Kelompok 3 Penilaian Kinerja
Kelompok 3 Penilaian Kinerja
Kelompok 3 Penilaian Kinerja
Pemakalah
2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR......................................................................................ii
DAFTAR ISI....................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang....................................................................1
B. Rumusan Masalah...............................................................1
C. Tujuan Penulisan..............................................1
3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sumber daya manusia merupakan salah satu sumber
keunggulan kompetitif dan elemen kunci yang penting untuk
meraih kesuksesan dalam bersaing untuk mencapai tujuan.Oleh
karena itu, pengelolaan sumber daya manusia bagi organisasi hal
yang penting bagi pelayanan kepada masyarakat.Sumber daya
manusia adalah bagian dari manajemen.Yang merupakan unsur
manajemen yang di dalamnya terdapat tenaga kerja pada
perusahaan. Manusia selalu aktif dan dominan dalam setiap
kegiatan organisasi, karena manusia menjadi perencana, pelaku
dan penentu terwujudnya tujuan organisasi.
Tujuan tidak mungkin terwujud tanpa peran aktif karyawan
meskipun alat-alat yang dimiliki perusahaan begitu
canggihnya.Alat-alat canggih yang dimiliki perusahaan tidak ada
manfaatnya bagi perusahaan.Jika peran aktif karyawan tidak
diikut sertakan.Mengatur karyawan adalah sulit dan kompleks,
karena mereka mempuyai pikiran, perasaan, status, keinginan,
dan latar belakang yang heterogen yang dibawa ke dalam
organisasi.Karyawan tidak dapat diatur dan dikuasai sepenuhnya
seperti mengatur mesin, modal, atau gedung.
B. Rumusan Masalah
1. Apa Pengertian Penilaian Kinerja ?
2. Apa Saja Ruang Lingkup dan Prinsip Penilaian Kinerja ?
3. Apa Saja Langkah-Langkah Penilaian Kinerja ?
4. Siapa Saja Pihak Penilai Kinerja dan Apa Saja Hambatan Yang di
Hadapi ?
5. Apa Saja Metode Penilaian Kinerja ?
1
6. Bagaimana Cara Mengevaluasi Penilaian Kinerja ?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk Mengetahui Pengertian Penilaian Kinerja.
2. Untuk Mengetahui Ruang Lingkup dan Prinsip Penilaian Kinerja.
3. Untuk Mengetahui Langkah-Langkah Penilaian Kinerja.
4. Untuk Mengetahui Siapa Saja Pihak Penilai Kinerja dan Hambatan
Yang di Hadapi.
5. Untuk Mengetahui Metode Penilaian Kinerja.
6. Untuk Mengetahui Cara Mengevaluasi Penilaian Kinerja.
D.
2
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
3
b. Pencapaian tujuan yang telah ditetapkan merupakan salah satu tolak
ukur kerja individu.
a. Tugas individu
b. Perilaku individu
c. Ciri individu.
4
manajeman kinerja, sistem tersebut penting karena mencerminkan secara lansung
rencana organisasi. Meskipun evaluasi atas kinerja tim penting seiring dengan
keberadaan tim-tim dalam suatu organisasi, fokus penilaian kinerja pada sebagian
besar perusahaan tetap pada karyawan individual. Sistem penilaian yang efektif
akan mengevaluasi prestasi dan rencana-rencana untuk tujuan dan sasaran.
5
2. Prinsip Dasar Penilaian Kinerja
Manajemen kinerja atau penilaian kinerja bekerja atas prinsip yang dapat
dijadikan acuan bersama agar dapat mencapai hasil yang diharapkan. Prinsip dasar
manajemen kinerja menjadi pondasi yang kuat bagi kinerja organisasi untuk
mencapai tujuan. Sebagai prinsip dasar dalam manajemen
kinerja adalah : (Wibowo, 2007 P 12)
1. Kejujuran
2. Pelayanan
6
coaching pekerja. Satu aspek yang membingungkan dari prinsip
pelayanan adalah bahwa apa yang diberikan manajer kepada pekerja
mungkin dirasakan tidak baik dan mengecewakan mereka. Memberitahu
orang lain tentang apa yang mereka tidak mau dengar dapat membuat
mereka tidak bahagia. Akan tetapi, hal tersebut hanya membantu
mengubah dan mandapatkan arah yang tepat. Belajar membantu orang
lain dengan baik merupakan proses pembelajaran jangka panjang di
mana manajer membantu orang lain agar menjadi lebih baik, dan belajar
tentang apa yang dapat berjalan dan tidak bisa berjalan. Walaupun
mungkin saja terjadi banyak kesalahan, tetapi perlu memperbaiki
keterampilan, kompetensi, dan kemampuan dalam membantu orang lain.
