Lotion
Lotion
Lotion
PENDAHULUAN
Lotion adalah sediaan kosmetika golongan emolien (pelembut) yang mengandung air
lebih banyak. Sediaan ini memiliki beberapa sifat, yaitu sebagai sumber lembab bagi kulit,
memberi lapisan minyak yang hampir sama dengan sebum, membuat tangan dan badan
menjadi lembut, tetapi tidak berasa berminyak dan mudah dioleskan. Hand and body lotion
(losio tangan dan badan) merupakan sebutan umum bagi sediaan ini di pasaran (Sularto, et al,
1995).
Lotion dapat juga didefinisikan sebagai suatu sediaan dengan medium air yang
digunakan pada kulit tanpa digosokkan. Biasanya mengandung substansi tidak larut yang
tersuspensi, dapat pula berupa larutan dan emulsi di mana mediumnya berupa air. Biasanya
ditambah gliserin untuk mencegah efek pengeringan, sebaliknya diberi alkohol untuk cepat
kering pada waktu dipakai dan memberi efek penyejuknya (Anief, 1984). Wilkinson 1982
menyebutkan, lotion adalah produk kosmetik yang umumnya berupa emulsi, terdiri dari
sedikitnya dua cairan yang tidak tercampur dan mempunyai viskositas rendah serta dapat
mengalir dibawah pengaruh gravitasi. Lotion ditujukan untuk pemakaian pada kulit yang
sehat.
Jadi, lotion adalah emulsi cair yang terdiri dari fase minyak dan fase air yang
distabilkan oleh emulgator, mengandung satu atau lebih bahan aktif di dalamnya. Lotion
dimaksudkan untuk pemakaian luar kulit sebagai pelindung. Konsistensi yang berbentuk cair
memungkinkan pemakaian yang cepat dan merata pada permukaan kulit, sehingga mudah
menyebar dan dapat segera kering setelah pengolesan serta meninggalkan lapisan tipis pada
permukaan kulit (Lachman et al., 1994).
1
1.2 Formulasi Lotion
Sediaan lotion tersusun atas komponen zat berlemak, air, zat pengemulsi dan
humektan. Komponen zat berlemak diperoleh dari lemak maupun minyak dari tanaman,
hewan maupun minyak mineral seperti minyak zaitun, minyak jojoba, minyak parafin, lilin
lebah dan sebagainya. Zat pengemulsi umumnya berupa surfaktan anionik, kationik maupun
nonionik. Humektan bahan pengikat air dari udara, antara lain gliserin, sorbitol, propilen
glikol dan polialkohol (Jellineck, 1970).
Dalam pembuatan lotion, faktor penting yang harus diperhatikan adalah fungsi dari
lotion yang dlinginkan untuk dikembangkan. Fungsi dari lotion adalah untuk
mempertahankan kelembaban kulit, melembutkan dan membersihkan, mencegah kehilangan
air, dan mempertahankan bahan aktif (Setyaningsih, dkk., 2007). Lotion juga dipakai untuk
menyejukkan, mengeringkan, anti pruritik dan efek protektif dalam pengobatan dermatosis
akut. Sebaiknya tidak digunakan pada luka yang berair sebab akan terjadi caking dan
runtuhan kulit serta bakteri dapat tetap tinggal di bawah lotion yang menjadi cake (Anief,
1984). Komponen-komponen yang menyusun lotion adalah pelembab, pengemulsi, bahan
pengisi, pembersih, bahan aktif, pelarut, pewangi, dan pengawet (Setyaningsih, dkk., 2007).
Proses pembuatan lotion adalah dengan cara mencampurkan bahan-bahan yang larut
dalam fase air pada bahan-bahan yang larut dalam fase lemak, dengan cara pemanasan dan
pengadukan (Schmitt, 1996). Bahan-bahan lainnya yang digunakan dalam pembuatan lotion
adalah sun screen, humektan, thickening, mineral oil, setil alkohol, silikon dan preservatif.
Sun screen berfungsi sebagai ultra violet filter, yaitu melindungi kulit dari panas matahari
juga bahan dasar pembuatan krim/lotion. Gliserin sebagai humektan berfungsi menahan air di
bawah lapisan kulit agar tidak keluar sehingga mencegah kehilangan air yang berlebihan.
Mineral oil dan silikon berfungsi sebagai pelembab (moisturizing) kulit. (Setyaningsih, dkk.,
2007).
Setil alkohol berfungsi sebagai surfaktan, emolient dan pelembab (Setyaningsih, dkk.,
2007). Selain itu, setil alkohol pada sedian lotion berfungsi sebagai thickening agent (Rowe,
et al., 2003) dengan konsentrasi 2%, 6% dan 10%. Thickening merupakan pengental yang
berfungsi sebagai pengikat fasa minyak dan fasa air yang terkait dengan Hidrofil Lipofil
Balance (HLB). Thickening agent adalah suatu zat yang ditambahkan ke dalam suatu
formula, yang berfungsi sebagai bahan pengental atau pengeras di dalam formula lotion.
