LP Fleksus Brahialis
LP Fleksus Brahialis
LP Fleksus Brahialis
DISUSUN OLEH :
NIM : G3A017255
TAHUN 2018
BAB I
PENDAHULUAN
B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Setelah dilakukan penyusunan asuhan keperawatan tentang Flexus Brachialis Disorders
diharapkan agar pembaca lebih mengerti tentang Flexus Brachialis Disorders.
2. Tujuan khusus
a. Mengetahui pengertian Flexus Brachialis Disorders
b. Mengetahui etiologi Flexus Brachialis Disorders
c. Mengetahui patofisiologi Flexus Brachialis Disorders
d. Menegtahui pemeriksaan penunjang Flexus Brachialis Disorders
e. Mengetahui penatalaksanaan Flexus Brachialis Disorders
f. Mengetahui diagnosis Flexus Brachialis Disorders
g. Mengetahui intervensi dan implementasi yang diberikan pada klien dengan Flexus
Brachialis Disorders
C. Manfaat Penulisan
Dengan adanya makalah ini penulis berharap agar perawat maupun mahasiswa dapat
mempelajari tentang asuhan keperawatan Flexus Brachialis Disorderssehingga memudahkan
kita untuk memberikan pelayanan terhadap klien.
BAB II
Pleksus brakhialis merupakan serabut saraf yang berasal dari ramus anterior radiks saraf
C5-T1. C5 dan C6 bergabung membentuk trunk superior, C7 membentuk trunk medial, dan C8
dan T1 bergabung membentuk trunk inferior.Trunkus berjalan melewati klavikula dan disana
membentuk divisi anterior dan posterior. Divisi posterior dari masing-masing dari trunkus tadi
akan membentuk fasikulus posterior. Divisi anterior dari trunkus-trunkus superior dan media
membentuk membentuk fasikulus lateral. Divisi anterior dari trunkus inferior membentuk
fasikulus medial. Kemudian fasikulus posterior membentuk n. radialis dan n. axilaris. Fasikulus
lateral terbagi dua dimana cabang yang satu membentuk n. muskulokutaneus dan cabang lainnya
bergabung dengan fasikulus media untuk membentuk n. medianus. Fasikulus media terbagi dua
dimana cabang pertama ikut membentuk n. medianus dan cabang lainnya menjadi n. ulnaris.
2,4,5,6
Menurut letaknya terhadap clavicula percabangan plexus brachialis dibagi menjadi pars
supraclavicularis dan pars infraclavicularis. Yang termasuk percabangan pars supraclavicularis
adalah :1
N.thoracalis posterior.
N.subclavius
N.supraclavicularis
Nn.thoracalis anterior
Nn.subscapularis
N.thoraco dorsalis
N.axillaris, disebut n.circumflexus
N.cutaneus brachii medialis
N.cutaneus antebrachii medialis
Cabang terminal plexus brachialis adalah :
1. N.musculocutaneus
2. N.medianus
3. N.ulnaris
4. N.radialis
TINJAUAN PUSTAKA
3. Patofisiologi
Saraf-saraf yang mencakup plexus brachial berjalan dibawah kulit leher dan
aksilla, sehingga rentan terhadap trauma. Ketika leher dan tangan terkena pada saat
trauma (misalnya pada kecelakaan mobil, motor, dan saat jatuh) maka saraf-saraf tersebut
tertarik dan robek satu sama lain. Jika kekuatan dorongan sangat hebat maka saraf dapat
tertarik keluar dari tempat asalnya yaitu medulla spinalis.
Apabila saraf tersebut sudah robek atau tertarik maka akan mengakibatkan
kelumpuhan dan kelemahan pada saraf. Selain itu juga dapat mengakibatkan oedema dan
perdarahan pada pangkal saraf. Akibatnya, ekstremitas atas akan sulit untuk digerakkan.
Oleh karena itu pada kasus injury flexus brachialis dilakukan operasi pembedahan.
.
