Sejarah Keperawatan Di Dunia Dan Indonesia
Sejarah Keperawatan Di Dunia Dan Indonesia
Sejarah Keperawatan Di Dunia Dan Indonesia
Pada permulaan Masehi, Agama Kristen mulai berkembang. Pada masa itu, keperawatan
mengalami kemajuan yang berarti, seiring dengan kepesatan perkembangan Agama Kristen. Ini
dapat di lihat pada masa pemerintahan Lord Constantine, yang mendirikan Xenodhoeum atau
hospes (latin), yaitu tempat penampungan orang yang membutuhkan pertolongan terutama bagi
orang-orang sakit yang memerlukan pertolongan dan perawatan.
Pada pertengahan Abad VI Masehi, Agama Islam mulai berkembang. Pengaruh Agama
Islam terhadap perkembangan keperawatan tidak terlepas dari keberhasilan Nabi Muhammad
SAW menyebarkan Agama Islam.
Memasuki Abad VII Masehi Agama Islam tersebar ke berbagai pelosok Negara. Pada masa
itu di Jazirah Arab berkembang pesat ilmu pengetahuan seperti: ilmu pasti, ilmu kimia, hygiene
dan obat-obatan. Prinsip-prinsip dasar perawatan kesehatan seperti pentingnya menjaga
kebersihan makanan, air dan lingkungan berkembang secara pesat. Tokoh keperawatan yang
terkenal dari dunia Arab pada masa tersebut adalah “Rafida”.
Pada permulaan Abad XVI, struktur dan orientasi masyarakat mengalami perubahan, dari
orientasi kepada agama berubah menjadi orientasi kepada kekuasaan, yaitu: perang, eksplorasi
kekayaan alam serta semangat kolonialisme. Pada masa itu telah terjadi kemunduran terhadap
perkembangan keperawatan, dimana gereja dan tempat-tempat ibadah ditutup, sehingga tenaga
perawat sangat jauh berkurang. Untuk memenuhi kekurangan tenaga tersebut maka
digunakanlah bekas wanita jalanan (WTS) yang telah bertobat sebagai, sehingga derajat seorang
perawat turun sangat drastis dipandangan masyarakat saat itu.
Perkembangan keperawatan di Inggris sangat penting untuk kita pahami, karena Inggris
melalui Florence Nightingle telah membuka jalan bagi kemajuan dan perkembangan
keperawatan yang kemudian diikuti oleh negara-negara lain.
Florence Nightingle, lahir dari keluarga kaya dan terhormat pada tahun 1820 di Flronce
(Italia). Setahun setelah kelahirannya, keluarga Florence kembali ke Inggris. Di Inggris Florence
mendapatkan pendidikan sekolah yang baik sehingga ia mampu menguasai bahasa Perancis,
Jerman, dan Italia. Pada usia 31 tahun Florence mengikuti kursus pendidikan perawat di
Keiserwerth (Italia) dan Liefdezuster di Paris, dan setelah pendidikan ia kembali ke Inggris.
Pada saat Perang Krim (Crimean War) terjadi di Turki tahun 1854, Florence bersama 38
suster lainnya di kirim ke Turki. Berkat usaha Florence dan teman-teman, telah terjadi perubahan
pada bidang hygiene dan keperawatan dengan indikator angka kematian turun sampai 2%.
Bangsa mesir pada zaman purba telah menyembah banyak dewa. Dewa yang terkenal
antara lain Isis. Mereka beranggapan bahwa dewa ini menaruh minat terhadap orang sakit
dan memberikan pertolongan pada waktu si sakit sedang tidur. Didirikanlah kuil yang
merupakan rumah sakit pertama di mesir.
