Proposal Ebn
Proposal Ebn
Proposal Ebn
Disusun oleh :
1. Eka Suci Wati
2. Farida Navrizal
3. Lazkar Gesang Laksana
4. Muhammad Junaedi
5. Mukhlis Supriadi
6. Rina Wati
7. Rosita Destiana
8. Syifaunisa
A. Latar Belakang
Pembedahan atau operasi adalah semua tindakan pengobatan yang dilakukan
secara invasif dengan cara membuka atau menampilkan bagian tubuh yang akan
ditangani. Pada umumnya dilakukan dengan membuat sayatan serta diakhiri
dengan penutupan dangan jahitan luka. Sayatan serta jahitan yang dihasilkan
dari tindakan pembedahan merupakan suatu trauma bagi penderita dan ini bisa
menimbulkan berbagai keluhan dan gejala. Akibat dari prosedur pembedahan
pasien akan mengalami gangguan rasa nyaman nyeri (Potter & Perry, 2005).
Nyeri sendiri merupakan cara tubuh untuk memberitahu kita bahwa terjadi
sesuatu yang salah. Nyeri bekerja sebagai suatu sistem alarm yang memberikan
sinyal untuk berhenti melakukan sesuatu yang mungkin menyakitkan bagi
tubuh, dan dengan cara ini melindungi tubuh dari keadaan yang berbahaya
(Archard & Graham, 2007). Data World Health Organization (WHO, 2009)
menunjukkan bahwa selama lebih dari satu abad perawatan bedah telah menjadi
komponen penting dari perawatan kesehatan di seluruh dunia. Diperkirakan
setiap tahun ada 230 juta operasi utama dilakukan diseluruh dunia, satu untuk
setiap 25 orang hidup (Hastri dkk, 2012).
Nyeri dinyatakan sebagai tanda-tanda vital kelima oleh The American Pain
Society (2005, dalam Smeltzer & Bare, 2005). Joint Commission on the
Accreditation of Healthcare Organization (JCAHO) (2003, dalam Black &
Hawk, 2005) berdasarkan hal tersebut menyatakan bahwa keluhan nyeri harus
dinilai pada semua pasien karena mereka mempunyai hak untuk dikaji dan
diberikan penatalaksanaan nyeri secara tepat. Ikorski dan Barker (2004, dalam
Black & Hawk, 2005) mengemukakan bahwa nyeri akut yang tidak berkurang
dapat menyebabkan pasien mengalami debilitation (kelemahan tenaga/
kehilangan motivasi), menghambat kualitas hidup, dan depresi. Nyeri akut
pascabedah yang tidak ditangani dengan baik dapat berkembang menjadi
sindrom nyeri kronik yang dapat menyebabkan terjadinya banyak komplikasi.
Nyeri merupakan masalah utama yang terjadi pada pasien post operasi.
Penanganan nyeri yang baik akan meningkatkan dan mempercepat
penyembuhan. Strategi penatalaksanaan nyeri mencakup baik secara
farmakologis maupun secara nonfarmakologis. Penatalaksanaan nyeri secara
farmakologis yaitu kolaborasi dengan dokter dalam pemberian analgesik dan
anestesi. Analgesik merupakan metode yang umum untuk mengatasi nyeri.
Anestesi lokal dan regional, (Potter & Perry, 2006). Sedangkan penatalaksanaan
nyeri secara nonfarmakologis yaitu metode pereda nyeri yang biasanya
mempunyai resiko yang sangat rendah. Metode ini diperlukan untuk
mempersingkat episode nyeri yang berlangsung hanya beberapa detik atau
menit (Smeltzer & Bare, 2002). Penatalaksanaan nyeri secara nonfarmakologis
untuk mengurangi nyeri terdiri dari beberapa teknik diantaranya adalah
Distraksi, Relaksasi, Imajinasi terbimbing, dan salah satunya adalah
Hipnoterapi.
