Kelompok 3 Penilaian Kinerja

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 23

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT karena


atas limpahan rahmat dan hidayah-Nya
sehingga makalah ini dapat diselesaikan dengan baik.
Makalah ini berjudul “Aspek-Aspek Yang Berkaitan Dengan Fungsi
Pengembangan SDM”. Makalah ini disusun agar dapat bermanfaat
sebagai media sumber informasi dan pengetahuan.
Ucapan terima kasih kepada Dosen Mata Kuliah Manajemen
Sumber Daya Manusia, teman-teman dan semua pihak yang
telah terlibat dan memberikan bantuan dalam bentuk moril
maupun materil dalam proses penyusunan makalah ini, sehingga
dapat selesai tepat pada waktunya.

Penyusun menyadari makalah ini masih jauh dari


kesempurnaan, untuk itu kritik dan saran yang bersifat
konstruktif sangat dibutuhkan. Semoga makalah ini dapat
bermanfaat dan berguna serta bisa digunakan sebagaimana
mestinya.

Banda Aceh, Juli 2018

Pemakalah

2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR......................................................................................ii
DAFTAR ISI....................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang....................................................................1
B. Rumusan Masalah...............................................................1
C. Tujuan Penulisan..............................................1

BAB II TINJAUAN TEORI


A. Pengertian Penilaian Kinerja...............................................3
B. Ruang Lingkup dan Prinsip Penilaian Kinerja....................4
C. Langkah-Langkah Penilaian Kinerja...................................10
D. Pihak Penilai Kinerja dan Hambatan Yang Di Hadapi........11
E. Metode Penilaian Kinerja ...................................................16
F. Evaluasi Penilaian Kinerja..................................................18
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan.........................................................................20
B. Saran....................................................................................20
DAFTAR PUSTAKA

3
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sumber daya manusia merupakan salah satu sumber
keunggulan kompetitif dan elemen kunci yang penting untuk
meraih kesuksesan dalam bersaing untuk mencapai tujuan.Oleh
karena itu, pengelolaan sumber daya manusia bagi organisasi hal
yang penting bagi pelayanan kepada masyarakat.Sumber daya
manusia adalah bagian dari manajemen.Yang merupakan unsur
manajemen yang di dalamnya terdapat tenaga kerja pada
perusahaan. Manusia selalu aktif dan dominan dalam setiap
kegiatan organisasi, karena manusia menjadi perencana, pelaku
dan penentu terwujudnya tujuan organisasi.
Tujuan tidak mungkin terwujud tanpa peran aktif karyawan
meskipun alat-alat yang dimiliki perusahaan begitu
canggihnya.Alat-alat canggih yang dimiliki perusahaan tidak ada
manfaatnya bagi perusahaan.Jika peran aktif karyawan tidak
diikut sertakan.Mengatur karyawan adalah sulit dan kompleks,
karena mereka mempuyai pikiran, perasaan, status, keinginan,
dan latar belakang yang heterogen yang dibawa ke dalam
organisasi.Karyawan tidak dapat diatur dan dikuasai sepenuhnya
seperti mengatur mesin, modal, atau gedung.

B. Rumusan Masalah
1. Apa Pengertian Penilaian Kinerja ?
2. Apa Saja Ruang Lingkup dan Prinsip Penilaian Kinerja ?
3. Apa Saja Langkah-Langkah Penilaian Kinerja ?
4. Siapa Saja Pihak Penilai Kinerja dan Apa Saja Hambatan Yang di
Hadapi ?
5. Apa Saja Metode Penilaian Kinerja ?

1
6. Bagaimana Cara Mengevaluasi Penilaian Kinerja ?

C. Tujuan Penulisan
1. Untuk Mengetahui Pengertian Penilaian Kinerja.
2. Untuk Mengetahui Ruang Lingkup dan Prinsip Penilaian Kinerja.
3. Untuk Mengetahui Langkah-Langkah Penilaian Kinerja.
4. Untuk Mengetahui Siapa Saja Pihak Penilai Kinerja dan Hambatan
Yang di Hadapi.
5. Untuk Mengetahui Metode Penilaian Kinerja.
6. Untuk Mengetahui Cara Mengevaluasi Penilaian Kinerja.
D.

2
BAB II
TINJAUAN TEORITIS

A. Pengertian Penilaian Kinerja

Suatu penelitian telah memperlihatkan bahwa suatu lingkungan kerja yang


menyenangkan sangat penting untuk mendorong tingkat kinerja karyawan yang
paling produktif. Dalam interaksi sehari-hari, antara atasan dan bawahan, berbagai
asumsi dan harapan lain muncul. Ketika atasan dan bawahan membentuk
serangkaian asumsi dan harapan mereka sendiri yang sering agak berbeda,
perbedaan-perbedaan ini yang akhirnya berpengaruh pada tingkat kinerja. Kinerja
adalah hasil seseorang secara keseluruhan selama periode tertentu di dalam
melaksanakan tugas, seperti standar hasil kerja, target atau sasaran atau kriteria
yang telah ditentukan terlebih dahulu dan telah disepakati bersama (Rivai & Basri,
2004 P 14).

