Perencanaan Geometrik Dan Perkerasan Jalan Raya

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 131

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala


bagian jalan, termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang
diperuntukkan bagi lalu lintas,yang berada pada permukaan tanah,diatas
permukaan tanah,dibawah permukaan tanah dan/atau air,serta diatas
permukaan air,kecuali jalan kereta api, jalan lori, dan jalan kabel(Peraturan
Pemerintah Nomor34 Tahun 2006).
Jalan raya adalah jalur - jalur tanah di atas permukaan bumi yang
dibuat oleh manusia dengan bentuk, ukuran - ukuran dan jenis
konstruksinya sehingga dapat digunakan untuk menyalurkan lalu lintas
orang, hewan dan kendaraan yang mengangkut barang dari suatu
tempat ke tempat lainnya dengan mudah dan cepat (Clarkson
H.Oglesby,1999).
Dalam perencanaan geometric jalan raya,perlu adanya
keseragaman langkah perencanaan,dan menitikberatkan pada
perencanaan bentuk fisik sesuai dengan standar perencanaan yang ada
sehingga dapat memenuhi fungsi dasar dari jalan raya itu sendiri yaitu
untuk memberikan pelayanan bagi pengguna jalan dengan optimum
pada arus lalu lintas dan sebagai akses penghubung suatu tempat ke
tempat lain,termasuk perencanaan tebal perkerasan yang merupakan
bagian dargi perkerasan jalan seutuhnya,demikan pula dengan drainase
jalan.

Tujuan dari perencanaan geometric jalan raya adalah untuk


menghasilkan infrastruktur yang aman,perkiraan pelayanan lalu lintas dan
memaksimalkan perbandingan tingkat/biaya pelaksanaan
perencanaan.Jalan raya dikatgakan baik jika jalan tersebut dapat
memberikan rasa nyaman bagi pengguna jalan.

1
1.2 Maksud dan Tujuan

Maksud dan tujuan dari perencanaan geoetrik jalan yaitu untuk


menghasilkan infrastruktur yang aman dan efisien pelayanan arus lalu lintas
dan memaksimalkan perbandingan tingkat penggunaan/biaya
pelaksanaan.Dengan ruang,bentuk,dan ukuran jalan yang baik maka akan
memberikan rasa aman dan nyaman bagi pengguna jalan.Oleh sebab
itu,penulis dituntut untuk belajar melatih memecahkan masalah dan
memberikan solusi dari perencanaan geometric.

Umumnya bagian dari perencanaan geometric yaitu:


1. Alinyemen horizontal / trase jalan
2. Alinyemen vertical / penampang memanjang jalan
3. Penampang melintang jalan

Perencanaan yang aman untuk jalan baik antara bentuk alinyemen


horizontal dan alinyemen vertical akan memberikan keamanan dan
kenyamanan bagi pengguna jalan.

1.3 Ruang Lingkup Perencanaan Jalan

Dalam merencanakan geometric & Perkerasan jalan raya ini,harus


melalui urutan sebagai berikut:

 Perencanaan trase dan penentuan medan


 Bentuk dan panjang kurva
 Pengambaran kurva
 Penentuan kemiringan melintang tiap tikungan
pengambaran elevasi,superelevasi badan jalan
 Menghitung jarak pandang
 Menghittung Alinyemen vertikal
 Perhitungan volume galian dan timbunan ( Cut and Fill )
 Menghitung Perkerasan Jalan yang akan dipakai.

2
BAB II

DASAR TEORI

2.1 Pengenalan Geometrik Jalan raya

Definisi dari jalan raya ialah jalur jalur diatas permukaan bumi
yang sengaja dibuat oleh manusia dengan ukuran,konstruksi berbentuk
tertentu sebagai dapat dipakai sebagai jalur lalu lintas orang,hewan dan
kendaraan.Sedangkan arti dari lalu lintas itu sendiri adalah menyangkut
semua benda dacn makhluk hidup yang melewati jalan tersebut.

Keberadaan jalan raya di dunia ini sangat berarti dan penting


sekali,dikarenakan dengan adanya jalan raya dapat membantu kemajuan
dan bahkan kesejahteraan suatu daerah.Arus lalu lintas pada suatu jalan
raya dibuat dengan lancar,aman,dan nyaman sehingga pengangkutan
berjalan lancar,cepat,tepat,aman,efisien,dan ekonomis..Untuk itu jalan
raya harus memenuhi syarat syarat teknis dan ekonomis menurut
fungsi,volume dan sifat sifat lalu lintas.
Berdasarkan pembuatannya,geometric di definisikan sebagai ilmu
yang mempelajari bentuk dan fisik dari jalan.Sedangkan perencanaan
geometric jalan raya adalah perencanaan rute dari suatu bagian bagian
jalan (trase,lebar,tikungan,landai,dan jarak pandang) secara
lengkap,meliputi beberapa elemen yang disesuaikan dengan
kelengkapan dan data dasar yang ada dari hasil survey lapangan yang
telah dianalisis,serta mengacu pada ketentuan yang berlaku.Kelengkapan
dan data dasar yang harus disiapkan sebelum memulai melakukan
perhitungan/perencanaan,yaitu:
 Peta planimetri dan peta-peta lainnya (Geologi dan tata
guna lahan)
 Kriteria perencanaan
 Ketentuan jarak pandang dan beberapa pertimbangan
yang diperlukan sebelum memulai perencanaan,selain
didasarkan pada teoritis,juga untuk praktisnya.
 Elemen perencanaan dalam geometric jalan yaitu:

3
o Alinemen horizontal (Situasi/plan)
o Alinemen vertical (Potongan memanjang/profile)
o Potongan melintang (Cross section)
o Pengambaran

Jadi tujuan dari prencanaan geometrik jalan adalah menciptakan


infrfastruktur yang aman,efisiensi pelayanan arus lalu lintas yang
memaksimalkan ratio tingkat penggunaan/biaya
pelaksanaan.Ruang,bentuk,dan ukuran jalan dikatakan baik bila dapat
memberikan rasa aman dan nyaman bagi pengguna jalan.Perancangan
geometric sangat berkaitan dengan arus lalu lintas,perencanaan konstruksi
sangat berkaitan dengan beban lalu lintas.Perencanaan geometric
merupakan tahap lanjutan setelah proses perancangan (planning).Proses
planning berkaitan dengan analisis pengaruh jalan terhadap
perkembangan wilayah,sifat lalu lintas yang harus dilayani,dan kualitas
pelayanan.

Dalam proses geometric jalan raya,keadaan fisik dan topogragfi


medan sangat mempengaruhi perencanaan perencanaan bagian
bagian jalan.Keadaan tanah dasar mempengaruhi lokasi dan bentuk
geometric jalan.Apabila tanah dasar jelek atau air tanah yang tinggi maka
mungkin trase harus pindah atau perlu timbunan yang lebih tinggi lagi.

Di daerah yang curah hujan tinggi perlu lereng melintang lebih


besar atau alinyemen jauh lebih tinggi dari tanah asli.Untuk daerah datar
perlu perencanaan drainased yang lebih baik.Daerah pegunungan
mempengaruhi pemilihan lokasi dan bagian bagian jalan lainnya,bahkan
tipe jalan.

Daerah pertanian dan industry banyak kendaraan truk yang


berbeda dengan daerah pemukiman atau wisata dimana banyak mobil
penumpang.Jalan di rural area banyak kendaraan berkecepatan tinggi
yang perlu syarat perencanaan lebih berat dibanding jalan urban area
banyak di dominasi oleh kendaraan kecepatan rendah.Pemilihan trase di
rural yang luas dari pada perkotaan.

Yang jadi perencanaan dasar geometric jalan adalah sifat gerakan


dan ukuran kendaraan,sifat pengemudi yang mengendalikan gerak
kendaraannya dan karakterikstik arus lalu lintas.Hal hal tersebut menjadi

4
sebuah pertimbangan perencana sehingga dihasilkan bentuk dan ukuran
jalan,serta ruang gerak kendaraan yang memenuhi tingkat kenyamanan
dan keamanan yang ditingkatkan.

2.2 Klasifikasi Jalan Raya

Klasifikasi jalan atau hirarki jalan adalah pengelompokan jalan


berdasarkan fungsi jalan, berdasarkan administrasi pemerintahan dan
berdasarkan muatan sumbu yang menyangkut dimensi dan berat
kendaraan.Penentuan klasifikasi jalan terkait dengan besarnya volume lalu
lintas yang menggunakan jalan tersebut, besarnya kapasitas jalan,
keekonomian dari jalan tersebut serta pembiayaan pembangunan dan
perawatan jalan.
Jalan umum menurut fungsinya di Indonesia dikelompokkan ke
dalam jalan arteri, jalan kolektor, jalan lokal, dan jalan lingkungan.Klasifikasi
fungsional seperti ini diangkat dari klasifikasi di Amerika Serikat dan
Canada.Di atas arteri masih ada Freeway dan Highway.
Klasifikasi jalan fungsional di Indonesia berdasarkan peraturan
perundangan yang berlaku adalah:
a) Jalan arteri
Jalan arteri, merupakan jalan umum yang berfungsi melayani
angkutan utama dengan ciri perjalanan jarak jauh, kecepatan
rata-rata tinggi, dan jumlah jalan masuk (akses) dibatasi secara
berdaya guna
b) Jalan kolektor
Jalan kolektor, merupakan jalan umum yang berfungsi melayani
angkutan pengumpul atau pembagi dengan ciri perjalanan jarak
sedang, kecepatan rata-rata sedang, dan jumlah jalan masuk
dibatasi.

c) Jalan local
Jalan lokal, merupakan jalan umum yang berfungsi melayani
angkutan setempat dengan ciri perjalanan jarak dekat,
kecepatan rata-rata rendah, dan jumlah jalan masuk tidak
dibatasi

5
d) Jalan lingkungan
Jalan lingkungan, merupakan jalan umum yang berfungsi
melayani angkutan lingkungan dengan ciri perjalanan jarak
dekat, dan kecepatan rata-rata rendah.

Sistim Jaringan
Persyaratan Teknis
Fungsi Jalan Jalan
Jalan arteri didasarfkan kecepatan
rencana
Primer
Minimum 60 km/jam dengan lebar
Jalan Arteri maksimum 11 M
Di desain berdasarkan kecepatan rencana
Skunder min
30 km/jam lebar minimum 11 M
Di desain berdasarkan kecepatan rencana
Primer min 40
km/jam lebar minimum 9 M
Jalan Kolektor
Di desain berdasarkan kecepatan rencana
Skunder 20
km/jam lebar minimum 9 M
Di desain berdasarkan kecepatan rencana
Primer min 20
km/jam lebar min 6.5 M
Di desain berdasarkan kecepatan minimum
Jalan Lokal
10 km/h
Skunder jalan ini diperuntukan bagi kendaraan
bermotor atau
kendaraan yang memiliki lebar min 3.5 M
Jalan
Tidak diatur dalam pp tentang jalan
Lingkungan

6
2.3 Klasifikasi Muatan Sumbu

Untuk keperluan pengaturan pengguaan dan pemenuhan


kebutuhan angkutan, jalan dibagi dalam beberapa kelas yang
didasarkan pada kebutuhan transportasi, pemilihan moda secara tepat
dengan mempertimbangkan keunggulan karakteristik masing-masing
moda, perkembangan teknologi kendaraan bermotor, muatan sumbu
terberat kendaraan bermotor serta konstruksi jalan. Pengelompokkan
jalan menurut muatan sumbu yang disebut juga kelas jalan, terdiri dari:

a. Jalan Kelas I, yaitu jalan arteri yang dapat dilalui kendaraan


bermotor termasuk muatan dengan ukuran lebar tidak melebihi
2.500 milimeter, ukuran panjang tidak melebihi 18.000 milimeter,
dan muatan sumbu terberat yang diizinkan lebih besar dari 10
ton, yang saat ini masih belum digunakan di Indonesia, namun
sudah mulai dikembangkan diberbagai negara maju seperti di
Perancis telah mencapai muatan sumbu terberat sebesar 13
ton.
b. Jalan Kelas II, yaitu jalan arteri yang dapat dilalui kendaraan
bermotor termasuk muatan dengan ukuran lebar tidak melebihi
2.500 milimeter, ukuran panjang tidak melebihi 18.000 milimeter,
dan muatan sumbu terberat yang diizinkan 10 ton, jalan kelas
ini merupakan jalan yang sesuai untuk angkutan peti kemas
c. Jalan Kelas III A, yaitu jalan arteri atau kolektor yang dapat
dilalui kendaraan bermotor termasuk muatan dengan ukuran
lebar tidak melebihi 2.500 milimeter, ukuran panjang tidak
melebihi 18.000 milimeter, dan muatan sumbu terberat yang
diizinkan 8 ton.
d. Jalan Kelas III B, yaitu jalan kolektor yang dapat dilalui
kendaraan bermotor termasuk muatan dengan ukuran lebar
tidak melebihi 2.500 milimeter, ukuran panjang tidak melebihi
12.000 milimeter, dan muatan sumbu terberat yang diizinkan 8
ton.
e. Jalan Kelas III C, yaitu jalan lokal dan jalan lingkungan yang
dapat dilalui kendaraan bermotor termasuk muatan dengan
ukuran lebar tidak melebihi 2.100 milimeter, ukuran panjang

7
tidak melebihi 9.000 milimeter, dan muatan sumbu terberat
yang diizinkan 8 ton.

Menerima beban lalu lintas,dinyatakan dalam muatan sumbu


terberat (MST) dalam satuan ton

Mutan Sumbu Terberat


No Fungsi Kelas
(ton)

I <10
1 Jalan Arteri II 10
III A 8
III A 8
2 Jalan Korektor
IIIB

Fungsi dari jalan itu sendiri (Pasal 11,PP No.43/1993)

Lalu Lintas Harian Rata


No Fungsi Kelas
Rata

1 Jalan Arteri I >20000


IIA 6000-20000
2 Jalan Korektor IIB 1500-8000
IIC >2000
3 Jalan Lokal III ₋

2.4 Klasifikasi Berdasarkan Administrasi Pemerintahan

Pengelompokan jalan dimaksudkan untuk mewujudkan kepastian


hukum penyelenggaraan jalan sesuai dengan kewenangan Pemerintah
dan pemerintah daerah. Jalan umum menurut statusnya dikelompokkan
ke dalam jalan nasional, jalan provinsi, jalan kabupaten, jalan kota, dan
jalan desa.

1. Jalan nasional, merupakan jalan arteri dan jalan kolektor


dalam sistem jaringan jalan primer yang menghubungkan

8
antaribukota provinsi, dan jalan strategis nasional, serta
jalan tol.
2. Jalan provinsi, merupakan jalan kolektor dalam sistem
jaringan jalan primer yang menghubungkan ibukota
provinsi dengan ibukota kabupaten/kota, atau
antaribukota kabupaten/kota, dan jalan strategis provinsi
3. Jalan kabupaten, merupakan jalan lokal dalam sistem
jaringan jalan primer yang tidak termasuk jalan yang
menghubungkan ibukota kabupaten dengan ibukota
kecamatan, antaribukota kecamatan, ibukota kabupaten
dengan pusat kegiatan lokal, antarpusat kegiatan lokal,
serta jalan umum dalam sistem jaringan jalan sekunder
dalam wilayah kabupaten, dan jalan strategis kabupaten.
4. Jalan kota, adalah jalan umum dalam sistem jaringan jalan
sekunder yang menghubungkan antarpusat pelayanan
dalam kota, menghubungkan pusat pelayanan dengan
persil, menghubungkan antarpersil, serta menghubungkan
antarpusat permukiman yang berada di dalam kota
5. Jalan desa, merupakan jalan umum yang
menghubungkan kawasan dan/atau antarpermukiman di
dalam desa, serta jalan lingkungan.
6. Jalan Khusus,merupakan lalu lintas yang diperuntukan bagi
kepentingan instansi,badan usaha maupun perorangan
atau kelompok masyarakat.

9
2.5 Bagian Bagian Jalan

a. Rumaja (Ruang Manfaat Jalan) ~ ruang yang dimanfaatkan untuk


konstruksi jalan, yang meliputi badan jalan, bahu jalan,jalur lalu
lintas, saluran tepi jalan, dan ambang pengamanan jalan (PP No.
34 tahun 2006, Bab III, pasal 34.1)

 Badan Jalan adalah jalur lalu lintas dengan atau tanpa jalur
pemisah dan bahu jalan, termasuk jalur pejalan kaki, bahu
jalanhanya diperuntukkan bagi layanan lalu lintas dan
angkutan jalan serta pengamanan konstruksi jalan
 Bahu jalan adalah bagian dari daerah manfaat jalan yang
berdampingan dengan jalur lalu lintas yang digunakan utnuk
menampung kendaraan berhenti dalam keperluan darurat,
dan diperlukan juga untuk mendukung bagian samping
konstruksi jalan
 Jalur Lalu lintas adalah bagian jalur jalan yang direncanakan
khusus(perkerasan) untuk lintasan kendaraan roda empat
 Saluran Tepi jalanadalah saluran yang hanya diperuntukkan
bagi penampungan dan penyaluran air agar badan jalan
bebas dari pengaruh/genangan air
 Ambang Pengamanan Jalanadalah berupa bidang tanah
dan/atau konstruksi bangunan pengaman yang berada
diantara tepi badan jalan dan batas ruangmanfaat jalan yang
hanya diperuntukkan bagi pengamanan konstruksi.

10
Gambar Untuk Rumija

b. Rumija (Ruang Milik Jalan) Merupakan jalan sepanjang yang


dibatasi oleh lebar,kedalaman,dan tinggi tertentu.Rumija terdiri
dari: Rumaja dan sedjalur tanah tertentu di luar rumaja.Rumija
diperuntukan bagi rumaja,pelebaran jalan,penambahan jalur lalu
lintas untuk masa akan datagng,dan ruangan pengaman
jalan.Apabila terjadi gangguan dan hambatan terhadap fungsi
rumija,penyelenggaraan jalan wajib segera mengambil tindakan
untuk kepentingan pengguna jalan
(PP No. 34 tahun 2006, Bab III, pPasal 39,1)Rumija minimal harus
memiliki lebar sebagai berikut :

 Jalan bebas hambatan 30 meter


 Jalan raya 25 meter
 Jalan sedang 15 meter
 Jalan kecil 11 meter

KELAS JALAN
JALAN
JALAN JALAN JALAN
BEBAS
HAMBATAN RAYA SEDANG KECIL
LEBAR MINIMUM
30 25 15 11
(m)

11
2.6 Dawasja (Daerah Pengawasan Jalan)

Merupakan ruang tertentu diluar milik jalan yang penggunaannya


dibawah pengawasan penyelenggara jalan,yaitu ruang disepanjang
jalan diluar ruminja yang dibatasi lebar dan tinggi tertentu.Ruwasja
diperuntukan bagi pandangan bebas pengemudi,pengamanan
konstruksi jalan dan fungsi jalan.Lebar Ruwasja ditentukan dari tepi badan
jalan ditentukan apabila Rumija tidak cukup luas.Dalam pengawasan
penggunaan Ruwasja,penyelenggara jalan dan instansi terkait
berwenang mengeluarkan larangan terhadap kegiatgan yang
menganggu pandangan bebas pengemudi dan konstruksi jalan.

KERAS JALAN
ARTERI KOLEKTOR LOKAL LINGKUNGAN JMBTN
PRIMER SEKUDER PRIMER SEKUDER PRIMER SEKUDER PRIMER SEKUDER
LEBAR 100 KE
ARAH
MIN 15 15 10 5 7 3 5 2
HULU
(m) HILIR

pengawasan penyelenggara jalan (PP No. 34 tahun 2006, Bab III, Pasal
44.1)
Ruang Pengawaan jalan ditentukan dari tepi jalan yang paling rendah
sebagai berikut :
• Jalan Arteri 15 meter
• Jalan Kolektor Primer 10 meter
• Jalan Lokal Primer 7 meter
• Jalan Lingkungan Primer 5 meter
• Jalan Arteri Sekunder 15 meter
• Jalan Kolektor Sekunder 5 meter
• Jalan Lokal Sekunder 3 meter
• Jalan Lingkungan sekunder 2 meter
• Jembatan 100 meter

12
2.7 Karekteristik dan pengelompokan jaringan jalan

Ditinjau dari sisi penyediaan (supply), keberadaan jaringan jalan


yang terdapat dalam suatu kota sangat menentukan pola jaringan
pelayanan angkutan umum. Karakteristik jaringan jalan meliputi jenis jaringan,
klasifikasi, kapasitas, serta kualitas jalan.(yang dibahas hanya jenis dari
jaringan jalan,karena klasifikasi,dan kapasitas telah penulis bahas pada
halaman sebelumnya)

2.7.1 Jenis jaringan jalan


Beberapa jenis ideal jaringan jalan (Morlok, 1978: 682) adalah
jaringan jalan grid (kisi-kisi), radial, cincin-radial, spinal (tulang
belakang), heksagonal, dan delta.Gambar berikut menggam
barkan jenis jaringan jalan tersebut.

13
1. Sistem jaringan jalan primer, yaitu sistem jaringan jalan dengan
peranan pelayanan jasa distribusi untuk pengembangan
semua wilayah di tingkat nasional dengan semua simpul jasa
distribusi yang kemudian berwujud kota;
2. Sistem jaringan jalan sekunder, yaitu sistem jaringan jalan
dengan peranan pelayanan distribusi untuk masyarakat di
dalam kota

2.7.2 Kualitas Jalan


Kualitas jalan berkaitan dengan kondisi jalan dan permukaan
jalan.Ruas jalan-ruas jalan dengan permukaan jalan yang rusak
mengakibatkan tingkat mobilitas yang rendah, karena kendaraan
tidak dapat bergerak dengan lancar, mengalami banyak
hambatan dan tundaan.Kualitas jalan yang baik selain memberikan
kemudahan bergerak di atas jalan raya juga terpenuhinya unsur
keamanan dalam berkendaraan.

14
2.7.3 Potongan melintang jalan
Potongan melintang jalan raya adalah potongan tegak
lurus dengan sumbu jalan.Pada potongan melintang jalan
dapat kita lihat bagian bagiannya sebagai berikut:
 Jalur lalu lintas (Travelled way/carriage way)
Merupak seluruh bagian perkerasan jalan yang diperuntukan
untuk lalu lintas kendaraan.Jalur terdiri beberapa lajur (Line)

2.7.4 Lajur lalu lintas


Merupakan bagian dari jalur lalu lintas yang khusus
diperuntukan untuk dilewati oleh serangkaian kendaraan
beroda empat atau lebih dalam satu arah.Dalam menentukan
lebar lajur lalu lintas harus diketahhui jenis kendaraan apa dan
ukuran kendaraan yang akan melewati jalur tersebut,seperti
perhitungan berikut ini:
 Lebar kendaraan rencana
Mobil penumpang = 1,5-1,75 m
Truk/Bis/Semitrailer = 1,7-2,5 m
 Lebar lajur jalan local (Kecepatan rendah)
2 X 2,75 m = 5,5 m (2 jalur,2 arah)
 Jalan arteri
2 x 3,5 m = 7 m
Dalam pembuatan lajur lalu lintas dibuat,banyaknya lajur
bergantung dari volume lalu lintas yang akan memakai jalan
tesebut dan tingkat pelayanan yang diharapkan.

15
2.7.5 Bahu Jalan
Bahu jalan adalah jalur yang terletak berdampingan
dengan Jalur lalu lintas yang berfungsi sebagai:
 ruangan untuk tempat berhenti sementara kendaraan
yang mogok atau yang sekedar berhenti karena
pengemudi ingin berorientasi mengenai jurusan yang
akan ditempuh, atau untuk beristirahat.
 ruangan untuk menghindarkan diri pada saat-saat
darurat, sehingga dapat mencegah terjadinya
kecelakaan.
 memberikan kelegaan pada pengemudi, dengan
demikian dapat meningkatkan kapasitas jalan yang
bersangkutan.
 memberikan sokongan pada konstruksi perkerasan jalan
dari arah samping.
 ruangan pembantu pada waktu mengadakan pekerjaan
perbaikan atau pemeliharaan jalan (untuk tempat
penempatan alat-alat, dan penimbunan bahan
material).
 ruangan untuk lintasan kendaraan-kendaraan patroli,
ambulans, yang sangat dibutuhkan pada keadaan
darurat seperti terjadinya kecelakaan
Jenis bahu jalan
Berdasarkan tipe perkerasannya, bahu jalan dapat dibedakan
atas
o Bahu yang tidak diperkeras, yaitu bahu yang hanya dibuat
dari material perkerasan jalan tanpa bahan pengikat.