Penggunaan hipnotis sudah ada sebelum sejarah itu sendiri tercatat, sejak awal
mula peradaban manusia. Tentu saja waktu itu hipnotis belum dikenal dengan
nama “hipnotis”. Hipnotis pada masa dulu dipraktekkan dalam ritual agama
maupun ritual penyembuhan. Sejarah hipnosis modern dimulai pada abad ke 18,
catatan sejarah tertua tentang hipnotis yang diketahui saat ini berasal dari Ebers
Papyrus yang menjelaskan teori dan praktek pengobatan bangsa Mesir Kuno
pada tahun 1552 SM. Hipnosis telah dipraktekkan di tempat yang berbeda
dengan berbagai istilah sejak dahulun (Kroger, 2007)
Sebagian orang mengira hipnosis sama dengan tidur, padahal kedua kondisi ini
jelas berbeda. Kondisi hipnosis terjadi saat tubuh dalam keadaan rilaks dan
pikiran menjadi tenang, tetapi ketika seseorang masih tetap bisa mendengar
suara-suara di sekitar. Sedangkan pada saat tidur, kita sama sekali tidak dapat
mendengar suara-suara disekitar. Dalam kondisi hipnosis, pikiran kita menjadi
lebih terbuka terhadap perubahan. Dalam kondisi rilaks inilah, kita dapat
memberikan sugesti yang dapat menyembuhkan berbagai penyakit yang ada,
baik dalam jiwa maupun badan, menentukan tingkat kecemasan dan dapat
meningkatkan kuallitas kehidupan.
Hal ini juga didukung oleh Sumarwanto (2015) Berdasarkan hasil penelitian
didapatkan bahwa hipnoterapi lebih dapat menurunkan tingkat nyeri lebih
cepat. Hipnoterapi juga dapat mengubah persepsi dan respon seseorang. Pada
saat pemberian hipnoterapi pasien dibimbing untuk melakukan imajinasi
sehingga mempengaruhi kerja otak, gelombang otak akan turun dari gelombang
beta menjadi alpha dan theta sehingga menyebabkan tubuh menjadi rileks.
Impuls nyeri terhambat dan pasien menjadi rileks. Pada saat pasien rileks
perhatian pasien terhadap nyeri teralihkan sehingga persepsi nyeri dan respon
terhadap nyeri berubah dan persepsi terhadap nyeri yang dirasakan menurun
bahkan hilang.
Berdasarkan data yang didapat di ruang bougenville Rumah Sakit Pertamina
Balikpapan kepada 10 orang pasien post operasi, didapatkan dari 10 pasien
operasi ada sekitar 5 pasien yang masuk kategori nyeri sedang, 3 nyeri ringan
dan 2 nyeri berat. Berdasarkan data yang diperoleh untuk pasien dengan
kategori nyeri sedang dan berat setelah 1 hari post operasi dengan pemberian
terapi farmakologi didapatkan data belum ada perubahan atau penurunan
sensasi nyeri.
B. Tujuan
Tujuan dari penyampaian seminar Evidence Based Nursing ini adalah:
1. Menambah wawasan tentang pengaruh hipnoterapi terhadap penurunan
intensitas nyeri
2. Mengetahui pengaruh intervensi penatalaksanaan hipnoterapi di ruang
rawat inap Bougenville RS Pertamina Balikpapan.
C. Manfaat
1. Manfaat bagi pelayanan keperawatan
Evidence Based Nursing ini diharapkan bermanfaat bagi pemberi asuhan
keperawatan dalam meningkatkan mutu pelayanan dalam bidang
keperawatan khususnya dalam mengurangi intensitas nyeri pada pasien post
op ORIF
2. Manfaat bagi ilmu keperawatan
Evidence Based Nursing ini diharapkan sebagai upaya pengembangan
program dan terapi non farmakologis dalam rangka meningkatkan
kesejahteraan pasien terutama pada pasien post op ORIF
BAB II
ANALISA JURNAL
A. Analisa PICO
B. Pernyataan Klinis
Apakah penerapan Hipnoterapi dapat menangani masalah penurunan
intensitas nyeri pada pasien post op ORIF di ruang Bougenville RS
Pertamina Balikpapan?
