Respon Fisiologis Dan Produksi Susu Sapi Perah FH Pada Pemberian RUMPUT GAJAH (Pennisetum Purpureum) DENGAN Ukuran Pemotongan Yang Berbeda

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 9

Jurnal Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan Vol. 01 No.

3, Oktober 2013
ISSN 2303-2227 Hlm: 138-146

RESPON FISIOLOGIS DAN PRODUKSI SUSU SAPI PERAH FH PADA PEMBERIAN


RUMPUT GAJAH (Pennisetum Purpureum) DENGAN
UKURAN PEMOTONGAN YANG BERBEDA

Physiological responses and FH dairy milk production on giving elephant grass (Pennisetum
purpureum) with different cutting size

J. Novianti1), B.P. Purwanto2) & A. Atabani1)

Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor
1)

2)
Teknologi & Manajemen Ternak Program Diploma, Institut Pertanian Bogor
Jln. Agatis Kampus IPB Darmaga, Bogor 16680

ABSTRACT

Fresh milk production in the country has not been able to fullfill national needs due to low
productivity of livestock. Animal feed and mode of administration in accordance with the needs of livestock
can support livestock productivity . Provision of superior grass cut without causing a lot of wasted parts ,
cutting the size to see the physiological responses of cattle and increase feed intake and increased milk
production . The study was conducted in July-October 2013 in the Laboratory of Field Husbandry IPB
using first lactation dairy cows four tails . The design used is RBSL and analyzed by ANOVA on the
four- stage treatment with physiological responses , intake and milk production as observed variables .
The results showed that stable conditions and environmental stress could potentially cause mild to
moderate stress ( THI : 68-90 ) . Size grass clippings do not significantly affect the response of heart rate
and respiration rate with the highest value on the size of the piece 10 cm each - respectively 71.7 ± 3.4
beats / min ; 44.6 ± 5.5 beats / min compared to the size of the control pieces , 5 cm and 15 cm . Rectal
temperatures were statistically significantly different from the size of the pieces of 5 and 10 cm higher than
the control and 15 cm . However, the surface temperature and body temperature were not significantly
different . Treatment is not real grass cutting its effect on feed intake and milk production ( P> 0:05 ) .
Based on the research it can be said that the grass- cutting measure physiological responses of cattle does
not affect the size of the cuts but can increase feed intake LB 0.2-0.9 kg / head / day and milk production
of 0.2-0.5 liters per day as well as the efficiency of milk protein by 2.3 - 3.1 %

Keywords: Grass cutting size, physiological responses, feed consumption and milk production

PENDAHULUAN Kebutuhan nutrisi sapi perah laktasi erat hubungannya


dengan bobot badan dan produksi susu yang dihasilkannya,
Mekanisme termoregulasi menjaga keseimbangan sedangkan konsumsi pakan erat kaitannya dengan
termal pada sapi dapat menurunkan produksi susu kandungan serat kasar pakan sehingga konsumsi pakan
dan efisiensi reproduksi. Sapi laktasi sangat sensitif akan menurun apabila kandungan serat kasar pakan
terhadap stress panas (Collier et al. 1982; Shearer tinggi (Sutardi 1981). Asupan (intake) pakan merupakan
dan Beede 1990). Faktor-faktor yang terkait lainnya, salah satu faktor mempertahankan produksi susu. Sapi
seperti tahap laktasi dan reproduksi (Igono dan Johnson seharusnya diusahakan agar dapat memaksimalkan intake
1990), juga mempengaruhi toleransi panas pada sapi. pakan selama laktasi.
Sebuah metode untuk mengevaluasi atau memprediksi Hijauan menjadi sumber kehidupan penting dalam
pengaruh kondisi termal pada asupan dan tahap laktasi perkembangan ternak, oleh karena itu hijauan diharapkan
harus memperhitungkan sensitivitas hewan dan respon yang berkualitas baik dan mudah dicerna oleh ternak.
terhadap faktor lingkungan. Menurut Riyanthi (2006), tidak adanya pengaruh
Pemeliharaan sapi perah pada kondisi iklim pemberian pakan rumput gajah dengan ukuran pemotongan
tropis dengan suhu dan kelembaban yang tinggi dapat yang berbeda terhadap tingkah laku makan pada sapi
menurunkan produktivitas ternak dan produksi susu PFH laktasi. Pemotongan pada hijauan unggul khususnya
(Amir 2010). Kebutuhan energi pada sapi perah laktasi rumput gajah (Pennisetum purpureum) menjadi perhatian
ditentukan oleh kebutuhan untuk hidup pokok yang dalam penelitian ini, karena ukuran rumput yang dimulai
dipengaruhi oleh berat badan, sedangkan kebutuhan dari batang hingga daun dapat tumbuh cepat dan tegak
untuk produksi susu dipengaruhi oleh banyaknya susu mencapai 2–4 meter (Reksohadiprodjo 1985), maka
yang disekresikan dan kadar lemak yang terkandung di diperlukan perlakuan yang memudahkan ternak untuk
dalam susu (Bath et al. 1985). menghabiskan keseluruhan bagian rumput. Pada penelitian
ini bertujuan untuk menganalisa pengaruh ukuran potongan

