LP Fleksus Brahialis

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN

DENGAN PLEXUS BRACHIALIS

DISUSUN OLEH :

NAMA : IMRAN PASHAR

NIM : G3A017255

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN DAN KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG

TAHUN 2018
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Plexus brachialis merupakan saraf-saraf yang keluar dari vertebra servikalis dan menuju
ke bahu dan tangan. Terdapat lima saraf yang mencakup dalam plexus brachialis berupa C5,
C6, C7, C8, dan T1.Data mengenai insiden trauma plexus brachialis sulit diketahui dengan
pasti, Goldie dan Coates melaporkan 450-500 kasus cedera supraklavikular tertutupterjadi
setiap tahun di Inggris. Pada laporan yang lain, Narakas membuat suatu pedoman "seven
seventies” dengan mengacu pada pengalaman menangani 1.068 pasien selama 18 tahun yang
salah satunya berisi 70% kecelakaan pengendara sepeda motor dengan trauma multipel akan
berimplikasi 70% diantara berupa cedera supraklavikuler, 70% cedera supraklavikuler
merupakan avulsi saraf yang melibatkan C7, C8, T1.
Selain itu pada data lainnya dalam populasi Amerika ditemukan bahwa cedera plexus
brachialis teridentifikasi sebanyak 113 (0.1%) dari 103.434 anak dengan trauma yang masuk
rumah sakit antara bulan April 1985 hingga Maret 2002. Enam puluh satu persen diantaranya
merupakan anak laki-laki. Kebanyakan penyebab cedera adalah kecelakaan motor dengan
membawa penumpang dibelakangnya (36 kasus [32%]) atau kecelakaan pada pejalan kaki
(19 kasus [17%]). Trauma kepala didiagnosis pada 47% anak dan 27% diantaranya
mengalami konkusi, perdarahan intrakranial 21%, dan fraktur tulang kepala 14%. Trauma
vaskuler ekstremitas atas terjadi pada 16% pasien. Cedera muskuloskeletal yang terbanyak
antara lain fraktur humerus (16%), tulang iga (16%), klavikula (13%), dan skapula (11%).
Fraktur spinal terjadi pada 12% pasien, dan cedera medulla spinalis terjadi 4%. The Injury
Severity Score berkisar antara 1 sampai 75, dengan skor rata-rata 10 dan 6 pasien meninggal
karena adanya cedera yang berkepanjangan selama periode trauma.
Data epidemiologi cedera plexus brachialis pada populasi multitrauma tercatat sebanyak
54 dari 4.538 (1.2%) pasien yang terdapat pada berbagai fasilitas trauma regional. Pasien
didominasi laki-laki usia muda. Penyebab tersering berupa kecelakaan motor namun hanya
0.67%dari kecelakaan ini yang kemudian menyebabkan keadaan cedera plexus. Sebaliknya,
4.2%korban kecelakaan roda dua dan 4.8% korban kecelakaansnow mobilemenderita cedera
plexus. Cedera pada supraklavikula terjadi pada 62% pasien dan 38% pasien memiliki cedera
infraklavikula. Cedera supraklavikula nampaknya lebih berat dibandingkan cedera
infraklavikula, dikarenakan adanya resiko neuropraksi pada 50% kasus.4

B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Setelah dilakukan penyusunan asuhan keperawatan tentang Flexus Brachialis Disorders
diharapkan agar pembaca lebih mengerti tentang Flexus Brachialis Disorders.
2. Tujuan khusus
a. Mengetahui pengertian Flexus Brachialis Disorders
b. Mengetahui etiologi Flexus Brachialis Disorders
c. Mengetahui patofisiologi Flexus Brachialis Disorders
d. Menegtahui pemeriksaan penunjang Flexus Brachialis Disorders
e. Mengetahui penatalaksanaan Flexus Brachialis Disorders
f. Mengetahui diagnosis Flexus Brachialis Disorders
g. Mengetahui intervensi dan implementasi yang diberikan pada klien dengan Flexus
Brachialis Disorders

C. Manfaat Penulisan
Dengan adanya makalah ini penulis berharap agar perawat maupun mahasiswa dapat
mempelajari tentang asuhan keperawatan Flexus Brachialis Disorderssehingga memudahkan
kita untuk memberikan pelayanan terhadap klien.
BAB II