C. Sumber Penelusuran dan Kata Kunci
Pencarian jurnal data based dalam EBN ini menggunakan search engine
jurnal yaitu :
1. http://scholar.google.co.id/
2. http://www.google.co.id/
3. Pubmed.gov
b. Indikasi
Tidakan pembedahan/operasi dilakukan dengan berbagai indikasi
diantaranya adalah :
1) Diagnostik : biopsi atau laparotomy eksploitasi
2) Kuratif : eksisi tumor atau pengangkatan apendiks yang mengalami
inflamasi
3) Reparatif : memperbaiki luka multiple
4) Rekontruksif/kosmetik : mammoplasty, atau bedah plastic
5) Palliatif : seperti menghilangkan nyeri atau memperbaiki masalah,
contoh : pemasangan selang gastrotomi yang dipasang untuk
mengkompensasi terhadap ketidakmampuan menelan makanan
c. Klasifikasi operasi
1) Menurut urgensi dilakukan tindakan pembedahan, maka tindakan
pembedahan dapat diklasifikasikan menjadi 5 tingkatan, antara lain:
a) Kedaruratan/ Emergency : pasien membutuhkan perhatian
segera, gangguan mungkin mengancam jiwa. Indikasi dilakukan
pembedahan tanpa ditunda, misal : pendarahan hebat, obstruksi
kandung kemih atau usus, fraktur tulang tengkorak, luka tembak
atau tusuk, luka bakar sangat luas.
b) Urgen : pasien membutuhkan perhatian segera. Pembedahan
dapat dilakukan dalam 24-30 jam, misal : infeksi kandung kemih
akut, batu ginjal atau batu pada uretra.
c) Diperlukan pasien harus menjalani pembedahan. Pembedahan
dapat diriencanakan dalam beberapa minggu atau bulan, misal :
Hyperplasia prostate tanpa obstruksi kandung kemih. Gangguan
tyroid, katarak.
d) Efektif : pasien harus dioperasi ketika diperlukan. Indikasi
pembedahan, bila tidak dilakukan pembedahan maka tidak
terlalu membahayakan, misal : perbaikan sesar, hernia
sederhana, perbaikan vaginal.
e) Pilihan keputusan tentang dilakukannya pembedahan diserahkan
sepenuhnya kepada pasien. Indikasi pembedahan merupakan
pilihan pribadi dan biasanya terkait dengan estetika, misal :
bedah kosmetik.
b. Fisologis nyeri
Nyeri selalau dikaitkan dengan adanya stimulus (rangsang nyeri) dan
reseptor. Reseptor yang dimaksud adalah nosiseptor, yaitu ujung-ujung
syaraf bebas pada kulit yang berespon terhadap stimulus yang kuat.
Munculnya nyeri dimulai dengan adanya stimulus nyeri. Stimulus-
stimulus tersebut dapat berupa biologis, zat kimia, panas, listrik serta
mekanik (Prasetyo, 2010).
Fast pain dicetuskan oleh reseptor tipe mekanis atau thermal (yaitu
serabut saraf A-Delta), sedangkan slow pain (nyeri lambat) biasanya
dicetuskan oleh serabut saraf C. Serabut saraf A-delta mempunyai
karakteristik menghantarkan nyeri dengan cepat serta bermielinasi, dan
serabut saraf C yang tidak bermielinasi, berukuran sangat kecil dan
bersifat lambat dalam menghantarkan nyeri. Serabut A mengirim sensai
yang tajam, terlokalisasi, dan jelaas dalam melokalisasin sumber nyeri
dan mendeteksi intensitas nyeri. Serabut C menyampaikan implus yang
tisak terlokalisasi (bersifat difusi), visceral dan terus-menerus.
d. Klasifikasi nyeri
Klasifikasi nyeri secara umum dibagi menjadi dua yaitu nyeri akut dan
nyeri kronis. Klasifikasi ini berdasarkan pada waktu atau durasi
terjadinya nyeri.
1) Nyeri akut
Nyeri akut adalah nyeri yang terjadi setelah cedera akut, penyakit
atau intervensi bedah dan memiliki awitan yang cepat, dengan
intensitas yang bervariasi (ringan smpai berat) dan berlangsung
untuk waktu singkat. Untuk tujuan definisi, nyeri akut dapat
dijelskan sebagai nyeri yang berlangsung dari beberapa detik hingga
enam bulan. Nyeri akut terkadang disertai oleh aktivitas system saraf
simpatis yang akan memperlihatkan gerjala-gejala seperti peningktn
respirasi, peningkatn tekanan darah, peningkatan denyut jantung,
diaphoresis, dan dilatasi pupil. Klien yang menglami nyeri akut juga
biasanyaakan memperlihatkn respin emosi dan perilku seperti
menangis, mengerang kesakitan, mengerutkan wajah, atau
menyeringai.