138 Edisi Oktober 2013


Novianti et al. Jurnal Ilmu Produksi dan Teknologi Hasil Peternakan

rumput terhadap respon fisiologis ternak yang dapat pyranometer dengan interval waktu 30 menit dari pukul
mempengaruhi tingkat konsumsi pakan dan produksi susu. 06.30 sampai 17.30. Satuan yang digunakan yaitu watt/m2.
MATERI METODE Respons fisiologis ternak sapi yang diukur adalah suhu
permukaan kulit (Ts :Skin Temperature), suhu rektal (Tr :
Lokasi dan Waktu Penelitian Rectal temperature), suhu tubuh (Tb : Body temperature),
Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli sampai denyut jantung (Hr : Heart rate) dan laju respirasi (Rr :
dengan Oktober 2013 di Laboratorium Lapang A, Fakultas Respiration rate). Pencatatan respon fisiologis dilakukan
Peternakan, Institut Pertanian Bogor, Jawa Barat. setiap hari pada pukul 06.00, 12.00 dan 18.00 WIB.
Prosedur pengambilan data adalah sebagai berikut :Tr
Ternak dan Pakan Ternak diukur dengan memasukkan thermometer klinis ke dalam
Penelitian ini menggunakan empat ekor sapi FH rektal sedalam ± 10 cm selama tiga menit.Ts diukur pada
laktasi pertama bulan keenam dengan estimasi umur empat titik lokasi pengukuran yaitu (a) punggung, (b)
berdasarkan dengan estimasi umur 24-36 bulan yang dada, (c) tungkai atas dan (d) tungkai bawah. Rataan suhu
ditandai dengan bergantinya sepasang gigi seri I1. permukaan kulit dihitung berdasarkan rumus McLean et al.
Bobot ternak diukur sebesar 381.25 ± 20.17 kg. Pakan (1983) yaitu :
rumput yang digunakan yaitu rumput gajah (Pennisetum Ts = 0.25 (a + b) + 0.32 c + 0.18 d.
purpureum) dan konsentrat dengan kandungan gizi pada Tb dihitung menggunakan data Ts dan Tr berdasarkan
Tabel 1. Pemberian pakan dihitung berdasarkan kebutuhan rumus McLean et al. (1983) yaitu :
yaitu 60% hijauan dan 40% konsentrat. Rumput gajah Tb = 0.86 Tr + 0.14 Ts.
dipotong dengan 4 (empat) ukuran yaitu tanpa pemotongan Hr dihitung dengan menggunakan stethoscopedan
(kontrol), 5 cm, 10 cm, dan 15 cm. stopwatch didekat tulang axilla sebelah kiri (dada sebelah
Tabel 1. Analisa Proksimat Pakan Ternak kiri) selama satu menit setiap pengukuran. Rr diukur
setelah dilakukan pengukuran denyut jantung.Pengukuran
Parameter Pakan laju respirasi dilakukan dengan cara menghitung hembusan
Rumput Gajah Konsentrat nafas dari hidung ternak dan stopwatch untuk menghitung
inspirasi dan ekspirasi selama satu menit.
Kadar Air* 87,12 22,21 Pakan rumput dan konsentrat diberikan pada pukul
Kadar Abu* 11,03 11,83 08.00 dan 15.00. Masa adaptasi ternak terhadap ukuran
Kadar Protein* 15,37 10,35 potongan rumput selama dua minggu, dan masa koleksi
data selama satu minggu setelah masa adaptasi. Konsumsi
Serat Kasar* 30,2 13,05
pakan diukur setiap hari pada pukul 07.00 WIB dihitung
Kadar Lemak* 3,18 5,48 dari pakan yang diberikan 1 hari sebelumnya dengan sisa
Bahan Kering* 12,88 77,79 pakan pada hari berikutnya. Pemerahan dilakukan dua kali
sehari pada pukul 05.00 dan 14.00. Produksi susu diambil
BETN** 40,22 59,3
dari hasil pemerahan setiap harinya.
TDN*** 58,31 46,14
Analisa Data
Sumber *) Hasil Analisa Proksimat Laboratorium PAU, 2013 Data iklim mikro dianalisa menggunakan statistik
berdasarkan Bahan Kering; **) Berdasarkan Hasil Perhitungan; deskriptif untuk mendapatkan rataan dan simpangan baku
***)TDN (Hartadi et al. 1980) = 92.64–3.338 (SK)–6.945 (LK)– selama penelitian. Respon fisiologis, konsumsi pakan
0.762(BETN)+1.115(PK)+0.031(SK)20.133(LK)2+0.036(SK)(B dan produksi susu menggunakan sidik ragam (ANOVA).
ETN)+0.207(LK)(BETN) +0.100(LK)(PK)-0.022(LK)2(PK). Perbedaan nilai rata-rata pada peubah yang diukur dari
setiap perlakuan pakan diketahui melalui uji Duncan.
Alat Rancangan penelitian yang digunakan adalah
Peralatan yang digunakan adalah termometer Rancangan Bujur Sangkar Latin pola 4 X 4 dengan taraf
rektal digital (Safety, Japan), termometer pengukur suhu perlakuan yang diujikan yaitu :
permukaan kulit digital/digital surface temperature/infrared A (Hijauan tanpa potongan sebagai kontrol)
thermometer (Anritsu Hl-2000, Tokyo), stethoscope, B (Hijauan dengan potongan 5 cm)
pengukur waktu (stopwatch), timbangan. C (Hijauan dengan potongan 10 cm)
D (Hijauan dengan potongan 15 cm)
Peubah Adapun model matematika dalam rancangan percobaan ini
Suhu udara dan kelembaban diukur dengan menurut Steel & Torrie (1995) yaitu :
termometer bola basah dan bola kering (drywet,Sanghai) Yijk = μ + αi + βj + τk + εijk
Pengukuran dilakukan didalam kandang dan luar kandang. Keterangan :
Indeks suhu kelembaban atau Temperature Humidity Index Yijk : pengamatan dari perlakuan pakan ke-k dalam
(THI) dihitung dengan persamaan Hahn (1999) yaitu : sapi ke-i dan waktu ke-j
μ : nilai rataan umum
THI = Tbk + (0.36 x Tbb) + 41.2 αi : pengaruh aditif dari kondisi periode (efek baris)
βj : pengaruh aditif dari kondisi ternak (efek kolom)
dengan THI :Temperature Humidity Index, Tbk : τk : pengaruh aditif dari urutan perlakuan
Temperatur bola kering (oC) dan Tbb:Temperatur bola εijk : galat percobaan pada perlakuan ke-k dalam sapi
basah (oC). Intensitas radiasi matahari diukur menggunakan ke-j dan periode ke-i