16
Biasanya digunakan material agregat bercampur sedikit
lempung.
o Bahu yang tidak diperkeras ini dipergunakan untuk daerah-
daerah yang tidak begitu penting, dimana kendaraan yang
berhenti dan mempergunakan bahu tidak begitu banyak
jumlahnya.
o Bahu yang diperkeras, yaitu bahu yang dibuat dengan
mempergunakan bahan pengikat sehingga lapisan tersebut
lebih kedap air dibandingkan dengan bahu yang tidak
diperkeras
o Bahu jenis ini dipergunakan : untuk jalan-jalan dimana
kendaraan yang akan berhenti dan memakai bagian
tersebut besar jumlahnya, seperti di sepanjang jalan tol, di
sepanjang jalan arteri yang melintasi kota, dan di tikungan-
tikungan yang tajam.

Dilihat dari letaknya bahu terhadap arah arus lalu lintas, maka
bahu jalan dapat dibedakan atas :
 Bahu kiri/bahu luar (left shoulder/outer shoulder), adalah
bahu yang terletak di tepi sebelah kiri dari jalur lalu lintas.
 Bahu kanan/bahu dalam (rightlinner shoulder), adalah bahu
yang terletak di tepi sebelah kanan dari jalur lalu lintas.
Besarnya lebar bahu jalan sangat dipengaruhi oleh :

 Fungsi jalan
 Jalan arteri direncanakan untuk kecepatan yang lebih tinggi
dibandingkan dengan jalan lokal. Dengan demikian jalan
arteri membutuhkan kebebasan samping, keamanan, dan
kenyamanan yang lebih besar, atau menuntut lebar bahu
yang lebih lebar dari Jalan lokal.
 Volume lalu lintas
 Volume lalu lintas yang tinggimembutuhkan lebar bahu
yang lebih lebar dibandingkan dengan volume lalu lintas
yang lebih rendah.
 Kegiatan disekitar jalan
 Jalan yang melintasi daerah perkotaan, pasar, sekolah,
membutuhkan lebar bahu jalan yang lebih lebar daripada

17
jalan yang melintasi daerah rural, karena bahu jalan tersebut
akan dipergunakan pula sebagai tempat parkir dan pejalan
kaki.
 Ada atau tidaknya trotoar.
 Biaya yang tersedia sehubungan dengan biaya
pembebasan tanah, dan biaya untuk konstruksi.
 Lebar bahu jalan dengan demikian dapat bervariasi antara
0,5 - 2,5m,

2.7.6 Lereng melintang bahu jalan


Berfungsi atau tidaknya lereng melintang perkerasan
jalan untuk mengalirkan air hujan yang jatuh di atasnya sangat
ditentukan oleh kemiringan melintang bagian samping jalur
perkerasan itu sendiri, yaitu kemiringan melintang bahu jalan.
Kemiringan melintang bahu yang tidak baik ditambah dengan
bahu dari jenis tidak diperkeras akan menyebabkan air hujan
merembes masuk kelapisan perkerasan jalan. Hal ini dapat
mengakibatkan turunnya daya dukung lapisan perkerasan,
lepasnya ikatan antara agregat dan aspal yang akhirnya
dapat memperpendek umur pelayanan jalan.Guna keperluan
tersebut, haruslah dibuat kemiringan melintang bahu jalan
yang sebesar-besarnya tetapi masih aman dan nyaman bagi
pengemudi kendaraan.Kemiringan melintang bahu lebih besar
dari kemiringan melintang jalur perkerasan jalan.Kemiringan
melintang bahu dapat bervariasi sampai dengan 6%,
tergantung dari jenis permukaan bahu, intensitas hujan, dan
kemungkinan penggunaan bahu jalan.Pada daerah tikungan
yang tajam. kemiringan melintang jalur perkerasan juga

18
ditentukan dari kebutuhan akan keseimbangan gaya akibat
gaya sentrifugal yang bekerja. Besar dan arah kemiringan
melintang bahu harus juga disesuaikan demi keamanan
pemakai jalan dan fungsi drainase itu sendiri.Perubahan
kelandaian antara kemiringan melintang perkerasan jalan dan
bahu (roll over) maksimum 8%.
2.7.7 Median
Median adalah jalur yang terletak ditengah jalan untuk
memissahkan jalan dan masing masing arah.Fungsi median
yaitu:
 Menyediakan daerah netral yang cukup besar
 Menyediakan jarak yang cukup untuk
membatasi/mengurangi kesilauan
 Menambah rasa kelegaan,kenyamanan dan keindahan
bagi setgiap pengemudi
 Lebar median 1 m – 1.2 m.Untuk median yang lebarnya
mencapai 5 m sebaiknya ditinggikan dengan kereb.

2.7.8 Trotoar /Jalur pejalan kaki (Side walk)


Trotoar adalah jalur yang terletak berdampingan dengan
jalur lalu lintas yang khusus dipergunakan untuk pejalan kaki
(pedestrian).Untuk keamanan pejalan kaki maka trotoar ini
harus dibuat terpisah dari jalur lalu lintas oleh struktur fisik berupa
kereb.Perlu atau tidaknya trotoar disediakan sangat tergantung

19
dari volume pedestrian dan volume lalu lintas pemakai jalan
tersebut.
Lebar trotoar
Lebar trotoar yang dibutuhkan ditentukan oleh volume
pejalan kaki, tingkat pelayanan pejalan kaki yang diinginkan,
dan fungsi jalan. Untuk itu lebar 1,5 - 3,0 m merupakan nilai
yang umum dipergunakan.

2.7.9 Saluran samping


Saluran samping terutama berguna untuk :
mengalirkan air dari permukaan perkerasan jalan
ataupun dari bagian luar jalan, menjaga supaya konstruksi
jalan selalu berada dalam keadaan kering tidak terendam air.
Umumnya bentuk saluran samping trapesium, atau
empat persegi panjang.Untuk daerah perkotaan, dimana
daerah pembebasan jalan sudah sangat terbatas, maka
saluran samping dapat dibuat empat persegi panjang dari
konstruksi beton dan ditempatkan di bawah trotoar, sedangkan
di daerah pedalaman dimana pembebasan jalan bukan
menjadi masalah, saluran samping umumnya dibuat berbentuk
trapezium. Dinding saluran dapat mempergunakan pasangan
batu kali, atau tanah asli.Lebar dasar saluran disesuaikan
dengan besarnya debit yang diperkirakan akan mengalir pada
saluran tersebut, minimum sebesar 30 cm.Landai dasar saluran
biasanya dibuatkan mengikuti kelandaian dari jalan. Tetapi
pada kelandaian jalan yang cukup besar, dan saluran hanya
terbuat dari tanah asli, kelandaian dasar saluran tidak lagi
mengikuti kelandaian Jalan. Hal ini untuk mencegah
pengkikisan oleh aliran air.Kelandaian dasar saluran dibatasi
sesuai dengan material dasar saluran, Jika terjadi perbedaan
yang cukup besar antara kelandaian dasar saluran dan
kelandaian jalan, maka perlu dibuatkan terasering.Talud untuk
saluran samping yang berbentuk trapesium dan tidak
diperkeras adalah 2H:1V, atau sesuai dengan kemiringan yang
memberikan kestabilan lereng yang aman. Untuk saluran

20
samping yang mempergunakan pasangan batu, talud dapat
dibuat 1:1.

2.7.10 Bagian Pelengkap jalan


Yang dimaksud dengan kereb adalah penonjolan atau
peninggian tepi perkerasan atau bahu jalan, yang terutama
dimaksudkan untuk keperluan-keperluan drainase, mencegah
keluarnya kendaraan dari tepi perkerasan, dan memberikan
ketegasan tepi perkerasanPada umumnya kereb digunakan
pada jalan-Jalan di daerah perkotaan, sedangkan untuk jalan-
jalan antar kota kereb hanya dipergunakan jika jalan tersebut
direncanakan untuk lalu lintas dengan kecepatan tinggi atau
apabila melintasi perkampungan.Berdasarkan fungsi dari kereb,
maka kereb dapat dibedakan atas :

 Kereb peninggi (mountable curb), adalah kereb yang


direncanakan agar dapat didaki kendaraan, biasanya
terdapat di tempat parkir di pinggir jalan/jalur lalu lintas
Untuk kemudahan didaki oleh kendaraan maka kereb harus
mempunyai bentuk permukaan lengkung yang baik.
Tingginya berkisar antara 10-15 cm.

21
 Kereb penghalang (barrier curb), adalah kereb yang
direncanakan untuk menghalangi atau mencegah
kendaraan meninggalkan jalur lalu lintas, terutama di
median, trotoar, pada jalan-jalan tanpa pagar pengaman.
Tingginya berkisar antara 25 - 30 cm.
 Kereb berparit (gutter curb), adalah kereb yang
direncanakan untuk membentuk sistem drainase perkerasan
Jalan. Kereb ini dianjurkan pada jalan yang memerlukan
sistem drainase perkerasan lebih baik. Pada jalan lurus
diletakkan di tepi luar dari perkerasan, sedangkan pada
tikungan diletakkan pada tepi dalam. Tingginya berkisar
antara 10-20 cm.

 Kereb penghalang berparit (barrier gutter curb), adalah


kereb penghalang yang direncanakan untuk membentuk
sistem drainase perkerasan jalan. Tingginya berkisar antara
20 - 30 cm.

2.7.11 Pengaman Tepi.


Pengaman tepi bertujuan untuk memberikan ketegasan
tepi badan jalan. Jika terjadi kecelakaan, dapat mencegah
kendaraan keluar dari badan jalan. Umumnya dipergunakan di
sepanjang jalan yang menyusur jurang, pada tanah timbunan
dengan tikungan yang tajam, pada tepi-tepi jalan dengan
tinggi timbunan lebih besar dari 2,5 meter, dan pada jalan-jalan
dengan kecepatan tinggi.
Pengaman tepi dibedakan atas:

22
 Pengaman besi yang di galvanised (Guard rail)
Pagar pengaman dari besi dipergunakan jika bertujuan
untuk melawan tumbukan (impact) dari kendaraan dan
mengembalikan kendaraan ke arah dalam sehingga
kendaraan tetap bergerak dengan kecepatan yang makin
kecil sepanjang pagar pengaman. Dengan adanya pagar
pengaman diharapkan kendaraan tidak dengan tiba-tiba
berhenti atau berguling ke luar badan jalan.
 Pengaman tepi dari beton (Parapel)Pengaman tepi dari
beton dianjurkan untuk dipergunakan pada jalan dengan
kecepatan rencana 80 - 100 km/Jam.
 Pengaman tepi dari timbunan
Dianjurkan digunakan untuk kecepatan rencana ≤ 80
km/jam.
 Pengaman tepi dari batu kali
Tipe ini terutama dikaitkan dengan keindahan (estetika) dan
pada jalan dengan kecepatagn rencana ≤ 80 km/jam
 Pengaman tepi dari balok kayu
Tipe ini dipergunakan umuk kecepatan rencana ≤. 40
km/jam dan pada daerah parkir.

2.7.12 Lapisan Perkerasan Jalan


Lapisan perkerasan jalan dapat dibedakan atas lapisan
permukaan,lapisan pondasi bawah,dan lapisan tanah dasar.
 Lapisan pondasi atas
 Lapisan pondasi bawah
 Lapisan tanah dasar

23
2.8 Volume Lalu Lintas

2.8.1 SMP (Satuan Mobil Penumpang)

SMP adalah angka satuan kendaraan dalam hal ini kapasitas jalan,dimana mobil
penumpang di tetapkan memiliki satu SMP.Berikut menrupakan table ekivalen
mobil penumpang

No Jenis Kendaraan Datar/Perbukitan Pegunungan


1 Sedan,jeep,station wagon 1 1
2 Pick-up,Bus Kecil,Truck kecil 1.2-2,4 1.9-3.5
3 Bus dan Truck besar 1.2-5 2.2-6

2.8.2 Kecepatan Rencana


Kecepatan rencana adalah kecepatan yang dipilih
untuk keperluan perencanaan di setiap bagian jalan raya
seperti,tikungan,kemiringanjalan,jarak pandang,dan lain
lain.Kecepatan yang dipilih itu adalah kecepatan tertinggi
menerus dimana kendaraan dapat berjalan dengan aman
dan keamanan itu sepenuhnya tergantung dari bentuk
jalan.Faktor faktor yang mempengaruhi kecepatan rencana
yaitu:
 Keadaan Terrain,apakah datar,perbukitan,atau gunung
Keseimbangan antara fungsi jalan dan keadan medan akan
menentukan biaya pembangunan jalan tersebut.Medan
dikatakan datar jika kecepatan kendaraan truck sama atau
mendekati kecepatan kendaraan mobil
penumpang.Medan dikatakan daerah perbukitan apabila
jka kecepatan kendaraan truck berkurang sampai dibawah
kendaraan mobil penumpang,tetapi belum
merangkak,sedangkan medan dikatakan pegunungan jika
kecepatan kecepatan kendaraan truck berkurang banyak
sehinngga truck merangkak melewati jalan tersebut dengan
frekuensi yang sering.Medan datar,perbukitan,dan

24
pegunungan dapat dibedakan dari besarnya data
kemiringan melintang rata rata dari potongan melintang
tegak lurus sumbu jalan.
Spesifikasi standar untuk perancangan geometric jalan luar
kota dari BIPRAN,Bina Marga (Rancangan Akhir)
memberikan ketentuan sebagabi berikut:

Jenis Medan Kemiringan Melintang Rata Rata


Datar 0-9.9%
Perbukitan 10-24.9%
Pegunungan >25%

 Sifat dan tingkat penggunaan daerah


Kecepatan rencana yang diambil akan lebih besar untuk
jalan luar kota dari pada daerah kota.Jalan ragya dengan
volume tinggi dapat direncanakan dengan kecepatan
tinggi,karena penghematan biaya opoerasi kendaraan dan
biaya yang diperlukannya tambahan biaya untuk
pembebasan lahan untuk konstrsi.Tetapi sebaliknya,jalan
raya dengan volume lalu lintas rendah tidak dapat
direncanakan dengan kecepatan rencana rendah kerena
pengemudi memilih kecepatan bukan berdasarkan volume
lalu lintas saja,tetapi juga berdasarkan batasan fisisk.
Tabel kecepata rencana

Kecepatan Rencana,VR,km/h
Fungsi
Datar Bukit Pegunungan
Arteri 70-120 60-80 40-70
Kolektor 60-90 50-60 30-50
Lokal 40-70 30-50 20-30

2.8.3 Volume lalu lintas rencana


Volume lalu lintas menunjukkan jumlah kendadraan yang
,elintas di satu titik pengamatan dalam satu satuan waktu
(Hari,Jam,Menit).Volume lalu lintas yang tinggi membutuhkan
lebar perkerasan jalan yang lebih besar,sehingga tercipta
keamanan dan kenyamanan.Seballiknya,jalan yang terlalu

25
lebar untuk volume lalu lintas rendah cenderung
membahayakan,karena pengemudi cendrung mengendalikan
kendaraannya dengan kecepatan yang lebih tinggi sedangkat
kondisi jalan yang belum tentu memungkinkan.
Satuan volume lalu lintas yang umum dipergunakan
sehubungan dengan penentuan jumlah dan lebar jalur adalah:
I. Volume lalu lintas harian rata rata
Lalu lintas harian rata rata adalah volume lalu lintas rata
rata dalam satu hari.Dari cara memperoleh data tersebut
dikenal dua jenis lalu lintas harian rata rata,yaitu lalu lintas
harian rata rata tahunan (LHRT) dan lalu lintas harian (LHR).
LHR adalah jumlah lalu lintas kendaraan rata rata yang
melewsati ksatu jalur selama 24 jam dan diproleh data selama
satu tahun penuh
Jumlah Lalu lintas dalam 1 tahun
LHRT =
365

LHRT dinyatakan dalam SMP/hari/2 arah atau


kendaraan/hari/2 arah untuk 2 jalur 2 arah,SMP/hari/1 arah
untuk jalur berlajur banyak dengan median.Untuk dapat
menghitung LHRT harusnya tersedia data jumlah kendaraan
yang terus menerus selama 1 tahun penuh.Mengingat akan
baiaya yang diperlukan dan membandingakan dengan
ketelitian yang dicapai dan tidak semua tempat di Indonesia
mempunyai data volume lalu lintas selama satu tahun,maka
untuk kondisi tersebut dapat digunakan satuan lalu lintas harian
rata rata (LHR)
LHR adalah hasil bagi umlah kendaraan yang diproleh
selama pengamatan dan lamanya pengamatan.

Jumlah Lalu Lintas Selama Pengamatan


LHR=
Lamanya Pengamatan

Data LHR ini cukup teliti jika:

26
o Pengamatan dilakukan pada interval interval waktu yang
cukup mengambarkan fluktuasi arus lalu lintas selama 1 tahun
o Hasil LHR yang dipergunakan adalah harga rata rata dari
perhitungan LHR beberapa kali
II. Volume Jam Perencanaan
Arus lalu lintas bervariasi dari jam ke jam berikutnya dalam
satu hari,maka sangat cocok jika volume lalu lintas dalam 1 jam
dipergunakan untuk perencanaan.Volume dalam 1 jam
dipakai untuk perencanaan dinamakan Volume Jam
Perencanaan (VPJ).
Volume 1 jam yang dapat dipergunakan sebagai VJP
haruslah sedemikian rupa sehingga:
o Volume tersebut tidak boleh sering terdapat pada distribusi arus
lalu lintas setiap jam untuk periode satu tahun.
o Apabila terdapat volume lalu lintas per jam yang melebihi
volume jam perencanaan,maka kelebihan tersebut tidak boleh
memiliki nilai yang terlalu besar.
o Volume tersebut tidak boleh memiliki nilai yang sangat
besar,sehingga akan mengakibatkan jalan akan semakin
lenggang dan biayanya pun mahal.

k
VJP=Vlhr x
f
Tabel penentuan vaktor K dan Faktor F beradasarkan Vlhr

Vlhr Faktor k (%) Faktor F(%)


>50000 4₋6 0.9-1
30000-50000 6₋8 0.8-1
10000-30000 6₋8 0.8-1
5000-10000 8₋10 0.8-0.8
1000-5000 10₋12 0.8-0.8
<1000 12₋16 <0.6

(Sumber:TPGJAK,1997)

III. Tingkat pelayanan (Level of service)


Adalah tolok ukur yang digunakan untuk menyatakan
kualitas pelayanan suatu jalan.Tingkat pelayanan,dipenagaruhi

27
oleh bebrapa faktor,yaitu kecepatan perjalanan dan
perbandingan antara volume dengan kapasitas (V/C).
Kecepatan perjalanan merupakan indicator dari
pelayanan jalan,makin cepat berarti pelayanan baik atau
sebaliknya.Faktor ini dipengaruhi oleh keadaan umum fisik
jalan.Highway capacity Manual,membagi tingkat pelayanan
jalan atas 6 keadaan yaitu:

a) Tingkat pelayanan A,dengan cirri cirri


o Arus lalu lintas bebas tanpa hambatan
o Volume dan kepadatan lalu lintas
o Kecepatan kendaraan merupakan pilihan pegemudi
b) Tingkat pelayanan B,dengan cirri ciri
o Arus lalu lintas stabil
o Kecepatan mulai dipengaruhi oleh keadaan lalu
lintas,tetapi dapat dipilih sesuai dengan kehendak
pengemudi
c) Tingkat pelayanan C,dengan ciri cirri
o Arus lalu intas masih stabil
o Kecepatan perjalanan dan kebebasan pergerkan sudah
dipengaruhi oleh besarnya volume lalu lintas sehingga
pengemudi tidak dapat lagi memiliih kecepatan yang
diinginkan
d) Tingkat pelayanan D,dengan cirri ciri
o Arus lalu lintas mulai stabil
o Perubahan volume lalu lintas sangat mempengaruhi
besarnya kecepatan perjalanan
e) Tingkat pelayanan E,dengan cirri cirri
o Arus lalu lintas sudak tidak stabil
o Volume kira kira sudah sama dengan kapasitas
o Sering terjadi kemacetan
f) Tingkat pelayanan F,dengan cirri ciri
o Arus lalu lintas tertahan pada kecepatan rendah
o Sering terjadi kemacetan
o Arus lalu lintas rendah

28
2.9 Jarak Pandang

Keamanan dan kenyamanan pengemudi kendaraan


untuk dapat melihat dengan jelas dan menyadari siuasinya
pada saat mengemudi,sangat tergantung pada jarak yang
dapat dilihat dari tempat kedudukannya.Panjang jalan di
depan kendaraan yang masih dapat dilihat dengan jelas dan
diukur dari titik kedudukannya.Panjang jalan didepan
kendaraan yang masih dapat dilihat dengan jelas diukur dari
titik kedudukan pengemudi,disebut jarak pandang.
Jarak pandang berguna untuk:
o Menghindarkan terjadinya tabrakan yang dapat
membahayakan kendaraan dan manusia akibat adanya
benda yang berukuran cukup besar,kendaraan yang sedang
berhenti,pejalan kaki,atau hewan hewan pada lajur jalannya.
o Memberi kemungkinan untuk mendahului kendaraan lain yang
bergerak dengan kecepatan yang lebih rendah dengan
mempergunakan lajur disebelahnya.
o Menambah efisiensi jalan tersebut,sehingga volume pelayanan
dapat dicapai semaksimal mungkin.
o Sebagai pendoman bagi pengatur lalu lintas dengan
menempatkan rambu lalu lintas yang diperlukan pada segmen
jalan.

2.9.1 Jarak Pandang Hentih (Jh)


Jarak padangan henti minimum merupakan jarak yang
ditempuh pengemudi selama menyadari adanya rintangan
sampai menginjak rem,ditambah jarak untuk mengerem.Waktu
yang diperlukan pengemudi dari saat dia menyadari adanya
rintangan sampai dia menyadari adanya rintangan sampai dia
mengabil keputusan disebut waktu PIEV.Jadi waktu PIEV adalah
waktu yang dibutuhkan untuk prosees deteksi,pengenalan dan
pengambilan keputusan.Besarnya waktu ini dipengaruhi
kokndisi jalan,mental pengemudi,kebiasaan,keadaan
cuaca,penerangan,dan kondisi fisik pengemudi.Untuk

29
perencanaan AASHTO ’90 mengambil waktu PIEV sebesar 1,5
detik.
Setelah pengemudi mengambil keputusan untuk
menginjak rem,maka pengemudi membutuhkan waktu sampai
dia menginjak pedal rem.Rata rata pengemudi membutuhkan
waktu 0,5 detik,perencanaan diambil waktu 1 detik,sehingga
total waktu yang diperlukan dari saat dia melihat rintangan
sampai menginjak pedal rem,disebut sebagai waktu reaksi
adalah 2,5 detik.
d1 = Kecepatan x waktu
d1= v X t
Jika:
d1 = Jarak dari saat melihat rintangan sampai menginjak pedal
rem,m
v= Kecepatan,km/jam
t = Waktu reaksi 2.5 detik
Maka:
Di = 0.278 v.t
Secara umum,jarak pandang henti minimum untuk truck dapat
diambil sama dengan jarak pandang henti minimum untuk
mobil penumpang,karena:
1. Tinggi mata pengemudi truk lebih tinggi dari pada tinggi
mata pengemudi mobil penumpang,karena tempat
duduk yang lebih tinggi.Tinggi mata pengemudi truk
biasanya diambil 1.8 m diukur dardi permukaan
perkerasan.
2. Kecepatan truk lebih lambat ketimbang mobil
penumpang.
Akan tetapi,terdapat keadaan keadaan yang tidak
dapat diabaikan yaitu pada penurunan yang sangat
panjang,karena:
o Tinggi mata pengemudi truk tidak akan berarti
lagi.
o Kecepatan truk hampir sama dengan kecpatan
mobil penumpang.

30
Dalam keadaan seperti ini maka jarak pandang henti
minimum sebaiknya diambil lebih panjang dari pada
keadaan normal.

2.9.2 Jarak pandang mendahului


Pada umumnya untuk jalan 2 jalur 2 arah kendaraan
denga kecepatan tinggi sering mendahului kendaraan yang
lain denga kecepatan yang lebih rendah sehingga pengemudi
dapat mempertahankan kecepatannya sesuai dengan apa
yang diinginkannya.Gerakan menyiap dilakukan dengan
mengambil lajur jalan yang diperuntukan untuk kendaraan dari
arah yang berlawanan.Jarak yang dibutuhkan pengemudi
sedhikngga dapat melakukan gerakan menyiap dengan aman
dan dcapat melihat kendaraan dari arah depan dengan
bebas dinamakan jarak pandcang menyiap.
Jarak pandang menyiap standar dihitung berdasarkan
panjang jalan yang diperlukan untuk dapat melakukan
gerakan menyiap suatu kendaraan dengan sempurna dan
aman berdasarkan asumsi yang diambil.Apabiladalam suatu
kesempatan dapat menyiap 2 kendaraan sekaligus,tidaklah
merupakan dasar dari perencanaansuatu jarak pandangan
menyiap total.
Jarak pandang menyiap standar pada jalan 2 jalur 2 arah
dihitung berdasarkan beberapa asumsi terhadap sifat arus lalu
lintas yaitu:
o Kendaraan yang akan disiap harus mempunyai
kecepatan
o Sebelum melakukan gerakan
menyiap,kendaraan harus mengurangi
kecepatannya dan harus mnegikuti kendaraan
yang akan disiap dengan kecepatan yang sama
o Apabila kendaraan telah berada pada jalur
untuk menyiap,maka pengemudi harus
mempunyai waktu untuk menentukan pakah
gerakan meyiap dapat diteruskan atau tidak.