2) Nyeri kronik
Nyeri kronik adalah nyeri konstan atau intermiten yang menetap
sepanjang suatu periode waktu. Nyeri kronik berlangsung lama,
intensitas yang bervariasi, dn biasanya berlangsung lebih dari 6
bulan. Nyeri kronik dibagi menjadi dua, yaitu nyeri kronik
nonmalignant dan malignan. Nyeri kronik malignan merupakan
nyeri yang timbul akibat cedera jaringan yang tidak progresif atau
yang menyembuh (Shceman, 2009 dalam Potter & Perry, 2005), bisa
timbul yanpa penyebab yang jelas misalnya nyeri pinggang bawah,
dan nyeri yang didasari kondisi kronis, misalnya ostheoarthritis.
Sementara nyeri kronik malignan yang disebut juga nyeri kanker
memiliki penyebab nyeri yang dapat diidentifikasi, yaitu terjadi
akibat perubahan pada saraf. Perubahan ini terjadi bisa karena
penekanan pada saraf akibat metastasis sel-sek kanker maupun zat-
zat kimia yang dihasilkan oleh kanker itu sendiri.
Alat pengukur skala nyeri adalah alat yang digunakan untuk mengukur
skala nyeri yang dirasakan seseorang dengan rentang 0 sampai 10.
Terdapat tiga alat pengukur skala nyeri, yaitu :
1) Numerical Rating Scale (NRS)
g. Penatalaksanaan nyeri
1) Penatalaksanaan nyeri secara farmakologi
Penatalaksanaan nyeri secara farmakologi melibatkan penggunaan
opiat (narkotik), nonopiat/ obat AINS (anti inflamasi nonsteroid),
obat-obat adjuvans atau koanalgesik. Analgesik opiat mencakup
derivat opium, seperti morfin dan kodein. Narkotik meredakan nyeri
dan memberikan perasaan euforia. Semua opiat menimbulkan
sedikit rasa kantuk pada awalnya ketika pertama kali diberikan,
tetapi dengan pemberian yang teratur, efek samping ini cenderung
menurun. Opiat juga menimbulkan mual, muntah, konstipasi, dan
depresi pernapasan serta harus digunakan secara hati-hati pada klien
yang mengalami gangguan pernapasan (Berman, et al. 2009).
3. Konsep hipnoterapi
a. Definis Hipnoterapi
Merupakan salah satu cabang ilmu psikologi yang mempelajari
pemanfaatan sugesti untuk mengatasi masalah psikologis yang meliputi
pikiran, perasaan dan perilaku. Hipnoterapi merupakan suatu aplikasi
modern dalam teknik kuno yang mengaplikasikan trance-hypnosis.
Penerapan hipnoterapi akan membimbing klien untuk memasuki
kondisi trance (relaksasi pikiran) agar dapat dengan mudah menerima
sugesti yang diberikan oleh hipnoterapis. Dalam kondisi trance, pikiran
bawah sadar klien akan diberikan sugesti positif guna melakukan
penyembuhan gangguan psikologis atau dapat pula digunakan untuk
mengubah pikiran, perilaku, dan perasaan agar menjadi lebih baik
(As’adi, 2011).
c. Tujuan Hipnoterapi
Pada saat ini, tujuan dari hipnoterapi adalah untuk mengatasi masalah-
masalah sebagai berikut :
1) Masalah Fisik dan Fisiologis
Ketegangan otot, hipertensi, dan rasa nyeri yang berlebihan dapat
dibantu dengan hipnoterapi. Hipnoterapi dapat membuat tubuh
menjadi rileks dan mengurangi intensitas nyeri yang berlebihan
secara drastis.
2) Masalah Emosi dan Psikologis
Serangan panik, ketegangan dalam menghadapi ujian, kemarahan,
rasa bersalah, cemas, fobia, kurang percaya diri, dan lain-lain adalah
masalah-masalah emosi yang berhubungan dengan rasa takut dan
kegelisahan. Semua masalah di atas bisa diatasi dengan hipnoterapi.
3) Masalah Perilaku
Masalah perilaku seperti merokok, makan berlebihan hingga
menyebabkan obesitas, minum minuman keras yang berlebihan,
gangguan tidur, dan berbagai macam perilaku ketagihan, dapat
diatasi dengan hipnoterapi.
d. Proses Hipnoterapi
Aktivitas pikiran manusia secara sederhana dikelompokkan ke dalam
empat wilayah yang dikenal dengan istilah Brainwave, yaitu : Beta,
Alpha, Theta, dan Delta.