Edisi Oktober 2013 139


Vol. 01 No. 3 Respon fisiologis dan produksi susu ternak perah

HASIL DAN PEMBAHASAN memiliki grafik yang mengikuti fluktuasi suhu dengan THI
pada pagi hari sekitar 68 kemudian meningkat mencapai 84
Kondisi Mikroklimat Kandang dan menurun mencapai 76.
Kondisi lingkungan berpengaruh penting terhadap
produktivitas ternak, khususnya sapi perah. Kondisi
mikroklimat selama penelitian dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Kondisi Mikroklimat selama penelitian
No. Peubah Rataan (Min-Max)
1 Suhu Lingkungan ( ºC) 30.21 ± 4.0 (21 – 35)
2 Suhu Kandang ( ºC) 28.53 ± 3.17 (22 – 32)
3 Kelembaban (%) 72.8 ± 17.49 (42 – 98) 
4 Te m p e r a t u r e 79.48 ± 4.17 (68 – 90)
Humidity Index (THI) Gambar 2. Grafik THI di Lokasi Penelitian
Lingkungan
Mc Dowell (1974) menyatakan bahwa untuk
5 Temperature Humidity 77.86 ± 3.10 (70 – 85) kehidupan dan produksinya, ternak memerlukan suhu
Index (THI) Kandang lingkungan yang optimum, sedangkan hasil yang
6 Intensitas Cahaya 440 ± 322,71 (0 – 1066) didapatkan berada pada kisaran stress ringan sampai
(w/m2) dengan stress sedang dikarenakan suhu lingkungan yang
tinggi menyebabkan suhu kandang pun tidak berbeda
Kondisi lingkungan selama penelitian dari pukul 6.30– jauh dimana angin pun tidak selalu berhembus (rata – rata
17.30 berkisar 22–32oC, dengan THI sekitar 68–90 dan kecepatan angin 0–1.2 km/jam) yang berhembus pada
suhu kandang berkisar 22–32 oC dengan THI sekitar 70–85 siang menjelang sore hari.
dimana menurut Bohmanova et.,al (2007), THI sapi perah Pada pagi hari dengan suhu lingkungan dan kandang
yang nyaman dibawah 72 dengan kelembaban merupakan berkisar 22 oC dan THI 68 (THI <72) dikatakan bahwa
faktor pembatasdaristres panas di iklim lembab,sedangkan dengan kondisi lingkungan ini sapi dalam kondisi nyaman
suhu udara kering adalah faktor pembatas stres panas dan tidak menyebabkan stress pada ternak (Chase, 2006).
di daerah beriklim kering. Suhu dan kelembaban udara Pada siang hari pukul 10.30 – 11.30 yang merupakan suhu
merupakan dua faktor iklim yang mempengaruhi dan THI maksimal berkisar 33oC dan THI 84 (THI >72)
produksi sapi perah. Suhu udara dan kelembaban harian dimana pada kondisi tersebut sapi masuk dalam kondisi
di Indonesia umumnya tinggi, yaitu berkisar antara 24–34 stress sedang yang dapat menyebabkan peningkatan
o
C dan kelembaban 60-90%. Hal tersebut akan sangat produksi saliva serta laju pernafasan, nafsu makan menurun
mempengaruhi tingkat produktivitas sapi FH. Untuk sapi dan minum akan meningkat serta meningkatnya suhu tubuh
perah FH, penampilan produksi terbaik akan dicapai pada oleh karena itu pada kondisi lingkungan panas, ternak
suhu lingkungan 18.3 oC dengan kelembaban 55 % (Yani biasanya lebih selektif mengurangi pakan hijauan, relatif
dan Purwanto 2006). Bila melebihi suhu tersebut, ternak memilih konsentrat sebagi upaya mengurangi suhu inti
akan melakukan penyesuaian secara fisiologis dan secara tubuh melalui pengurangan produksi panas dari fermentasi,
tingkah laku (behavior). pencernaan dan proses metabolisme lainnya (Beede dan
Berdasarkan Gambar 1 dan 2, dapat dilihat dimana Collier 1986; Chase 2006). Oleh karena itu dapat dikatakan
suhu pada pagi hari baik di lingkungan maupun kandang berdasarkan Grafik Suhu dan THI bahwa sapi merasa
berkisar 22 oC meningkat di siang hari mencapai 32 oC nyaman mulai dari pukul 6.00 sampai dengan pukul 9.30
dan turun pada suhu 26 oC, begitupula dengan THI yang dan dimulai kembali dari pukul 17.30.
Intensitas radiasi matahari yang mencapai 1.066
w/m2 di siang hari menyebabkan kondisi lingkungan yang
panas, namun dengan adanya sedikit hembusan angin dapat
mengurangi udara panas di dalam kandang.

Respon Fisiologis

Hasil pengukuran respon fisiologis ternak yang


diberikan perlakuan pemotongan ukuran rumput
berdasarkan kondisi lingkungan pada saat penelitian dapat
dilihat pada Tabel 3.
Gambar 1. Grafik Suhu di Lokasi Penelitian Tabel 3. Hasil Respon Fisiologis Sapi Perah terhadap
Perlakuan Ukuran Pemotongan Rumput Gajah

140 Edisi Oktober 2013


Novianti et al. Jurnal Ilmu Produksi dan Teknologi Hasil Peternakan

Tabel 3. Hasil Respon Fisiologis Sapi Perah terhadap Perlakuan Ukuran Pemotongan Rumput Gajah
Keterangan Pemotongan
Kontrol 5 10 15
Suhu Rektal (oC) 38.19 ± 0.19 b
38.42 ± 0.26a
38.37 ± 0.12 a
38.18 ± 0.04b
Suhu Permukaan (oC) 30.86 ± 0.82 31.46 ± 0.75 31.21 ± 0.80 31.18 ± 0.54
Suhu Tubuh (oC) 37.17 ± 0.12 37.45 ± 0.19 37.37 ± 0.07 37.21 ± 0.08
Denyut Jantung (kali/menit) 71 ± 4.40 70 ± 1.60 72 ± 3.40 70 ± 1.70
Laju Respirasi (kali/menit) 42 ± 7.80 44 ± 5.20 45 ± 5.50 43 ± 6.00
Ket : Superskrip (A, AB dan B) pada baris yang sama dengan huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda (P>0.05)

