Patogen Neoscytalidium dimidiatum

Gambar 4.6 Grafik perkembangan luas serangan pada batang buah naga

Pola peningkatan luas serangan penyakit kanker sulur mulai dari 4 HSI
hingga 16 HSI ditunjukan pada Gambar 4.6. Pada grafik tersebut terlihat bahwa
luas serangan pada batang meningkat pada setiap harinya. Luas serangan pada 4
HSI masih menunjukan dibawah 1 cm2 dan hampir semua perlakuan menunjukan
luas serangan yang sama, kemudian terus mengalami peningkatan pada setiap hari
berikutnya. Perlakuan K4D menunjukan luas serangan terendah pada pengamatan
16 HSI, sedangkan perlakuan K0B menunjukan luas serangan tertinggi.
32

Berdasarkan hasil rangkuman analisis sidik ragam Tabel 4.3, pemberian


ekstrak bagian tanaman dan konsentrasi menunjukan hasil tidak terdapat interaksi
pada variabel luas serangan patogen. Namun terdapat pengaruh faktor tunggal
pemberian konsentrasi menunjukan hasil berbeda sangat nyata dan faktor tunggal
ekstrak bagian tanaman menunjukan hasil berbeda nyata terhadap variabel luas
serangan patogen.

Gambar 4.7 Pengaruh konsentrasi ekstrak terhadap luas serangan patogen N.


dimidiatum
Keterangan : angka yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukan berbeda tidak
nyata pada DMRT taraf 5 %

Berdasarkan Gambar 4.7 menunjukan pengaruh pemberian konsentrasi


terhadap luas serangan patogen. Pada gambar tersebut dapat dilihat luas serangan
terbesar terdapat pada konsentrasi 0 mg/ml dengan rata-rata 5,84 cm2, kemudian
diikuti oleh perlakuan konsentrasi 10 mg/ml dengan rata-rata 5,33 cm2,
konsentrasi 20 mg/ml dengan rata-rata 4,32 cm2, konsentrasi 30 mg/ml dengan
rata-rata 4,25 cm2, dan konsentrasi 40 mg/ml dengan rata-rata 3,31 cm2. Pengaruh
pemberian konsentrasi ekstrak yang berbeda menunjukan pengurangan luas
serangan pada setiap peningkatan konsentrasi ekstrak yang diberikan. Hasil uji
Duncan taraf 5 % menunjukan bahwa perlakuan konsentrasi 40 mg/ml berbeda
nyata dengan konsentrasi 30 mg/ml, konsentrasi 20 mg/ml, konsentrasi 10 mg/ml,
dan konsentrasi 0 mg/ml.
33

Gambar 4.8 Pengaruh ekstrak bagian tanaman terhadap luas serangan patogen N.
dimidiatum
Keterangan : angka yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukan berbeda tidak
nyata pada DMRT taraf 5 %

Berdasarkan Gambar 4.8 menunjukan pengaruh faktor tunggal ekstrak


bagian tanaman terhadap luas serangan dimana penggunaan ekstrak daun tanaman
mampu menghasilkan rata-rata luas serangan patogen terendah sebesar 4,51 cm2,
berbeda nyata terhadap perlakuan ekstrak kulit batang randu. Luas serangan
patogen tertinggi terdapat pada perlakuan ekstrak kulit batang randu dengan rata-
rata sebesar 4,71 cm2.

c. Keparahan Penyakit

Gambar 4.9 Perkembangan keparahan penyakit kanker sulur N. dimidiatum


34

Keparahan penyakit mulai berkembang pada pengamatan 4 HSI pada semua


perlakuan yaitu 26,57% (Gambar 4.9). Keparahan penyakit meningkat pada 12
HSI dengan K0D dan K0B sebesar 36,07% dan 35,26% serta K1D dan K1B
sebesar 27,51 %. Sedangkan untuk perlakuan lainnya tidak mengalami
peningkatan keparahan penyakit. Pada 16 HSI keparahan penyakit terus
mengalami peningkatan dengan K0D, K0B, K1D, dan K1B sebesar 39,23% ; K2B
sebesar 38,45% ; K2D sebesar 37,66% ; K3B sebesar 36,07% ; K3D sebesar
35,26% ; K4B sebesar 27,51% ; serta K4D tidak mengalami peningkatan yaitu
sebesar 26,57%.
Berdasarkan pada Tabel 4.3 pemeberian konsentrasi ekstrak menghasilkan
pengaruh yang sangat nyata terhadap keparahan penyakit. Faktor tunggal
pemberian ekstrak tanaman serta interaksi antara pemberian ekstrak bagian
tanaman dan konsentrasi ekstrak menunjukan hasil yang berbeda tidak nyata
terhadap keparahan penyakit.

Gambar 4.10 Pengaruh konsentrasi ekstrak terhadap keparahan penyakit

Keterangan : angka yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukan berbeda tidak
nyata pada DMRT taraf 5 %

Berdasarkan Gambar 4.10 menunjukan pengaruh konsentrasi terhadap


keparahan penyakit. Pada gambar tersebut dapat dilihat bahwa keparahan penyakit
tertinggi terjadi pada perlakuan konsentrasi 0 mg/ml dan 10 mg/ml dengan rata-
35

rata keparahan penyakit sebesar 39,23%. Kemudian diikuti dengan perlakuan


konsentrasi 20 mg/ml dengan rata-rata sebesar 38,05%, konsentrasi 30 mg/ml
dengan rata-rata sebesar 35,65%, dan konsentrasi 40 mg/ml 27,03%. Pengaruh
pemberian konsentrasi menunjukan penurunan tingkat keparahan penyakit pada
setiap penambahan konsentrasi ekstrak. Hasil uji Duncan taraf 5% menunjukan
bahwa perlakuan konsentrasi 10 mg/ml tidak berbeda nyata dengan konsentrasi 0
mg/ml dan 20 mg/ml, namun berbeda nyata dengan konsentrasi 30 mg/ml dan 40
mg/ml. Perlakuan konsentrasi 40 mg/ml menunjukan hasil berbeda nyata pada
perlakuan konsentrasi lainnya.