ANATOMI PLEKSUS BRAKHIALIS

Pleksus brakhialis merupakan serabut saraf yang berasal dari ramus anterior radiks saraf
C5-T1. C5 dan C6 bergabung membentuk trunk superior, C7 membentuk trunk medial, dan C8
dan T1 bergabung membentuk trunk inferior.Trunkus berjalan melewati klavikula dan disana
membentuk divisi anterior dan posterior. Divisi posterior dari masing-masing dari trunkus tadi
akan membentuk fasikulus posterior. Divisi anterior dari trunkus-trunkus superior dan media
membentuk membentuk fasikulus lateral. Divisi anterior dari trunkus inferior membentuk
fasikulus medial. Kemudian fasikulus posterior membentuk n. radialis dan n. axilaris. Fasikulus
lateral terbagi dua dimana cabang yang satu membentuk n. muskulokutaneus dan cabang lainnya
bergabung dengan fasikulus media untuk membentuk n. medianus. Fasikulus media terbagi dua
dimana cabang pertama ikut membentuk n. medianus dan cabang lainnya menjadi n. ulnaris.
2,4,5,6

Gambar 1. Anatomi pleksus brakhialis


Pleksus Brachialis dan struktur yang berkaitan.

Pembagian subdivisi pleksus brakhialis yaitu 5 Root, 3 Trunkus,6divisi,3 cord dan 5


branches . Ramus dan trunkus terletak supraklavikular, ada 2 nervus berasal dari ramus dan 2
saraf dari trunkus (bagian atas) . Divisi terletak posterior terhadap klavikula.Divisi anterior
memberi inervasi pada otot fleksor dan posterior memberikan inrevasi pada otot ekstensor. Cord
dan branches terletak infraklavikular. Penamaan pada cord berdasarkan letaknya terhadap arteri
aksilaris.
Plexus brachialis menerima komponen symphatis melalui ganglion cervicale medius,
yaitu n.spinalis C5-6, melalui ganglion cervicale inferius atau ganglion stellatum untuk n.spinalis
C6-7-8, dan melalui ganglion para vetebrae ThI dan II nervus spinalis Th.1-2.

Menurut letaknya terhadap clavicula percabangan plexus brachialis dibagi menjadi pars
supraclavicularis dan pars infraclavicularis. Yang termasuk percabangan pars supraclavicularis
adalah :1

 N.thoracalis posterior.
 N.subclavius
 N.supraclavicularis

Pars infraclavicularis mempercabangkan:

 Nn.thoracalis anterior
 Nn.subscapularis
 N.thoraco dorsalis
 N.axillaris, disebut n.circumflexus
 N.cutaneus brachii medialis
 N.cutaneus antebrachii medialis
 Cabang terminal plexus brachialis adalah :
1. N.musculocutaneus
2. N.medianus
3. N.ulnaris
4. N.radialis

Secara skematis percabangan terminal plexus brachialis adalah sebagai berikut :

 Fasciculus lateralis mempercabangkan :


1. N.musculocutaneus
2. Radix superior nervus medianus
 Fasciculus medialis mempercabangkan :
1. N.ulnaris
2. N.cutaneus brachii medialis
3. N.cutaneus antebrachii medialis
4. Radix inferior nervus medianus
 Fasciculus posterior mempercabangkan :
1. N.axillaris
2. N.radialis
Persebaran dermatom inervasi sensoris Pleksus
444
Brakhialis5
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Dasar Flexus Brachialis Disorders


1. Pengertian
Plexus brachialis merupakan saraf-saraf yang keluar dari vertebra servikalis dan
menuju ke bahu dan tangan. Terdapat lima saraf yang mencakup dalam plexus brachialis
berupa C5, C6, C7, C8, dan T1. Pleksus brachialis merupakan pangkal dari serabut-
serabut saraf yang berasal dari medulla spinalis C5-Th 1, dan mempersarafi ekstremitas
superior.Plexus brachialis menerima komponen symphatis melalui ganglion cervicale
medius, yaitu n.spinalis C5-6, melalui ganglion cervicale inferius atau ganglion stellatum
untuk n.spinalis C6-7-8, dan melalui ganglion para vetebrae ThI dan II nervus spinalis
Th.1-2.
Lesi pleksus brakhialis adalah lesi saraf yang menimbulkan kerusakan saraf yang
membentuk pleksus brakhialis, mulai dari “radiks” saraf hingga saraf terminal.Keadaan
ini dapat menimbulkan gangguan fungsi motorik, sensorik atau autonomic pada
ekstremitas atas. Istilah lain yang sering digunakan yaitu neuropati pleksus brakhialis
atau pleksopati brakhialis.