Beta adalah kondisi pikiran pada saat sesorang sangat aktif dan waspada.
Kondisi ini adalah kondisi umum ketika seseorang tengah beraktivitas
normal. Frekuensi pikiran pada kondisi ini sekitar 14-24 CPS (diukur
dengan perangkat EEG).
Alpha adalah kondisi ketika seseorang tengah fokus pada suatu hal atau
pada saat seseorang dalam kondisi relaksasi. Frekuensi pikiran pada
kondisi ini sekitar 7-14 CPS.
Delta adalah kondisi tidur normal (tanpa mimpi). Frekuensi pikiran pada
kondisi ini sekitar 0.5-3.5 CPS. Kondisi hipnosis sebenarnya identik
dengan gelombang otak alfa dan theta. Saat seseorang berada dalam
kondisi trance maka kisaran gelombang otaknya pasti berada di antara
alfa dan theta. Yang sangat menarik, bahwa kondisi Beta, Alpha, dan
Theta, merupakan kondisi umum yang berlangsung secara bergantian
dalam diri kita. Suatu saat kita di kondisi Beta, kemudian sekian detik
kita berpindah ke Alpha, sekian detik berpindah ke Theta, dan kembali
lagi ke Beta, dan seterusnya. (Ellias.,2009). Pada saat setiap orang
menuju proses tidur alami, maka yang terjadi adalah gelombang pikiran
ini secara perlahan-lahan akan menurun mulai dari Beta, Alpha, Theta,
kemudian Delta dimana kita benar-benar mulai tertidur. Perpindahan
wilayah ini tidak berlangsung dengan cepat, sehingga sebetulnya
walaupun seakan-akan seseorang sudah tampak tertidur, mungkin saja
ia masih berada di wilayah Theta. Pada wilayah Theta seseorang akan
merasa tertidur, suara-suara luar tidak dapat didengarkan dengan baik,
tetapi justru suara-suara ini didengar dengan sangat baik oleh pikiran
bawah sadarnya, dan cenderung menjadi nilai yang permanen, karena
tidak disadari oleh “pikiran sadar” yang bersangkutan.
h. Tahap Hipnoterapi
Menurut Wong & Andri (2009) kondisi hipnoterapi dapat dicapai dalam
beberapa proses, yaitu tahap Pre Induction, Suggestibility Test,
Induction, Deepening, Suggestion dan Termination.
1) Pre-Induction (Interview)
Pada tahap awal, hipnoterapis dan klien untuk pertama kalinya
bertemu. Setelah klien mengisi formulir mengenai data dirinya,
hipnoterapis membuka percakapan (rapport) untuk membangun
kepercayaan klien, menghilangkan rasa takut terhadap hypnosis atau
hipnoterapi, menjelaskan mengenai hipnoterapi, dan menjawab
semua pertanyaan yang klien ajukan. Sebelumnya, hipnoterapis
harus dapat mengenali aspek-aspek psikologis dari klien, antara lain
hal yang diminati dan tidak diminati, apa yang diketahui klien
terhadap hipnosis, dan seterusnya. Pre-Induction merupakan
tahapan yang sangat penting. Seringkali kegagalan proses
hipnoterapi diawali dari proses Pre-Induction yang tidak tepat.
2) Suggestibility Test
Fungsi dari uji sugestibilitas adalah untuk menentukan apakah klien
termasuk ke dalam golongan orang yang mudah menerima sugesti
atau tidak. Selain itu, uji sugestibilitas juga berfungsi sebagai
pemanasan dan juga untuk menghilangkan rasa takut terhadap
proses hipnoterapi. Uji sugestibilitas juga membantu hipnoterapis
untuk menentukan teknik induksi mana yang terbaik bagi klien
3) Induction
Induksi adalah cara yang digunakan oleh seorang hipnoterapis untuk
membawa pikiran klien berpindah dari pikiran sadar (conscious)
menuju pikiran bawah sadar (subconscious), dengan menembus apa
yang dikenal dengan Critical Area. Saat tubuh rileks, pikiran juga
menjadi rileks. Maka selanjutnya frekuensi gelombang otak dari
klien akan turun dari Beta, Alpha, lalu Theta. Semakin turun
gelombang otak, klien akan menjadi semakin rileks, sehingga klien
berada dalam kondisi trance. Inilah yang dinamakan dengan kondisi
terhipnosis. Hipnoterapis akan mengetahui kedalaman trance klien
dengan melakukan Depth Level Test (tingkat kedalaman trance
klien).