4.2 Pembahasan
Penghambatan patogen N. dimidiatum kemungkinan disebabkan adanya
senyawa metabolit sekunder berupa flavonoid, tanin, dan saponin (Tabel 4.1).
Berdasarkan hasil analisis senyawa fitokimia yang dilakukan, daun randu
mengandung senyawa flavonoid dan tanin masing-masing sebesar 3,904 µg
AGE/mg dan 1,506 µg AGE/mg. Sedangkan pada ekstrak kulit batang randu
mengandung senyawa flavonoid dan tanin masing-masing sebesar 2,894 µg
AGE/mg dan 1,364 µg AGE/mg (Gambar 4.3). Menurut Pradana dkk (2014)
senyawa flavonoid dan tanin merupakan senyawa golongan fenolik yang bersifat
fungistatik bekerja dengan cara mendenaturasi protein sehingga menaikkan
permeabilitas membran sel. Terganggunya fungsi membran sel menyebabkan
gangguan pembentukan sel sehingga mengakibatkan kerusakan sel patogen.
Selain itu, jika protein yang terdenaturasi adalah protein enzim maka enzim tidak
dapat bekerja yang menyebabkan metabolisme dan proses penyerapan nutrisi
terganggu (Rahmah dan Rahman, 2010).
Berdasarkan hasil uji lanjut Tabel 4.4 pengujian daya hambat ekstrak daun
dan kulit batang dengan konsentrasi berbeda memiliki kemampuan dalam
menghambat patogen Neoscytalidium dimidiatum. Hal ini dapat terlihat pada
perlakuan K1D dan K1B sudah dapat menghambat perkembangan patogen N.
dimidiatum dengan rata-rata diameter koloni sebesar 6,31 cm dan 6,62 cm serta
rata-rata persentase penghambatan sebesar 24,01 % dan 19,84 %. Perlakuan
36

tersebut lebih bagus dibandingkan dengan perlakuan K0D dan K0B dengan rata-
rata diameter koloni 8,31 cm dan 8,29 cm serta rata-rata persentase daya hambat
sebesar 0%. Perlakuan K4D memiliki kemampuan menghambat pertumbuhan
patogen tertinggi dengan rata-rata diameter koloni 2,55 cm serta rata-rata
persentase daya hambat sebesar 69,29 %. Ekstrak daun dan kulit batang tanaman
randu menghambat pertumbuhan patogen melalui senyawa metabolit sekunder.
Setiap bagian tanaman randu terdapat senyawa metabolit sekunder yang bersifat
fenolik seperti flavonoid, tanin, saponin dan alkaloid (Partiwi, 2014). Hal ini juga
sesuai dengan hasil identifikasi yang telah dilakukan dari kedua ekstrak
menunjukan adanya senyawa flavonoid, tanin, dan saponin. Tidak adanya
senyawa alkaloid pada daun dan kulit batang tanaman disebabkan karena
sedikitnya kandungan yang terdapat didalam ekstrak. Namun, tidak adanya
senyawa alkaloid dalam ekstrak daun dan kulit batang menunjukan hasil yang
sama seperti penelitian Oseni (2012) dan Nwachukwu et al. (2008), bahwa
biomassa daun dan kulit batang yang diekstrak dengan pelarut polar dan non-polar
tidak menunjukan adanya alkaloid.
Pengaruh pemberian ekstrak daun dan kulit batang tanaman randu berbagai
konsentrasi terhadap kerapatan spora dilakukan untuk mengetahui pembentukan
spora yang dihasilkan. Pemberian bahan ekstrak dan konsentrasi ekstrak ang
berbeda mempengaruhi kerapatan spora patogen N. dimidiatum (Tabel 4.7).
Berdasarkan Tabel 4.7 dapat diketahui bahwa kerapatan spora bahwa perlakuan
K0D dan K0B menghasilkan kerapatan spora tertinggi yaitu 2,66 x 107 spora/ml
dan 2,63 x 107 spora/ml. Perlakuan K4D dan K4B mampu menekan pertumbuhan
patogen N. dimidiatum melalui penghambatan pembentukan spora dengan
kerapatan spora yang dihasilkan terendah yaitu 1,85 x 107 dan 2,18 x 107. Menurut
penelitian Wulandari dkk., (2015) ekstrak tanaman menggunakan pelarut metanol
merupakan fraksi ekstrak yang efektif dalam menekan pertumbuhan dan sporulasi
patogen. Pelarut metanol memiliki kemampuan dalam mengekstraksi senyawa-
senyawa polar seperti flavonoid, alkaloid, tanin, dan saponin yang efektif dalam
menghambat pembentukan spora jamur. Pada konsentrasi yang berbeda, jumlah
spora yang terbentuk juga berbeda. Semakin tinggi konsentrasi yang diberikan,
37

maka semakin sedikit jumlah spora yang terbentuk. Pengamatan tentang daya
hambat pembentukan spora penting dilakukan karena spora merupakan alat
perkembangbiakan jamur. Penghambatan pembentukan spora akan
mengakibatkan berkurangnya terbentuknya inokulum sehingga berkuranganya
jumlah inokulum pada saat melakukan infeksi pada tanaman inang (Darmadi dkk,
2017).
Hasil pengamatan masa inkubasi menunjukan semakin tinggi konsentrasi
ekstrak, semakin lama gejala muncul pada batang tanaman buah naga. Hal
tersebut menandakan bahwa ekstrak daun dan kulit batang dapat menghambat
perkembangan patogen N. dimidiatum sehingga mampu menunda timbulnya
gejala pada bagian batang tanaman buah naga. Perlakuan ekstrak daun dan kulit
batang tanaman randu dengan konsentrasi 20 mg/ml (K2D dan K2B) sudah
mampu menunda munculnya gejala pada batang, sedangkan untuk perlakuan
ekstrak daun dan kulit batang dengan konsentrasi 0 mg/ml dan 10 mg/ml (K0D,
K0B, K1D dan K1B) gejala muncul pada 3 HSI. Pada perlakuan lainnya, gejala
mulai muncul saat 4 HSI. Hal ini sesuai dengan penelitian Mohd et al., (2013)
gejala patogen N. dimidiatum muncul dan berkembang setelah 3 HSI dengan
gejala awal menimbulkan lesi cekung berwarna coklat pada bagian batang
tanaman buah naga.
Hasil pengamatan luas bercak atau luas kanker menunjukan bahwa ekstrak
daun dan kulit tanaman randu pada serial konsentrasi berbeda bersifat fungistatik
yaitu tidak membunuh patogen namun hanya menghambat pertumbuhan patogen.
Hal ini ditunjukan dengan luas bercak yang terus berkembang dari hari ke hari
setelah diaplikasikan ekstrak (Gambar 4.8). Menurut Budiyano (2018), pestisida
yang digunakan untuk membunuh jamur patogen dibedakan menjadi dua macam,
yaitu fungistatik dan fungitoksik. Senyawa fungistatik memberikan efek yaitu
mampu menghentikan perkembangan jamur, namun jamur dapat berkembang
apabila senyawa tersebut telah hilang. Sedangkan senyawa fungitoksik
memberikan efek yaitu mampu membunuh jamur dan jamur tidak dapat
berkembang kembali. Kombinasi dari bahan ekstrak dan konsentrasi ekstrak yang
38