Bahan pengental atau thickening agents digunakan untuk mengatur kekentalan produk
sehingga sesuai dengan tujuan penggunaan kosmetik dan mempertahankan kestabilan dari
produk tersebut (Mitsui, 1997). Bahan pengental yang digunakan dalam pembuatan skin
2
lotion bertujuan untuk mencegah terpisahnya partikel dari emulsi. Umumnya water soluble
polymers digunakan sebagai bahan pengental yang diklasifikasikan sebagai polimer alami,
semi sintetis polimer, dan polimer sintetis (Mitsui, 1997). Menurut Schmitt (1996), bahan
pengental polimer seperti gum alami, derivat selulosa dan karbomer lebih sering digunakan
dalam sistem emulsi dibandingkan dalam formulasi berbasis surfaktan. Penggunaan bahan
pengental dalam pembuatan skin lotion biasanya digunakan dalam proporsi yang kecil yaitu
dibawah 2,5% (Strianse, 1996).
1.3 Perbedaan Body Lotion, Body Cream dan Body Butter
Semua pelembap tubuh (moisturizer) dibuat dengan karakteristik tersendiri sehingga
memiliki kombinasi air, tipe minyak, dan emolien (pengencer) yang berbeda satu sama
lainnya. Untuk mendapatkan hasilyang terbaik pemilihan pelembap harus sesuai dengan
kondisi kulit. Hal-hal yang harus diperhatikan sebelum memilih pelembab tubuh yang tepat
bagi antara lain : seberapa kering kulit tubuh, iklim tempat tinggal, dan bagian tubuh mana
yang paling membutuhkan pelembap (Aifen, 2011).
Secara garis besar, ada tiga jenis pelembab tubuh yang dapat pilih, anrata lain :
1.3.1 Body Lotion
Body Lotion merupakan sediaan yang paling encer dibandingkan dengan pelembap
lainnya. Lotion yang baik adalah tidak terlalu greasy (berminyak) saat digunakan dan dapat
menyerap dengan cepat saat dioleskan di kulit. Lotion merupakan pilihan paling tepat jika
membutuhkan pelembap yang ringan atau bila digunakan untuk seluruh tubuh. Karena
bentuknya ringan dan tidak meninggalkan residu, lotion bisa digunakan di pagi hari tanpa
perlu khawatir bisa menempel di pakaian. Lotion baik digunakan apabila berada di iklim
yang lembap atau ketika cuaca mulai panas (Aifen, 2011).
1.3.2 Body Cream
Body Cream bentuknya lebih pekat dibanding lotion dan mengandung lebih banyak
minyak pelembap. Krim tubuh (body cream) ini paling baik digunakan di kulit yang paling
kering, seperti lengan dan kaki, yang tak memiliki banyak kelenjar minyak ketimbang dada
dan punggung. Jika terdapat jerawat di dada dan punggung artinya kulit memiliki minyak
alami yang cukup. Jadi, penggunaan krim dihindari di daerah ini. Krim digunakan jika
menemukan ada kulit yang mengelupas karena kering meski sudah menggunakan lotion.
Penggunaan krim yang lebih pekat diperlukan pada cuaca dingin atau sedang bepergian ke
daerah kering. Untuk mengunci kelembapan, krim tubuh digunakan segera setelah mandi
(Aifen, 2011).
3
1.3.3. Body Butter
Body Butter memiliki proporsi minyak paling tinggi. Karena itu bentuknya sangat
kental mirip margarin atau mentega. Biasanya body butter memiliki kandungan shea butter,
cocoa butter, dan coconut butter. Bentuk pelembap seperti ini bisa jadi sangat berminyak dan
sulit dioleskan, maka akan sangat baik jika dioleskan di daerah yang amat kering dan
cenderung pecah misalnya sikut, lutut, dan tumit. Untuk menghindari ceceran residu yang
amat berminyak dan bisa menempel ke mana-mana, lebih baik gunakan body butter di malam
hari (Aifen, 2011).