Suhu Rektal, Suhu Permukaan Tubuh dan Suhu rumput 5 dan 10 cm berbeda dengan ukuran potongan
Tubuh kontrol dan 15 cm, hal ini dapat dikarenakan peningkatan
Hasil penelitian ini, suhu rektal sapi perah dengan kecernaan ransum menyebabkan laju pakan ke organ pasca
ukuran potongan rumput yang berbeda, menunjukkan rumen akan lebih cepat dan lambung akan cepat kosong
adanya perbedaan nyata (p<0.05) dan pada uji lanjut sehingga mendorong ternak untuk makan terus (Indriani
yaitu ukuran pemotongan 5 dan 10 cm berbeda dengan et al. 2013), yang dapat menyebabkan peningkatan suhu
kontrol dan 15 cm (Tabel 3 dan 4). Hal ini dipengaruhi rektal. Hal ini dapat disebabkan ternak berhasil melakukan
oleh kondisi lingkungan dimana pada tabel 5 didapatkan proses termoregulasi atau pengaturan keseimbangan panas
pada pagi hari (pukul 06.00)suhu rektal lebih rendah melalui mekanisme homeostatis di dalam tubuh yang
dibandingkan pada siang (12.00) dan sore hari (18.00). merupakan perwujudan kerja organ-organ tubuh (Purwanto
Pada pagi hari, suhu lingkungan berkisar 22 oC dengan et al. 1995). Pada siang hari, suhu rektal lebih tinggi (38.61
THI yang nyaman (THI<72) didapatkan suhu rektal yang ± 0.24 °C) dibandingkan pada pagi (37.74 ± 0.21°C) dan
lebih rendah dibandingkan siang dan sore hari dimana sore hari (38.52 ± 0.23°C) dikarenakan ternak berada
tubuh ternak menyesuaikan dengan kondisi lingkungan. dalam kondisi stress sedang dimana respon ditandai dengan
Menurut Bouraouiet al (2002) didapatkan suhu rektal peningkatan suhu rektal dan apabila peningkatan denyut
secara signifikan berbeda pada musim semi (38.36 oC) ke nadi serta laju respirasi mampu mengatasi cekaman panas
musim panas (38.86 oC).Suhu rektalmerupakan indikator maka suhu rektal sedikit sekali mengalami peningkatan.
keseimbangan termal dan dapat digunakan untuk menilai Suhu rektal, denyut jantung, dan laju respirasi mempunyai
kesulitan dari lingkungan termal yang dapat mempengaruhi hubungan yang erat.
pertumbuhan, laktasi, dan reproduksi sapi perah. Kenaikan Suhu permukaan tubuh ternak pada penelitian ini
dari 1 oC atau kurang dalam suhu rektal sudah cukup untuk berkisar 30–34oC, dimana perbedaan ukuran potongan
mengurangi kinerja pada sebagian besar spesies ternak, rumput tidak berpengaruh nyata terhadap suhu permukaan
yang membuat indikator suhu tubuh sensitif dari respon tubuh (Tabel 3 dan 5). Nilai tersebut sesuai dengan suhu
fisiologis terhadap stres panaspada sapi (McDowell et permukaan kulit sapi yang dipelihara dalam lingkungan
al., 1976; Johnson, 1980; Kadzere et al. 2002). Shalitetal. mikro yang nyaman yaitu berkisar 33,5-37,1 oC (Tucker
(1991) mencatat suhu rektal sapi laktasi 0.9 oC lebih tinggi et al. 2008).Pola perubahan suhu permukaan kulit ternak
dari pada sapipre-partum pada kondisi lingkungan yang sapi, seirama dengan tingkat panas yang diterima. Kulit
serupa dikarenakan sapi perah laktasi tampaknya lebih merupakan organ terluar penerima panas yang suhunya
termo-labil daripada yang sedang tidak menyusui. secara langsung mengikuti perubahan suhu lingkungan
Hasil Subronto (1995), melaporkan bahwa suhu rektal dan dikarenakan level energi ransum pada penelitian ini
sapi dalam kondisi normal adalah 38.5°C dan suhu kritis sama maka dapat dimungkinkan panas yang diproduksi
39.5°C, berdasarkan hasil ini didapatkan bahwa suhu tidak terlalu berbeda. Hal ini sesuai dengan penelitian
rektal ternak masih berada dalam kondisi normal walaupun Amir (2010) mengatakan bahwa level energi ransum yang
diberikan perlakuan perbedaan potongan ukuran rumput berbeda mempengaruhi secara tidak langsung terhadap
pakan. Pada Tabel 4, dapat dilihat bahwa ukuran potongan panas yang diproduksi oleh ternak.

Tabel 4. Suhu Rektal Ternak Sapi Perah (oC) selama penelitian


Data Harian Pemotongan Rataan
Kontrol 5 10 15
Pagi (06.00) 37.75 ± 0.17ab 37.85 ± 0.33a 37.76 ± 0.13ab 37.59 ± 0.15b 37.74 ± 0.21*)
Siang (12.00) 38.49 ± 0.26 38.75 ± 0.31 38.69 ± 0.09 38.52 ± 0.19 38.61 ± 0.24tn
Sore (18.00) 38.33± 0.18 b
38.67 ± 0.26 a
38.65 ± 0.19 a
38.43 ± 0.10 ab
38.52 ± 0.23*)
Rataan 38.19 ± 0.19b 38.42 ± 0.26a 38.37 ± 0.12a 38.18 ± 0.04b

Ket : *) perlakuan berpengaruh nyata dengan tingkat kepercayaan 95% (P<0,05); tn : perlakuan tidak berpengaruh nyata dengan
tingkat kepercayan 95% (P>0,05); Superskrip (a, ab dan b) pada baris yang sama dengan huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda
terhadap masing – masing perlakuan; Superskrip (A dan B) pada baris yang sama dengan huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda
terhadap rataan total

Edisi Oktober 2013 141


Vol. 01 No. 3 Respon fisiologis dan produksi susu ternak perah

Suhu tubuh terdiri dari suhu rektal dan suhu Suhu lingkungan penelitian pada sore hari berkisar 26 – 27
permukaan tubuh.Suhu tubuh yang didapatkan tidak o
C dan THI berkisar 76 – 78 dimana berada pada cekaman
berbeda nyata terhadap perlakuan pemotongan rumput stress ringan, suhu tubuh meningkat dengan peningkatan
(P>0.05).Hasil rataan suhu tubuh pada ukuran potongan 5 suhu lingkungan, sehingga tubuh menyesuaikan dengan
cm (37.45 ± 0.19) lebih tinggi dibandingkan kontrol (37.17 kondisi lingkungan dan sapi perahakan menyesuaikan
± 0.12), 10 cm (37.37 ± 0.07), 15 cm (37.21 ± 0.08). dengan mencari naungan, meningkatkan laju respirasi
Pada Tabel 6, perubahan suhu tubuh mulai dari pukul dan pelebaran pembuluh darah serta pengaruh terhadap
06.00 (36.13 ± 0.29) meningkat pada pukul 12.00 (38.07 produksi susu akan minimal. (Bouraoui et al. 2002; Chase
± 0.22) dan kembali menurun pada pukul 18.00 (37.70 ± 2006).Weeth et al. (2008) mengatakan bahwa suhu tubuh
0.21). Suhu lingkungan serta kondisi fisiologis ternak yang diukur dengan termometer klinis bukan indikasi
laktasi yang memerlukan energi untuk produksi susu dan dari jumlah total panas yang diproduksi, tetapi hanya
metabolisme tubuh juga mempengaruhi nafsu makan ternak. merefleksikan keseimbangan antara panas yang diproduksi
dengan panas yang dilepaskan.
Tabel 5. Suhu Permukaan Tubuh (oC) selama penelitian