31
o Kecepatan kendaraan yang menyiap
mempunyai perbedaan sekitar 15 km/jam
dengan kendaraan yang disiap pada waktu
melakukan gerakan menyiap.
o Pada saat kendaraan yang menyiap telah
berada kembali pada lajur jalannya,maka harus
tersedia cukup jarak dengan kendaraan yang
bergerak dari arah yang berlawan
o Tinggi mata pengemudi diukur dari permukaan
perkerasan menurut AASHTO ’90 = 1.06 m(3.5 ft)
dan tinggi objek yaitu kendaraan yang akan
disiap adalah 1.25 m (4.25 ft) sedcangkan bina
marga (urban) mengambil tinggi mata
pengemudi sama denga tinggi objek yaitu 1.00
m.
o Kendaraan yang bergerak dari arah yang
berlawan mempunyai kecepatan yang sama
denga kendaraan yang menyiap.

Jarak pandang menyiap standar adalah:

d1 = d1 +d2+d3+d4

32
Dimana:

d1 = Jarak yang ditempuh selama waktu reaksi oleh


kendaraan yang hendak menyiap dan
membawa kendaraanya yang membelok ke lajur
kanan
d2 = Jarak yang ditempuh kendaraan yang menyiap
selama berada pada jalur sebelah kanan
d3 = Jarak beba yang harus selalu ada antara
kendaraan yang menyiap dengan kendaraan
yang berlawanan arah setelah gerak menyiap
dilakukan
d4 = Jarak yang ditemouh oleh kendaraan yang
berlawanan selama 2/3 dari waktu yang
diperlukan oleh kendaraan yang menyiap
berada pada lajur sebelah kanan atau sama

2/3 x d2

at1
d1=0.278 t1(v-m+ )
2

d1 = Jarak yang ditempuh selama waktu reaksi oleh


kendaraan yang hendak menyiap dan
membawa kendaraanya yang membelok ke lajur
kanan
T1 = Waktu reaksi,yang besarnya tergantung dari
kecepatan yang dapat ditentukan dengan
korelasi t1 = 2,12 + 0,026 V
M = Perbedaan kecepatan antara kendaraan yang
menyiap dan yang disiap = 15 km/jam
V = Kecepatan rata rata kendaraan yang
menyiap,dalam perhitungan dapat dianggap

33
sama dengan kecepatan rencana,km/jam
a = Percepatan rata rata yang besarnya tergantung
dari kecepatan rata rata yang menyiap yang
dapat ditentukan menggunakan korelasi a =
2,052 + 0,0036 V

d2 = 0.278 v.t2

Dimana:

d2 = Jarak yang ditempuh kendaraan yang menyiap


selama berada pada jalur sebelah kanan
t2 = Waktu yang dimana kendaraan yang menyiap
berada pada lajur kanan yang dapat ditentukan
dengan mempergunkaan korelasi t2 = 6,56 +
0,048 v
d3 = t2 = 6,56 + 0,048 v
d4 = 2/3 d2

Di dalam perencanaaan sering kali kondisi jarak pandangan


menyiap standar ini terbatasi oleh kekurangan biaya,sehingga jarak
pandanga menyiap yang dipergunakan dapat mempergunakan
jarak pandangan menyiap minimum (dmin)

2
dmin = d2 + d3 + d4
3

Tabel jarak pandang menyiap

v Jarak pandangan Jarak pandangan Jarak pandangan Jarak pandangan


Rencana menyiap menyiap minimum menyiap
km/jam Standar perhitungan m standar desain (Perhitungan) m minimum desain (m)
30 146 150 109 100
40 207 200 151 150
50 274 275 196 200
60 353 350 250 250
70 437 450 307 300

34
80 527 550 368 400
100 720 750 496 500
120 937 950 638 650

2.10.1 Frekuensi pengadaan jarak pandangan menyiap


Frekuensi pengadaan jarak pandangan menyiap pada
seluruh panjang jalan akan sangat mempengaruhi volume
pelayanan dari jalan tersebut.Keadaan topografi dan
kecepatan rencana mempengaruhi pengadaan jarak
pandangan menyiap.Sedorang perencana akhirnya haruslah
membandingkan efisiensi dari pemenuhan jarak pandangan
menyiap dan pembangunan jalan yang disesuaikan denga
fungsi jalan.Bina marga (lura kota) menyarankamn sekurag
kurangnya 10 % panjang seluruh jalan harus memiliki jarak
pandang menyiap.

2.10.2 Jarak pandanga pada malam hari


Pandangan pada malam hari dibataskan oleh
kemampuan penyinaran dan ketinggian letak lampu
besar,serta hal hal lain seperti sifat pemantulan dari benda.Jadi
keadaan yang menentukan pada malam hari adalah jarak
pandangan henti,sedangkan jarak pandangan
menyiap,dimana bahaya yang ditimbulkan oleh kendaraan
dari arah lawan tidak lagi menentukan,karena sorotan lampu
kendaraan yang datang.Dengan demikian faktor yang paling
menentukan pada malam hari adalah faktor lampu
besar.Penurunan kemampuan untuk melihat pada malam hari
terutgama adaclah akibat kesilauan lampu besar kendaraan
dari berlawanan arah

35
2.10 Alinyemen Jalan

2.10.1 Alinyemen Horizontal


Alinyemen horizontal adalah proyeksi sumbu jalan pada
bidang horizontal.Alinyemen horizontal dikenal juga sebagai
nama “situasi jalan”.
Horizontal alinyemen diirencanakan dengan
mempertimbangkan hal hal sebagai berikut:
o Memenuhi semua ketentuan / standar
perencanaan yang ada yaitu peraturan
perencanaa geometric jalan raya,no
13/1970,direktorant jendral bina marga.
o Kondisi lapangan yang ada berdasarkan peta
topografi skala 1:100.
o Menghindari sedapat mungkin perkerjaan tanah
(Galian dan timbunan) sejauh masih memenuhi
ketentuan yang ada.
Fakor faktor penentu
Fakor faktor penentu yang berpengaruh pada perencanaan
alinyemen horizontal :
a) Kecepatan Rencana (v)
b) Jari jari tikungan (R)
c) Kemiringan muka perkerasan (e)
d) Koefesiensi gesek antar ban denga muka
perkerasan (f)
Dalam hal ini untuk menentukan bentuk bentuk tikungan
terdapat hal hal tertentu yang perlu diperhatikan,yaitu:
1. Jari jari lengkung minimum
Untuk setiap kecepatan rencana,jari jari minimum ini
berbeda.Rumus yang dipergunakan yaitu:

v2
R min =
127 (emaks+fm)

Dimana:
R = Jari Jari lengkung minimum

36
V = Kecepatan rencana (km/jam)
E = Kemiringan tikungan (%)
F = Koefesien Gesek melintang
m

2. Lengkung peralihan
Panjang lengkung perallihan (spiral) diperhitungkang
dengan mempertimbangkan bahwa perubahan gaya
sentrfifugal dari nol (pada bagian lurus) dengan rumus:
1
Ls=(e+en ) .b.m
2
Dimana:
e = Miring tikungan normal
e = Miring tikungan maksimum
n
b = Lebar Jalan
m = 1/Landai relative

Pada bagian circle jangan sampai menyebabkan persaan yang tidak enak
pada pengemudi atau penumpang kendaraan.Untuk itu dikenal rumus yang
disebut modifit star formula,sebagai berikut:

v3 v.e
Ls=0.022. -2.727.
R.c c
Dengan:
v : Kecepatan Rencana (km/jam)
R : Radius circle (m)
C : Perubahan Percepatan (m/dt)

Pada perencanaan alinemen horizontal,umumnya akan ditemui dua


jenis bagian jalan,yaitu bagian lurus dan bagian lengkung atau umumnya
disebut tingkungan yang terdiri dari 3 jenis tikungan yang digunakan,yaitu:
o Lingkaran (Full circle =FC)
o Spiral-Lingkaran-Spiral(Spiral-Circle-Spiral=S-C-S)
o Spiral-Spiral (S-S)

37
3. Bagian Lurus
Panjang maksimum bagian lurus,harus dapat ditempuh dalam
waktu ≤ 2.5 menit (sesuai VR),dengan pertimbangan keselamata
pengemudi akibat dari kelelahan.

Tabel Panjang Bagian Lurus Maksimum dari TPGJAK

Panjang bagian lurus


Fungsi maksimum
Datar Bukit Gunung
Arteri 3000 2500 2000
Kolektor 2000 1750 1500

4. Tikungan
a) Jari Jari Minimum
Kendaraan Pada saat melalui tikungan dengan kecepatan
(v) akan menerima gaya sentrfifugal yang menyebabkan gaya
yang tidak stabil.Untuk mnegimbangi gaya gaya sentrfugal
tersebut,perlu dibaut suatu kemiringan melintang jalan pada
tikungan yang disebut superelevasi (e).
Pada saat kedaraan melalui daerah superelevasi,akan
terjadi gesekan melintang jalan antara ban kendaraan dengan
permukaan aspal yang menimbulkan gaya gesek
melintang.Perbandingan gaya gesek melintang denga gaya
normal disebut koefesien gesek melintang (f).
Rumus Umum lengkung horizontal adalah:

v2
R=
127 (e+f)

25 o
D= x 360
2πR

38
Dimana :
R : Jari Jari Lengkung (m)
D : Derajad Kelengkungan (º)

Untuk menhindari terjadinya kecelakaan,maka untuk kecepatan


tertentu dapat dihitung jari jari minimum superelevasi maksimum
dan koefesien gesekan maksimum

v2
R min
127(e maks +fm

181913.53(emax +fm )
D=
v2

Dimana
Rmin :Jari jari tikungan minimum,(m)
VR :Kecepatan kendaraan rencana,(km/jam)
emax :Super elevasi makksimum,(%)
Fm :Koefesien gesek mellintang maksimum
D :Derajad lengkung
Dmak :Derajad maksimum
Tabel panjang jari jari minimum untuk e max= 10%

VR
120 100 90 80 60 50 40 30 20
(KM/JAM)
Rmin (m) 600 370 280 210 115 80 50 30 15

39
b) Lengkung Peralihan
Lengkung peralihan dibuat untuk menghindari terjadinya
perubahan alinemen yang tiba tiba dari bentuk lurus ke bentuk
lingkaran (R = tak hingga sampai R =Rc),jadi lengkung peralihan
diletakan diantara bagian lurus dan bagian lingkaran
(circle),yaitu pada sebelum dan sesudah tikungan berbentuk
spiral (Clothoid) banyak juga digunakan oleh bina marga.
Dengan adanya lengkung peralihan,maka tikungan
menggunakan jenis S-C-S.Panjang lengkung peralihan
(Ls),menurut tata perencanaan geometric jalan antar
kota,1997,diambil nnilai terbesar dari tiga persamaan dibawah
ini:
o Berdasarkan waktu tempuh maksimum (3
detik),untuk melintasi lengkung peralihan,maka

panjang lengkung:

vR
Ls T
3.6
o Berdasarkan antisipasi gaya sentrifugal,digunakan
rumus modifikasi short sebagai berikut:

vr3 v.Re
Ls=0.022 -2.727
RcC C

o Berdasarkan tingkat tingkat pencapaian


perubahan kelandaian:
(em -en )
Ls= vR
3.6re

Dimana:
T :Waktu tempuh = 3 detik
Rc :Jari jari busur lingkaran
C :Perubahan kecepatan,0.31-1.0 disarankan0.4

m/〖det〗^3

Re :Tingkat pencapaian perubahan kelandaiakn melintang


jalan,sebagai berikut:
Untuk VR ≤ 70 km/jam maka re mak = 0.035 m/m/det

40
Untuk VR ≥ 80 km/jam maka re mak = 0.025 m/mdet
e :Super elevasi
em :Super elevasi maksimum
en :Superelevasi normal
c :Pelebaran tikungan
Pelebaran perkerasan atau jalur lalu lintas ditikungan dilakkukan
untuk mempertahankan kendadraan tetap pada llintasannya
(lajurnya) sebagaimana pada bagian lurus.Hal ini terjadi karena
pada kecepatan tertentu kendraan pada tikungan cenderung
untuk keluar lajur akibat posisi roda depan dan roda belakang
yang tidak sama,yang tergantung pada ukuran
kendaraan.Penentuan lebar pelebaran jalur lalu lintas ditikungan
ditinjau dari elemen elemen:keluar lajur (off tracking) dan
kesukaran dalam mengemudi di tikungan.

2.10.2 Menentukan Bentuk Tikungan

Berdasarkan jari-jari tikungan, maka tikungan atau disebut


juga lengkung horizontal dapat dibagi dalam 3 (tiga)bentukyaitu:
1. Bentuk tikungan Full circle (fc)

Bentuk tikungan full circle disebut juga bentuk busur lingkaran


sederhana.Bentuk ini dipergunakan hanya pada lengkung yang
mempunyai radius besar dan besar sudut tangent yang kecil. Adapun
lengkung tikungan full circle seperti gambar 2.17 dibawah ini.
DiIndonesia penggunaan bentuk full circle mempunyai batasan
batasan tertentu pada table dibawah ini.
VR
120 100 80 60 50 40 30 20
(km/jam)
Rmin (m) 2500 1500 900 500 350 250 130 60
Sumber: Tata cara Pelaksanaan geometrik Jalan Raya antar kota Ditjen

41
Bina Marga 1997

Rumus Rumus yang digunakan yaitu:


1
Tc=Rtan ⧍
2
R
Ec= -R
1
COS ⧍
2
Lc=0.01745.⧍’.R
Karena lengkung hanya berbentuk busur lingkaran saja,maka
pencapaian superelevasi dilakukan sebagian pada jalan lurus dan
sebagian lagi pada bagian lengkung.Karena bagian lengkkung
peralihan itu sendiri tidak ada,maka panjang daerah pencapaian
kemiringan disefbut sebagai panjang peralihan fiktif (Ls).Bina marga
menetapkan ¾ Ls dibagian lurus (Kiri TC atau kanan CT) dan ¼ Ls
ditempatkan dibagian lengkung (kanan TC atau kiri CT),selanjutnya
dengan mengambil en berdasarkan daftar PPGJR,diagram superelevasi

dapat digambar sebagai berikut:

2. Bentuk tikungan Spiral –Circle – Spiral (s-c-s)

42
Ketika kendraan memasuki atau meninggalkan lengkungan
horizontal melingkar, maka penambahan atau pengurangan gaya
sentrifugal tidak dapat tercapai langsung karena faktor keselamatan
dan kenyamanan.Dalam hal ini menyisipkan lengkungan transisi
antara tangent dan lengkungan melingkar memerlukan pertimbangan
(Jotin Khisty,2003).Lengkungan transisi yang dirancang dengan baik
mempunyai keuntungan antara lain:
o Sebuah rute alamiah dan mudah diikuti oleh pengemudi
sehingga gaya sentrifugal meningkat atau berkurang secara
bertahap seiiring kendaraan memasuki dan meninggalkan
lengkungan melingkar.
o Super elevasi dapat diatur sesuai keinginan dan lebih mudah
o Fleksibilitas dalam pelebaran lengkungan tajam
o Tampilan jalan raya yang lebih baik

Rumus rumus yang digunakan dalam lengkung ini sama yang


digunakan pada rumus lengkung S-C-S,hanya perbedaannya terletak
pada besarnya Lc.Pada lengkung S-S,besarnya Lc adalah nol sehingga
besarnya qc juga nol.Rumus yang digunakan :
1
Ls=(e+en) .b.m
2

v3 v.e
Ls=0.022. -2.727.
R.c c

28.648
∅s .Ls
R

43
⧍’=⧍-2∅s

Lc = 0.01745.⧍’.R
L= 2.Ls + Lc
1
Ts=(R+P)tg2⧍+K
(R+P)
eS= -R
1
COS ⧍
2

Selain ketiga rumus diatas, untuk tujuan praktis Ls dapat


ditetapkan dengan menggunakan tabel dibawah ini:
VR(km/jam) Superelevasi
(%)
2 4 6 8 10

Ls Le Ls Le Ls Le Ls Le Ls Le

20

30

40 10 20 15 25 15 25 25 30 35 40

50 15 25 20 30 20 30 30 40 40 50

60 15 30 20 35 25 40 35 50 50 60

70 20 35 25 40 30 45 40 55 60 70

80 30 55 40 60 45 70 65 90 90 120

90 30 60 40 70 50 80 70 100 100 130

100 35 65 45 80 55 90 80 110 110 145

110 40 75 50 85 60 100 90 120 - -

120 40 80 55 90 70 110 95 135 - -

44
Jari-jari circle yang diambil harus sesuai dengan kecepatan
rencana yang ditentukan serta tidak mengakibatkan adanya kemiringan
tikungan yang melebihi harga maksimum.Kemiringan tikungan maksimum
menurut bina marga dibedakan menjadi 2 (dua) bagian yaitu:
o Untuk jalan antar kota, kemiringan tikungan maksimumnya
10 %
o Untuk jalan kota, kemiringan tikungan maksimumnya8%

Super elevasi
Superelevasi adalah suatu kemiringan melintang ditikungan yang
berfungsi untuk mengimbangi gaya sentrifugal yangditerima kendaraan
pada saat berjalan melalui tikungan (Clarkson H.Oglesby,1999).
Diagram superelevasi adalah suatu diagramyang dimaksudkan
sebagai cara untuk menggambarkan pencapaian kemiringan melintang
penuh(superelevasi). Superelevasi maksimum yang digunakan pada jalan
raya dipengaruhi oleh empat faktor antara lain:kondisi
iklim(yaitu:frekuensi dan jumlah salju dan es),kondisi medan
(misalnya:datar,bukit, atau pegunungan),jenis wilayah (yaitu:pedesaan
atau perkotaan),dan frekuensi kendaraan yang bergerak sangat
lambat(AASHTO2001). Pada diagram superelevasi dapat kita bedakan
antara diagram kemiringan melintang untuk jalan raya tanpa median dan
jalan raya yang ada median.
Pada jalan raya tanpa median,perubahan profil melintang
(superelevasi) dapat dilakukan dengan tiga cara yaitu :
1. Mengambil sumbu jalan sebagai sumbu putar

45
2. Mengambil tepi perkerasan sebelah dalam sebagai
sumbu putar
3. Mengambil tepi perkerasan sebelah luar sebagai
sumbu putar
Dari ketiga cara tersebut yang sering di pakai di Indonesia adalah cara
yang pertama

Pencapaian superelevasi

o Supelevasi dicapai bertahap dari kemiringan melintang normaml


pada bagian jalan yang lurus sampai ke kemiringan penuh
(Superelevasi) pada bagian lengkung
o Pada tikungan S-C-S,pencapaian superelevasi dilakukan secara
linier,diawali dengan bentuk normal sampai awal lengkung
peralihan (TS) yang berbentuk pada bagian lurus jalan,lalu
dilanjutkan sampai superelevasi penuh pada akhir bagian
lengkung peralihan (SC)
o Pada tikungan FC,pencapaian superelevasi dilakukan secara
liner,diawali dari bagian lurus sepanjamng 2/3 Ls sampai dengan
bagian lingkaran penuh sepanjang 1/3 Ls.

46
o Pada tikungan S-S,pencapaian superelevasi seluruhnya dilakukan
pada bagian spiral.
o Superelevasi tidak diperlukan jika radius (R) cukup besar,untuk itu
cukup lereng luar diputar sebesar lereng normal (LP),atau bahkan
tetap lereng normal (LN).
Landai Relatif
Kemiringan melintang atau kelandaian pada penumpang jalan
diantara tepi perkekrasan luar dan sumbu jalan sepanjang lengkung
pemilihan disebut landai relative.Persentase kelandaian ini disesuaikan
dengan kecepatan rencana dan jumlah jalur yang ada.
1 (e+en)B
=
m lS
Dimana:
1/m : Landai relative,(%)
e : Superelevasi,(m/m’)
en : Kemiringan melitang normal,(m/m’)
B :. Lebar lajur,(m)
Tabel landai relative maksimum (untuk 2/2 TB)
Vr 20 30 40 50 60 80
(km/jam)

Kemiringan 1/50 1/75 1/100 1/115 1/125 1/150

Maksimum

4. Bentuk tikungan Spiral-Spiral (s-s)


Tikungan ini terdiri dari 2 jenis kurva,yaitu lingkaran dan
spiral.Guna lengkung spiral ini adalah untuk menjaga agar gaya
sentrifugal yang timbul pada waktu memasuki/meninggalkan tikungan
dapat terjadi secara berangsur angsur,tidak mendadak.Untuk itu dikenal
rumus yang disebut modifit formula dipakai jika Lc<20 meter.
Bentuk tikungan spiral S-S

47
Keterangan
Ls :Panjang lengkung peralihan (Panjang dari titik TS ke Sc
atau CS ke ST)
Lc :Panjang busur lingkaran (Panjang dari titik TS ke SC atau
CS ke ST)
Ts :Panjang targent dari itik PI ke titik TS atau ke titik ST
TS :Titik dari targent ke spiral
SC :Titik spiral ke lingkaran
Es :Jarak dari PI ke luar busur lingkaran
∅s :Sudut lengkung spiral
Rc :Jari jar lingkaran

Langkah perhitungan adalah:


o Dari jari jari kecepatan rencana yang telah diketgahui
dapat dicari epadan Ls berdasarrkan table J.Bournet
dengan cara interpolasi linier
o Dari Ls yang diproleh dibandingkan dengan Ls min dan
rumus SHORT dan rumus rumus berdasarkan landcai
relative.Bila Ls>Ls min maka Ls itu boleh digunakan dalam
hitungan selanjutnya
o Syarat untuk lengkung SCS adalah Lc>Lc min,dimana Lc
min telah ditetapkan Bina Marga sebesar 20
meter.Seandainya Lc<20 mdigunakan lengkkung
SS,selanjutnya dengan mengambil en berdasarkan daftar
PPGJR,diagram superelevasi dapat digambar sebagai
berikut:

48
2.10.3 Alinyemen Vertikal
Alinyemen vertical adalah perpotongan bidang vertical dengan
bidang permukaan perkerasan jalan melelui sumbu jalan untuk jalan 2
jalur 2 arah atau melelui tepi dalam masing masing perkerasan untuk
jalan dengan median.Seringkali disebut juga sebagai penampang
memanjang jalan.
Perencanaan alinyemen vertical dipengaruhi oleh besarnya biaya
pembangunan yang tersedia.Alinyemen vertical yang mengikuti muka
tanah asli akan mengurangi perkerjaan tanah,tetapi mungkin saja akan
mengakibatkan jalan itu terlalu banyak mempunyai tikungan.Tentu saja
hal ini belum tentu sesuai persyaratan yang diberikan sehubungan
dengan fungsi jalannya.Muka jalan sebaiknya diletakkan sedikit diatas
muka tanah asli sehingga memudahkan pembuatan drainase
jalannya,terutama daerah yang datar.Pada daerafh yang sering kali
dilanda banjir sebaiknya penampang yang diletakan di atas elevasi
muka banjir.Di daerah perbukitan atau pegunungan diusahkan
banyaknya perkerjaan penggalian yang seimbang dengan perkerjaan
timbunan,sehingga secara keseluruhan biaya yang dibutuhkan tetap
data dipertanggung jawabkan.Jalan yang terletak di atas lapisan tanah
lunak harus diperhatikan pula akan kemungkinan terjadinya penurunan
dan perbedaan penurunan yang mungkin terjadi.Dengan demikian
penarikan alinyemen vertical sangat dipengaruhi oleh berbagai

49
pertimbangan seperti:
o Kondisi tanah dasar
o Keadaan Medan
o Fungsi jalan
o Muka air banjir
o Muka air tanah
o Kelandaian yang masih memungkinkan
Perlu pula diperhatikan bahwa alinyemen vertical yang
direncanakan itu akan berlaku pada masa yang panjang,sehingga
alinyemen vertical yang dipilih dapat dengan mudah mengikuti
perkembangan lingkungan sekitar.Alinyemen vertical disebut juga
penampang memenjang jalan yang terdiri dari garis garis lurus dan garis
garis lengkung.Garis lurus tersebut dapat datar,mendaki,atau
menurun,biasa disebut berlandai.Landai jalan dinyatakan dalam
persen.
Pada umumnya gambar rencana suatu jalan dibaca dari kiri ke
kanan,maka landai jalan diberi tanda positif untuk pendakian dari kiri ke
kanan,dan landai negative untuk penurunan ke kiri.Pendakian dan
penurunan memberikan efek yang berarti terhadap gerak kendaraan.
a) Kelandaian pada alinemen vertical jalan
 Landai minimum
Berdasarkan kepentingan arus lalu lintas,landai ideal adalah
landai datar(0%).Sebaliknya dari kepentingan drainase jalan,jalan
yang berlandailah yang ideal
Dalam perencanaan disarankan menggunkan
o Landai datar untuk jalan jalan di atas tanah timbunan
yang tidak mempunyai kereb.Lereng melintang jalan
dianggap cukup untuk mengalirkan air di atas badan jalan
dan kemudian di lereng jalan.
o Landai 0.15% dianjurkan untuk jalan jalan di atas tanah
timbunan dengan medan datar dan mempergunakan
kereb.Kelandaian ini cukup membantu mengalirkan air
hujan ke inlet atau saluran pembuang.
o Landai minimum sebesar 0.3-0.5 % dianjurkan
dipergunakan untuk jalan jalan di daerah galian atau jalan
yang memakai kereb.Lereng melintang hanya cukup untuk

