Elektrokimia 2007

Unduh sebagai doc, pdf, atau txt
Unduh sebagai doc, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 23

ELEKTROANALISIS

Pada bab ini akan dipelajari beberapa metode elektroanalisis. Sesuai dengan tujuan
analisisnya ada beberapa metode analisis antara lain potensiometri, konduktometri,
elektrogravimetri, dan polarografi. Oleh karena itu tujuan pembelajaran pada bab ini adalah
diharapkan mahasiswa mampu memahami beberapa metode elektroanalisis dan dapat
menerapkan aplikasinya.

9.1 PENDAHULUAN
Sebagian besar metode elektroanalisis didasarkan pada sifat-sifat elektrokimia dari
suatu larutan. Hal ini mengingat bahwa suatu larutan elektrolit yang terdapat dalam
suatu bejana yang dihubungkan dengan dua buah elektroda akan memberikan arus listrik
yang disebabkan oleh adanya perbedaan potensial. Jadi analisis elektrokimia merupakan
metode analisis baik kualitatif maupun kuantitatif yang didasarkan pada sifat-sifat kelistrikan
suatu cuplikan di dalam sel elektrokimia. Pada dasarnya secara lebih rinci metode
elektroanalisis dibagi dalam dua bagian, yaitu metode antar muka dan metode ruah. Metode
antar muka didasarkan atas fenomena bahwa terjadi pada antarmuka antara permukaan
elektroda dan lapis tipis dari larutan yang berdekatan dengan larutan sampel. Sedang
pada metode ruah adalah sebaliknya, yaitu didasarkan atas fenomena bahwa terjadi
dalam ruah atau badan larutan, dan diusahakan menghindari pengaruh antarmuka (seperti
pada konduktometri). Metode antarmuka dapat dibedakan dalam dua katagori besar, yaitu
statis dan dinamis yang didasarkan atas apakah sel-sel elektrokimia dioperasikan dengan ada
atau tidak adanya arus. Metode statis (i = 0), seperti potensiometri merupakan metode yang
penting karena kecepatan dan selektivitasnya. Metode antarmuka dinamik (i > 0) dimana arus
yang bekerja pada sel elektrokimia merupakan bagian yang vital ada beberapa tipe, yaitu
metode potensial terkontrol dan arus konstan. Dalam metode potensial terkontrol (seperti
voltametri atau polarografi), potensial sel dikontrol sementara variabel-variabel lain
dilakukan pengukuran. Dalam metode dinamik arus konstan (seperti elektrogravimetri),
arus dalam sel dipertahankan konstan pada saat dilakukan pengumpulan data.

9.2 SEL ELEKTROKIMIA


Suatu sel elektrokimia tersusun atas dua buah elektroda (minimal), larutan elektrolit
dan suatu sumber arus bisa voltmeter (sel Galvani) atau sumber arus searah (elektrolisis)
tergantung dari tujuannya. Dua buah elektroda pada sel elektrokimia yang pertama adalah
elektroda standar (baku) yang mempunyai potensial yang tetap dan kedua adalah elektroda
penunjuk (indikator) yang potensialnya bergantung pada aktivitas ion yang akan
ditetapkan. Umumnya reaksi yang terjadi pada sel elektrokimia adalah reaksi redoks.
Ada dua jenis sel elektrokimia yaitu sel Galvani dan sel elektrolisis. Sel Galvani
merupakan sel elektrokimia yang mampu merubah reaksi kimia menjadi energi listrik
(energy producer). Sedangkan sel elektrolisis merupakan sel elektrokimia yang mampu
merubah energi listrik menjadi suatu zat (substance producer).

9.2.1 Sel Galvani dan Sel Elektrolisis


9.2.1.1 Sel Galvani
Untuk lebih memperjelas mengenai sel Galvani dapat dilihat contoh tentang sel tersebut
pada Gambar 9.1. Pada gambar tersebut terlihat bahwa elektroda tembaga (sebagai kutub
positif) dicelupkan ke dalam larutan tembaga sulfat pada bejana disebelah kanan dan
elektroda seng (sebagai kutub negatif) dicelupkan ke dalam larutan seng sulfat pada
bejana di sebelah kiri. Kedua larutan dalam bejana yang berbeda tersebut dihubungkan
dengan jembatan garam.

Gambar 9.1 Sel Galvani (Skoog dan Leary, 1992: 463)

Jembatan garam bentuknya seperti pipa U terbalik yang diisi dengan larutan elektrolit
KCl (dalam agar-agar) yang kedua ujungnya disumbat dengan kapas agar tidak terjadi
aliran mekanis. Selain KCl bisa juga digunakan elektrolit KNO3, NaC1 dan K2SO4.
Fungsi dari jembatan garam, pertama adalah untuk menghantarkan arus listrik antara kedua
elektrolit yang berada dalam kedua bejana. Kedua adalah untuk menetralkan
kelebihan atau kekurangan muatan dari ion-ion yang ada dalam larutan di dalam kedua
bejana selama reaksi elektrokimia berlangsung. Oleh karena itu syarat dari suatu zat yang
dapat digunakan untuk jembatan garam adalah zat tersebut tidak boleh bereaksi dengan
elektrolit yang digunakan dalam pengukuran potensial sel. Kedua elektroda yang tercelup
dalam larutan elektrolit yang terpisah selanjutnya dihubungkan dengan sebuah voltmeter. Bila
rangkaian dihubungkan, voltmeter akan menunjukkan simpangan yang sebanding dengan
voltase kedua elektroda tersebut.
Reaksi kimia yang terjadi pada bejana di sebelah kanan merupakan proses reaksi
reduksi dari ion tembaga menjadi tembaga tak bermuatan yang akan mengendap pada
permukaan elektroda tembaga. Hal ini mengakibatkan berat elektroda tembaga bertambah
besar. Reaksi yang terjadi pada bejana ini merupakan reaksi setengah sel dari reaksi sel
elektrokimia. Kekurangan muatan positif terhadap muatan negatif dalam elektrolit pada
bejana di sebelah kanan sebagai akibat dari reaksi reduksi tembaga akan segera
disetimbangkan dengan muatan positif (kation) yang berada dalam jembatan garam. Dengan
demikian elektrolit tetap netral secara listrik. Sebaliknva elektrolit dalam bejana di sebelah
kiri akan terjadi penambahan kation sebagai akibat reaksi oksidasi logam seng. Hal ini dapat
dideteksi dengan berkurangnya berat elektroda seng. Reaksi yang terjadi pada bejana di
sebelah kiri ini juga merupakan reaksi setengah sel yang lain dari sel elektrokimia. Jadi
reaksi sel yang terjadi adalah:
Zn(s) + Cu2+ ⇄ Zn2+ + Cu(s)
Potensial yang dihasilkan dalam sel ini diukur dari kecenderungan reaksi menuju ke arah
kesetimbangan. Seperti yang ditunjukkan pada Gambar 9.1, bila aktivitas ion (a) tembaga
dan seng masing-masing adalah 1 maka potensial yang dihasilkan adalah 1,100 V, yang mana
hal ini menunjukkan bahwa reaksi adalah jauh dari kesetimbangan. Bila reaksi dilanjutkan
potensial akan menjadi semakin rendah, akhirnya potensial sama dengan 0,000 V jika sistem
mencapai kesetimbangan (AG = 0 dan E = 0).

9.2.1.2 Sel Elektrolisis


Sel seperti yang ditunjukkan pada Gambar 9.1 yang pada operasionalnya menghasilkan
energi listrik disebut dengan sel Galvani. Sebaliknya sel yang memerlukan energi listrik
disebut sel elektrolisis. Sebagai contoh, bila sel tersebut dihubungkan secara seri dengan
sebuah sumber tegangan searah (DC) dari luar, kutub positif sumber tegangan DC
dihubungkan dengan elektroda tembaga dan kutub negatif sumber tegangan DC dihubungkan
dengan elektroda seng, seperti yang dilukiskan pada Gambar 9.2. Tanda panah sumber
tegangan DC mempunyai arti bahwa voltase luar yang diberikan kepada sel dapat
diubah-ubah. Lingkaran yang ditandai huruf A dan V berturut-turut menggambarkan
sebuah amperemeter dan voltmeter.