Data Harian Pemotongan Rataan


Kontrol 5 10 15
Pagi (06.00) 25.47 ± 2.89 26.79 ± 2.01 26.58 ± 1.62 26.33 ± 1.54 26.29 ± 1.94
Siang (12.00) 34.69 ± 0.18 34.79 ± 0.36 34.56 ± 0.71 34.78 ± 0.20 34.70 ± 0.39
Sore (18.00) 32.52 ± 0.78 32.86 ± 0.59 32.67 ± 0.49 32.71 ± 0.53 32.69 ± 0.56
Rataan 30.86 ± 0.82 31.46 ± 0.75 31.21 ± 0.80 31.18 ± 0.54

Tabel 6. Suhu Tubuh (oC) selama penelitian

Data Harian Pemotongan Rataan


Kontrol 5 10 15
Pagi (06.00) 36.03 ± 0.39 36.29 ± 0.24 36.19 ± 0.18 36.02 ± 0.30 36.13 ± 0.29
Siang (12.00) 37.96 ± 0.25 38.19 ± 0.31 38.12 ± 0.096 37.99 ± 0.17 38.07 ± 0.22
Sore (18.00) 37.51 ± 0.15 37.86 ± 0.23 37.81 ± 0.13 37.62 ± 0.15 37.07 ± 0.21
Denyut Jantung Pada siang hari, denyut jantung sapi (72.79 ± 3.60
kali/menit) lebih tinggi daripada pagi (66.68 ± 3.89
Ukuran potongan rumput tidak berbeda nyata pada kali/menit) dan sore hari (71.82 ± 4.06 kali/menit), hal
denyut jantung (Table 7). Denyut jantung yang didapatkan ini disebabkan suhu lingkungan yang panas di siang hari.
pada potongan 10 cm (72 ± 3.4 kali/menit) lebih besar Reaksi sapi terhadap perubahan suhu yang dapat dilihat
dibandingkan dengan ukuran potongan kontrol (71 ± dari denyut jantung yang merupakan salah satu mekanisme
4.4kali/menit), 15 cm (70 ± 1.7 kali/menit) dan 5 cm(70 ± dari suhu tubuh sapi untuk mengurangi atau melepaskan
1.6 kali/menit) dengan nilai minimum – maksimum antara panas yang diterima dari luar tubuhdan apabila terjadi
66–74 kali per menit. Nilai rataan ini masih dalam kisaran peningkatan suhu udara maka diikuti dengan peningkatan
hasil penelitian Purwanto et al. (1993) yang memperoleh denyut jantung yang merupakan mekanisme fisiologis
rataan denyut jantung antara 52-76 kali/menit.Perubahan ternak sehingga ternak berusaha mempercepat frekuensi
suhu pada kandang dapat mempengaruhi perubahan denyut denyut jantung untuk membuang panas. (Purwanto et al.
jantung sapi perah FH. 1995).

Tabel 7. Denyut Jantung (kali/menit) selama penelitian


Data Harian Pemotongan Rataan
Kontrol 5 10 15
Pagi (06.00) 67 ± 5.1 65 ± 3.2 67 ± 4.9 67 ± 3.2 67 ± 3.9
Siang (12.00) 71 ± 3.3 72 ± 1.7 75 ± 4.3 73 ± 4.8 73 ± 3.6
Sore (18.00) 74 ± 5.2 72 ± 3.3 73 ± 4.5 69 ± 3.2 72 ± 4.1

Laju Respirasi pedet sebanyak 15-40 kali/menit sehingga dapat dikatakan


Laju respirasi dengan rataan yang didapatkan berkisar bahwa ternak mengalami cekaman. Peningkatan frekuensi
34–50 kali per menit. Nilai rataan ini masih dalam kisaran respirasi terjadi ketika ada peningkatan permintaan oksigen
hasil penelitian Purwanto et al. (1993) yang memperoleh setelah olahraga, terpapar pada kondisi suhu lingkungan
rataan respirasi pernafasan antara 25–65 kali/menit pada dan kelembaban relatif yang tinggi serta kegemukan (Baret
sapi perah pada posisi berdiri, namun menurut Frandson et al. 2010). Pada Tabel 8 dapat dilihat bahwa pada pagi
(1992), kegiatan frekuensi respirasi normal pada ternak hari (06.00), laju respirasi (31 ± 8.8 kali/menit) cenderung
sapi dewasa adalah 10-30 kali/menit, sedangkan pada lebih rendah dibandingkan siang (53 ± 4.6 kali/menit) dan

142 Edisi Oktober 2013


Novianti et al. Jurnal Ilmu Produksi dan Teknologi Hasil Peternakan

kembali menurun pada sore hari (46 ± 6.2 kali/menit). laju respirasi terjadi yang merupakan reaksi sapi terhadap
Potongan ukuran rumput tidak berpengaruh nyata perubahan suhu lingkungannya, hal ini akan berdampak
terhadap laju respirasi (P>0.05).Hasil penelitian didapatkan terhadap naiknya produksi panas didalam tubuh ternak.
bahwa rataan laju respirasi pada ukuran potongan rumput Peningkatan respirasi pernafasan juga membantu hewan
10 cm (45 ± 5.5 kali/menit) lebih tinggi dibandingkan meningkatkan kehilangan panas tubuh dari bagian
kontrol (42 ± 7.8 kali/menit), 5 cm (44 ± 5.2 kali/menit) pernapasan (Purwanto et al. 1993).
dan 15cm (43 ± 6.0 kali/menit).Peningkatan intensitas