2. Etiologi Flexus Brachialis Disorders


a. Trauma
Merupakan penyebab terbanyak lesi pleksus brakhialis pada orang dewasa
maupun neonatus. Keadaan ini dapat berupa ; cedera tertutup, cedera terbuka,
cedera iatrogenic.
b. Tumor
Dapat berupa tumor neural sheath yaitu ; neuroblastoma, schwannoma, malignant
peripheral nerve sheath tumor dan meningioma. Tumor non-neural ; jinak
(desmoid, lipoma), malignant ( kangker mammae dan kangker paru).
c. Radiation-induced
Frekuensi cedera pleksus brachialis yang dipicu oleh radiasi diperkirakan
sebanyak 1,8 – 4,9% dari lesi dan paling sering pada pasien kangker mammae dan
paru.
d. Entrapment
Keadaan ini merupakan penyebab cedera pleksus brakhialis pada thoracic outlet
syndrome. Postur tubuh dengan bahu yang lunglai dan dada yang kolaps
menyebabkan thoracic outlet menyempit sehingga menekan struktur
neurovaskuler. Adanya iga accessory atau jaringan fibrous juga berperan
menyempitkan thoracic outlet. Faktor lain yaitu payudara berukuran besar yang
dapat menarik dinding dada ke depan (anterior dan inferior). Teori ini didukung
dengan hilangnya gejala setelah operasi mammoplasti reduksi. Implantasi
mammae juga dikatakan dapat menyebabkan cedera pleksus brakhialis karena
dapat nmeningkatkan tegangan dibawah otot dinding dada dan mengiritasi
jaringan neurovaskuler.
e. Idiopatik
Pada Parsonage Turner Syndrome terjadi pleksitis tanpa diketahui penyebab yang
jelas namun diduga terdapat infeksi virus yang mendahului.Presentasi klasik
adalah nyeri dengan onset akut yang berlangsung selama 1 – 2 minggu dan
kelemahan otot timbul lebih lambat.Nyeri biasanya hilang secara spontan dan
pemulihan komplit terjadi dalam 2 tahun.

3. Patofisiologi
Saraf-saraf yang mencakup plexus brachial berjalan dibawah kulit leher dan
aksilla, sehingga rentan terhadap trauma. Ketika leher dan tangan terkena pada saat
trauma (misalnya pada kecelakaan mobil, motor, dan saat jatuh) maka saraf-saraf tersebut
tertarik dan robek satu sama lain. Jika kekuatan dorongan sangat hebat maka saraf dapat
tertarik keluar dari tempat asalnya yaitu medulla spinalis.
Apabila saraf tersebut sudah robek atau tertarik maka akan mengakibatkan
kelumpuhan dan kelemahan pada saraf. Selain itu juga dapat mengakibatkan oedema dan
perdarahan pada pangkal saraf. Akibatnya, ekstremitas atas akan sulit untuk digerakkan.
Oleh karena itu pada kasus injury flexus brachialis dilakukan operasi pembedahan.
.
4. Pemeriksaan Penunjang
Adanya cedera saraf tepi biasanya disertai dengan cedera tulang dan jaringan iikat
sekitar yang dapat dinilai dengan pemeriksaan radiografi. Pada kasus cedera traumatik,
penggunaan X-foto dapat membantu menilai adanya dislokasi, subluksasi atau fraktur
yang dapat berhubungan dengan cedera pleksus tersebut.
Pemeriksaan radiografi :
1. Foto vertebra servikal untuk mengetahui apakah ada fraktur pada vertebra servikal
2. Foto bahu untuk mengetahui apakah ada fraktur skapula, klavikula atau humerus
3. Foto thorak untuk melihat disosiasi skapulothorak serta tinggi diafragma pada kasus
paralisa saraf phrenicus.
Adanya benda asing seperti peluru juga dapat terlihat. Sedangkan pada kasus cedera
pleksus brakhialis traumatik yang berat. Narakas, melaporkan bahwa umumnya terdapat
trauma multipel pada kepala atau muskuloskletal lainnya. CT scan dapat digunakan untuk
menilai adanya fraktur tersembunyi yang tidak dapat dinilai oleh x-foto. Sedangkan
myelografi digunakan pada lesi supraklavikular berat, yang berguna untuk membedakan
lesi preganglionik dan postganglionik. Kombinasi CT dan myelografi lebih sensitif dan
akurat terutama untuk menilai lesi proksimal (avulsi radiks). MRI dapat memberikan
gambaran yang lebih jelas mengenai jaringan ikat sekitar lesi dan penilaian pleksus
brakhialis ekstraforaminal normal atau tidak normal.

5. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada pleksus brakhialis menjadi tantangan, terutama karena
beberapa penyebab tidak ada terapi yg spesifik. Penatalaksanaan suportif, dengan
berfokus pada kontrol nyeri dan disertai dengan penatalaksanaan aspek rehabilitasi dan
tindakan operasi, operasi diindikasikan pada lesi pleksus brakhialis berat dan umumnya
dilakukan 3-4 bulan setelah trauma dan tidak dianjurkan jika telah lebih dari 6 bulan
karena hasil kesembuhan tidak optimal. Jika lesi sangat luas dan perbaikan keseluruhan
tidak memungkinkan maka tujuan utama perbaikan bedah adalah mengembalikan fungsi
fleksi siku, kemudian dapat dilanjutkan dengan fungsi ekstensi pergelangan tangan dan
fleksi jari-jari. 6,7
Beberapa tindakan operasi yang dilakukan pada lesi pleksus brakhialis adalah :
1. Pembedahan primer
Pembedahan dengan standart microsurgery dengan tujuan memperbaiki injury pada
plexus serta membantu reinervasi. Teknik yang digunakan tergantung berat ringan lesi.
Neurolysis : Melepaskan constrictive scar tissue disekitar saraf
Neuroma excision: Bila neuroma besar, harus dieksisi dan saraf dilekatkan kembali
dengan teknik end-to-end atau nerve grafts
Nerve grafting : Bila “gap” antara saraf terlalu besar, sehingga tidak mungkin
dilakukan tarikan. Saraf yang sering dipakai adalah n suralis, n lateral dan medial
antebrachial cutaneous, dan cabang terminal sensoris pada n interosseus posterior
Neurotization : Neurotization pleksus brachialis digunakan umumnya pada kasus
avulsi pada akar saraf spinal cord. Saraf donor yang dapat digunakan : hypoglossal nerve,
spinal accessory nerve, phrenic nerve, intercostal nerve, long thoracic nerve dan
ipsilateral C7 nerve. Intraplexual neurotization menggunakan bagian dari root yang masih
melekat pada spinal cord sebagai donor untuk saraf yang avulsi.
Perbaikan primer yang segera biasanya direkomendasikan bila laserasi saraf bersih dari
benda tajam.
2. Pembedahan sekunder
Tujuan untuk meningkatkan seluruh fungsi extremitas yang terkena. Ini tergantung saraf
yang terkena. Prosedurnya berupa tendon transfer, pedicled muscle transfers, free muscle
transfers, joint fusions and rotational, wedge or sliding osteotomies.Perbaikan operatif
sekunder setelah 2-4 minggu secara umum direkomendasikan untuk cedera tumpul atau
cedera dengan kerusakan jaringan lunak yang luas dimana cedera saraf sangat berat dan
perbaikan primer atau grafting tidak memungkinkan, neurotization dengan anastomosis
satu saraf dengan yang lain dapat menjadi pilihan lainnya.
6. Asuhan Keperawatan Flexus Brachialis Disorders
1. Pengkajian
a. Identitas
Meliputi usia ( kebanyakan terjadi pada usia muda), jenis kelamin ( kebanyakan
terjadi pada laki-laki biasanya sering mengebut saat mengendarai motor tanpa
menggunakan helm).
b. Keluhan utama
Nyeri akibat dari post operasi flexus brachialis
c. Riwayat penyakit sekarang.
Biasanya klien datang dengan keluhan jatuh atau trauma lain
d. Riwayat penyakit dahulu.
Penyakit-penyakit tertentu seperti kanker tulang dan penyakit Paget
menyebabkan fraktur patologis sehingga tulang sulit menyambung. Selain itu,
klien diabetes dengan luka dikaki sangat beresiko mengalami osteomilitis akut
dan kronis dan penyakit diabetes menghambat proses penyembuhan tulang.
e. Riwayat penyakit keluarga.
Penyakit keluarga yang berhubungan dengan patah tulang adalah faktor
predisposisi terjadinya fraktur, seperti osteoporosis yang sering terjadi pada
beberapa keturunan dan kanker tulang yang diturunkan secara genetic
f. Riwayat psikososial spiritual
Takut, cemas, terbatasnya aktivitas.
g. Pemeriksaan Fisik
1) Pre Operasi
B1 (breathing), Pada pemeriksaan sistem pernapasan tidak mengalami
gangguan
B2 (blood)Pada pemeriksaan sistem kardiovaskuler, dapat terjadi peningkatan
tekanan darah, peningkatan nadi dan respirasi oleh karena nyeri , peningkatan
suhu tubuh karena terjadi infeksi terutama pada fraktur terbuka
B3 (brain)Tingkat kesadaran biasanya komposmentis
B4 (bladder), Biasanya klien fraktur tidak mengalami kelainan pada sistem
ini.
B5 (bowel), Pemenuhan nutrisi dan bising usus biasanya normal, pola
defekasi tidak ada kelainan
B6 (bone), Adanya deformitas, adanya nyeri tekan pada daerah trauma.