Gambar 9.2 Sel Elektrolisis


Andaikata sumber tegangan luar diatur tepat 1,100 V dan menutup kunci saklar,
jarum amperemeter tidak akan menunjukkan arus. Hal ini disebabkan sumber tegangan
luar (DC) dan sel Galvani yang saling dihubungkan berlawanan tepat setimbang.
Akibatnya tidak satupun ada aliran elektron yang dapat mengalir melalui sistem ini. Tetapi
jika kita memberikan tegangan luar lebih kecil dari 1,100 V , elektron akan mengalir dari
elektroda seng menuju elektroda tembaga melalui rangkaian luar. Hal ini berarti reaksi
sel sedang berlangsung spontan dari kiri ke kanan dan sistemnya disebut sistem sel
Galvani. Sebaliknya, jika pada sel elektro kimia tersebut diberikan suatu voltase yang lebih
besar dari 1,100 V, maka aliran arus akan mengalir tetapi arah aliran akan berlawanan
dengan arah pada sel Galvani, yaitu arah aliran elektron akan bergerak dari kutub
negatif sumber tegangan DC masuk ke dalam elektroda seng dan elektron akan mengalir
ke luar dari elektroda tembaga menuju ke dalam rangkaian luar sumber tegangan DC
yang berkutub positif. Proses yang sedang terjadi disebut elektrolisis, sehingga reaksi
yang terjadi pada kedua elektroda akan terbalik dan reaksi sel yang terjadi adalah:
Cu(s) + Zn2+ ⇄ Cu2+ + Zn(s)
Dari uraian di atas dapat dipahami bahwa jika di dalam sel Galvani diberikan sumber
tegangan searah (arus DC) yang besarnya di bawah nilai voltase kesetimbangannya, maka
proses elektrolisis masih belum dapat berlangsung. Dengan kata lain reaksi masih
berlangsung secara spontan sesuai pada proses di dalam sel Galvani. Akan tetapi jika pada
sel Galvani dihubungkan dengan rangkaian luar yang berasal dari sumber tegangan
searah yang memiliki voltase di atas nilai voltase kesetimbangan dari sel Galvani, maka sel
elektrokimia tersebut berubah proses menjadi sel elektrolisis dan fungsi elektroda-
elektrodanya menjadi berubah.

9.2.2 Penentuan Anoda dan Katoda


Ada dua buah elektroda dalam sel elektrokimia yang masing-masing disebut dengan
anoda dan katoda. Sesuai dengan perjanjian yang dimaksud dengan anoda adalah
elektroda tempat berlangsungnya reaksi oksidasi dan katoda adalah elektroda tempat
berlangsungnya reaksi reduksi. Kedua elektroda tersebut mempunyai fungsi yang sama baik
pada sel Galvani maupun pada sel elektrolisis. Sebagai contoh dapat dilihat pada gambar
9.1 yaitu pada sel Galvani dimana elektroda tembaga berfungsi sebagai katoda dan elektroda
seng sebagai anoda. Reaksi sel merupakan jumlah dari reaksi setengah sel di anoda dan reaksi
setengah sel di katoda. Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut:
Anoda : Zn(s) ⇄ Zn2+ + 2e
Katoda: Cu2+ + 2e ⇄ Cu(s)

Reaksi sel: Zn(s) + Cu2+ ⇄ Zn2+ + Cu(s)


Beberapa contoh reaksi setengah sel di katoda adalah:
Fe3+ + e ⇄ Fe2+
2 H+ + 2e ⇄ H2(g)
AgCl(s) + e ⇄ Ag(s) + Cl-
IO4- +2H + +2e ⇄ IO3- + H2O
Dari reaksi di atas dapat dilihat bahwa pada tiap-tiap proses diperlukan elektron.
Beberapa contoh reaksi oksidasi di anoda adalah:
Fe2+ ⇄ Fe3+ + e
2 Cl- ⇄ Cl2(g) + 2e
H2(g) ⇄ 2 H+ + 2e
2 H2O ⇄ O2(g) + 4H+ + 4e
Dari reaksi di atas dapat dilihat bahwa semua proses melepaskan elektron.

9.2.3 Penulisan Notasi Sel


Seperti telah diuraikan sebelumnya, sel elektrokimia terbentuk dari penggabungan dua
jenis sistem setengah sel. Sistem dua setengah sel yang digabungkan dapat terdiri dari dua
elektroda yang sejenis yang tercelup di dalam dua buah larutan yang sejenis dengan
konsentrasi yang berbeda (sel konsentrasi), misalnya dua elektroda tembaga yang masing-
masing tercelup di dalam larutan tembaga sulfat dengan konsentrasi yang tidak sama, atau
terdiri dari dua elektroda yang berbeda yang masing-masing tercelup ke dalam larutan yang
mengandung ion-ionnya. Kedua sistem tersebut agar dapat membentuk sel, harus
dihubungkan dengan jembatan garam. Sel elektrokimia yang seperti ini biasa disebut
dengan sel elektrokimia dengan hantaran (misalnya dapat dilihat pada sel elektrokimia pada
Gambar 9.1). Sedangkan sel elektrokimia tanpa hantaran dibentuk dari dua sistem
setengah sel dimana dua buah elektroda yang digunakan tercelup ke dalam satu macam
elektrolit dalam satu bejana. Sebagai contoh dapat dilihat pada Gambar 9.3.

Gambar 9.3 Sel Elektrokimia Tanpa Hantaran (Skoog dan Leary, 1992: 465)

Dari beberapa bentuk sel elektrokimia tersebut, maka untuk memudahkan dan
memperjelas suatu sel elektrokimia digunakan notasi sel. Sistem penulisan notasi sel
untuk sel Galvani, langkah-langkah yang harus diperhatikan adalah:
· Setengah sel yang mempunyai harga potensial yang lebih besar (katoda) ditulis
di sebelah kanan dari dua garis vertikal (miring) dan setengah sel dengan potensial
elektroda yang lebih kecil ditulis di sebelah kiri.
· Urutan penulisan dimulai dari elektroda logam kemudian elektrolitnya dengan batas antar
keduanya digunakan garis tegak atau miring.
· Sistem penulisan bila lebih dari satu komponen dalam satu larutan yang terlibat
dalam reaksi sel, setiap komponen yang terlibat dipisahkan dengan tanda koma.
· Pemisahan sistem setengah sel dari dua jenis setengah sel yang membentuk sel
elektrokimia digunakan garis ganda tegak atau miring bila sistemnya merupakan sistem
sel elektrokimia dengan penghubung.
Tetapi untuk sel elektrokimia tanpa penghubung garis pemisah ini cukup menggunakan
garis tegak atau miring.
Sebagai contoh penulisan notasi sel dapat dilihat sel elektrokimia pada Gambar 9.1 dan 9.3
yaitu
Gambar 9.1 notasi selnya ditulis: Zn/Zn2+ (x M) // Cu2+ (y M)/Cu
Gambar 9.3 notasi selnya ditulis: Pt/H2,H+ (0,01 M) / Ag+ (jenuh)/Ag