50
mengalirkan air hujan yang jatuh diatas badan
jalan,sedangkan landai jalan dibutuhkan untuk membuat
kemiringan dasar saluran samping.
 Landai maksimum
Kelandaian 3 % mulai memberikan pengaruh terhadap gerak
kendaraan mobil penumpang,walaupun tidak serupa
dibandingkan denagn gerakan kendaraan truk yang terbebani
penuh.Pengaruh dari adanya kelandaian ini dapa terlihat dari
berkurangnya kecepatan jalan kendaraan atau mulai
dipergunakan gigi rendah.Kelandaian tertentu masih dapat
diterima jika kelandaian tersebut mengakibatkan kecepatan
jalan tetap lebih besar dari setengah kecepatan rencana.Untuk
membatasi pengaruh perlambatan kendaraan truk terhadap
arus lalu lintas,maka ditetapkan landai maksimum untuk
kecepatan rencana tertentu.Untuk membatasi pengaruh
perlambatan kendaraan truk terhadap arus lalu lintas,maka
ditetapkan landai maksimum untuk kecepatan rencana
tertentu.Bina marga (Luar kota) menetapkan atas kelandaian
maksimum yang dibedakan atas landai maksimu standard an
landai maksimum mutlak.Jika tidak dibatasi oeh kondisi
keuangan,maka seballiknya dipergunakan kelandaian
standar.AASHTO membatasi kelandaian maksimum
berdasarkan keadaan medan apakah datar,perbukitan
ataukah pegunungan.
b) Panjang kritis suatu kelandaian
Landai maksimum saja tidak cukup merupakan faktor penentu
dalam perencanaan alinemen vertical,karena jarak yang pendek
memberikan faktor pengaruh yang berbeda dibandingkan
dengan jarak yang panjang pada kelandaian yang
sama.Kelandaian besar akan mengakibatkan penurunan
kecepatan truk yang cukup berarti bila kelandaian tersebut dibuat
pada panjang jalan yang cukup panjang,tetapi kurang berarti jika
panjang jalan dengan kelandaian tersebut hanya pendek saja.
Tabel kelandaian maksimum jalan
Batas kristis umumnya diambil jika kecepatan truk berkurang
mencapai 30-75 % kecepatan rencana,atau kendaraan terpaksa

51
menggunakan gigi rendah.Pengurangan kecepatan truk
dipengaruhi oleh besarnya kecepatan rencana dan
kelandaian.Kelandaian pada kecepatan rencana yang tinggi
akan mengurangi kecepatan truk sehingga berkisar antara 30-50%
kecepatan rencana selama 1 menit perjalanan.Tetapi pada
kecepatan rencana yang rendah,kelandaian tidak begitu
mengurangi kecepaan truk.Kecepatan truk selama 1 menit
perjalanan pada kelandaian ± 10 %,dapat mencapai 75 %
kecepatan rencana.

Kecepatan Rencana (km/jam)


80 60 50 40 30 20
500 500 500 420 340 250
5% 6% 7% 8% 9% 10%
m m m m m m
500 500 420 3240 250 250
6% 7% 8% 9% 10% 11%
m m m m m m
500 420 320 250 250 250
7% 8% 9% 10% 11% 12%
m m m m m m
420 340 250 250 250 250
8% 9% 10% 11% 12% 13%
m m m m m m

Tabel diatas memberikan panjang kritis yang disarankan


oleh Bina Marga (Luar kota),yang merupakan kira kira panjang 1
menit perjalanan,dan truk yang bergerak dengan beban
penuh.Kecepatan truk pada saat panjang kritis adalah sebesar 15-
20 km/jam.
Tabel panjang kritis untuk kelandaian yang melebihi kelandaian
maksimum standar.

52
c) Lajur pendakian
Pada jalan jalan yang berlandai dan volume yang
tinggi,seringkali kendaraan kendaraan yang berat yang bergerak
dengan kecepatan dibawah kecepatan rencana menjadi
penghalang bagi kendaraan lain yang bergerak dengan
kecepatan sedkitar kecepatan rencana.Untuk menghindari hal
tersebut perlulah dibuatkan lajur pendakian.Lajur pendakian
adalah lajur yang disediakan khusus untuk truk yang bermuatan
berat atau kendaraa lain yang berjalan dengan kecepata yang
lebih rendah,sehingga kendaraan lain dapat mendahului
kendaraan yang lebih lambat tanpa mempergunakan lajur lawan.

Lajur pendakian

c) Lengkung vertical
Pergantian dari suatu kelandaian ke kelandaian yang lain
dilakukan dengan mempergunakan lengkung vertical.Lengkung
vertical tersebut direncanakan sedemikan rupa agar memenuhi
keamanan,kenyamanan,dan drainase.Jenis lengkung dilihat dari
letak titik perpotongan kedua bagian lurus (tangen),adalah:
o Lengkung vertical cengkung adalh lengkung yang
dimana titik perpotongan antara kedua tangent
berada dibawah permukaan jalan.
o Lengkung vertical cembung adalah lengkung
dimana titik perpotongan antara kedua tagen
berada diatas permukaan jalan yang bersangkutan.

53
Jenis lengkung vertical dari titik perpotongan kedua tangent
Lengkung vertical tipe a,b,dan c dinamakan lengkung vertical
cekung,sedangkan lengkung vertical tipe d,e dan f dinamakan
lengkung vertical cembung.
d) Persamaan lengkung vertical
Bentuk vertical yang umum dipergunkan adalah berbentuk
lengkung parabola sederhana.

Lengkung vertical parabola


Titik A,titik peralihan dari bagian tangen ke bagian lengkung
vertical.Biasa diberi simpul PLV (peralihan lengkung vertical).Titik
B,titik peralihan dari bagian lengkung vertical ke bagian tangent
(peralihan tangent vertical =PTV).Titik perpotongan kedua bagian
tangen diberi nama PPV (pusat perpotongan vertical).Letak titik
titik pada lengkung vertical dinyatakan dengan ordinat Y dan X
terhadap sumbu koordinat melalui titik A.
Pada penurunan rumus lengkung vertical terdapat beberapa
asumsi yang dilakukan yaitu:
o Panjang lengkung vertical sama dengan panjang proyeksi
lengkung pada bidang horizontal = L
𝑑2 𝑑
o Perubahan garis singgung tetap ( = 𝑑)
𝑑𝑑2

54
Besarnya kelandaian bagian tangent dinyatakan dengan g1 dan
g2.% Kelandaian diberi tanda positif jika pendakian,dan diberi
tanda negative jika penurunan,yang ditinjau dari kiri.
A = g1-g2 (Perlebaran aljabar landai)

Ev = pergeseran vertical dari titik PPv ke bagian lengkung .

A 2
y= x
200 L
AL
Ev=
800
o Lengkung vertical cembung
Pada lengkung vertical cembung,pembatasan
berdasarkan jarak pandangan dapat dibedakan atas 2
keadaan yaitu:
1. Jarak pandangan berada seluruhnya dalam daerah
lengkung (S<L).
Jarak pandangan pada lengkung vertical cembung
(S<L)
𝑑𝑑2
𝑑= dapat pula dinyatakan dengan y = k𝑑2 dimana :
200

A
k=
200 L
2
AS
L= 2
100(√2H1 +√2H2 )
Jika dalamperencanaan digunakan jarak pandangan
henti menurut Bina Marga,dimanaℎ1 = 0,10 𝑑 dan
ℎ2=1,20 𝑑 maka:
2
AS
L= 2
100(√2H1 +√2H2 )
2
AS 2
L= = CAS
399
Jika dalam perancanaan digunakan jarak pandang
mneyiap menurut Bina Marga,dimanaℎ1 = 1.20 𝑑 dan
ℎ2 = 1.20 𝑑
maka:

55
2
AS
L= 2
100(√2.40+√2.40)
2
AS 2
L= = CAS
960

C = Konstanta garis pandangan untuk lengkung


vertical cembung dimamna S<L.Tabel nilai C untuk
beberapa h1 dan h2 berdasarkan AASHTO dan Bina
Marga.
AASHTO'90 Bina Marga
JPH JPM JPH JPM
Tinggi mata pengemudi
1.07 1.07 1.2 1.2
(h1) (m)
Tinggi objek (h2) (m) 0.15 1.3 0.1 1.2
Konstanta © 404 946 399 960
(Sumber : Dasar Dasar Perencanaan Geometrik jalan,1999)

Keterangan:
JPH : Jarak pandangan henti
JPM : Jarak pandangan menyiap

2. Jarak pandangan berada di luar dan di dalam daerah lengkung


(S<L)

1 100 H1 100 h2
S= L+ +
2 g1 g2

200 H1 200 h2
L=2S+ - g
g1 2

Panjang lengkung minimum jika Dl/DG = 0,maka


diproleh :


g2=g1√ℎ2
1

200(√ℎ1 +√ℎ2 )2
L=2S- 𝑑

56
Jika diperencanaan digunakan jarak pandangan henti
menurut Bina Marga,dimana h1 = 0.10 m dan h2 = 1.2
m,maka:
200(√0.10+√1.20)2
L=2S- 𝑑

960 𝑑1
𝑑 = 2𝑑 − = 2𝑑 −
𝑑 𝑑
Jika dalam perencanaan jarak pandangan menyiap
menurut Bina Marga,dimana h1 = 1.20 m,dan h2 = 1.2
m,maka:
200(√1.20+√1.20)2
L=2S- 𝑑

960 C1
L=2S- =2S-
A A
C1= Konnstanta garis pandangan untuk lengung
vertikakl cembung dimana S>L.Tabel nilai C untuk
beberapa h1 dan h2 berdasarkan AASHTO dan Bina
Marga.

AASHTO'90 Bina Marga


JPH JPM JPH JPM
Tinggi mata pengemudi
1.07 1.07 1.2 1.2
(h1) (m)
Tinggi objek (h2) (m) 0.15 1.3 0.1 1.2
Konstanta © 404 946 399 960

o Panjang legkung vertical cembung berasarkan kebutuhan


akan drainase lengkung vertical cembung yang panjang
dan relative datar dapat menyebabkan kesulitan dalam
masalah drainase jika di sepanjang jalan dipasang
kereb.Air disamping jalan tidak mengalir lacar.Untuk
menghindari hal tersebut diatas panjang lengkung vertical
biasanya dibatasi tidak melebihi 50 A.Persyaratan
panjang lengkung vertical cembung sehubungan dengan
drainase:
L=50 A
o Panjang lengkung vertical cembung berdasarkan

57
kenyamanan perjalanan.Panjang lengkung vertical
cembung juga harus baik dilihat secara visual.Jika
perbedaan aljabar landai kecil,maka panjang lengkung
vertical yang dibutuhkan pendek,sehingga alinyemen
vertical tampak melengkung.Oleh karena itu dsyaratkan
panjang lengkung yang diambil untuk perencanaan tidak
kurang 3 detik perencanaan.
o Lengkung vertical cekung
Disamping bentuk lengkung yang berbentuk parabola
sederhana,panjang lengkung vertical cekung juga harus
ditentukan dengan memperhatikan:
 Jarak penyinaran lampu kendaraan
 Jarak pandang bebas dibawah bangunan
 Persyaratan drainase
 Kenyamanan pengemudi
 keluwesan bentuk
o Jarak penyinaran lampu kendaraan
Jangkauan lampu depan kendaraan pada lengkung
vertical cekung merupakan batas jarak pandangan yang
dapat dilihat oleh cekung merupakan batas jarak
pandangan yang dapat dilihat oleh pengemudi pada
malam hari.Didalam perencanaan umumnya tinggi lampu
dengan diambil setinnggi 60 cm,dengan sudut
penyebaran sebesar 1◦.
Letak penyinaran lampu kendaraan dapat dibedakan
atas dua keadaan yaitu:

58
1. Jarak Pandangan akibat penyinaran lampu depan <L

2
AS
L=
120+3.50 S

2. Jarak Pandangan akibat penyinaran lampu


depan >L

120+3.5 S
L=2S-
A
o Jarak pandangan bebas dibawah bangunan pada
lengkung vertical cekung jarak pandangan bebas
pengemudi pada jalan raya yang melintasi bangunan-
bangunan lain seperti jalan lain,jembatan
penyebrangan,viaduct,aquaduct,seringkali dihalangi oleh
bagia bawah bangunan tersebut.Panjang lengkung
vertical cekung minimum diperhitungkan berdasarkan

59
jarak pandangan henti minimum dengan mengambil
tinggi mata pengemudi truk yaitu 1.8 m dan tinggi objek
0.5 m(Tinggi lampu belakang kendaraan ).Ruang bebas
vertical minimum 5 m,disarankan mengambil lebih besar
untuk perencanaan yaitu ±5 m untuk
member,kemungkinan adanya lapisan tambahan
dikemudian hari.

 Jarak Pandang S<L

2
S A
L=
800 m
2
S A
m=
800 L
Jika jarak bebas dari bagian bawah bangunan
atas ke jalan adalah C,maka:
h1 -h2
m=C-
2
2
S A h1 +h2
=C-
800 L 2
2
S A
L=
800 C-400(h1 +h2 )
Jika ℎ1 = 1.8 𝑑, ℎ2 = 0.5 𝑑, 𝑑 =
5.5 𝑑, 𝑑𝑑𝑑𝑑 𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑 ∶

60
2
AS
L=
3480

 Jarak pandangan S>L

o Bentuk visual lengkung vertical cekung


Adanya gaya sentrifugal dan gravitasi pada lengkung
vertical cekung menimbulkan rasa tidak nyaman kepada
pengemudi.Panjang lengkung vertical cekung minimum
yang dapat memenuhi syarat kenyamanan adalah:

AV2
L=
380
Dimana:
V :Kecepatan rencana km/jam
A :Perbedaan aljabar landai
L :Panjang lengkung vertical cekung

o Kenyamanan mengemudi pada lengkung vertical cekung


Adanya gaya sentrifugal dan gravitasi pada lengkkung
vertical cekung,menimbulkan rasa tidak nyaman kepada
pengemudi,yang akan menyebabkan percepatan
sentripetal.Percepatan sentripetal yang bersangkutan
adalah:

AV2
ɑ
1300L
Dimana:

61
a : Percepatan sentripetal (m/det)
V :Kecepatan rencana (km/jam)
A :Perbedaan aljabar landai
L :Panjang lengkung vertical cekung

e) Koordinasi Alinemen
Koordinasi alinemen pada perencanaan teknik
jalan,diperlukan untuk menjamin suatu perencanaan
teknik jalan raya yang baik menghasilkan keamanan serta
rasa nyaman bagi pengemudi kendaraan (selaku
pengguna jalan) yang melalui jalan tersebut.
Maksud koordinasi dalam hal ini yaitu penggabungan
beberapa elemen dalam perencanaan geometric jalan
yang terdiri dari perencanaan : Alinemen
horizontal,alinemen vertical dan potongan melintang
dalam suatu paduan sehingga menghasilkan produk
perencanaan teknik sedemikian yang memenuhi unsure
aman,nyaman,dan ekonomis.
Beberapa ketentuan atau syarat sebagai panduan yang
dcapat digunakan untuk proses koordinasi
Alinemen,sebagai berikut:
1. Alinemen horizontal dan alinemen vertical terletak
pada satu phase,dimana alinemen horizontal sedikit
lembih panjang dari pada alinemen vertical,demikian
pula dengan tikungan horizontal harus satu phase
dengan tanjakan vertical.

Alinemen Horizontal dan vertical pada satu phase

62
1. Tikungan tajam yang terletak diatas lengkung vertical
cembung atau dibawah lengkung vertical cekung
harus dihindarkan,karena hal ini akan menghalangi
pandangan mata pengemudi pada saat memasuki
tikungan pertama dan juga jalan terkesan putus.

Tikunga teletak dibagian atas lengkkung vertical cembung


2. Pada kelandaian jalan lurus dan panjang,sebaiknya
tidak dibuat lengkung vertical cekung,karena
pandangan pengemudi akan terhalang oleh puncak
alinemen vertical,sehingga sulit untuk memperkirakan
alinemen dibalik puncak tersebut.

2.11 Pekerasan Jalan

Jenis dan Fungsi Lapisan Perkerasan


Perkerasan jalan adalah campuran antara agregat dan bahan ikat
yang digunakan untuk melayani beban lalu lintas. Agregat yang dipakai antara
lain adalah batu pecah, batu belah, batu kali dan hasil samping peleburan
baja. Sedangkan bahan ikat yang dipakai antara lain adalah aspal, semen dan
tanah liat.

Berdasarkan bahan pengikatnya, konstruksi perkerasan jalan dapat


dibedakan atas :

a. Konstruksi perkerasan lentur (Flexible Pavement), yaitu perkerasan yang


menggunakan aspal sebagai bahan pengikatnya. Lapisan-lapisan

63
perkerasan bersifat memikul dan menyebarkan beban lalu lintas ke
tanah dasar.
b. Konstruksi perkerasan kaku (Rigit Pavement), yaitu perkerasan yang
menggunakan semen (Portland Cement) sebagai bahan pengikatnya.
Pelat beton dengan atau tanpa tulangan diletakkan diatas tanah dasat
dengan atau tanpa lapis pondasi bawah. Beban lalu lintas sebagian
besar dipikul oleh pelat beton.
c. Konstruksi perkerasan komposit (Composite Pavement), yaitu perkerasan
kaku yang dikombinasikan dengan perkerasan lentur dapat berupa
perkerasan lentur diatas perkerasan kaku atau perkerasan kaku diatas
perkerasan lentur.
Perbedaan utama antara perkerasan kaku dan lentur diberikan pada tabel 2.1
di bawah ini.

Perkerasan lentur Perkerasan kaku


1 Bahan pengikat Aspal Semen
2 Repetisi beban Timbul Rutting (lendutan Timbul retak-retak pada
pada jalur roda) permukaan
3 Penurunan tanah Jalan bergelombang Bersifat sebagai balok
dasar (mengikuti tanah dasar) diatas perletakan
4 Perubahan Modulus kekakuan Modulus kekakuan
temperatur berubah. tidak berubah.
Timbul tegangan dalam Timbul tegangan dalam
yang kecil yang besar
Sumber : Sukirman, S., (1992), Perkerasan Lentur Jalan Raya, Penerbit Nova,
Bandung

Sesuai dengan pembatasan masalah, maka untuk pembahasan selanjutnya


hanya akan dibahas tentang konstruksi perkerasan lentur saja.

Konstruksi Perkerasan Lentur


Konstruksi perkerasan lentur (flexible pavement), adalah perkerasan
yang menggunakan aspal sebagai bahan pengikat dan lapisan-lapisan
perkerasannya bersifat memikul dan menyebarkan beban lalu lintas ke tanah
dasar. Aspal itu sendiri adalah material berwarna hitam atau coklat tua, pada
temperatur ruang berbentuk padat sampai agak padat. Jika aspal dipanaskan
sampai suatu temperatur tertentu, aspal dapat menjadi lunak / cair sehingga
dapat membungkus partikel agregat pada waktu pembuatan aspal beton. Jika
temperatur mulai turun, aspal akan mengeras dan mengikat agregat pada

64
tempatnya (sifat termoplastis). Sifat aspal berubah akibat panas dan umur,
aspal akan menjadi kaku dan rapuh sehingga daya adhesinya terhadap
partikel agregat akan berkurang. Perubahan ini dapat diatasi / dikurangi jika
sifat-sifat aspal dikuasai dan dilakukan langkahlangkah yang baik dalam proses
pelaksanaan.
Konstruksi perkerasan lentur terdiri atas lapisan-lapisan yang
diletakkan diatas tanah dasar yang telah dipadatkan. Lapisan-lapisan tersebut
berfungsi untuk menerima beban lalu lintas dan menyebarkan ke lapisan yang
ada dibawahnya, sehingga beban yang diterima oleh tanah dasar lebih kecil
dari beban yang diterima oleh lapisan permukaan dan lebih kecil dari daya
dukung tanah dasar.
Konstruksi Perkerasan lentur terdiri dari:
Lapisan Permukaan (surface
course)
Lapisan Pondasi Atas (base
course)

Lapisan Pondasi Bawah (sub


base course)

Lapisan Tanah Dasar (subgrade)

Gambar 2.1. Lapisan Konstruksi Perkerasan Lentur

A) Lapisan Permukaan (Surface Course)

Lapis permukaan struktur pekerasan lentur terdiri atas


campuran mineral agregat dan bahan pengikat yang
ditempatkan sebagai lapisan paling atas dan biasanya terletak di
atas lapis pondasi.

Fungsi lapis permukaan antara lain :

• Sebagai bagian perkerasan untuk menahan beban roda.

• Sebagai lapisan tidak tembus air untuk melindungi badan jalan


dari kerusakan akibat cuaca.

• Sebagai lapisan aus (wearing course)

Bahan untuk lapis permukaan umumnya sama dengan


bahan untuk lapis pondasi dengan persyaratan yang lebih tinggi.

65
Penggunaan bahan aspal diperlukan agar lapisan dapat bersifat
kedap air, disamping itu bahan aspal sendiri memberikan bantuan
tegangan tarik, yang berarti mempertinggi daya dukung lapisan
terhadap beban roda. Pemilihan bahan untuk lapis permukaan
perlu mempertimbangkan kegunaan, umur rencana serta
pentahapan konstruksi agar dicapai manfaat sebesar-besarnya
dari biaya yang dikeluarkan.

a. Lapis Pondasi atas


Lapis pondasi adalah bagian dari struktur perkerasan lentur
yang terletak langsung di bawah lapis permukaan. Lapis pondasi
dibangun di atas lapis pondasi bawah atau, jika tidak menggunakan
lapis pondasi bawah, langsung di atas tanah dasar.
 Sebagai bagian konstruksi perkerasan yang menahan beban
roda
 Sebagai Perletakan terhadap lapis permukaan

Bahan-bahan untuk lapis pondasi harus cukup kuat dan awet


sehingga dapat menahan beban-beban roda. Sebelum menentukan
suatu bahan untuk digunakan sebagai bahan pondasi, hendaknya
dilakukan penyelidikan dan pertimbangan sebaik-baiknya
sehubungan dengan persyaratan teknik. Bermacam-macam bahan
alam/setempat (CBR > 50%, PI < 4%) dapat digunakan sebagai bahan
lapis pondasi, antara lain : batu pecah, kerikil pecah yang distabilisasi
dengan semen, aspal, pozzolan, atau kapur.

b. Lapis Pondasi Bawah


Lapis pondasi bawah adalah bagian dari struktur perkerasan
lentur yang terletak antara tanah dasar dan lapis pondasi. Biasanya
terdiri atas lapisan dari material berbutir (granular material) yang
dipadatkan, distabilisasi ataupun tidak, atau lapisan tanah yang
distabilisasi. Fungsi lapis pondasi bawah antara lain :

• Sebagai bagian dari konstruksi perkerasan untuk mendukung

dan menyebar beban roda.

66
• Mencapai efisiensi penggunaan material yang relatif murah

agar lapisanlapisan di atasnya dapat dikurangi ketebalannya

(penghematan biaya konstruksi).

• Mencegah tanah dasar masuk ke dalam lapis pondasi.

• Sebagai lapis pertama agar pelaksanaan konstruksi berjalan


lancar.