4) Deepening (Pendalaman Trance)
Bila diperlukan, hipnoterapis akan membawa klien ke trance yang
lebih dalam. Proses ini dinamakan deepening.
5) Suggestions / Sugesti
Post Hypnotic Suggestion adalah salah satu komponen terpenting
dalam tahapan hipnoterapi. Pada saat klien masih berada dalam
trance, hipnoterapis juga akan memberi Post Hypnotic Suggestion,
yaitu sugesti yang diberikan kepada klien pada saat proses hipnotis
masih berlangsung dan diharapkan terekam terus oleh pikiran bawah
sadar klien, meskipun klien telah keluar dari proses hipnosis.
6) Termination
Termination merupakan tahapan terakhir dari hipnoterapi. Pada
tahap ini, hipnoterapis secara perlahan-lahan akan membangunkan
klien dari “tidur” hipnosisnya dan membawanya menuju keadaan
yang sepenuhnya sadar.
i. Manfaat Hipnoterapi
Erickson dan Rossi (1979) mengemukakan bahwa hipnoterapi
bermanfaat untuk mengubah fungsi sensori-perseptual (masalah nyeri
dan kenyamanan), mampu mengatasi rasa sakit, dan membuat seseorang
merasa nyaman, mampu mengatasi penyakit somatik berupa trauma
akibat kecelakaan fisik, operasi, kanker dan sebagainya, mampu
mengatasi masalah psikosomatik berupa kecemasan, mengatasi masalah
trauma dan mengatasi phobia. As’adi (2011) mengemukakan bahwa
hipnoterapi telah diperkenalkan pertama kali sejak tahun 1734-1815
dengan tujuan untuk penyembuhan psikoterapi, upaya rehabilitasi,
mencegah timbulnya berbagai gangguan kesehatan, dan digunakan
dalam upaya meningkatan taraf kesehatan.
Pada manusia terdapat dua sistem saraf, yaitu sistem saraf otonom dan
sistem saraf pusat. Sistem saraf otonom mengatur sistem internal, yang
biasanya merupakan gerak yang di luar kendali pikiran sadar. Yang
termasuk dalam kendali sistem saraf otonom, antara lain adalah detak
jantung, sistem pencernaan, dan aktivitas kelenjar. Sistem saraf pusat
mengatur respons motorik hingga impresi sensori melalui otak dan saraf
pada tulang belakang. Sistem saraf otonom terbagi menjadi dua bagian,
yang cara kerjanya saling bertolak belakang.
1) Sistem saraf simpatik, yang bertanggung jawab terhadap mobilisasi
energi tubuh untuk kebutuhan yang bersifat darurat. misalnya,
jantung berdetak lebih cepat dan lebih kuat, tekanan darah
meningkat, atau pernapasan menjadi lebih cepat. Saat mengalami
ketakutan secara fisik yang terjadi adalah: lutut dan tangan gemetar,
telapak tangan dan wajah berkeringat, jantung berdebar lebih
kencang dan keras, tarikan napas lebih cepat, dan perut terasa tidak
enak atau mungkin mual. Semua itu disebabkan karena sistem saraf
simpatik sedang in-action sebagai respons dari perasaan takut dan
tegang.
2) Sistem saraf parasimpatik mengakibatkan detak jantung melambat,
tekanan darah turun, dan respons insting dari kondisi istirahat dan
relaksasi. Respons parasimpatik mengakibatkan seseorang menjadi
lebih tenang dan nyaman. Semua itu bertujuan untuk menghemat
energi tubuh. Kedua sistem saraf, simpatik dan parasimpatik, tidak
bisa aktif bersamaan.
A. Analisa Ruangan
Dalam 3 bulan terakhir didapatkan data 18 pasien dengan post open
reduction internal fixation.
