LP Stroke Hemoragik
LP Stroke Hemoragik
LP Stroke Hemoragik
B. Etiologi
Stroke hemoragik umumnya disebabkan oleh adanya perdarahan
intracranial dengan gejala peningkatan tekana darah systole > 200 mmHg
pada hipertonik dan 180 mmHg pada normotonik, bradikardia, wajah
keunguan, sianosis, dan pernafasan mengorok.
Penyebab stroke hemoragik, yaitu :
1. Kekurangan suplai oksigen yang menuju otak.
2. Pecahnya pembuluh darah di otak karena kerapuhan pembuluh
darah otak.
3. Adanya sumbatan bekuan darah di otak. (Batticaca 2008).
C. Manifestasi Klinik
Gejala stroke hemoragik bervariasi tergantung pada lokasi pendarahan
dan jumlah jaringan otak yang terkena. Gejala biasanya muncul tiba-tiba,
tanpa peringatan, dan sering selama aktivitas.
Manifestasi klinis stroke menurut Smeltzer & Bare (2002), antara lain:
defisit lapang pandang, defisit motorik, defisit sensorik, defisit verbal, defisit
kognitif dan defisit emosional.
1. Defisit Lapang Pandangan
a. Tidak menyadari orang atau objek di tempat kehilangan penglihatan
b. Kesulitan menilai jarak
c. Diplopia
2. Defisit Motorik
a. Hemiparesis (kelemahan wajah, lengan, dan kaki pada sisi yang sama).
b. Hemiplegi (Paralisis wajah, lengan dan kaki pada sisi yang sama).
c. Ataksia (Berjalan tidak mantap, dan tidak mampu menyatukan kaki.
d. Disartria (Kesulitan berbicara), ditunjukkan dengan bicara yang sulit
dimengerti yang disebabkan oleh paralisis otot yang bertanggung
jawab untuk menghasilkan bicara.
e. Disfagia (Kesulitan dalam menelan)
3. Defisit Sensorik : kebas dan kesemutan pada bagian tubuh
4. Defisit Verbal
a. Afasia ekspresif (Tidak mampu membentuk kata yang dapat dipahami)
b. Afasia reseptif (Tidak mampu memahami kata yang dibicarakan)
c. Afasia global (kombinal baik afasia reseptif dan ekspresif)
5. Defisit Kognitif
a. Kehilangan memori jangka pendek dan panjang
b. Penurunan lapang perhatian
c. Kerusakan kemampuan untuk berkonsentrasi
d. Perubahan penilaian
6. Defisit Emosional
a. Kehilangan kontrol diri
b. Labilitas emosional
c. Penurunan toleransi pada situasi yang menimbulkan stres
d. Depresi
e. Menarik diri
f. Rasa takut, bermusuhan dan marah
g. Perasaan isolasi
D. Patofisiologi
Tahapan patofisologi terjadinya stroke adalah kerusakan pembuluh
darah otak, pembuluh darah tidak mampu mengalirkan darah atau pembuluh
darah pecah dan bagian otak yang memperoleh darah dari pembuluh yang
rusak tadi fungsinya menjadi terganggu hingga timbul gejala-gejala stroke.
Tahapan tersebut tidak terjadi dalam waktu singkat. Pada tahap
pertama dimana dinding pembuluh darah yang mengalirkan darah ke otak
mula-mula terkena berupa aterosklerosis pada pembuluh-pembuluh yang
kecil. Penebalan dinding pembuluh darah ini terjadi berangsung-angsur dan
diakibatkan oleh hipertensi, DM, peninggian kadar asam urat atau lemak
dalam darah, perokok berat dll.
