Askep Cushing Syndrome

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 4

Jurnal Ilmu Produksi dan Teknologi Hasil Peternakan Vol. 05 No.

1 Januari 2017
ISSN 2303-2227 Hlm: 1-4

Karakteristik Kimia, Fisik dan Mikrobiologis Susu Kambing Peranakan Etawa di


Bogor

Chemical , Physical and Microbiological Characteristics of Etawa Crossbred Goat Milk In Bogor

N. Ratya1, E. Taufik2*, I. I. Arief3


Program Studi Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Sekolah Pascasarjana, IPB
1

2
Divisi Teknologi Hasil Ternak, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, FAPET IPB
3
Divisi Teknologi Hasil Ternak, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, FAPET IPB
Penulis Korespondensi: [email protected]

ABSTRACT

Goat milk quality is an important aspect for consumers. Information about the quality of local goat milk,
such as Etawa crosbreed, is still rare. Therefore it is necessary to investigate this information especially
in Bogor area. The aim of this research was to analyze chemical, physical and microbiological quality
of etawa crossbred goat milk in Bogor. Milk samples were collected from three dairy goat farms in
Bogor. Data were analyzed by using Krusskal Wallis one way ANOVA and Mann-Whitney U tests. The
observed variables werecontents of fat, solid non fat (SNF), protein, lactose, milk’s density, pH, number
of coliform and total plate count (TPC). The results showed that there were significant differences in
density value and coliform number among milks of three farms. The quality of etawa crossbred goat
milk includes fat, protein, lactose contents, pH, total microbes of three farms in Bogor was categorized in
premium quality according to Thai Agriculture Standard (TAS) No 6006-2008. SNF values of the three
farms, milk density value at farm two and pH value at farm three were catogorized under the standard
set by TAS No 6006 (2008).

Key words: milk quality, etawa crossbreed, chemical, physical, microbiological

PENDAHULUAN prosedur pemerahan dan ketinggian tempat (Rosartio et al.


2015). Pemeliharaan ternak dan penanganan baik pada saat
Peternakan kambing perah di wilayah Indonesia pemerahan dan pasca pemerahan merupakan faktor penting
cukup berkembang termasuk Bogor. Populasi kambing untuk menghasilkan susu kambing yang aman, sehat, utuh
di Indonesia pada tahun 2015 terjadi peningkatan 2% dan halal. Kontaminasi mikroorganisme dan penanganan
yaitu mencapai 19.012.794 ekor (Dirjen Peternakan dan yang tidak baik dapat menurunkan kualitas susu kambing.
Kesehatan Hewan, 2016). Perkembangan ini terjadi akibat Indonesia sudah memiliki standard kualitas untuk susu
adanya susu kambing yang diyakini memiliki banyak sapi, namun belum tersedia standard untuk susu kambing,
khasiat seperti kecernaannya yang tinggi, alergenisi­tas yang sehingga standard untuk menentukan kualitas susu kambing
rendah dan komposisi kimia bermanfaat, lebih mirip dengan menggunakan Thai Agricuture Standard (TAS) No 6006-
susu manusia dibandingkan susu sapi. Susu kambing dapat 2008. Penelitian dianggap perlu sebagai informasi dasar
menjadi salah satu susu alternatif selain susu sapi yang saat penentuan standar kualitas susu kambing yang sesuai
ini menjadi susu komersial. dengan kondisi masyarakat di Indonesia terutama Bogor.
Salah satu kambing yang terkenal di Indonesia adalah Kontaminasi susu oleh bakteri sering terjadi
kambing Peranakan Etawa (PE) karena merupakan ternak sehingga dapat menurunkan kualitas dari susu. Pencemaran
dwiguna yaitu sebagai penghasil susu dan daging. Bobot pada susu oleh bakteri patogenik maupun non-patogenik
badan kambing Peranakan Etawa berkisar 32-37 kg dengan dapat berasal dari kambing itu sendiri, peralatan pemerahan,
produksi susu kambing peranakan etawa berkisar 1,5- 3 L/ ruang penyimpanan yang kurang bersih, debu, udara, lalat,
hari. Kambing PE memiliki pertumbuhan yang cepat dan dan penanganan yang salah oleh manusia. Secara ekonomi
litter size mencapai 2 ekor serta dapat beranak tiga kali pencemaran susu ini akan merugikan produsen susu. Untuk
dalam dua tahun (Setiawan dan Tanius 2005). Pemeliharaan menghindari adanya kerugian ekonomi akibat infeksi
kambing tersebut juga mudah dan tidak membutuhkan lahan tersebut antara lain berupa penurunan produksi dan kualitas
yang luas serta sangat adaptif dengan topografi di Indonesia. susu, maka perlu dilakukan pengobatan.
Kualitas susu kambing merupakan aspek penting Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengkaji
bagi konsumen untuk dapat dikonsumsi secara baik dan kualitas kimia, fisik dan mikrobiologis susu kambing PE di
sehat. Kualitas susu dipengaruhi oleh beberapa faktor Bogor. Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai
antara lain adalah pakan, bangsa kambing, waktu laktasi, informasi kualitas susu terkait keamanan pangan dan sebagai