B. Analisa SWOT
Analisis situasi penerapan program hipnoterapi ruang bougenville
RS.Pertamina Balikpapan menggunakan pendekatan analisis
SWOT (Strength, Weakness, Opportunities, Threats) sebagai
berikut :
1. Strength
Kekuatan dalam program inovasi yang akan dilaksanakan di
ruang Bougenville RS. Pertamina Balikpapan antara lain :
a) Pendidikan perawat minimal DIII keperawatan,
sebagian besar pendidikan Sarjana keperawatan.
b) RS. Pertamina Balikpapan mendukung kegiatan
EBN.
c) Perawat di ruangan mendorong partisipasi aktif
pasien dan keluarga dalam proses pemberian asuhan
keperawatan demi tercapainya penurunan nyeri post
operasi.
d) Tidak membutuhkan biaya yang besar
e) RS. Pertamina Balikpapan memberikan kesempatan
bagi mahasiswa Ners STIKes Pertamedika untuk
melakukan presentasi/pemaparan tentang ilmu-
ilmu/inovasi baru yang dapat diterapkan di Rumah
Sakit.
2. Weakness
a) Belum pernah dilaksanakan latihan hipnoterapi di ruang
Bougenville RS Pertamina Balikpapan.
b) Pasien dan keluarga tidak mengetahui manfaat dan cara
melakukan hipnoterapi pasca operasi.
c) Membutuhkan tenaga professional yang bersertifikasi
hipnoterapi
d) Hipnoterapi masih belum populer di gunakan di
masyarakat.
3. Opportunities
a) Mahasiswa Ners STIKes diberikan kesempatan untuk
mempresentasikan /memaparkan EBN tentang
hipnoterapi pada pasien post operasi
b) Terdapat pasien yang mengalami nyeri post operasi di
ruang Bougenville.
4. Threats
• Adanya tuntutan masyarakat akan pelayanan yang
maksimal dan lebih profesional.
• Adanya kejadian nyeri berat dalam waktu yang lama
merupakan indicator mutu layanan RS yang buruk.
• Adanya RS.Kompetitor yang juga mulai meningkatkan
mutu layanan dan juga kelengkapan peralatan medis dan
penunjang.
• Keluarga menolak karena tidak mengerti tentang
prosedur yang akan dilakukan.
BAB V
PENUTUP
A. SIMPULAN
Hipnoterapi Merupakan salah satu cabang ilmu psikologi yang mempelajari
pemanfaatan sugesti untuk mengatasi masalah psikologis yang meliputi
pikiran, perasaan dan perilaku. Hipnoterapi merupakan suatu aplikasi
modern dalam teknik kuno yang mengaplikasikan trance-hypnosis.
Penerapan hipnoterapi akan membimbing klien untuk memasuki kondisi
trance (relaksasi pikiran) agar dapat dengan mudah menerima sugesti yang
diberikan oleh hipnoterapis. Dalam kondisi trance, pikiran bawah sadar
klien akan diberikan sugesti positif guna melakukan penyembuhan
gangguan psikologis atau dapat pula digunakan untuk mengubah pikiran,
perilaku, dan perasaan agar menjadi lebih baik (As’adi, 2011).
Dalam penatalaksanaan nyeri pasien pasca operasi orif dapat dilakukan dua
terapi yaitu farmakologis dan non farmakologis. Salah satu terapi non
farmakologis yang bisa di gunakan adalah tehnik hipnoterapi. Pada
penanganan menggunakan metode hipnoterapi dilakukan dengan
menurunkan gelombang otak dari beta ke theta untuk masuk pada kondisi
hipnosis agar dapat menjangkau alam bawah sadar klien. Metode
hipnoterapi ini bertujuan untuk menghilangkan gejala nyeri yang
disebabkan oleh trauma post operasi dengan melakukan pemograman/re–
edukasi kembali di alam bawah sadar klien dengan pemberian sugesti-
sugesti positif ke klien sehingga menimbulkan perilaku baru. Hipnoterapi
dapat membuat tubuh menjadi rileks dan mengurangi intensitas nyeri yang
berlebihan secara drastis.
B. SARAN
Hingga saat ini, tidak sedikit masyarakat yang belum benar-benar
memahami apa itu hipnoterapi. Yang berkembang di masyarakat adalah,
hipnoterapi dianggap sebagai ilmu gaib, berkaitan dengan klenik atau
supranatural. Akibatnya, timbul stigma negatif di masyarakat karena
beranggapan hipnoterapi menggunakan cara-cara ilmu hitam atau yang
sering disebut sebagai gendam. Padahal banyak sekali manfaat yang didapat
dari hipnoterapi salah satunya dapat dikolaborasikan dalam pemberian
terapi kepada pasien-pasien yang dirawat dengan keluhan tertentu yaitu
nyeri sehingga perlu adanya pelatihan hipnoterapi bagi perawat ruang
bougenville.