Tabel 8. Laju Respirasi (kali/menit) selama penelitian


Data Harian Pemotongan Rataan
Kontrol 5 10 15
Pagi (06.00) 31 ± 12.8 31 ± 8.8 32 ± 7.4 31 ± 9.3 31 ± 8.8
Siang (12.00) 50 ± 3.3 55 ± 3.3 55 ± 6.1 52 ± 4.6 53 ± 4.6
Sore (18.00) 44 ± 9.8 46 ± 4.8 47 ± 5.9 46 ± 5.7 46 ± 6.2
Rataan 42 ± 7.8 44 ± 5.2 45 ± 5.5 43 ± 6.0
Konsumsi Pakan dan Produksi Susu Peningkatan produksi susu dapat dilihat dari
Perlakuan fisik pada pakan ternak dapat dilakukan peningkatan konsumsi pakan dalam bentuk bahan kering,
dengan pemotongan untuk memperkecil ukuran hijauan. TDN dan protein yang terkandung di dalam bahan pakan
Ukuran yang lebih kecil akan memperluas permukaan yang disintesa menjadi zat – zat nutrient dalam darah dan
sehingga enzim-enzim pencernaan akan lebih mudah terjadi penyerapan yang dapat meningkatkan produksi susu
meresap dan pada ternak ruminansia akan lebih mencerna dan kadar protein serta lemak dalam susu (Mc Donald et
(McDonald et al. 2002). Pakan yang diberikan pada sapi al. 2002). Konsumsi Bahan Kering (BK), protein kasar dan
perah laktasi yaitu rumput gajah (Pennisetum purpureum) TDN pakan dan susutidak berbeda nyata terhadap ukuran
dengan pemberian 36.29 ± 2.2 kg per hari dan konsentrat potongan rumput (p>0.05). Konsumsi bahan kering, protein
7.25 ± 1.31 kg per hari. Hasil penelitian didapatkan kasar dan TDN pakan pada ukuran potongan rumput 5 cm
bahwa perlakuan pemotongan rumput tidak berbeda nyata lebih tinggi dibandingkan ukuran potongan kontrol, 10
(p>0.05) terhadap konsumsi pakan. Rata – rata konsumsi cm dan 15 cm sejalan dengan hasil analisa bahan kering,
pakan per hari selama penelitian yaitu 9.08 ± 1.12 kg protein dan lemak susu dimana ukuran potongan rumput
BK/kg/hari yang dapat menghasilkan susu rata – rata 5.54 5 cm lebih tinggi dibandingkan ukuran potongan kontrol,
± 1.45 liter per hari. Pengaruh ukuran potongan rumput 10 cm dan 15 cm (Gambar 3 dan 4). Berdasarkan NRC
terhadap performa konsumsi pakan dan produksi susu (2001), kebutuhan konsumsi bahan kering pakan sapi
disajikan pada Tabel 9. laktasi sebesar 12.4 kg menghasilkan susu 10 kg, sehingga
Pada Tabel 9, ukuran potongan rumput 5 cm dibandingkan dengan nilai konsumsi bahan kering pakan
didapatkan rata – rata konsumsi BK yang lebih tinggi penelitian masih dibawah nilai kebutuhan sapi (rata – rata
dibandingkan dengan kontrol, 10 cm dan 15 cm.Hal ini konsumsi bahan kering sebesar 9.08 ± 1.12 kg dan produksi
memungkinkan karena dengan pemotongan 5 cm, hampir susu sebesar 5.7 ± 1.5 kg). TDN erat kaitannya dengan
seluruh bagian rumput termakan dan dicerna, dibandingkan energi yang dihasilkan.Nilai rata – rata TDN pada pakan
dengan konsumsi BK tanpa potongan (kontrol), 10cm dan didapatkan sebesar 51.65 %, Berdasarkan NRC (2001),
15 cm. Pada sapi laktasi, konsumsi pakan sangat penting nilai TDN pada pakan untuk ternak dengan bobot 350 kg
untuk memproduksi susu yang maksimal. Namun kondisi sebesar 56.2% dibandingkan dengan nilai TDN pakan
lingkungan pun berpengaruh terhadap kondisi tubuh sapi. masih dibawah kebutuhan ternak, sehingga perlu adanya
Sapi dengan kondisi nyaman akan menghasilkan susu yang suplemen kaya protein dan lemak untuk meningkatkan
baik. nilai TDN.
Tabel 9. Produktivitas Sapi Perah selama penelitian
Keterangan Pemotongan
Kontrol 5 10 15
Konsumsi Pakan (gr BK/ekor/hari)
Bahan Kering 8978.00 ± 1287.48 9322.49± 1361.39 8929.83 ± 749.68 9089.27± 1430.25
Protein Kasar 1096.80 ± 151.98 1149.76 ± 153.93 1089.39 ± 61.33 1113.90 ± 187.89
TDN 4548.71 ± 635.99 4749.58 ± 658.81 4520.63 ± 303.66 4613.59 ± 751.22
Susu (gr/ekor/hari)
Bahan Kering 777.33 ± 221.69 858.05 ± 172.65 752.79 ± 131.09 755.23 ± 174.04
Protein 29.69 ± 9.13 32.17 ± 6.51 28.61 ± 3.91 27.88 ± 5.52
Lemak 44.45 ± 13.14 47.78 ± 11.18 43.17 ± 9.66 40.14 ± 7.11
Efisiensi Protein (%) 2.67 ± 0.56 2.81 ± 0.39 2.63 ± 0.33 2.51 ± 0.23
Produksi Susu (liter/hari) 5.35 ± 1.55 6.06 ± 1.39 5.28 ± 1.42 5.49 ± 1.93

Edisi Oktober 2013 143


Vol. 01 No. 3 Respon fisiologis dan produksi susu ternak perah

Perlakuan pemotongan rumput terhadap produksi menurut LeLiboux et al. (1999) dengan mengurangi ukuran
susu tidak berbeda nyata (p>0.05). Produksi susu pada partikel pakan dapat mempengaruhi kuantitas dan sifat
pemotongan ukuran rumput 5 cm (6.06 ± 1.39 liter/hari) kecernaan produk akhir dengan mengubah kondisi kimia
lebih besar dibandingkan kontrol (5.35 ± 1.55 liter/hari), dan fisika dalam rumen, namun,besarnya efek ini tidak
10 cm (5.28 ± 1.42 liter/hari) dan 15 cm (5.49 ± 1.93 tergantung pada jumlah material organik yang difermentasi
liter/hari). Rata – rata produksi susu terjadi peningkatan yang memasuki rumen dalam satu kali makan. Begitu pula
sekitar 0.2 – 0.5 liter antar ukuran potongan rumput (tabel dengan kadar lemak susu yang didapatkan lebih besar dari
9) namun hasil yang didapatkan kurang dari rata – rata standar SNI, sehingga sesuai dengan pendapat Sudono et
produksi susu sapi di daerah tropis pada suhu nyaman al. (2003), pakan hijauan menyebabkan kadar lemak susu
yang berkisar antara 9 – 12 liter per hari (Asmaki et al. tinggi karena lemak susu tergantung dari kandungan serat
2008). Energi di dalam tubuh sapi maupun hewan lainnya kasar dalam pakan.
berperan dalam pemasukan makanan (feed intake), karena Efisiensi protein susu yang didapatkan pada ukuran
hewan pada umumnya, aktivitas makan dilakukan untuk potongan rumput tidak berbeda nyata (P>0.05). Rataan
efisiensi protein susu didapatkanberkisar 2.65 ±0.37%.
 Protein pakan pada ukuran potongan rumput 5 cm lebih

 

 tinggi dibandingkan kontrol, 10 cm dan 15 cm yang



menghasilkan protein susu pada ukuran potongan 5 cm

juga lebih tinggi, dimana sintesa protein susu pada ukuran
 5 cm lebih besar dibandingkan ukuran lainnya. Menurut
  
 
Zamani (2012), banyak faktor yang mempengaruhi

efisiensi, protein dan lemak pakan mempengaruhi efisiensi.