2) Post Operasi
B1 (breathing), biasanya terjadi reflek batuk tidak efektif sehingga terjadi
penurunan akumulasi secret, bisa terjadi apneu, lidah kebelakang akibat
general anastesi, RR meningkat karena nyeri
B2 (blood)Pada pemeriksaan sistem kardiovaskuler, dapat terjadi peningkatan
tekanan darah, peningkatan nadi dan respirasi oleh karena nyeri , peningkatan
suhu tubuh karena terjadi infeksi terutama pada proses pembedahan.
B3 (brain)Dapat terjadi penurunan kesadaran akibat tindakan anastesi, nyeri
akibat pembedahan
B4 (bladder)Biasanya karena general anastesi terjadi retensi urin
B5 (bowel)Akibat dari general anastesi terjadi penurunan peristaltic
B6 (bone)Akibat pembedahan klien mengalami gangguan mobilitas fisik.

2. Diagnosa Keperawatan Yang Sering Muncul


a. Gangguan rasa nyaman nyeri
b. Resiko tinggi infeksi
c. Defisit personal hygiene

3. Intervensi Keperawatan

Diangosa
No Keperawat Tujuan (NOC) Intervensi (NIC)
an

1. Nyeri akut Setelah dilakukan asuhan Pain Management


b.d agen keperawatan selama
1. Lakukan pengkajian nyeri secara
injuri fisik 3x24 jam diharapkan
nyeri pasien berkurang komprehensif termasuk lokasi,
karakteristik, durasi, frekuensi,
NOC :
kualitas dan faktor presipitasi
Pain Level, 2. Observasi reaksi nonverbal dari
ketidaknyamanan
Pain control,
3. Gunakan teknik komunikasi
Comfort level terapeutik untuk mengetahui
pengalaman nyeri pasien
Kriteria Hasil :
4. Kaji kultur yang mempengaruhi
1. Mampu mengontrol respon nyeri
nyeri (tahu penyebab 5. Evaluasi pengalaman nyeri masa
nyeri, mampu lampau
menggunakan tehnik 6. Evaluasi bersama pasien dan tim
nonfarmakologi kesehatan lain tentang
untuk mengurangi ketidakefektifan kontrol nyeri masa
nyeri, mencari lampau
bantuan) 7. Bantu pasien dan keluarga untuk
2. Melaporkan bahwa mencari dan menemukan dukungan
nyeri berkurang 8. Kontrol lingkungan yang dapat
dengan menggunakan mempengaruhi nyeri seperti suhu
manajemen nyeri ruangan, pencahayaan dan
3. Mampu mengenali kebisingan
nyeri (skala, 9. Kurangi faktor presipitasi nyeri
intensitas, frekuensi 10. Pilih dan lakukan penanganan nyeri
dan tanda nyeri) (farmakologi, non farmakologi dan
4. Menyatakan rasa inter personal)
nyaman setelah nyeri 11. Kaji tipe dan sumber nyeri untuk
berkurang menentukan intervensi
5. Tanda vital dalam 12. Ajarkan tentang teknik non
rentang normal farmakologi
13. Berikan analgetik untuk mengurangi
nyeri
14. Evaluasi keefektifan kontrol nyeri
15. Tingkatkan istirahat
16. Kolaborasikan dengan dokter jika
ada keluhan dan tindakan nyeri
tidak berhasil
2. Resiko Setelah dilakukan asuhan Infection Control (Kontrol infeksi)
infeksi b.d keperawatan selama 3x
1. Bersihkan lingkungan setelah
penurunan 24 jam diharapakan
dipakai pasien lain
pertahanan infeksi terkontrol
2. Pertahankan teknik isolasi
primer
NOC : Immune Status, 3. Batasi pengunjung bila perlu
Knowledge :Infection 4. Instruksikan pada pengunjung untuk
control mencuci tangan saat berkunjung dan
setelah berkunjung meninggalkan
Risk control
pasien
Kriteria Hasil : 5. Gunakan sabun antimikrobia untuk
cuci tangan
1. Klien bebas dari
6. Cuci tangan setiap sebelum dan
tanda dan gejala
sesudah tindakan kperawtan
infeksi
7. Gunakan baju, sarung tangan
2. Mendeskripsikan
sebagai alat pelindung
proses penularan
8. Pertahankan lingkungan aseptik
penyakit, factor yang
selama pemasangan alat
mempengaruhi
9. Ganti letak IV perifer dan line
penularan serta
central dan dressing sesuai dengan
penatalaksanaannya,
petunjuk umum
3. Menunjukkan
10. Gunakan kateter intermiten untuk
kemampuan untuk
menurunkan infeksi kandung
mencegah timbulnya
kencing
infeksi
11. Tingktkan intake nutrisi
4. Jumlah leukosit
dalam batas normal 12. Berikan terapi antibiotik bila perlu
5. Menunjukkan
perilaku hidup sehat
Infection Protection (proteksi
terhadap infeksi)

