CTH Peren Ipal Jayapura

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 69

ABSTRAK

PERENCANAAN INSTALASI PENGOLAHAN LIMBAH CAIR


KELURAHAN HAMADI DISTRIK JAYAPURA SELATAN
KOTA JAYAPURA

Dalam upaya peningkatan kualitas hidup masyarakat dan kualitas


lingkungan, maka akses fasilitas sanitasi khususnya penanganan air limbah harus
ditingkatkan. Air limbah yang tidak dikelola dengan baik akan berdampak
langsung pada pencemaran air (air tanah dan air permukaan), yang pada akhirnya
akan menimbulkan penyakit, terutama bagi masyarakat pemakai air yang telah
tercemar.
Pencemaran pada media air terutama yang terjadi pada badan air penerima
yang ada di Kali Hamadi terjadi dalam waktu yang cukup lama, pencemaran
tersebut sebagai akibatt dari dilakukannya pembuangan limbah cair domestik
tanpa dilakukannya treatment (pengolahan) terlebih dahulu..
Karakteristik limbah cair yang ada di Kelurahan Hamadi adalah
merupakan limbah buangan dari aktifitas rumah tangga, seperti kegiatan memasak
serta mencuci, dan aktifitas rumah tangga yang lainnya, beban limbah yang
terbentuk dari aktifitas warga adalah sebesar 64.000 L/hari atau sekitar 64 M3,
dengan kualitas buangan nya suhu 25°C, konsentrasi DO 1.4 mg/L, pH 7.6,
Konsentrasi BOD 3.76 mg/L dan konsentrasi COD sebesar 96 mg/L. Konsentrasi
parameter limbah di atas berada diatas ambang batas yang telah ditetapkan oleh
pemerintah sehingga perlu kiranya dilakukan pengolahan terlebih dahulu sebelum
dilakukannya pemuangan kepada badan air penerima
Perencanaan bangunan IPAL domestik yang disarankan adalah dengan
menggunakan sistem aerasi yakni mempompakan sejumlah oksigen kedalam
cairan Limbah Domestik dengan unit bangunan lainnya berupa bak pengumpul,
screen serta manhole yang berfungsi sebaik lubang pemeriksa, dengan
mempergunakan sistem ini diharapkan terjadi efisiensi terhadap kualitas limbah
cair domestik yang ada sebesar 10% untuk tahap pertama dan 80-90% pada tahap
kedua.

Kata Kunci: IPAL, Limbah Domestik, Kelurahan Hamadi

1
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dalam upaya peningkatan kualitas hidup masyarakat dan kualitas

lingkungan, maka akses fasilitas sanitasi khususnya penanganan air limbah harus

ditingkatkan. Air limbah yang tidak dikelola dengan baik akan berdampak

langsung pada pencemaran air (air tanah dan air permukaan), yang pada akhirnya

akan menimbulkan penyakit, terutama bagi masyarakat pemakai air yang telah

tercemar.

Dengan menitik beratkan pada sasaran pemerintah pada Rencana

Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Tahun 2004 – 2009 tentang Open

Defaction Free yang artinya tidak ada lagi masyarakat Indonesia yang membuang

limbah tinja secara bebas/langsung ke alam terbuka atau lingkungan. Juga

peningkatan utilitas dan pengurangan pencemaran air oleh pembuangan tinja

hingga 50 persen, maka penyediaan fasilitas sanitasi menjadi prioritas yang harus

dilaksanakan.

Kota-kota besar di Provinsi Papua terutama Kota Jayapura yang termasuk

kota besar di Provinsi Papua, belum maksimal dalam hal pengolahan air limbah

baik yang berasal dari toilet (WC) yang disebut black water maupun yang berasal

dari dapur dan kamar mandi yang disebut gray water. Indikasi yang dijumpai

yaitu belum beroperasinya IPLT (Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja) di kota

tersebut dan sebagian besar masyarakat belum memiliki tangki septic yang

2
memenuhi persyaratan teknis kesehatan. Disamping itu, pengelolaan air limbah

yang termasuk dalam kelompok gray water juga belum optimal. Gray water yang

banyak dihasilkan dari aktifitas seperti pelayanan rumah makan, hotel,

perkantoran, sekolah dan pemukiman belum terolah dengan baik sehingga

memenuhi baku mutu air limbah sesuai peraturan yang berlaku. Tidak

beroperasinya Sewage system yang terdapat di Kawasan Pertokoan Jalan Ahmad

Yani adalah sebagai akibat dari kurangnya perhatian dari pemerintah, terutama

pemerintah Kota Jayapura untuk merawat aset yang telah ada, serta tidak adanya

keterlibatan masyarakat dalam hal pengelolaanya. Mengacu dari keadaan di atas

maka dalam penelitian ini peneiti bermaksud untuk membuat suatu perencanaan

tentang Instalasi Pengolahan Limbah Cair dalam skala yang lebih kecil dan

berbasis masyarakat, sehingga pengelolaannya dapat dilakukan sendiri oleh

masyarakat.

Latar belakang pemilihan lokasi yang terletak di Kelurahan Hamadi adalah

belum adanya Instalasi Pengolahan Limbah Cair di Kelurahan Hamadi, sehingga

sebagian besar masyarakat membuang limbahnya melalui sumur peresapan

maupun langsung kedalam badan air yang ada dilingkungan sekitar tempat

tinggalnya, dibuangnya limbah cair secara langsung tanpa terlebih dahulu

dilakukan pengolahan secara langsung akan mengakibatkan tercemarnya badan air

maupun air tanah yang ada. Hal tersebut diperburuk dengan keadaan geografis

Kelurahan Hamadi yang terletak di daerah pasang surut sehingga memungkinkan

intrusi air laut kedalam air tanah penduduk , sehingga siklus keberadaan air tanah

dengan baku mutu yang layak sebagai air minum sangat sulit diupayakan.

3
Berdasarkan uraian di atas maka perlu kiranya dilakukan perencanaan

IPAL Domestik yang melayani pembuangan air limbah domestik di Kelurahan

Hamadi, perencanaan ini pada gilirannya diupayakan untuk mengurangi beban

pencemar (kualitas air limbah) secara bertahap.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas dapat kita dapatkan

beberapa rumusan masalah.

1. Bagaimanakah karakteristik limbah dan berapa beban limbah cair yang

dihasilkan oleh masyarakat dari kelurahan Hamadi, Distrik Jayapura

Selatan?

2. Sistem pengolahan limbah cair apa yang sesuai untuk mengolah limbah

cair domestik dengan karakteristik yang ada di Kelurahan Hamadi, Distrik

Jayapura Selatan?

1.3 Tujuan

Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan yang dapat diraih adalah sebagai

berikut:

1. Mengetahui karateristik sekaligus jumlah beban limbah cair domestik yang

terdapat di Kelurahan Hamadi Distrik Jayapura Selatan, sebagai langkah

awal guna pradesain bangunan Instalasi Limbah Cair.

4
2. Pilihan sistem pengolahan limbah cair yang aplikatif (sesuai dengan

karakteristik limbah cair yang ada) di Kelurahan Hamadi, Distrik Jayapura

Selatan..

1.4 Ruang Lingkup dan Batasan Masalah

Agar tugas akhir ini mempunyai arah dan bentuk akhir maka dapat

digambarkan ruanglingkup dan batasan masalah yang ada antara lain sebagai

berikut:

1.4.1 Ruang Lingkup

Ruang Lingkup wilayah penelitian ini adalah Kelurahan Hamadi sebagai

obyek penelitian dengan mengkaji kuantitas dan kualitas air buangan

domestik yang ada, serta perencanaan IPAL Domestik.

1.4.2 Batasan Masalah

Guna menghindari terjadinya bias dalam penulisan maupun pada

pembahsan maka diperlukan batasan masalah yang disesuaikan dengan

rumusan dan ruang lingkup masalah, adapun batasan masalah yang dapat

digambarkan adalah:

1. Limbah yang diteliti adalah limbah dari buangan rumah tangga

(Domestik), serta perhitungan kuantiti limbah yang dihasilkan.

2. Parameter yang diteliti adalah sebagai berikut, parameter fisik (pH dan

Suhu), parameter kimia (COD, BOD, DO).

5
3. Pemilihan alternatif unit-unit pengolah limbah cair yang dapat

diaplikasikan disesuaikan dengan hasil uji parameter-parameter yang

ada.

1.5 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah sebagai

berikut

1. Aplikasi alternatif pengolahan limbah cair domestik kedalam keadaan

real atau kondisi lapangan yang sebenarnya.

2. Adanya suatu bahan kajian tentang karakteristik limbah domestik di

Kelurahan Hamadi, alternatif teknologi yang digunakan untuk

pengolahannya, serta upaya operasional dan pemeliharaan yang

dilakukan oleh masyarakat.

6
BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Air Limbah

Air buangan atau limbah adalah kombinasi dari cairan dan sampah cair

yang berasal dari daerah pemukiman, perdagangan, perkantoran maupun

perindustrian bersama-sama dengan air tanah, air pemukiman, dan air hujan

(Metcalf dan Eddy). Sedangkan menurut Ehlers dan Steed, air buangan atau

limbah adalah cairan yang dibawa oleh air buangan.

Berdasarkan kedua definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa air buangan

atau limbah adalah air kotor yang merupakan hasil samping dari aktifitas manusia

baik dari aktifitas rumah tangga, industri, tempat-tempat umum (seperti tempat

rekreasi) dan biasanya mengandung bahan-bahan atau zat-zat yang dapat

membahayakan kehidupan manusia serta membahayakan kelestarian lingkungan.

Data mengenai sumber air limbah dapat dipergunakan untuk

memperkirakan jumlah rata-rata aliran air limbah dari berbagai jenis perumahan,

industri dan aliran air tanah yang ada di sekitarnya. Seluruh data ini harus dihitung

perkembangannya atau pertumbuhannya sebelum membuat suatu bangunan

pengolah air limbah serta merencanakan pemasangan saluran pembawanya.

Sumber utama air limbah rumah tangga dari masyarakat adalah air berasal dari

perumahan dan daerah perdagangan. Adapun sumber lainnya yang tidak kalah

pentingnya adalah daerah perkantoran atau lembaga serta daerah fasilitas rekreasi.

7
Untuk daerah tertentu banyaknya air limbah dapat diukur secara langsung. Untuk

daerah perumahan yang kecil aliran air limbah biasanya diperhitungkan melalui

kepadatan penduduk dan rata-rata perorang dalam membuang air limbah. Adapun

besarnya rata-rata air limbah yang berasal dari daerah hunian dapat dilihat pada

Tabel 2.1.