3. Tanggung Jawab
4. Bermain
7
dalam dirinya adanya suatu perasaan bahwa mereka harus bekerja,
mereka tidak mempunyai pilihan dan pekerjaan mereka tidak dihargai.
Implikasi untuk pengembangan kinerja adalah bahwa kinerja harus
didorong menggunakan proses sebagai sarana untuk menciptakan
kepuasannya sendiri dalam hubungannya dengan pekerja. Hal tersebut
dilakukan melalui interaksi diantara orang sehingga penyelesaian kreatif
dilahirkan, dan lingkungan kerja yang dinamis dan kreatif diciptakan.
5. Rasa Kasihan
6. Perumusan Tujuan
8
7. Konsensus dan Kerjasama
8. Berkelanjutan
9
diinginkan oleh bawahan. Dengan demikian, dapat dihindari terjadinya
salah persepsi diantara keduanya. Komunikasi membangun saling
pengertian bersama. Komunikasi dua arah akan menumbuhkan perasaan
saling dapat dipercaya dan berdampak pada peningkatan perasaan
tanggung jawab. Manajer tidak ragu memberikan delegasi tugas kepada
bawahan karena tahu bahwa bawahannya bertanggung jawab. Sementara
itu, bawahan dengan senang hati menerima delegasi tugas karena
percaya bahwa atasannya menghargai kemampuannya.
10
1. Cukup dekat untuk memahami pekerjaan karyawan, termasuk
hambatan, masalah, maupun tindakan-tindakannya.
e. Dilakukan interview
11
1. Bisa diukur (quantifiable)
2. Mudah dimengerti
3. Seimbang
4. Dapat dipublikasikan
12
Seorang atasan mempunyai kewenangan atas kinerja para karyawan sebagai
bawahannya. Atasan atau supervisor memiliki kriteria-kriteria tertentu untuk
menilai kinerja karyawan. Penilaian dapat dilakukan berdasarkan catatan-catatan
atas kinerja karyawannya di masa lalu.
5. Bawahan menilai atasan
Pada masa lalu, penilaian kinerja seperti ini sangat jarang terjadi. Bahkan
mungkin tidak ada perusahaan yang menerapkannya. Namun pada masa sekarang,
telah banyak karyawan menilai kinerja supervisor sebagai atasannya dalam suatu
bidang tertentu pada perusahaan. Karyawan diminta menilai atasannya secara
jujur tanpa tekanan dari berbagai pihak, terutama dari atasan itu sendiri.
6. Penilaian oleh Pelanggan
Orang lain diluar perusahaan dapat diminta untuk melakukan penilaian atas
kinerja seseorang karyawan dalam perusahaan. Pelanggan merupakan sumber
informasi yang dapat dijadikan penilai kinerja dari luar perusahaan. Melalui kotak
saran yang berisi sejumlah quesioner diminta untuk dijawab oleh pelanggan
dengan jujur. Jawaban pelanggan merupakan informasi mengenai kepuasan
pelanggan atas pelayanan toko dalam mengkonsumsi satu produk tertentu.
Terdapat banyak hambatan-hambatan dalam penilaian kerja. Sebenarnya
penilaian kinerja memudahkan perusahaan atau organisasi mengidentifikasi
orang-orang yang akan diimbali karena kinerjanya yang bagus dan unggul dan
orang-orang yang tidak. Meskipun demikian, penilaian kinerja dapat
mendatangkan hasil yang keliru ketika penilai atau standar penilaian tidak jelas.
13
karyawan terbaik didepartemen akan mengeluhkan penyelia semacam
itu karena orang-orang yang bekerja tidak baik mendapat nilai lebih
dibandingkan rekan-rekannya yang tidak bekerja keras. Bias kemurahan
hati (leniency) seperti itu dikehendaki karena mengakibatkan para
karyawan terlihat lebih kompeten dari pada kenyataan yang
sesungguhnya.
b. Strictness (bias keketatan)
Masalah keketatan (strictness) merupakan kebalikan dari masalah
kemurahan hati, Penyelia merasa bersalah dalam menilai secara ketat
karena merasa bahwa tidak satu pun karyawan “hidup di atas standar
puncak mereka”. Ekspektasi kinerja yang tidak layak, bahkan mustahil
untuk dicapai, dapat meruntuhkan semangat kerja para karyawan.