4
BAB II
SIFAT FISIKO-KIMIA BAHAN
5
2.2 Asam Stearat
a. Bobot molekul : 284.47 g/mol (Rowe et al, 2003).
b. Pemeriaan : asam stearat berbentuk padat, berupa
kristal padat atau serbuk putih atau kekuningan, mengkilap, bau
lemah (Rowe et al, 2003).
c. Penggunaan : Pada penggunaan topikal, asam stearat
digunakan sebagai agen pengemulsi dan agen untuk
meningkatkan kelarutan (Rowe et al, 2003).
d. Titik lebur : 69-70oC (Rowe et al, 2003).
e. Koefisien partisi : Log (minyak : air) = 8,2 (Rowe
et al, 2003).
f. Kelarutan : sangat larut dalam benzen, karbon
tetraklorida, kloroform, dan eter; larut dalam etanol 95%,
hexan, dan propilen glikol; praktis tidak larut dalam air (Rowe
et al, 2003).
g. Stabilitas : Asam stearat adalah material yang stabil,
antioksidan juga dapat ditambahkan pada asam stearat (Rowe et
al, 2003).
h. Penyimpanan : Pada wadah tertutup rapat, ditempat yang
sejuk dan kering (Rowe et al, 2003).
i. Inkompatibilitas : Asam stearat tidak tercampurkan
dengan kebanyakan logam hidroksida dan basa, agen pereduksi,
dan agen pengoksidasi. Basis ointment yang dibuat dari asam
stearat dapat menunjukkan pengeringan atau penggumpalan
berkaitan dengan reaksi ketika dicampurkan dengan garam zink
atau garam kalsium. Asam stearat tidak tercampurkan dengan
obat naproxen (Rowe et al, 2003).
2.3 Gliserin
6
a. Bobot molekul : 92.09 g/mol (Rowe et al, 2003).
b. Pemeriaan : Gliserin tidak berwarna, tidak berbau,
kental, cairan higroskopis, rasa manis (Rowe et al, 2003).
c. Penggunaan : Pada sediaan topikal dan kosmetik,
gliserin digunakan terutama sebagai humektan dan emolien.
Gliserin digunakan sebagai pelarut atau kosolven pada krim dan
emulsi (Rowe et al, 2003).
d. Titik lebur : 17,8oC (Rowe et al, 2003).
e. Kelarutan : Larut dalam air, etanol dan metanol;
sedikit larut dalam aseton; praktis tidak larut dalam benzen,
kloroform, dan minyak; kelarutan dalam eter 1:500; kelarutan
dalam etil asetat 1:11 (Rowe et al, 2003).
f. Stabilitas : Gliserin bersifat higroskopis, gliserin
murni tidak mudah dioksidasi oleh atmosfer di bawah kondisi
penyimpanan biasa, tapi akan terdekomposisi oleh panas dan
akan berevolusi menjadi zat yang toksik. Campuran gliserin
dengan air, etanol 95%, dan propilen glikol stabil secara kimia.
Gliserin membentuk kristal jika disimpan pada temperatur
rendah, kristal tidak meleleh sampai penghangatan hingga 20oC
(Rowe et al, 2003).
g. Penyimpanan : Gliserin dapat disimpan pada wadah
kedap udara, di tempat sejuk dan kering (Rowe et al, 2003).
h. Inkompatibilitas : Gliserin dapat meledak apabila
dicampur dengan agen pengoksidasi kuat seperti kromium
trioksida, atau potasium permanganat. Dalam larutan cair, hasil
reaksi pada kecepatan lebih lambat dengan membentuk
beberapa produk oksidasi. Penghilangan warna hitam pada
gliserin terjadi pada pemaparan sinar, atau pada kontak dengan
zink oksida atau bismut nitrat. Adanya besi pada gliserin
bertanggung jawab menjadikan warna campuran yang
mengandung fenol, salisilat, dan tanin menjadi lebih gelap.
Gliserin membentuk kompleks asam borat, asam gliseroborik,
yang lebih kuat daripada asam borat (Rowe et al, 2003).
7
2.4 Trietanolamin
a. Bobot molekul : 149,19 (Rowe et al, 2003).
b. Pemeriaan : Trietanolamina tak berwarna, berwarna
kuning pucat, cairan kental, memiliki sedikit bau amoniak.
Trietanolamina adalah campuran basa terutama 2,20,200-
nitrilotriethanol, meskipun juga mengandung dietanolamina dan
jumlah yang lebih kecil dari monoetanolamina (Rowe et al,
2003).
c. Penggunaan : Trietanolamina banyak digunakan dalam
formulasi farmasi topikal, terutama dalam pembentukan emulsi.
Ketika dicampur dalam proporsi equimolar dengan asam lemak,
seperti asam stearat atau asam oleat, trietanolamina membentuk
sabun anionic dengan pH sekitar 8, yang dapat digunakan
sebagai agen pengemulsi untuk menghasilkan emulsi minyak
dalam air yang halus, stabil. Konsentrasi yang biasanya
digunakan untuk emulsifikasi adalah 2- 4% v / v trietanolamina
dan 2-5 kali dari asam lemak. Dalam kasus minyak mineral, 5%
v/v trietanolamina akan diperlukan, dengan peningkatan yang
tepat dalam jumlah asam lemak yang digunakan. Persiapan
yang mengandung sabun trietanolamina cenderung gelap pada
penyimpanan. Namun, perubahan warna dapat dikurangi
dengan menghindari paparan cahaya dan kontak dengan logam
dan ion logam (Rowe et al, 2003).
d. pH : 10,5 (larutan 0,1N) (Rowe et al, 2003).
e. Titik lebur : 20-21oC (Rowe et al, 2003).
f. Kelarutan : Dapat bercampur dengan aseton,
metanol, air, dan karbon tetraklorida, kelarutan 1:24 dalam
benzen, kelarutan 1:63 dalam etil eter (Rowe et al, 2003).
g. Penyimpanan : Trietanolamin dapat berubah menjadi
coklat apabila terpapar udara atau cahaya. 85% trietanolamin
cenderung akan terbagi-bagi pada suhu di bawah 15oC,
Homogenitas trietanolamin dapat dipulihkan dengan
penghangatan dan pencampuran sebelum digunakan.