Tabel 2.1 Rata-rata Aliran Air Limbah dari Daerah Pemukiman


Jumlah Aliran
Sumber Unit (L/Unit/Hari)
Kisaran Rata-rata
1 Apartemen Orang 200-300 260
2 Hotel, penghuni tetap Orang 150-220 190
3 Tempat tinggal keluarga :
Rumah tangga pada umumnya Orang 190-350 280
Rumah yang lebih baik Orang 250-400 310
Rumah mewah Orang 300-550 380
Rumah agak modern Orang 100-250 200
Rumah pondok Orang 100-240 190
4 Rumah gandengan Orang 120-200 150
Sumber: Metcalf dan Eddy, 1979

Adapun untuk daerah yang luas, maka perlu diperhatikan jumlah aliran air

limbah dengan dasar penggunaan daerah, kepadatan penduduk, serta ada tidaknya

daerah industri. Aliran air limbah yang berasal dari daerah perdagangan secara

umum dihitung dalam meter kubik per hektar/hari didasarkan pada data

perbandingan. Data aliran ini dapat bervariasi dari 4 – 1.500 liter/hari.

Selain air yang masuk melalui limpahan, maka terdapat air hujan yang

menguap, diserap oleh tumbuh-tumbuhan dan ada pula yang merembes ke dalam

tanah. Air yang merembes ini akan masuk ke dalam tanah yang akhirnya menjadi

air tanah. Apabila permukaan air tanah bertemu dengan saluran air limbah, maka

8
bukanlah tidak mungkin terjadi penyusupan air tanah tersebut ke saluran air

limbah melalui sambungan-sambungan pipa atau melalui celah-celah yang ada

karena rusaknya pipa saluran. Besarnya aliran ini diperkirakan sebesar 0,0094

sampai 0,94 m3 setiap diameter (mm) setiap km. Dengan demikian, banyaknya air

yang masuk ke dalam aliran air limbah sebanyak 0,0094 - 0,94 dikalikan dengan

diameter pipa (mm) dikalikan lagi dengan panjangnya pipa (km) akan dihasilkan

jumlah air limbah dalam satuan m3. Sesuai dengan sumber asalnya, maka air

limbah mempunyai komposisi yang sangat bervariasi dari setiap tempat dan setiap

saat. Akan tetapi, secara garis besar zat-zat yang terdapat di dalam air limbah

dapat dikelompokkan seperti pada skema berikut ini.

Air limbah

Air Bahan padat


(99,9%) (0,1%)

Anorganik
Organik

Protein (65%) Butiran


Karbohidrat (25%) Garam
Lemak (10%) Metal

Gambar 2.1. Skema Pengelompokan Bahan yang Terkandung di Dalam Air


Limbah.

Secara lebih khusus, maka air limbah yang berasal dari kamar mandi dan

WC yang berupa faeces dan urine mempunyai komposisi.

9
Tabel 2.2. Komposisi Air Limbah yang Berasal
dari Kamar Mandi dan WC

Uraian Faeces Air Seni


Jumlah per orang per hari
135-270 gr 1-1,31gr
(dalam keadaan basah)
Jumlah per orang per hari
20-35 gr 0,5-0,7 gr
(dalam keadaan kering)
Uap air (kelembapan) 66-80 % 93-96 %
Bahan organik 88-97 % 93-96 %
Nitrogen 5-7 % 15-19 %
Fosfor (sebagai P205) 3-5,4 % 2,5-5 %
Potasium (sebagai K20) 1-2,5 % 3-4,5 %
Karbon 44-55 % 11-17 %
Kalsium (sebagai CaO) 4,5-5 % 4,5-6 %
Sumber: Duncan mara, 1976

Lain halnya dengan kandungan zat-zat yang berasal dari setiap industri sangat

ditentukan oleh jenis industri itu sendiri. Untuk mengetahui kadar zat apa yang

terkandung di dalam air limbah, maka berikut ini adalah ukuran (parameter) yang

perlu mendapatkan perhatian dari setiap jenis limbah industri.

10
Tabel 2.3. Komposisi Air Limbah Rumah tangga dan Presentase
Pengurangannya Akibat Pengolahan Pertama dan Kedua
Konsentrasi (mg/L)
% Pengurangan
Parameter
Antara Rata-rata
Pertama Kedua

FISIK :
Zat padat, jumlah 300 – 1.200 700
Mudah mengendap 50 – 200 100 90
Tercampur 100 – 400 220 50 – 90
Tercampur, volatile 70 – 300 150 60 – 90
Terlarut 250 – 850 500 5
Terlarut, volatile 100 – 300 150 30
KIMIA :
Karbon organik 100 – 400 250 90
BOD 5 10 – 30
COD 200 – 1.000 500 10 – 30 70 – 80
TOD 200 – 1.100 500 10 – 30 70 – 80
TOC 100 – 400 250 10 – 30 60 – 80
NITROGEN :
Total (sebagai N) 15 – 90 40 35
Organik 5 – 40 25 40 50 – 80
Amoniak 10 – 50 25 0 – 20
Nitrit Dihasilkan
Nitrat Dihasilkan
FOSFOR :
Total (sebagai P) 5 – 20 12 0 – 15 20 – 40
Organik 1–5 2
Anorganik 5 – 15 10
pH 7 – 7,5 7
Kalsium 30 – 50 40
Klorida 30 – 85 50
Sulfat 20 – 60 15
Sumber : Donal W. Sundstrom & H.E. Klei. 1979.

Dengan adanya patokan di atas tidak berarti bahwa zat lain yang di luar anjuran

tidak perlu diperhatikan, tetapi hanya merupakan patokan serta pengamatan yang

lebih seksama terhadap parameter tersebut secara lebih khusus. Adapun gambaran

11
tentang komposisi air limbah rumah tangga berikut pengurangannya akibat

pengolahan pertama dan kedua.

2.2 Analisis Sifat-sifat Air Limbah


Untuk mengetahui lebih luas tetang air limbah, maka perlu diketahui juga

secara detail mengenai kandungan yang ada di dalam air limbah juga sifat-

sifatnya. Setelah diadakan analisis ternyata bahwa air limbah mempunyai sifat

yang dapat dibedakan menjadi tiga bagian besar di antaranya:

1. Sifat fisik

2. Sifat kimiawi

3. Sifat biologis

Adapun cara pengukuran yang dilakukan pada setiap jenis sifat tersebut

dilaksanakan secara berbeda-beda sesuai dengan keadaannya. Analisis jumlah dan

satuan biasanya diterapkan untuk penelaahan bahan kimia, sedangkan analisis

dengan menggunakan penggolongan banyak diterapkan apabila menganalisis

kandungan biologisnya.

Pada pengolahan secara konvensional, maka pengurangan zat-zat yang

terkandung di dalam air limbah akan mengalami penurunan setelah melalui 8

proses pengolahan pertama dan proses pengolahan kedua. Hal ini dapat dilihat

seperti yang tertulis pada Tabel 2.6 terdahulu. Berbeda dengan kandungan

nitrogen, fosfor dan benda-benda terlarut lainnya adalah sangat sulit

menghilangkannya apabila kita hanya menggunakan pengolahan secara

konvensional. Adapun gambaran lengkap tetang sifat fisik, sifat kimiawi, serta

12
kandungan biologisnya dari air limbah serta sumber utama dari munculnya sifat

itu dapat dilihat pada Tabel 2.4.

Tabel 2.4. Sifat-sifat Fisik, Kimia, Biologis dan Air Limbah


Serta Sumber Asalnya

SIFAT AIR LIMBAH SUMBER ASAL AIR LIMBAH


Sifat Fisik:
Warna Air buangan industri serta bangkai benda organis.
Bau Pembusukan air limbah dan limbah industri.
Penyediaan air minum, air limbah rumah tangga dan industri, erosi
Endapan
tanah, aliran air rembesan.
Temperatur Air limbah rumah tangga dan industri.

Kandungan Bahan Kimia


Organik:
Karbohidrat Air limbah rumah tangga, perdagangan serta limbah industri.
Minyak, lemak, gemuk Air limbah rumah tangga, perdagangan serta limbah industri.
Pestisida Air limbah pertanian.
Fenol Air limbah industri.
Protein Air limbah rumah tangga, perdagangan.
Deterjen Air limbah rumah tangga, industri.
Lain-lain Bangkai bahan organik alamiah.

Anorganik :
Kesadahan Air limbah dan air minum rumah tangga serta rembesan air tanah.
Klorida Air limbah, air minum rumah tangga, rembesan air tanah dan pelunak air
Logam berat Air limbah industri.
Nitrogen Air limbah rumah tangga dan pertanian.
pH Air limbah industri.
Fosfor Air limbah rumah tangga dan industri serta limpahan air hujan.
Belerang Air limbah dan air minum rumah tangga serta limbah industri.
Bahan-bahan beracun Air limbah industri.

Gas-gas
Hidrogen sulfide Pembusukan rumah tangga.
Metan Pembusukan rumah tangga.
Oksigen Penyediaan air minum rumah tangga dan perembesan air permukaan

Kandungan Biologis :
Binatang Saluran terbuka dan bangunan pengolah.
Tumbuh-tumbuhan Saluran terbuka dan bangunan pengolah.
Protista Air limbah rumah tangga dan bangunan pengolah.
Virus Air limbah rumah tangga
Sumber: Metcalt dan Eddy, 1979

13
2.3 Prinsip-prinsip pengolahan air limbah

1. Tujuan pembangunan sistem pengolahan air limbah

- Tujuan umum : untuk mengolah limbah sedemikian rupa sehingga air

limbah yang dibuang ke badan air penerima (sungai) memenuhi

standar yang telah ditetapkan agar tidak membahayakan kesehatan

manusia dan kelestarian lingkungan.

- Tujuan khusus :

1. menghilangkan material tersuspensi dan terapung

2. menghilangkan bahan-bahan berbahaya dan beracun

3. mengolah bahan organik terbiodegradasi

4. membunuh mikroorganisme pathogen

2. Syarat-syarat yang harus diperhatikan dalam pengadaan sistem pengolahan

limbah :

 Kriteria kesehatan

Pemilihan metode dan proses pengolahan harus dapat mencapai

pembunuhan mukroorganisme patogen secara sempurna.

 Kriteria penggunaan ulang

Metode dan proses pengolahan harus dapat memnerikan efluenyang

aman untuk penggunaan ulang, misalnya untuk penggunaan dibidang

perikanan, pertanian dan lain-lain.

14
 Kriteria ekologis

Pembuangan efluen pada air permukaan tidak boleh melampaui

kapasitas pembersihan diri atau sel cleansing dari badan air

penerimanya.

 Kriteria gangguan

Setiap bagian sistem pengolahan pada seluruh proses tidak boleh


menimbulkan gangguan secara estetis
 Kriteria kebudayaan
Metode yang dipilih untuk pengumpulan, pengolahan dan penggunaan
ulang bahan buangan harus sesuai dengan kebiasaan dan keadaan
social setempat.
 Kriteria operasional
Ketrampilan yang diperlukan untuk opersional rutin maupun
pemeliharaan komponen-komponen sistem harus tersedia di wilayah
setempat.
 Kriteria biaya
Biaya perencanaan, konstruksi, opersional maupun pemeliharaan

sedapat mungkindisesuaikan dengan kemampuan diri.

