Apa Yang Di Maksud Dengan Kepribadian Histrionik
Apa Yang Di Maksud Dengan Kepribadian Histrionik
Apa Yang Di Maksud Dengan Kepribadian Histrionik
Histrionic Personality Disorder (HPD) adalah suatu gangguan yang ditandai oleh
perilaku sombong, egosentris, tidak stabil emosinya, menarik perhatian dengan afek yang
labil, lekas tersinggung, tetapi dangkal. Perilakunya yang dramatis dan menarik perhatian
dapat mengakibatkan ia berdusta sehingga mungkin menceritakan sesuatu secara luas dan
terperinci tanpa dasar fakta. gangguan kepribadian histrionik adalah gangguan yang ditandai
oleh perilaku yang bermacam-macam, dramatik, ekstrovert pada orang yang meluap-luap dan
emosional. Akan tetapi menyertai penampilan yang cenderung menarik perhatian, seringkali
terdapat ketidakmampuan untuk mempertahankan perlekatan yang mendalam dan
berlangsung lama. Berdasarkan PPDGJ, kriteria diagnosis untuk kepribadian histrionik
adalah :
Gangguan Kepribadian dengan ciri-ciri :
(a) Ekspresi emosi yang dibuat-buat (self-dramatization), seperti bersandiwara
(theatricality), yang dibesar-besarkan (exaggerated )
(b) Bersifat sugestif, mudah dipengaruhi oleh orang lain atau oleh keadaan;
(c) Keadaan afektif yang dangkal atau labil
(d) Terus-menerus mencari kegairahan (excitement), penghargaan (appreciation) dari
orang lain, dan aktivitas dimana pasien menjadi pusat perhatian
(e) Penampilan atau perilaku “merangsang” (seductive) yang tidak memadai;
(f) Terlalu peduli dengan daya tarik fisik.
b. Afek
Afek adalah ekspresi emosi yang terlihat; mungkin tidak konsisten dengan emosi
yang dikatakan pasien.
- Afek yang tumpul (blunted affect): gangguan pada afek yang dimanifestasikan
oleh penurunan yang berat pada intensitas irama perasaan yang diungkapkan
keluar.
- Afek yang terbatas (restricted or constricted affect): penurunan intensitas irama
perasaan yang kurang parah dari pada efek yang tumpul tetapi jelas menurun.
- Afek yang datar (fIat affect): tidak adanya atau hampir tidak adanya tanda
ekspresi afek; suara yang monoton, wajah yang tidak bergerak.
- Afek yang labil (labile affect): perubahan irama perasaan yang cepat dan tiba-
tiba, yang tidak berhubungan dengan stimulasi ekstemal.
c. Keserasian afek
Keserasian antara afek dan pembicaraan yang didiskusikan dalam konteks pemikiran
pasien dapat dinilai oleh pemeriksa, yaitu :
- Afek yang sesuai (appropriate affect): kondisi irama emosional yang harmonis
(sesuai, sinkron) dengan gagasan, pikiran atau pembicaraan yang menyertai;
digambarkan lebih lanjut sebagai yang afek yang luas atau penuh, di mana
rentang emosional yang lengkap diekspresikan secara sesuai.
- Afek yang tidak sesuai (inappropriate affect): ketidakharmonisan antara irama
perasaan emosional dengan gagasan, pikiran atau pembicaraan.
Kardiomiopati merupakan sekumpulan kelainan pada jantung dengan kelainan utama terbatas
pada jantung. Berdasarkan perubahan anatomi yang terjadi, kardiomiopati terbagi menjadi 3
yaitu kardiomiopati dilatasi, kardiomiopati hipertrofi, dan kardiomiopati restriksi.13
Lyon dkk, menganjurkan teori yang disebut "stimulus trafficking" yang bisa menjelaskan
penurunan fungsi kontraktil miosit pada pasien dengan takotsubo kardiomiopati. Tingkat
supraphysiological katekolamin menginduksi β2-coupling dari Gs ke Gi. Oleh karena itu,
penurunan fungsi miosit kontraktil dibuktikan dengan hypokinesia di EKG. Keterlibatan puncak
dapat dikaitkan dengan kepadatan adrenoseptor tinggi di puncak daripada di dasar. Alasan
stimulus trafficking yang beralih ke Gi terjadi untuk melindungi miosit dari stimulasi yang kuat
dari Gs, yang menyebabkan apoptosis. Peningkatansecara perlahan di tingkat troponin serum
menjelaskan nekrosis awal minimal jaringan miokard.