berbeda tidak terjadi interaksi, namun terdapat pengaruh dari faktor tunggal bahan
ekstrak dan konsentrasi ekstrak yang berbeda.
Hasil pengamatan terhadap keparahan penyakit menunjukan bahwa
pemberian konsentrasi ekstrak mampu menekan keparahan penyakit. Pemberian
konsentrasi ekstrak 40 mg/ml (K4) berpengaruh nyata terhadap keparahan
penyakit (Gambar 4.10). Perlakuan ekstrak daun randu konsentrasi 40 mg/ml
(K4D) mampu menekan keparahan penyakit terendah yaitu sebesar 26,57% pada
16 HSI. Berbeda dengan perlakuan lainnya yang keparahan penyakitnya terus
meningkat pada setiap waktu pengamatan. (Gambar 4.11) Sedangkan untuk
perlakuan yang memiliki nilai keparahan penyakit tertinggi adalah perlakuan daun
dan kulit batang dengan konsentrasi 0 dan 10 mg/ml dengan rata-rata keparahan
sebesar 39,23% (K0D, K0B, K1D, dan K1B). Menurut Ali dkk (2011) semakin
tinggi konsentrasi ekstrak yang diberikan maka semakin tinggi kandungan bahan
aktif dalam ekstrak sebagai antijamur sehingga persentase penghambatan jamur
juga akan semakin tinggi. Ekstrak daun dan kulit batang tanaman randu
mempunyai kemampuan yang sama dalam menekan keparahan penyakit kanker
sulur meskipun memiliki total kandungan senyawa yang diuji berbeda. Tetapi
tetap ada kecenderungan pengaruh ekstrak kulit batang tanaman randu semakin
berkurang dengan bertambahnya umur tanaman dibandingkan dengan ekstrak
daun tanaman randu (Gambar 4.7). Menurut Budiyono, (2018) hal ini disebabkan
karena ekstrak yang diaplikasikan bersifat fungistatik apabila senyawa fitokimia
telah hilang maka jamur dapat berkembang biak kembali. Selain itu, pengaruh
lingkungan yang mendukung seperti kelembaban dan diimbangi dengan tanaman
yang rentan secara kuantitatif akan mengubah tingkat keparahan penyakit
(Sopualena, 2017).
BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian potensi ekstrak tanaman randu dalam
mengendalikan penyebab penyakit kanker sulur N. dimidiatum pada tanaman buah
naga, kesimpulan yang dapat diambil berdasarkan tujuan dan hasil percobaan
yang telah dilakukan sebagai berikut :
1. Interaksi ekstrak daun randu dengan konsentrasi 40 mg/ml (K4D) mampu
menghambat pertumbuhan diameter koloni dan pembentukan spora patogen N.
dimidiatum, namun tidak berpengaruh terhadap luas serangan dan keparahan
penyakit.
2. Pemberian ekstrak daun tanaman randu (D) mampu menghambat pertumbuhan
patogen N. dimidiatum berdasarkan diameter koloni, pembentukan spora, dan
luas serangan, namun tidak berpengaruh terhadap keparahan penyakit.
3. Pemberian konsentrasi ekstrak 40 mg/ml (K4) mampu menghambat
pertumbuhan patogen N. dimidiatum berdasarkan diameter koloni,
pembentukan spora, luas serangan, dan keparahan penyakit.

5.2 Saran
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, diharapkan penelitian ini dapat
menjadi rekomendasi dalam menekan penyakit kanker sulur pada tanaman buah
naga. Serta perlu adanya uji lanjutan mengenai kombinasi dengan
mikroorganisme atau campuran bahan aktif lain agar dapat meningkatkan
efektifitas dari ekstrak.

39
DAFTAR PUSTAKA

Annisa, S. 2014. Pengujian Bacillus thuringiensis Galur Saha 12.08 Sebagai


Pengendali Pertumbuhan Cendawan Penyebab Bercak Daun Kelapa Sawit.
Departemen Biologi Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam,
Institut Pertanian Bogor

Anosike C.A., Ogili, O.B, Nwankwo, O.N, dan Eze EA. 2012. Phytochemical
Screening and Antimicrobial Activity of the Petroleum Ether, Methanol and
Ethanol Extracts of Ceiba pentandra Stem Bark. J Med Plants Res, 6(46) :
5743-5747

Azizah D. N., E. Kumolowati, dan F. Faramayuda. 2014. Penetapan Kadar


Flavonoid Metode AlCl3 Pada Ekstrak Metanol Kulit Buah Kakao
(Theobroma cacao L.). Kartika Jurnal Ilmiah Farmasi, 2(2) : 45-49

Budiyono, M. A. K. 2018. Membuat Fungisida Organik. Universitas


Muhammadiyah Malang. Malang.

Cahyono, B. 2009. Buku Terlengkap Sukses Bertanam Buah Naga. Pustaka Mina,
Jakarta

Crous, P. W., M. J. Wingfield, B. Slippers, and J. P. Rheeder. 2006. Phylogenetic


lineages in the Botryosphaeriaceae. Studies in Mycology, 55 : 235–253.