3. Sistem pengolahan air buangan :

 Onsite

Merupakan sistem pengolahan limbah setempat dimana masih tersedia

cukup lahan dilingkungan sekitar yang digunakan untuk pengadaan

bangunan pengolahan air buangan dengan asumsi limbah tidak

mencemari lingkungan, misal: septic tank.

15
 Offsite

Merupakan sistem pengolahan limbah terpusat dimana sudah tidak

terdapat cukup ruang untuk penanganan fasilitas air limbah, misal:

IPAL.

2.4 Proses-proses Pengolahan Air Buangan

1. Berdasarkan tingkatannya :

1. Pengolahan pendahuluan (Preliminary treatment)

Merupakan tahap pengkondisian air limbah sebelum masuk ke unit

pengolahan.

2. Pengolahan utama (Primary treatment)

Merupakan tahap pengolahan awal dengan tujuan untuk mereduksi

material fisik.

3. Pengolahan kedua (Secondary treatment)

Merupakan tahap pengolahan kedua dengan tujuan untuk

mereduksi material organik.

4. Pengolahan lanjut (Tertiary treatment)

Merupakan tahap pengolahan lanjutan untuk menghilangakn

material organik, ion-ion, warna , bau disertai dengan adanya reuse

air limbah, antara lain : Ultrafiltrasi, Pertukaran Ion, Amonia

Stripping, Nitrifikasi-Denitrofokasi, Carbon Adsorbtion.

16
5. Desinfeksi

Merupakan tahap pengolahan yang bertujuan untuk membunuh

mikroorganisme patogen yang masih terdapat dalam air buangan.

Antara lain : Klorinasi, Ozonisasi

2. Berdasarkan unit operasi dan unit proses

1. Unit Operasi Fisik

Untuk mreduksi material secara fisik, dengan mereduksi SS

(suspended solid) sehingga terjadi penurunan kandungan material

organik dan BOD. Antara lain : screening, filtrasi, flotasi,

sedimentasi, mixing

2. Unit Operasi Kimia

Untuk meremoval kontaminan dengan penambahan zat kimia atau

melalui proses secara kimia, antara lain : koagulasi, flokulasi,

presipitasi, netralisasi.

3. Unit Operasi Biologis

Untuk substansi biodegradable dengan bantuan mikroorganisme

pengurai (decomposer) seperti alga, protozoa, rotifera, fungi,

bakteri. Antara lain : Kolam Stabilisasi (Stabilization Pond,

Fakultatif Pond, Aerated Lagoon), Lumpur Aktif, Aerobic

Digestion, Trickling Filter.

17
2.5. Unit-Unit Pengolah Air Limbah
2.5.1. Preliminary Treatment (Pengolahan Pendahuluan)
Pengkodisian air limbah sedemikian rupa sehingga ketika air limbah masuk

ke unit pengolahan utama tidak mengganggu proses yang ada. Proses ini juga

digunakan untuk mengurangi beban pada pengolahan utama. Adapun kegiatan

tersebut berupa :

1. Bar screen

Langkah awal dalam pengolahan air limbah adalah meremoval partikel-

partikel besar yang mengapung dan tersuspensi. Dimensi dan ukuran

screen dipengaruhi oleh parameterparameter sebagai berikut:

 Kecepatan aliran air limbah pada screening channel (saluran

screening) tidak boleh dibawah kecepatan pembersihan diri

(cleansing self) sebesar 37.5 cm/dtk.

Tabel 2.5 Jenis rak yang dibersihkan mekanis dan dengan tangan
Pembersihan Pembersihan
Bagian-bagiannya
dengan tangan mekanis
Ukuran jeruji
Lebar (mm) 5-15 5-15
Dalam (mm) 25-75 25-75
Jarak bersih antara jeruji (mm) 25-50 15-75
Kemiringan dari atas 30-45 0-30
Kecepatan yang diharapkan (m/s) 0.3-0.6 0.6-1
Kehilangan tekanan 150 150
Sumber : Metcalf dan Eddy, 1979

 Jumlah Kisi ( n )
B = ( n.w ) + ( n + 1 ) b

18
 Jumlah bukaan total ( s )
S =n+1
 Lebar bukaan ( Lt )
Lt =B–(s.w)
 Panjang kisi terendam ( Ls )
y
Ls =
sin 
 Kecepatan aliran melalui kisi ( vs )
Q
vs =
Lt  Ls 
 Headloss
Menurut formula Kkrischmer
h w  b4
3
hv.sin 

Dimana :
H = headloss (m)
β = a bar shape factor
W = lebar jeruji (m)
B = jarak bersih antar jeruji (m)
S = jumlah bukaan total
Lt = lebar bukaan
Ls = Panjang kisi terendam
θ = sudut kemiringan rak

Tabel 2.6 Krischamer’s values of β


Bartype β
Sharp-edged rectangular 2.42
Rectangular with semicircular 1.83
Upstream face
Circular 1.79
Rectangular wit semicircular and 1.67
downstream face
Sumber : Metcalf and Eddy, 1979
2. Bak Equalisasi

19
Fungsi equalisasi adalah untuk mengatasi masalah operasional yang

disebabkan oleh debit yang bervariasi, untuk meningkatkan hasil dari

pelaksanaan proses selanjutnya dan meminimalkan ukuran dan biaya dari

fasilitas pengolahan hilir. Digunakan untuk melakukan netralisasi,

pendinginan, dan meperkecil beban kandungan beban limbah sebelum

masuk ke pengolahan biologis.

Hal-hal yang perlu diperhatikan :

1) Bentuk bak :

Bentuk bak yang dirancang tergantung kualitas air limbah yaitu :

 Adanya padatan yang mudah mengendap

 Diperlukan pengadukan

 Diperlukan oksigenasi/suplay udara

2) Waktu tinggal

Waktu tinggal air limbah dalam bak akan menentukan dimensi bak

yaitu ;

 Kualitas air limbah (apakah berbau)

 Lahan yang tersedia

 Kerusakan/perbaikan peralatan

 Jumlah/debit air limbah per hari

 Untuk mengetahui jumlah air yang harus ditampung yaitu :


 q   waktu tinggal
 24 

 Luas penampang

20
volumebak
kedalamanbak


 Kedalaman efektif : 2 H
3

 Volume bak penampung = Waktu tinggal x jumlah air

Penggunaan sumur pengumpul berfungsi sebagai berikut:

a. Menampung air buangan dari sumber yang kedalamannya dibawah

permukaan dari instalasi pengolahan air buangan sebelum air buangan

tersebut dipompakan ke atas.

b. Menstabilkan atau mengkonstankan variasi debit dan konsentrasi air

buangan.

c. Meningkatkan kinerja pada proses selanjutnya.

Air buangan yang telah melewati bar screen kemudian dikumpulkan pada

sumur pengumpulan selanjutnya dipompakan menuju instalasi pengelolaan

air buangan. Pada waktu tinggal (td) pada sumur pengumpulan tidak boleh

terlalu lama, ±10 menit, agar tidak terjadi pengendapan sumur pengumpul

dapat diklasifikasikan menjadi 2, yaitu:

1. Inline flow equalization yaitu, semua debit buangan masuk kedalam

sumur pengumpul dan mengalami penyumbatan (equalisasi)

2. Off line flow equalization yaitu, buangan yang masuk ke sumur

pengumpul hanya yang memiliki debit lebih besar dari debit rata-rata

harian.

Rumus-rumus yang gunakan untuk menentukan dimensi sumur

pengumpul adalah:

21
V = Q . td
V=B.L.h
Dimana : V = Volume sumur pengumpul
Q = Debit air buangan
td = Waktu tinggal
B = Lebar sumur pengumpul
L = Panjang sumur pengumpul
Untuk menentukan jenis dan karakteristik pompa didasrkan pada besarnya
debit
Hf = Hf minor + Hf mayor
 Q  1,85
Hf mayor =  265 
XL
 0,2785.C.D 
Dimana : Q = Debit air buangan (m3/ dt)
C = Koefisien Hazen – William
D = Diameter pipa (m)
L = Panjang pipa
Menghitung power pompa digunakan rumus sebagai berikut :
 .Q.H
P=

Dimana : P = Power pompa (K. Nm/ dt)
δ = Berat spesifikasi air (KN / m3)
H = Head loss total
η = Efisiensi pompa (45 – 75%)
factor-faktor yang harus diperhatikan dalam pemilihan pompa dan
penentuan sistem dalam pompa adalah sebagai berikut :
a. Kandungan padatan dalam air buangan
b. Kandungan kimia dalam air buangan
c. Kondisi air buangan / suhu
d. Penentuan jumlah pompa
e. Daya yang harus disediakan pompa
f. Kondisi suction pompa itu sendiri

22
3. Communitor
Communitor merupakan alat mekanis berupa paket yang dibuat pabrik,

alat ini berupa mesin penghalus atau pemarut yang berfungsi untuk

menghaluskan / menghancurkan padatan kasasr dari bar rack, sehingga

mempunya ukuran kecil yang seragam.

Communitor terdiri dari sebuah tabung berongga yang terbuat dari besi

yang berputar continue pada sumbu vertical dengan sumber tenaga dari

motor listrik. Pada tabung ini merupakan suatu saringan yang mempunyai

gigi-gigi pemotong yang tajam. Communitor dipasang khusus pada

ruangan yang terbuat dari beton. Pemeliharaan rutin communitor berupa

pelumasan dan pengawetan gigi pemotong.

Adapun data-data communitor adalah sebagai berikut :

Tabel 2.7 Data-data communitor


Over All Capacities ( MGD )
No. Size of Motor
Control Discharge Free Discharge
7B ¼ 0 – 0,35 0,032
10 A ½ 0,17 – 1,10 0,70 – 0,82
15 M ¾ 0,40 – 2,30 0,40 – 1,40
25 M 1½ 1,00 – 6,00 1,00 – 3,60
25 A 1½ 1,00 – 11,00 1,00 – 6,50
36 A 2 1,50 – 25,00 1,50 – 9,60
54 A - Separately discharge for each job
Sumber : Nurul Matin “ Perencanaan Instalasi Pengolahan Air Buangan
Pada Cottage Area di Hotel Bali Beach. Hal 48.

2.5.2. Primary Treatment (Pengolahan Utama)

23
Pengolahan pertama bertujuan untuk menghilangkan zat padat tercampur

melalui pengendapan atau pengapungan. Pengendapan adalah kegiatan utama

pada tahap ini pengendapan yang dihasikan terjadi karena adanya kondisi yang

sangat tenang. Bahan kimia dapat juga di tambahkan untuk menetralkan keadaan

atau meningkatkan pengurangan dari partikel kecil yang tercampur.