4. Pemeriksaan Penunjang
Adanya cedera saraf tepi biasanya disertai dengan cedera tulang dan jaringan iikat
sekitar yang dapat dinilai dengan pemeriksaan radiografi. Pada kasus cedera traumatik,
penggunaan X-foto dapat membantu menilai adanya dislokasi, subluksasi atau fraktur
yang dapat berhubungan dengan cedera pleksus tersebut.
Pemeriksaan radiografi :
1. Foto vertebra servikal untuk mengetahui apakah ada fraktur pada vertebra servikal
2. Foto bahu untuk mengetahui apakah ada fraktur skapula, klavikula atau humerus
3. Foto thorak untuk melihat disosiasi skapulothorak serta tinggi diafragma pada kasus
paralisa saraf phrenicus.
Adanya benda asing seperti peluru juga dapat terlihat. Sedangkan pada kasus cedera
pleksus brakhialis traumatik yang berat. Narakas, melaporkan bahwa umumnya terdapat
trauma multipel pada kepala atau muskuloskletal lainnya. CT scan dapat digunakan untuk
menilai adanya fraktur tersembunyi yang tidak dapat dinilai oleh x-foto. Sedangkan
myelografi digunakan pada lesi supraklavikular berat, yang berguna untuk membedakan
lesi preganglionik dan postganglionik. Kombinasi CT dan myelografi lebih sensitif dan
akurat terutama untuk menilai lesi proksimal (avulsi radiks). MRI dapat memberikan
gambaran yang lebih jelas mengenai jaringan ikat sekitar lesi dan penilaian pleksus
brakhialis ekstraforaminal normal atau tidak normal.
5. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada pleksus brakhialis menjadi tantangan, terutama karena
beberapa penyebab tidak ada terapi yg spesifik. Penatalaksanaan suportif, dengan
berfokus pada kontrol nyeri dan disertai dengan penatalaksanaan aspek rehabilitasi dan
tindakan operasi, operasi diindikasikan pada lesi pleksus brakhialis berat dan umumnya
dilakukan 3-4 bulan setelah trauma dan tidak dianjurkan jika telah lebih dari 6 bulan
karena hasil kesembuhan tidak optimal. Jika lesi sangat luas dan perbaikan keseluruhan
tidak memungkinkan maka tujuan utama perbaikan bedah adalah mengembalikan fungsi
fleksi siku, kemudian dapat dilanjutkan dengan fungsi ekstensi pergelangan tangan dan
fleksi jari-jari. 6,7
Beberapa tindakan operasi yang dilakukan pada lesi pleksus brakhialis adalah :
1. Pembedahan primer
Pembedahan dengan standart microsurgery dengan tujuan memperbaiki injury pada
plexus serta membantu reinervasi. Teknik yang digunakan tergantung berat ringan lesi.
Neurolysis : Melepaskan constrictive scar tissue disekitar saraf
Neuroma excision: Bila neuroma besar, harus dieksisi dan saraf dilekatkan kembali
dengan teknik end-to-end atau nerve grafts
Nerve grafting : Bila “gap” antara saraf terlalu besar, sehingga tidak mungkin
dilakukan tarikan. Saraf yang sering dipakai adalah n suralis, n lateral dan medial
antebrachial cutaneous, dan cabang terminal sensoris pada n interosseus posterior
Neurotization : Neurotization pleksus brachialis digunakan umumnya pada kasus
avulsi pada akar saraf spinal cord. Saraf donor yang dapat digunakan : hypoglossal nerve,
spinal accessory nerve, phrenic nerve, intercostal nerve, long thoracic nerve dan
ipsilateral C7 nerve. Intraplexual neurotization menggunakan bagian dari root yang masih
melekat pada spinal cord sebagai donor untuk saraf yang avulsi.
Perbaikan primer yang segera biasanya direkomendasikan bila laserasi saraf bersih dari
benda tajam.
2. Pembedahan sekunder
Tujuan untuk meningkatkan seluruh fungsi extremitas yang terkena. Ini tergantung saraf
yang terkena. Prosedurnya berupa tendon transfer, pedicled muscle transfers, free muscle
transfers, joint fusions and rotational, wedge or sliding osteotomies.Perbaikan operatif
sekunder setelah 2-4 minggu secara umum direkomendasikan untuk cedera tumpul atau
cedera dengan kerusakan jaringan lunak yang luas dimana cedera saraf sangat berat dan
perbaikan primer atau grafting tidak memungkinkan, neurotization dengan anastomosis
satu saraf dengan yang lain dapat menjadi pilihan lainnya.