Kegagalan memberikan pengakuan yang merupakan hak karyawan
dapat menimbulkan kerenggangan yang serius pada hubungan
penyelia dengan bawahan.
c. Central Tendency
Penyelia mungkin merasa sulit dan tidak nyaman untuk
mengevaluasi beberapa karyawan dan menilai sebagai karyawan yang
“lebih tinggi” atau “lebih rendah” daripada yang lainnya, meskipun
kinerja mereka memperlihatkan perbedaan yang nyata. Masalah
tendensi (central tendency) mencuat ketika penyelia mengevalusi setiap
orang secara rata-rata. Persoalan central tendency juga terjadi tatkala
penyelia tidak secara objektif mengevaluasi prestasi kerja karyawan
karena kurangnya keakraban dengan pekerjaan mereka, kurang adanya
kecakapan kepenyeliaan, atau ketakutan mereka akan dicerca sekiranya
meraka menilai individu-individu terlalu rendah. Central tendency
menyebabkan penilaian kinerja hampir tidak mungkin
mengidentifikasikan karyawan yang sangat efektif, yang merupakan
calon untuk promosi di satu pihak ataupun persoalan karyawan yang
membutuhkan konseling dan pelatihan di pihak lain.
d. Hallo Effect
Efek halo (hallo effect) muncul ketika seorang penyelia membiarkan
satu aspek tertentu dari kinerja karyawan mempengaruhi aspek lainnya
14
yang sedang dievaluasi. Dengan adanya efek halo, evaluator
memberikan nilai yang sama kepada seorang karyawan atas semua
faktor, terlepas dari kinerja sesungguhnya dari karyawan itu. Opini
pribadi penilai mempengaruhi pengukuran kinerja karyawan. Beberapa
individu mempunyai kecenderungan memberikan penialian kinerja
dengan menilai sama semua dimensi atau karakteristik yang sedang
dinilai. Atasan yang menilai orang (tinggi, biasa, rendah) sama pada
semua dimensi dikatakan memperlihatkan efek halo. Persoalan yang
ditimbulkan efek halo menyebabkan mustahil untuk mengidentifikasi
titik kuat dari karyawan yang secara umum lemah dan sebaliknya, titik
lemah yang perlu dikembangkan bagi karyawan yang secara umum kuat.
e. Bias penyelia
Kesalahan paling lazim yang ada dalam setiap metode penilaian adalah
kesadaran atau ketidaksadaran bias kepenyeliaan (supervisory bias).
Bias tersebut tidak berhubungan dengan pelaksanaan pekerjaan, dan
dapat bermuara dari karakteristik pribadi, seperti usia, jenis kelamin, ras,
atau karakteristik yang terkait dengan organisasi, seperti senioritas,
keanggotaan pada sebuah tim atletik perusahaan atau hubungan dekat
dengan jajaran manajemen puncak. Terlepas dari dasarnya atau
penyebabnya, biasa pribadi menjadi sumber kesalahan dalam penilaian
kinerja dan merintangi kapasitas sistem penilaian untuk melayani tujuan
organisasional yang dirancang untuk hal tersebut.
f. Recency
Idealnya, penilaian kinerja karyawan haruslah berpijak pada
observasi yang sistematik dari kinerja karyawan seluruh periode
penilaian. Sayangnya, ketika organisasi menggunakan penilaian kinerja
tahunan atau tengah tahunan, ada kecenderungan penyelia mengingat
banyak hal mengenai segala sesuatu yang baru saja dikerjakan oleh
karyawannya dibandingkan yang telah dilakukan beberapa sebelumnya.
Manusiawi apabila penyelia lebih mengingat kejadian yang baru saja
terjadi dari pada kejadian masa lalu.
g. Pengaruh Organisasional
15
Pada intinya, penilai cenderung memperhitungkan kegunaan akhir data
penilaian pada saat menilai bawahan mereka. Apabila mereka meyakini
promosi dan kenaikan gaji bergantung pada nilai kinerja, mereka
cenderung memberikan nilai tinggi (dalam hal ini penilai bersikap
longgar). Penyelia cenderung membela bawahannya. Di pihak lain, pada
pengembangan para karyawan, penyelia atau penilai cenderung mencari
kelemahan bawahannya. Mereka lebih terfokusnya untuk membenahi
kelemahan-kelemahan itu
h. Standar Evaluasi
Masalah standar evaluasi muncul karena perbedaan konseptual dalam
makna katakata yng dipakai untuk mengevaluasi karyawan. Dengan
demikian, kata- kata “baik”, “memadai”, “memuaskan”, dan “sangat
bagus” dapat mempunyai arti yang berbedabeda bagi masing-masing
evaluator. Seandainya hanya seorang evaluator yang dipakai, evaluasi
dapat menyimpang.