Semakin banyak jumlah pakan yang dimakan, semakin

   tinggi nilai protein yang disintesa dan diserap pada sapi
 

   laktasi namun kelebihan dari protein dibuang dalam bentuk
 urea, sehingga dapat dikatakan efisiensi protein susu pada
ukuran potongan 5 cm lebih tinggi dibandingkan ukuran
Gambar 3. BK, Protein Kasar dan TDN Pakan (gr potongan lainnya dimana menurut Budiarsana et al. (2001)
BK/ekor/hari) nilai ini akan sangat situasional, tergantung tempat dan

waktu dimana perhitungan itu dilakukan.

KESIMPULAN



 Berdasarkan hasil penelitian disimpulkan bahwa

 
 dengan kondisi lingkungan yang cenderung panas dengan
 cekaman stress ringan sampai dengan sedang, respon
 fisiologis (suhu tubuh, detak jantung, laju respirasi

kecuali suhu rektal) tidak dipengaruhi olehperlakuan

   perbedaan ukuran potongan rumput. Semakin kecil ukuran

     potongan semakin banyak konsumsi pakan ternak yang
Gambar 4. BK, Protein dan Lemak Susu (gr/ekor/hari)  mempengaruhi kualitas serta efisiensi protein susu.

memenuhi kebutuhan energi.Panas yang diproduksi oleh DAFTAR PUSTAKA


ternak laktasi sebanyak dua kali lipat dibandingkan ternak Amir, A. 2010. Respon termoregulasi dan tingkah laku
yang tidak sedang laktasi (McDonald et al. 2002). bernaung sapi perah dara peranakan fries holland
Ukuran potongan rumput tidak berbeda nyata terhadap pada energi ransum yang berbeda. Bogor (ID) : Tesis.
kadar protein dan lemak, namun terjadi peningkatan Sekolah Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor.
kadar pada masing–masing potongan sekitar 0.02–0.03 Anderson, BE. 1983. Temperature regulation and
% (protein) dan 0.03–0.19 % (lemak). Rataan kadar environmental physiology. In: Duke’s Physiology Of
protein dan lemak pada ukuran potongan 5 cm lebih tinggi Domestic Animal 10th Ed. Swenson, M.J. (Ed). Ithaco,
dibandingkan dengan ukuran kontrol, 10 cm dan 15 cm. London (GB) : Comstock Publishing, Association and
Peningkatan kadar protein pada susu tergantung pada Division Of Coernell University Press.
asupan protein dalam pakan ternak yang membentuk asam Asmaki AP, Hasanawi M, Tidi DA. 2008. Budidaya Usaha
amino dan diserap tubuh melalui darah (Mc Donald et al. Pengelolaan Agribisnis Ternak Sapi. Bandung (ID):
2002). CV. Pustaka Grafika
Kandungan protein dan lemak pada susu sapi Baret K, Brooks H, Boitano S, Barman S. 2010. Ganong’s
penelitian didapatkan hasil lebih dari standar SNI yaitu Review Of Medical Physiology. 23th Edition. California
rataan kadar Protein yaitu 3.54% dan kadar lemak yaitu (US): McGraw Hill Co.
4.62% BSN (1998) menyatakan susu segar memilikikadar Bath, DL, Dickinson, FN, Tucker HA, and Applemen
protein minimal 2.7% dan lemak minimal 3%. Pada Tabel RD. 1985. Dairy Cattle: Principles, Practices,
9 dapat dilihat kadar protein baik pada konsumsi pakan Problems, Profits. 3rd edition. Philadelphia (US) : Lea
maupun sintesa susu dengan ukuran potongan rumput 5 cm and Febiger.
lebih besar dibandingkan ukuran potongan lainnya. Hal ini Beede DK, Collier RJ. 1986. Potential nutritional strategies