Apabila dikaitkan dengan performance sebagai kata benda (noun), maka


pengertian performance atau kinerja adalah hasil kerja yang dapat dicapai oleh
seseorang atau kelompok orang dalam suatu perusahaan sesuai dengan wewenang
dan tanggung jawab masing-masing dalam upaya pencapaian tujuan perusahaan
secara legal, tidak melanggar hukum dan tidak bertentangan dengan moral dan
etika (Rivai & Basri, 2004 P 16).

Penilaian kinerja sendiri memiliki beberapa pengertian yaitu :

a. Suatu sistem formal dan terstruktur yang mengukur, menilai, dan


mempengaruhi sifat-sifat yang berkaitan dengan pekerjaan, perilaku,
dan hasil, termasuk tingkat ketidakhadiran. Fokusnya adalah untuk
mengetahui seberapa produktif seorang karyawan dan apakah ia bisa
berkinerja sama atau lebih efektif pada masa yang akan datang,
sehingga karyawan, organisasi, dan masyarakat semuanya memperoleh
manfaat.

3
b. Pencapaian tujuan yang telah ditetapkan merupakan salah satu tolak
ukur kerja individu.

Ada tiga kriteria dalam melakukan penilaian kinerja individu yaitu :

a. Tugas individu
b. Perilaku individu
c. Ciri individu.

Dari beberapa pengertian kinerja di atas maka dapat disimpulkan bahwa


kinerja adalah suatu prestasi yang dicapai oleh seseorang dalam melaksanakan
tugas atau pekerjaannya, sesuai dengan standar kriteria yang ditetapkan dalab
pekerjaan itu. Prestasi yang dicapai ini akan menghasilkan suatu kepuasan kerja
yang nantinya akan berpengaruh pada tingkat imbalan.

Suatu kinerja individu dapat ditingkatkan apabila ada kesesuaian antara


pekerjaan dan kemampuan. Kinerja individu sendiri dipengaruhi oleh kepuasan
kerja. Kepuasan kerja itu sendiri adalah perasaan individu terhadap pekerjaannya.
Perasaan ini berupa suatu hasil penilaian mengenai seberapa jauh pekerjaannya
secara keseluruhan mampu memuaskan kebutuhannya. Dalam hal ini dibutuhkan
suatu evaluasi, yang kemudian dikenal dengan penilaian kinerja.

Penilaian kinerja merupakan metode mengevaluasi dan menghargai kinerja


yang paling umum digunakan. Dalam penilaian kinerja melibatkan komunikasi
dua arah yaitu antara pengirim pesan dengan penerima pesan sehingga
komunikasi dapat berjalan dengan baik. Penilaian kinerja dilakukan untuk
memberi tahu karyawan apa yang diharapkan pengawas untuk membangun
pemahaman yang lebih baik satu sama lain. Penilaian kinerja menitikberatkan
pada penilaian sebagai suatu proses pengukuran sejauh mana kerja dari orang atau
sekelompok orang dapat bermanfaat untuk mencapai tujuan yang ada.

B. Ruang Lingkup Penilaian Kinerja dan Prinsip Penilaian Kinerja

Penilaian kinerja merupakan merupakan faktor penting untuk suksesnya


manajeman kinerja. Meskipun penilaian kinerja hanyalah salah satu unsur

4
manajeman kinerja, sistem tersebut penting karena mencerminkan secara lansung
rencana organisasi. Meskipun evaluasi atas kinerja tim penting seiring dengan
keberadaan tim-tim dalam suatu organisasi, fokus penilaian kinerja pada sebagian
besar perusahaan tetap pada karyawan individual. Sistem penilaian yang efektif
akan mengevaluasi prestasi dan rencana-rencana untuk tujuan dan sasaran.

Adapun ruang lingkup penilaian kinerja mencakup dalam 5W 1H (what,


where, why, when, who dan how).

a. What (apa yang dinilai)


Yang dinilai prilaku dan prestasi kerja karyawan seperti
kesetiaan,kejujuran,kerja sama, kepeminpinan, loyalitas, pekerjaan saat
sekarang, potensi akan dating, sifat, dan hasil kerja
b. Why (kenapa dinilai)
Dinilai karena :
1. Untuk menambah tingkat kepuasan para karyawan dengan
memberikan pengakuan terhadap hasil kerjannya.
2. Untuk membantu kemungkinan pengembangan presonil yang
bersangkutan.
3. Untuk memelihara potensi kerja
4. Untuk mengkur prestasi kerja para karyawan
5. Untuk mengukur kemampuan dan kecakapan karyawan
6. Untuk mengumpulkan data guna menetapkan program kepegawaian
selanjutnya
c. Where (dimana penilaian dilakukan)
Ditempat penialaian dialkukan didalam pekerjaan (secara formal) dan
diluar pekerjaan (secara formal/ non formal)
d. When (kapan penilaian dilakukan)
Waktu penilaian dilakukan secara formal (periodic) dan informal
(dilakukan secara terus menerus)
e. Who (siapa yang akan dinilai )
Yang akan dinilai yaitu semua ketenaga kerja yang melakukan pekerjaan
diperusahaan. Yang menilai (appraiser) atasan langsunggnya, atasan
dari atasan langsung atau semua tim yang dibentuk perusahaan itu.
f. How (bagaimana menilainnya)
Metode penialaian apa yang digunakan dan problem apa yang dihadapai
oleh penilai ( appraiser ) dalam melakukan penilaiaan