Trietanolamin disimpan pada wadah kedap udara, terlindung
dari cahaya dan ditempat kering (Rowe et al, 2003).
8
h. Inkompatibilitas : Trietanolamin akan bereaksi
dengan asam mineral dan membentuk garam kristalin dan ester.
Dengan asam lemak yang lebih tinggi, trietanolamin akan
membentuk garam yang larut dalam air dan mempunyai
karakteristik sabun. Trietanolamin juga akan bereaksi dengan
tembaga dan membentuk garam kompleks. Penghilangan warna
dan presipitasi dapat terjadi karena adanya garam logam berat.
Trietanolamin dapat bereaksi dengan reagen seperti tionilklorda
untuk menggantikan gugus hidroksi dengan halogen, produk
reaksi ini sangat toksik (Rowe et al, 2003).
9
propilenglikol (10%) menunjukkan potensi pada aktivitas
antibakteri paraben dalam keberadaan surfaktan nonionik dan
mencegah interaksi antara metal paraben dan polisorbat 80.
Inkompatibilitas dilaporkan terjadi dengan substansi lain seperti
bentonit, magnesium trisilikat, talk, tragakan, sodium alginat,
minyak essensial, sorbitol, dan atropin. Metil paraben juga
bereaksi dengan beberapa gula dan gula alkohol. Absorpsi metal
paraben oleh plastik. Polietilen dengan berat jenis rendah dan
tinggi tidak menyerap metal paraben. Metil paraben kehilangan
warnanya dengan keberadaan tembaga dan terhidrolisis dengan
basa lemah dan asam kuat (Rowe et al, 2003).
10
menunjukkan potensi pada aktivitas antibakteri paraben dalam
keberadaan surfaktan nonionik dan mencegah interaksi antara
metal paraben dan polisorbat 80. Inkompatibilitas dilaporkan
terjadi dengan substansi lain seperti magnesium aluminium
silikat, magnesium trisilikat, tembaga oksida, tragakan, dan
ultramarin biru hingga mampu mengurangi daya pengawet
propilparaben. Absorpsi propilparaben oleh plastik.
Propilparaben kehilangan warnanya dengan keberadaan
tembaga dan terhidrolisis dengan basa lemah dan asam kuat
(Rowe et al, 2003).
2.7 Propilenglikol
a. Bobot molekul : 76,09 g/mol (Rowe et al, 2003).
b. Pemerian : Cairan jernih, tidak berwarna, kental,
tidak berbau, manis, berasa sedikit tajam seperti gliserin (Rowe
et al, 2003).
c. Penggunaan : Propilenglikol pada konsentrasi 15%
digunakan sebagai humektan pada sediaan topikal; 15-30%
digunakan sebagai bahan pengawet pada sediaan larutan dan
semisolida; digunakan sebagai solven atau kosolven dengan
konsentrasi 10-30% pada sediaan larutan aerosol, 10-25%
pada sediaan larutan oral, 10-60% pada sediaan parenteral, dan
5-80% pada sediaan topikal (Rowe et al, 2003).
d. Kelarutan : Dapat bercampur dengan aseton,
kloroform, etanol 95%, gliserin, dan air; larut 1:6 dalam eter;
tidak dapat bercampur dengan minyak mineral atau campuran
minyak, tetapi dapat dilarutkan oleh beberapa minyak essensial
(Rowe et al, 2003).
e. Suhu lebur : -59°C (Rowe et al, 2003).
f. Stabilitas : Propilenglikol stabil pada suhu kamar
jika disimpan pada wadah tertutup baik, tetapi pada keadaan
terbuka dan temperatur tinggi akan teroksidasi dan
menghasilkan produk seperti propionaldehida, asam laktat,
asam piruvat, dan asam asetat. Propilenglikol stabil ketika
dicampur dengan etanol 95%, gliserin, atau air. Propilenglikol
bersifat higroskopis (Rowe et al, 2003).
11
g. Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik, terlindung
dari cahaya, di tempat sejuk dan kering (Rowe et al, 2003).
h. Inkompatibilitas : Propilenglikol tidak
tercampurkan dengan reagen pengoksidasi seperti potasium
permanganat (Rowe et al, 2003).