Pada pengolahan utama ini terdapat dua proses yaitu proses secara :

1. Kimia

Merupakan suatu proses yang melibatkan penggunaan bahan kimia

sebagai media pengolahan dan terjadi reaksi kimia. Tujuan dari proses

kimia ini adalah menurunkan konsentrasi padatan tersuspensi, padatan

terlarut, zat kimia anorganik, sedikit zat organik, logam berat yang

terdapat pada air limbah industri.

Beberapa proses pengolahan secara kimia :

a. Proses netralisasi

Proses netralisasi dimaksudkan untuk merubah derajat keasaaman ph

air limbah untuk menjadi pH yang memenuhi standart baku mutu air

limbah yakni pH 6-9.

Air limbah yang mempunyai pH < 6, pada umumnya dinetralisasi

dengan penambahan kimia yang bersifat basa, dan air limbah dengan

pH > 9 dinetralisasi dengan bahan asam

Air limbah (asam) + bahan basa → air limbah netral (6-9)

Air limbah (basa) + bahan asam → air limbah netral (6-9)

24
Hal-hal yang perlu diperhatikan :

 pengendalian pH pada proses (dengan alat control pH)

 pemilihan bahan kimia

 penentuan konsentrasi bahan kimia

 fasilitas yang dipergunakan

 kemungkinan terbentuknya padatan

 waktu kontak

b. Koagulasi dan flokulasi

Proses koagulasi merupakn proses pembentukan inti flok dengan

penambahan bahn kimia (koagulan) sedangkan proses flokulasi

merupakan proses pembentukan flok dengan penambahan bahan

kimia (flokulan).

Tujuan dari proses koagulasi dan flokulasi adalah:

 menurunkan padatan tersuspensi hingga 80 – 90%

 menurunkan COD sebesar 30-60%

 menurunkan BOD sebesar 40-70%

 menurunkan konsentrasi bakteri sebesar 80-90%

 dapat pula menurunkan derajat keasaman (pH)

Hal-hal yang perlu diperhatikan

 pemilihan bahan koagulan, karena setiap bahan koagulan

mempunyai kinerja yang berbeda tergantung kondisi derajat

keasaman dari air limbah

25
 proses koagulasi umumnya memerlukan pengadukan cepat (100

rpm), sedangkan proses flokulasi memerlikan pengadukan

lambat (50 rpm)

 waktu pengadukan setiap proses

 bagaimana penanganan flok (padatan) berikutnya

2. Fisika

Merupakan suatu proses penggolahan yang tidak melibatkan

penggunaan bahan kimia secara langsung. Proses ini umumnya dikenal

sebagai suatu proses yang tidak melibatkan reaksi kimia, hanya

pemisahan secara fisik. Proses-proses fisik yaitu :

 Sedimentasi

Merupakan proses pemisahan padatan dalam air limbah

berdasarkan perbedaan berat jenis antara padatan dan air. Pada

proses sedimentasi padatan akan mengendap dengan sendirinya.

Proses sedimentasi dalam pengolahan air limbah bisa berfungsi

sebagai primary clarifier (pengendapan awal), pengendapan setelah

proses kimia (pemisahan flok), pengendapan mikroorganisme pada

proses pengolahan air limbah secara biologi (pemisahan

mikroorganisme). Adapun hal-hal yang perlu diperhatikan:

 Waktu pengendapan padatan

 Sifat padatan (mudah berbau atau tidak)

 Waktu pengeluaran padatan

 Jumlah padatan

26
 Floatasi

Proses floatasi atau pengapungan dalam pengolahan air limbah

sering dijumpai terutama untuk pemisahan padatan yang

mempunyai berat jenis lebih kecil dari berat jenis air.

Pada beberapa operasional, proses floatasi diterapkan setelah

proses koagulasi/flokulasi terutama untuk memisahkan flok yang

terapung.

Hal-hal yang perlu diperhatikan:

 Pastikan apakah semua padatan dalam kondisi mengapung

 Apakah diperlukan oksigen/udara untuk pengapungan

padatan

 Perhatikan jumlah flok (padatan) terhadap luas permukaan

fasilitas

 Hindarkan terjadinya pemecahan flok

2.5.3. Secondary Treatment (pengolahan kedua)

Pengolahan kedua umumnya mencakup proses biologis untuk mengurangi

bahan-bahan organik melalui mikroorganisme yang ada di dalamnya. Pada proses

ini sangat dipengaruhi oleh banyak factor antara lain jumlah air limbah, tingkat

kekotoran jenis kotoran yang ada dan sebagainya.

Dalam secondary Treatment (pengolahan kedua) terdapat dua hal yang

penting dalam proses biologis ini antara lain :

1. Proses penambahan oksigen

27
2. Proses pertumbuhan bakteri

Jenis-jenis pengolahan yang digunakan dalam Secondary Treatment

(pengolahan kedua) :

A. Kolam Stabilisasi dan Modifikasinya (Stabilization Pond,


Fakultatif Pond, Aerated Lagoon)
- Stabilization Pond
Dengan stabilisasi baik yang berupa aerobic maupun yang berjalan

secara anaerobic akan menghilangkan bau dan memudahkan

penghancuran serta menghilangkan jumlah mikroorganisme. Pada

proses anaerob akan menghasilkan gas metan yang bisa dipergunakan

sebagai sumber energi, sedangkan pada proses aerobic akan

menghilangkan zat organiknya

Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pengelolaan antar lain :

o Banyaknya lumpur yang dimasukkan ke dalam tangki pencernaan

setiap harinya (kg/hari), adalah sebesar volume Lumpur yang

dimasukkan setiap hari x% zat padat dari lumpur tersebut

o Menghitung banyaknya bahan organik yang dimasukkan ke dalam

tangki pencerna, adalah sebesar hasil perhitungan pada point (1)

x% bahan oganik dalam Lumpur dalam satuan kg/hari. Pada

umumnya kadra zat organik yang terkandung dalam air limbah

sebesar 72-75%.

o Waktu tinggal Lumpur di dalam tangki pencerna yang dinyatakan


dalam satuan hari, adalah sebesar :
volume tan gkidigester (m 3 )
  ..... hari
volumelumpuryang dim asukkan(m 3 / hari )

28
waktu tinggal yang diharapkan agar proses pencernaan dapat
mengeluarkan/menghasilkan gas metan berjalan sempurna adalah
selama 15-20 hari.
o Daya tampung tangki adalah sebesar :
hasilpo int( 2)dalamkg / hari
  ....kg / m3
volume tan gkidalammeterkubik
Agar daya tampung sesuai dengan daya tampung optimalnya maka
sebaiknya daya tampung tersebut tidak melebihi angka 1-1.2
kg/m3
o Banyaknya gas yang menghasilkn (m3/hari). Terjadinya gas metan
dari pencernan dalam tangki ini secara kimiawi adalah sebagai
berikut :
bahanorganik bakanaerob
  volatileacid (CH 3COOH )

- Fakultatif Pond
Fakultatif Pond merupakan kolam dengan kedalaman 1-2.5 meter.

Pada kolam ini kedalaman air terbagi menjadi tiga zona, yaitu zona

aerobic di bagian atas, zona fakultatif di bagian tengah dan zona

anaerobic dibagian atas dasar kolam. Algae yang menempati bagian

atas akan melakukan fotosintesis pada siang hari, pada lapisan kedua

jumlah oksigen relative lebih sedikit dan pada lapisan di dasar kolam

terjadi proses anaerobic atau tanpa adanya oksigen. Secara matematik

persamaan untuk penyisian BOD pada sistem pengolahan dengan

kolam aerobic, aerated lagoon, maupun kolam fakultatif dapat

dijelaskan dengan penurunan persamaan berikut ini. Asumsi bahwa

proses yang terjadi di dalam kolam adalah complete mixed yaitu

pengadukan-pengadukan secara sempurna di setiap bagian kolam.

29
Pada kondisi demikian konsentrasi zat organik disetiap bagian kolam

akan sama dengan konsentrasi di outlet kolam.

Skematik proses :

Persamaan kesetimbangan massa dapat ditulis sebagai


V. dS/dt = QSo – QS – V(-r)
Dimana :
V = volume reactor
So = subtract yang masuk ke reactor (mg/L BOD)
Se = subtract yang keluar ke reactor (mg/L BOD)
Q = debit limbah yang masuk reactor (m3/hari )
r = laju penurunan substrat yang besarnya untuk reaksi orde
pertama adalah r = k Se

Pada kondisi steady state dS/dt = 0, maka :


0 = Q (So-Se) – (-kSe) . V
Atau So = S(1 + k V/Q)
Se 1
Atau 
So (1  k .t )
Dimana :
k= kecepatan reaksi
t = waktu detensi
harga k tergantung pada temperature yang besarnya dapat dihitung
sebagai berikut :
kT = 0,3 (1,05)T-20 untuk penurunan BOD
kt = 2.6 (1,19)T-20 untuk penurunan fecal coliform

30
Tabel 2.8 Kriteria Desain Untuk Fakultatif Pond
PARAMETER FAKULTATIF POND
Ukuran (ha) 1-4
Type operasi Seri atau pararel
Waktu tinggal (hari) 7 - 30
Kedalaman air (m) 1-2
Temperature (0C) 0 - 50
0
Temperature optimum ( C) 20
Beban BOD (kg/ha.hari) 15 - 18
Efisiensi konversi BOD (5) 80 - 95
Hasil konversi yang utama Algae, CO2, CH4, sel biomassa
Konsentrasi algae (mg/L) 20 - 80
Konsentrasi SS di dalam effluent (mg/L) 40 - 100
Sumber : Metcalf dan Eddy, 1979

- Aerated Lagoon

Merupakan pengembangan dari Aerobic Pond yaitu dengan

memasang surface aerator untuk mengatasi bau dan beban organik

yang tinggi. Proses pada aerasi Lagoon pada prinsipnya sama dengan

Extended Aeration pada proses Lumpur aktif, perbedaannya terletak

pada kedalaman air yang dangkal dan oksigen diperoleh dari surface

atau diffuse aerator. Didalam Aerated Lagoon semua zat padat

dipertahankan dalam keadaan tersuspensi. Pada sistem ini tanpa

dilakukan resirkulasi dan biasa diikuti dengan kolam pengendapan

yang besar.

Untuk mengetahui perhitungan luas area dapat menggunakan rumus

sebagai berikut:

 Volume = Q. θc

 Luas area (As) = volume / kedalaman

31
Tabel 2.9 Kriteria Disain Untuk Lagoon Dan Stabilisation Pond
Parameter Disain Aerobic Fakultatif
Kedalaman (m) 0.2-0.3 1-2.5
Waktu detensi(hari) 2-6 7-50
Beban BOD kg/ha/hari 111-222 22-55
% penyisihan BOD 80-95 70-95
Konsentrasi algae (mgC/L 100 10-50
Sumber : Metcalf dan Eddy, 1979

B. Activated Sludge
Activated sludge atau Lumpur aktif sistem pengolahan dengan

menggunakan bakteri aerobic yang dibiakkan dalam tangki aerasi

yang bertujuan untuk menurunkan organik karbon atau organik

nitrogen. Bahan organik dalam air buangan akan diuraikan oleh

mikroorganisme menjadi karbon dioksida, ammonia dan untuk

pembentukan sel baru serta hasil lain yang berupa Lumpur (sludge).