Ilmu ketabiban terutama ilmu bedah telah dikenal oleh bangsa mesir zaman purba
(± 4800 SM). Dalam menjalankan tugasnya sebagai tabib ia menggunakan bidai (spalk), alat-
alat pembalut, ia mempunyai pengetahuan tentang anatomi, Hygienr umum serta tentang
obat-obatan. Didalam buku-buku tertulis dalam kitab Papyrus didalamnya memuat kurang
lebih 700 macam resep obat-obatan dari Mesir
5. Sejarah Keperawatan Yahudi Kuno
Ilmu pengetahuan bangsa Yahudi banyak di peroleh dari bangsa Mesir. Misalnya : cara-
cara memberi pengobatan orang yang terkenal adalah Musa. Ia juga dikenal sebagai seorang ahli
hygiene. Dibawah pimpinannya bangsa Yahgudi memajukan minatnya yang besar terhadap
kebersihan umum dan kebersihan diri.
Undang-undang kesehatan bangsa Yahudi menjadi dasar bagi hygiene modern dimana
cara-cara dan peraturannya sesuai dengan bakteriologi zaman sekarang, misalnya :
6. Tiongkok
Bangsa Tiongkok telah mengenal penyakit kelamin diantaranya gonorhoea dan syphilis.
Pencacaran juga telah dilakukan sejak 1000 SM ilmu urut dan psikoterapi.
Pada masa pemerintahan kolonial Belanda, perawat berasal dari penduduk pribumi yang
disebut “velpleger” dengan dibantu “zieken oppaser” sebagai penjaga orang sakit. Mereka
bekerja pada rumah sakit Binnen Hospital di Jakarta yang didirikan tahun 1799.
Pada masa VOC berkuasa, Gubernur Jendral Inggris Raffles (1812-1816), telah memiliki
semboyan “Kesehatan adalah milik manusia” Pada saat itu Raffles telah melakukan pencacaran
umum, membenahi cara perawatan pasien dengan gangguan jiwa serta memperhatikan
kesehatan dan perawatan tahanan.
Setelah pemerintah kolonial kembali ke tangan Belanda, di Jakarta pada tahun 1819
didirikan beberapa rumah sakit. Salah satunya adalah rumah sakit Sadsverband yang berlokasi di
Glodok-Jakarta Barat. Pada tahun 1919 rumah sakat tersebut dipindahkan ke Salemba dan
sekarang dengan nama RS. Cipto Mangunkusumo (RSCM).
Dalam kurun waktu 1816-1942 telah berdiri beberapa rumah sakit swasta milik misionaris
katolik dan zending protestan seperti: RS. Persatuan Gereja Indonesia (PGI) Cikini-Jakarta Pusat,
RS. St. Carolos Salemba-Jakarta Pusat. RS. St Bromeus di Bandung dan RS. Elizabeth di Semarang.
Bahkan pada tahun 1906 di RS. PGI dan tahun 1912 di RSCM telah menyelenggarakan pendidikan
juru rawat. Namun kedatangan Jepang (1942-1945) menyebabkan perkembangan keperawatan
mengalami kemunduran.
Baru kemudian tahun 1953 dibuka sekolah pengatur rawat dengan tujuan
menghasilkan tenaga perawat yang lebih berkualitas. Pada tahun 1955, dibuka Sekolah
Djuru Kesehatan (SDK) dengan pendidikan SR ditambah pendidikan satu tahun dan
sekolah pengamat kesehatan sebagai pengembangan SDK, ditambah pendidikan lagi
selama satu tahun.
Pada tahun 1962 telah dibuka Akademi Keperawatan dengan pendidikan dasar
umum SMA yang bertempat di Jakarta, di RS. Cipto Mangunkusumo. Sekarang dikenal
dengan nama Akper Depkes di Jl. Kimia No. 17 Jakarta Pusat.
b. Periode 1963-1983
Periode ini masih belum banyak perkembangan dalam bidang keperawatan. Pada
tahun 1972 tepatnya tanggal 17 April lahirlah organisasi profesi dengan nama Persatuan
Perawat Nasional Indonesia (PPNI) di Jakarta. Ini merupakan suatau langkah maju dalam
perkembangan keperawatan. Namun baru mulai tahun 1983 organisasi profesi ini terlibat
penuh dalam pembenahan keperawatan melalui kerjasama dengan CHS, Depkes dan
organisasi lainnya.