9.2.4 Potensial Sel


Pada pembahasan tentang potensial sel dan potensial elektroda digunakan aktivitas,
dimana aktivitas dari spesies zat X (ax) adalah:
ax = fx [X]
f x adalah koefisien aktivitas X dan [X] adalah konsentrasi molar X. Dalam larutan encer harga
koefisien aktivitas dianggap mendekati satu satuan, sehingga konsentrasi molar dan aktivitas
suatu spesies akan identik, jadi ax = [X].
Untuk memudahkan pembahasan selanjutnya maka akan digunakan konsentrasi sebagai
pengganti aktivitas.
Pada bagian ini akan dipelajari pengaruh aktivitas atau konsentrasi dari reaktan dan
produk terhadap potensial suatu sel elektrokimia. Sebagai contoh dapat dilihat sel elektrokimia
pada gambar 9.3. Dari gambar tersebut persamaan reaksi selnya adalah:
2 AgCl(s) + H2(g) ⇄ 2 Ag(s) + 2Cl- + 2H+
Konstanta kesetimbangan (K) untuk reaksi di atas adalah:
[ H  ]2 [Cl  ]2 [ Ag ]2
K
[ AgCl ]2 .PH 2
Tanda [ ] menunjukkan konsentrasi masing-masing spesies dan P H2 adalah tekanan parsial gas
hidrogen dalam atmosfir. Sesuai dengan perjanjian konsentrasi untuk zat yang berwujud padat
dan cair sama dengan satu, sehingga persamaan di atas menjadi,
[ H ]2 [Cl  ]2
K (9.1)
2
PH
Bila persamaan di atas dikonversi dalam aktivitas, maka
[aH  ]2 [aCl  ]2
Q (9.2)
PH 2
Persamaan 9.2 di atas bukan merupakan suatu konstanta.
Secara termodinamika dapat ditunjukkan perubahan energi bebas (∆G) dari suatu
reaksi sel yaitu,
∆G = R T lnQ-R T 1nK (9.3)
selain dari itu dapat pula diketahui kelayakan suatu reaksi kimia ditinjau dari besarnya energi
bebas, dimana kriterianya adalah:
∆G < 0, reaksi kimia berlangsung spontan
∆G = 0, reaksi kimia berada dalam kondisi setimbang
∆G > 0, reaksi kimi tidak dapat berlangsung spontan
Sedangkan hubungan antara ∆G dengan potensial (E) adalah:
∆G = - nFE s e l (9.4)
dan ∆G pada keadaan standar adalah:
∆G o = n F E° (9.5)
Hubungan ∆G dengan ∆G° dirumuskan sebagai berikut:
∆G = ∆G ° + RT l n K
Pada keadaan setimbang ∆G = 0 sehingga,
∆G °= - RT InK (9.6)
Substitusi persamaan (9.6) ke persamaan (9.5) diperoleh
- RT I n K = - n F E °
RT
Eo  ln K (9.7)
nF
Persamaan di atas disebut potensial standar yang merupakan suatu tetapan, dimana F
adalah Faraday yang besarnya sama dengan 96487 Coulomb per ekivalen, n adalah jumlah
elektron yang terlibat dalam reaksi redoks, T adalah suhu dalam Kelvin dan R adalah
tetapan gas yang besarnya sama dengan 8,316 J mol -1 K-1. Substitusi persamaan (9.2) dan
(9.4) ke persamaan (9.3) diperoleh,
RT RT
Esel   ln Q  ln K
nF nF
RT  aCl    aH  
2 2
RT
Esel   ln  ln K (9.8)
nF PH 2 nF
Substitusi persaman (9.7) ke persamaan (9.8) diperoleh,

Esel  E sel 
o
ln
 
RT aCl   aH  
2 2

(9.9)
nF PH 2
Perlu dicatat bahwa potensial standar sama dengan potensial sel bila konsentrasi reaktan,
produk dan tekanan sama dengan satu. Persamaan (9.9) sering disebut dengan persamaan
Nernst. Persamaan (9.9) dapat ditulis dalam konsentrasi karena aktivitas identik dengan
konsentrasi sehingga,
RT  H    Cl  
2 2

Esel  E o sel  ln
nF PH 2

Pada suhu 25°C (278 K) dengan memasukkan harga-harga tetapan di atas dan merubah ln ke
log diperoleh persamaan,

Esel  E sel 
o 0,0592
log
 H    Cl  
2 2

(9.10)
n 2
PH
dimana 0,0592/n disebut dengan faktor Nernst. [H+] dan [Cl-] merupakan produk dan H2
merupakan reaktan maka persamaan (9.10) dapat ditulis dengan,
0,0592 [ produk ]
Esel  E o sel  log (9.11)
n [ reak tan]
Rumus di atas dapat digunakan untuk menghitung harga tetapan kesetimbangan dari suatu
reaksi redoks.

9.2.5 Potensial Elektroda


Reaksi sel dari suatu sel elektrokimia merupakan penjumlahan dari dua reaksi setengah
sel yang terlibat, dimana masing-masing setengah sel tersebut mempunyai potensial elektroda
yang tertentu. Jadi potensial dari suatu reaksi sel dalam sel elektrokimia ditentukan oleh harga
potensial elektroda dari masing-masing elektroda pada setengah sel yang terlibat. Dalam hal
ini ada dua cara menghitung potensial sel yaitu:
· Esel = Ek + Ea
dengan catatan tanda pada potensial di anoda sudah dibalik sesuai dengan arah reaksi
(yang tadinya reaksi reduksi menjadi oksidasi)
· Esel = Ek- Ea
dengan catatan tanda pada anoda tidak diubah (masih dalam bentuk reaksi reduksi).
Ek dan Ea adalah potensial elektroda untuk setengah reaksi di katoda dan di anoda yang harga
relatifnya sudah diukur terhadap suatu elektroda pembanding. Untuk pembahasan selanjutnya
digunakan rumus yang kedua, sesuai dengan perjanjian semua reaksi di anoda dan di
katoda ditulis dalam bentuk reaksi reduksi. Sebagai contoh dapat dilihat dua setengah sel atau
reaksi elektroda untuk sel pada Gambar 9.3. Bila reaksi sel pada Gambar 9.3 ditulis dalam
bentuk reaksi reduksi maka,
2 AgCl (s) + 2e ⇄ 2 Ag(s) + 2 Cl -
2 H+ + 2e ⇄ H2(g)
Dua reaksi setengah sel di atas potensial elektrodanya adalah EAgCl dan EH+. Sesuai dengan
rumus yang kedua, maka reaksi sel diperoleh dari reaksi setengah sel di katoda dikurangi
dengan reaksi setengah sel di anoda sehingga,
2 AgCl (s) + H 2(g) ⇄ 2 Ag (s) + 2 H + + 2 Cl -
potensial selnya diperoleh,
Esel = Ek – Ea
Esel = EAgC1 - EH+
Besarnya potensial biasanya akan terjadi penyimpangan bila suatu sel elektrokimia
diberi arus listrik. Hal ini disebabkan karena adanya pengaruh tahanan dan polarisasi. Akibat
yang ditimbulkan adalah menurunkan potensial untuk sel Galvani dan menambah potensial
yang diperlukan untuk menghasilkan arus di dalam sel elektrolisis. Pengaruh tahanan
terhadap potensial disebut dengan potensial Ohm atau potensial jatuh (IR drop). Pengaruh ini
selalu dikurangkan terhadap potensial teoritis suatu sel sehingga,
Esel = Ek – Ea - IR (9.12)
Sedangkan pengaruh polarisasi dapat dilihat dari derajat polarisasi. Derajad polarisasi
suatu elektroda diukur dengan kelebihan tegangan (over voltage),  . Dimana kelebihan
tegangan merupakan perbedaan antara potensial sebenarnya (E) dengan potensial
kesetimbangan (Eeq) sehingga,
 = E - E eq (9.13)
Pengaruh yang ditimbulkan polarisasi adalah menurunkan potensial elektroda sistem, jadi E
selalu lebih kecil dari Eeq sehingga  selalu negatif.

9.2.6 Potensial Elektroda Standar (Electrode Hydrogen Standart = EHS)


Apabila sepotong logam M (penghantar elektron) dicelupkan ke dalam larutan
elektrolit Mn+, maka pada kesetimbangan akan terjadi beda potensial antara logam dan larutan
elektrolit sebesar ∆EMn+/M.