5
2. Prinsip Dasar Penilaian Kinerja

Manajemen kinerja atau penilaian kinerja bekerja atas prinsip yang dapat
dijadikan acuan bersama agar dapat mencapai hasil yang diharapkan. Prinsip dasar
manajemen kinerja menjadi pondasi yang kuat bagi kinerja organisasi untuk
mencapai tujuan. Sebagai prinsip dasar dalam manajemen
kinerja adalah : (Wibowo, 2007 P 12)

1. Kejujuran

Kejujuran menampakkan diri dalam komunikasi umpan balik yang jujur


di antara manajer, pekerja dan rekan kerja. Kejujuran termasuk dalam
mengekspresikan pendapat menyampaikan fakta, memberikan
pertimbangan dan perasaan. Kejujuran mempunyai beberapa segi dan
tingkatan, dan mereka yang menggunakan proses penilaian untuk
menggali kebenaran secara luas dan dalam akan memperoleh manfaat
terbesar. Proses penilaian akan memperluas pemahaman bawahan
dengan cara mengajak mereka untuk secara jujur menyatakan apa yang
memotivasi mereka, apa yang mereka suka dan tidak suka tentang yang
mereka lakukan, apa yang mereka inginkan dan apa yang menjadi
kepentingan mereka dan bagaimana mereka harus dibantu. Sebaliknya
manajer juga menceritakan kebenaran dalam hubungannya dengan
bawahan tentang apa yang disuka dan tidak disuka tentang apa yang
mereka kerjakan, apa apresiasinya terhadap pekerja, visi yang diberikan
kepada mereka, persepsi dan pertimbangan tentang hambatan terhadap
keberhasilan dan saran lainnya.

2. Pelayanan

Setiap aspek dalam proses kinerja harus memberikan pelayanan kepada


setiap stakeholder yaitu: pekerja, manajer, pemilik, dan pelanggan.
Dalam proses manajemen kinerja, umpan balik dan pengukuran harus
membantu pekerja dan perencanaan kinerja. Prinsip pelayanan
merupakan tanda yang paling kuat untuk pengukuran, perencanaan, dan

6
coaching pekerja. Satu aspek yang membingungkan dari prinsip
pelayanan adalah bahwa apa yang diberikan manajer kepada pekerja
mungkin dirasakan tidak baik dan mengecewakan mereka. Memberitahu
orang lain tentang apa yang mereka tidak mau dengar dapat membuat
mereka tidak bahagia. Akan tetapi, hal tersebut hanya membantu
mengubah dan mandapatkan arah yang tepat. Belajar membantu orang
lain dengan baik merupakan proses pembelajaran jangka panjang di
mana manajer membantu orang lain agar menjadi lebih baik, dan belajar
tentang apa yang dapat berjalan dan tidak bisa berjalan. Walaupun
mungkin saja terjadi banyak kesalahan, tetapi perlu memperbaiki
keterampilan, kompetensi, dan kemampuan dalam membantu orang lain.

3. Tanggung Jawab

Tanggung jawab merupakan prinsip dasar di belakang pengembangan


kinerja. Dengan memahami dan menerima tanggung jawab atas apa
yang mereka kerjakan dan tidak kerjakan untuk mencapai tujuan
mereka, pekerja belajar tetang apa yang mereka perlu perbaiki.
Pengembangan kinerja didasarkan pada anggapan bahwa pekerja dapat
mempengaruhi hasilnya dengan memperbaiki kecakapan dalam
kompetensi perilaku. Mereka tidak memerlukan izin untuk memperbaiki
kompetensi. Nasib mereka berada di tangan mereka sendiri. Dari
perspektif manajer, sudah menjadi tanggung jawab manajer untuk
memastikan keberhasilan bawahannya. Sudah tentu tidak seorangpun
mampu mengontrol sepenuhnya nasibnya sendiri, tetapi dengan
memfokuskan pada apa yang dapat mereka control, orang meningkatkan
kemungkinan mendapatkan manfaat dari keberhasilannya.

4. Bermain

Manajemen kinerja menggunakan prinsip bahwa bekerja sama dengan


bermain. Dengan prinsip bermain, dalam manajemen kinerja orang
mendapatkan kepuasan dari apa yang mereka kerjakan. Apabila tidak
menerapkan prinsip bermain, bekerja akan menjadi beban. Timbul beban

7
dalam dirinya adanya suatu perasaan bahwa mereka harus bekerja,
mereka tidak mempunyai pilihan dan pekerjaan mereka tidak dihargai.
Implikasi untuk pengembangan kinerja adalah bahwa kinerja harus
didorong menggunakan proses sebagai sarana untuk menciptakan
kepuasannya sendiri dalam hubungannya dengan pekerja. Hal tersebut
dilakukan melalui interaksi diantara orang sehingga penyelesaian kreatif
dilahirkan, dan lingkungan kerja yang dinamis dan kreatif diciptakan.