Nef dkk, menunjukkan peningkatan aktivitasjalur sinyal dari fosfatidil inositol 3-kinase-
protein kinase B (PI3K / AKT), yang memiliki fungsi anti-apoptosis penting dan berperan dalam
pemulihan yang cepat dari miosit. Dengan demikian, disfungsi ventrikel kiri sementara dapat
dikaitkan dengan jalur PI3K / AKTdan terbalik beralih dari Gi ke Gs, terkait dengan pemulihan
homogen, cepat dan klinis menyeluruh dari fungsi sistolik diamati dalam takotsubo
kardiomiopati.
2.2 Diagnosis
Diagnosis stress kardiomiopati dapat dicurigai pada pasien dewasa terutama wanita yang
post menopause suspek sindroma koroner akut dengan keluhan seperti nyeri dada atau sesak
yang dikombinasikan dengan gambaran perubahan EKG atau peningkatan troponin jantung.
Untuk mendiagnosis stress kardiomiopati digunakan kriteria diagnosis Mayo Clinic yaitu:
1. Hipokinesis, diskinesis, atau akinesis sementara sebagian ventrikel kiri, dengan
atau tanpa keterlibatan apeks; pergerakan abnormal daerah dinding diluar
distribusi vaskular epikardial, dan dipicu oleh stress tapi tidak selalu ada.
2. Tidak ditemukan kelainan obstruksi koroner atau bukti angiografi dari ruptur plak
akut.
3. Gambaran EKG baru yang abnormal (selain ST segmen elevasi atau gelombang T
inversi) atau peningkatan kadar troponin yang tidak terlalu tinggi
4. Tidak ditemukan peokromositoma atau miokarditis
Gambaran klinis stress kardiomiopati kadang-kadang tidak dapat dibedakan dengan sindroma
koroner akut karena keluhannya sama yaitu nyeri dada. Gejala penyerta lainnya seperti sesak
napas, palpitasi, keringat dingin, mual, dan pingsan.Beberapa pasien memiliki gejala dan tanda
seperti gagal jantung, takiaritmia, bradiaritmia, serangan jantung, atau mitral regigurgitasi.9
Kurang lebih 10% pasien stress kardiomiopati juga memiliki gejala dan tanda syok kardiogenik
seperti hipotensi, status mental abnormal, akral dingin, oligouri, dan distress pernapasan.10
Gejala – gejala ini dapat timbul karena dipicu oleh stress emosional dan fisik.
Gambaran EKG pada kelainan ini juga memiliki kemiripan dengan sindroma koroner akut
dan hanya dapat dibedakan dengan melakukan pemeriksaan angiografi.Pada pemeriksaan
angiografi tidak ditemukan adanya penyempitan pembuluh darah koroner olek plak yang
menyebabkan kardiomiopati pada kelainan ini.
Gambar
1.ST-
segmen
elevasi akut
di lead V2-
V6 (panah)
pertama kali muncul (A) diikuti gelombang T inversi di lead yang sama (panah) 2 hari kemudian
(B) pada pasien dengan takotsubo kardiomiopati.
1. Templin C, Ghadri JR, Diekmann J, et al. Clinical Features and Outcomes of Takotsubo
(Stress) Cardiomyopathy. N Engl J Med 2015; 373:929.
2. Medeiros K, O'Connor MJ, Baicu CF, et al. Systolic and diastolic mechanics in stress
cardiomyopathy. Circulation 2014; 129:1659.
Fluoxetine memiliki waktu paruh yang terpanjang, dua sampai tiga hari. Diabsorpsi baik
setelah pemberian oral dan memiliki efek puncaknya dalam rentang empat sampai delapan
jam. Dimetabolisme di hati oleh P450 IID6, subtipe enzim yang spesifik.
FARMAKODINAMIK
Fluoxetine tidak memiliki sama sekali aktivitas agonis dan antagonis pada tiap reseptor
neurotransmiter. Tidak ada aktivitas pada reseptor antikolinergik, antihistaminergik, dan anti
adrenergik 1, sehingga rendah insidensi efek samping pada fluoxetine.
Sistem utama yang terpengaruh adalah saluran gastrointestinal, mual,anoreksia, dan diare.
INDIKASI TERAPEUTIK
1. Sistem saraf pusat : nyeri kepala, ketegangan, insomnia, mengantuk, dan cemas
2. Keluhan gastrointesitinal : mual, diare, anoreksia, dan dispepsia.
3. Fungsi seksual dan kulit, seperti anorgasmia, ejakulasi lambat, impotensi dan ruam kulit.
KONTRAINDIKASI
1. Ibu menyusui
2. Pasien dengan gangguan hati
INTERAKSI OBAT
Fluoxetine dapat diberikan dengan obat trisiklik dosis rendah. Kemungkinan interaksi obat
yang bermakna dengan benzodiazepin, antipsikotik, dan litium. Tidak memiliki interaksi
dengan warfarin (coumadin), tolbutamide (orinase) atau chlorthiazide (diuril).