 Kriteria Pembebanan

Dua parameter yang paling umum digunakan secara empiris

dan rasional adalah rasio F/M dan mean cell residence time

(θc). Food to microorganisme ratio didefenisikan sebagai :

substrat ( BOD ) yang masuk ke tan gki aerasi per satuan waktu
F /M 
massa mikroorganisme di tan gki aerasi
Q.So
Atau F/M =
V .X

Dimana :
Q = debit air yang diolah ( L3/T)

32
So = konsentrasi substrat (mg BOD/L)
X = konsentrasi mikroorganisme (mg VSS/L)
V = Volume tangki aerasi(m3)

 Pengolahan Biologis Dengan Activated Sludge

Activated sludge merupakan proses pengolahan biologis,

dimana material organik dioksidasi menjadi an organik dan

energi. Selanjutnya energi tersebut dihasilkan untuk mengubah

atau mensintesa material organik menjad sel baru.

Sistem ini memiliki beberapa tipe dan modifikasi antara lain :

1. Sistem Konvensional

Terdiri dari tangki aerasi clarifier dengan recycle sludge.

Selam proses terjadi adsorbsi flokulasi dan oksidasi bahan

organik dan sistem flow yang digunakan adalah sistem

plug-flow dengan recycle. Sistem ini tidak dapat

mengatasi shock loading dari buangan toxic karena

konsentrasi di bagian inlet.

2. Sistem Aeration

Merupakan plug flow konvensional yaitu ratio F / M

menurun menjadi outlet dimana inlet masuk melalui 3 – 4

33
titik pada tangki aerasi dengan tujuan menyetarakan F/M

dan meminimalisasikan kebutuhan O2 di titik awal.

Keuntungannya yaitu memiliki volumetric loading yang

tinggi dan HRT yang rendah.

3. Tapered Aeration

Merupakan modifikasi dari sistem konvensional dengan

melakukan pengaturan sistem aerasi. Pada inlet tangki

aerasi kebutuhan oksige sangat tinggi sedangkan semakin

mendekati outlet kebutuhan oksigen semakin menurun

sehingga diffuser diletakan berdekatan dengan inlet untuk

memenuhi kebutahan oksigen.

4. Contact Stabilization

Pada sistem ini terdapat dua tangki yaitu :

 Contact tangki yang berfungsi untuk mengadsorbsi

bahan organik untuk proses lumpur aktif

 Reaeration tank yang berfungsi untuk mengoksidasi

bahan organik yang telah diadsorbsi

Keuntungan dari sistem ini :

 Pengurangan volume tangki aerasi 50% dari proses

activated sludge biasa

 Baik untuk limbah domestic

5. Pure Oxygen

34
Oksigen murni diinjeksikan ke tangki aerasi dan

disirkulasikan. Pada sistem ini, tangki aerasi dibagi

dalam beberapa kompatemen, biasanya tiga buah.

Keuntungan sistem ini :

 Reduksi sistem detensi

 Meningkatkan karakteristik pengendapan sludge

 Menurunkan kebutuhan lahan.

6. Oxydation Ditch

Merupakan modifikasi sistem activated sludge dengan

menggunakan saluran dan tangki recycle. Pada sistem ini

penangan sludge hammer dapat diabaikan karena buangan

sludgenya masih sediokit dan dapat dikeringkan tanpa

menimbulkan bau.

Keuntungan sistem ini :

 Effluen yang dihasilkan lebih konstan

 Operasional tidak terlalu sulit

7. High Rate Oxydation

Kondisi ini dicapai dengan meninggikan harga ratio

sirkulais atau debit air yang dikembalikan dibesarkan 1 – 5

kali. Dengan cara ini maka akan diperoleh jumlah

mikroorganisme yang lebih besar, sehingga kinerja F/M

dan volumetric loading yang tinggi dan HRT yang lebih

35
pendek. Pada sistem ini mempunyai effisiensi yang lebih

rendah.

 Produksi Lumpur
Jumlah Lumpur yang diproduksi tiap hari :
Px = Yobs Q (So –S) / 1000 Kg/hari
Dimana :
Yobs = koefisien yield observasi
Q = debit air yang diolah (m3 /hari )
S, So = konsentrasi BOD di influen dan efluen (g/m3)

 SVI (Sludge Volume Index)


VolumeSludge(ml )
SVI 
MLSS (mg / L) x10 3 g / mg
1000 xVs
SVI  ml / g
MLSS
Harga SVI < 100 ml/g, dapat mengendap dengan baik
SVI > 200 ml/g, dalam kondisi bulking
 Rasio resikulasi (r)
r = Qr /Q
pengolahan konvensional r = 0,25 – 0,5
 Umur Lumpur
V .X
c  (dianggap Xe = 0)
Qw. Xr

 Waktu detensi (HRT)


T = θ = V/Q

Kondisi sesungguhnya adalah θactual =
1 r

 Volumetric Loading (VL)

36
Q.So
VL  kgBOD / m3 .d
V
 Kebutuhan Oksigen
Q ( So  S )
Kg O2/hari =  1.42 Px
1000 f
Dimana : F = factor konversi BOD5 ke BOD ultimate

 Bak Pengendapan Ke Dua

Bak pengendap ke dua berfungsi untuk mengendapkan flok

– flok yang terbentuk, yang berasal dari effluent activated

sludge yang akan diresirkulasikan kembali sebagai return

sludge.

Clarifier berbentuk circular yang dilengkapi dengan

scrapper mekanis. Dimensi bangunan dapat dicari dengan

menggunakan prosedur analisa laboratorium secara batch,

proses luasan bak diperhatikan dengan memperhitungkan

solid flok yaitu kecepatan thickening solid / unit luas

bangunan. Brdasarkan operasionalnya, secondary clarifier

memilki dua fungsi yaitu :

- Memishkan MLSS dari air buangan yang diolah

- Memadatkan lumpur

C. Trickling Filter

37
Merupakan suatu bed dari media yang permeabilitasnya tinggi dan

biasanya berbentuk bulat. Media biasanya terdiri dari Crushed rock

atau gravel atau dari plastic. Air limbah yang telah diendapkan

didistribusikan secara uniform di atas bed dengan sebuah cotating

distribution yang kemudian mengalir lewat bed. Effluen dikumpulkan

pada under min pada bagian bawah trickling filter dan O2 masuk ke

filter.

Air buangan mengalir di atas permukaan media. Zat padat organik

kontak dengan mikroorganisme membentuk simelayer dan

berkembang biak pada permukaan filter media.

Jika kekebalan biofilm naik, maka mikroorganisme dekat permukaan

tidak cukup mendapat supply BOD dan O2 dan difusi sustrat menjadi

terbatas, sehingga :

 Efisiensi pemisahan BOD dengan TF menurun

 Terjadi endogeneous respiration dari biomass mengakibatkan

kondis anaerobic

 Biomassa kehilangan kemampuannya untuk mencapai permukaan

filter dan akan terbawa ke luar filter

Sistem ini harus di bawah tekanan hidrolis yang normal, jika tidak

maka ratio filtrasi akan menghilangkan slime biomassa.

2.5.4. Tertiary Treatment (Pengolahan Ketiga)

38
Pengolahan ketiga ini merupakan pengolahan secra khusus sesuai dengan

kandungan zat yang terbanyak dalam air limbah, biasanya dilaksanakan pada

pabrik yang menghasilkan air limbah yang khusus pula.

Beberapa jenis pengolahan yaitu :

1. Ultrafiltrasi

Pengolahan effluent air limbah menjadi air bersih

2. Pertukaran ion

Penyisian ion “pencemar” dengan cara menukarkan dengan ion lain yang

tidak menyebabkan pencemaran

3. Ammonia Stripping

Penghilangan kadar ammonia yang masih tertinggal dalam air olahan

4. Nitrifikasi Denitrifikasi

Penghilangan dan penambahan pada air limbah

5. Karbon Adsorption

Proses penghilangan bahan organik tertentu yang masih tertinggal dalam

air olahan

2.5.5 Desinfeksi

Desinfeksi bertujuan untuk mengurangi atau membunuh mikroorganisme

pathogen yang ada di dalam air limbah. Mekanisme pembunuhan sangat

dipengaruhi oleh kondisi dari zat pembunuhnya dan mikroorganisme itu sendiri.

Banyak zat pembunuh kimia termasuk klorin dan komponennya

mematikan bakteri dengan cara merusak atau menginaktifkan enzim utama,

39
sehingga terjadi kerusakan dinding sel. Mekanisme lain dari desinfektan adalah

dengan merusak langsung dinding sel seperti yang dilakukan apabila

menggunakan bahan radiasi ataupun panas.

Penggunaan panas dan bahan radiasi meskipun sangat baik hasil yang

dicapai, akan tetapi kurang cocok untuk diterapkansecara masal mengingat biaya

pelaksanaannya sangat mahal serta cukup sulit dalam penanganannya. Oleh

karena itu, terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam memilih bahan

kimia bila akan dipergunakan sebagai bahan desinfeksi antara lain:

 Daya racun zat kimia tersebut.

 Waktu kontak yang diperlukan.

 Efektivitasnya.

 Rendahnya dosis

 Tidak toksis terhadap manusia dan hewan.

 Tetap tahan terhadap air.

 Biaya murah untuk pemakaian yang bersifat masal.

Dari pertimbangan tersebut, maka untuk menjernihkan air limbah banyak

dipergunakan bahan, antara lain klorin oksidan dan komponennya, bromine,

rodine, permanganate, logam berat, asam dan basa kuat.

Dalam dunia perdagangan yang biasa dipergunakan adalah klorin. Apabila klorin

berupa gas, maka reaksi yang terjadi adalah:

Cl2 + H2O  H O Cl + H+ + Cl-


H O Cl  H+ + O Cl-
Selain gas dapat juga berupa garam-garam dari hipoklorida seperti Na O Cl atau

garam Ca (OCl)2 yang dikenal sebagai kaporit.

40
Na O Cl  Na + _ O Cl-
Ca (OCl)2  Ca++ + 2 O Cl-
O CL- + H+  H O Cl

Disini H O Cl dan O Cl- disebut sebagai free available chlorine (klor bebas)

dengan daya bunuh H O Cl 40-80 kali lebih besar dari daya bunuh O Cl-.

Apabila ammonia berada di dalam air, maka H O Cl akan bereaksi dengannya

terlebih dahulu dan akan membentuk klo-ramin.

NH3 + H O Cl  NH2Cl + H2O


Mono chloramin
NH2Cl + H O Cl  NHCl2 + H2O
Di chloramin
NH CL2 + H O Cl  N Cl3 + H 2O
Tri chloramin
Ketiga kloramin dikenal sebagai combined available chlorine. Apabila bercampur

dengan klorin maka daya bunuhnya akan menurun.