Darmadi, A. A. K., I. K. Ginantra, dan M. Joni. 2017. Uji Efektivitas Ekstrak


Aseton Daun Kayu Manis (Cinnamomum burmanni Blume) Terhadap
Jamur Fusarium Solani Penyebab Penyakit Busuk Batang Pada Buah Naga
(Hylocereus Sp.) Secara In Vitro. Metamorfosa, 4(1) : 79-86.

Dewi, A. L. 2017. Insidensi Penyakit Yang Disebabkan Cendawan Pada Tanaman


Buah Naga Merah (Hylocereus polyrhizus) Di Kecamatan Cijeruk Dan
Leuwiliang Kabupaten Bogor. Departemen Proteksi Tanaman Fakultas
Pertanian, Institut Pertanian Bogor Bogor

Dewole, J.O.O., and S.O. Oni. 2013. Phytochemical and Antimicrobial Studies of
Extracts from the Leaves of Tithonia Diversifolia for Pharmaceutical
Importance. Pharmacy and Biological Sciences, 6(4) : 21-23.

Diana, N., S. Khotimah, S., dan Mukarlina. 2014. Penghambatan Pertumbuhan


Jamur Fusarium oxysporum Schlecht Pada Batang Padi (Oryza sativa L.)
Menggunakan Ekstrak Metanol Umbi Bawang Mekah (Eleutherine
palmifolia Merr.). Protobiont, 3(2) : 225-231.

40
41

Dinas Pertanian Kabupaten Banyuwangi, 2018. Data Pertanian, Perkebunan Dan


Peternakan di https://www.banyuwangikab.go.id/profil/pertanian.html (di
akses 18 Juni 2018)

Faidah, F. F. Puspita, dan M. Ali. 2017. Identifikasi Penyakit Yang Disebabkan


Oleh Jamur Dan Intensitas Serangannya Pada Tanaman Buah Naga Merah
(Hylocereus polyrhizus) Di Kabupaten Siak Sri Indrapura. JOM Faperta
UR, 4(1) : 1-14.

Fullerton, R.A., P.A. Sutherland, R. S. Rebstock, N. T. Hieu, N. N. A. Thu, D. T.


Linh, N. T. K. Thanh, and N. V. Hoa. 2015. The Life Cycle Of Dragon
Fruit Canker Caused By Neoscytalidium Dimidiatum And Implications For
Control. Dragon Fruit Regional Network Initiation Workshop, 1(1) : 71-80.

Gandjar, I., R. A. Samson, K. V. D. T. Vermaulen, A. Oetari, dan I. Santoso.


1999. Pengenalan Kapang Tropik Umum. Jakarta : Yayasan Obor
Indonesia.

Hidayat N. A., Sofian, dan N. Akhsan. 2018. Intensitas Penyakit Busuk Batang
pada Tanaman Buah Naga Merah (Hylocereus polyrhizus) Di Kecamatan
Samboja. Agroekoteknologi Tropika Lembab, 1(1) : 53-60.

Jumjunidang, R. P. Yanda, I. Muas, Sudjijo, L. Octriana dan B. Haryanto. 2015.


Kefektifan Minyak Sereh Wangi, Cengkeh Dan Kayu Manis Sebagai
Biopestisida Dalam Pengendalian Penyakit Tanaman Buah Naga
(Hylocereus polyrhizus). Prosiding Plant Protection, 2(2): 224-232.

Kardinan, A. dan E. Karmawati. 2012 Pestisida Nabati. Pusat Penelitian dan


Pengembangan Perkebunan, Bogor.

Kristanto, D. 2003. Buah Naga Pembudidayaan di Pot dan Kebun. Penebar


Swadaya, Jakarta

Kurniawati, A., A. Mashartini, dan I. S. Fauzia. 2016. Perbedaan khasiat anti


jamur antara ekstrak etanol daun Kersen (Muntingia calabura L.) dengan
nistatin terhadap pertumbuhan Candida albicans. PDGI, 65(3) : 74-77.

Marlina, S. D., V. Suryanti, dan Suyono. 2005. Skrining Fitokimia dan Analisis
Kromatografi Lapis Tipis Komponen Kimia Buah Labu Siam (Sechium
edule Jacq. Swartz.) dalam Ekstrak Etanol. Biofarmasi, 3(1) : 26-31.

Martinus, Liswarni, dan Miska. 2010. Uji Konsentrasi Air Rebusan Daun Serai
Wangi Andoropogon Nardus L. (Graminae) Terhadap Pertumbuhan Jamur
Colletotrichum Gloeosporioides Penz. Penyebab Penyakit Antraknosa Pada
Pepaya Secara In Vitro. Manggaro, 11(2) :57-64
42

Mohd, M. H., L. Zakaria, dan B. Salleh. 2013. Identification and Molecular


Characterizations of Neoscytalidium dimidiatum Causing Stem Canker of
Red-fleshed Dragon Fruit (Hylocereus polyrhizus) in Malaysia.
Phytopathology, 1(161) : 841-849.

Mughni, A. I. 2013. Uji Aktivitas Ekstrak Etanol 70% Kulit Batang Kapuk Randu
(Ceiba pentadra (L.) Gaerta) Sebagai Penghambatan Pembentukan Batu
Ginjal Pada Tikus Putih Jantan. Fakultas Kedokteran Dan Ilmu Kesehatan,
Program Studi Farmasi, Jakarta.

Nuria, M. C., A. Faizatun, dan Sumantri. 2009. Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak
Etanol Daun Jarak Pagar (Jatropha curcas L) Terhadap Bakteri
Staphylococcus aureus ATCC 25923, Escherichia coli ATCC 25922, Dan
Salmonella typhi ATCC 1408. Ilmu-ilmu Pertanian, 5(2) : 26-37.

Nwachukwu IN, Allison LN, Chinakwe EC and Nwadiaro P. 2008. Studies on the
effects Cymbopogoncitratus, Ceiba pentandra and
Loranthusbengwelensisextracts on species of dermatophytes. The Journal of
American Science, 4(4): 58-67.