Proses penebalan timbul berangsur-angsur dalam waktu beberapa
tahun atau akhirnya suatu saat terjadi sumbatan dimana aliran darah yang
terjadi cukup ditolerir oleh otak. Akhirnya karena sempitnya lumen pembuluh
darah tersebut tidak cukup lagi memberi darah pada pembuluh darah otak ini
menyebabkan kerapuhan dan pembuluh darah menjadi pecah dan timbul
perdarahan. Pada saat dimana pembuluh darah tersebut pecah atau tersumbat
hingga aliran darah tidak cukup lagi memberi darah lalu timbul gejala-gejala
neurologik berupa kelumpuhan, tidak bisa bicara atau pingsan, diplopia
secara mendadak. Sumbatan pembuluh darah otak dapat juga terjadi akibat
adanya bekuan-bekuan darah dari luar otak (jantung atau pembuluh besar
tubuh) atau dari pembuluh darah leher (karotis) yang terlepas dari dinding
pembuluh tersebut dan terbawa ke otak lalu menyumbat. Efek spesifik stroke
sangat tergantung bagian mana dari otak yang mengalami kekurangan
oksigen. Jika aliran darah yang terputus adalah yang menuju bagian otak yang
mengatur saraf bicara, stroke akan menyebabkan penderita tidak bisa
berbicara atau pengucapan yang tidak jelas. Kesulitan dalam
mengekspresikan dalam perkataan ataupun tulisan, gangguan dalam mengerti
inti percakapan. Jika stroke merusak bagian otak yang mengatur kemampuan
gerak, penderita akan mengalami kesulitan dalam berjalan, menggerakkan
tangan. Biasanya terjadi pada salah satu sisi tubuh, kiri atau kanan. Selain
masalah fisik, stroke memberi efek pada psikologi, orang yang mengalami
stroke lebih mudah depresi, marah, frustasi karena sulitnya untuk melakukan
tugas dimana sebelum stroke semuanya sudah berjalan dengan normal dan
otomatis (Muttaqin, 2008).
Perdarahan pada stroke hemoragik biasanya terjadi pada intraserebral
dan subarachnoid. Perdarahan intraserebral biasanya timbul karena pecahnya
mikroaneurisma (Berry aneurysm) akibat hipertensi maligna. Pecahnya
pembuluh darah otak terutama karena hipertensi ini mengakibatkan darah
masuk ke dalam jaringan otak, membentuk massa atau hematom yang
menekan jaringan otak dan menimbulkan oedema di sekitar otak. Peningkatan
TIK yang terjadi dengan cepat dapat mengakibatkan kematian yang
mendadak karena herniasi otak. Perdarahan intra cerebral sering dijumpai di
daerah putamen, talamus, sub kortikal, nukleus kaudatus, pon, dan
cerebellum. Hipertensi kronis mengakibatkan perubahan struktur dinding
permbuluh darah berupa lipohyalinosis atau nekrosis fibrinoid.
Perdarahan subarachnoid (PSA) terjadi akibat pembuluh darah
disekitar permukaan otak pecah, sehingga terjadi ekstravasasi darah ke ruang
subarachnoid. Perdarahan subarachnoid umumnya disebabkan oleh rupturnya
aneurisma sakular atau perdarahan dari arteriovenous malformation (AVM).
Peningkatan
tekanan sistemik Gangguan perfusi
jaringan serebral
Aneurisma / APM
Vasospasme Arteri
Perdarahan serebral
Arakhnoid/ventrikel Iskemik/infark
otak
Deficit neurologi
Hematoma serebral
Hemisfer Kanan Hemisfer Kiri
Peningkatan
TIK/herniasis Hemiparase/plegi Hemiparase/plegi
serebral kiri kanan
Penurunan Kesadaran
Penekanan saluran
pernafasan Deficit perawatan Hambatan
diri Mobilitas fisik
Bersihan jalan
Risiko gangguan Risiko
nafas tidak efektif
integritas kulit ketidakseimbangan
nutrisi
Area Gocca Kerusakan kontrol
syaraf motorik
Kerusakan fungsi N
VII dan N XII Kontrol spingter
ani menhilang
Hambatan
Inkontinensia
komunikasi verbal
urine/retensi urine
Gangguan
Risiko jatuh Eliminasi Urine
G. Pemeriksaan Penunjang
a. Laboratorium: darah rutin, gula darah, urin rutin, cairan serebrospinal,
AGD, biokimia darah, elektrolit.
b. CT Scan kepala untuk mengetahui lokasi dan luasnya perdarahan dan juga
untuk memperlihatkan adanya edema hematoma, iskemia, dan adanya
infark.
c. Ultrasonografi doppler: mengidentifikasi penyakit arterio vena.
d. Angiografi serebral membantu menentukan penyebab stroke secara
spesifik seperti perdarahan atau obstruksi arteri.
e. MRI: menunjukkan darah yang mengalami infark, hemoragic.
f. EEG: memperlihatkan daerah lesi yang spesifik.
g. Sinar X tengkorak: menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pineal
daerah yang berlawanan dari masa yang meluas, klasifikasi karotis interna
terdapat pada trombosit serebral, klasifikasi parsial dinding aneurisme
pada perdarahan sub arachhnoid. (Batticaca, 2008)
H. Komplikasi
Komplikasi stroke hemoragik meliputi ( Smeltzer & Bare,2001) :
1. Hipoksia Serebral.
2. Penurunan Darah Serebral.
3. Luasnya Area Cedera.
7. Pemeriksaan fisik
1) Keadaan umum
Melangalami penurunan kesadaran, suara bicara : kadang mengalami
gangguan yaitu sukar dimengerti, kadang tidak bisa bicara/ afaksia.