2.5.6 Pengolahan Lumpur

1) Sludge Thickner

Merupakan bak yang berfungsi untuk menaikkan kandungan solid dari

Lumpur dengan cara mengurangi persamaan fraksi cairan sehingga dapat

dipisahkan dari air dan ketebalnnya berkurang atau pemekatan Lumpur. Tipe

thicner yang digunakan adalah grfity thickner, dimana Lumpur yang dipekatkan

berasal dari primary setting dan clarifier. Perbandingan volume Lumpur drngan

konsentrasi yang diharapkan adalah:

V1 x C1 = V2 x C2

41
Dimana :
V1 = Volume Lumpur yang masuk
C1 = Konsentrasi Lumpur yang masuk
V2 = Volume Lumpur yang terjadi
C2 = Konsentrasi Lumpur yang diharapkan
Perbandingan berat Lumpur :
1 Pt PV
 
Bj .SS Bj .F Bj .V
Dimana :
Bj.SS = Berat jenis suspended
Bj.F = Berat jenis fixed SS
Bj.V = Berat volatile SS
Pt = Prosentasi fixed matter
Pv = Prosentase volatile matter

Luas permukaan thickner ( m2 )


berat solid ker ing ( Kg / hari )
=
Solid loading ( Kg / m3 .hari )

2) Sludge Digester

Merupakan tangki yang berfungsi untuk menguraikan VSS yang ada

dalam SS. Prosentasi VSS yang diuraiakn diasumsikan sekitar 50 % terhadap

berat VSS dalam solid digester sedangkan % VSS yang ke luar dari digester

adalah :

Vs yang keluar
PV =
Berat solid yang ke luar
Berat Lumpur yang ke luar dari digester :
Berat solid yang keluar
Ws =
Pr osentase Solid

42
3) Sludge Drying Bed

Sludge drying bed merupakan suatu bak untuk mengeringkan lumpur hasil

pengolahan gabungan secara biologis. Bakteri pada umumnya berbentuk persegi

panjang yang terdiri dari lapisan pasir, kerikil serta dilengkapi dengan drain untuk

mengalirkan air dari lumpur yang dikeringkan. Waktu pengeringan tergantung

cuaca yang sangat dipengaruhi oleh matahari. Dalam praktek yang paling cepat

terjadi dalam 10 hari. Kadar air yang mampu tersisa dalam sludge pada drying bed

mencapai 75%. Volume lumpur hasil pengeringan dihitung dengan persamaan :

V (1 -  )
V1 =
1  1
Dimana : V1 = Volume lumpur hasil pengeringan (m3/ hari)
V = Volume lumpur mula-mula (m3/hari)
P = Kadar air hasil pengeringan (1%)
P1 = Kadar air mula-mula (%)

Keuntungan operasi sludge drying bed :


- Biaya murah
- Operator sedikit dan tidak memerlukan keahlian khusus
- Konsumsi energi rendah
- Konsumsi bahan kimia rendah

Kerugiannya :
- Memerlukan area yang besar dan luas
- Dibutuhkan lumpur yang stabil

43
- Tergantung pada cuaca
- Pembersihannya secara manual

Kriteria desain sludge drying bed


- Surface loading rate : 60 – 100 kg dry solid / m3
- Tebal bed : 38 – 48 cm
- Lebar bed :5–8m
- Panjang bed : 6 – 30 m
- Waktu pengeringan : 10 – 13 hari
- Tebal lapisan lumpur : 20 – 30 cm
- Tebal lapisan pasir : 23 – 30 cm
- Koefisien uniformity : ≤ 4,0
- Efektif size : 0,3 – 0,75 mm
- Jarak lateral : 2,5 – 6,0
- Kecepatan air dalam desain : ≤ 0,75 m/dt
(Sumber : Metcalf and Edy Inc. Waste Water Treatment. Disposal and Reuse.
1991)

44
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan bersifat diskriptif, dimana pada

pembahasan laporan mengulas tentang penelitian yang diambil berdasarkan ruang

lingkup dan rumusan masalah yang diambil

3.2 Waktu dan Lokasi

Waktu Penelitian yang digunakan dalam penelitian lamanya (empat )

bulan dengan lokasi penelitian yang diambil di Kelurahan Hamadi Distrik

Jayapura Selatan Kota Jayapura.

3.3 Metode Pengumpulan Data

Menurut Leedy, 1980 data diklasifikasikan dalam dua bentuk berdasarkan

sumber pemerolehannya, yaitu:

1. Data Primer

2. Data Sekunder

3.4 Sampel dan Variabel Penelitian

Penentuan Lokasi Sampel air limbah yang diperoleh di lokasi pemntauan dan

dengan titik pengambilan pada penelitian ini diharapkan mampu menggambarkan

kualitas limbah yang akan disalurkan ke perairan peneima. Variabel penelitian

45
dalam penelitian ini meliputi kualitas limbah yang berasal dari limbah domestik

warga dan kuantitas limbah yang berasal dari limbah domestik warga dilokasi

penelitia. Kualitas Limbah Domestik yang diambil terdiri dari parameter Suhu,

pH, DO, COD, BOD, Kuantitas limbah Domestik yang diambil dari volume rata-

rata perhari, serta debit air buangan yang melalui saluran pembuangan limbah

domestik.

3.5 Analisa Data

Data-data yang diperoleh, baik data primer maupun sekunder akan disajikan

dalam bentuk tabel untuk dianalisa secar deskriptif seperti data debit air limbah

dan data kualitas Limbah Cair, data kualitas Limbah Cair nantinya akan

dibandingkan dengan baku mutu guna diketahui tingkat pencemaran yang terjadi.

3.6 Pemilihan Desain Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL)

Untuk menentukan desain IPAL pada kelurahan Haadi ada beberapa tahapan

yang harus dilaksanakan dalam perencanaan Instalasi pengolahan limbah cair

antara lain : segi biaya, ketersediaan lahan, sumberdaya manusia dan alam.

 Segi Biaya

Sistem pengolahan limbah cair domestik lebih menekankan pada

keseimbangan antara penerima pelayanan dan pengeluaran operasional,

jika dalam perencanan instalasi pengolahan sangat mahal maka hal terkecil

yang perlu dilakukan adalah pengolahan limbah cair domestik dengan cara

pemisahan dan penetralan air buangan domestik.

46
 Sumber Daya Manusia

Sumber Daya Manusia disini meliputi tenaga yang diperlukan dan bahan

perlengkapan dan suku cadang

 Ketersediaan Lahan

Hal terpenting adalah tersedianya lahan yang memadai untuk

pembangunan bangunn pengolahan, apabila cukup memadai atau

tercukupi maka harus dipertimbangkan dengan faktor lain yang

mendukung seperti jenis tanah dan kemiringan lahan.

 Tenaga yang diperlukan

Meliputi tenaga teknis maupun non teknis

 Teknik Operasional

Pekerjaan yang memerlukan skill dalam hal ini adalah yaitu masalah listrik

dan mekanik genset dan kompreso, maka diperlukan seorang tenaga yang

khusus mengoperasikan seluruh peralatan serta perawatan.

 Bahan, perlengkapan dan suku cadang

Bahan-bahan yang diperlukan misalnya zat-zat kimia yang dibutuhkan

untuk proses pengolahan seperti bak netralisasi. Bahan lain nya seperti

tawas yang dibubuhkan dalam proses netralisasi, bahan bakar untuk motor

penggerak juga pelumas murni untuk pelumas mesin. Peralatan

monitoring, seperti sapatu boot, kunci pipa, baju kerja. Sedangkan suku

cadang hanya dapat brupa cadangan pompa, cadangan motor penggerak

47
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil

4.1.1 Letak Geografis dan Batas Wilayah

Distrik Jayapura Selatan berada di bagian tengah Kota Jayapura dan beribu kota di

Entrop. Distrik ini memiliki mempunyai 8 kelurahan dan 2 kampung dengan luas

wilayah 61 km2 atau sekitar 6,49% dari luas total Kota Jayapura. Berdasarkan

kedudukan lokasi Distrik Jayapura Selatan memiliki batasan administrasi sebagai

berikut :

• Bagian Utara : Distrik Jayapura Utara

• Bagian Barat : Kabupaten Jayapura

• Bagian Selatan : Distrik Heram dan Distrik Abepura

• Bagian Timur : Samudra Pasifik

4.1.2 Kondisi Fisik

Distrik Jayapura Selatan memiliki topografi yang bervariasi. 15,48%

bagian dari wilayah distrik ini memiliki kemiringan 0-15% yaitu berupa dataran

yang landai, 51,38% bagian dari wilayah distrik ini memiliki kemiringan 15-45%

yaitu daerah yang bergelombang atau berbukit dan 33,15% bagian lainnya

bermorfologi terjal dengan kemiringan lebih dari 45%.

48
Jenis tanah di Distrik Jayapura Selatan memiliki struktur kimiawi podsolik

yang memiliki tingkat kesuburan rendah dan latosol yang cocok untuk pertanian.

Distrik Jayapura Selatan dilalui Kali Acai, Kali Siborgonyi, Kali Entrop I, Kali

Entrop II, Kali Entrop III dan Kali Hanyaan yang bermuar di Lautan Pasifik.

Aliran Kali Entrop II dijadikan sebagai aliran air bersih yang dikelola oleh pihak

PDAM.

4.1.3 Kondisi Sarana Pemukiman

Secara Geografis Lokasi studi berada diantara Kelurahan Entrop dan

Kelurahan Ardipura, Luas wilayah Distrik Jayapura Selatan adalah 61 Km2,

meliputi kelurahan Vim, Entrop,Hamadi, Ardipura, Numbay, Argapura dan 2

Desa yaitu Tobati dan Desa Tahima Soroma, Kelurahan Hamadi berbatasan

langsung dengan,

 Sebelah utara berbatasan dengan Kelurahan Argapura

 Sebelah Selatan berbatsan dengan Kelurahan Entrop

 Sebelah Timur berbatsan dengan Pantai Hamadi

 Sebelah Barat berbatsan dengan Kelurahan Ardipura

Yang menjadi obyek penelitian adalah terletak pada Kelurahan Hamadi RW3,

guna lebih jelasnya maka dapat dilihat pada gambar dibawah ini.

49
Gambar 4.1 Lokasi Penelitian

Dalam kegiatan sehari hari warga RW 3 menggunakan air bersih yang berasal dari

jaringan PDAM, dimana air bersih tersebut digunakan dalam berbagai hal seperti

mencuci, memasak, mandi serta kebutuhan sehari hari lainnya, sistem saluran air

buangan yang ada sekarang berbentuk empat persegi panjang, pengaliran air

buangan dari warga menggunakan sistem gravitasi yang berakhir pada muara

sungai dan pantai Hamadi.