Edisi Januari 2017 1


Ratya et al.
Jurnal Ilmu Produksi dan Teknologi Hasil Peternakan 5 (1): 1-4

referensi untuk menentukan standard kualitas kimia, fisik tanpa lemak (BKTL), laktosa dan kualitas mikrobiologi
dan mikrobiologis susu kambing terutama kambing PE. dianalisis dengan Kruskall-Wallis one way ANOVA dan
jika ditemukan data yang berbeda nyata, dilakukan uji lanjut
MATERI DAN METODE dengan Mann-Whitney U (Dawson dan Trapp 2004). Semua
analisis data menggunakan program SPSS.
Materi
Sampel susu yang digunakan diambil secara acak dari HASIL DAN PEMBAHASAN
tiga peternakan kambing perah Peranakan Etawa berbeda di
daerah Bogor. Alat yang digunakan meliputi milk analyzer Kadar Lemak
(Master Pro Milkotester, Bulgaria), lactodensimeter, pH Kadar lemak susu pada ketiga peternakan sesuai
meter, cawan, tabung, laminar, inkubator. Bahan yang dengan standard. Menurut TAS No 6006 (2008) kadar
digunakan meliputi susu, Plate Count Agar (PCA), Buffered lemak susu kambing adalah >4% termasuk dalam kualitas
Pepton Water (BPW), Violet Red Bile Agar (VRBA). premium. Kadar lemak dipengaruhi oleh beberapa faktor
Sampel Susu Kambing PE seperti pemberian jenis pakan seperti hijauan dan konsentrat.
Susu diambil dari 3 peternakan kambing PE berbeda Pemberian hijauan akan mempengaruhi pembentukan
dengan metode survey yang dilakukan pada peternak lemak karena hijauan merupakan sumber serat. Banyaknya
kambing perah PE di Bogor. Pemilihan ternak menggunakan produksi asetat, maka akan mempengaruhi banyaknya
metode Random Sampling yaitu pengambilan sampel susu sintesis asam lemak yang kemudian akan menghasilkan
secara acak. peningkatan kadar lemak susu (Zain 2013). Hijauan
Analisis Komposisi Susu Kambing PE (Manual Book yang dimakan oleh ternak, kemudian mengalami proses
Milkotester, 2016) fermentatif didalam rumen oleh mikroba rumen. Hasil
Analisis susu kambing menggunakan alat milk proses fermentatif berupa VFA. VFA terdiri dari propionat,
analyzer. Sampel susu disiapkan sebanyak ±30 ml. Milk asetat, dan butirat. Asetat masuk kedalam darah dan diubah
analyzer dinyalakan dengan menekan tombol on dan akan menjadi asam lemak, kemudian akan masuk ke dalam sel-
terdapat pilihan untuk memilih pilihan susu kemudian pilih sel sekresi ambing dan menjadi lemak susu. Susu kambing
pilihan kambing. Alat siap untuk digunakan. Sampel susu PE memiliki kadar lemak yang lebih tinggi dibandingkan
yang sudah disiapkan, dimasukkan kedalam pipa kecil yang dengan susu kambing bangsa lain seperti Saanen dan Alpine
sudah tersedia pada alat. Pipa kecil tersebut akan membantu (Amigo dan Fontecha 2011). Kandungan lemak dalam
susu masuk kedalam alat. Alat membutuhkan beberapa susu adalah komponen terpenting disamping protein yang
detik untuk mendeteksi komposisi susu. Hasil analisis
mempengaruhi harga jual susu (Zurriyati et al., 2011).
kemudian muncul pada layar. Analisis komposisi susu
dilakukan pengulangan sebanyak 3 kali pada setiap sampel Nilai Bahan Kering Tanpa Lemak (BKTL)