5. Rasa Kasihan

Rasa kasihan merupakan prinsip bahwa manajer mamahami dan empati


terhadap orang lain. Kebanyakan orang yang tidak menunjukkan rasa
kasihan kepada orang lain juga sedikit sekali merasa kasihan kepada diri
mereka sendiri. Rasa kasihan seorang manajer akan melupakan
kesalahan di belakang mereka dan mulai dengan sesuatu yang baru.
Dengan rasa kasihan mendapatkan percaya diri dan
dorongan, suatu elemen kunci pengembangan kinerja. Penting untuk
tidak menjadi kasihan dengan menerima permintaan maaf. Manajer yang
baik membiarkan bawahan mengalami konsekuensi wajar dari
tindakannya sehingga mereka belajar dan memperbaiki dirinya.

6. Perumusan Tujuan

Manajemen kinerja dimulai dengan melakukan perumusan dan


mengklarifikasi terlebih dahulu tujuan yang hendak dicapai organisasi.
Sesuai dengan jenjang organisasi yang dimiliki, selanjutnya tujuan yang
sudah dirumuskan tersebut dirinci lebih lanjut menjadi tujuan di tingkat
yang lebih rendah, seperti tujuan divisi, departemen, tim dan individu.
Hal tersebut perlu dilakukan agar tujuan semua tingkatan manajemen
yang lebih rendah memberikan kontribusi pada pencapaian tujuan
struktur di atasnya secara berjenjang. Individu memberikan kontribusi
tim, tim memberkan kontribusi kepada departemen, departemen pada
divisi dan selanjutnya memberikan kontribusi pada organisasi.

8
7. Konsensus dan Kerjasama

Manajemen kinerja mengandalkan pada konsensus dan kerjasama antara


atasan dan bawahan daripada menekankan pada kontrol dan melakukan
paksaan. Apabila bawahan melakukan pekerjaan karena terpaksa,
sebenarnya mereka tidak memberikan dukungan pada atasan. Apabila
pekerjaan dilakukan atas dasar kesepakatan bersama, pekerja akan
menjadi lebih bertanggung jawab. Manajemen kinerja bekerja atas dasar
kontrak kesepakatan antara atasan dan bawahan. Dengan demikian,
bawahan menyadari dan bertanggung jawab atas kontrak
kinerja yang sudah disetujuinya sebagai standar kinerja. Sementara itu,
bagi atasan, kontrak kesepakatan merupakan jaminan akan tercapainya
kinerja organisasi.

8. Berkelanjutan

Manajemen kinerja merupakan suatu proses yang sifatnya berlangsung


secara terus menerus, berkelanjutan, bersifat evolusioner, di mana
kinerja secara bertahap selalu diperbaiki sehingga menjadi semakin baik.
Dengan menggunakan proses penilaian kinerja dan menyampaikan
hasilnya sebagai umpan balik, koreksi selalu dilakukan terhadap kinerja
yang tidak memenuhi standar kinerja. Manajemen kinerja menciptakan
pemahaman bersama tentang apa yang diperlukan untuk memperbaiki
kinerja dan bagaimana akan dicapai. Manajemen kinerja mendorong
manajemen diri kinerja individual.

9. Komunikasi Dua Arah

Manajemen kinerja memerlukan gaya manajemen yang bersifat terbuka


dan jujur serta mendorong terjadinya komunikasi dua arah antara atasan
dan bawahan. Komunikasi dua arah menunjukkan adanya sifat
keterbukaan dan saling pengertian antara dua pihak. Dengan komunikasi
dua arah, bawahan lebih memahami apa yang diinginkan atasan.
Sebaliknya, atasan lebih memahami apa yang terjadi dan apa yang

9
diinginkan oleh bawahan. Dengan demikian, dapat dihindari terjadinya
salah persepsi diantara keduanya. Komunikasi membangun saling
pengertian bersama. Komunikasi dua arah akan menumbuhkan perasaan
saling dapat dipercaya dan berdampak pada peningkatan perasaan
tanggung jawab. Manajer tidak ragu memberikan delegasi tugas kepada
bawahan karena tahu bahwa bawahannya bertanggung jawab. Sementara
itu, bawahan dengan senang hati menerima delegasi tugas karena
percaya bahwa atasannya menghargai kemampuannya.

10. Umpan balik

Pelaksanaan manajemen kinerja memerlukan umpak baik terus-menerus.


Umpan balik memungkinkan pengalaman dan pengetahuan yang
diperoleh dari pekerjaan oleh individu dipergunakan untuk
memodifikasi tujuan organisasi. Dengan demikian, umpan baik juga
dapat dipergunakan utuk meninjau kembali pelaksanaan kinerja. Di
samping itu, manajemen kinerja mengukur dan menilai semua kinerja
terhadap keseluruhan tujuan yang telah disepakati.

C. Langkah-Langkah Penilaian Kinerja

a. Menentukan standart keberhasilan

Penilaian karya membutuhkan standart penilaian. Standart ini berkaitan


dengan hasil yang ingin dicapai suatu jabatan, dan tentunya tidak dapat
ditetapkan sembarangan. Dari standart penilaian diperoleh job deskription.

b. Parameter dan ukuran penilaian

Seorang atasan secara otomatis langsung ditetapkan sebagai penilai maka


syarat yang harus dipenuhi :

10
1. Cukup dekat untuk memahami pekerjaan karyawan, termasuk
hambatan, masalah, maupun tindakan-tindakannya.