Gambar 9.4 Setengah Sel Mn+/M


Kesetimbangan terjadi sesuai dengan reaksi: Mn+ + e ⇄ M
Notasi setengah sel tersebut adalah M/Mn+ (aMn+)
Besarnya beda potensial adalah:
∆EMn+/M = EM+ –EM
Beda potensial ∆EMn+/M disebut potensial elektroda absolut yang besarnya tidak dapat
diketahui sehingga diperlukan suatu skala (harga yang dapat dijadikan standar). Dari berbagai
studi terdahulu, maka dijadikan setengah sel ion H+ dan gas H2 sebagai setengah sel standar
dengan susunan seperti pada Gambar 9.5.
Gambar 9.5 Susunan Setengah Sel H+/H2 (Skoog dan Leary, 1992: 468)
Mengingat tidak mungkin mendapatkan padatan H2 pada temperatur kamar, maka digunakan
logam platina yang bersifat inert sebagai penghantar elektronnya. Elektroda platina
ditempatkan di dalam sebuah tabung kaca yang di dalamnya dialirkan gas hidrogen dengan
tekanan tertentu, selanjutnya elektroda tersebut dicelupkan ke dalam larutan ion H+ dengan
keaktifan tertentu sehingga terjadi reaksi:
2 H+ + 2e ⇄ H2(g)
Notasi selnya adalah: Pt/H2 (p atm)/ H+ (aH+)
Apabila tekanan gas hidrogen adalah 1 atm dan keaktifan ion H + adalah 1 molar, maka
setengah sel tersebut disebut elektroda normal hidrogen dengan beda potensial sebesar 0,000
V. Harga beda potensial ini tidak bergantung pada temperatur sehingga biasa disebut potensial
elektroda standar primer.
Dengan ditetapkannya elektroda normal hidrogen sebagai suatu elektroda standar
maka harga beda potensial dari setengah sel lainnya ditentukan dengan membandingkannya
terhadap potensial elektroda normal hidrogen. Harga potensial yang ditemukan merupakan
potensial elektroda relatif dari setengah sel tersebut. Tabel 9.1 menunjukkan harga-harga
potensial standar untuk beberapa elektroda logam.
Tabel 9.1 Potensial Standar Elektroda Logam Pada 25°C
Reaksi Elektroda Eo (Volt) Reaksi Elektroda Eo (Volt)
Li+ + e ⇄ Li -3,04 Cr3+ + 3e ⇄ Cr -0,75
K+ + e ⇄ K -2,92 Fe2+ + 2e ⇄ Fe -0,44
Ba2+ + 2e ⇄ Ba -2,90 Cd2+ + 2e ⇄ Cd -0,40
Sr + 2e ⇄ Sr
2+
-2,89 Co + 2e ⇄ Co
2+
-0,28
Ca2+ + 2e ⇄ Ca -2,87 Ni2+ + 2e ⇄ Ni -0,25
Na + e ⇄ Na
+
-2,71 Sn + 2e ⇄ Sn
2+
-0,14
Ce +3e ⇄ Ce
3+
-2,48 Pb + 2e ⇄ Pb
2+
-0,13
Mg2+ + 2e ⇄ Mg -2,37 2H+ + 2e ⇄ H2 0,00
Th + 4e ⇄ Th
4+
-1,90 Cu + 2e ⇄ Cu
2+
+0,34
Be2+ + 2e ⇄ Be -1,85 Cu+ + e ⇄ Cu +0,52
V + 3e ⇄ V
3+
-1,80 Hg2 + 2e ⇄ Hg
2+
+0,79
Al + 3e ⇄ Al
3+
-1,66 Ag + e ⇄ Ag
+
+0,80
Mn2+ + 2e ⇄ Mn -1,18 Pd2+ + 2e ⇄ Pd +0,99
Zn + 2e ⇄ Zn
2+
-0,76 Au + 3e ⇄ Au
3+
+1,50
9.3 POTENSIOMETRI
Potensiometri adalah suatu cara analisis berdasarkan pengukuran beda potensial sel
dari suatu sel elektrokimia. Di dalam potensiometri dapat dipelajari hubungan antara
konsentrasi dengan potensial. Metode ini dapat digunakan untuk mengukur potensial, pH
suatu larutan, menentukan titik akhir titrasi dan menentukan konsentrasi ion-ion tertentu
dengan menggunakan elektroda selektif ion. Susunan alat pada potensiometri meliputi:
elektroda pembanding (reference electrode), elektroda indikator (indicator electrode) dan
alat pengukur potensial.

9.3.1 Elektroda Pembanding


Elektroda pembanding adalah suatu elektroda yang mempunyai harga potensial tetap
dengan kata lain harga potensial setengah selnya diketahui, konstan dan tidak peka terhadap
komposisi larutan yang sedang diselidiki. Elektroda ini diperlukan dalam analisis
elektrokimia. Terdapat dua jenis elektroda pembanding, yaitu elektroda pembanding primer
dan elektroda pembanding sekunder.

9.3.1.1 Elektroda Pembanding Primer


Contoh dari elektroda jenis ini adalah elektroda hidrogen standar seperti yang telah
diuraikan sebelumnya. elektroda ini terbuat dari platina yang dilapisi platina hitam dengan
maksud agar absorpsi gas hidrogen pada permukaan elektroda dapat berlangsung sempuma,
sehingga reaksi,
H2 ⇄ 2H+ +2e
dapat berlangsung cepat dan reversibel. Potensial setengah sel dari elektroda pembanding
primer adalah nol Volt. Notasi setengah sel dari elektroda hidrogen adalah:
Pt/H2 (atm), H+ (M) atau H+ (M), H2 (atm) / Pt

9.3.1.2 Elektroda Pembanding Sekunder


Ada beberapa contoh elektroda pembanding sekunder yang sering digunakan untuk
pengukuran secara potensiometri dan mudah di dapat di pasaran, yaitu elektroda kalomel dan
elektroda perak-perak klorida.
a. Elektroda Kalomel (calomel electrode)
Dalam praktek elektroda ini lebih banyak digunakan dari pada elektroda hidrogen
standar, karena pemakaiannya lebih praktis. Elektroda ini terbuat dari tabung gelas atau
plastik dengan panjang ± 10 cm dan garis tengah 0,5 - 1 cm yang dicelupkan ke dalam air
raksa yang kontak dengan lapisan pasta Hg/Hg 2C12 yang terdapat pada tabung bagian dalam
yang berisi campuran Hg, Hg2C12 dan KC1 jenuh dan dihubungkan dengan larutan KC1 jenuh
melalui lubang kecil. Untuk lebih jelasnya lihat gambar 9.6. Kontak elektroda ini dengan
larutan yang akan diukur potensialnya melalui suatu penyekat yang terbuat dari porselin atau
asbes berpori.
Gambar 9.6 Elektroda Kalomel (Skoog dan Leary, 1992: 491)
Keterangan Gambar 9.6 1. Penghantar
2. Tabung bagian dalam
3. KC1 jenuh
4. Lubang kecil
Bila elektroda ini bekerja akan terjadi reaksi,
Hg2C12 (g) + 2e ⇄ 2 Hg(l) + 2 C1-
Notasi setengah sel elektroda kalomel dapat ditunjukkan sebagai berikut:
/ / Hg2C12 (jenuh), KC1 (x M) /Hg atau Hg/ KC1 (x M), Hg2C12 (jenuh) / /

Besarnya potensial elektroda kalomel dipengaruhi oleh konsentrasi KC1. Berdasarkan


konsentrasi KC1 terdapat tiga jenis elektroda kalomel pada 25°C yaitu:
· Bila dipakai KC1 jenuh biasa disebut dengan elektroda kalomel jenuh (Saturated Calomel
Electrode ), maka E = 0.246 V
· Bila dipakai KC1 dengan konsentrasi 3,5 M maka E = 0,2500 V
· Bila dipakai KC1 dengan konsentrasi 0,1 M maka E = 0,3356 V

b. Elektroda Perak
Elektroda perak merupakan elektroda yang satu tipe dengan elektroda kalomel.
Elektroda ini terbuat dari kawat perak (Ag) atau platina yang dilapisi perak kemudian
dilapisi dengan lapisan tipis AgCl. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 9.7.