Tanda – tanda vital : TD meningkat, nadi bervariasi.
2) Sistem integument
Tidak tampak ikterus, permukaan kulit kering, tekstur kasar, perubahan
warna kulit; muka tampak pucat.
3) Kepala
Normo cephalic, simetris, biasanya terdapat nyeri kepala/sakit kepala.
4) Muka
Asimetris, otot muka dan rahang kekuatan lemah.
5) Mata
Alis mata, kelopak mata normal, konjuktiva anemis (+/+), pupil isokor,
sclera ikterus (-/ -), reflek cahaya positif. Tajam penglihatan tidak dapat
dievalusai,mata tampak cowong.
6) Telinga
Secret, serumen, benda asing, membran timpani dalam batas normal
7) Hidung
Deformitas, mukosa, secret, bau, obstruksi tidak ada, pernafasan cuping
hidung tidak ada.
8) Mulut dan faring
Biasanya terpasang NGT
9) Leher
Simetris, kaku kuduk, tidak ada benjolan limphe nodul.
10) Thoraks
Gerakan dada simetris, retraksi supra sternal (-), retraksi intercoste (-),
perkusi resonan, rhonchi -/- pada basal paru, wheezing -/-, vocal
fremitus tidak teridentifikasi.
11) Jantung
Batas jantung kiri ics 2 sternal kiri dan ics 4 sternal kiri, batas kanan ics
2 sternal kanan dan ics 5 mid axilla kanan.perkusi dullness. Bunyi S1
dan S2 tunggal; dalam batas normal, gallop(-), mumur (-). capillary
refill 2 detik .
12) Abdomen
Terjadi distensi abdomen, Bising usus menurun.
13) Genitalia-Anus
Pembengkakan pembuluh limfe tidak ada., tidak ada hemoroid,
terpasang kateter.
14) Ekstremitas
Akral hangat, kaji edema , kaji kekuatan otot , gerak yang tidak disadari
, atropi atau tidak, capillary refill, Perifer tampak pucat atau tidak.
B. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan perfusi jaringan cerebral berhubungan dengan gangguan aliran
darah sekunder akibat peningkatan tekanan intracranial.
2. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan kehilangan kontrol
otot facial atau oral.
3. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan neuromuscular
4. Resiko gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan ketidakmampuan menelan.
5. Deficit perawatan diri berhubungan dengan hemiparese/hemiplegi.
6. Resiko terjadinya ketidakefektifan bersihan jalan nafas yang
berhubungan dengan menurunnya refleks batuk dan menelan, imobilisasi.
7. Resiko gangguan integritas kulit berhubungan dengan tirah baring lama.
8. Gangguan eliminasi uri (incontinensia uri) yang berhubungan dengan
penurunan sensasi, disfungsi kognitif, ketidakmampuan untuk
berkomunikasi.
9. Risiko jatuh berhubungan dengan penurunan kesadaran.
C. Perencanaan
NO Diagnosa NOC NIC
1. Gangguan perfusi NOC : NIC :
jaringan cerebral
1. Circulation status Peripheral Sensation
berhubungan dengan
2. Tissue Prefusion : Management
gangguan aliran darah
cerebral (Manajemen sensasi
sekunder akibat
Kriteria Hasil : perifer)
peningkatan tekanan
intracranial. 1. mendemonstrasikan 1. Monitor adanya
status sirkulasi yang daerah tertentu yang
ditandai dengan : hanya peka terhadap
a. Tekanan systole panas/dingin/tajam/tu
dandiastole dalam mpul
rentang yang 2. Monitor adanya
diharapkan paretese
b. Tidak ada 3. Instruksikan keluarga
ortostatikhipertensi untuk mengobservasi
c. Tidak ada tanda kulit jika ada lsi atau
tanda peningkatan laserasi
tekanan intrakranial 4. Gunakan sarun tangan
(tidak lebih dari 15 untuk proteksi
mmHg) 5. Batasi gerakan pada
2. mendemonstrasikan kepala, leher dan
kemampuan kognitif punggung
yang ditandai dengan: 6. Monitor kemampuan
a. berkomunikasi BAB
dengan jelas dan 7. Kolaborasi pemberian
sesuai dengan analgetik
kemampuan 8. Monitor adanya
b. menunjukkan tromboplebitis
perhatian, 9. Diskusikan menganai
konsentrasi dan penyebab perubahan
orientasi sensasi
c. memproses
informasi
d. membuat keputusan
dengan benar
e. menunjukkan fungsi
sensori motori
cranial yang utuh :
tingkat kesadaran
mambaik, tidak ada
gerakan gerakan
involunter
2. Gangguan komunikasi NOC NIC
1. Anxiety self control Communication
verbal berhubungan
2. Coping
Enhancement : Speech
dengan kehilangan 3. Sensory function :
Deficit.
kontrol otot facial atau hearing & vision
1. Gunakan penerjemah,
4. Fear self control
oral.