Pada tahun 1985, resmi dibukanya pendidikan S1 keperawatan dengan nama Progran
Studi Ilmu Keperawatan (PSIK) di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesi di Jakarta.
Sejak saat itulah PSIK-UI telah menghasilkan tenaga keperawatan tingkat sarjana
sehingga pada tahun 1992 dikeluarkannya UU No. 23 tentang kesehatan yang mengakui
tenaga keperawatan sebagai profesi.
Pada tahun 1996 dibukanya PSIK di Universitas Padjajaran Bandung. Pada tahun 1997
PSIK-UI berubah statusnya menjadi Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia
(FIK-UI), dan untuk meningkatkan kualitas lulusan, pada tahun 1998 kurikulum
pendidikan Ners disyahkan dan digunakan. Selanjutnya juga pada tahun 1999 kurikulum
D-III keperawatan mulai dibenahi dan mulai digunakan pada tahun 2000 sampai dengan
sekarang.
Bidadari berlampu
Pada suatu kali, saat pertempuran dahsyat di luar kota telah berlalu, seorang bintara
datang dan melapor pada Florence bahwa dari kedua belah pihak korban yang berjatuhan
banyak sekali.Florence menanti rombongan pertama, namun ternyata jumlahnya sedikit, ia
bertanya pada bintara tersebut apa yang terjadi dengan korban lainnya. Bintara tersebut
mengatakan bahwa korban selanjutnya harus menunggu sampai besok karena sudah
terlanjur gelap.
Malam itu mereka kembali dengan membawa lima belas prajurit, dua belas prajurit
Inggris dan tiga prajurit Rusia. Semenjak saat itu setiap terjadi pertempuran, pada malam
harinya Florence berkeliling dengan lampu untuk mencari prajurit-prajurit yang masih hidup
dan mulailah ia terkenal sebagai bidadari berlampu yang menolong di gelap gulita. Banyak
nyawa tertolong yang seharusnya sudah meninggal. Selama perang Krimea, Florence
Nightingale mendapatkan nama “Bidadari Berlampu. Pada tahun 1857 Henry Longfellow,
seorang penyair AS, menulis puisi tentang Florence Nightingale berjudul “Santa Filomena“,
yang melukiskan bagaimana ia menjaga prajurit-prajurit di rumah sakit tentara pada malam
hari, sendirian, dengan membawa lampu.
Suster Calista Roy adalah seorang suster dari Saint Joseph of Carondelet. Roy
dilahirkan pada tanggal 14 oktober 1939 di Los Angeles California. Roy menerima Bachelor
of Art Nursing pada tahun 1963 dari Mount Saint Marys College dan Magister Saint in
Pediatric Nursing pada tahun 1966 di University of California Los Angeles.
Roy memulai pekerjaa dengan teori adaptasi keperawatan pada tahun 1964 ketika dia
lulus dari University of California Los Angeles. Dalam Sebuah seminar dengan Dorrothy E.
Johnson, Roy tertantang untuk mengembangkan sebuah model konsep keperawatan.
Konsep adaptasi mempengaruhi Roy dalam kerangka konsepnya yang sesuai dengan
keperawatan. Dimulai dengan pendekatan teori sistem. Roy menambahkan kerja adaptasi
dari Helsen (1964) seorang ahli fisiologis – psikologis.
Sebagai model yang berkembang, Roy menggambarkan kerja dari ahli-ahli lain dari
ahli-ahli lain di area adaptasi seperti Dohrenwend (1961), Lazarus (1966), Mechanic ( 1970)
dan Selye (1978). Setelah beberapa tahun, model ini berkembang menjadi sebagai suatu
kerangka kerja pendidikan keperawatan, praktek keperawatan dan penelitian. Tahun 1970,
model adaptasi keperawatan diimplementasikan sebagai dasar kurikulum sarjana muda
keperawatan di Mount Saint Mary’s College. Sejak saat it lebih dari 1500 staf pengajar dan
mahasiswa-mahasiswa terbantu untuk mengklarifikasi, menyaring, dan memperluas model.