144 Edisi Oktober 2013


Novianti et al. Jurnal Ilmu Produksi dan Teknologi Hasil Peternakan

for intensively managed cattle during thermal Jones GM, Stallings CC. 1999. Reducing Heat Stress
stress, J. Anim. Sci. 62 (1986) 543–554. http://www. For Dairy Cattle. Virginia Cooperative Extension.
journalofanimalscience.org/content/62/2/543.full.pdf Publication Number 404-200. Http://Hydrofun.Net/
Bohmanova J. Misztal I, Cole, JB. 2007. Temperature- Pdf/Dairy_Misting.Pdf. [4 Desember 2013].
Humidity Indices as Indicators of Milk Production Kadzere CT, Murphy MR, Silanikove N, Maltz E. 2002.
Losses due to Heat Stress. J. Dairy Sci. 90:1947–1956. Heat stress in lactating dairy cows: a review. Livestock
https://www.aipl.arsusda.gov/publish/jds/2007/90_ Prod. Sci 77 (2002) : 59–91.
1947.pdf LeLiboux S, Peyraud JL. 1999. Effect of forage particle
Bouraoui R, Lahmar M, Majdoub A, Djemali M, size and feeding frequency on fermentation patterns
Belyea R. 2002. The relationship of temperature- and sites and extent of digestion in dairy cows fed
humidity index with milk production of dairy cows in mixed diets. Anim. Feed Sci. and Tech.76 (1999) 297
a Mediterranean climate. Anim. Res. 51 (2002) 479– – 319.
491. McDonald P, Edwards RA, Greenhalgh JFD, Morgan
Budiarsana IGM, Sutama IK. 2001. Efisiensi Produksi CA. 2002. Animal Nutrition 6th Edition. London (GB)
Susu Kambing Peranakan Etawah (The Efficiency : Pearson Education.
of Milk Production of Peranakan Etawah Goats). McDowell RE. 1974. The Environment Versus Man and
Seminar Nas. Tek. Peternakan dan Vet. Pronas (2001) His Animals. Dalam: Cole HH, Ronning M (Editor).
: 427 – 434. Animal Agriculture. San Fransisco (US) : W.H.
[BSN] Badan Standardisasi Nasional. 1998. SNI – Standar Freeman and Co.
Mutu Susu Segar No. 01-3141-1998. Jakarta (ID): McLean JA, Downie AJ, Jones CDR, Stombough DP,
Departemen Pertanian. and Glasbey CA. 1983. Thermal adjustments of
Chase, Larry E. 2006. Climate Change Impacts on Dairy stress (Bos Taurus) to abrupt changes in environtments
Cattle. Climate Change and Agriculture: Promoting temperature. Camb. J. Agric. Sci. 48 : 81–84.
Practical and Profitable Responses. http://dbccc.onep. [NRC] National Research Council. 2001. Nutrient
go.th/climate/attachments/article/105/Climate%20C Requirements of Dairy Cattle. 7th revised edition.
hange%20Impacts%20on%20Dairy%20Cattle.pdf [9 National Academy Press.
Februari 2014]. Pennington JA, Van Devender K. 2004. Heat Stresss
Collier RJ, Beede DK, Thatcher WW, Israel LA, In Dairy Cattle. Agriculture and Natural Resources
Wilcox CJ. 1982. Influences of environment and its University Of Arkansas. Http://www.uaex.edu.
modification on dairy animal health and production. J. Purwanto BP, Matsumoto T, Nakamasu F, Ito T,
Dairy Sci. 65, 2213– 2227. Yamamoto S. 1993. Effect of standing and lying
DeRensis F, Scaramuzzi RJ. 2003. Heat stress and seasonal behaviours on heat production of dairy heifers differing
effects on reproduction in the dairy cow—A Review. in feed intake levels. AJAS. 6:271-274.
Theriogeno 60:1139–1151. Purwanto BP, Santoso AB, Murfi A. 1995. Fisiologi
Ensminger, ME. 1971. Dairy Cattle Science. Danville, Lingkungan. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian
Illinois (US) : The Interstate Printers and Publisher. Bogor, Bogor (ID)
Inc. Rahardja DP. 2006. Ilmu Lingkungan Ternak. Citra Emulsi,
Frandson RD. 1992. Anatomi dan Fisiologi Ternak. Makassar (ID)
Srigandono B, Praseno K, penerjemah; Yogyakarta Reksohadiprodjo S. 1985. Produksi Hijauan Makanan
(ID) : Gadjah Mada University Press. Ternak Tropik. Bagian Penerbitan Fakultas Ekonomi.
Hahn GL. 1999. Dynamic responses of cattle to thermal Yogyakarta (ID):UGM.
heat loads. J Anim Sci. 77 : 10-20. Riyanthi. 2006. Tingkah Laku Makan Sapi Peranakan
Hartadi H, Reksohadiprodjo S, Lebdosukojo S, Tillman Friesian Holstein Laktasi yang diberi Pakan Rumput
A, Kearl LC, Harris LE. 1980. Tabel-tabel dari Gajah dengan Ukuran Pemotongan yang Berbeda
Komposisi Bahan Makanan Ternak untuk Indonesia. [skripsi]. Semarang : Program Studi Produksi Ternak,
Utah (US) : International Feedstuffs Institute Utah Fakultas Peternakan, Universitas Diponegoro.
Agricultural Experiment Station. Shalit, O, Maltz E, Silanikove N, Berman A.1991. Water,
Indriani, Ap, Muktiani A, Pangestu E. 2013. Konsumsi Na, K, and Cl metabolism of dairy cows at onset of
dan Produksi Protein Susu Sapi Perah Laktasi yang lactation in hot weather. J. Dairy Sci. 74, 1874–1883.
Diberi Suplemen Temulawak (Curcuma Xanthorrhiza) Shearer, JK, Beede DK. 1990. Thermoregulation and
dan Seng Proteinat (Feed Intake and Milk Protein physiological responses of dairy cattle in hot weather.
Production Of Dairy Cow Fed Temulawak (Curcuma Agri-Practice 11: 5–17.
Xanthorrizha) and Zn Proteinate As Supplementation). Smith JB, Mangkoewidjojo S. 1988. Pemeliharaan,
Anim. Agric. Journal, Vol. 2. No. 1, 2013, P 128 – pembiakan, dan penggunaan hewan percobaan di
135. Daerah Tropis. Jakarta (ID): UI Press.
Igono MO, Johnson HD. 1990. Physiological stress index Steel RDG, Torrie JH. 1995. Prinsip dan Prosedur
of lactating dairy cows based on diurnal pattern of rectal Statistika Suatu Pendekatan Biometri. Ed ke-2.
temperature. J. Interdiscip. Cycle Res. 21, 303–320. Terjemahan Bambang S. Jakarta (ID) : PT Gramedia
Johnson, HD. 1980. Depressed chemical thermogenesis Pustaka Utama.
and hormonal functions in heat. In: Environmental Sudono A, Rosdiana F, Setiawan B. 2003. Beternak
Physiology: Aging, Heat, and Altitude. Elsevier /North sapi perah secara intensif. Jakarta (ID): Agromedia
Holland, New York, pp. 3–9.

Edisi Oktober 2013 145


Vol. 01 No. 3 Respon fisiologis dan produksi susu ternak perah

Pustaka. Yousef, MK. 1984. Heat Production : Mechanisms and


Sutardi, T. 1981. Sapi Perah dan Pemberian Makanannya. Regulation. Dalam : M.K.Yousef (Editor). Stress
Bogor (ID) : Departemen Ilmu Nutrisi dan Makanan Physiology of Livestock, Volume I : Basic Principle.
Ternak, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor Florida (US): CRC Press Inc.
Tucker CB, Rogers AR, Schütz KE. 2008. Effect of solar Weeth HJ, Hunter JE, Piper EL. 2008. Effect of salt water
radiation on dairy cattle behaviour, use of shade and dehydration on temperature, pulse, and respiration of
body temperature in a pasture-based system. Appl growing cattle. J Dairy. Sci 21:688-691.
Anim Behav Sci 109:141–154. Zamani P. 2012. Efficiency of Lactation. Milk Production
Yani A, Purwanto BP. 2006. Pengaruh iklim mikro terhadap – An Up-to-Date Overview of Animal Nutrition,
respons fisiologis sapi peranakan Fries Holland Management and Health. Chapter 7. Zamani, license
dan modifikasi lingkungan untuk meningkatkan InTech. http://www.intechopen.com/download/get/
produktivitasnya (ulasan). Med Pet 1:35-46. type/pdfs/id/39467. (26 Februari 2014)
Yani, A. 2007. Analisis dan simulasi distribusi suhu udara
pada kandang sapi perah menggunakan Computational
Fluid Dynamics (CFD). Bogor (ID) : Tesis. Sekolah
Pascasarjana Institut Pertanian Bogor,

146 Edisi Oktober 2013

Anda mungkin juga menyukai