Lapis pondasi bawah diperlukan sehubungan dengan terlalu


lemahnya daya dukung tanah dasar terhadap roda-roda alat berat
(terutama pada saat pelaksanaan konstruksi) atau karena kondisi
lapangan yang memaksa harus segera menutup tanah dasar dari
pengaruh cuaca. Bermacam-macam jenis tanah setempat (CBR >
20%, PI < 10%) yang relatif lebih baik dari tanah dasar dapat
digunakan sebagai bahan pondasi bawah. Campuran-campuran
tanah setempat dengan kapur atau semen portland, dalam
beberapa hal sangat dianjurkan agar diperoleh bantuan yang
efektif terhadap kestabilan konstruksi perkerasan.

c. Lapis Tanah Dasar (Subgrade)


Kekuatan dan keawetan konstruksi perkerasan jalan sangat
tergantung pada sifatsifat dan daya dukung tanah dasar. Dalam
pedoman ini diperkenalkan modulus resilien (MR) sebagai parameter
tanah dasar yang digunakan dalam perencanaan Modulus resilien
(MR) tanah dasar juga dapat diperkirakan dari CBR standar dan hasil
atau nilai tes soil index. Korelasi Modulus Resilien dengan nilai CBR
(Heukelom & Klomp) berikut ini dapat digunakan untuk tanah
berbutir halus (fine-grained soil) dengan nilai CBR terendam 10 atau
lebih kecil.
MR (psi) = 1.500 x CBR
Persoalan tanah dasar yang sering ditemui antara lain:
 Perubahan bentuk tetap (deformasi permanen) dari jenis
tanah tertentu sebagai akibat beban lalu-lintas.

67
 Sifat mengembang dan menyusut dari tanah tertentu akibat
perubahan kadar air.
 Daya dukung tanah tidak merata dan sukar ditentukan
secara pasti pada daerah dan jenis tanah yang sangat
berbeda sifat dan kedudukannya, atau akibat pelaksanaan
konstruksi
 Lendutan dan lendutan balik selama dan sesudah
pembebanan lalu-lintas untuk jenis tanah tertentu
 Tambahan pemadatan akibat pembebanan lalu-lintas dan
penurunan yang diakibatkannya, yaitu pada tanah berbutir
(granular soil) yang tidak dipadatkan secara baik pada saat
pelaksanaan konstruksi.

Sifat Perkerasan Lentur Jalan

Aspal yang dipergunakan pada konstruksi perkerasan jalan berfungsi sebagai:

a. Bahan pengikat, memberikan ikatan yang kuat antara aspal dengan


agregat dan antara aspal itu sendiri.
b. Bahan pengisi, mengisi rongga antara butir-butir agregat dan pori-pori
yang ada dari agregat itu sendiri.
Dengan demikian, aspal haruslah memiliki daya tahan (tidak cepat rapuh)
terhadap cuaca, mempunyai adhesi dan kohesi yang baik dan memberikan
sifat elastis yang baik.

a. Daya Tahan (durability)


Daya tahan aspal adalah kemampuan aspal
mempertahankan sifat asalnya akibat pengaruh cuaca selama
masa pelayanan jalan. Sifat ini merupakan sifat dari campuran aspal,
jadi tergantung dari sifat agregat, campuran dengan aspal, faktor
pelaksanaan dan sebagainya.
b. Adhesi dan Koheshi
Adhesi adalah kemampuan aspal untuk mengikat agregat
sehingga dihasilkan ikatan yang baik antara agregat dengan aspal.
Kohesi adalah kemampuan aspal untuk tetap mempertahankan
agregat tetap ditempatnya setelah terjadi pengikatan
c. Kepekaan terhadap temprature

68
Aspal adalah material yang termoplastis, berarti akan menjadi
keras atau lebih kental jika temperatur berkurang dan akan lunak
atau lebih cair jika temperature bertambah. Sifat ini dinamakan
kepekaan terhadap perubahan temperatur. Kepekaan terhadap
temperatur dari setiap hasil produksi aspal berbeda-beda tergantung
dari asalnya walaupun aspal tersebut mempunyai jenis yang sama.
d. Kekerasan Aspal
Aspal pada proses pencampuran dipanaskan dan dicampur
dengan agregat sehingga agregat dilapisi aspal atau aspal panas
disiramkan ke permukaan agregat yang telah disiapkan pada proses
peleburan. Pada waktu proses pelaksanaan, terjadi oksidasi yang
menyebabkan aspal menjadi getas (viskositas bertambah tinggi).
Peristiwa perapuhan terus berlangsung setelah masa pelaksanaan
selesai. Jadi selama masa pelayanan, aspal mengalami oksidasi dan
polimerisasi yang besarnya dipengaruhi juga oleh ketebalan aspal
yang menyelimuti agregat.
Semakin tipis lapisan aspal,semakin besar tingkat kerapuhan yang
terjadi

Penyebab Kerusakan Perkerasan Lentur Jalan


Kerusakan pada konstruksi perkerasan lentur dapat disebabkan oleh:

a. Lalu lintas, yang dapat berupa peningkatan beban, dan repetisi


beban.
b. Air, yang dapat berasal dari air hujan, sistem drainase jalan yang
tidak baik dan naiknya air akibat kapilaritas.
c. Material konstruksi perkerasan. Dalam hal ini dapat disebabkan oleh
sifat material itu sendiri atau dapat pula disebabkan oleh sistem
pengolahan bahan yang tidak baik.

69
d. Iklim, Indonesia beriklim tropis, dimana suhu udara dan curah hujan
umumnya tinggi, yang dapat merupakan salah satu penyebab
kerusakan jalan.
e. Kondisi tanah dasar yang tidak stabil. Kemungkinan disebabkan oleh
system pelaksanaan yang kurang baik, atau dapat juga disebabkan
oleh sifat tanah dasarnya yang memang kurang bagus.
f. Proses pemadatan lapisan di atas tanah dasar yang kurang baik.

Umumnya kerusakan-kerusakan yang timbul itu tidak disebabkan oleh


satu faktor saja, tetapi dapat merupakan gabungan penyebab yang saling
berkaitan. Sebagai contoh, retak pinggir, pada awalnya dapat diakibatkan
oleh tidak baiknya sokongan dari samping. Dengan terjadinya retak pinggir,
memungkinkan air meresap masuk ke lapis dibawahnya yang melemahkan
ikatan antara aspal dengan agregat, hal ini dapat menimbulkan lubang-lubang
disamping dan melemahkan daya dukung lapisan dibawahnya.

Jenis Kerusakan Perkerasan Lentur

Lapisan perkerasan sering mengalami kerusakan atau kegagalan


sebelum mencapai umur rencana. Kegagalan pada perkerasan dapat dilihat
dari kondisi kerusakan fungsional dan struktural.

Kerusakan fungsional adalah apabila perkerasan tidak dapat berfungsi


lagi sesuai dengan yang direncanakan. Sedangkan kerusakan struktural terjadi
ditandai dengan adanya rusak pada satu atau lebih bagian dari struktur
perkerasan jalan.

Kegagalan fungsional pada dasarnya tergantung pada derajat atau


tingkat kekasaran permukaan, sedangkan kegagalan struktural disebabkan
oleh lapisan tanah dasar yang tidak stabil, beban lalu lintas, kelelahan
permukaan, dan pengaruh kondisi lingkungan sekitar.

Jenis Jenis Kerusakan Perkerasan Berdasarkan Metode Bina Marga

Jenis Kerusakan Perkerasan Lentur dapat dibedakan atas:

1. Retak (cracking)
2. Distorsi (distortion)
3. Cacat permukaan (disintegration)

70
4. Pengausan ( polished aggegate)
5. Kegemukan (bleeding / flushing)
6. Penurunan pada bekas penanaman utilitas

a. Retak (Cracking) dan penangannya


Retak yang terjadi pada lapisan permukaan jalan dapat dibedakan
atas:
1. Retak halus atau retak garis (hair cracking), lebar celah lebih kecil
atau sama dengan 3 mm, penyebab adalah bahan perkerasan
yang kurang baik, tanah dasar atau bagian perkerasan di bawah
lapis permukaan kurang stabil. Retak halus ini dapat meresapkan
air ke dalam permukaan dan dapat menimbulkan kerusakan
yang lebih parah seperti retak kulit buaya bahkan kerusakan
seperti lubang dan amblas. Retak ini dapat berbentuk melintang
dan memanjang,dimana retak memanjang terjadi pada arah
sejajar dengan sumbu jalan, biasanya pada jalur roda kendaraan
atau sepanjang tepi perkerasan atau pelebaran, sedangkan
untuk retak melintang terjadi pada arah memotong sumbu jalan,
dapat terjadi pada sebagian atau seluruh lebar jalan.
Metode pemeliharaan dan penanganan:
 Untuk retak halus (< 2 mm) dan jarak antara retakan
renggang, dilakukan metode perbaikan P2 (laburan aspal
setempat).
 Untuk retak halus (< 2 mm) dan jarak antara retakan rapat,
dilakukan metode perbaikan P3 (penutupan retak).
 Untuk lebar retakan (> 2 mm) lakukan perbaikan P4
(pengisian retak). Selanjutnya untuk urutan pelaksanaan
perbaikan serta bahan dan peralatan dapat dilihat pada
lampiran A.

Gambar : Retak Halus

71
2. Retak kulit buaya (alligator crack), lebar celah lebih besar atau
sama dengan 3 mm. Saling berangkai membentuk serangkaian
kotak-kotak kecil yang menyerupai kulit buaya. Retak ini
disebabkan oleh bahan perkerasan yang kurang baik, pelapukan
permukaan, tanah dasar atau bagian perkerasan di bawah
lapisan permukaan kurang stabil, atau bahan pelapis pondasi
dalam keadaan jenuh air (air tanah naik). Umumnya daerah
dimana terjadi retak kulit buaya tidak luas. Jika daerah dimana
terjadi retak kulit buaya luas, mungkin hal ini disebabkan oleh
repetisi beban lalu lintas yang melampaui beban yang dapat
dipikul oleh lapisan permukaan tersebut. Retak kulit buaya dapat
diresapi oleh air sehingga lama kelamaan akan menimbulkan
lubanglubang akibat terlepasnya butir-butir.

Gambar Retak Kulit Buaya

3. Retak pinggir (edge crack), retak memanjang jalan, dengan


atau tanpa cabang yang mengarah ke bahu dan terletak dekat
bahu. Retak ini disebabkan oleh tidak baiknya sokongan dari
arah samping, drainase kurang baik, terjadinya penyusutan
tanah, atau terjadinya settlement di bawah daerah tersebut.
Akar tanaman yang tumbuh di tepi perkerasan dapat pula
menjadi sebab terjadinya retak pinggir ini. Di lokasi retak, air
dapat meresap yang dapat semakin merusak lapisan
permukaan. Retak dapat diperbaiki dengan mengisi celah
dengan campuran aspal cair dan pasir. Perbaikan drainase harus
dilakukan, bahu diperlebar dan dipadatkan. Jika pinggir

72
perkerasan mengalami penurunan, elevasi dapat diperbaiki
dengan mempergunakan hotmix. Retak ini lama kelamaan akan
bertambah besar disertai dengan terjadinya lubanglubang

Gambar retak Pinggir

4. Retak sambungan bahu dan perkerasan (edge joint crack), retak


memanjang, umumnya terjadi pada sambungan bahu dengan
perkerasan. Retak dapat disebabkan oleh kondisi drainase di
bawah bahu jalan lebih buruk daripada di bawah perkerasan,
terjadinya settlement di bahu jalan, penyusutan material bahu
atau perkerasan jalan, atau akibat lintasan truk / kendaraan berat
dibahu jalan. Perbaikan dapat dilakukan seperti perbaikan retak
refleksi.

5. Retak sambungan jalan (lane joint cracks), retak memanjang,


yang terjadi pada sambungan 2 lajur lalu lintas. Hal ini disebabkan
tidak baiknya ikatan sambungan kedua lajur. Perbaikan dapat
dilakukan dengan memasukkan campuran aspal cair dan pasir ke
dalam celah-celah yang terjadi. Jika tidak diperbaiki, retak dapat

73
berkembang menjadi lebar karena terlepasnya butirbutir pada
tepi retak dan meresapnya air ke dalam lapisan.
6. Retak sambungan pelebaran jalan (widening cracks), adalah
retak memanjang yang terjadi pada sambungan antara
perkerasan lama dengan perkerasan pelebaran. Hal ini
disebabkan oleh perbedaan daya dukung di bawah bagian
pelebaran dan bagian jalan lama, dapat juga disebabkan oleh
ikatan antara sambungan tidak baik. Perbaikan dilakukan dengan
mengisi celah-celah yang timbul dengan campuran aspal cair
dan pasir. Jika tidak diperbaiki, air dapat meresap masuk ke
dalam lapisan perkerasan melalui celah-celah, butir-butir dapat
lepas dan retak dapat bertambah besar.

7. Retak refleksi (reflection cracks), retak memanjang, melintang,


diagonal atau membentuk kotak. Terjadi pada lapis tambahan
(overlay) yang menggambarkan pola retakan dibawahnya. Retak
refleksi dapat terjadi jika retak pada perkerasan lama tidak
diperbaiki secara baik sebelum pekerjaan overlay dilakukan.
Retak refleksi dapat pula terjadi jika terjadi gerakan vertical /
horizontal dibawah lapis tambahan sebagai akibat perubahan
kadar air pada jenis tanah yang ekspansif. Untuk retak
memanjang, melintang dan diagonal perbaikan dapat dilakukan
dengan mengisi celah dengan campuran aspal cair dan pasir.
Untuk retak berbentuk kotak perbaikan dilakukan dengan
membongkar dan melapis kembali dengan bahan yang sesuai.

74
8. Retak susut (shrinkage cracks), retak yang saling bersambungan
membentuk kotak-kotak besar dengan susut tajam. Retak
disebabkan oleh perubahan volume pada lapisan pondasi dan
tanah dasar. Perbaikan dapat dilakukan dengan mengisi celah
dengan campuran aspal cair dan pasir serta dilapisi dengan
burtu.

9. Retak slip (slippage cracks), retak yang bentuknya melengkung


seperti bulan sabit. Hal ini terjadi disebabkan oleh kurang baiknya
ikatan antar lapis permukaan dan lapis dibawahnya. Kurang
baiknya ikatan dapat disebabkan oleh adanya debu, minyak air,
atau benda non adhesive lainnya, atau akibat tidak diberinya
tack coat sebagai bahan pengikat antar kedua lapisan. Retak
selip pun dapat terjadi akibat terlalu banyaknya pasir dalam
campuran lapisan permukaan, atau kurang baiknya pemadatan
lapisan permukaan. Perbaikan dapat dilakukan dengan
membongkar bagian yang rusak dengan dan menggantikannya
dengan lapisan yang lebih baik.

75
b. Distorsi (Distortion)
Distorsi / perubahan bentuk dapat terjadi akibat lemahnya tanah
dasar, pemadatan yang kurang pada lapis pondasi, sehingga terjadi
tambahan pemadatan akibat beban lalu lintas. Sebelum perbaikan
dilakukan sewajarnyalah ditentukan terlebih dahulu jenis dan
penyebab distorsi yang terjadi. Dengan demikian dapat ditentukan
jenis penanganan yang tepat.
Distorsi dapat dibedakan atas:
1. Alur (ruts), yang terjadi pada lintasan roda sejajar dengan as jalan.
Alur dapat merupakan tempat menggenangnya air hujan yang
jatuh di atas permukaan jalan, mengurangi tingkat kenyamanan,
dan akhirnya dapat timbul retakretak. Terjadinya alur disebabkan
oleh lapis perkerasan yang kurang padat, dengan demikian
terjadi tambahan pemadatan akibat repetisi beban lalu lintas
pada lintasan roda. Campuran aspal dengan stabilitas rendah
dapat pula menimbulkan deformasi plastis.

76
2. Keriting (corrugation), alur yang terjadi melintang jalan. Dengan
timbulnya lapisan permukaan yang berkeriting ini pengemudi
akan merasakan ketidaknyamanan dalam mengemudi.
Penyebab kerusakan ini adalah rendahnya stabilitas campuran
yang dapat berasal dari terlalu tingginya kadar aspal, terlalu
banyak menggunakan agregat halus, agregat berbentuk butiran
dan berpermukaan licin, atau aspal yang dipergunakan
mempunyai penetrasi yang tinggi. Keriting dapat juga terjadi jika
lalu lintas dibuka sebelum perkerasan mantap (untuk perkerasan
yang menggunakan aspal cair). Perbaikan terhadap kerusakan ini
dapat dilakukan dengan melakukan metode perbaikan P6
(perataan) dan juga perbaikan P5 (penambalan lubang) jika
keriting juga disertai dengan timbulnya lubang-lubang pada
permukaan jalan. Kerusakan ini juga dapat diperbaiki dengan :
a. Jika lapis permukaan yang berkeriting itu memiliki lapisan pondasi
agregat, perbaikan yang tepat adalah dengan mengaruk kembali,
dicampur dengan lapis pondasi, dipadatkan kembali dan diberi lapis
permukaan baru.
b. Jika lapis permukaan dengan bahan pengikat memiliki ketebalan > 5
cm, maka lapis tipis yang mengalami keriting tersebut diangkat dan
diberi lapis permukaan yang baru.

3. Sungkur (shoving), deformasi plastis yang terjadi setempat,


ditempat kendaraan sering berhenti, kelandaian curam, dan
tikungan tajam. Kerusakan terjadi dengan atau tanpa retak.
Penyebab kerusakan sama dengan kerusakan keriting. Perbaikan

77
dapat dilakukan dengan cara perbaikan P6 (perataan) dan
perbaikan P5 (penambalan lubang). Selanjutnya untuk urutan
pelaksanaan perbaikan serta bahan dan peralatan dapat dilihat
pada lampiran A.

4. Amblas (grade depressions), terjadi setempat, dengan atau tanpa


retak. Amblas dapat terdeteksi dengan adanya air yang
tergenang. Air yang tergenang ini dapat meresap ke dalam
lapisan permukaan yang akhirnya menimbulkan lobang.
Penyebab amblas adalah beban kendaraan yang melebihi apa
yang direncanakan, pelaksanaan yang kurang baik, atau
penurunan bagian perkerasan dikarenakan tanah dasar
mengalami settlement.
Perbaikan dapat dilakukan dengan :
 Untuk amblas yang < 5cm, lakukan metode perbaikan P6
(perataan).
 Untuk amblas yang > 5 cm, lakukan metode perbaikan P5
(penambalan lubang).
 Periksa dan perbaiki selokan dan gorong-gorong agar air
lancar mengalir
 Periksa dan perbaiki bahu jalan yang mengalami
kerusakan.
Selanjutnya untuk urutan pelaksanaan perbaikan serta

78
5. Jembul (upheaval), terjadi setempat, dengan atau tanpa retak.
Hal ini terjadi akibat adanya pengembangan tanah dasar pada
tanah yang ekspansif. Perbaikan dilakukan dengan membongkar
bagian yang rusak dan melapisnya kembali
c. Cacat Permukaan (Disintegration)
Yang termaksud cacat permukaan adalah:
1. Lubang (potholes), berupa mangkuk, ukuran bervariasi dari kecil
sampai besar. Lubang-lubang ini menampung dan meresapkan
air ke dalam lapis permukaan yang menyebabkan semakin
parahnya kerusakan jalan.
Lubang Dapat terjadi karena:
a) Campuran material lapis permukaan jelek, seperti :
 Kadar aspal rendah, sehingga film aspal tipis dan mudah
lepas.
 Agregat kotor sehingga ikatan antara aspal dan agregat
tidak baik
b) Lapis permukaan tipis sehingga ikatan aspal dan agregat mudah
lepas akibat pengaruh cuaca
c) Sistem drainase jelek, sehingga air banyak yang meresap dan
mengumpul pada lapis permukaan.
d) Retak-retak yang terjadi tidak segera ditangani sehingga air
meresap masuk dan mengakibatkan terjadinya lubang-lubang
kecil.

79
BAB III

Perhitungan Geometrik

B
PI 5

PI 4

PI 2
PI 3

A PI 1

Gambar Trase Rencana Jalan

3.1 Perhitungan Panjang Trase Jalan


Data Data Koordinat Dari Trase Jalan :

Ax = 1964.38

Ay = 489.18

PI1x = 2964.38

PI1y = 489.18

PI2x = 5040.69

PI2y = 1881.63

PI3x = 6520.51

PI3y = 1636.38

PI4x = 7119.22

PI4y = 2437.35

80
PI5x = 6519.83

PI5y = 4345.42

Bx = 4539.57

By = 4625.74

Menghitung Jarak

Untuk Menentukan jarak jari dari satu titik ke titik lain,maka data data yang
diperlukan yaitu data data koordinat.Adapun rumus yang digunakan untuk
menentukan jarak yaitu sebagai berikut:

d= √(KTX-KTS X)2 +(KTY-KTSY)2

Dimana:

d : Jarak (Panjang Rencana Trase Jalan)

KTX : Koordinat Tinjau Pada sumbu x

KTSX : Koordinat Tinjau sesudah x

KTY : Koordinat Tinjau pada sumbu Y

KTSY : Koordinat Tinjau sesudah pada sumbu Y

Perhitungan Jarak pada titik A-PI 1

d A-PI1 = √(2964.38 − 1964.38)2 +(489.18 − 489.18)2

Maka didapat panjang trase A-PI1 sepanjang 1000 m

Perhitungan Jarak pada PI1-PI2

d PI1- PI2 = √(5040.69 − 2964.38)2 +(1881.63 − 489.18)2

Maka didapat panjang trase PI1- PI2 sepanjang 2500 m

Perhitungan Jarak pada PI2-PI3

d PI3- PI2 = √(6520.51 − 5040.69)2 +(1636.38 − 1881.63)2

Maka didapat panjang trase PI1- PI2 sepanjang 1500 m

Perhitungan Jarak pada PI3-PI4

d PI4- PI3 = √(7119.22 − 6520.51)2 +(2437.35 − 1636.38)2

Maka didapat panjang trase PI4- PI3 sepanjang 1000 m

81
Perhitungan Jarak pada PI4-PI5

d PI5- PI4 = √(6519.83 − 7119.22)2 +(4345.42 − 2437.35)2

Maka didapat panjang trase PI4- PI3 sepanjang 2000 m

Perhitungan Jarak pada PI5-B

d B- PI5 = √(4539.57 − 6519.83)2 +(4625.74 − 4345.42)2

Maka didapat panjang trase PI4- PI3 sepanjang 2000 m

3.2 Perhitungan Sudut Azimuth Trase


Untuk Menentukan sudut azimuth maka,maka dapat dihitung dengan
menggunakan rumus sebagai berikut:
(KTSX-KTX)
arc tan =
(KTSY-KTY)

Note:

Untuk hasil pengurangan koordinat disetiap titik yang hasilnya = 0,nilainya


a
menjadi 1,dikarenakan sesuai sifat matematika yang mana tidak terdefinisi.
0

 Sudut Azimuth di Titik A

2964.38 − 1964.38
arc tan = = 90 ᵒ
489.18 − 489.18
 Sudut azimutj di titik PI1

5040.69 − 2964.38
arc tan = = 56 ᵒ
1881.63 − 489.18
 Sudut Azimuth di titik PI2

6520.51 − 5040.69
arc tan = = 81 ᵒ
1636.38 − 1881.63
 Sudut Azimuth di titik PI3

7119.22 − 6520.51
arc tan = = 37 ᵒ
2437.35 − 1636.38

82
 Sudut Azimuth di titik PI4

6519.83 − 7119.22
arc tan = = 17 ᵒ
4345.42 − 2437.35
 Sudut Azimuth di titik PI 5

4539.57 − 6519.83
arc tan = = 82 ᵒ
4625.74 − 4345.42
 Sudut Azimuth di titik B

Azimuth di titik B = 90 ᵒ

3.3 Perhitungan Sudut Bearing Trase

 Bearing PI1 - A
△ = 56 – 90 = 34 ᵒ

 Bearing PI2 - PI1


△ = 81 – 56 = 25 ᵒ

 Bearing PI3 – PI2


△ = 37 – 81 = 44 ᵒ

 Bearing PI4 – PI3


△ = 17 – 37 = 20 ᵒ

 Bearing PI5 – PI4


△ = 82 – 17= 65 ᵒ

3.4 Perhitungan Tikungan

Pada Perecanaan Geometrik Jalan Raya ini terdapat 3 jenis


bentuk tikungan yaitu Spiral- Spiral (SS),Spiral –Circle-Spiral (S-C-S),dan yang
terakhir adalah bentuk tikungan Full Circle (FC).Pada proses memntukan
bentuk tikungan banyak parameter yang diperlukan yaitu Kecepatan
Rencana (Vr),Kemiringan Normal (en),kemiringan Maksimum (ep),Sudut
Bearing (⧍),Jari Jari (R),Gaya Gesek Maksimum (fm),dan lain lain.Untuk

83
mempermudah perhitungan tikungan,maka akan dikasih flow chart sebagai
berikut:

o Alinyemen PI 1 - A

Data yang diketahui :

Vr : 80 km/jam

Δ : 34o

θ : 17 o

eMaks : 10% (TPGJAK)

L (Jalan) :7m

B : 3.5m

T : 3 Detik (TPGJAK)

C : 1m/detik (TPGJAK)

Re : 80 Km/jam = 0.025 m/m/det (TPGJAK)

84
Sebelum menentukan nilai Rmin dan R, terlebih dahulu dicari nilai gaya gesek
maksimum (fMax)

Fmax = -0.00065*(VR) + 0.192 (untuk VR < 80 Km/Jam)

Fmax = -0.00125*(VR) + 0.240 (untk VR 80-112Km/Jam)

Fmax = -0.00065*(80) + 0.192

Fmax = 0.14

Maka nilai gesek maksimum kendaraan pada kecepatan 80Km/Jam sebesar


0.14

𝑉𝑅2
𝑅𝑚𝑖𝑛 =
127 ∗ (𝑒𝑚𝑎𝑥 + 𝑓𝑚𝑎𝑥)

802
𝑅𝑚𝑖𝑛 =
127 ∗ (0.1 + 0.14)

Maka didapat nilai Rmin sebesar = 210

Untk menentukan nilai Jari – Jari (R) lihat pada tabel di TPGJAK. Berdasarkan nilai
Rmin 210, maka didapat nilai R = 400 dan didapatkan nilai Ls dari tabel di TPGJAK
berdasarkan nilai VR, Ls = 70 m

Menghitung nilai Ls rencana dengan syarat yaitu nilai Ls rencana ≤ Ls dari tabel
TPGJAK.