yang meliputi uji kadar lemak, ka­dar protein, bahan kering Kadar BKTL pada peternakan 2 dibawah standar
tanpa lemak (BKTL), kadar laktosa, dan berat jenis. yang ditetapkan oleh TAS No 6006 (2008) yakni >8,25%.
Pengukuran Nilai pH (Apriyantono et al. 1989) Hal ini dapat dipengaruhi oleh kualitas pakan yang memiliki
Pengukuran pH menggunakan pH meter yang protein rendah yang diberikan peternak. Penambahan
distandardisasi dengan larutan buffer pH 4 dan 7 sebelum sumber pakan protein dapat meningkatkan kadar BKTL
digunakan. Sampel susu sebanyak 10 ml diambil, kemudian susu karena diikuti dengan peningkatan kadar protein
elektroda dibilas dengan akuades. Elektroda dikeringkan susu (Utari et al., 2012). Bahan kering tanpa lemak susu
dengan kertas tisue kemudian dicelupkan ke dalam sampel. dipengaruhi oleh laktosa dan protein. Kualitas pakan yang
Elektroda dibiarkan tercelup beberapa saat. Nilai yang baik akan mempengaruhi kadar BKTL yang akan berkaitan
dibaca adalah nilai saat pH meter telah stabil. Pengukuran dengan kadar protein susu (Zurriyati et al., 2011). Apabila
dilakukan 3 kali dan nilai yang muncul dirata-ratakan untuk kadar laktosa dan protein susu tinggi, maka bahan kering
mendapatkan nilai akhir pH. tanpa lemak susu akan meningkat.
Uji Kualitas Mikrobiologis (AOAC, 1995) Kadar Protein
Bakteri dihitung dengan menggunakan media Plate Kadar protein pada ketiga peternakan sesuai
Count Agar (PCA) untuk uji TPC dan Violet Red Bile Agar dengan standar TAS No 6006 (2008) yaitu >3,7% untuk
(VRBA) yang dilakukan secara duplo. Uji koliform dengan susu kambing segar kelas premium. Kadar protein susu
cara 1 ml inokulan (sampel dalam BPW) sesuai tingkat dipengaruhi oleh jenis pakan yang diberikan. Semakin
pengencerannya dipipet kedalam cawan petri steril dan tinggi kandungan protein dalam pakan, maka semakin
selanjutnya medium PCA dengan suhu berkisar sekitar 40ºC tinggi kandungan protein yang disekresikan kedalam susu.
dituangkan ke dalam cawan petri steril tersebut sebanyak 15 Sumber protein pada pakan biasanya berasal dari konsentrat.
ml. Campuran tersebut dihomogenkan dengan cara cawan Peningkatan ketersediaan asam amino didalam pakan akan
petri digerakkan membentuk angka delapan. Cawan petri meningkatkan sintesis protein susu (Zaidemarmo et al.,
diinkubasi setelah agar mengeras dengan posisi terbalik 2016). Protein susu terbentuk dari pakan konsentrat yang
pada suhu 37ºC selama 48 jam. Jumlah bakteri ditentukan dikonsumsi oleh ternak kemudian akan disintesis oleh
dengan metode hitungan cawan dan untuk melaporkan hasil mikroba rumen menjadi asam amino dan asam amino
analisis digunakan Standard Plate Count (SPC). tersebut diserap dalam usus halus dan dialirkan ke darah
Analisis Data dan masuk ke sel-sel sekresi ambing dan nantinya menjadi
Data kadar lemak, kadar protein, bahan kering potein susu (Utari et al., 2012). Semakin tinggi kandungan