Penggunaan model praktek juga memegang peranan penting untuk klarifikasi lebih lanjut
dan penyaringan model.
Banyak perawat-perawat muslim tidak mengenal Rufaidah binti Sa’ ad, mereka lebih
mengenal tokoh keperawatan yang berasal dari dunia barat yaitu Florence Nighttingale
seorang tokoh keperawatan yang berasal dari Inggris.Apabila kawan-kawan mau menelaah
lebih jauh lagi ke belakang jauh sebelum agama Islam menyentuh dunia barat, dunia barat
saat itu mengalami masa kegelapan dan kebodohan di karnakan kebijakan dari pihak gereja
yang lebih banyak menguntungkan mereka, tapi disisi lain di belahan dunia lainnya yaitu
Jazirah Arab dimana Islam telah di ajarkan oleh Rasulullah ilmu pengetahuan mengalami
kemajuan terutama dlm duni keperawatan. Bukan berarti rasul menjadi seorang tabib tapi
dalam ajaran Islam yang beliau sampaikan mengandung ajaran dan nilai2 kesehatan
seperti: pentingnya menjaga kebersihan diri ( Personal Hygiene ), menjaga kebersihan
makanan, mencuci tangan, ibadah puasa, berwudhu dan lain sebagainya.
Rufaidah binti Sa’ad memiliki nama lengkap Rufaidah binti Sa’ad Al Bani Aslam Al-
Khazraj yang tinggal di Madinah, dia lahir di Yathrib dan termasuk kaum Ansar yaitu suatu
golongan yang pertama kali menganut Islam di Madinah. Ayahnya seorang dokter dan dia
mempelajari ilmu keperawatan saat membantu ayahnya. Dansaat kota Madinah
berkembang Rufaidah mengabdikan dirinya merawat kaum muslimin yang sakit dan
membangun tenda di luar Mesjid Nabawi saat dalam keadaan damai. Dan saat perang
Badar, Uhud, Khandaq, dia menjadi sukarelawan dan merawat korban yang terluka akibat
perang. Dia juga mendirikan Rumah Sakit lapangan sehingga terkenal saat perang dan
Rasulullah SAW pun memerintahkan agar para korban yang terluka di bantu oleh dia.
Rufaidah juga melatih beberapa kelompok wanita untuk menjadi perawat dan dalam
perang Khibar mereka meminta ijin kepada rasul untuk ikut di garis belakang pertempuran
untuk merawat mereka yang terluka dan rasul pun mengijinkannya. Inilah dimulainya awal
mula dunia medis dan dunia keperawatan.Rufaidah juga memberikan perhatian terhadap
aktifitas masyarakat, kepada anak yatim, penderita gangguan jiwa, beliau mempunyai
kepribadian yang luhur danempati sehingga memberikan pelayanan keperawatan kepada
pasiennya dengan baik dan teliti. Sentuhan sisi kemanusiaan ini penting bagi seorang
perawat (nurse), sehingga sisi tekhnologi dan sisi kemanusiaan ( human touch ) jadi
seimbang.
Lahir di Dallas, Texas, pada tanggal 12 Mei 1914. Rogers merupakan anak tertua dari
empat bersaudara, anak dari pasangan Bruce dan Lucy M. Keener Rogers.Setelah
masuk University of Tennessee di Knoxville 1931-1933, Rogers masuk Knoxville General
Hospital School of Nursing, dia menerima gelar diploma pada tahun 1936, dan memperoleh
gelar sarjana dari George Peabody College, Nashville, pada tahun 1937.Rogers kemudian
bekerja sebagai perawat kesehatan masyarakat di Michigan 1937-1939, dan sebagai
anggota staf Hartford, Connecticut Visiting Nurses Association 1940-1945.
Setelah menerima gelar master dari Teachers College, Columbia University, tahun
1945, Rogers menjabat sebagai direktur eksekutif Phoenix Visiting Nurse Association di
Arizona, tempat dimana dia tinggal selama enam tahun.