6. Asuhan Keperawatan Flexus Brachialis Disorders
1. Pengkajian
a. Identitas
Meliputi usia ( kebanyakan terjadi pada usia muda), jenis kelamin ( kebanyakan
terjadi pada laki-laki biasanya sering mengebut saat mengendarai motor tanpa
menggunakan helm).
b. Keluhan utama
Nyeri akibat dari post operasi flexus brachialis
c. Riwayat penyakit sekarang.
Biasanya klien datang dengan keluhan jatuh atau trauma lain
d. Riwayat penyakit dahulu.
Penyakit-penyakit tertentu seperti kanker tulang dan penyakit Paget
menyebabkan fraktur patologis sehingga tulang sulit menyambung. Selain itu,
klien diabetes dengan luka dikaki sangat beresiko mengalami osteomilitis akut
dan kronis dan penyakit diabetes menghambat proses penyembuhan tulang.
e. Riwayat penyakit keluarga.
Penyakit keluarga yang berhubungan dengan patah tulang adalah faktor
predisposisi terjadinya fraktur, seperti osteoporosis yang sering terjadi pada
beberapa keturunan dan kanker tulang yang diturunkan secara genetic
f. Riwayat psikososial spiritual
Takut, cemas, terbatasnya aktivitas.
g. Pemeriksaan Fisik
1) Pre Operasi
B1 (breathing), Pada pemeriksaan sistem pernapasan tidak mengalami
gangguan
B2 (blood)Pada pemeriksaan sistem kardiovaskuler, dapat terjadi peningkatan
tekanan darah, peningkatan nadi dan respirasi oleh karena nyeri , peningkatan
suhu tubuh karena terjadi infeksi terutama pada fraktur terbuka
B3 (brain)Tingkat kesadaran biasanya komposmentis
B4 (bladder), Biasanya klien fraktur tidak mengalami kelainan pada sistem
ini.
B5 (bowel), Pemenuhan nutrisi dan bising usus biasanya normal, pola
defekasi tidak ada kelainan
B6 (bone), Adanya deformitas, adanya nyeri tekan pada daerah trauma.
2) Post Operasi
B1 (breathing), biasanya terjadi reflek batuk tidak efektif sehingga terjadi
penurunan akumulasi secret, bisa terjadi apneu, lidah kebelakang akibat
general anastesi, RR meningkat karena nyeri
B2 (blood)Pada pemeriksaan sistem kardiovaskuler, dapat terjadi peningkatan
tekanan darah, peningkatan nadi dan respirasi oleh karena nyeri , peningkatan
suhu tubuh karena terjadi infeksi terutama pada proses pembedahan.
B3 (brain)Dapat terjadi penurunan kesadaran akibat tindakan anastesi, nyeri
akibat pembedahan
B4 (bladder)Biasanya karena general anastesi terjadi retensi urin
B5 (bowel)Akibat dari general anastesi terjadi penurunan peristaltic
B6 (bone)Akibat pembedahan klien mengalami gangguan mobilitas fisik.
3. Intervensi Keperawatan
Diangosa
No Keperawat Tujuan (NOC) Intervensi (NIC)
an
Bhandari, P., et al., 2008. “Current trends in the management of brachial plexus injuries”.Indian
Journal of Neurotrauma.5(1): p. 21-5.
Dorsi, M., W. Hsu, and A. 2010.Belzberg, “pidemiology of brachial plexus injury in the
pediatric multitrauma population in the United States”.Journal of Neurosurgery. p. 5.
Nurarif, Amin Huda Kusuma, Hardhi, (2013), Aplikasi Asuhan Keperawatan NANDA NIC-
NOC, Jakarta, Medi Action Publishing.
Solomon L, Warwick DJ, Selvadurai N. 2010. “Apley’s System of Orthopaedics and Fractures”.
United of Kingdom: Hodder Arnold.