2 Edisi Januari 2017


Ratya et al.
Jurnal Ilmu Produksi dan Teknologi Hasil Peternakan 5 (1): 1-4

Tabel 1. Kualitas susu kambing pe pada tiga peternakan berbeda


Peternakan 1 Peternakan 2 Peternakan 3 Thai Agricultural Standard 6006-2008
Lemak (%) 7,9 ± 0,00 11,4 ± 0,05 7,8 ± 0,11 >4%
BKTL (%) 7,9 ± 0,07 7,6 ± 0,03 7,8 ± 0,08 >8,25%
Protein (%) 3,9 ± 0,00 3,8 ± 0,00 3,8 ± 0,05 >3,7%
Laktosa (%) 3,8 ± 0,06 3,7 ± 0,00 3,7 ± 0,72 -
pH 6,5 ± 0,1 6,6 ± 0,15 6,4 ± 0,15 6,5-6,8
Berat Jenis (kg/m3) 1,0289 ± 0,00a 1,0278 ± 0,00b 1,0281 ± 0,00c >1,0280
TPC (cfu/ml) 1,2x104 6,3x103 9,6x103 <5 x 104
Koliform (cfu/ml) 8,7x102 a 2,6x102 b 5,3x102 a 103
Keterangan : Superskrip yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05)

protein dalam susu dapat mempengaruhi harga jual susu. 6,8. Nilai pH merupakan salah satu indikasi kerusakan
Protein adalah salah satu dari komponen bahan kering tanpa pada susu. Nilai pH yang berbeda dapat disebabkan oleh
lemak (BKTL) (Zurriyati et al., 2011). Kombinasi pakan kandungan susu segar yang baru diperah seperti CO2, fosfat,
hijauan dan konsentrat sehingga mampu menghasilkan sitrat dan protein. Beberapa senyawa ini mempengaruhi
kadar protein susu kambing PE lebih tinggi dibandingkan kemampuan buffer susu. Buffer susu dapat menghambat
dengan kambing PE tanpa diberi pakan konsentrat (Zain kerusakan susu yang diindikasikan dengan perubahan pH
2013). dan keasaman susu (Zain 2013). Nilai pH akan berubah
Kadar Laktosa menjadi asam jika terjadi aktivitas bakteri, maka nilai pH
Kadar laktosa pada ketiga peternakan lebih tinggi akan menurun di bawah nilai normal 6,5-6,7 (Swadayana et
dibandingkan dengan hasil penelitian Setiawan (2013) yaitu al., 2012), sedangkan nilai pH lebih tinggi dari 6,7 biasanya
sebesar 2,76%. Laktosa merupakan karbohidrat utama pada menunjukkan kemungkinan adanya mastitis (Legowo et al.,
susu. Laktosa pada susu kambing lebih rendah 0,2-0,5% 2009).
dibandingkan dengan susu sapi (Setiawan 2013). Beberapa Jumlah Koliform
faktor yang mempengaruhi kadar laktosa seperti kandungan Hasil analisis ragam menunjukan jumlah koliform
pakan yang diberikan pada ternak. Kualitas pakan yang pada ketiga peternakan terdapat perbedaan yang nyata
rendah akan mempengaruhi rendahnya kadar laktosa dalam (P<0,05). Uji beda menunjukan jumlah koliform pada
susu. Resnawati (2010) bahwa laktosa merupakan sumber peternakan 2 lebih rendah dibandingkan dengan peternakan
energi bagi petumbuhan BAL didalam susu fermentasi yang 1 dan peternakan 3. Jumlah koliform dari ketiga peternakan
pada proses selanjutnya akan berperan sebagai penghasil dibawah standard yang ditentukan oleh TAS No 6006