4.1.4 Kuantitas Air Limbah

Kuantitas dari Limbah Cair yang ada di Kelurahan Hamadi adalah berasal

dari air buangan warga, kuantitas air limbah dapat dihitung dari jumlah pemakaian

air bersih. Jumlah penduduk yang terdapat di RW 3 Kelurahan Hamadi adalah

sebesar 200 KK (Kepala Keluarga, adapun pembagian jumlah Kepala Keluarga

tiap-tiap RT dapat kita lihat pada tabel dibawah ini.

50
Tabel 4.1 Jumlah Penduduk RW 3 Kelurahan Hamadi

Jumlah Penduduk
Nama RT Jumlah KK
(jiwa)
RT 1 25 100

RT 2 25 100

RT 3 55 220

RT 4 31 124

RT 5 64 256

Jumlah 200 800


Sumber : Data Kelurahan Hamadi

Dengan asumsi pemakain air bersih sebesar 100 l/orang/hari maka didapatkan

jumlah konsumsi air bersih dalam satu hari, dan dengan jumlah prosentase air

buangan sebesar 80 % dari kebutuhan air bersih (TNY . Tebbot . Principles of

Water Quality Control . 1970), maka didapatkan volume air limbah yang

dihasilkan oleh warga RW 3 Kelurahan Hamadi, untuk lebih jelasnya dapat dilihat

pada tabel berikut ini

Tabel 4.2 Jumlah Air Limbah RW 3 Kelurahan Hamadi

Jumlah Prosentase Air Limbah


Kebutuhan Air Bersih
Nama RT Penduduk (80% x Keb. Air
(100 L/orang/hari)
(jiwa) Bersih) (liter)
RT 1 100 10000 8000

RT 2 100 10000 8000

RT 3 220 22000 17600

RT 4 124 12400 9920

RT 5 256 25600 20480

Jumlah 800 80000 64000


Sumber : Hasil Analisa

51
Dari hasil perhitungan dapat diketahui Volume air limbah yang dihasilkan

oleh warga RW 3 Kelurahan Hamadi adalah sebesar 64.000 l/hari atau sebesar 64

M3/hari. Limbah domestik dari warga RW 3 Kelurahan Hamadi dialirkan dalam

satu saluran berbentuk pesegi panjang, dengan dimensi saluran serta perhitungan

debit sebagai berikut.

Panjang Saluran : 100 meter

Tinggi muka air : 0.05 meter

Lebar dasar saluran : 0.8 meter

Kecepatan aliran : 1.5 meter/dtk

Dengan perhitungan :

Debit Aliran (Q) = Luas Penampang Basah (A) x Kecepatan Aliran (V)

= (0.8 m x 0.05 m) x 1.5 m/detik

= 0.4 m2x1.5 m/dtk

= 0.06 m3/ dtk

4.1.5 Kualitas Air Limbah

Uji kualitas limbah dilakukan dengan 2 uji yakni uji laboratorium dan uji dengan

menggunakan tollkit, titik pengambilan dilakukan pada saluran limbah domestik

yang merupakan saluran primer dari saluran sekunder yang menjadi saluran

pembuangan oleh warga RW 3 untuk lebih jelasnya dapat kita lihat pada gambar

dibawah ini.

52
Gambar 4.2 Kondisi Saluran Limbah Cair

Parameter limbah cair yang digunakan parameter adalah sebagai berikut

BOD,COD, DO, pH dan Suhu, adapun hasil analisa limbah yang dilakukan pada

saluran limbah domestik adalah sebagai berikut

Tabel 4.3 Analisa Kualitas Limbah Domestik

Parameter Satuan Baku Mutu Hasil Analisa


Suhu °C 25 25
pH - 6.5-8.5 7.6
Dissolved Oxygen (DO) mg/L 6 1.4
BOD mg/L 3 3.76
COD mg/L 25 96
Sumber : Hasil Analisa Laboratorium

4.2 Pembahasan

Pencemaran Pada Media Air terutama yang terjadi pada badan air penerima yang

ada di Kali Hamadi terjadi dalam waktu yang cukup lama, pencemaran tersebut

sebagai akibatt dari dilakukannya pembuangn limbah cair domestik tanpa

dilakukannya treatment (pengolahan) terlebih dahulu pada gambar dibawah ini

akan dapat kita perhatikan gambaran kali yang menjadi badan air penerima bagi

limbah domestik, yang ada di Kelurahan Hamadi.

53
Gambar 4.3 Kondisi Badan Air Penerima

Pada gambar diatas dapat kita lihat bagaimana badan air penerima mengalami alih

fungsi sebagai tempat pembuangan sampah maupun limbah domestik, sehingga

biota yang sekiranya hidup tidak akan dapat hidup dalam waktu yang lama, karena

kualitas badan air yang sudah menurun seiring dengan bercampurnya air sungai

dengan limbah cair domestik yang belum mengalami pengolahan terlebih dahulu.

Untuk mengetahui lebih luas tentang air limbah, maka perlu diketahui juga secara

detail mengenai kandungan yang ada di dalam air limbah juga sifat-sifatnya.

Setelah diadakan analisis ternyata bahwa air limbah mempunyai sifat yang dapat

dibedakan menjadi tiga bagian besar di antaranya:

1. Sifat fisik

2. Sifat kimiawi

3. Sifat biologisnya

Adapun cara pengukuran yang dilakukan pada setiap jenis sifat tersebut

dilaksanakan secara berbeda-beda sesuai dengan keadaannya. Analisis jumlah dan

satuan biasanya diterapkan untuk penelaahan bahan kimia, sedangkan analisis

54
dengan menggunakan penggolongan banyak diterapkan apabila menganalisis

kandungan biologisnya.

Pengujian kualitas air pada saluran primer limbah domestik ini menitikberatkan

pada parameter-parameter seperti :

1. Biochemical Oxygen Demand (BOD)

Biochemical Oxygen Demand (BOD) atau kebutuhan oksigen biologis

adalah suatu analisa empiris yang mencoba mendekati secara global

proses-proses mikrobiologis yang benar-benar terjadi di dalam air. Angka

BOD adalah jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh bakteri untuk

menguraikan (mengoksidasikan) hampir semua zat organis yang terlarut

dan sebagian zat-zat organis yang tersuspensi dalam air.

Pemeriksaan BOD diperlukan untuk menentukan beban pencemaran akibat

air buangan penduduk atau industri, dan untuk mendisain sistem-sistem

pengolahan biologis bagi air yang tercermar tersebut. Penguraian zat

organis adalah peristiwa alamiah; kalau sesuatu badan air dicemari oleh

zat organic, bakteri dapat menghabiskan oksigen terlarut, dalam air selama

proses oksidasi tersebut yang bisa mengakibatkan kematian ikan-ikan

dalam air dan keadaan menjadi anaerobik dan dapat menimbulkan bau

busuk pada air tersebut.

55
Jenis bakteri yang mampu mengoksidasi zat organis "biasa" yang berasal

dari sisa-sisa tanaman dan air buangan penduduk, berada pada umumnya

di setiap air slam. Jumlah bakteri ini tidak banyak di air jernih dan di air

buangan industri yang mengandung zat organis. Pada kasus ini pasti perlu

ditambahkan benih bakteri. Untuk oksidasi/penguraian zat organis yang

khas, terutama di beberapa jenis air buangan industri yang mengandung

misalnya fenol, detergen, minyak dan sebagainya bakteri harus diberikan

"waktu penyesuaian" (adaptasi) beberapa hari melalui kontak dengan air

buangan tersebut, sebelum dapat digunakan sebagai benih pada analisa

BOD air tersebut. Sebaliknya beberapa zat organis maupun inorganis

dapat bersifat racun terhadap bakteri (misalnya sianida, tembaga, dan

sebagainya) dan harus dikurangi sampai bates yang diinginkan. Derajat

keracunan ini juga dapat diperkirakan melalui analisa BOD.

Berdasarkan pemeriksaan sampel limbah cair domestik diperoleh

konsentrasi BOD5 untuk limbah cair domestik adalah sebesar 3.76 mg/L.

Hasil pemeriksaan Konsentrasi BOD5 limbah cair domestik masih berada

dibawah standard baku mutu yang telah ditetapkan pemerintah. Kondisi ini

akan diatasi dengan pengolahan awal (pretratment) seperti screening,

ataupun filtrasi, karen kedua proses tersebut akan menurunkan kandungan

BOD, sehingga kualitas buangan Limbah cair domestik akan aman diterima

oleh badan air.

56
2. Dissolved Oxygen (DO)

Kadar oksigen yang terlarut di perairan alami bervariasi, tergantung pada

suhu, salinitas, turbulensi air, dan tekanan atmosfer. Semakin besar

suhu dan ketinggian (altitude) serta semakin kecil tekanan atmosfer,

kadar oksigen terlarut semakin kecil (Jeffries dan Mills, 1996).

Kadar oksigen terlarut juga berfluktuasi secara harian (diurnal) dan

musiman, tergantung pada percampuran (mixing) dan pergerakan

(turbulence) massa air, aktivitas fotosintesis, respirasi, dan limbah

(effluent) ya masuk ke badan air. Kadar oksigen jenuh di perairan berada

dalam kesetimbangan dengan kadar oksigen di atmosfer. Pada kondisi

jenuh tersebut, tidak ada oksigel yang mengalami difusi dari udara ke

dalam air dan sebaliknya (Mackeretl et al., 1989). Transfer oksigen dari

udara ke perairan terjadi melalui prose difusi dan penghilangan oksigen

dari perairan ke udara akan terjadi jik kondisi jenuh belum tercapai.

Semakin tinggi tekanan air, kelarutan oksigen semakin tinggi. Sifat

kelarutan gas oksigen lebih rendah daripada sifat kelarutan gas

nitrogen. Demikian juga, kelarutan gas oksigen di perairan lebih

rendah daripada kelarutan gas nitrogen.

57
Kadar DO (Disolved Oxygen) pada limbah cair domestik pada

pengukuran adalah sebesar 1.4 mg/L, kondisi ini jauh dibawah ambang

batas yang telah ditetapkan oleh pemerintah yakni sebesar 6 mg/L,

konsentrasi oksigen yang rendah disebabkan oleh karakteristik buangan

yang ada, air buangan yang ada sebagaian adalah sisa kegiatan dapur,

dan kegiatan mencuci yang sudah bercampur oksigen sehingga kecil

kemungkinan terdapatnya kandungan oksigen dalam air buangan

tersebut, selain itu kondisi dasar saluran yang terbuat dari pasangan batu,

kondisi saluran pada gilirannya akan mempengaruhi jenis aliran yang

ada, pada jenis aliran turbulen akan terdapat kemungkinan kandungan

oksigen yang lebih banyak dibandingkan pada saluran yang bersifat

laminer, kondisi turbulen memungkinkan kontak air dengan oksigen

yang lebih besar sebagai akibat aliran air yang tidak beraturan

sebagaimana aliran laminer.