12
mengandung zat tambahan lain (catatan: Air murni digunakan
untuk pembuatan sediaan-sediaan). Bila digunakan untuk
sediaan steril, selain untuk sediaan parenteral, air harus
memenuhi persyaratan uji sterilitas atau gunakan air murni steril
yang dilindungi terhadap kontaminasi mikroba. Tidak boleh
menggunakan air murni untuk sediaan parenteral. Untuk
keperluan ini digunakan air untuk injeksi, air untuk injeksi
bakteriostatik atau air steril untuk injeksi (Depkes RI, 1995).
c. Pemerian : Cairan jernih, tidak berwarna; tidak
berbau (Depkes RI, 1995).
d. pH : Antara 5,0 dan 7,0; lakukan penetapan
secara potensiometrik pada larutan yang ditambahkan 0,30 mL
larutan kalium klorida P jenuh pada 100 mL zatuji (Depkes RI,
1995).
e. Kemurnian bakteriologi : Memenuhi syarat air minum
(Depkes RI, 1995).
f. Wadah dan penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat
(Depkes RI, 1995).
13
BAB III
MACAM-MACAM FORMULA
3.1 Formula
14
BAB IV
PROSEDUR KERJA
pengaduk, beker gelas, cawan porselin, corong, botol coklat 100 ml, botol semprot,
erlenmeyer, gelas arloji, gelas ukur, labu ukur,lap halus, lap kasar, mixer, pipet tetes,
sendok tanduk.
E), asam askorbat (vitamin C), cethyl alkohol, gliserin, isopropyl palmitate, kertas perkamen,
methyl paraben, mineral oil, minyak zaitun, propyl paraben, span 20, tween 20.
Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan, Ditimbang semua bahan.
Dipisahkan antara fase air dan fase minyaknya. Bahan fase minyak yaitu vitamin E, mineral
oil, propyl paraben, span 20, minyak zaitun dan cethyl alcohol. Bahan pada fase air yaitu
vitamin C, gliserin, metyl paraben, tween 20, prolienglikol. Bahan pada fase minyak
dimasukkan semua kedalam wadah A dan pada fase air dalam wadah B, dengan air suling
masing-masing, wadah A dipanaskan sampai semua bahan yang ada dalam wadah melebur.
Dicampurkan bahan yang ada dalam wadah A dan B dalam satu wadah kemudian kocok
isopropyl palmitate, dimikser hingga homogen. Dituang kedalam botol dan diberi etiket.
15
Proses pmbuatan lotion secara garis besar adalah mencampurkan fase minyak fase air
(emulsifikasi).
1) Fase air dicampurkan emulgator dihomongenkan
2) Ditambahkan fase minyak.kedua fase masing-masing dipanaskan hingga larut
kemudian baru dicampur
3) Setelah keduanya tercampur baru ditambahkan pengawet ( sebagai anti
mikroorganisme) dan pewangi,pegawet & pewangi ditambahkan setelah suhu
turun hingga 400 c sampai dengan 300 c.
4.3 Analisa pengujian lotion
Analisa dalam pembuatan lotion,adalah analisa terhadap proses dan setelah
menjadi produk jadi,meliputi :
1) Stabilitas emulsi
2) Viskositas
3) Nilai Ph
4) Total mikroba
5) Penyusutan berat
BAB V
16
KESIMPULAN & SARAN
5.1 Kesimpulan
Dari hasil macam-macam formulasi diatas dapat disimpulkan bahwa pada formulasi 3 dan
formulasi 4 cocok dijadikan Body Massage karena memiliki proporsi minyak paling tinggi
karena itu bentuknya sangat kental mirip margarin atau mentega.
5.2 Saran
Saran untuk hasil di formulasi diatas harus dilakukan analisa mikroba formula lotion,karena
body butter mempunyai komposisi minyak lebih tinggi.
DAFTAR PUSTAKA
17
Aifen, Liena. 2011. Perbedaan Body Lotion, Body Cream dan Body Butter.
Available at : http://www.sekarjagatbali.com/ perbedaan-body-lotion-body-cream-
dan- body-butter/
Opened on : 2012-03-14
Depkes RI, 1979. Farmakope Indonesia Edisi III. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik
Indonesia.
Depkes RI. 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik
Indonesia.
Jellineck, S. (1970). Formulation and Function of Cosmetics. New York : Wiley Interscience.
Lachman, L., H.A. Lieberman, and J.L. Kanig. 1994. Teori dan Praktek Farmasi Industri,
Jilid II, Edisi III. Jakarta : Universitas Indonesia.
Mitsui, T. 1997. New Cosmetic and Science. Elsevier Amsterdam Netherlands : 191-198,
335-338.
Rowe, Raymond C., Paul J. S., Paul J. W. 2003. Handbook of Pharmaceutical Exipients.