Pada 1952, Rogers menerima gelar master kesehatan masyarakat dan pada tahun
1954 mendapat gelar Doktor dari Johns Hopkins University. Pada tahun 1954, Rogers
diangkat menjadi guru besar keperawatan dan Kepala Divisi Keperawatan di New York
University.Sebagai bentuk komitmennya untuk pendidikan sarjana muda bagi perawat,
Rogers menentang penggunaan kurikulum keperawatan yang berdasarkan pada model
kedokteran. Selain itu, Rogers juga merekomendasikan pendidikan tingkat Doktor disiapkan
di fakultas keperawatan.
Rogers juga aktif terlibat dalam organisasi keperawatan profesional serta lembaga
yang berfokus pada pendidikan dan beasiswa. Rogers memperoleh banyak penghargaan,
sebagai penghormatan atas kontribusinya dalam dunia keperawatan dan ilmu pengetahuan
secara umum.
Virginia Avenel Henderson, M.A., Hon. FRCN (November 30, 1897-19 Maret
1996) bukan hanya dikenal sebagai seorang perawat, tetapi juga sebagai seorang peneliti,
pencipta teori, dan penulis. Virginia Henderson lahir di Kansas, Missouri. Dia merupakan
anak kelima dari delapan bersaudara, dari pasangan Lucy Abbas Henderson dan Daniel B.
Henderson.
Virginia Henderson lulus dari Army School of Nursing, Washington, DC pada tahun
1921. Dia juga berhasil lulus dari Teachers College, Columbia University dengan gelar
M.A. di bidang pendidikan keperawatan.Virginia Henderson terkenal dengan definisi
keperawatannya yaitu Fungsi unik dari perawat adalah membantu individu, baik sakit atau
sehat, dalam praktiknya individu tersebut juga berkontribusi terhadap kondisi kesehatan
atau pemulihannya (atau sampai meninggal dengan damai) bahwa individu tersebut akan
melakukannya tanpa bantuan jika dia memiliki kekuatan yang diperlukan, keinginan, atau
pengetahuan. Henderson membagi kegiatan keperawatan berdasarkan kebutuhan manusia
menjadi 14 komponen.
Home Care (HC) menurut Habbs dan Perrin, 1985 adalah merupakan layanan kesehatan
yang dilakukan di rumah pasien (Lerman D. & Eric B.L, 1993), Sehingga home care dalam
keperawatan merupakan layanan keperawatan di rumah pasien yang telah melalui sejarah yang
panjang.
Di Amerika, Home Care (HC) yang terorganisasikan dimulai sejak sekitar tahun 1880- an,
dimana saat itu banyak sekali penderita penyakit infeksi dengan angka kematian yang tinggi.
Meskipun pada saat itu telah banyak didirikan rumah sakit modern, namun pemanfaatannya
masih sangat rendah, hal ini dikarenakan masyarakat lebih menyukai perawatan dirumah.
Kondisi ini berkembang secara professional, sehingga pada tahun 1900 terdapat 12.000
perawat terlatih di seluruh USA (Visiting Nurses / VN ; memberikan asuhan keperawatan
dirumah pada keluarga miskin, Public Health Nurses, melakukan upaya promosi dan prevensi
untuk melindungi kesehatan masyarakat, serta Perawat Praktik Mandiri yang melakukan
asuhan keperawatan pasien dirumah sesuai kebutuhannya). (Lerman D. & Eric B.L, 1993).