2. Mempunyai akses informasi terhadap prestasi, sikap kerja dan aspirasi


karyawan yang bersangkutan.

3. Berkemauan untuk mengkonsultasikan pandangan dengan pihak lain


untuk memperkaya sudut pengamatan.

c. Menentukan tim penilaian, ada beberapa alternatif :

1. Dilakukan oleh atasan langsung, yang kemudian diperiksa oleh


atasannya lagi. Ini dilakukan oleh komite penilaian.

2. Rekan kerja menilai koleganya.

3. Bawahan menilai atasanya.

d. Menentukan frekuensi penilaian

Secara formal penilaian dilakukan sebanyak sekali dalam setahun, sekali


dalam enam bulan. Secara informil penilaian dilakukan setiap saat.

e. Dilakukan interview

Menjalin saling pengertian mengenai posisi kinerja karyawan yang dinilai


saat ini dalam kaitannya dengan pengembangan organisasi. Interview ini
dilakukan pada atasan karyawan, karyawan yang bersangkutan, dan
bawahan karyawan.

f. Menganalisis kinerja karyawan saat ini

Hasil analisis disimpan pada arsip kepegawaian yang akan digunakan


untuk pengembangan karyawan. Hasil analisis penilaian kinerja harus
bisa:

11
1. Bisa diukur (quantifiable)

2. Mudah dimengerti

3. Seimbang

4. Dapat dipublikasikan

5. Dapat dimotivasi untuk meningkatkan kinerja

D. Pihak Penilai Kinerja dan Hambatan Yang Dihadapi


1. Pihak Penilai Kinerja

Penilaian kinerja dapat dilakukan oleh berbagai pihak yang mengetahui


kinerja karyawan secara individual. Yang memungkinkan dalam penilaian kinerja
antara lain, karyawan itu sendiri, rekan kerja, atasan langsung atau supervisor,
para bawahan dan para pelanggan.

2. Karyawan itu sendiri


Karyawan dapat menilai dirinya sendiri, apakah hasil pekerjaannya sudah
mencapai atau belum sesuai standar pekerjaan. Berdasarkan hasil analisis
pekerjaan, karyawan dapat menilai kinerjanya sendiri. Berbagai perusahaan sudah
mempercayakan karyawannya untuk menilai dirinya sendiri sepanjang karyawan
itu sudah dipercaya untuk memberi keterangan diri tentang hasil pekerjaannya.
3. Rekan kerja
Selain diri sendiri, rekan sekerja atau para anggota dalam suatu team dapat
menilai kinerja seorang karyawan. Rekan sekerja satu team sangat banyak
mengetahui kemampuan kerja seorang karyawan, oleh karena itu sangat
dibutuhkan keterangan yang dapat menjadi masukan dalam penilaian kinerja.
4. Atasan melakukan penilaian

12
Seorang atasan mempunyai kewenangan atas kinerja para karyawan sebagai
bawahannya. Atasan atau supervisor memiliki kriteria-kriteria tertentu untuk
menilai kinerja karyawan. Penilaian dapat dilakukan berdasarkan catatan-catatan
atas kinerja karyawannya di masa lalu.
5. Bawahan menilai atasan
Pada masa lalu, penilaian kinerja seperti ini sangat jarang terjadi. Bahkan
mungkin tidak ada perusahaan yang menerapkannya. Namun pada masa sekarang,
telah banyak karyawan menilai kinerja supervisor sebagai atasannya dalam suatu
bidang tertentu pada perusahaan. Karyawan diminta menilai atasannya secara
jujur tanpa tekanan dari berbagai pihak, terutama dari atasan itu sendiri.
6. Penilaian oleh Pelanggan
Orang lain diluar perusahaan dapat diminta untuk melakukan penilaian atas
kinerja seseorang karyawan dalam perusahaan. Pelanggan merupakan sumber
informasi yang dapat dijadikan penilai kinerja dari luar perusahaan. Melalui kotak
saran yang berisi sejumlah quesioner diminta untuk dijawab oleh pelanggan
dengan jujur. Jawaban pelanggan merupakan informasi mengenai kepuasan
pelanggan atas pelayanan toko dalam mengkonsumsi satu produk tertentu.
Terdapat banyak hambatan-hambatan dalam penilaian kerja. Sebenarnya
penilaian kinerja memudahkan perusahaan atau organisasi mengidentifikasi
orang-orang yang akan diimbali karena kinerjanya yang bagus dan unggul dan
orang-orang yang tidak. Meskipun demikian, penilaian kinerja dapat
mendatangkan hasil yang keliru ketika penilai atau standar penilaian tidak jelas.