Gambar 9.7 Elektroda Perak (Skoog dan Leary, 1992: 491)


Bila elektroda perak bekerja akan terjadi reaksi:
AgCl(s) + e ⇄ Ag(s) + Cl-
Notasi setengah sel elektroda perak adalah sebagai berikut:
/ / AgC1 (jenuh), KC1 (x M) / Ag atau Ag / AgC1 (jenuh), KC1 (x M) / /

Seperti pada elektroda kalomel besarnya nilai potensial elektroda perak-perak klorida
dipengaruhi oleh konsentrasi KC1 dimana elektroda tersebut tercelup. Berdasarkan konsentrasi
KC1, ada dua jenis elektroda perak (pada 25°C) yaitu:
· Bila dipakai KCl jenuh, maka E = 0,197 V
· Bila dipakai KCl 3,5 M, maka E = 0,205 V

9.3.2 Elektroda Indikator


Elektroda indikator adalah elektroda yang potensialnya bergantung pada konsentrasi zat
yang sedang diselidiki. Elektroda ini merupakan pasangan dari elektroda pembanding dan
terbagi dalam dua kelompok, yaitu elektroda logam dan elektroda membran.

9.3.2.1 Elektroda Logam


Elektroda logam dibagi dalam empat kelompok, yaitu: elektroda jenis pertama,
elektroda jenis kedua, elektroda jenis ketiga dan elektroda untuk sistem redoks. Masing-
masing jenis elektroda ini mempunyai kegunaan yang tertentu.

a. Elektroda Jenis Pertama


Elektroda jenis pertama digunakan untuk menentukan kation yang berasal dari
logamnya. Contohnya adalah elektroda indikator Cu dapat digunakan untuk menentukan
konsentrasi ion Cu2+. Reaksi elektrodanya adalah:
Cu2+ + 2e ⇄ Cu(s)
Dari persamaan Nernst diperoleh potensial elektroda dengan persaman:
0,0592 1
Eind  E o Cu  log (9.14)
2 [Cu 2 ]
0,0592
Eind  E o Cu  PCu (9.15)
2
Tidak semua logam dapat dijadikan elektroda jenis ini, hanya logam yang bersifat ireversibel
yang dapat digunakan seperti: perak, raksa, kadmium, seng dan timbal.

b. Elektroda Jenis kedua


Elektroda jenis kedua merupakan elektroda yang secara tidak langsung memberikan
respon terhadap anion yang membentuk endapan yang sukar larut atau kompleks yang stabil
dengan kationnya. Elektroda ini dibuat dengan menjenuhkan larutan zat yang akan dianalisias
dengan garam yang terbentuk oleh anion tersebut. Contoh, perak dapat sebagai elektroda jenis
ini untuk halida, dimana potensial elektroda dari elektroda perak dapat menjenuhkan secara
cepat konsentrasi ion klorida di dalam suatu larutan yang jenuh oleh perak klorida. Reaksi
elektrodanya dapat ditulis seba ⇄ Ag(s) + Cl- Eo = 0,222 V
Dari penerapan persamaan Nernst diperoleh,
E ind = EoCu - 0,0592 log [Cl-] (9.16)
E i n d = 0,222 + 0,0592 pC1 (9.17)
Contoh lain yang penting dari elektroda jenis ini adalah elektroda Hg untuk mengukur
konsentrasi anion EDTA (Y4-) yang didasarkan pada respon elektroda raksa dalam jumlah
kecil senyawa kompleks stabil Hg(II).
Reaksi setengah sel untuk elektroda ini adalah:
HgY2- + 2e ⇄ Hg(l) + Y4- Eo = 0,210 V
Dari persamaan Nernst diperoleh,
0,0592 [Y 4 ]
Eind  E o  log (9.18)
2 [ HgY 2 ]
0,0592 [Y 4  ]
Eind  0,210  log (9.19)
2 [ HgY 2  ]
Pada penggunaan sistem elektroda ini, penting untuk menambahkan sejumlah kecil
konsentrasi senyawa kompleks HgY2- ke dalam larutan analit. Kompleks ini sangat stabil
dimana Kf dari HgY2- = 6,3 x 1021. Dengan demikian persamaan potensial di atas dapat ditulis
dalam bentuk,
0,0592
K pY (9.20)
2
dimana konstanta K sama dengan,
0,0592 1
K  0,210  log (9.21)
2 [ HgY 2 ]
Elektroda ini sering digunakan untuk memperkirakan titik akhir pada titrasi EDTA.
c. Elektroda Jenis Ketiga
Elektroda jenis ketiga merupakan elektroda yang potensialnya bergantung pada
konsentrasi ion logam lain. Contoh, elektroda Hg dapat digunakan untuk menetukan
konsentrasi kalsium (pCa) dari larutan yang mengandung ion kalsium. Seperti contoh pada
elektroda jenis kedua, sejumlah kecil kompleks HgY2- ditambahkan ke dalam larutan analit,
sehingga harga potensial elektroda raksa dalam larutan adalah:
0,0592
Eind  K  log [Y 4  ]
2
Jika ditambahkan sejumlah kecil volume larutan yang mengandung kompleks CuY2-,
maka kesetimbangan baru akan terbentuk,
CuY2- ⇄ Cu2+ + Y4-
[Cu 2  ][Y 4  ] K f .[CuY 2  ]
Kf  ⇒ [Y 4  ] 
[CuY 2  ] [Cu 2  ]
Substitusi harga konstanta pembentukan kompleks CuY2- diperoleh,
0,0592 [CuY 2  ]
E K log K f (9.22)
2 [Cu 2  ]
Bila konsentrasi di dalam larutan standar dan analit yang digunakan tetap, maka
E = K' - 0,0592 pCa
0,0592
dimana K '  K HgY 2  log K f .CuY 2 [CuY 2  ] (9.23)
2
Dengan demikian elektroda Hg menjadi suatu elektroda jenis ketiga untuk ion kalsium.

d. Elektroda Untuk Sistem Redoks


Elektroda untuk sistem redoks merupakan elektroda yang poten sialnya
bergantung pada reaksi redoks. Elektroda ini biasanya dibuat dari logam yang inert seperti
Pt dan Au. Karena sifatnya yang inert, menyebabkan potensial yang timbul
bergantung pada potensial dari sistem redoks di dalam larutan dimana elektroda
tersebut tercelup. Contoh, elektroda Pt yang tercelup di dalam larutan yang mengandung
ion Fe2+ dan Fe3+ yang dinotasikan sebagai: Pt / Fe2+ (aFe2+), Fe3+ (aFe3+)
Reaksi yanng terjadi adalah:
Fe3+ + e ⇄ Fe2+
Potensial yang diperoleh adalah:
[ Fe 2  ]
Eind  E o  0,0592 log (9.23)
[ Fe3  ]
Sebagai contoh adalah perhitungan titrasi potensiometri, misalnya untuk titrasi
redoks antara Fe2+ dan Ce4+ dengan menggunakan elektroda indikator logam Pt dan
elektroda pembanding SCE (pada 25°C E° SCE = 0,246 Volt). Notasi sel dapat
dituliskan sebagai berikut: SCE//larutan dalam titrasi/Pt.
Reaksi: Fe2+ + Ce4+ ⇄ Ce3+ + Fe3+
analit titran spesies-spesies yang diperoleh pada titrasi
Pada proses tersebut potensial larutan akan terbaca pada voltmeter yang diperoleh dari
perbedaan antara potensial dari elektroda indikator (E larutan) dan potensial elektroda
pembanding (Eref).
E = Elart - Eref
karena Eref konstan, maka potensial dipengaruhi oleh Elart yang merupakan hasil dari
penambahan titran. Oleh karena itu untuk menghitung potensial harus dihitung dahulu Elart
pada setiap penambahan titran. Pada dasarnya ada tiga daerah titrasi yang penting untuk
memperkirakan kurva titrasi, pertama daerah sebelum titik ekivalen, kedua pada saat titik
ekivalen, dan ketiga setelah titik ekivalen. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada
contoh berikut.
Contoh Soal:
Titrasi 100 mL 0,1 M larutan Fe2+ yang dititrasi dengan 0,1 M Ce 4+. Hitung potensial pada
penambahan Ce4+ sebesar a) 25 mL b) 100 mL c) 101 mL jika diukur dengan SCE
Penyelesaian:
a) Pada penambahan 25 mL Ce4+ (25 % tertitrasi)
 mmol Fe 3+ yang terbentuk =  mmol Ce 4+ yang ditambahkan = 2,5 mmol
[Fe3+] = 2,5/125 M [Fe2+] = 7,5 /125 M
Reaksi: Fe3+ + e → Fe2+
E lart = E Fe = E° Fe - 0,059 log [Fe 2+ ] / [Fe 3+ ] = 0,771 - 0,059 log (7,5 /125)/(2,5/125)
=0,743 Volt
E = Elart - ESCE = (0,743 - 0,246) Volt = 0,497 Volt
b) Pada penambahan 100 mL Ce4+
 mmol Ce4+ yang ditambahkan =  mmol Fe2+
Pada titik ekivalen [Ce3+] = [Fe3+] dan [Ce4+] = [Fe2+]
Jadi [Ce3+]/[Ce4+] = [Fe3+]/[Fe2+]
[Ce3+][Fe2+] = [Ce4+][Fe3+]
Elart = E°Ce - 0,059 log [Ce3+] / [Ce4+]
Elart = E°Fe - 0,059 log [Fe2+]/[Fe3+]
------------------------------------------ +
2 Elart = E°Ce + EoFe - 0,059 log ([Ce3+] [Fe2+])/([Ce4+] [Fe3+])