Sejak tahun 1990-an institusi yang memberikan layanan Home Care terus meningkat
sekitar 10% perthun dari semula layanan hanya diberikan oleh organisasi perawat pengunjung
rumah (VNA = Visiting Nurse Association) dan pemerintah, kemudian berkembang layanan yang
berorientasi profit (Proprietary Agencies) dan yang berbasis RS (Hospital Based Agencies) Kondisi
ini terjadi seiring dengan perubahan system pembayaran jasa layanan Home Care (dapat dibayar
melalui pihak ke tiga / asuransi) dan perkembangan spesialisasi di berbagai layanan kesehatan
termasuk berkembangnya Home Health Nursing yang merupakan spesialisasi dari Community
Health Nursing (Allender & Spradley, 2001) Di UK, Home Care berkembang secara professional
selama pertengahan abad 19, dengan mulai berkembangnya District Nursing, yang pada awalnya
dimulai oleh para Biarawati yang merawat orang miskin yang sakit dirumah.
Kemudian mereka mulai melatih wanita dari kalangan menengah ke bawah untuk
merawat orang miskin yang sakit, dibawah pengawasan Biarawati tersebut (Walliamson, 1996
dalam Lawwton, Cantrell & Harris, 2000). Kondisi ini terus berkembang sehingga pada tahun
1992 ditetapkan peran District Nurse (DN) adalah :
b. Merawat orang sakaratul maut dirumah agar meninggal dengan nyaman dan damai
c. Mengajarkan ketrampilan keperawatan dasar kepada klien dan keluarga, agar dapat
digunakan pada saat kunjungan perawat telah berlalu. Selain district nurse (dn), di uk juga
muncul perawat health visitor (hv) yang berperan sebagai district nurse (dn) ditambah
dengan peran lain ialah :
1. Melakukan penyuluhan dan konseling pada klien, keluarga maupun masyarakat luas
dalam upaya pencegahan penyakit dan promosi kesehatan.
Di Indonesia, layanan Home Care (HC) sebenarnya bukan merupakan hal yang baru,
karena merawat pasien di rumah baik yang dilakukan oleh anggota keluarga yang dilatih dan
atau oleh tenaga keperawatan melalui kunjungan rumah secara perorangan, adalah merupakan
hal biasa sejak dahulu kala. Sebagai contoh dapat dikemukakandalam perawatan maternitas,
dimana RS Budi Kemulyaan di Jakarta yang merupakan RS pendidikan Bidan tertua di Indonesia,
sejak berdirinya sampai sekitar tahun 1975 telah melakukan program Home Care (HC) yang
disebut dengan “Partus Luar”. Dalam layanan “Partus Luar”, bidan dan siswa bidan RS Budi
Kemulyaan melakukan pertolongan persalinan normal dirumah pasien, kemudian diikuti dengan
perawatan nifas dan neonatal oleh siswa bidan senior (kandidat) sampai tali pusat bayi puput
(lepas). Baik bidan maupun siswa bidan yang melaksanakan tugas “Partus Luar” dan tindak
lanjutnya, harus membuat laporan tertulis kepada RS tentang kondisi ibu dan bayi serta tindakan
yang telah dilakukan. Kondisi ini terhenti seiring dengan perubahan kebijakan Depkes yang
memisahkan organisasi pendidikan dengan pelayanan.
Akhir-akhir ini Home Care (HC) mendapat perhatian karena berbagai alasan, antara lain yaitu :
a. Program Home Care (HC) dapat membantu meringankan biaya rawat inap yang makin
mahal, karena dapat mengurangi biaya akomodasi pasien, transportasi dan konsumsi
keluarga.
b. Mempererat ikatan keluarga, karena dapat selalu berdekatan pada saat anggoa keluarga
ada yang sakit .
d. Makin banyaknya wanita yang bekerja diluar rumah, sehingga tugas merawat orang sakit
yang biasanya dilakukan ibu terhambat oleh karena itu kehadiran perawat untuk
menggantikannya .
2. Bagi Perawat
a. Memberikan variasi lingkungan kerja, sehingga tidak jenuh dengan lingkungan yang
tetap sama
b. Dapat mengenal klien dan lingkungannya dengan baik, sehingga pendidikan kesehatan
yang diberikan sesuai dengan situasi dan kondisi rumah klien, dengan begitu kepuasan
kerja perawat akan meningkat.
c. Berbagai alasan tersebut membuat program layanan Home Care (HC) mulai diminati
baik oleh pihak klien dan keluarganya, oleh perawat maupun pihak rumah sakit.