kadar asam pada susu fermentasi tersebut. (2008) yaitu sebesar 103 cfu/ml. Semakin rendah jumlah
Berat Jenis koliform dalam susu, menunjukan semakin tinggi kualitas
Hasil analisis ragam menunjukan berat jenis susu susu dan kontaminasi bakteri di peternakan semakin rendah.
pada ketiga peternakan terdapat perbedaan yang nyata Ketiga peternakan menunjukan bahwa kebersihan kandang
(P<0,05). Uji beda menunjukan berat jenis susu berbeda peternakan tersebut sudah bagus. Tingginya jumlah
antara peternakan 1, peternakan 2 dan peternakan 3. koliform dalam susu disebabkan karena adanya kontaminasi
Peternakan 2 memiliki berat jenis susu nyata lebih rendah pada saat proses pemerahan. Banyak faktor yang dapat
dibandingkan dengan peternakan 1 dan peternakan 3, serta mempengaruhi terjadinya kontaminasi pada susu, seperti
dibawah standard TAS No 6006 (2008) sebesar 1,0280. Hal air yang digunakan selama proses pemerahan, kebersihan
ini dapat dipengaruhi oleh kandungan kadar lemak pada kandang dan peternak serta proses pemerahan. Air yang
susu yang berdampak negatif pada berat jenis susu. Menurut digunakan untuk membersihkan peralatan, mencuci
Legowo et al. (2009) menyatakan bahwa berat jenis susu tangan pemerah dan ambing juga mempengaruhi tingkat
tergantung dari kandungan lemak dan bahan padat susu, pencemaran pada susu (Hijriah et al., 2016). Kebersihan
karena berat jenis lemak lebih rendah dibandingkan berat kandang merupakan faktor yang penting sehingga tidak
jenis air ataupun plasma susu. Peningkatan berat jenis susu terjadi kontaminasi oleh feses (Sanjaya et al., 2007).
kambing dapat disebabkan karena terbebasnya gas-gas Total Plate Count (TPC)
seperti CO2 dan N2 yang terdapat dalam susu yang baru saja Total Plate Count (TPC) pada tiga peternakan
diperoleh dari proses pemerahan (Rosiartio et al., 2015). tidak terdapat perbedaan yang nyata dan sesuai dengan
Menurut Park et al. (2007) berat jenis susu kambing lebih standard yang ditentukan oleh TAS No 6006 (2008) yaitu
tinggi dibandingkan susu sapi dengan kisaran 1,0231– <5 x 104 cfu/ml. Tinggi rendahnya nilai TPC pada sampel
1,0398 kg/m3, tetapi lebih rendah dibandingkan susu domba dipengaruhi oleh manajemen pemerahan yang cukup
dengan kisaran 1,0347–1,0384 kg/m3. baik, sehingga dapat meminimalisir pertumbuhan mikroba
Nilai pH pada susu. Wadah yang digunakan untuk penampungan
Nilai pH pada susu dari peternakan 3 lebih rendah sampel harus dalam keadaan bersih sehingga tidak terjadi
dari standard TAS No 6006 (2008) yaitu sebesar 6,5- pencemaran bakteri dari susu sebelumnya (Hijriah et al.,