 Waktu Tempuh

𝑉𝑅
𝐿𝑠 = ∗𝑇
3.6
80
𝐿𝑠 = ∗3
3.6
= 66.67

 Antisipasi Gaya Sentrifugal

𝑉𝑅3 𝑉𝑅 ∗ 𝑒𝑝
𝐿𝑠 = (0.022 ∗ ( )) − (2.727 ∗ ( )
𝑅∗𝐶 𝐶

803 80 ∗ 0.075
𝐿𝑠 = (0.022 ∗ ( )) − (2.727 ∗ ( )
400 ∗ 1 1

= 11.80 m

85
 Perubahan Kelandaian

𝑉𝑅
𝐿𝑠 = (𝑒𝑝 − 𝑒𝑛) ∗
3.6 ∗ 𝑟𝑒
80
𝐿𝑠 = (0.075 − 0.02) ∗
3.6 ∗ 0.025
= 48.89

 Rumus Spiral

𝐿𝑠 = 2 ∗ 𝜃𝑠 ∗ 𝑅𝑐
𝜃𝑠 ∗ 2𝜋
𝐿𝑠 = 2 ∗ ( ) ∗ 𝑅𝑐
360
= 237.24 m

 Kelandaian Relatif

Ls = B * m * (ep + en)

Ls = 3.5 * 200 * (0.075 + 0.02)

Ls = 66.5 m

Berdasarkan perhitungan Ls dengan menggunakan 5 rumus diatas dapat


diketahui nilai Ls rencana yang diambil adalah dari rumus yang pertama yaitu Ls
= 66.67 m.

Mengecek kelandaian relatif, yaitu dengan syarat kelandaian relatif yang


diterima apabila nilai kelandaian relatif rencana ≤ kelndaian relatif maksimum
yang didapat dari data yang berdasarkan pada tabel TPGJAK.

Cek terhadap kelandaian relatif :

m = 1/Ls/b*(ep+en)

m = 1/66.67/3.5*(0.075+0.02)

m = 0.004987

m maksimum dari tabel dengan kecepatan rencana (VR) 80 Km/Jam

m = 1/200

m = 0.005

Maka berdasarkan perhitungan diatas dapat diketahi bahwa m rencana ≤ m


maksimum, jadi kelandaian realtifnya diterima dan dapat dialnjutkan ke proses
perhitungan selanjutnya.

86
Perhitungan Tikungan

θs = (Ls/2*R)*(360/2𝜋)

= 4.78o

Δc = Δ-2* θs

= 24.45o

Lc = (Δc/360)*2𝜋*R Lc < 25 (jenis S-S)

= 170.57 m Lc> 25 (bukan S-S)

Yc = Ls2/6*R

= 1.85 m

Xc = Ls-(Ls3/(40*R2))

= 66.62 m

K = Xc-(R*Sin θs)

= 33.31 m

P = Yc-R*(1-Cos θ) P < 0.1 m (jenis FC)

= 0.46 m p > 0.1 m (bukan FC)

Ts = (R+P)*tan(Δ/2) + K

= 155.74 m

Es = ((R+P)/cos(Δ/2)) – R

= 18.76 m

L = Lc + 2*Ls

= 303.91 m

Tikungan yang dipilih adalah jensi dari tikungan Spiral –Circle- Spiral (S-C-S)

o Alinyemen PI2 – PI1

Data yang diketahui :

Vr : 80 km/jam

Δ : 43o

θ : 21.5 o

87
eMaks : 10% (TPGJAK)

L (Jalan) :7m

B : 3.5m

T : 3 Detik (TPGJAK)

C : 1m/detik (TPGJAK)

Re : 80 Km/jam = 0.025 m/m/det (TPGJAK)

Sebelum menentukan nilai Rmin dan R, terlebih dahulu dicari nilai gaya gesek
maksimum (fMax)

Fmax = -0.00065*(VR) + 0.192 (untuk VR < 80 Km/Jam)

Fmax = -0.00125*(VR) + 0.240 (untk VR 80-112Km/Jam)

Fmax = -0.00065*(80) + 0.192

Fmax = 0.14

Maka nilai gesek maksimum kendaraan pada kecepatan 80Km/Jam sebesar


0.14

𝑉𝑅2
𝑅𝑚𝑖𝑛 =
127 ∗ (𝑒𝑚𝑎𝑥 + 𝑓𝑚𝑎𝑥)

802
𝑅𝑚𝑖𝑛 =
127 ∗ (0.1 + 0.14)

Maka didapat nilai Rmin sebesar = 210

Untk menentukan nilai Jari – Jari (R) lihat pada tabel di TPGJAK. Berdasarkan nilai
Rmin 210, maka didapat nilai R = 400 dan didapatkan nilai Ls dari tabel di TPGJAK
berdasarkan nilai VR, Ls = 70 m.

Menghitung nilai Ls rencana dengan syarat yaitu nilai Ls rencana ≤ Ls dari tabel
TPGJAK.

 Waktu Tempuh

𝑉𝑅
𝐿𝑠 = ∗𝑇
3.6
80
𝐿𝑠 = ∗3
3.6
= 66.67

88
 Antisipasi Gaya Sentrifugal

𝑉𝑅3 𝑉𝑅 ∗ 𝑒𝑝
𝐿𝑠 = (0.022 ∗ ( )) − (2.727 ∗ ( )
𝑅∗𝐶 𝐶

803 80 ∗ 0.075
𝐿𝑠 = (0.022 ∗ ( )) − (2.727 ∗ ( )
400 ∗ 1 1

= 11.80 m

 Perubahan Kelandaian

𝑉𝑅
𝐿𝑠 = (𝑒𝑝 − 𝑒𝑛) ∗
3.6 ∗ 𝑟𝑒
80
𝐿𝑠 = (0.075 − 0.02) ∗
3.6 ∗ 0.025
= 48.89

 Rumus Spiral

𝐿𝑠 = 2 ∗ 𝜃𝑠 ∗ 𝑅𝑐
𝜃𝑠 ∗ 2𝜋
𝐿𝑠 = 2 ∗ ( ) ∗ 𝑅𝑐
360
= 300.04 m

 Kelandaian Relatif

Ls = B * m * (ep + en)

Ls = 3.5 * 200 * (0.075 + 0.02)

Ls = 66.5 m

Berdasarkan perhitungan Ls dengan menggunakan 5 rumus diatas dapat


diketahui nilai Ls rencana yang diambil adalah dari rumus yang pertama yaitu Ls
= 66.67 m.

Mengecek kelandaian relatif, yaitu dengan syarat kelandaian relatif yang


diterima apabila nilai kelandaian relatif rencana ≤ kelndaian relatif maksimum
yang didapat dari data yang berdasarkan pada tabel TPGJAK.

Cek terhadap kelandaian relatif :

m = 1/Ls/b*(ep+en)

89
m = 1/66.67/3.5*(0.075+0.02)

m = 0.004987

m maksimum dari tabel dengan kecepatan rencana (VR) 80 Km/Jam

m = 1/200

m = 0.005

Maka berdasarkan perhitungan diatas dapat diketahi bahwa m rencana ≤ m


maksimum, jadi kelandaian realtifnya diterima dan dapat dialnjutkan ke proses
perhitungan selanjutnya.

Perhitungan Tikungan :

θs = (Ls/2*R)*(360/2𝜋)

= 4.78o

Δc = Δ-2* θs

= 33.45o

Lc = (Δc/360)*2𝜋*R Lc < 25 (jenis S-S)

233.37 m Lc> 25 (bukan S-S)

Yc = Ls2/6*R

= 1.85 m

Xc = Ls-(Ls3/(40*R2))

= 66.62 m

K = Xc-(R*Sin θs)

= 33.31 m

P = Yc-R*(1-Cos θ) P < 0.1 m (jenis FC)

= 0.46 m p > 0.1 m (bukan FC)

Ts = (R+P)*tan(Δ/2) + K

= 191.06 m

Es = ((R+P)/cos(Δ/2)) – R

= 30.41 m

L = Lc + 2*Ls

= 366.71 m

Tikungan yang dipilih adalah jensi dari tikungan Spiral –Circle- Spiral (S-C-S)

90
o Alinyemen PI3 – PI2

Data yang diketahui :

Vr : 80 km/jam

Δ : 63o

θ : 31.5 o

eMaks : 10% (TPGJAK)

L (Jalan) :7m

B : 3.5m

T : 3 Detik (TPGJAK)

C : 1m/detik (TPGJAK)

Re : 80 Km/jam = 0.025 m/m/det (TPGJAK)

Sebelum menentukan nilai Rmin dan R, terlebih dahulu dicari nilai gaya gesek
maksimum (fMax)

Fmax = -0.00065*(VR) + 0.192 (untuk VR < 80 Km/Jam)

Fmax = -0.00125*(VR) + 0.240 (untk VR 80-112Km/Jam)

Fmax = -0.00065*(80) + 0.192

Fmax = 0.14

Maka nilai gesek maksimum kendaraan pada kecepatan 80Km/Jam sebesar


0.14

𝑉𝑅2
𝑅𝑚𝑖𝑛 =
127 ∗ (𝑒𝑚𝑎𝑥 + 𝑓𝑚𝑎𝑥)

802
𝑅𝑚𝑖𝑛 =
127 ∗ (0.1 + 0.14)

Maka didapat nilai Rmin sebesar = 210

Untk menentukan nilai Jari – Jari (R) lihat pada tabel di TPGJAK. Berdasarkan nilai
Rmin 210, maka didapat nilai R = 400 dan didapatkan nilai Ls dari tabel di TPGJAK
berdasarkan nilai VR, Ls = 70 m.

91
Menghitung nilai Ls rencana dengan syarat yaitu nilai Ls rencana ≤ Ls dari tabel
TPGJAK.

 Waktu Tempuh

𝑉𝑅
𝐿𝑠 = ∗𝑇
3.6
80
𝐿𝑠 = ∗3
3.6
= 66.67

 Antisipasi Gaya Sentrifugal

𝑉𝑅3 𝑉𝑅 ∗ 𝑒𝑝
𝐿𝑠 = (0.022 ∗ ( )) − (2.727 ∗ ( )
𝑅∗𝐶 𝐶

803 80 ∗ 0.075
𝐿𝑠 = (0.022 ∗ ( )) − (2.727 ∗ ( )
400 ∗ 1 1

= 11.80 m

 Perubahan Kelandaian

𝑉𝑅
𝐿𝑠 = (𝑒𝑝 − 𝑒𝑛) ∗
3.6 ∗ 𝑟𝑒
80
𝐿𝑠 = (0.075 − 0.02) ∗
3.6 ∗ 0.025
= 48.89

 Rumus Spiral

𝐿𝑠 = 2 ∗ 𝜃𝑠 ∗ 𝑅𝑐
𝜃𝑠 ∗ 2𝜋
𝐿𝑠 = 2 ∗ ( ) ∗ 𝑅𝑐
360
= 439.60 m

 Kelandaian Relatif

Ls = B * m * (ep + en)

Ls = 3.5 * 200 * (0.075 + 0.02)

92
Ls = 66.5 m

Berdasarkan perhitungan Ls dengan menggunakan 5 rumus diatas dapat


diketahui nilai Ls rencana yang diambil adalah dari rumus yang pertama yaitu Ls
= 66.67 m.

Mengecek kelandaian relatif, yaitu dengan syarat kelandaian relatif yang


diterima apabila nilai kelandaian relatif rencana ≤ kelndaian relatif maksimum
yang didapat dari data yang berdasarkan pada tabel TPGJAK.

Cek terhadap kelandaian relatif :

m = 1/Ls/b*(ep+en)

m = 1/66.67/3.5*(0.075+0.02)

m = 0.004987

m maksimum dari tabel dengan kecepatan rencana (VR) 80 Km/Jam

m = 1/200

m = 0.005

Maka berdasarkan perhitungan diatas dapat diketahi bahwa m rencana ≤ m


maksimum, jadi kelandaian realtifnya diterima dan dapat dialnjutkan ke proses
perhitungan selanjutnya.

Perhitungan Tikungan :

θs = (Ls/2*R)*(360/2𝜋)

= 4.78o

Δc = Δ-2* θs

= 53.45o

Lc = (Δc/360)*2𝜋*R Lc < 25 (jenis S-S)

= 372.93 m Lc> 25 (bukan S-S)

Yc = Ls2/6*R

= 1.85 m

Xc = Ls-(Ls3/(40*R2))

= 66.62 m

K = Xc-(R*Sin θs)

= 33.31 m

P = Yc-R*(1-Cos θ) P < 0.1 m (jenis FC)

= 0.46 m p > 0.1 m (bukan FC)

Ts = 278.71 m

93
Es = ((R+P)/cos(Δ/2)) – R

= 69.67 m

L = Lc + 2*Ls

= 506.27 m

Tikungan yang dipilih adalah jensi dari tikungan Spiral –Circle- Spiral (S-C-S)

o Alinyemen PI4 – PI3

Data yang diketahui :

Vr : 80 km/jam

Δ : 54o

θ : 27 o

eMaks : 10% (TPGJAK)

L (Jalan) :7m

B : 3.5m

T : 3 Detik (TPGJAK)

C : 1m/detik (TPGJAK)

Re : 80 Km/jam = 0.025 m/m/det (TPGJAK)

Sebelum menentukan nilai Rmin dan R, terlebih dahulu dicari nilai gaya gesek
maksimum (fMax)

Fmax = -0.00065*(VR) + 0.192 (untuk VR < 80 Km/Jam)

Fmax = -0.00125*(VR) + 0.240 (untk VR 80-112Km/Jam)

Fmax = -0.00065*(80) + 0.192

Fmax = 0.14

Maka nilai gesek maksimum kendaraan pada kecepatan 80Km/Jam sebesar


0.14

𝑉𝑅2
𝑅𝑚𝑖𝑛 =
127 ∗ (𝑒𝑚𝑎𝑥 + 𝑓𝑚𝑎𝑥)

94
802
𝑅𝑚𝑖𝑛 =
127 ∗ (0.1 + 0.14)

Maka didapat nilai Rmin sebesar = 210

Untk menentukan nilai Jari – Jari (R) lihat pada tabel di TPGJAK. Berdasarkan nilai
Rmin 210, maka didapat nilai R = 400 dan didapatkan nilai Ls dari tabel di TPGJAK
berdasarkan nilai VR, Ls = 70 m.

Menghitung nilai Ls rencana dengan syarat yaitu nilai Ls rencana ≤ Ls dari tabel
TPGJAK.

 Waktu Tempuh

𝑉𝑅
𝐿𝑠 = ∗𝑇
3.6
80
𝐿𝑠 = ∗3
3.6
= 66.67

 Antisipasi Gaya Sentrifugal

𝑉𝑅3 𝑉𝑅 ∗ 𝑒𝑝
𝐿𝑠 = (0.022 ∗ ( )) − (2.727 ∗ ( )
𝑅∗𝐶 𝐶

803 80 ∗ 0.075
𝐿𝑠 = (0.022 ∗ ( )) − (2.727 ∗ ( )
400 ∗ 1 1

= 11.80 m

 Perubahan Kelandaian

𝑉𝑅
𝐿𝑠 = (𝑒𝑝 − 𝑒𝑛) ∗
3.6 ∗ 𝑟𝑒
80
𝐿𝑠 = (0.075 − 0.02) ∗
3.6 ∗ 0.025
= 48.89

 Rumus Spiral

𝐿𝑠 = 2 ∗ 𝜃𝑠 ∗ 𝑅𝑐
𝜃𝑠 ∗ 2𝜋
𝐿𝑠 = 2 ∗ ( ) ∗ 𝑅𝑐
360
= 376.80 m

95
 Kelandaian Relatif

Ls = B * m * (ep + en)

Ls = 3.5 * 200 * (0.075 + 0.02)

Ls = 66.5 m

Berdasarkan perhitungan Ls dengan menggunakan 5 rumus diatas dapat


diketahui nilai Ls rencana yang diambil adalah dari rumus yang pertama yaitu Ls
= 66.67 m.

Mengecek kelandaian relatif, yaitu dengan syarat kelandaian relatif yang


diterima apabila nilai kelandaian relatif rencana ≤ kelndaian relatif maksimum
yang didapat dari data yang berdasarkan pada tabel TPGJAK.

Cek terhadap kelandaian relatif :

m = 1/Ls/b*(ep+en)

m = 1/66.67/3.5*(0.075+0.02)

m = 0.004987

m maksimum dari tabel dengan kecepatan rencana (VR) 80 Km/Jam

m = 1/200

m = 0.005

Maka berdasarkan perhitungan diatas dapat diketahi bahwa m rencana ≤ m


maksimum, jadi kelandaian realtifnya diterima dan dapat dialnjutkan ke proses
perhitungan selanjutnya.

Perhitungan Tikungan :

θs = (Ls/2*R)*(360/2𝜋)

= 4.78o

Δc = Δ-2* θs

= 44.45o

Lc = (Δc/360)*2𝜋*R Lc < 25 (jenis S-S)

= 310.13 m Lc> 25 (bukan S-S)

Yc = Ls2/6*R

= 1.85 m

Xc = Ls-(Ls3/(40*R2))

= 66.62 m

96
K = Xc-(R*Sin θs)

= 33.31 m

P = Yc-R*(1-Cos θ) P < 0.1 m (jenis FC)

= 0.46 m p > 0.1 m (bukan FC)

Ts = (R+P)*tan(Δ/2) + K

= 237.36 m

Es = ((R+P)/cos(Δ/2)) – R

= 49.45 m

L = Lc + 2*Ls

= 443.47 m

Tikungan yang dipilih adalah jensi dari tikungan Spiral –Circle- Spiral (S-C-S)

o Alinyemen PI5 – PI4

Data yang diketahui :

Vr : 80 km/jam

Δ : 65o

θ :32.5 o

eMaks : 10% (TPGJAK)

L (Jalan) :7m

B : 3.5m

T : 3 Detik (TPGJAK)

C : 1m/detik (TPGJAK)

Re : 80 Km/jam = 0.025 m/m/det (TPGJAK)

Sebelum menentukan nilai Rmin dan R, terlebih dahulu dicari nilai gaya gesek
maksimum (fMax)

Fmax = -0.00065*(VR) + 0.192 (untuk VR < 80 Km/Jam)

Fmax = -0.00125*(VR) + 0.240 (untk VR 80-112Km/Jam)

Fmax = -0.00065*(80) + 0.192

Fmax = 0.14

97
Maka nilai gesek maksimum kendaraan pada kecepatan 80Km/Jam sebesar
0.14

𝑉𝑅2
𝑅𝑚𝑖𝑛 =
127 ∗ (𝑒𝑚𝑎𝑥 + 𝑓𝑚𝑎𝑥)

802
𝑅𝑚𝑖𝑛 =
127 ∗ (0.1 + 0.14)

Maka didapat nilai Rmin sebesar = 210

Untk menentukan nilai Jari – Jari (R) lihat pada tabel di TPGJAK. Berdasarkan nilai
Rmin 210, maka didapat nilai R = 400 dan didapatkan nilai Ls dari tabel di TPGJAK
berdasarkan nilai VR, Ls = 70 m.

Menghitung nilai Ls rencana dengan syarat yaitu nilai Ls rencana ≤ Ls dari tabel
TPGJAK.

 Waktu Tempuh

𝑉𝑅
𝐿𝑠 = ∗𝑇
3.6
80
𝐿𝑠 = ∗3
3.6
= 66.67

 Antisipasi Gaya Sentrifugal

𝑉𝑅3 𝑉𝑅 ∗ 𝑒𝑝
𝐿𝑠 = (0.022 ∗ ( )) − (2.727 ∗ ( ))
𝑅∗𝐶 𝐶

803 80 ∗ 0.075
𝐿𝑠 = (0.022 ∗ ( )) − (2.727 ∗ ( ))
400 ∗ 1 1

= 11.80 m

 Perubahan Kelandaian

𝑉𝑅
𝐿𝑠 = (𝑒𝑝 − 𝑒𝑛) ∗
3.6 ∗ 𝑟𝑒
80
𝐿𝑠 = (0.075 − 0.02) ∗
3.6 ∗ 0.025
= 48.89

98
 Rumus Spiral

𝐿𝑠 = 2 ∗ 𝜃𝑠 ∗ 𝑅𝑐
𝜃𝑠 ∗ 2𝜋
𝐿𝑠 = 2 ∗ ( ) ∗ 𝑅𝑐
360
= 453.56 m

 Kelandaian Relatif

Ls = B * m * (ep + en)

Ls = 3.5 * 200 * (0.075 + 0.02)

Ls = 66.5 m

Berdasarkan perhitungan Ls dengan menggunakan 5 rumus diatas dapat


diketahui nilai Ls rencana yang diambil adalah dari rumus yang pertama yaitu Ls
= 66.67 m.

Mengecek kelandaian relatif, yaitu dengan syarat kelandaian relatif yang


diterima apabila nilai kelandaian relatif rencana ≤ kelndaian relatif maksimum
yang didapat dari data yang berdasarkan pada tabel TPGJAK.

Cek terhadap kelandaian relatif :

m = 1/Ls/b*(ep+en)

m = 1/66.67/3.5*(0.075+0.02)

m = 0.004987

m maksimum dari tabel dengan kecepatan rencana (VR) 80 Km/Jam

m = 1/200

m = 0.005

Maka berdasarkan perhitungan diatas dapat diketahi bahwa m rencana ≤ m


maksimum, jadi kelandaian realtifnya diterima dan dapat dialnjutkan ke proses
perhitungan selanjutnya.