Oktarina, B. Tripama, dan W. N. Rohmah. 2017. Daya Hambat


Biorasionalekstrak Sirih Dan Tembakau Pada Colletotrichum capsici
Penyebab Penyakit Antraknosa Cabai. Agritrop, 15(2) : 194-202.

Oseni, A. L. 2012. Comparative Evaluation Of Ceiba pentandra Ethanol Leaf


Extract, Stem Bark Extract And The Combination Thereof For In Vitro
Bacterial Growth Inhibition. Natural Sciences Researc, 2(5) : 44-49.

Paramita, N. R., C. Sumardiyono, dan Sudarmadi. 2014. Pengendalian Kimia Dan


Ketahanan Colletotrichum spp. Terhadap Fungisida Simoksanil Pada Cabai
Merah. Perlindungan Tanaman Indonesia, Vol. 18, No. 1, 2014: 41–46.

Peter, A., dan O. L. Adebayo. 2012. Comparative evaluation of Ceiba pentandra


ethanolic leaf extract, stem bark extract and the combination thereof for in
vitro bacterial growth inhibition. Natural Sciences Research, 2(5) : 44-50

Pradana, D., D. Suryanto, dan Yunasfi. 2014. Uji Daya Hambat Ekstrak Kulit
Batang Rhizophora mucronata Terhadap Pertumbuhan Bakteri Aeromonas
hydrophila, Streptococcus agalactiae Dan Jamur Saprolegnia sp. Secara In
Vitro. Universitas Sumatera Utara, Medan.

Pratama, S.W. dan N.P. Sari. 2015. Aplikasi Kapur dan Urea serta Pengaruhnya
Terhadap Perkembangan Phythophthora palmivora. Pelita Perkebunan,
31(1): 41-48.
43

Pratiwi, R. H. 2014. Potensi Kapuk Randu (Ceiba Pentandra Gaertn.) Dalam


Penyediaan Obat Herbal. WIDYA Kesehatan Dan Lingkungan, 1(1) : 53-60

Rahmah, Nurul dan aditya, R KN. 2010. Uji fungi static ekstrak daun sirih (Piper
betle l.) Terhadap Candida albicans. Bioscinetiae 7(2) : 17-24.

Ray, J. D., T. Burgess, dan V. M. Lanoiselet. 2010. First record of Neoscytalidium


dimidiatum and Neoscytalidium novaehollandiae on Mangifera indica and
Neoscytalidium dimidiatum on Ficus carica in Australia. Australasian Plant
Disease Notes, 5 : 48–50

Sobir. 2011. 20 Buah Koleksi Eksklusif. Penebar Swadaya, Jakarta.

Syafnidarti, Y., N. Nasir, dan Jumjunidang. 2013. Deskripsi Gejala dan Tingkat
Serangan Penyakit Bercak pada Batang Tanaman Buah Naga Merah
(Hylocereus polyrhizus, L.) di Padang Pariaman, Sumatera Barat. Biologi
Universitas Andalas, 2(4) : 277-283.

Tambe, V. D. and R. S. Bhambar. 2014. Estimation of Total Phenol, Tannin,


Alkaloid and Flavonoid in Hibiscus Tiliaceus Linn. Wood Extracts.
Pharmacognosy And Phytochemistry, 2(4) : 41-47.

Thongkham D., dan K. Soytong. 2016. Isolation, Identification, and Pathogenicity


Test from Neoscytalidium dimidiatum Causing Stem Canker of Dragon
Fruit. Agricultural Technology, 12(7) : 2187-2190

Widiastuti, A. W. Agustina, A. Wibowo, dan C. Sumardiyono. 2011. Uji


Efektivitas Pestisida Terhadap Beberapa Patogen Penyebab Penyakit
penting Pada Buah Naga (Hylocereus Sp.) Secara In Vitro. Perlindungan
Tanaman Indonesia, 17(2): 73-76.

Wulandari, S., T. N. Aeny, dan Efri. 2015. Pengaruh Fraksi Ekstrak Daun
Babndotan (Ageratum cnyzoides) Terhadap Pertumbuhan dan Sporulasi
Colletotrichum capsici Secara In Vitro. Agrotek, 3(2) : 226-230.

Yi R. H., Q. L. Lin, J. J. Mo, F. F. Wu, and J. Chen. 2015. Fruit internal brown rot
caused by Neoscytalidium dimidiatum on pitahaya in Guangdong province,
China. Australasian Plant Pathology Society, 1(10 : 1-4.

Yudiarti, T. 2010. Cara Peraktis dan Ekonomis Mengatasi Hama dan Penyakit
Tanaman Pangan dan Hortikultura. Graha Ilmu. Yokyakarta.
LAMPIRAN

Lampiran 1. Data Diameter Koloni 1-5 HSI


Hari Ke- (cm)
Perlakuan
1 2 3 4 5
K0D 1,07 2,59 5,28 7,15 8,31
K1D 0,95 2,07 4,02 5,28 6,31
K2D 0,67 1,67 3,55 4,78 5,97
K3D 0,57 1,41 2,53 3,69 4,09
K4D 0,51 1,01 1,77 2,21 2,55
K0B 1,19 2,56 5,41 7,16 8,26
K1B 1,01 2,09 4,17 5,44 6,62
K2B 0,90 1,78 3,89 5,09 6,28
K3B 0,77 1,57 3,20 4,75 5,26
K4B 0,65 1,16 2,62 3,58 4,07

Lampiran 2. Data Persentase Daya Hambat 1-5 HSI


Hari Ke- (%)
Perlakuan
1 2 3 4 5
K0D 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00
K1D 11,18 20,31 23,88 26,24 24,01
K2D 37,31 35,60 32,72 33,23 28,12
K3D 46,49 45,77 51,99 48,47 50,85
K4D 52,42 61,05 66,39 69,11 69,29
K0B 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00
K1B 14,89 18,46 23,01 23,95 19,84
K2B 24,08 30,44 28,14 28,87 24,02
K3B 34,77 38,66 40,81 33,58 36,38
K4B 45,51 54,54 51,59 49,94 50,78
Lampiran 3. Data Penghambatan Pembentukan Spora 7 HSI
Pembentukan spora (107/ml)
Perlakuan
U1 U2 U3
K0D 2,55 2,53 2,80
K1D 2,65 2,53 2,58
K2D 2,43 2,53 2,45
K3D 2,35 2,30 2,30
K4D 1,73 1,95 1,88
K0B 2,65 2,70 2,63
K1B 2,73 2,65 2,50
K2B 2,45 2,48 2,53
K3B 2,33 2,40 2,35
K4B 2,13 2,25 2,18