2 Elart = E°Ce + E°Fe


Elart = (EoCe + E°Fe)/2 = (1,61+ 0,771)/2 Volt = 1,19 Volt
E = Elart - ESCE = (1,19 - 0,246) Volt = 0,94 Volt
c) Pada penambahan 101 Ce4+
 mmol Ce4+ lebih = 0,1 mmol, sehingga [Ce4+] = 0,1/201 M
 mmol Ce3+ = 10 mmol, sehingga [Ce3+] = 10/201 M
Ce4+ + e → Ce3+
Elart = ECe = EoCe - 0,059 log [ Ce 3+ ]/[Ce 4+ ]
= 1,61 - 0,059 log (10/201)/(0,1/201) = 1,49 Volt
E = Elart - ESCE = (1,49 - 0,246) Volt = 1,24 Volt

9.3.2.2 Elektroda Membran


Elektroda membran penggunaannya telah dikembangkan dengan cukup luas, karena
dapat menunjukkan ion tertentu. Elektroda membran biasa disebut dengan elektroda
selektif ion (ionic selective electrode, ISE). Elektroda membran juga digunakan untuk
penentuan pH dengan mengukur perbedaan potensial antara larutan pembanding yang
keasamannya tetap dan larutan yang dianalisis. Elektroda membran dibagi menjadi
empat kelompok, yaitu: elektroda membran kaca, elektroda membran cairan, elektroda
padatan dan elektroda penunjuk gas.
a. Elektroda Membran Kaca
Elektroda membran kaca yang sangat populer adalah bagi penentuan ion hidrogen (pH)
dalam suatu larutan. Persamaan yang berlaku adalah:
E = E° + 0,059 log .aH+ (9.25)
+
karena - log aH = pH maka,
E = E ° - 0,059 pH (9.26)
Salah satu contoh aplikasi elektroda membran kaca yang berguna untuk pengukuran pH
adalah pH meter. pH meter selain untuk pengukuran pH larutan dapat juga digunakan untuk
menentukan titik akhir titrasi asam basa pada titrasi potensiometri sebagai pengganti
indikator. Alat pH meter dilengkapi dengan elektroda kaca dan elektroda kalomel. Dalam
penggunaan elektroda pada pH meter yang harus diperhatikan adalah cairan dalam elektroda
harus selalu dijaga lebih tinggi dari larutan yang akan diukur, hal ini dimaksudkan untuk
mencegah terjadinya kontaminasi. Selain itu setelah dipakai elektroda ini harus selalu dalam
keadaan basah, oleh karena itu pada penyimpanan harus direndam dalam air. Untuk lebih
jelasnya susunan alat pH meter dapat dilihat pada Gambar 9.8.
Pada pH meter biasanya menggunakan sel membran yang terdiri dari elektroda
pembanding 1 (elektroda kalomel) dan suatu elektroda membran (kaca) yang keduanya
tercelup di dalam larutan cuplikan. Elektroda membran pada pH meter terdiri dari suatu
membran aktif (peka terhadap pH) yang ditempatkan pada salah satu ujung tabung gelas atau
plastik, dimana tabung tersebut berisi larutan HC1 0,1 M (berfungsi sebagai larutan
internal). Ke dalam larutan HC1 0,1 M dicelupkan elektroda pembanding 2 yang potensialnya
berbeda dengan elektroda pembanding 1. Elektroda pembanding 2 yang digunakan adalah
elektroda perak/perak klorida yang tidak peka terhadap pH. Kedua elektroda
pembanding dihubungkan dengan Voltmeter. Dari uraian aplikasi elektroda membran
seperti pada pH meter, maka dapat dibedakan komponen-komponen elektroda mem bran
dan elektroda logam. Kalau pada elektroda membran tersusun atas tiga komponen, yaitu
membran selektif ion, elektroda pembanding, dan larutan internal, sedang pada elektroda
logam hanya terbuat dari logam.

Gambar 9.8 pH meter (Skoog dan Leary, 1992: 495)

b. Elektroda membran Padat


Elektroda membran padat dapat bersifat homogen dapat pula bersifat heterogen, yaitu
suatu zat kristalin yang tersusun pada matriks inert semacam polimer. Contoh, elektroda
selektif ion F- dengan notasi sebagai berikut:
Hg/HgC12, KC1 (jenuh) / / larutan, membran LaF3,, NaF (0,1 M), NaC1 (0,1 M), AgCl/Ag.

Sebagai membran adalah kristal LaF 3 . Reaksi setengah selnya adalah sebagai berikut:
LaF3 + e ⇄ LaF2 + F-
Potensial elektroda yang timbul adalah:
E = E° - 0,0592 log [F-]
E = E° + 0,0592 log pF (9.27)
c. Elektroda Membran Cair
Elektroda membran cair adalah suatu fasa cairan spesifik yang dibatasi oleh suatu
dinding berpori yang inert. Cairan spesifik tersebut terdiri atas senyawa organik dengan
berat molekul yang tinggi, tidak larut dalam air dan memiliki struktur yang
memungkinkan terjadinya pertukaran ion antara ion bebas dalam larutan yang diukur dengan
ion-ion yang terletak pada pusat kedudukan molekul cairan spesifik tersebut.
Contoh: Na+, K+, Ca2+, NH4+ , Pb2+.
d. Elektroda Penunjuk Gas
Pada elektroda penunjuk gas prinsipnya adalah menempatkan suatu membran yang
bersifat permiabel terhadap gas pada bagian ujung sebuah tabung. Tabung tersebut
memisahkan larutan yang akan dianalisis dengan suatu elektroda ion spesifik.

Potensial Elektroda Membran


Secara umum potensial yang ditimbulkan oleh elektroda membran dirumuskan sebagai
berikut:
2,3RT
E  Eo  log (ai   K ij a j ) n / m (9.28)
nF
dimana Eo = potensial yang bergantung pada elektroda
ai = keaktifan ion utama
aj = keaktifan ion asing
n = muatan ion utama
m = muatan ion asing
Kij = koefisien selektivitas potensiometri dari ion i relatif terhadap j
Bila Kij = 0, dengan kata lain tidak ada ion pengganggu (ion asing), maka
2,3RT
E  Eo  log ai (9.29)
nF
Biasanya sangat sulit mengetahui kekuatan ion dari suatu cuplikan, karena
matriksnya bisa bervariasi dari yang sederhana sampai sistem yang kompleks. Oleh karena
itu digunakan cara penambahan standar. Sebagai contoh, larutan cuplikan dengan
volume Vx ml dengan konsentrasi sebesar C x pada saat pengukuran potensialnya adalah Ex.
Selanjuthya ke dalam Vx mLcuplikan tersebut ditambahkan sejumlah zat standar dengan
volume VS ml dengan konsentrasi sebesar Cs yang memberikan potensial sebesar El.
Konsentrasi cuplikan dapat dihitung dengan rumus:
 Vs 
C x  Cs  E / s
 (9.30)
V
 x (10  1) 