3. pH

Konsentrasi ion hidrogen adalah ukuran kualitas dari air maupun dari air

limbah. Adapun kadar yang yang baik adalah kadar di mana masih

memungkinkan kehidupan biologis di dalam air berjalan dengan baik. Air

limbah dengan konsentrasi air limbah yang tidak netral akan menyulitkan

proses biologis, sehingga mengganggu proses penjernihannya. pH yang

baik bagi air minum dan air limbah adalah netral (7). Semakin kecil nilai

pH nya, maka akan menyebabkan air tersebut berupa asam.

58
Berdasarkan pemeriksaan sampel limbah cair domestik didapatkan hasil

pH (derajat keasaman) limbah cair domestik yang terdapat pada kelurahan

hamadi berada pada kondisi normal yakni berada pada kisaran 7.6 dengan

perbandingan baku mutu yang ada adalah sebesar 6.5 – 8.5.

4. COD (Chemical Oxygen Demand)

Konsentrasi COD los ikan berdasaakan hasil uji sampel memiliki

konsentrasi sebesar 96 mg/L, konsentrasi tersebut jauh melebihi

konsentrasi yang dianjurkan untuk dapat dibuang dalam badan air yakni

sebesar 25 mg/L.

5. Suhu

Suhu hasil pemerikasaan sampel limbah cair domestik di Kelurahan

Domestik menunjukkan nilai yang memenuhi persyaratan bakumutu


0
limbah cair yang ada yakni sebesar 25 C, suhu yang memenuhi syarat

tersebut dimungkinkan karena limbah yang ada berasal dari limbah cair

domestik (rumah tangga), bukan berasal dari buangan indutri yang

cenderung mempunyai suhu yang ekstrim sebagai akibat dari proses

produksi.

4.2.1 Perencanaan IPAL Domestik Kelurahan Hamadi

Melihat kondisi dari badan air yang menjadi badan penerima buangan

limbah cair domestik serta prediksi dampak lanjutan yang diakibatkan apabila

keadaan ini tidak segera dilakukan pembenahan serta perencanaan IPAL

domestik.

59
Bangunan pengolahan limbah cair domestik yang direncanakan diharapkan

nantinya berfungsi dengan baik untuk mengurangi konsentrasi kandungan dari

limbah cair yang dihasilkan dan juga bertujuan agar kondisi lingkungan dapat

terjaga sebagaimana mestinya sesuai dengan fungsinya.

Perencanaan bangunan IPAL direncanakan menggunakan proses aerasi

sebagai penambah oksigen sehingga oksigen terlarut akan bertambah dan sesuai

dengan baku mutu yang ada. Menurut Donal W. Sundstrom & H.E. Klei. 1979

dalam Komposisi Air Limbah Rumah tangga dan Presentase Pengurangannya

Akibat Pengolahan Pertama dan Kedua, proses penurunan kandungan COD dan

BOD pada proses pengolahan tahap pertama adalah sebesar 30% dan pengolahan

keduanya adalah sebesar 80 % dan 90 %, dari hasil perencanaan diatas dapat

ditabulasikan data-data sebagai berikut.

Tabel 4.4 Analisa Kualitas Limbah Domestik


dengan Pengolahan Pertama dan Pengolahan Kedua

Pengolahan Pengolahan
Baku Hasil
Parameter Satuan Pertama (10 Kedua
Mutu Analisa
%) (80%-90 %)
Suhu 25 25 25 25
pH 6.5-8.5 7.6 7.6 7
DO mg/L 6 1.4 1.4 6
BOD mg/L 3 3.76 3.38 0.7
COD mg/L 25 96 86.4 17
Sumber : Hasil Analisa Laboratorium

Perencanaan pengolahan yang direncanakan dilakukan akan meliputi beberapa

tahapan diantaranya adalah sebagai berikut:

60
1. Pengolahan pendahuluan (Preliminary treatment)

Merupakan tahap pengkondisian air limbah sebelum masuk ke unit

pengolahan.

2. Pengolahan utama (Primary treatment)

Merupakan tahap pengolahan awal dengan tujuan untuk mereduksi

material fisik.

3. Pengolahan kedua (Secondary treatment)

Merupakan tahap pengolahan kedua dengan tujuan untuk

mereduksi material organik.

Untuk lebih mudahnya jenis pengolahan yang akan dilakukan dapat ditabulasikan

pada tabel dibawah ini

Tabel 4.5 Analisa Kualitas Limbah Domestik


dengan Pengolahan Pertama dan Pengolahan Kedua
Pengolahan Pengolahan Utama
Pendahuluan
Screening Bak Aerasi
Bak pengumpul -

Limbah cair domestik yang dihasilkan dari aktifitas rumah tangga secepatnya

disalurkan kedalam saluran, untuk menghindari masuknya benda-benda tertentu

kedalam saluran air buangan limbah domestik maka saluran dibuat sebagai

saluran tertutup, serta diberikan bak kontrol yang berada diatas screening guna

mengantisipasi apabila terdapat sampah-sampah yang tersangkut pada screen,

61
Gambar 4.4 Tipikal Saluran Tertutup, Screening dan Manhole

Limbah cair domestik pada awalnya akan dikumpulkan menjadi satu pada bak

pengumpul, bak pengumpul berfungsi mengumpulkan semua beban limbah yang

ada untuk kemudian dilakukan pengaliran pada unit aerasi, pada bak pengumpul

teradi proses pengurangan konsentrasi beban endapan (lumpur) yang mungkin

lolos pada proses screening. Pada dasar bak pengumpul terdapat zona

pengendapan lumpur yang menjadi tempat pengendapan lumpur, adapun gambar

dari bak pengumpul adalah sebagai berikut

Gambar 4.5 Bak Penampung Limbah Domestik

62
Penambahan udara (oksigen) pada bak aerasi dengan menggunakan sistem

difusser yakni menggunakan sebuah kompresor udara sebagai media penyakur

udara (transfer gas), tujuan dilakukannya pemberian udara dalam bak aerasi ini,

adalah untuk meningkatkan konsentrasi okasigen terlarut (Disolved Oksigen)

dalam air limbah. Proses penambahan udara pada tanki aerasi dapat diperliahatkan

pada gambar berikut ini.

Gambar 4.6 Bak Aerasi

4.2.2 Perhitungan Dimensi IPAL Domestik Kelurahan Hamadi

 Dimensi Lubang Kontrol ( Manhole)

Dimensi tempat kontrol (manhole) yang direncanakan berbentuk

kubus, adapun ukuran dan bentuk dari lubang kontrol (manhole)

dapat dilihat pada gambar

63
Gambar 4.6 Dimensi Manhole

 Dimensi Bak pengumpul

Berdasarkan perhitungan jumlah beban limbah yang dihasilkan

dalam sehari adalah sebesar 64 M3, maka direncanakan volume bak

pengumpul sebesar 70 M3, adapun dimensi dari bak pengumpul

dapat dilihat pada gambar dibawah ini.

Gambar 4.7 Dimensi Bak Pengumpul

64
 Dimensi Bak Aerasi

Adapun volume bak aerasi direncanakan sama dengan bak

pengumpul yakni 70 M3, dengan luas efektifnya adalah

63 M3,adapun gambaran dimensinya adalah sebagai berikut.

Gambar 4.8 Desain Bak Aerasi

Dalam bak aerasi terjadi proses transfer oksigen yang bertujuan untuk

meningkatkan kandungan oksigen terlarut dalam limbah cair domestik. Pengujian


0
suhu limbah cair domestik menunjukkan angka sebesar 25 C, dengan melihat

tabel di bawah ini.

65
Tabel 4.6 Konsentrasi Jenuh Oksigen Terlarut
Pada Tekanan 1 atm

Suhu (°C) Cs (mg/L)


0 14.62
2 13.84
4 13.13
6 12.48
8 11.87
10 11.33
12 10.83
14 10.37
16 9.95
18 9.54
20 9.17
22 8.83
24 8.53
26 8.22
28 7.92
30 7.63

Penentuan konsentrasi jenuh oksigen pada suhu 25 0 C

Cs25 = Cs22 – (Cs22 - Cs22)/2

= 8.83 – (8.83 – 8.53)/2

= 8.83 – 0.15

= 8.68 mg/L/jam

Sehingga didapatkan kebutuhan oksigen terlarut sebesar

Kg O2/jam = Cs * V

= 8.68 mgO2/l /jam x 63 M3

= 8.68 KgO2/l /jam x 10 -6 x 63000 l

= 0.55 KgO2/Jam

BAB V

66
PENUTUP

5.1 KESIMPULAN

Adapun kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini berdasarkan

pembahasan pada bab sebelumnya, sekaligus menilik dari tujuan dilakukannya

penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Karakteristik limbah cair yang ada di kelurahan Hamadi adalah merupakan

Limbah buangan dari aktifitas rumah tangga, seperti kegiatan memasak

serta mencuci, dan aktifitas rumah tangga yang lainnya, beban limbah

yang terbentuk dari aktifitas warga adalah sebesar 64.000 l/hari atau

sekitar 64 M3, dengan kualitas buangan nya suhu 25°C, konsentrasi DO

1.4 mg/L, pH 7.6, Konsentrasi BOD 3.76 mg/L dan konsentrasi COD

sebesar 96 mg/L. Konsentrasi parameter limbah diatas berada diatas

ambang batas yang telah ditetapkan oleh pemerintah sehingga perlu

kiranya dilakukan pengolahan terlebih dahulu sebelum dilakukannya

pemuangan kepada badan air penerima

2. Perencanaan bangunan IPAL domestik yang disarankan adalah dengan

menggunakan sistem aerasi yakni mempompakan sejumlah oksigen

kedalam cairan limbah domestik dengan unit bangunan lainnya berupa bak

pengumpul, screen serta manhole yang berfungsi sebaik lubang pemeriksa,

dengan mempergunakan sistem ini diharapkan terjadi efisiensi terhadap

kualitas limbah cair domestik yang ada sebesar 10 % untuk tahap pertama

dan 80-90% pada tahap kedua.

67
5.2 SARAN

Berdasarkan kesimpulan diatas maka dapat diberikan saran yakni:

1. Dilakukannya penutupan sepanjang saluran limbah domestik yang ada,

sehingga efisiensi pengolahan dapat tercapai, ada beberapa hal yang dapat

mengganggu proses tersebut diantaranya adalah sampah yang masuk

kedalam saluran pembawa, yang lambat laun akan mengganggu aliran

limbah yang ada

2. Perlunya dilakukan pengkajian apabila ditambahakan pengolahan dengan

menggunakan Construction Wetland, serta pemilihan Fitoremediator yang

sesuai dengan karakteritik limbah yang ada pada Kelurahan Hamadi

Jayapura Selatan.

DAFTAR PUSTAKA

68
Daryanto. 2004. Masalah Pencemaran. Bandung. PT. Tarsito.

Hindarko,S. 2003. Mengolah Air Limbah Sungai Tidak Mencemari Orang Lain.

Jakarta. ESHA.

69

Anda mungkin juga menyukai