Lampiran 4. Masa Inkubasi (HSI)


Ulangan
Perlakuan
1 2 3
K0D 3 3 3
K1D 5 3 4
K2D 4 5 4
K3D 4 5 5
K4D 6 4 4
K0B 3 3 4
K1B 3 3 5
K2B 4 5 4
K3B 4 4 5
K4B 4 6 4
Lampiran 5. Data Luas Kanker 4, 8, 12, dan 16 HSI
Rata-rata pengamatan (Cm2)
Perlakuan
4 8 12 16
K0D 0,21 1,76 3,88 5,72
K1D 0,20 1,51 3,58 5,27
K2D 0,19 1,27 2,94 4,23
K3D 0,15 1,20 2,61 4,13
K4D 0,13 1,10 2,09 3,19
K0B 0,21 1,82 3,93 5,96
K1B 0,21 1,63 3,63 5,39
K2B 0,19 1,36 3,18 4,41
K3B 0,18 1,26 2,65 4,37
K4B 0,16 1,18 2,13 3,43

Lampiran 6. Data Keparahan Penyakit 4, 8, 12, dan 16 HSI


Rata-rata pengamatan (%)
Perlakuan
4 8 12 16
K0D 26,57 26,57 36,07 39,23
K1D 26,57 26,57 27,51 39,23
K2D 26,57 26,57 26,57 37,66
K3D 26,57 26,57 26,57 35,26
K4D 26,57 26,57 26,57 26,57
K0B 26,57 26,57 35,26 39,23
K1B 26,57 26,57 27,51 39,23
K2B 26,57 26,57 26,57 38,45
K3B 26,57 26,57 26,57 36,07
K4B 26,57 26,57 26,57 27,51
Lampiran 7. Sidik ragam dan Uji Duncan 5% Diameter koloni 5 HSI
a. Sidik Ragam
Anova Uji daya Hambat
F- F-
F-
SK db JK KT Tabel Tabel Ket
Hitung
5% 1%
Perlakuan 9 91,78 10,20 363,29 2,39 3,46 **
Konsentrasi 4 86,09 21,52 766,71 2,87 4,43 **
Bagian
1 2,97 2,97 105,82 4,35 8,10 **
tanaman
KxB 4 2,72 0,68 24,24 2,87 4,43 **
Galat 20 0,56 0,03
Total 29 92,34
FK 1005,26 CV 2,89

b. Uji Duncan 5%
Konsentrasi pada Ekstrak Daun
Perlakuan 2,55 4,09 6,11 6,31 8,31 Notasi
40 mg/ml 2,55 0,00 a
30 mg/ml 4,09 1,54 0,00 b
20 mg/ml 6,11 3,56 2,02 0,00 c
10 mg/ml 6,31 3,76 2,23 0,21 0,00 c
0 mg/ml 8,31 5,76 4,23 2,21 2,00 0,00 d
UJD 0,31 0,31 0,30 0,29
Konsentrasi pada Ekstrak Kulit Batang
Perlakuan 4,07 5,26 6,28 6,62 8,29 Notasi
40 mg/ml 4,07 0,00 a
30 mg/ml 5,26 1,19 0,00 b
20 mg/ml 6,28 2,21 1,02 0,00 c
10 mg/ml 6,62 2,56 1,37 0,35 0,00 d
0 mg/ml 8,29 4,23 3,04 2,02 1,67 0,00 e
UJD 0,31 0,31 0,30 0,29

Ekstrak pada K0 Ekstrak pada K1

8,31 8,29 notasi 6,31 6,62 notasi


D 8,31 0 a D 6,31 0 a
B 8,29 0,020 0 a B 6,62 0,310 0 b
UJD 0,285 UJD 0,285
Ekstrak pada K2 Ekstrak pada K3

6,11 6,28 notasi 4,09 5,26 notasi


D 6,11 0 a D 4,09 0 a
B 6,28 0,170 0 a B 5,26 1,170 0 b
UJD 0,285 UJD 0,285

Ekstrak pada K4

2,55 4,07 Notasi


D 2,55 0 A
B 4,07 1,517 0 b
UJD 0,285

Lampiran 8. Sidik ragam dan Uji Duncan 5% Persentase daya hambat 5 HSI
a. Sidik Ragam
Anova Uji daya Hambat
F- F-
F-
SK db JK KT Tabel Tabel Ket
Hitung
5% 1%
Perlakuan 9 13285,34 1476,15 300,91 2,39 3,46 **
Konsentrasi 4 12405,57 3101,39 632,22 2,87 4,43 **
Bagian
1
tanaman 510,79 510,79 104,12 4,35 8,10 **
KxB 4 368,98 92,25 18,80 2,87 4,43 **
Galat 20 98,11 4,91
Total 29 13383,45
FK 27595,91 CV 7,30

b. Uji Duncan 5%
Konsentrasi pada Ekstrak Daun
Perlakuan 69,29 50,85 28,12 24,01 0,00 Notasi
40 mg/ml 69,29 0,00 a
30 mg/ml 50,85 18,44 0,00 b
20 mg/ml 28,12 41,17 22,73 0,00 c
10 mg/ml 24,01 45,28 26,84 4,11 0,00 d
0 mg/ml 0,00 69,29 50,85 28,12 24,01 0,00 e
UJD 4,16 4,08 3,95 3,77
Konsentrasi pada Ekstrak Kulit Batang
Perlakuan 50,78 36,38 24,02 19,84 0,00 Notasi
40 mg/ml 50,78 0,00 a
30 mg/ml 36,38 14,40 0,00 b
20 mg/ml 24,02 26,76 12,36 0,00 c
10 mg/ml 19,84 30,94 16,54 4,18 0,00 d
0 mg/ml 0,00 50,78 36,38 24,02 19,84 0,00 e
UJD 4,16 4,08 3,95 3,77