DOSIS DAN PEMBERIAN
Flouxetine tersedia dalam bentuk bubuk, (yaitu kapsul) 10 mg dan 20 mg dan sebagai
cairan (20 mg per 5 ml). Untuk depresi dosis awal biasanya 20 mg peroral tiap hari, biasanya
diberikan pada pagi hari. Strategi yang cukup baik adalah mempertahankan pasien dengan 20
mg sehari selama tiga minggu, jika pasien tidak menunjukkan tanda perbaikan klinis,
peningkatan 20 mg dua kali sehari mungkin diperlukan.
Untuk menekan efek samping awal kecemasan dan kegelisahan, memulai fluoxetin pada
dosis 5 – 10 mg sehari. Jika pasien depresi yang tidak berespons dengan fluoxetinw, maka
dapat diperkuat dengan obat lain contohnya obat trisiklik, simpatomimetik, buspirone dan
litium. Dosis fluoxetine untuk gangguan obsesif kompulsif, obesitas dan bulimia nervosa
yaitu 60 mg. Sebaliknya, dosis awal 5 mg sehari untuk gangguan panik.
a Farmakodinamik
Benzodiazepin bekerja pada reseptor GABA. Terdapat dua jenis reseptor GABA,
yaitu GABA-A dan GABA-B. Reseptor GABA-A (reseptor kanal ion klorida kompleks)
terdiri atas lima subunit yaitu α1, α2, β1, β2 dan γ2. Benzodiazepin berikatan langsung pada
sisi spesifik subunit γ2 sehingga pengikatan ini menyebabkan pembukaan kanal klorida,
memungkinkan masuknya ion klorida ke dalam sel menyebabkan peningkatan potensial
elektrik sepanjang membran sel dan menyebabkan sel sukar tereksitasi.
Efek yg ditimbulkan benzodiazepin merupakan hasil kerja golongan ini pada SSP
dengan efek utama: sedasi, hipnosis, pengurangan terhadap rangsangan emosi/ansietas,
relaksasi otot dan antikonvulsan. Sedangkan efek perifernya: vasodilatasi koroner (pada
pemberian IV) dan blokade neuromuskular (pada pemberian dosis tinggi). Berbagai efek
yang menyerupai benzodiazepin, yaitu :
- Agonis penuh, yaitu senyawa yang sepenuhnya serupa efek benzodiazepin misalnya:
diazepam.
- Agonis parsial, yaitu efek senyawa yang menghasilkan efek maksimum yang kurang kuat
dibandingkan dibandingkan diazepam
- Inverse agonis, yaitu senyawa yang menghasilkan kebalikan dari efek diazepam pada saat
tidak adanya senyawa yang mirip benzodiazepin
b. Farmakokinetik
1) Absorpsi
2) Distribusi
- Senyawa bekerja cepat, t1/2 kurang dari 6 jam: triazolam, zolpidem, zolpiklon.
- Senyawa yang bekerja sedang, t1/2 antara 6-24 jam: estazolam, temazepam.
- Senyawa yang bekerja dengan t1/2 lebih dari 24 jam: flurazepam, diazepam,
quazepam
4) Ekskresi
c. Efek samping
Pada dosis hipnotik kadar puncak menimbulkan efek samping antara lain kepala
ringan, malas, tidak bermotivasi, lamban, inkoordinasi motorik, ataksia, gangguan fungsi
mental dan psikomotor, gangguan koordinasi berfikir, bingung, disartria, amnesia
anterogard. Interaksi dengan etanol (alkohol) menimbulkan efek depresi yang berat.
Efek samping lain yang lebih umum: lemas, sakit kepala, pandangan kabur, vertigo,
mual/muntah, diare, nyeri epigastrik, nyeri sendi, nyeri dada dan inkontinensia. Penggunaan
kronik benzodiazepin memiliki risiko terjadinya ketergantungan dan penyalahgunaan.
Untuk menghindari efek tsb disarankan pemberian obat tidak lebih dari 3 minggu. Gejala
putus obat berupa insomnia dan ansietas. Pada penghentian penggunaan secara tiba-tiba,
dapat timbul disforia, mudah tersinggung, berkeringat, mimpi buruk, tremor, anoreksi serta
pusing kepala. Oleh karena itu penghentian penggunaan obat sebaiknya secara bertahap.