E. Metode-Metode Penilaian
Menurut Mondy & Noe (2005), ada tujuh metode penilaian kinerja yaitu :
1. Rating Scales
Menilai kinerja pegawai dengan menggunakan skala untuk mengukur
faktor-faktor kinerja (performance factor).Misalnya dalam mengukur
tingkat inisiatif dan tanggung jawab pegawai.Skala yang digunakan
adalah 1 sampai 5, yaitu 1 adalah yang terburuk dan 5 adalah yang
terbaik. Jika tingkat inisiatif dan tanggung jawab pegawai tersebut biasa
16
saja, maka ia diberi nilai 3 atau 4 dan begitu seterusnya untuk menilai
faktor-faktor kinerja lainnya.
2. Critical Incidents
Evaluator mencatat mengenai apa saja perilaku/pencapaian terbaik dan
terburuk (extremely good or bad behaviour) pegawai. Dalam metode ini,
penilai harus menyimpan catatan tertulis tentang tindakan-tindakan atau
prilaku kerja yang sangat positif (high favorable) dan perilaku kerja
yang sangat negatif (high unfavorable) selama periode penilaian.
3. Essay
Evaluator menulis deskripsi mengenai kekuatan dan kelemahan
karyawan, kinerjanya pada masa lalu, potensinya dan memberikan
saran-saran untuk pengembangan pekerja tersebut.Metode ini cenderung
lebih memusatkan perhatian pada perilaku ekstrim dalam tugas-tugas
karyawan daripada pekerjaan atau kinerja rutin yang mereka lakukan
dari hari ke hari.Penilaian seperti ini sangat tergantung kepada
kemampuan menulis seorang penilai.
4. Work standard
Metode ini membandingkan kinerja setiap karyawan dengan standar
yang telah ditetapkan sebelumnya atau dengan tingkat keluaran yang
diharapkan.Standar mencerminkan keluaran normal dari seorang pekerja
yang berprestasi rata-rata, yang bekerja pada kecepatan atau kondisi
normal.Agar standar ini dianggap objektif, para pekerja harus
memahami secara jelas bagaimana standar yang ditetapkan.
5. Ranking
Penilai menempatkan seluruh pekerja dalam satu kelompok sesuai
dengan peringkat yang disusun berdasarkan kinerja secara
keseluruhan.Contohnya, pekerja terbaik dalam satu bagian diberi
peringkat paling tinggi dan pekerja yang paling buruk prestasinya
diletakkan di peringkat paling bawah. Kesulitan terjadi bila pekerja
menunjukkan prestasi yang hamper sama atau sebanding.
6. Forced distribution
Penilai harus “memasukkan” individu dari kelompok kerja ke dalam
sejumlah kategori yang serupa dengan sebuah distribusi frekuensi
normal. Contoh para pekerja yang termasuk ke dalam 10 persen terbaik
17
ditempatkan ke dalam kategori tertinggi, 20 persen terbaik sesudahnya
ke dalam kategori berikutnya, 40 persen berikutnya ke dalam kategori
menengah, 20 persen sesudahnya ke dalam kategori berikutnya, dan 10
persen sisanya ke dalam kategori terendah. Bila sebuah departemen
memiliki pekerja yang semuanya berprestasi istimewa, atasan “dipaksa”
untuk memutuskan siapa yang harus dimasukan ke dalam kategori yang
lebih rendah.
7. Behaviourally Anchored Rating Scales (BARS)
Evaluator menilai pegawai berdasarkan beberapa jenis perilaku kerja
yang mencerminkan dimensi kinerja dan membuat skalanya. Misalnya
penilaian pelayanan pelanggan. Bila pegawai bagian pelayanan
pelanggan tidak menerima tip dari pelanggan, ia diberi skala 4 yang
berarti kinerja lumayan. Bila pegawai itu membantu pelanggan yang
kesulitan atau kebingungan, ia diberi skala 7 yang berarti kinerjanya
memuaskan, dan seterusnya. Metode ini mendeskripsikan perilaku yang
diharapkan sesuai dengan tingkat kinerja yang diharapkan.
18
menentukan kebutuhan pelatihan kerja secara tepat, memberikan tanggung jawab
yang sesuai kepada karyawan sehingga dapat melaksanakan pekerjaan yang lebih
baik di masa mendatang dan sebagai dasar untuk menentukan kebijakan dalam hal
promosi jabatan atau penentuan imbalan.
Tujuan evaluasi kinerja adalah untuk memperbaiki atau meningkatkan
kinerja organisasi melalui peningkatan kinerja dari SDM organisasi. Secara lebih
spesifik, tujuan dari evaluasi kinerja sebagaimana dikemukakan (Sunyoto, 1999 :
P 1) yang dikutip oleh (Mangkunegara, 2005 P 10) adalah :
19
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
20
DAFTAR PUSTAKA
sdm.blogspot.com/2004/penilaian-kinerja-karyawan-definisi.html.
21