1. Monitor tanda dan gejala infeksi


sistemik dan lokal
2. Monitor hitung granulosit, WBC
3. Monitor kerentanan terhadap infeksi
4. Batasi pengunjung
5. Partahankan teknik aspesis pada
pasien yang beresiko
6. Pertahankan teknik isolasi k/p
7. Berikan perawatan kuliat pada area
epidema
8. Inspeksi kulit dan membran mukosa
terhadap kemerahan, panas, drainase
9. Ispeksi kondisi luka / insisi bedah
10. Dorong masukkan nutrisi yang
cukup
11. Dorong masukan cairan
12. Dorong istirahat
13. Instruksikan pasien untuk minum
antibiotik sesuai resep
14. Ajarkan pasien dan keluarga tanda,
gejala infeksi dan cara menghindari
infeksi
3. Deficit Setelah dilakukan asuhan Personal hyegene managemen
personal keperawatan selama
1. Kaji keterbatasan pasien dalam
hyegene b.d 3x24 jam diharapakan
perawatan diri
imobilitas pasien menunjukkan
(nyeri kebersihan diri 2. Berikan kenyamanan pada pasien
pembedaha dengan membersihkan tubuh pasien
NOC :
n) (oral,tubuh,genital)
Kowlwdge : disease 3. Ajarkan kepada pasien pentingnya
process, health Behavior menjaga kebersihan diri
4. Ajarkan kepada keluarga pasien
Kriteria Hasil :
dalam menjaga kebersihan pasien
1. Pasien bebas dari bau
2. Pasien tampak
menunjukkan
kebersihan
3. Pasien nyaman
DAFTAR PUSTAKA

Bhandari, P., et al., 2008. “Current trends in the management of brachial plexus injuries”.Indian
Journal of Neurotrauma.5(1): p. 21-5.

Dorsi, M., W. Hsu, and A. 2010.Belzberg, “pidemiology of brachial plexus injury in the
pediatric multitrauma population in the United States”.Journal of Neurosurgery. p. 5.

Foster, M., 2011.Traumatic Brachial Plexus Injuries. Emedicine. p. 1-4.

Nurarif, Amin Huda Kusuma, Hardhi, (2013), Aplikasi Asuhan Keperawatan NANDA NIC-
NOC, Jakarta, Medi Action Publishing.

Solomon L, Warwick DJ, Selvadurai N. 2010. “Apley’s System of Orthopaedics and Fractures”.
United of Kingdom: Hodder Arnold.

Wood, M. and P. 2006.Murray,”Current Concepts in the Surgical Management of Brachial


Plexus Injuries”.www. DCMSonline.org. p. 31-4.

Anda mungkin juga menyukai