Perhitungan Tikungan :

θs = (Ls/2*R)*(360/2𝜋)

= 4.78o

Δc = Δ-2* θs

99
= 55.54o

Lc = (Δc/360)*2𝜋*R Lc < 25 (jenis S-S)

= 389.89 m Lc> 25 (bukan S-S)

Yc = Ls2/6*R

= 1.85 m

Xc = Ls-(Ls3/(40*R2))

= 66.62 m

K = Xc-(R*Sin θs)

= 33.31 m

P = Yc-R*(1-Cos θ) P < 0.1 m (jenis FC)

= 0.46 m p > 0.1 m (bukan FC)

Ts = (R+P)*tan(Δ/2) + K

= 288.43 m

Es = ((R+P)/cos(Δ/2)) – R

= 74.82 m

L = Lc + 2*Ls

= 520.23 m

Tikungan yang dipilih adalah jensi dari tikungan Spiral –Circle- Spiral (S-C-S)

100
3.5 Perhitungan Elevasi As Jalan

Perhitungan Elevasi as jalan diperuntukan untuk penggambaran


potongan memanjang.Pada perhitungan elevasi as jalan ini maka digunakan
rumus pendekatan (Interpolasi),yaitu sebagai berikut:

B1
EV=h1- *(h1-h2)
B2
Dimana:
EV = Elevasi Stasioning

B1 = Jarak terdekat antara titik stasioning dan garis kontur

B2 = Penjumlahan antara B1 dan Jarak titik stasioning terjauh


antara titik rencana stasioning dan garis kontur

H1 = Elevasi terendah dari titik kontur rencana

H2 = Elevasi tertinggi dari titik kontur rencana

Untuk nilai elevasi AS jalan lainnya akan di Tabulasikan sebagai berikut:

Elevasi
NO STA h2 h1 B1 B2 %
Titik
1 0+000 88 87 145,32 150,48 87,97
-0,24
2 0+100 88 87 110,68 152,4 87,73
3 0+200 88 87 60,24 150,48 87,40 -0,33
4 0+300 88 87 154,95 296,19 87,52 0,12
5 0+400 87 86 103,94 145,71 86,71 -0,81
6 0+500 87 86 52,93 145,71 86,36 -0,35
7 0+600 87 86 147,64 291,42 86,51 0,14
8 0+700 86 85 96,64 145,71 85,66 -0,84
9 0+800 86 85 45,63 145,71 85,31 -0,35
10 0+844 86 85 23,05 145,71 85,16 -0,15
11 0+900 85 84 141,46 145,71 84,97 -0,19
12 0+911 85 84 136,45 145,71 84,94 -0,03
13 1+000 85 84 91,29 147,67 84,62 -0,32
14 1+082 85 84 110,07 152,45 84,72 0,10
15 1+100 85 84 112,67 152,34 84,74 0,02
16 1+149 85 84 120,89 152,34 84,79 0,07
17 1+200 85 84 129,3 152,34 84,85 0,06
18 1+300 85 84 137,23 152,85 84,90 0,05

101
19 1+400 85 84 133,89 155,15 84,86 -0,03
20 1+500 85 84 114 154,25 84,74 -0,12
21 1+600 85 84 100,18 154,83 84,65 -0,09
22 1+700 85 84 101,18 154,83 84,65 0,01
23 1+800 85 84 86,19 163,27 84,53 -0,13
24 1+900 85 84 57,58 163,27 84,35 -0,18
25 2+000 85 84 28,97 163,27 84,18 -0,18
26 2+100 85 84 163,27 163,65 85,00 0,82
27 2+200 84 83 135,03 163,27 83,83 -1,17
28 2+300 84 83 112,3 169,15 83,66 -0,16
29 2+400 84 83 112,44 170,77 83,66 -0,01
30 2+500 84 83 91,91 171,77 83,54 -0,12
31 2+600 84 83 70,45 171,77 83,41 -0,12
32 2+700 84 83 48,98 171,78 83,29 -0,13
33 2+800 84 83 27,52 171,77 83,16 -0,12
34 2+900 84 83 6,06 171,77 83,04 -0,12
35 3+000 83 82 158,91 172,78 82,92 -0,12
36 3+100 83 82 139,13 172,78 82,81 -0,11
37 3+200 83 82 119,71 172,8 82,69 -0,11
38 3+300 83 82 99,03 172,8 82,57 -0,12
39 3+301 83 82 98,75 172,8 82,57 -0,12
40 3+368 83 82 84,16 173,18 82,49 -0,09
41 3+400 83 82 74,25 173,18 82,43 -0,06
42 3+500 83 82 61,14 173,18 82,35 -0,13
43 3+600 82 81 132,69 173,18 81,77 -0,66
44 3+602 82 81 131,4 173,18 81,76 -0,59
45 3+668 82 81 78,13 173,18 81,45 -0,31
46 3+700 82 81 70,02 173,18 81,40 -0,05
47 3+800 81 80 161,45 173,18 80,93 -0,47
48 3+900 81 80 79,7 173,18 80,46 -0,47
49 4+000 80 79 171,13 173,18 79,99 -0,47
50 4+100 80 79 89,39 173,18 79,52 -0,47
51 4+200 80 79 7,64 173,18 79,04 -0,47
52 4+300 79 78 99,07 173,18 78,57 -0,47
53 4+400 79 78 26,47 172,67 78,15 -0,42
54 4+500 78 77 147,33 172,67 77,85 -0,30
55 4+600 78 77 83,16 162,93 77,51 -0,34
56 4+698 77 76 149,14 162,29 76,92 -0,59
57 4+700 77 76 3,11 162,29 76,02 -1,49
58 4+765 77 76 97,03 162,29 76,60 -0,32
59 4+800 77 76 71,91 162,29 76,44 0,42
60 4+900 77 76 28,74 161,46 76,18 -0,42
61 5+000 77 76 119,17 162,52 76,73 0,29

102
62 5+100 77 76 29,61 156,52 76,19 0,01
63 5+143 77 76 37,03 156,52 76,24 -0,50
64 5+200 77 76 60,41 158,18 76,38 0,19
65 5+210 77 76 62,54 158,18 76,40 0,16
66 5+300 77 76 72,32 158,18 76,46 0,06
67 5+400 77 76 113,5 154,32 76,74 0,28
68 5+500 77 76 146,01 151,61 76,96 0,23
69 5+600 78 77 26,91 151,61 77,18 0,21
70 5+689 78 77 79,79 151,61 77,53 0,35
71 5+700 78 77 59,42 151,61 77,39 0,21
72 5+756 78 77 79,92 151,61 77,53 0,14
73 5+800 78 77 92,15 151,61 77,61 0,22
74 5+900 78 77 117,58 149,74 77,79 0,18
75 6+000 78 77 142,7 149,19 77,96 0,17
76 6+066 79 78 0,9 148,4 78,01 0,05
77 6+100 79 78 84,53 148,4 78,57 0,61
78 6+133 80 79 0,9 148,4 79,01 0,44
79 6+200 80 79 26,36 148,4 79,18 0,61
80 6+300 80 79 116,59 148,4 79,79 0,61
81 6+400 81 80 58,42 148,4 80,39 0,61
82 6+500 82 81 0,25 148,07 81,00 0,61
83 6+600 82 81 92,59 148,04 81,63 0,62
84 6+700 83 82 36,92 148,04 82,25 0,62
85 6+800 83 82 129,29 148,04 82,87 0,62
86 6+900 84 83 73,62 148,04 83,50 0,62
87 7+000 85 84 17,95 148,04 84,12 0,62
88 7+100 85 84 110,32 148,04 84,75 0,62
89 7+200 86 85 54,65 148,04 85,37 0,62
90 7+300 86 85 147,02 148,04 85,99 0,62
91 7+400 85 86 3,86 168,12 85,98 -0,02
92 7+500 85 86 99,75 168,12 85,41 -0,57
93 7+600 84 85 27,52 168,12 84,84 -0,57
94 7+606 84 85 134,51 168,12 84,20 -0,64
95 7+673 83 84 30,66 168,12 83,82 -0,38
96 7+700 83 84 123,42 168,12 83,27 -1,57
97 7+800 83 84 51,19 168,12 83,70 0,43
98 7+900 82 83 147,08 168,12 82,13 -1,57
99 8+000 82 83 74,85 168,12 82,55 0,43
100 8+061 81 82 53,8 168,12 81,68 -0,87
101 8+100 81 82 80,9 168,12 81,52 -0,16
102 8+128 81 82 99,64 168,12 81,41 -0,27
103 8+200 81 82 148,02 168,12 81,12 -0,40
104 8+300 80 81 41,69 173,02 80,76 -0,65

103
105 8+400 80 81 5,2 173,02 80,97 -0,44
106 8+500 81 80 65,24 172,03 80,38 -0,59
107 8+600 81 80 125,28 172,03 80,73 0,35
108 8+700 79 80 13,29 172,03 79,92 -0,81
109 8+800 79 80 73,33 172,03 79,57 -0,35
110 8+900 79 80 133,37 172,03 79,22 -0,35
111 9+000 78 79 21,37 172,03 78,88 -0,35
112 9+100 78 79 77,85 168,47 78,54 -0,34
113 9+200 78 79 130,75 167,48 78,22 -0,32
114 9+300 77 78 16,18 167,48 77,90 -0,32
115 9+400 77 78 63,2 161,6 77,61 -0,29
116 9+500 77 78 101,63 161,37 77,37 -0,24
117 9+600 77 78 148,49 165,18 77,10 -0,27
118 9+700 76 77 51,66 156,83 76,67 -0,43
119 9+800 76 77 120,01 156,83 76,23 -0,44
120 9+900 75 76 94,6 147,62 75,36 -0,88
121 10+000 75 76 31,35 156,83 75,80 -0,43

Perhitungan Alinyemen vertikal ini merupakan salah satu dari cabang


dari ilmu geometrik atau ilmu perencanaan geometrik jalan raya.Perhitungan
alinyemen vertikal ini meliputi perhitungan lengkung cekung dan cembung.Pada
perhitungan ini lengkung cekung diperuntukan untuk tanjakan sedangkan
lengkung cembung diperuntukan untuk turunan.Perhitungan ini dapat dilakukan
apabila sudah dihitung elevasi as jalan (Titik tengah jalan) dan sudah membagi

104
Jarak per Stasioning.Untuk lebih mengetahi mengenai perencanaan Alinyemen
vertikal,maka akan disajikan flow chart sebagai berikut:

Parameter Parameter Perencanaan:


Kecepatan Rencana : 80 km/jam
h1 : 1.05 m
h2 : 0,15 M

Menentukan Kemiringan (Gradient (g))


Gradient merupakan kemiringan suatu mendan jalan yang ditinjau dari elavasi
rencana.Nilai gradient dikatakan positif apabila mengalami kenaikan (Jalan
Menanjak) dan apabila dikatakan menurun jika mengalami penurunan ( Jalan
menurun).Gradient suatu jalan dapat ditentukan dengan menggunakan rumus
sebagai berikut:

Ev 2-Ev 1
g= *100 %
d Ev 2-d Ev1
Dimana:
g : Kemirinagn / Gradient (%)
E v2 : Elevasi Sesudah titik perpotongan (m)
E v1 : Elevasi Pada titik perpotongan (m)

105
Berdasarkan perhitungan Potongan memanjang dan elevabsi rencana yang
direncanakan,maka didapat 5 Kemiringan (gradient).Adapun gradient yang nilainya
nol (0),maka dapat dikatakan jalan tersebut datar,tidak ada gundukan yang
tinggi.Dari data perencanaan gardient yang datar tepat pada gradient 1 dan 5,untuk
perhitungan gradient yang tidak sama dengan nol,sebagai berikut:

81 - 81
g1= *100 %
STA 3+700 - STA 0+000

Maka didapat gradient 1 sebesar 0,0 %


79 - 81
g2= * 100 %
STA 4+600 - STA 3+700
Maka didapat gradient 2 sebesar -0,22 %
79 - 79
g3= * 100 %
STA 6+000 - STA 4+000
Maka didapat gradient 3 sebesar 0.0 %
81 - 79
g4= * 100 %
STA 6+800 - STA 6+000
Maka didapat gradient 4 sebesar 0,25 %
81 - 81
g5= * 100 %
STA 10+000 - STA 6+800
Maka didapat gradient 5 sebesar -0,22 %
Keterangan :
Nilai minus (-) menunjukkan kelandaian turun.

Menghitung Perbedaan Aljabar Gradien :

A = g2 – g1

= -0.22 – 0.00

Perbedaan aljabar gradien yang petama adalah -0.22%

A = g3 – g2

= 0.00 – (-0.22)

Perbedaan aljabar gradien yang kedua adalah 0.22%

A = g4 – g3

= 0.25 – 0.00

106
Perbedaan aljabar gradien ketiga adalah 0.25%

A = g5 – g4

= 0.00- 0.25

Perbedaan aljabar gradien keempat adalah -0.25%

Menghitung Panjang Lengkung Vertikal :

Jika tidak memenuhi syarat diambil S sebagai panjang lengkung.

Menentukan Panjang Lengkung Cembung 1 :

A = g2 – g1

= -0.22 – 0.00

= -0.22%

𝑆 2 .𝐴
S<L 𝐿= 2
100.(√2.ℎ1+√2.ℎ2)

1202 .(−0.22)
𝐿= 2
100.(√2.1,05+√2.0,15)

=8m
2
200𝑥(√2.ℎ1+√2.ℎ2)
S>L 𝐿 = (2. 𝑆) −
𝐴

2
200𝑥(√2.1,05+√2.0,15)
𝐿 = (2.120) −
−0.22

= 3829 m

Menentukan Panjang Lengkung Cembung 2 :

A = g5 – g4

= 0.00 – 0.25

= -0.25%
𝑆 2 .𝐴
S<L 𝐿= 2
100.(√2.ℎ1+√2.ℎ2)

1202.−0.25
𝐿= 2
100.(√2.1,05+√2.0,15)

=9m
2
(√2.ℎ1+√2.ℎ2)
S>L 𝐿 = (2. 𝑆) − 200
𝐴

107
2
(√2.1,05+√2.0,15)
𝐿 = (2.120) − 200
−0.25

= 3430 m

Menentukan Panjang Lengkung Cekung 1 :

A = g3 – g2

= 0.00 – (-0.22)

= 0.22%

S<L

𝐴. 𝑆 2
𝐿=
150 + 3,5 . 𝑆

0,22.1202
𝐿=
150 + 3,5 .120

=6 m

S>L
150 + 3,5. 𝑆
𝐿 = (2. 𝑆) −
𝐴

150 + 3,5.120
𝐿 = (2.120) −
0.22
= -2325 m

Menentukan Panjang Lengkung Cekung 2 :

A = g4 – g3

= 0.25-0

= 0.25%

S<L

𝐴. 𝑆 2
𝐿=
150 + 3,5 . 𝑆

0,25.1202
𝐿=
150 + 3,5 .120

108
=6m
S>L
150 + 3,5. 𝑆
𝐿 = (2. 𝑆) −
𝐴

150 + 3,5.120
𝐿 = (2.120) −
0.25
= -2040 m

Menentkan Titik Elevasi Pada Lengkung Vertikal :

Elevasi Pada Lengkung Cembung 1 :

Elevasi PLV

Ev PLV = Ev A – (g1%*jarak PLV – Jarak A)

= 81 – (0.00%*STA 3+540 – STA 0+000)

= 81 m

Ev Puncak =
𝐴. 𝑋 2
𝐸𝑃𝑉1 −
200. 𝐿
−0.22.602
81 −
200.120
= 80.97 m

Ev PTV = Ev PV1 - (g2% x (Jarak PTV - PV1)

= 81 – (-0.22% x (STA 3+660– STA 3+600)

= 80.87 m

Elevasi Pada Lengkung Cembung 2 :

Elevasi PLV

Ev PLV = Ev PV4 – (g4% x (jarak PV4 – Jarak PLV)

= 81 – (0.25% x (STA 6+800 – STA 6+740)

= 80.85 m

Ev Puncak =
𝐴. 𝑋 2
𝐸𝑣 𝑃𝑉4 −
200. 𝐿
0.25. (602 )
81 −
200.120

109
= 80.96 m

Ev PTV = Ev PV4 - (g5% x (Jarak PTV – PV4)

= 84 – (0.00%x (STA 6+860 – STA 6+800)

= 81 m

Elevasi Pada Lengkung Cengkung 1 :

Ev PLV = Ev PV2 + (g2% x (jarak PV2 – PLV)

= 79 + (-0.22% x ( STA 4+600 – STA 4+540)

= 79.13m

Ev Puncak =
𝐴. 𝑋 2
𝐸𝑣 𝑃𝑉2 −
200. 𝐿
0.22. (602 )
79 −
200.120
= 79.03 m

Ev PTV = Ev PV2 - (g3% x (jarak PTV – PV2)

= 79 + (0.00% x (STA 4+760 – STA 4+700)

= 79 m

Elevasi Pada Lengkung Cengkung 2 :

Ev PLV = Ev PV3 + (g3% x (jarak PV3 – PLV)

= 79 + (0.00% x ( STA 6+000 – STA 5+940)

= 79 m

Ev Puncak =
𝐴. 𝑋 2
𝐸𝑣 𝑃𝑉3 −
200. 𝐿
0.25. (602 )
79 −
200.120
= 79.03 m

Ev PTV = Ev PV3 + (g4% x (jarak PTV – PV3)

= 79 + (0.25% x (STA 6+060 – STA 6+000)

= 78.8 m

110
3.7 Perhitungan Dimensi Saluran drainase

Sistem drainase merupakan suatu item yang tidak boleh dilupakan dalam
berbagai macam proyek apapun,baik itu proyek pembangunan
gedung,Jembatan,maupun proyek pembangunan Jalan Raya.

Drainase berfungsi sebagai pengalir suatu genangan yang diakibatkan


oleh air hujan.Agar suatu genangan tidak menggenang secara lama maka
harus digunakan saluran drainase yang besar pula agar dapat menampung
air secara menyeluruh sehingga tidak menggenakana suatu lokasi.
Pada Perencanaan saluran drainase kali ini,direncakana saluran untuk
sistem drainase pada Jalan Raya tipe Arteri.Perencanaan Dimensi saluran ini
berdasarkan parameter parameter yang telah diketahui seperti curah hujan
tahunan daerah yang akan dibangun sistem drainasenya itu dan parameter
parameter lainnya.
Pada dasarnya prinsip suatu drainase yang baik agar tidak terjadi
genangan yang berlebihan maka harus memepnuhi persyaratan persyaratan
sebagai berikut:
QBANJIR ≤ QRENCANA
Perhitungan dimensi saluran drainase yaitu sebagai berikut:
Curah Hujan 5000 Mm/tahun

Koefesien Aliran (C) 1

Catchment Area 0.97 Km2

Faktor Keamanan (fs) 1,2

Koefesien Kekasaran Sluran 0,0150

Kecepatan Aliran Saluran 0,001 m/det

Menghitung Itensitas Hujan Rencana:


1 1
IR=CH* ( ) *( )
365-120 24
Dimana:
IR = Itensitas Rencana mm/jam
CH = Curah Hujan Tahunan mm/tahun

Maka Itensitas Hujan Rencana sebagai Berikut:

111
1 1
IR=2500* ( ) *( )
365-120 24

Maka didapat Itensitas Rencana hujan sebesar 0,850 mm/jam

Menghitung Debit Banjir Aktual (Q1)

C*I*A
Q1= ( ) *FK
3,6
Dimana:
Q1 : Debit Banjir aktual m3/det
I : Itensitas Rencana Hujan mm/jam
A : Catchment Area km2
FK : Faktor Keamanan
Maka debit banjir aktual didapat sebagai berikut:

C*I*A
Q1= ( ) *FK
3,6
Didapat 0,278 m3/det

Menentukann dimensi Saluran


Untuk menentukan dimensi saluran drainase,maka digunakan metode Trial and
Error dengan mengacu pada debit banjir aktual Q1.Dikarenakan jenis dari
saluran yang direncanakan berbentuk persegi maka dapat digunakan data
sebagai berikut:
Lebar Bawah Saluran : 0,5 m
Tinggi Saluran : 0,5 m
Dari data data diatas,maka diproleh:
Luas Penampak Saluran : 0,25 m2
Penampang Basah Saluran : 1,5 m

Maka dapat ditentukan jari jari hidrolis sebagai berikut:


A
R=
P
Dimana:
R : Jari Jari Hidrolis (m)
A : Luas Penampang (m2)
P : Penampang Basah Saluran (m)
Dari rumus diatas didapat nilai dari jari jari hidrolis sebesar 0,17 m

112
Menghitung debit rencana Saluran (Q2):
1 2 1
Q2= *R3 *S 2
n
Dimana:
Q2 : Debit Rencana Saluran (m3/det)
n : Koefesien Kekasaran Saluran
R : Jari Jari Jari Hidrolis
S : Kecepatan Aliran Saluran ( m/det)
Maka :
1 2 1
Q2= *(0,17)3 *(0,001)2
0,0150
Didapat debit rencana sebesar 0,638 m3/det

Kesimpulan

Sesuai dengan syarat aman Q2 ≥ Q1,Maka dapat disimpulkan bahwa dimensi


dari saluran berbentuk persegi dengan ukuran 0,5 m * 0,5 m dapat dikatan
aman menampung debit banjir dari curah hujan 5000 mm/tahun.

3.8 Perhitungan Elevasi Segmen Kiri dan kanan jalan

Pada perhitungan bagian kanan dan kiri Jalan ini berfungsi untuk
mengetahui Bagiamana Kondisi Eksisting (Asli) dari medan jalan yang akan
direncanakan.Perhitungan ini akan digambarkan dalam bentuk potongan
melintang (Cross section),adapun metode yang digunakan dalam perhitungan
Elevasi bagian kakan dan kiri jalan ini sama seperti dengan perhitungan mencari
elevasi AS Jalan,yaitu dengan menggunakan metode Interpolasi.

113
Perhitungan elevasi bagian kanan dan kiri jalan ini juga mengacu
pada Lebar badan Jalan,bahu jalan,dan lebar saluran drainase.Pada
perhitungan ini data data yang dicari akan disajikan dalam bentuk tabel

B1
EV=h1- *(h1-h2)
B2
Dimana:
EV = Elevasi Stasioning

B1 = Jarak terdekat antara titik stasioning dan garis kontur

B2 = Penjumlahan antara B1 dan Jarak titik stasioning terjauh


antara titik rencana stasioning dan garis kontur

H1 = Elevasi terendah dari titik kontur rencana

H2 = Elevasi tertinggi dari titik kontur rencana

Elavasi Pada Bagian Kanan Jalan:

Elevasi Cross
NO STA h2 h1 B1 B2
Section
1 0+000 89 88 151,32 144,48 89,05
2 0+100 88 87 116,68 146,4 87,80
3 0+200 88 87 66,24 144,48 87,46
4 0+300 88 87 160,95 290,19 87,55
5 0+400 87 86 109,94 139,71 86,79
6 0+500 87 86 58,93 139,71 86,42
7 0+600 87 86 153,64 285,42 86,54
8 0+700 86 85 102,64 139,71 85,73
9 0+800 86 85 51,63 139,71 85,37
10 0+844 86 85 29,05 139,71 85,21
11 0+900 86 85 147,46 139,71 86,06
12 0+911 85 84 142,45 139,71 85,02
13 1+000 85 84 97,29 141,67 84,69
14 1+082 85 84 116,07 146,45 84,79
15 1+100 85 84 118,67 146,34 84,81
16 1+149 85 84 126,89 146,34 84,87
17 1+200 85 84 135,3 146,34 84,92
18 1+300 85 84 143,23 146,85 84,98
19 1+400 85 84 139,89 149,15 84,94
20 1+500 85 84 120 148,25 84,81
21 1+600 85 84 106,18 148,83 84,71

114
22 1+700 85 84 107,18 148,83 84,72
23 1+800 85 84 92,19 157,27 84,59
24 1+900 85 84 63,58 157,27 84,40
25 2+000 85 84 34,97 157,27 84,22
26 2+100 85 84 169,27 157,65 85,07
27 2+200 84 83 141,03 157,27 83,90
28 2+300 84 83 118,3 163,15 83,73
29 2+400 84 83 118,44 164,77 83,72
30 2+500 84 83 97,91 165,77 83,59
31 2+600 84 83 76,45 165,77 83,46
32 2+700 84 83 54,98 165,78 83,33
33 2+800 84 83 33,52 165,77 83,20
34 2+900 84 83 12,06 165,77 83,07
35 3+000 83 82 164,91 166,78 82,99
36 3+100 83 82 145,13 166,78 82,87
37 3+200 83 82 125,71 166,8 82,75
38 3+300 83 82 105,03 166,8 82,63
39 3+301 83 82 104,75 166,8 82,63
40 3+368 83 82 90,16 167,18 82,54
41 3+400 83 82 80,25 167,18 82,48
42 3+500 83 82 67,14 167,18 82,40
43 3+600 82 81 138,69 167,18 81,83
44 3+602 82 81 137,4 167,18 81,82
45 3+668 82 81 84,13 167,18 81,50
46 3+700 82 81 76,02 167,18 81,45
47 3+800 81 80 167,45 167,18 81,00
48 3+900 81 80 85,7 167,18 80,51
49 4+000 80 79 177,13 167,18 80,06
50 4+100 80 79 95,39 167,18 79,57
51 4+200 79 78 13,64 167,18 78,08
52 4+300 79 78 105,07 167,18 78,63
53 4+400 79 78 32,47 166,67 78,19
54 4+500 78 77 153,33 166,67 77,92
55 4+600 78 77 89,16 156,93 77,57
56 4+698 77 76 155,14 156,29 76,99
57 4+700 77 76 9,11 156,29 76,06
58 4+765 77 76 103,03 156,29 76,66
59 4+800 77 76 77,91 156,29 76,50
60 4+900 77 76 34,74 155,46 76,22
61 5+000 77 76 125,17 156,52 76,80
62 5+100 77 76 35,61 150,52 76,24
63 5+143 77 76 43,03 150,52 76,29
64 5+200 77 76 66,41 152,18 76,44

115
65 5+210 77 76 68,54 152,18 76,45
66 5+300 77 76 78,32 152,18 76,51
67 5+400 77 76 119,5 148,32 76,81
68 5+500 77 76 152,01 145,61 77,04
69 5+600 78 77 32,91 145,61 77,23
70 5+689 78 77 85,79 145,61 77,59
71 5+700 78 77 65,42 145,61 77,45
72 5+756 78 77 85,92 145,61 77,59
73 5+800 78 77 98,15 145,61 77,67
74 5+900 79 78 123,58 143,74 78,86
75 6+000 79 78 148,7 143,19 79,04
76 6+066 79 78 6,9 142,4 78,05
77 6+100 79 78 90,53 142,4 78,64
78 6+133 80 79 6,9 142,4 79,05
79 6+200 80 79 32,36 142,4 79,23
80 6+300 80 79 122,59 142,4 79,86
81 6+400 81 80 64,42 142,4 80,45
82 6+500 82 81 6,25 142,07 81,04
83 6+600 82 81 98,59 142,04 81,69
84 6+700 83 82 42,92 142,04 82,30
85 6+800 83 82 135,29 142,04 82,95
86 6+900 84 83 79,62 142,04 83,56
87 7+000 85 84 23,95 142,04 84,17
88 7+100 85 84 116,32 142,04 84,82
89 7+200 86 85 60,65 142,04 85,43
90 7+300 86 85 153,02 142,04 86,08
91 7+400 85 86 9,86 162,12 85,94
92 7+500 85 86 105,75 162,12 85,35
93 7+600 84 85 33,52 162,12 84,79
94 7+606 84 85 140,51 162,12 84,13
95 7+673 83 84 36,66 162,12 83,77
96 7+700 83 84 129,42 162,12 83,20
97 7+800 82 83 57,19 162,12 82,65
98 7+900 82 83 153,08 162,12 82,06
99 8+000 82 83 80,85 162,12 82,50
100 8+061 81 82 59,8 162,12 81,63
101 8+100 81 82 86,9 162,12 81,46
102 8+128 81 82 105,64 162,12 81,35
103 8+200 81 82 154,02 162,12 81,05
104 8+300 80 81 47,69 167,02 80,71
105 8+400 80 81 11,2 167,02 80,93
106 8+500 81 80 71,24 166,03 80,43
107 8+600 81 80 131,28 166,03 80,79