9.3.3 Analisis Kuantitatif


Disamping cara kurva dan penambahan standar, kepentingan lain dari elektroda
tertentu bagi analisis kuantitatif adalah sebagai penunjuk titik akhir titrasi. Bila
elektroda tersebut digunakan sebagai penunjuk elektroda di dalam larutan selama
berlangsungnya titrasi, maka cara analisis ini disebut dengan titrasi potensiometri.
Digunakannya elektroda tertentu karena tidak semua elektroda dapat digunakan
sebagai indikator titik akhir titrasi. Pada dasarnya titrasi potensiometri adalah suatu
titrasi dimana titik akhir titrasinya tidak ditentukan dengan menggunakan indi kator,
melainkan ditentukan dengan mengukur perubahan potensial elektroda atau perubahan
pH larutan selama titrasi berlangsung. Beberapa reaksi yang dapat ditetapkan secara
potensiometri adalah reaksi penetralan, redoks, pengendapan, dan reaksi kompleksometri.
Sebagai contoh adalah titrasi asam basa dengan menggunakan elektroda yang peka terhadap
perubahan pH, misalnya elektroda membran kaca yang sensitif terhadapion H+.
Penentuan titik akhir titrasi dengan cara potensiometri akan membe rikan hasil
yang lebih teliti dari pada dengan menggunkan indikator. Biasanya titrasi dengan
menggunakan indikator akan tergantung pada pengamatan dan ketelitian seseorang dalam
mengamati perubahan yang terjadi. Dengan menggunakan titrasi potensiometri pengamatan
titik akhir titrasi tidak diganggu oleh perubahan warna larutan dan kekeruhan.
Seperangkat alat untuk melakukan titrasi potensiometri dapat dilihat pada Gambar 9.9.

Gambar 9.9 Seperangkat Alat Titrasi Potensiometri


Pada dasarnya tujuan utama pada titrasi potensiometri adalah untuk menentukan lokasi
titik ekivalen. Dalam menentukan lokasi tersebut dapat dilakukan dengan beberapa cara,
antara lain dengan membuat grafik potensial atau pH versus volume titran atau
modifikasinya, yaitu turunan pertama ∆E/∆V atau ∆pH/∆V versus volume titran (Vx),
kemudian dari grafik yang diperoleh dicari harga maksimum atau minimumnya. Cara lain
adalah dari turunan keduanya, yaitu ∆2E/∆V2 atau ∆2pH/∆V2 versus volume titran
(V y ), kemudian dari grafik yang diperoleh dicari titik nolnya. Sebagai contoh cara
menghitung dapat dilihat pada titrasi asam basa antara 10 mL 0,2 M asam polibasis H3PO4
dengan 0,5 M NaOH yang datanya dapat dilihat pada Tabel 9.2
Perhitungan pada turunan pertama dan kedua adalah sebagai berikut:
Perhitungan pada turunan pertama,
pH pH 2  pH1
 dan ∆V1 =V2- V1
V V1
dengan ∆ V 1 adalah selisih volume pada turunan pertama
V 1 adalah volume pada pengukuran pertama
V 2 adalah volume pada pengukuran kedua
Perhitungan pada turunan kedua,
 pH   pH 
   
 pH  V  2  V 1 d a n ∆ V 2 = V x 2 - V x 1
2

V 2 V2
dengan ∆ V 2 adalah selisih volume pada turunan kedua
V x 1 adalah volume turunan pertama pada data pertama
V x 2 adalah volume turunan pertama pada kedua
V  V1 V  Vx1
Vx  2 Vy  x 2 Vx = (V2+V1)/2 = (pH2-pH1)/(V2-V1)
2 2
= (Vx2+Vx1)/2
Tabel 9.2 Data Titrasi H3PO4 dengan 0,5 M NaOH
No. V ∆pH Vx ∆pH/∆V Vy ∆2pH/∆V 2
1. 1,0 3,45 1,50 0,05 2,00 0,15
= (dpH2-dpH1)/(Vx2-Vx1)
2. 2,0 3,50 2,50 0,20 3,00 0,10
3. 3,0 3,70 3,50 0,30 3,88 5,47
4. 4,0 4,00 4,25 4,40 4,50 -6,20
5. 4,5 6,20 4,75 1,30 5,00 -1,60
6. 5,0 6,85 5,25 0,50 5,50 0,00
7. 5,5 7,10 5,75 0,50 6,125 -0,20
8. 6,0 7,35 6,50 0,35 7,00 0,10
9. 7,0 7,70 7,50 0,45 8,00 1,95
10. 8,0 8,15 8,50 2,40 8,90 -1,96
11. 9,0 10,55 9,30 0,83 9,55 -0,91
12. 9,6 11,05 9,80 0,38 10,03 -0,39
13. 10,0 11,20 10,25 0,20
14. 10,5 11,30
Secara garis besar bentuk ketiga kurva dapat dilihat pada Gambar 9.10.

Gambar 9.10 Kurva Titrasi Potensiometri


9.4 POLAROGRAFI
Polarografi adalah suatu metode analisis yang didasarkan pada prinsip elektrolisis.
Hasil yang diperoleh pada teknik polarografi adalah berdasarkan kurva arus-potensial
{I =f(E)}. Di dalam polarografi dapat dipelajari hubungan antara konsentrasi dengan
potensial dan arus. Metode polarografi menggunakan prinsip reaksi redoks terutama
reduksi, sehingga semua zat yang dapat direduksi dapat dianalisis dengan cara
polarografi. Metode ini disebut juga dengan voltametri yang menggu nakan elektroda
tetes air raksa (dropping mercury electrode, DME) sebagai elektroda indikator, karena teknik
ini dianggap yang mengawali perkembangan voltametri lainnya.

9.4.1 Instrumen Polarografi


Susunan alat polarografi terdiri atas sel polarografi dan alat pencatat polarogram.
Sedangkan dalam sel polarografi terdiri atas:
· Elektrode pembanding, dalam sel polarografi elektroda pembanding yang digunakan
adalah elektroda kalomel jenuh (SCE).
· Elektroda indikator, dalam hal ini elektroda indikator yang digunakan adalah elektroda
tetes air raksa (DME). Digunakannya DME karena elektroda ini mempunyai daerah
elektroaktivitas yang luas dan merupakan elektroda yang selalu segar permukaannya
sehingga reaksi reduksi dapat berlangsung dengan cepat
· Pipa saluran gas N 2 , pipa ini dimaksudkan untuk mengusir gas O 2 yang
kemungkinan terlarut dalam larutan yang sedang dianalisis. Hal ini karena bila ada O2
maka gas tersebut akan ikut tereduksi sehingga mempengaruhi hasil analisis.
Bila elektroda tersebut bekerja, maka reaksi reduksi akan terjadi pada permukaan air
raksa. Oleh karana itu untuk larutan yang mengandung ion logam Mn+ akan direduksi pada
permukaan tetesan air raksa (Hg). Reaksi yang terjadi adalah:
Mn+ + ne + Hg ⇄ M(Hg)
Notasi selnya adalah: SCE / / Mn+ (x M) / Hg
Selama reaksi berlangsung dengan potensial tertentu yang dapat diamati adalah: arus yang
mengalir (A) dan air raksa akan menetes dengan besaran tetesan tertentu. Seorang ahli
kimia yang bernama Ilkovic telah mempelajari perilaku tetesan air raksa yang dikenal dengan
persamaan Ilkovic, yaitu:

id = 607.n.D1/2.m2/3t1/6C (9.31)

dimana id = arus difusi (A)


m = kecepatan mengalir Hg (mg/dt)
t = waktu yang diperlukan untuk setiap tetesan (dt)
C = konsentrasi (mol/1)
D = koefisien difusi
n = jumlah elektron yang terlibat
607 = koefisien persamaan Ilkovic
Dari persaman di atas dapat dilihat adanya hubungan yang linier antara arus difusi dengan
konsentrasi, oleh karena itu polarografi berguna dalam analisis kuantitatif.