Kesalahan-kesalahan dalam penilaian kinerja yang lazim ditemui adalah


seperti yang akan diuraikan menurut Samsudin (2006) sebagai berikut :

a. Leniency (bias kemurahan hati)


Penyelia yang tidak berpengalaman atau yang buruk mungkin
memutuskan cara yang paling mudah untuk menilai kinerja, yaitu
dengan memberikan nilai evaluasi yang tinggi kepada setiap orang. Para
karyawan tidak akan mengeluhkan penilaian kinerja sekiranya mereka
semua mendapat nilai yang tinggi. Sekalipun demikian, karyawan-

13
karyawan terbaik didepartemen akan mengeluhkan penyelia semacam
itu karena orang-orang yang bekerja tidak baik mendapat nilai lebih
dibandingkan rekan-rekannya yang tidak bekerja keras. Bias kemurahan
hati (leniency) seperti itu dikehendaki karena mengakibatkan para
karyawan terlihat lebih kompeten dari pada kenyataan yang
sesungguhnya.
b. Strictness (bias keketatan)
Masalah keketatan (strictness) merupakan kebalikan dari masalah
kemurahan hati, Penyelia merasa bersalah dalam menilai secara ketat
karena merasa bahwa tidak satu pun karyawan “hidup di atas standar
puncak mereka”. Ekspektasi kinerja yang tidak layak, bahkan mustahil
untuk dicapai, dapat meruntuhkan semangat kerja para karyawan.
Kegagalan memberikan pengakuan yang merupakan hak karyawan
dapat menimbulkan kerenggangan yang serius pada hubungan
penyelia dengan bawahan.
c. Central Tendency
Penyelia mungkin merasa sulit dan tidak nyaman untuk
mengevaluasi beberapa karyawan dan menilai sebagai karyawan yang
“lebih tinggi” atau “lebih rendah” daripada yang lainnya, meskipun
kinerja mereka memperlihatkan perbedaan yang nyata. Masalah
tendensi (central tendency) mencuat ketika penyelia mengevalusi setiap
orang secara rata-rata. Persoalan central tendency juga terjadi tatkala
penyelia tidak secara objektif mengevaluasi prestasi kerja karyawan
karena kurangnya keakraban dengan pekerjaan mereka, kurang adanya
kecakapan kepenyeliaan, atau ketakutan mereka akan dicerca sekiranya
meraka menilai individu-individu terlalu rendah. Central tendency
menyebabkan penilaian kinerja hampir tidak mungkin
mengidentifikasikan karyawan yang sangat efektif, yang merupakan
calon untuk promosi di satu pihak ataupun persoalan karyawan yang
membutuhkan konseling dan pelatihan di pihak lain.
d. Hallo Effect
Efek halo (hallo effect) muncul ketika seorang penyelia membiarkan
satu aspek tertentu dari kinerja karyawan mempengaruhi aspek lainnya

14
yang sedang dievaluasi. Dengan adanya efek halo, evaluator
memberikan nilai yang sama kepada seorang karyawan atas semua
faktor, terlepas dari kinerja sesungguhnya dari karyawan itu. Opini
pribadi penilai mempengaruhi pengukuran kinerja karyawan. Beberapa
individu mempunyai kecenderungan memberikan penialian kinerja
dengan menilai sama semua dimensi atau karakteristik yang sedang
dinilai. Atasan yang menilai orang (tinggi, biasa, rendah) sama pada
semua dimensi dikatakan memperlihatkan efek halo. Persoalan yang
ditimbulkan efek halo menyebabkan mustahil untuk mengidentifikasi
titik kuat dari karyawan yang secara umum lemah dan sebaliknya, titik
lemah yang perlu dikembangkan bagi karyawan yang secara umum kuat.
e. Bias penyelia
Kesalahan paling lazim yang ada dalam setiap metode penilaian adalah
kesadaran atau ketidaksadaran bias kepenyeliaan (supervisory bias).
Bias tersebut tidak berhubungan dengan pelaksanaan pekerjaan, dan
dapat bermuara dari karakteristik pribadi, seperti usia, jenis kelamin, ras,
atau karakteristik yang terkait dengan organisasi, seperti senioritas,
keanggotaan pada sebuah tim atletik perusahaan atau hubungan dekat
dengan jajaran manajemen puncak. Terlepas dari dasarnya atau
penyebabnya, biasa pribadi menjadi sumber kesalahan dalam penilaian
kinerja dan merintangi kapasitas sistem penilaian untuk melayani tujuan
organisasional yang dirancang untuk hal tersebut.
f. Recency
Idealnya, penilaian kinerja karyawan haruslah berpijak pada
observasi yang sistematik dari kinerja karyawan seluruh periode
penilaian. Sayangnya, ketika organisasi menggunakan penilaian kinerja
tahunan atau tengah tahunan, ada kecenderungan penyelia mengingat
banyak hal mengenai segala sesuatu yang baru saja dikerjakan oleh
karyawannya dibandingkan yang telah dilakukan beberapa sebelumnya.
Manusiawi apabila penyelia lebih mengingat kejadian yang baru saja
terjadi dari pada kejadian masa lalu.
g. Pengaruh Organisasional