116
108 8+700 79 80 19,29 166,03 79,88
109 8+800 79 80 79,33 166,03 79,52
110 8+900 79 80 139,37 166,03 79,16
111 9+000 78 79 27,37 166,03 78,84
112 9+100 78 79 83,85 162,47 78,48
113 9+200 78 79 136,75 161,48 78,15
114 9+300 77 78 22,18 161,48 77,86
115 9+400 77 78 69,2 155,6 77,56
116 9+500 77 78 107,63 155,37 77,31
117 9+600 77 78 154,49 159,18 77,03
118 9+700 76 77 57,66 150,83 76,62
119 9+800 76 77 126,01 150,83 76,16
120 9+900 75 76 100,6 141,62 75,29
121 10+000 75 76 37,35 150,83 75,75

Elavasi Pada Bagian Kiri Jalan:

Elevasi Cross
NO STA h2 h1 B1 B2
Section
1 0+000 88 87 139,32 156,48 87,89
2 0+100 88 87 104,68 158,4 87,66
3 0+200 88 87 54,24 156,48 87,35
4 0+300 88 87 148,95 302,19 87,49
5 0+400 87 86 97,94 151,71 86,65
6 0+500 87 86 46,93 151,71 86,31
7 0+600 86 85 141,64 297,42 85,48
8 0+700 86 85 90,64 151,71 85,60
9 0+800 86 85 39,63 151,71 85,26
10 0+844 86 85 17,05 151,71 85,11
11 0+900 85 84 135,46 151,71 84,89
12 0+911 85 84 130,45 151,71 84,86
13 1+000 85 84 85,29 153,67 84,56
14 1+082 85 84 104,07 158,45 84,66
15 1+100 85 84 106,67 158,34 84,67
16 1+149 85 84 114,89 158,34 84,73
17 1+200 85 84 123,3 158,34 84,78
18 1+300 85 84 131,23 158,85 84,83
19 1+400 85 84 127,89 161,15 84,79

117
20 1+500 85 84 108 160,25 84,67
21 1+600 85 84 94,18 160,83 84,59
22 1+700 85 84 95,18 160,83 84,59
23 1+800 85 84 80,19 169,27 84,47
24 1+900 85 84 51,58 169,27 84,30
25 2+000 85 84 22,97 169,27 84,14
26 2+100 84 83 157,27 169,65 83,93
27 2+200 84 83 129,03 169,27 83,76
28 2+300 84 83 106,3 175,15 83,61
29 2+400 84 83 106,44 176,77 83,60
30 2+500 84 83 85,91 177,77 83,48
31 2+600 84 83 64,45 177,77 83,36
32 2+700 84 83 42,98 177,78 83,24
33 2+800 84 83 21,52 177,77 83,12
34 2+900 84 83 0,06 177,77 83,00
35 3+000 83 82 152,91 178,78 82,86
36 3+100 83 82 133,13 178,78 82,74
37 3+200 83 82 113,71 178,8 82,64
38 3+300 83 82 93,03 178,8 82,52
39 3+301 83 82 92,75 178,8 82,52
40 3+368 83 82 78,16 179,18 82,44
41 3+400 83 82 68,25 179,18 82,38
42 3+500 83 82 55,14 179,18 82,31
43 3+600 82 81 126,69 179,18 81,71
44 3+602 82 81 125,4 179,18 81,70
45 3+668 82 81 72,13 179,18 81,40
46 3+700 82 81 64,02 179,18 81,36
47 3+800 81 80 155,45 179,18 80,87
48 3+900 81 80 73,7 179,18 80,41
49 4+000 80 79 165,13 179,18 79,92
50 4+100 80 79 83,39 179,18 79,47
51 4+200 80 79 1,64 179,18 79,01
52 4+300 79 78 93,07 179,18 78,52
53 4+400 79 78 20,47 178,67 78,11
54 4+500 78 77 141,33 178,67 77,79
55 4+600 78 77 77,16 168,93 77,46
56 4+698 77 76 143,14 168,29 76,85
57 4+700 77 76 -2,89 168,29 75,98
58 4+765 77 76 91,03 168,29 76,54

118
59 4+800 77 76 65,91 168,29 76,39
60 4+900 77 76 22,74 167,46 76,14
61 5+000 77 76 113,17 168,52 76,67
62 5+100 77 76 23,61 162,52 76,15
63 5+143 77 76 31,03 162,52 76,19
64 5+200 77 76 54,41 164,18 76,33
65 5+210 77 76 56,54 164,18 76,34
66 5+300 77 76 66,32 164,18 76,40
67 5+400 77 76 107,5 160,32 76,67
68 5+500 77 76 140,01 157,61 76,89
69 5+600 78 77 20,91 157,61 77,13
70 5+689 78 77 73,79 157,61 77,47
71 5+700 78 77 53,42 157,61 77,34
72 5+756 78 77 73,92 157,61 77,47
73 5+800 78 77 86,15 157,61 77,55
74 5+900 78 77 111,58 155,74 77,72
75 6+000 78 77 136,7 155,19 77,88
76 6+066 79 78 -5,1 154,4 77,97
77 6+100 79 78 78,53 154,4 78,51
78 6+133 81 80 -5,1 154,4 79,97
79 6+200 81 80 20,36 154,4 80,13
80 6+300 81 80 110,59 154,4 80,72
81 6+400 81 80 52,42 154,4 80,34
82 6+500 82 81 -5,75 154,07 80,96
83 6+600 82 81 86,59 154,04 81,56
84 6+700 83 82 30,92 154,04 82,20
85 6+800 83 82 123,29 154,04 82,80
86 6+900 84 83 67,62 154,04 83,44
87 7+000 85 84 11,95 154,04 84,08
88 7+100 85 84 104,32 154,04 84,68
89 7+200 86 86 48,65 154,04 86,00
90 7+300 86 85 141,02 154,04 85,92
91 7+400 85 86 -2,14 174,12 86,01
92 7+500 85 86 93,75 174,12 85,46
93 7+600 84 85 21,52 174,12 84,88
94 7+606 84 85 128,51 174,12 84,26
95 7+673 83 84 24,66 174,12 83,86
96 7+700 83 84 117,42 174,12 83,33
97 7+800 83 84 45,19 174,12 83,74

119
98 7+900 82 83 141,08 174,12 82,19
99 8+000 82 83 68,85 174,12 82,60
100 8+061 81 82 47,8 174,12 81,73
101 8+100 81 82 74,9 174,12 81,57
102 8+128 81 82 93,64 174,12 81,46
103 8+200 81 82 142,02 174,12 81,18
104 8+300 80 81 35,69 179,02 80,80
105 8+400 80 81 -0,8 179,02 81,00
106 8+500 81 80 59,24 178,03 80,33
107 8+600 79 80 119,28 178,03 79,33
108 8+700 79 80 7,29 178,03 79,96
109 8+800 79 80 67,33 178,03 79,62
110 8+900 79 80 127,37 178,03 79,28
111 9+000 78 79 15,37 178,03 78,91
112 9+100 78 79 71,85 174,47 78,59
113 9+200 78 79 124,75 173,48 78,28
114 9+300 77 78 10,18 173,48 77,94
115 9+400 77 78 57,2 167,6 77,66
116 9+500 77 78 95,63 167,37 77,43
117 9+600 77 78 142,49 171,18 77,17
118 9+700 76 77 45,66 162,83 76,72
119 9+800 76 77 114,01 162,83 76,30
120 9+900 75 76 88,6 153,62 75,42
121 10+000 75 76 25,35 162,83 75,84

120
3.9 Perhitungan Tebal Perkerasan Jalan

Direncanakan tebal perkerasan untuk 1 jalur 2 lajur dan 2 arah. Umur rencana
jalan 15 tahun. Jalan dibuka pada tahun 2021.

Data – data :

1. Kendaraan Ringan 2 ton 6160

2. Bus 8 ton 800

3. Truk 2 as 13 ton 200

4. Truk 3 as 20 ton 80

5. Truk 5 as 30 ton 60

Jumlah LHR 2017 = 7000 kendaraan/hari

Perkembangan lalu intas (i) selama pelaksanaan = 5%

Perkembanga lalu lintas untuk 15 tahun = 8%

Bahan – bahan perkerasan :

 Laston (MS 774Kg) a1 = 0,35


 Batu Pecah (CBR 100) a2 = 0,14
 Sirtu (CBR 50) a3 = 0,12

Peneyelesaian :

 LHR pada tahun 2021 (awal umur rencana), dengan rumus : (1+i)n

1. Kendaraan Ringan 2 ton 7487

2. Bus 8 ton 607

3. Truk 2 as 13 ton 243

4. Truk 3 as 20 ton 97

5. Truk 5 as 30 ton 72

121
 LHR pada tahun ke – 15 (Akhir Umur Rencana), dengan rumus : (1+i)n

1. Kendaraan Ringan 2 ton 23.750

2. Bus 8 ton 1.925

3. Truk 2 as 13 ton 770

4. Truk 3 as 20 ton 307

5. Truk 5 as 30 ton 228

 Setelah dihitung angka ekivalen (E) masing – masing kendaraan sebagai


berikut :

1. Kendaraan Ringan 2 ton 0,0002 + 0,0002 = 0,0004

2. Bus 8 ton 0,0183 + 0,1410 = 0,1593

3. Truk 2 as 13 ton 0,1410 + 0,9238 = 1,0648

4. Truk 3 as 20 ton 0,2923 + 0,7452 = 1,0375

5. Truk 5 as 30 ton 1,0375 + 2(0,1410) = 1,3195

 Menghitung LEP (Lintas Ekivalen Permulaan) :

𝐿𝐸𝑃 = ∑ 𝐿𝐻𝑅𝑗 𝑥 𝐶𝑗 𝑥 𝐸𝑗
𝑗=𝑖

Dimana :

E = Angka Ekivalen Masing – masing Kedaraan

C = Koefisien Distribusi Kendaraan

J = Jenis Kendaraan yang Melitntasi Jalan

122
(LHR yang digunakan adalah LHR awal Pelaksanaan)

1. Kendaraan Ringan 2 ton 0,5 x 7487 x 0,0004 = 1,48

2. Bus 8 ton 0,5 x 607 x 0,1593 = 48,35

3. Truk 2 as 13 ton 0,5 x 243 x 1,0648 = 129,37

4. Truk 3 as 20 ton 0,5 x 97 x 1,0375 = 50,32

5. Truk 5 as 30 ton 0,5 x 72 x 1,3195 = 47,50

LEP = 277,02

 Menghitung LEA (Lintas Ekivalen Akhir)

𝐿𝐸𝑎 = ∑ 𝐿𝐻𝑅𝑗(1 + 𝑖)𝑈𝑅 𝑥 𝐶𝑗 𝑥 𝐸𝑗


𝑗=𝑖

Dimana :

E = Angka Ekivalen Masing – masing Kedaraan

C = Koefisien Distribusi Kendaraan

J = Jenis Kendaraan yang Melitntasi Jalan

UR = Umur Renacana

(LHR yang digunakan adalah LHR akhir = 15 tahun)

1. Kendaraan Ringan 2 ton 0,5 x 23.750 x 0,0004 = 4,75

2. Bus 8 ton 0,5 x 1.925 x 0,1593 = 153,32

3. Truk 2 as 13 ton 0,5 x 770 x 1,0648 = 409,95

4. Truk 3 as 20 ton 0,5 x 307 x 1,0375 = 159,26

5. Truk 5 as 30 ton 0,5 x 228 x 1,3195 = 150,42

LEA = 877,70

123
 Menghitung LET (Lintas Ekivalen Tengah):

LET = ½ x (LEP + LEA)

LET = ½ x (277,02 x 877,70)

Let = 577,37

 Menghitung LER (Lintas Ekivalen Rencana):

LER = LET x FP (FP = Faktor Peyesuaian = UR/10)

LER = 577,37 x 15/10

LER = 866,05

 Mencari ITP (Indeks Tebal Perkerasan) :

CBR : 4%

DDT : 4,2 (didapat dari diagram, karena cbr tanah 4%)

IP : 2,5 (Indeks Permukaan Pada Akhir Umur Rencana. Untuk Ler 100 – 1000
dan jenis jalan arteri didapat IP = 2 – 2,5)

FR : 1,5 (Disesuaikan Dengan Iklim II, Curah Hujan > 900 mm/th dan
Kelandaian Dibawah 6%)

LER = 866,05

Didapat ITP (indeks tebal perkerasan) = 9,5 (Ipo = 4) dari nomogram 1.

 Menetapkan tebal Perkerasan :

UR = 15 tahun

ITP = a1D1 + a2D2 + a3D3

9,5 = 0,35xD1 + 0,14x20 + 0,12x10

D1 = 15,7 16 cm

124
 Susunan Perkerasan ;

1. Laston (MS 774Kg) = 16 cm

2. Batu Pecah (CBR 100) = 20 cm

3. Sirtu (CBR 50) = 10 cm

16 cm = Laston (ms 774Kg)

20 cm = Batu Pecah (CBR 100)

10 cm = Sirtu (CBR 50)

Tanah Dasar CBR 4%

125
3.10 Perhitungan Volme Galian dan Timbunan (cut and fill)

Perhitungan galian timbunan (cut and fill) adalah salah satu pekerjaan
yang sangat penting dalam sebuah proyek perencanaan jalan. Adapun
perhitungan galian dan timbnan yang didapat dari perencanaan jalan yang
dibuat adalah sebagai berikut :

 Perhitungan Galian (Cut) :

STA Jarak Luas (m2) Volume (m3)


STA 0+000 - STA 0+100 100 77,5737 7757,37
STA 0+100 - STA 0+200 100 71,6843 7168,4
STA 0+200 - STA 0+300 100 67,6925 6769,25
STA 0+300 - STA 0+400 100 69,1307 6913,07
STA 0+400 - STA 0+500 100 59,445 5944,50
STA 0+500 - STA 0+600 100 55,2201 5522,01
STA 0+600 - STA 0+700 100 53,9851 5398,51
STA 0+700 - STA 0+800 100 46,8151 4681,51
STA 0+800 - STA 0+844 44 42,615 1875,06
STA 0+844 - STA 0+900 56 40,785 2283,96
STA 0+900 - STA 0+911 11 40,85 449,35
STA 0+911 - STA 1+000 89 35,1799 3131,01
STA 1+000 - STA 1+082 82 31,4304 2577,29
STA 1+082 - STA 1+100 18 32,63 587,34
STA 1+100 - STA 1+149 49 35,2064 1725,11
STA 1+149 - STA 1+200 51 46,125 2352,38
STA 1+200 - STA 1+300 100 37,0651 3706,51
STA 1+300 - STA 1+400 100 37,695 3769,50
STA 1+400 - STA 1+500 100 37,2151 3721,51
STA 1+500 - STA 1+600 100 35,754 3575,40
STA 1+600 - STA 1+700 100 34,6651 3466,51
STA 1+700 - STA 1+800 100 34,695 3469,50
STA 1+800 - STA 1+900 100 33,2251 3322,51
STA 1+900 - STA 2+000 100 31,0651 3106,51
STA 2+000 - STA 2+100 100 29,0251 2902,51
STA 2+100 - STA 2+200 100 29,9834 2998,34
STA 2+200 - STA 2+300 100 24,8222 2482,22
STA 2+300 - STA 2+400 100 22,8453 2284,53
STA 2+400 - STA 2+500 100 22,7853 2278,53
STA 2+500 - STA 2+600 100 21,35 2135,00

126
STA 2+600 - STA 2+700 100 19,785 1978,50
STA 2+700 - STA 2+800 100 18,3151 1831,51
STA 2+800 - STA 2+900 100 16,7703 1677,03
STA 2+900 - STA 3+000 100 15,285 1528,50
STA 3+000 - STA 3+100 100 13,94 1394,00
STA 3+100 - STA 3+200 100 12,5554 1255,54
STA 3+200 - STA 3+300 100 11,1751 1117,51
STA 3+300 - STA 3+301 1 9,77 9,77
STA 3+301 - STA 3+368 67 9,735 652,25
STA 3+368 - STA 3+400 32 12,14 388,48
STA 3+400 - STA 3+500 100 11,42 1142,00
STA 3+500 - STA 3+600 100 10,52 1052,00
STA 3+600 - STA 3+602 2 3,2125 6,43
STA 3+602 - STA 3+668 66 0,3501 23,11
STA 3+668 - STA 3+700 32 0,3497 11,19
STA 3+700 - STA 3+800 100 0,3053 30,53
STA 6+500 - STA 6+600 100 0,4992 49,92
STA 6+600 - STA 6+700 100 3,2652 326,52
STA 6+700 - STA 6+800 100 8,3294 832,94
STA 6+800 - STA 6+900 100 13,3305 1333,05
STA 6+900 - STA 7+000 100 21,7651 2176,51
STA 7+000 - STA 7+100 100 28,4505 2845,05
STA 7+100 - STA 7+200 100 35,8603 3586,03
STA 7+200 - STA 7+300 100 45,375 4537,50
STA 7+300 - STA 7+400 100 50,8005 5080,05
STA 7+400 - STA 7+500 100 50,5947 5059,47
STA 7+500 - STA 7+600 100 43,7504 4375,04
STA 7+600 - STA 7+606 6 36,9148 221,49
STA 7+606 - STA 7+673 67 29,2304 1958,44
STA 7+673 - STA 7+700 27 21,68 585,36
STA 7+700 - STA 7+800 100 15,1336 1513,36
STA 7+800 - STA 7+900 100 17,3251 1732,51
STA 7+900 - STA 8+000 100 1,9678 196,78
STA 8+000 - STA 8+061 61 6,56 400,16
STA 8+061 - STA 8+100 39 0,3164 12,34
STA 8+100 - STA 8+128 28 0,218 6,10
STA 8+128 - STA 8+200 72 2,572 185,18
Jumlah Total Galian (m3) 159.467,3727

127
 Perhitungan Timbuan (Fill) :

STA Jarak Luas (m2) Volume (m3)


STA 3+900 - STA 4+000 100 4,4368 443,68
STA 4+000 - STA 4+100 100 13,6799 1367,99
STA 4+100 - STA 4+200 100 9,1163 911,63
STA 4+200 - STA 4+300 100 16,1663 1616,63
STA 4+300 - STA 4+400 100 16,4063 1640,63
STA 4+400 - STA 4+500 100 18,8363 1883,63
STA 4+500 - STA 4+600 100 19,7663 1976,63
STA 4+600 - STA 4+698 98 21,2063 2078,2174
STA 4+698 - STA 4+700 2 31,2863 62,5726
STA 4+700 - STA 4+765 65 39,1163 2542,5595
STA 4+765 - STA 4+800 35 32,8472 1149,652
STA 4+800 - STA 4+900 100 36,9912 3699,12
STA 4+900 - STA 5+000 100 40,0984 4009,84
STA 5+000 - STA 5+100 100 32,3284 3232,84
STA 5+100 - STA 5+143 43 39,9409 1717,4587
STA 5+143 - STA 5+200 57 37,1627 2118,2739
STA 5+200 - STA 5+210 10 34,7659 347,659
STA 5+210 - STA 5+300 100 34,5863 3458,63
STA 5+300 - STA 5+400 100 33,8648 3386,48
STA 5+400 - STA 5+500 100 33,7763 3377,63
STA 5+500 - STA 5+600 100 29,1263 2912,63
STA 5+600 - STA 5+689 89 25,4319 2263,4391
STA 5+689 - STA 5+700 11 20,1863 222,0493
STA 5+700 - STA 5+756 56 22,6463 1268,1928
STA 5+756 - STA 5+800 44 23,8884 1051,0896
STA 5+800 - STA 5+900 100 22,9384 2293,84
STA 5+900 - STA 6+000 100 17,7784 1777,84
STA 6+000 - STA 6+066 66 15,7428 1039,0248
STA 6+066 - STA 6+100 34 20,5384 698,3056
STA 6+100 - STA 6+133 33 13,9472 460,2576
STA 6+133 - STA 6+200 67 8,3993 562,7531
STA 6+200 - STA 6+300 100 8,6016 860,16
STA 6+300 - STA 6+400 100 4,5485 454,85
STA 6+400 - STA 6+500 100 3,3563 335,63
STA 8+300 - STA 8+400 100 6,2663 626,63

128
STA 8+500 - STA 8+600 100 1,5084 150,84
STA 8+600 - STA 8+700 100 10,6163 1061,63
STA 8+700 - STA 8+800 100 16,3163 1631,63
STA 8+800 - STA 8+900 100 20,5227 2052,27
STA 8+900 - STA 9+000 100 24,7163 2471,63
STA 9+000 - STA 9+100 100 28,8263 2882,63
STA 9+100 - STA 9+200 100 32,9063 3290,63
STA 9+200 - STA 9+300 100 36,7448 3674,48
STA 9+300 - STA 9+400 100 40,5905 4059,05
STA 9+400 - STA 9+500 100 44,0363 4403,63
STA 9+500 - STA 9+600 100 46,9163 4691,63
STA 9+600 - STA 9+700 100 50,1563 5015,63
STA 9+700 - STA 9+800 100 55,3926 5539,26
STA 9+800 - STA 9+900 100 60,5963 6059,63
STA 9+900 - STA
10+000 100 68,0063 6800,63
Jumlah Total Timbunan (m3) 111.633,645

Dari perhitungan galian dan timbunan (cut and fill) pada perencanaan jalan ini
menghasilkan tanah galian sebesar 159.467,3727 m3 dan memerlukan tanah
timbunan sebesar 111.633,645 m3.

129
BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan

Berdasarkan dari perhitungan dan pembahasan dari bab – bab sebelumnya,


dapat disimulkan bahwa :

1. Titik – titik yang dilewati oleh trase jalan dalam perencanaan ini adalah ;

Titik A Kordinat X = 1964.38 ; Y = 489.18

Titik PI1 Kordinat X = 2964.38 ; Y = 489.18

Titik PI2 Kordinat X = 5040.69 ; Y = 1881.63

Titik PI3 Kordinat X = 6520.51 ; Y = 1636.38

Titik PI4 Kordinat X = 7119.22 ; Y = 2437.35

Titik PI5 Kordinat X = 6519.83 ; Y = 4345.42

Titik B Kordinat X = 4539.57 ; Y = 4625.74

2. Alinyemen horizontal pada perencanan yaitu :

a. Spiral – Circle – Spiral, dengan Δ = 34o

b. Spiral – Circle – Spiral, dengan Δ = 43o

c. Spiral – Circle – Spiral, dengan Δ = 63o

d. Spiral – Circle – Spiral, dengan Δ = 54o

e. Spiral – Circle – Spiral, dengan Δ = 66o

3. Dalam perencanaan alinyemen vertikal, diperoleh dua buah lengkung


vertikal cembung dan dua buah lengkung vertikal cekung.

4. Pada perhitungan desain tebal perkerasan jalan, diperoleh tebal pada tiap –
tiap lapisan perkerasan sebagai berikut :

a. Laston (MS744kg) = 16 cm

b. Batu pecah (CBR 100) = 20 cm

c. Sirtu (CBR 50) = 10 cm

130
5. Total volume pekerjaan tanah galian dan timbunan (cut and fill) pada
perencanaan ini adalah :

a. Galian sebesar 159.467,3727 m3

b. Timbunan sebesar 111.633,645 m3

4.2 Saran

1. Dalam merencanakan trase jalan perlu diperhatikan kontur agar nantinya


tidak terlalu menanjak atau menrun pada saat jalan dibangun.

2. Ketelitian dalam perhitungan sangat diharapkan,karena akan


mempengaruhi hasil gambar.Jika hal tersebut dilaksanakan hasil gambar
yang diproleh akan lebih akurat.

3. Perlu diperhatikan juga pada saat menentukan alinyemen vertikal. Hal ini
dimaksudkan agar nantinya volume hasil galian dan timbunan seimbang,
sehingga tanah hasil galian dapat digunak sebagai timbunan.

131

Anda mungkin juga menyukai