Ekstrak pada K0 Ekstrak pada K2


0,00 0,00 notasi 28,12 24,02 notasi
D 0,00 0 a D 28,12 0 a
B 0,00 0,000 0 a B 24,02 4,100 0 b
UJD 3,772 UJD 3,772
Ekstrak pada K1 Ekstrak pada K3
24,01 19,84 notasi 50,85 36,38 notasi
D 24,01 0 a D 50,85 0 a
B 19,84 4,174 0 b B 36,38 14,478 0 b
UJD 3,772 UJD 3,772
Ekstrak pada K4
69,29 50,78 notasi
D 69,29 0 a
B 50,78 18,512 0 b
UJD 3,772

Lampiran 9. Sidik ragam dan Uji Duncan 5% Penghambatan Pembentukan


Spora 7 HSI
a. Sidik Ragam
Anova Uji Kerapatan
F- F-Tabel F-Tabel
SK db JK KT Ket
Hitung 5% 1%
Perlakuan 9 1,71 0,19 29,08 2,39 3,46 **
Konsentrasi 4 1,53 0,38 58,76 2,87 4,43 **
Bagian
1
tanaman 0,07 0,07 10,02 4,35 8,10 **
KxB 4 0,11 0,03 4,16 2,87 4,43 *
Galat 20 0,13 0,01
Total 29 1,84
FK 174,97 CV 3,34
b. Uji Duncan 5%
Konsentrasi pada Ekstrak Daun
Perlakuan 2,63 2,58 2,47 2,32 1,85 Notasi
0 mg/ml 2,63 0,00 a
10 mg/ml 2,58 0,04 0,00 ab
20 mg/ml 2,47 0,16 0,12 0,00 b
30 mg/ml 2,32 0,31 0,27 0,15 0,00 c
40 mg/ml 1,85 0,78 0,73 0,62 0,47 0,00 d
UJD 0,15 0,15 0,14 0,14
Konsentrasi pada Ekstrak Kulit Batang
Perlakuan 2,66 2,63 2,48 2,36 2,18 Notasi
0 mg/ml 2,66 0,00 a
10 mg/ml 2,63 0,03 0,00 ab
20 mg/ml 2,48 0,17 0,14 0,00 bc
30 mg/ml 2,36 0,30 0,27 0,13 0,00 c
40 mg/ml 2,18 0,48 0,44 0,30 0,18 0,00 d
UJD 0,15 0,15 0,14 0,14

Ekstrak pada K0 Ekstrak pada K2


2,66 2,63 notasi 2,48 2,47 notasi
B 2,66 0 a B1 2,48 0 a
D 2,63 0,033 0 a B0 2,47 0,017 0 a
0,138 0,138
Ekstrak pada K1 Ekstrak pada K3
2,63 2,58 notasi 2,36 2,32 notasi
B 2,63 0 a B 2,36 0 a
D 2,58 0,042 0 a D 2,32 0,042 0 a
0,138 0,138
Ekstrak pada K4
2,18 1,85 notasi
B 2,18 0 a
D 1,85 0,333 0 b
0,138
Lampiran 10. Sidik ragam dan Uji Duncan 5% Luas Kanker 16 HSI
a. Sidik Ragam
Anova Uji Kerapatan
F- F-Tabel F-Tabel
SK db JK KT Ket
Hitung 5% 1%
Perlakuan 9 23,91 2,66 54,80 2,39 3,46 **
Konsentrasi 4 23,59 5,90 121,64 2,87 4,43 **
Bagian
1
tanaman 0,30 0,30 6,29 4,35 8,10 *
KxB 4 0,02 0,00 0,09 2,87 4,43 ns
Galat 20 0,97 0,05
Total 29 24,88
FK 638,21 CV 4,77

b. Uji Duncan 5%
Uji Lanjut Faktor Tunggal Ekstrak
Perlakuan Rata-rata 4,71 4,51 Notasi
Kulit Batang 4,71 0,00 a
Daun 4,51 0,20 0,00 b
UJD 0,168

Uji Lanjut Faktor Tunggal Konsentrasi


Rata-
Perlakuan rata 5,84 5,33 4,32 4,25 3,31 Notasi
0 mg/ml 5,84 0,00 a
10 mg/ml 5,33 0,51 0,00 b
20 mg/ml 4,32 1,52 1,01 0,00 c
30 mg/ml 4,25 1,59 1,08 0,07 0,00 c
40 mg/ml 3,31 2,53 2,02 1,01 0,94 0,00 d
UJD 0,297 0,292 0,287 0,278 0,265
Lampiran 11. Sidik ragam dan Uji Duncan 5% Keparahan Penyakit 16 HSI
a. Sidik Ragam
Anova Uji Kerapatan
F- F-
F-
SK db JK KT Tabel Tabel Ket
Hitung
5% 1%
Perlakuan 9 636,89 70,77 43,41 2,39 3,46 **
Konsentrasi 4 633,64 158,41 97,18 2,87 4,43 **
Bagian
1
tanaman 1,94 1,94 1,19 4,35 8,10 ns
KxB 4 1,31 0,33 0,20 2,87 4,43 ns
Galat 20 32,60 1,63
Total 29 669,49
FK 38529,38 CV 3,56

b. Uji Duncan 5%
Uji Lanjut Faktor Tungga Konsentrasi
Rata-
Perlakuan rata 39,23 39,23 38,05 35,65 27,03 Notasi
0 mg/ml 39,23 0,00 a
10 mg/ml 39,23 0,00 0,00 ab
20 mg/ml 38,05 1,18 1,18 0,00 b
30 mg/ml 35,65 3,59 3,59 2,40 0,00 c
40 mg/ml 27,03 12,20 12,20 11,02 8,62 0,00 d
UJD 1,720 1,694 1,663 1,611 1,538
Lampiran 12. Hasil Uji Kualitatif Senyawa Fitokimia
4.1.4 Analisis Fitokimia Ekstrak Daun dan Kulit Batang Tanaman Randu

a b c d e f h g

A. B.
Hasil uji kromatografi lapis tipis (KLT) sebelum ditambah reagent A). ekstrak
daun : a. alkaloid, b. flavonoid, c. tanin, dan d. saponin dan B). kulit batang
tanaman randu : e. alkaloid, f. flavonoid, g. tanin, dan h. saponin.