15
Pada intinya, penilai cenderung memperhitungkan kegunaan akhir data
penilaian pada saat menilai bawahan mereka. Apabila mereka meyakini
promosi dan kenaikan gaji bergantung pada nilai kinerja, mereka
cenderung memberikan nilai tinggi (dalam hal ini penilai bersikap
longgar). Penyelia cenderung membela bawahannya. Di pihak lain, pada
pengembangan para karyawan, penyelia atau penilai cenderung mencari
kelemahan bawahannya. Mereka lebih terfokusnya untuk membenahi
kelemahan-kelemahan itu
h. Standar Evaluasi
Masalah standar evaluasi muncul karena perbedaan konseptual dalam
makna katakata yng dipakai untuk mengevaluasi karyawan. Dengan
demikian, kata- kata “baik”, “memadai”, “memuaskan”, dan “sangat
bagus” dapat mempunyai arti yang berbedabeda bagi masing-masing
evaluator. Seandainya hanya seorang evaluator yang dipakai, evaluasi
dapat menyimpang.

Jadi, dapat disimpulkan bahwa terdapat hambatan-hambatan dalam


penilaian kinerja, diantaranya yaitu (1) bias kemurahan hati, (2) bias keketatan,
(3) tendensi, (4) efek halo, (5) bias penyelia, (6) recency, maksudnya penilai
melakukan penilaian terhadap pekerjaan yang baru saja dikerjakan, bukan dari
pekerjaan yang telah dilakukan beberapa sebelumnya oleh pegawainya, (7)
pengaruh organisasional, dan (8) standar evaluasi.

E. Metode-Metode Penilaian

Menurut Mondy & Noe (2005), ada tujuh metode penilaian kinerja yaitu :

1. Rating Scales
Menilai kinerja pegawai dengan menggunakan skala untuk mengukur
faktor-faktor kinerja (performance factor).Misalnya dalam mengukur
tingkat inisiatif dan tanggung jawab pegawai.Skala yang digunakan
adalah 1 sampai 5, yaitu 1 adalah yang terburuk dan 5 adalah yang
terbaik. Jika tingkat inisiatif dan tanggung jawab pegawai tersebut biasa

16
saja, maka ia diberi nilai 3 atau 4 dan begitu seterusnya untuk menilai
faktor-faktor kinerja lainnya.
2. Critical Incidents
Evaluator mencatat mengenai apa saja perilaku/pencapaian terbaik dan
terburuk (extremely good or bad behaviour) pegawai. Dalam metode ini,
penilai harus menyimpan catatan tertulis tentang tindakan-tindakan atau
prilaku kerja yang sangat positif (high favorable) dan perilaku kerja
yang sangat negatif (high unfavorable) selama periode penilaian.
3. Essay
Evaluator menulis deskripsi mengenai kekuatan dan kelemahan
karyawan, kinerjanya pada masa lalu, potensinya dan memberikan
saran-saran untuk pengembangan pekerja tersebut.Metode ini cenderung
lebih memusatkan perhatian pada perilaku ekstrim dalam tugas-tugas
karyawan daripada pekerjaan atau kinerja rutin yang mereka lakukan
dari hari ke hari.Penilaian seperti ini sangat tergantung kepada
kemampuan menulis seorang penilai.
4. Work standard
Metode ini membandingkan kinerja setiap karyawan dengan standar
yang telah ditetapkan sebelumnya atau dengan tingkat keluaran yang
diharapkan.Standar mencerminkan keluaran normal dari seorang pekerja
yang berprestasi rata-rata, yang bekerja pada kecepatan atau kondisi
normal.Agar standar ini dianggap objektif, para pekerja harus
memahami secara jelas bagaimana standar yang ditetapkan.
5. Ranking
Penilai menempatkan seluruh pekerja dalam satu kelompok sesuai
dengan peringkat yang disusun berdasarkan kinerja secara
keseluruhan.Contohnya, pekerja terbaik dalam satu bagian diberi
peringkat paling tinggi dan pekerja yang paling buruk prestasinya
diletakkan di peringkat paling bawah. Kesulitan terjadi bila pekerja
menunjukkan prestasi yang hamper sama atau sebanding.
6. Forced distribution
Penilai harus “memasukkan” individu dari kelompok kerja ke dalam
sejumlah kategori yang serupa dengan sebuah distribusi frekuensi
normal. Contoh para pekerja yang termasuk ke dalam 10 persen terbaik

17
ditempatkan ke dalam kategori tertinggi, 20 persen terbaik sesudahnya
ke dalam kategori berikutnya, 40 persen berikutnya ke dalam kategori
menengah, 20 persen sesudahnya ke dalam kategori berikutnya, dan 10
persen sisanya ke dalam kategori terendah. Bila sebuah departemen
memiliki pekerja yang semuanya berprestasi istimewa, atasan “dipaksa”
untuk memutuskan siapa yang harus dimasukan ke dalam kategori yang
lebih rendah.
7. Behaviourally Anchored Rating Scales (BARS)
Evaluator menilai pegawai berdasarkan beberapa jenis perilaku kerja
yang mencerminkan dimensi kinerja dan membuat skalanya. Misalnya
penilaian pelayanan pelanggan. Bila pegawai bagian pelayanan
pelanggan tidak menerima tip dari pelanggan, ia diberi skala 4 yang
berarti kinerja lumayan. Bila pegawai itu membantu pelanggan yang
kesulitan atau kebingungan, ia diberi skala 7 yang berarti kinerjanya
memuaskan, dan seterusnya. Metode ini mendeskripsikan perilaku yang
diharapkan sesuai dengan tingkat kinerja yang diharapkan.