Ada beberapa jenis institusi yang dapat memberikan layanan Home Care (HC), antara lain:
1. Institusi Pemerintah
Di Indonesia pelayanan Home Care (HC) yang telah lama berlangsung dilakukan adalah
dalam bentuk perawatan kasus/keluarga resiko tinggi (baik ibu, bayi, balita maupun lansia)
yang akan dilaksanakan oleh tenaga keperawatan puskesmas (digaji oleh pemerintah). Klien
yang dilayani oleh puskesmas biasanya adalah kalangan menengah ke bawah. Di Amerika hal
ini dilakukan oleh Visiting Nurse (VN)
2. Institusi Sosial
Institusi ini melaksanakan pelayanan Home Care (HC) dengan sukarela dan tidak
memungut biaya. Biasanya di lakukan oleh LSM atau organisasi keagamaan dengan
penyandang dananya dari donatur, misalnya Bala Keselamatan yang melakukan kunjungan
rumah kepada keluarga yang membutuhkan sebagai wujud pangabdian kepadan Tuhan.
3. Institusi Swasta
Institusi ini melaksanakan pelayanan Home Care (HC) dalam bentuk praktik mandiri baik
perorangan maupun kelompok yang menyelenggarakan pelayanan HC dengan menerima
imbalan jasa baik secara langsung dari klien maupun pembayaran melalui pihak ke tiga
(asuransi). Sebagaimana layaknya layanan kesehatan swasta, tentu tidak berorientasi “not for
profit service” .
Home Care (HC) Berbasis Rumah Sakit (Hospital Home Care) Merupakan perawatan lanjutan
pada klien yang telah dirawat dirumah sakit, karena masih memerlukan bantuan layanan
keperawatan, maka dilanjutkan dirumah. Alasan munculnya jenis program ini selain apa yang
telah dikemukakan dalam alasan Home Care (HC) diatas, adalah :
a. Ambulasi dini dengan resiko memendeknya hari rawat, sehingga kesempatan untuk
melakukan pendidikan kesehatan sangat kurang (misalnya ibu post partum normal hanya
dirawat 1-3 hari, sehingga untuk mengajarkan bagaimana cara Taksonomi tersebut terdiri
dari 20 komponen asuhan keperawatan antara lain :
bowel elimination
urinary elimination
4. Komponen psikologis
cognitive
coping
role relationship
self concept
Dengan telah jelasnya konsep dan peraturan praktik keperawatan, termasuk di dalamnya
adalah HC, maka perawat telah dapat melakukan praktik keperawatan professional dengan
optimum, demi terwujudnya masyarakat dan Indonesia sehat 2010.
PENUTUP
Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi di segala bidang termasuk bidang kesehatan,
peningkatan status ekonomi masyarakat, peningkatan perhatian terhadap pelaksanaan hak asasi
manusia, kesadaran masyarakan akan kebutuhan kesehatan mengakibatkan masyarakat semakin
sadar akan pentingnya hidup sehat dan melahirkan tuntutan akan pelayanan kesehatan yang
berkualitas.
Pergeseran akan fenomena tersebut, telah mengubah sifat pelayanan keperawatan dari
pelayanan fokasional yang hanya berdasarkan keterampilan belaka kepada pelayanan profesional
yang berpijak pada penguasaan iptek keperawatan dan spesialisasi dalam pelayanan keperawatan.
Fokus peran dan fungsi perawat bergeser dari penekanan aspek kuratif kepada peran
aspek preventif dan promotif tanpa meninggalkan peran kuratif dan rehabilitatif.
Kondisi ini menuntut uapaya kongkrit dari profesi keperawatan, yaitu profesionalisme
keperawatan. Proses ini meliputi pembenahan pelayanan keperawatan dan mengoptimalkan
penggunaan proses keperawatan, pengembangan dan penataan pendidikan keperawatan dan juga
antisipasi organisasi profesi (PPNI).