Edisi Januari 2017 3


Ratya et al.
Jurnal Ilmu Produksi dan Teknologi Hasil Peternakan 5 (1): 1-4

2016). Kebersihan kandang merupakan salah satu faktor Setiawan, J., Maheswari, R. R. A., Purwanto, B. P. 2013.
yang penting sehingga tidak terjadi kontaminasi oleh feses Sifat fisik dan kimia, jumlah sel somatik dan kualitas
(Sanjaya et al., 2007). TPC dapat memberikan gambaran mikrobiologis susu kambing peranakan etawa. Acta
umum tentang kondisi mikrobiologis secara menyeluruh Veterinaria Indonesiana Vol 1(1):32-43.
dari mikroorganisme yang terkandung didalam susu (Zain Setiawan, T. dan Tanius, A. 2005. Beternak Kambing Perah
2013). Legowo et al. (2009) menyatakan susu dengan Peranakan Ettawa. Penebar Swadaya. Bogor.
jumlah bakteri awal tinggi didominasi oleh bakteri Gram Swadayana, A., Sambodho, P., Budiarti, C. 2012. Total
negatif. bakteri dan pH susu akibat lama waktu diping puting
kambing peranakan ettawa laktasi. Animal Agricultural
KESIMPULAN Journal. 1(1) : 12 – 21.
Thai Agricultural Standard. TAS 6006-2008. Raw Goat
Kualitas susu kambing PE meliputi kadar lemak, Milk. National Bureau of Agricultural Commodity
protein, laktosa, pH, total mikroba pada ketiga peternakan di and Food Standards, Ministry of Agriculture and
Bogor termasuk dalam kualitas premium menurut TAS No Cooperatives. ICS 67.100.01. Published in the Royal
6006 (2008). Nilai BKTL pada ketiga peternakan, nilai BJ Gaze tte Vol. 125 Section 139 D. Thailand.
pada peternakan 2 dan nilai pH pada peternakan 3 dibawah Utari, F. D., Prasetiyono, B. W. H. E., Muktiani, A. 2012.
standard yang ditetapkan TAS No 6006 (2008). Kualitas susu kambing perah peranakan ettawa yang
diberi suplementasi protein terproteksi dalam wafer
DAFTAR PUSTAKA
pakan komplit berbasis limbah agroindustri. Anim.
Amigo, L., Fotencha, J. 2011. Goat Milk. Di dalam: Fu­quay Agric. J. 1(1): 426 – 447
JW, Fox PF, McSweeney PLH (eds). Ency­clopedia of Zaidemarmo, N., Husni, A., Sulastri. 2016. Kualitas kimia
Dairy Sciences. 2nd. Elsevier Ltd. Lon­don. p484-493. susu kambing peranakan etawa pada berbagai periode
AOAC. 1995. Official Methods of Analysis of The laktasi di desa Sungai Langka Kecamatan Gedong
Association of Anal. Chem, Washington D.C. Tataan Kabupaten Pesawaran. Jurnal Ilmiah Peternakan
Apriyantono,A., Fardiaz, D., Puspitasari, N. L., Sedarnawati, Terpadu Vol. 4(4): 307 – 312.
Budiyanto, S. 1989. Petunjuk Laboratorium Analisis Zain, W. N. H. 2013. Kualitas susu kambing segar di
Pangan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. peternakan Umban Sari dan Alam Raya Pekanbaru.
Dawson, B., Trapp, R. G. 2004. Basic and Clinical Biostatis- Jurnal peternakan vol 10 (1):24-30
tics. 4th ed. Mc Graw Hill. International Edition, 438. Zurriyati, Y., Noor, R. R., Maheswari, R. R. A. 2011.
Direktorat Jendral Peternakan dan Kesehatan Hewan. Analisis molekuler genotipe kappa kasein (κ-kasein)
2016. Statistik Peternakan dan Kesehatan Hewan. dan komposisi susu kambing Peranakan Etawah,
Hijriah, P. F., Santoso, P. E., Wanniatie, V. 2016. Status Saanen dan Persilangannya. Jurnal Ilmu Ternak dan
mikrobiologi (total plate count, coliform, dan Veteriner. 16(1) : 61-70.
escherichia coli) susu kambing peranakan etawa (pe)
di desa Sungai Langka kecamatan Gedong Tataan
Kabupaten Pesawaran. Jurnal Ilmiah Peternakan
Terpadu Vol. 4(3): 217-221.
Legowo, A. M., Kusrahayu, Mulyani, S. 2009. Ilmu
dan Teknologi Susu. Badan Penerbit Universitas
Diponegoro. Semarang.
Mannual Book Milkotester. 2016. Operating Instructions.
Milkotester Ltd. Bulgaria.
Park, Y. W., Ju´arez, M., Ramos, M., Haenlein, G. F. W.
2007. Physico-chemical characteristics of goat and
sheep milk. Small Ruminant Research 68: 88-113.
Resnawati, H. 2010. Kualitas susu pada berbagai pengolahan
dan penyimpanan. Semiloka nasional prospek industry
sapi perah menuju perdagangan bebas. Balai Penelitian
Ternak, Bogor.
Rosartio, R., Suranindyah, Y., Bintara, S., Ismaya. 2015.
Produksi dan komposisi susu kambing peranakan
ettawa di dataran tinggi dan dataran rendah daerah
istimewa yogyakarta. Buletin Peternakan Vol. 39 (3):
180-188, Oktober 2015
Sanjaya, A. W., Sudarwanto, M., Soejoedono, R.,
Purnawarman, T., Lukman, D. W., Latif, H. 2007.
Higiene Pangan. Departemen Ilmu Penyakit Hewan
dan Kesehatan Masyarakat Veteriner.Bogor: FKH-IPB

4 Edisi Januari 2017

Anda mungkin juga menyukai