F. Evaluasi Penilaian Kinerja

Evaluasi kinerja atau penilaian prestasi karyawan yang dikemukakan (Leon


C. Menggison, 1981 P 310) dalam (Mangkunegara, 2000 P 69) adalah penilaian
prestasi kerja (Performance Appraisal) adalah suatu proses yang digunakan
pimpinan untuk menentukkan apakah seorang karyawan melakukan pekerjaannya
sesuai dengan tugas dan tanggung jawabnya.

Selanjutnya Andrew E. Sikula (1981 : 2005) yang dikutip oleh


(Mangkunegara, 2000 P 69) mengemukakan bahwa penilaian pegawai merupakan
evaluasi yang sistematis dari pekerjaan pegawai dan potensi yang dapat
dikembangkan. Penilaian dalam proses penafsiran atau penentuan nilai, kualitas
atau status dari beberapa obyek orang ataupun sesuatu (barang).

Dari beberapa pendapat ahli tersebut, dapat disimpulkan bahwa evaluasi


kinerja adalah penilaian yang dilakukan secara sistematis untuk mengetahui hasil
pekerjaan karyawan dan kinerja organisasi. Disamping itu, juga untuk

18
menentukan kebutuhan pelatihan kerja secara tepat, memberikan tanggung jawab
yang sesuai kepada karyawan sehingga dapat melaksanakan pekerjaan yang lebih
baik di masa mendatang dan sebagai dasar untuk menentukan kebijakan dalam hal
promosi jabatan atau penentuan imbalan.
Tujuan evaluasi kinerja adalah untuk memperbaiki atau meningkatkan
kinerja organisasi melalui peningkatan kinerja dari SDM organisasi. Secara lebih
spesifik, tujuan dari evaluasi kinerja sebagaimana dikemukakan (Sunyoto, 1999 :
P 1) yang dikutip oleh (Mangkunegara, 2005 P 10) adalah :

1. Meningkatkan Saling pengertian antara karyawan tentang persyaratan


kinerja.

2. Mencatat dan mengakui hasil kerja seorang karyawan, sehingga mereka


termotivasi untuk berbuat yang lebih baik, atau sekurang-kurangnya
berprestasi sama dengan prestasi yang terdahulu.

3. Memberikan peluang kepada karyawan untuk mendiskusikan keinginan


dan aspirasinya dan meningkatkan kepedulian terhadap karier atau
pekerjaan yang di embannya sekarang.

4. Mendefinisikan atau merumuskan kembali sasaran masa depan,


sehingga karyawan termotivasi untuk berprestasi sesuai dengan
potensinya.

5. Memeriksa rencana pelaksanaan dan pengembangan yang sesuai dengan


kebutuhan pelatihan, khusus rencana diklat, dan kemudian menyetujui
rencana itu jika tidak ada hal-hal yang perlu diubah.

19
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan

Penilaian kinerja adalah kegiatan menajer untuk mengevaluasi perilaku


prestasi kerja karyawan serta menetapkan kebijakan selanjutnya. Penilaian
perilaku meliputi penilaian kesetiaan, kejujuran, kepemimpinan, kerja sama,
loyalitas, dedikasi, dan partisipasi karyawan. Menilai perilaku ini sulit karena
tidak ada standar fisiknya, sedangkan untuk penilaian hasil kerja relatif lebih
mudah karena ada stndar fisik yang dapat dipakai sebagai tolak ukurnya, seperti
meter, liter, dan kilogram. Aspek penting dari suatu sistem penilaian kerja adalah
memiliki standar yang jelas. Sasaran utama dari adanya standar tersebut ialah
teridentifikasinya unsur-unsur krital suatu pekerjaaan. Standar itulah yang
merupakan tolak ukur seseorang melakukan pekerjaannya.

B. Saran

Dalam makalah ini penulis berusaha memaparkannya dalam setiap bab.


Penulis memahami bahwa makalah tersebut masih jauh dari kesempurnaan. Oleh
karena itu kritik dan saran yang membangun dari setiap pembaca sangat penulis
harapkan guna kesempurnaan dari makalah, serta nantinya dapat dijadikan sebagai
literatur dalam penyusunan makalah selanjutnya.

20
DAFTAR PUSTAKA

Mangkunegara, Anwar Prabu, 2000. Manajemen Sumber Daya Manusia

Perusahaan, Cetakan Ke-2, PT. Remaja Rosda Karya : Bandung

_________________________, 2005. Manajemen Sumber Daya Manusia

Perusahaan, Cetakan Ke-6, PT. Remaja Rosda Karya : Bandung

Rivai dan Basri, 2004. Manfaat Penilaian Kinerja. Jurnal http://jurnal-

sdm.blogspot.com/2004/penilaian-kinerja-karyawan-definisi.html.

Wibowo, 2007. Manajemen Kinerja. PT. Raja Grafindo Parsada : Jakarta

21

Anda mungkin juga menyukai