Kriteria hasil : jika diperlukan
1. Komunikasi : 2. Beri satu kalimat
penerimaan, simple setiap bertemu,
interpretasi, dan jika diperlukan
3. Dorong pasien untuk
ekspresi pesan lisan,
berkomunikasi secara
tulisan, dan non verbal
perlah dan untuk
meningkat.
2. Komunikasi ekspresif mengulangi
(kesulitan berbicara) : permintaan
4. Berikan pujian positif
ekspresif pesan verbal
Communication
dan atau non verbal
Enhancement : Hearing
yang bermakna.
Defisit
3. Komunikasi resptif
Communication
(kesulitan mendengar) :
Enhancement : Visual
penerimaan komunikasi
defisit
dan interpretasi pesan Ansiety Reduction
Active Listening
verbal dan/atau non
verbal.
4. Gerakan terkoordinasi :
mampu mengkoordinasi
gerakan dalam
menggunakan isyarat
5. Pengolahan informasi :
klien mampu untuk
memperoleh, mengatur,
dan menggunakan
informasi
6. Mampu mengontrol
respon ketakutan dan
kecemasan terhadap
ketidakmapuan
berbicara
7. Mampu manajemen
kemampuan fisik yang
dimiliki
8. Mampu
mengkomunikasikan
kebutuha dengan
lingkungan.
3. Gangguan mobilitas NOC : NIC :
1. Joint Movement : Exercise therapy :
fisik berhubungan
Active ambulation
dengan kerusakan
1. Monitoring vital sign
2. Mobility Level
neuromuscular
sebelm/sesudah
3. Self care : ADLs
latihan dan lihat
4. Transfer performance
respon pasien saat
Kriteria hasil:
latihan
1. Klien meningkat
2. Konsultasikan dengan
dalam aktivitas fisik
terapi fisik tentang
2. Mengerti tujuan dari
rencana ambulasi
peningkatan mobilitas
sesuai dengan
3. Memverbalisasikan
kebutuhan
perasaan dalam 3. Bantu klien untuk
meningkatkan menggunakan tongkat
kekuatan dan saat berjalan dan
kemampuan berpindah cegah terhadap cedera
4. Ajarkan pasien atau
4. Memperagakan
tenaga kesehatan lain
penggunaan alat Bantu
tentang teknik
untuk mobilisasi
ambulasi
(walker)
5. Kaji kemampuan
pasien dalam
mobilisasi
6. Latih pasien dalam
pemenuhan kebutuhan
ADLs secara mandiri
sesuai kemampuan
7. Dampingi dan Bantu
pasien saat mobilisasi
dan bantu penuhi
kebutuhan
ADLs
1. Berikan alat Bantu
jika klien
memerlukan.
2. Ajarkan pasien
bagaimana merubah
posisi dan berikan
bantuan jika
diperlukan
1. BB pasien dalam
batas normal
2. Monitor adanya
penurunan berat
badan
3. Monitor tipe dan
jumlah aktivitas yang
bisa dilakukan
4. Monitor lingkungan
selama makan
5. Jadwalkan
pengobatan dan
tindakan tidak
selama jam makan
6. Monitor mual
muntah
7. Monitor kadar
albumin, total
protein, Hb, dan
kadar Ht
Monitor kalori dan intake
nutrisi
9. Memandikan
pasien dengan
sabun dan air
hangat
5. Ciptakan lingkungan
yang aman bagi
pasien
7. Libatkan keluarga
dalam membatu
pasien mobilisasi.
D. Pelaksanaan
Tindakan keperawatan disesuaikan dengan intervensi yang telah disusun pada
uraian rencana keperawatan.
E. Evaluasi
Evaluasi tindakan disesuaikan dengan kriteria hasil pada tujuan di rencana
tindakan.
DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Suddart. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Vol. 3
Jakarta : EGC
Smeltzer, S. C., & Bare, B. G. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah
Brunner & Suddarth Edisi 8 Volume 3. Jakarta : EGC.