London: Pharmaceutical Press.
Schmitt, W.H. 1996. Skin Care Products. In : Williams, D.F. and W.H. Schmitt (Ed).
London: Cosmetics And Toiletries Industry. 2nd Ed. Blackie Academy and
Profesional.
Setyaningsih, Owi, Erliza Hambali, dan Muharamia Nasution. 2007. Aplikasi Minyak Sereh
Wangi (Citronella Oil) dan Geraniol Dalam Pembuatan Skin Lotionpenolak Nyamuk.
Jurnal Teknologi Indonesi Vol 17(3) : 97-103.
Strianse, S. J. 1996. Hands Creams and Lotion in Cosmetics Science and Technology Vol. 1.
2nd Ed. New York : Willy Interscience, a Division of John Wiley and Sons, Inc.
18
Sularto, S. A. dkk. 1995. Pengaruh Pemakaian Madu sebagai Penstubtitusi Gliserin dalam
Beberapa Jenis Krim Terhadap Kestabilan Fisiknya. Laporan Penelitian, LP Unpad.
Bandung: Universitas Padjajaran.
Tano, E. 1999. Teknik Membuat Kosmetik dan Tip Kecantikan. Jakarta : Rineka Cipta.
Voigt, R. 1995. Buku Pelajaran Teknologi Farmasi. Yogyakarta: Gadjah Mada University
Press.
Wilkinson, J.B and Moore, R.J. 1982. Harry’s Cosmeticology. London : George Godwin.
19
4.4 Tabel Penimbangan
a. Formula Pustaka
Rentang Persen 150 Penambaha
50 gram
Nama Bahan pada yang gram n bobot Fungsi
sediaan
pustaka digunakan sediaan 15%
White oil 20 10 30 34.5 fase minyak
agen
pengemulsi
Asam Stearat 1-20% 7 3.5 10.5 12.075
(stabilizer in
oil)
agen
pengemulsi
Gliserin <30% 10 5 15 17.25
(stabilizer in
water)
Trietanolamin 2-4% 2 1 3 3.45 emolient
emolient &
Setil alkohol 2-5% 2 1 3 3.45
pelarut
Metil paraben 0,02-0,3% 0.1 0.05 0.15 0.1725 pengawet
Akuades 58.9 29.45 88.35 101.6025 Pengawet
b. Formula Alternatif 1
150 Penambaha
Rentang Persen 50 gram
gram n bobot
Nama Bahan pada yang sediaan Fungsi
sediaan 15%
pustaka digunakan (gram)
(gram) (gram)
Olive oil 42.5 21.25 63.75 73.3125 fase minyak
agen
pengemulsi
Asam stearat 1-20% 10.3 5.15 15.45 17.7675
(stabilizer in
oil)
agen
pengemulsi
TEA 2-4% 2 1 3 3.45
(stabilizer in
water)
Gliserin <30% 8.5 4.25 12.75 14.6625 emolient
Propilengliko emolint &
5-80% 2 1 3 3.45
l pelarut
Metil Paraben 0,02-0,3% 0.2 0.1 0.3 0.345 pengawet
Propilparaben 0,01-0,6% 0.5 0.25 0.75 0.8625 Pengawet
agen
pengemulsi
Setil alkohol 2-5% 1 0.5 1.5 1.725
(stabilizer in
oil)
20
Esensial oil qs qs qs qs Pewangi
Aqua
33 16.5 49.5 56.925 fase air
Destilata
c. Formula Alternatif 2
150 Penambaha
Rentang Persen 50 gram
gram n bobot
Nama Bahan pada yang sediaan Fungsi
sediaan 15%
pustaka digunakan (gram)
(gram) (gram)
VCO 42 21 63 72.45 fase minyak
agen
pengemulsi
Asam stearat 1-20% 10.3 5.15 15.45 17.7675
(stabilizer in
oil)
agen
pengemulsi
TEA 2-4% 2 1 3 3.45
(stabilizer in
water)
Gliserin <30% 8.5 4.25 12.75 14.6625 emolint
Propilengliko emolint &
5-80% 2 1 3 3.45
l pelarut
Metil Paraben 0,02-0,3% 0.2 0.1 0.3 0.345 pengawet
Propilparaben 0,01-0,6% 0.5 0.25 0.75 0.8625 pengawet
vitamin (zat
Vitamin E 0.5 0.25 0.75 0.8625
tambahan)
agen
pengemulsi
Setil alkohol 2-5% 1 0.5 1.5 1.725
(stabilizer in
oil
Esensial oil qs qs qs qs pewangi
Aqua
33 16.5 49.5 56.925 fase air
Destilata
21
d. Formula Alternatif 3
150 Penambaha
Rentang Persen 50 gram
gram n bobot
Nama Bahan pada yang sediaan Fungsi
sediaan 15%
pustaka digunakan (gram)
(gram) (gram)
VCO 42 21 63 72.45 fase minyak
agen
pengemulsi
Asam stearat 1-20% 11 5.5 16.5 18.975
(stabilizer in