a b c d e f g h

A. B.

Hasil uji kromatografi lapis tipis (KLT) sesudah ditambah reagent A). ekstrak
daun : a. alkaloid, b. flavonoid, c. tanin, dan d. saponin dan B). kulit batang
tanaman randu : e. alkaloid, f. flavonoid, g. tanin, dan h. saponin.
Lampiran 13. Hasil Uji Kuantitatif Senyawa Fitokimia
1. Senyawa Tanin
a. Pengukuran kurva standar pada panjang gelombang = 725 nm
No Konsentrasi (µg/ml Absorbansi
1 0 0,001
2 2 0,179
3 4 0,416
4 6 0,591
5 8 0,783
6 10 0,993

b. Perhitungan Konsentrasi Tanin pada Ekstrak Daun dan Kulit Batang

Persamaan kurva standar y = 0,099x – 0,002


Absorbansi (Abs) = Absorbansi sampel -Absorbansi blanko
X1 = Abs + 0,002
0,099
X2 = X1 x FP
X3 = X2
[Ekstrak]
[Ekstrak Daun Randu] = 10,63 mg
1 ml
[Ekstrak Kulit Batang Randu] = 10,33 mg
1 ml
c. Hasil Analisis Tanin
Tanin
Sampel Abs. X1 FP X2 X2
(ppm)
0,818 8,283 2 16,566 1,558
Daun Randu 1,586
0,823 8,333 2 16,666 1,613
0,695 7,040 2 14,080 1,363
Kulit Batang Randu 1,364
0,696 7,051 2 14,102 1,365

2. Senyawa Flavonoid
a. Pengukuran kurva standar pada panjang gelombang = 725 nm
No Konsentrasi (ppm) Absorbansi
1 20 0,158
2 40 0,314
3 60 0,464
4 80 0,619
5 100 0,694

b. Perhitungan Konsentrasi Flavonoid pada Ekstrak Daun dan Kulit Batang


Persamaan kurva standar y = 0,137x – 0,036
X1 = Abs + 0,036
0,137
X2 = X1 x 5 ml
1000
X3 = X2
[Ektrak]
[Ekstrak Daun Randu] = 51,4 mg
[Ekstrak Kulit Batang Randu] = 51,8 mg

c. Hasil Analisis Flavonoid


Flavonoid
Sampel Abs. X1 FP X2 X3
(ppm)
0,473 3,171 3 0,0158 308,3
Daun Randu 0,483 3,142 3 0,0157 305,4 304,3
0,464 3,101 3 0,0155 299,3
0,422 2,801 3 0,0141 270,3
Kulit Batang
0,237 1,461 3 0,0072 140,9 215,9
Randu
0,373 2,452 3 0,0123 236,5
Lampiran 14. Pengenceran Aplikasi Ektrak
a. Uji In Vitro
Larutan stok awal 10% = 0,3 gram ekstrak + 3 ml pelarut
1. Konsentrasi larutan ekstrak 0 mg/ml
M1 . V1 = M2 . V2
10% . X = 0% . 1 ml
X = 0 ml stok awal ditambahkan 1 ml pelarut

2. Konsentrasi larutan ekstrak 10 mg/ml


M1 . V1 = M2 . V2
10% . X = 1% . 1 ml
X = 0,1 ml stok awal ditambahkan 0,9 ml pelarut

3. Konsentrasi larutan ekstrak 20 mg/ml


M1 . V1 = M2 . V2
10% . X = 2% . 1 ml
X = 0,2 ml stok awal ditambahkan 0,8 ml pelarut

3. Konsentrasi larutan ekstrak 30 mg/ml


M1 . V1 = M2 . V2
10% . X = 3% . 1 ml
X = 0,3 ml stok awal ditambahkan 0,7 ml pelarut

4. Konsentrasi larutan ekstrak 10 mg/ml


M1 . V1 = M2 . V2
10% . X = 4% . 1 ml
X = 0,4 ml stok awal ditambahkan 0,6 ml pelarut
b. Uji In Vivo
Larutan stok awal 10% = 0,6 gram ekstrak + 6 ml pelarut
1. Konsentrasi larutan ekstrak 0 mg/ml
M1 . V1 = M2 . V2
10% . X = 0% . 2 ml
X = 0 ml stok awal ditambahkan 2 ml pelarut

2. Konsentrasi larutan ekstrak 10 mg/ml


M1 . V1 = M2 . V2
10% . X = 1% . 2 ml
X = 0,2 ml stok awal ditambahkan 1,8 ml pelarut

3. Konsentrasi larutan ekstrak 20 mg/ml


M1 . V1 = M2 . V2
10% . X = 2% . 2 ml
X = 0,4 ml stok awal ditambahkan 1,6 ml pelarut

3. Konsentrasi larutan ekstrak 30 mg/ml


M1 . V1 = M2 . V2
10% . X = 3% . 2 ml
X = 0,6 ml stok awal ditambahkan 1,4 ml pelarut

4. Konsentrasi larutan ekstrak 10 mg/ml


M1 . V1 = M2 . V2
10% . X = 4% . 2 ml
X = 0,8 ml stok awal ditambahkan 1,2 ml pelarut
DOKUMENTASI

Daun dan kulit batang Daun dan kulit batang kering

Maserasi Rotatory evaporator

Ekstrak daun dan kulit batang Analisis senyawa fitokimia

Isolasi dan Identifikasi Pengenceran ekstrak daun


Pengenceran ekstrak kulit batang Uji daya hambat

Perhitungan kerapatan Penyiapan batang buah naga

Inokulasi patogen Aplikasi ekstrak

Anda mungkin juga menyukai