oil)
agen
pengemulsi
TEA 2-4% 2 1 3 3.45
(stabilizer in
water)
Gliserin <30% 8.5 4.25 12.75 14.6625 Emolint
Propilengliko emolint &
5-80% 2 1 3 3.45
l pelarut
Metil Paraben 0,02-0,3% 0.2 0.1 0.3 0.345 Pengawet
Propilparaben 0,01-0,6% 0.5 0.25 0.75 0.8625 Pengawet
vitamin (zat
Vitamin E 0.5 0.25 0.75 0.8625
tambahan)
Esensial oil qs qs qs qs Pewangi
Aqua
33.3 16.65 49.95 57.4425 fase air
Destilata
e. Formula Alternatif 4
150 Penambaha
Rentang Persen 50 gram
gram n bobot
Nama Bahan pada yang sediaan Fungsi
sediaan 15%
pustaka digunakan (gram)
(gram) (gram)
VCO 42 21 63 72.45 fase minyak
agen
pengemulsi
Asam stearat 1-20% 11.5 5.75 17.25 19.8375
(stabilizer in
oil)
agen
pengemulsi
TEA 2-4% 2 1 3 3.45
(stabilizer in
water)
Gliserin <30% 8.5 4.25 12.75 14.6625 Emolint
Propilengliko emolint &
5-80% 2 1 3 3.45
l pelarut
Metil Paraben 0,02-0,3% 0.2 0.1 0.3 0.345 Pengawet
Propilparaben 0,01-0,6% 0.5 0.25 0.75 0.8625 Pengawet
22
Esensial oil qs qs qs qs Pewangi
Aquadest 33.3 16.65 49.95 57.4425 fase air
4.5 CARA KERJA
a. Formula Pustaka
1. Diawali dengan pemanasan asam stearat, white oil, dan setil alkohol dalam beker
gelas hingga suhu 70oC disertai dengan pengadukan.
2. Suhu diturunkan hingga 65oC, dimasukkan trietanolamin secara perlahan-lahan dan
terus diaduk sampai adonan tercampur rata dalam beker gelas diatas magnetic
stirer (Adonan 1)
3. Gliserin dan air dipanaskan hingga suhu 80 oC dalam wadah yang berbeda. Lalu
dilakukan pendinginan hingga suhu 65oC (Adonan 2).
4. Adonan 1 dan 2 dicampur sambil terus diaduk dengan magnetic stirer pada putaran
penuh. Pengadukan dilakukan sampai terbentuk emulsi yang halus. Kemudian
pengadukan dilanjutkan secara manual terus dilakukan sampai adonan
mengembang (Adonan 3).
Adonan 3 dibiarkan hingga suhu turun menjadi 40oC. Metil paraben ditambahkan
sambil terus dilakukan pengadukan sampai terbentuk emulsi yang halus. Setelah
dingin dimasukkan dalam kemasan botol plastik. (Tano,1999)
b. Formula Alternatif 1
1. Semua bahan-bahan yang diperlukan ditimbang.
2. Masukkan minyak zaitun, setil alkohol dan asam stearat ke dalam cawan porselen
lalu lelehkan dan suhu dijaga kostan (campuran A).
3. Larutkan Metil paraben dan Propil paraben dalam Propilenglikol (Campuran B).
4. Masukan trietanolamin, gliserin dan Campuarn B kedalam air (Campuran C)
5. Panaskan campuran C suhu 80oC.
6. Campurkan campuran A dengan campuran C dalam mortir yang telah
dihangatkankan.
7. Aduk dengan cepat dan konstan selama 10 menit kemudian aduk dengan kecepatn
sedang hingga dingin.
8. Tambahkan esensial oil ke dalam campuran lotion.
9. Lotion dimasukkan ke dalam wadah dan ditutup rapat.
10. Sediaan diberi etiket.
c. Formula Alternatif 2
23
1. Semua bahan-bahan yang diperlukan ditimbang.
2. Masukkan virgin coconut oil, setil alkohol dan asam stearat ke dalam cawan
porselen lalu lelehkan dan suhu dijaga kostan (campuran A).
3. Larutkan Metil paraben dan Propil paraben dalam Propilenglikol (Campuran B).
4. Masukan trietanolamin, gliserin dan Campuarn B kedalam air (Campuran C)
5. Panaskan campuran C suhu 80oC.
6. Campurkan campuran A dengan campuran C dalam mortir yang telah
dihangatkankan.
7. Aduk dengan cepat dan konstan selama 10 menit kemudian aduk dengan kecepatn
sedang hingga dingin.
8. Tambahkan esensial oil ke dalam campuran lotion.
9. Lotion dimasukkan ke dalam wadah dan ditutup rapat.
10. Sediaan diberi etiket
d. Formula Alternatif 3
1. Semua bahan-bahan yang diperlukan ditimbang.
2. Masukkan virgin coconut oil, dan asam stearat ke dalam cawan porselen lalu
lelehkan dan suhu dijaga kostan (campuran A).
3. Larutkan Metil paraben dan Propil paraben dalam Propilenglikol (Campuran B).
4. Masukan trietanolamin, gliserin dan Campuarn B kedalam air (Campuran C)
5. Panaskan campuran C suhu 80oC.
6. Campurkan campuran A dengan campuran C dalam mortir yang telah
dihangatkankan.
7. Aduk dengan cepat dan konstan selama 10 menit kemudian aduk dengan kecepatn
sedang hingga dingin.
8. Tambahkan esensial oil ke dalam campuran lotion.
9. Lotion dimasukkan ke dalam wadah dan ditutup rapat.
10. Sediaan diberi etiket
e. Formula Alternatif 4
1. Semua bahan-bahan yang diperlukan ditimbang.
2. Masukkan virgin coconut oil, dan asam stearat ke dalam cawan porselen lalu
lelehkan dan suhu dijaga kostan (campuran A).
3. Larutkan Metil paraben dan Propil paraben dalam Propilenglikol (Campuran B).
4. Masukan trietanolamin, gliserin dan Campuarn B kedalam air (Campuran C)
5. Panaskan campuran C suhu 80oC.
6. Campurkan campuran A dengan campuran C dalam mortir yang telah
dihangatkankan.
24
7. Aduk dengan cepat dan konstan selama 10 menit kemudian aduk dengan kecepatn
sedang hingga dingin.
8. Tambahkan esensial oil ke dalam campuran lotion.
9. Lotion dimasukkan ke dalam wadah dan ditutup rapat.
10. Sediaan diberi etiket
BAB V
EVALUASI SEDIAAN
25
Sebanyak 0,5 gram krim diletakkan dengan hati-hati di atas kertas
grafik yang dilapisi plastik transparan, dibiarkan sesaat (15 detik) dan
luas daerah yang diberikan oleh sediaan dihitung kemudian tutup lagi
dengan plastik yang diberi beban tertentu masing-masing 1, 2, dan 5 g dan
dibiarkan selama 60 detik pertambahan luas yang diberikan oleh sediaan
dapat dihitung (Voigt, 1994).
Sediaan lotion yang memiliki nilai daya sebar yang baik berkisar antara
7-16cm
5.1. 4 Uji Daya Lekat
Sampel 0,25 gram diletakan diatas 2 gelas obyek yang telah ditentukan.
Kemudian ditekan dengan beban 1 kg selama 5 menit. Setelah itu beban
diangkat dari gelas obyek kemudian gelas obyek dipasang pada alat uji. Alat
uji diberi beban 80 gram dan kemudian dicatat waktu pelepasannya krim dari
gelas obyek (Miranti, 2009). Dilakukan replikasi sebanyak 3 kali.
5.1. 5 Pemisahan Fase
Formula yang telah dibuat dituang ke dalam wadah sebanyak 10 ml.
Pemisahannya diamati pada hari ke 0,1,3,7 selama 4 minggu. Cara pengukuran
persen pemisahan dapat dilihat pada :
Keterangan:
F = Persen pemisahan (%)
Hu = Tinggi endapan air
Ho = Tinggi mula-mula
5.1. 6 Uji Viskositas
Fenomena sediaan yang mengikuti sifat aliran pseudoplstik juga akan
mengikuti sifat aliran tiksotropik. Viskositas sediaan ini dapat diukur dengan
menggunakan Viskosimeter Brookfield karena viskosimeter ini dapat
mengukur viskositas sediaan yang bersifat Non Newton dan Newton. Prinsip
kerjanya adalah dengan dengan menggunakan spindel dan motor. Setelah
motor dihidupkan maka spindel akan berputar dan diamati angka yang
ditunjukkan oleh jarum merah, dicatat. Untuk menghitung viskositasnya maka
angka yang ditunjukkan oleh jarum merah dikalikan dengan suatu faktor yang
terdapat pada brosur alat.
26
Pengukuran viskositas dilakukan dengan cara menempatkan sediaan
krim yang akan diperiksa dalam gelas bermulut lebar 100 mL, kemudian
spindel yang sesuai (spindel No. 1) dimasukkan ke dalam sediaan sampai
terbenam. Klep pengunci dibuka dan rotor dinyalakan hingga diperoleh angka
yang stabil yang ditunjukkan oleh jarum penunjuk. Pengukuran viskositas
dilakukan pada hari ke 1, 3, 7 selama 1 minggu (Gozali ,2009)
Sediaan lotion yang memiliki nilai viskositas yang baik berkisar antara
20-60 dpas serta pergeseran viskositas tidak kurang dari 30%
27