9.4.2 Polarogram
Polarigram adalah kurva yang diperoleh dari pengukuran secara polarografi
yang menyatakan hubungan antara arus (A) dengan potensial (Volt). Contoh
bentuk polarogram dapat dilihat pada Gambar 9.11

Gambar 9.11 Polarogram (Skoog dan Leary, 1992: 540)


Dari kurva pada Gambar 9.11 ada beberapa istilah yang perlu diketahui, yaitu:
· Potensial penguraian (potensial dekomposisi) adalah potensial dimana terjadi
peningkatan arus yang tajam.
· Arus limit (il) adalah arus konstan yang diperoleh setelah terjadi peningkatan arus
secara tajam. Arus ini diperoleh pada saat pengukuran analit.
· Arus residu (ir) adalah arus konstan yang diperoleh sebelum terjadi peningkatan arus
yang tajam. Arus ini diperoleh pada saat pengukuran blanko.
· Arus difusi (id) diperoleh dari selisih antara arus limit dengan arus residu, jadi i d = il - ir.
Arus difusi bergantung pada konsentrasi zat yang direduksi, oleh karena itu penting
untuk analisa secara kuantitatif (persamaan Ilkovic).
· = Potensial setengah gelombang (E 1/2 ) adalah harga potensial pada setengah arus
difusi (id1/2). Potensial setengah gelombang tergantung pada jenis zat yang direduksi,
oleh karena itu penting untuk analisis kualitatif.
Pada polarogram jumlah gelombang arus sesuai dengan jumlah zat yang dapat direduksi. Jadi
dalam satu polarogram dapat ditentukan konsentrasi beberapa zat dalam waktu bersamaan.
Sebagai contoh adalah suatu cuplikan yang terdiri dari beberapa ion, misalkan Ag(I), T1
(I), dan Cd (II). Bila dianalisis secara polarografi bentuk polarogramnya akan terdapat tiga
gelombang sesuai dengan banyaknya ion. Hal ini dapat dilihat pada Gambara 9.12.

Gambar 9.12. Polarogram Beberapa Ion (Skoog, 1988: 434)


Telah disinggung sebelumnya bahwa nilai E 1 /2 adalah penting untuk analisis
kualitatif. Hal ini karena nilai E 1 /2 adalah khas untuk suatu ion pada kondisi tertentu.
Nilai E 1 /2 tidak tergantung pada konsentrasi ion yang diteliti, asal kondisi larutan tetap.
Nilai E 1 /2 berbagai ion pada kondisi tertentu dapat ditemui pada literatur, yaitu nilai E 1/ 2
terhadap elektroda kalomel jenuh. Karena nilai E 1 /2 merupakan besaran yang spesifik, maka
dengan jalan menetapkan nilai E 1 /2 pada polarogram dan membandingkannya dengan nilai
yang terdapat pada literatur, maka pada prinsipnya akan dapat diketahui jenis ion dalam
larutan yang diperiksa (analisis kualitatif).
Ada beberapa peristiwa yang menyebabkan timbulnya arus, di anta ranya adalah
peristiwa mekanik, difusi, dan elektrostatik. Pada polarografi arus yang diinginkan adalah
arus yang hanya berasal dari peristiwa difusi. Oleh karena itu arus lain yang timbul harus
dihilangkan. Caranya adalah dengan menghindari terjadinya goncangan untuk arus yang
timbul karena peristiwa mekanik dan menambah suatu elektrolit tertentu untuk menghindari
timbulnya arus karena peristiwa elektrostatik.

9.4.3 Hubungan Arus-Potensial


Bila polarografi bekerja, maka reaksi yang terjadi pada permukaan elektroda adalah:
Mn+ + ne + Hg ⇄ M(Hg)
Bila reaksi reversibel maka (pada 25°C) besarnya potensial tetes air raksa adalah:
0,0592 i
Ed .e  E1 / 2  log
n id  i
(9.32)
dengan Ed.e adalah potensial elektroda tetes air raksa
E 1/ 2 adalah potensial setengah gelombang
i adalah arus yang sesuai dengan kecepatan difusi
id adalah arus difusi

9.4.4 Analisis Kuantitatif


Analisis kuantitatif polarografi dapat dilakukan dengan beberapa cara, seperti cara
kurva kalibrasi, penambahan standar dan titrasi voltametri atau disebut juga dengan titrasi
amperometer. Pada cara kurva kalibrasi dibuat kurva kalibrasi dengan jalan melakukan
pengukuran secara polarografi terhadap sejumlah larutan yang diketahui konsentrasinya
kemudian dibuat kurva antara id vs C. Pada kondisi yang sama diukur larutan cuplikan
sehingga konsentrasi cuplikan dapat diketahui dari i d yang diperoleh yang kemudian
diplotkan pada kurva kalibrasi.
Pada cara penambahan standar, larutan cuplikan dengan volume V1 diukur arus
difusinya dan diperoleh arus sebesar i d.l . Larutan standar dengan konsentrasi Cs
ditambahkan ke dalam cuplikan dengan volume V2 dan memberikan arus sebesar id.2. Bila
konsentrasi cuplikan sama dengan Cx maka,
id.1  Cx
VC V2
id .2  1 x  .Cs
V1  V2 V1  V2
id .2 V1 V2 C
  . s (9.33)
id .1 V1  V2 V1  V2 C x
Pada titrasi amperometer diperoleh kurva antara i d (A) dengan volume titran (ml). Dari
kurva tersebut dapat digunakan untuk menentukan titik ekivalen bila salah satu atau
kedua pereaksi dapat direduksi pada permukaan elektroda dengan potensial tertentu.
Contoh kurva amperometer dapat dilihat pada Gambar 9.13.

a .Titrasi Pb 2+ (dapat direduksi) dengan SO42- (tidak dapat direduksi).

b. Titrasi Mg2+ (tidak dapat direduksi) dengan 8-hidroksiquinolin (dapat direduksi)


Gambar 9.13. Kurva Titrasi Amperometer

9.5 KONDUKTOMETRI
Konduktometri adalah cara analisis yang berdasarkan pengukuran daya hantar
(hantaran) listrik larutan. Daya hantar atau hantaran diberi simbul C. Di dalam konduktometri
dapat dipelajari hubungan antara konsentrasi dengan daya hantar listrik. Arus listrik dalam
larutan elektrolit dihantarkan oleh ion-ion, sehingga C suatu larutan pada suhu tertentu
besarnya bergantung pada derajat ionisasi.

9.5.1 Daya Hantar Listrik (C)


Tahanan (R) suatu larutan elektrolit antara dua buah elektroda adalah berbanding
langsung dengan panjang larutan (l) antara kedua elektroda, dan berbanding terbalik dengan
luas permukaan elektroda (A). Jadi,
R = l/A. (9.34)
dimana R adalah tahanan suatu larutan (ohm), l adalah jarak antara dua buah elektroda (cm),
A adalah luas permukaan elektroda (cm 2 ), dan  adalah tahanan jenis ( ohm cm).
Kebalikan dari tahan jenis adalah daya hantar jenis yang diberi simbul  (kapa) sehingga,
1


1 l

R A
Daya hantar listrik merupakan kebalikan dari tahanan, sehingga satuannya = ohm-1
1 A 1 A
C  .  . (9.35)
R l  l

9.5.2 Daya Hantar Ekivalen


Untuk larutan elektrolit sering digunakan istilah daya hantar ekivalen, yang diberi
simbol  yaitu daya hantar suatu larutan elektrolit yang mengandung 1 gram ekivalen zat
elektrolit yang terlarut antara dua buah elektroda dengan jarak 1 cm dan luas penampang 1
cm2. Volume larutan (m1) yang mengandung satu gram ekivalen zat terlarut dirumuskan,
V=1000/c
dimana c= normalitas larutan (grek/liter)
Hubungan daya hantar ekivalen dengan daya hantar jenis dirumuskan sebagai,
 .1000
  V  (9.36)
c
atau,
1 l 1000
 . . (9.37)
R A c
Perbedaan elektrolit kuat dan elektrolit lemah dapat dilihat dari daya hantar ekivalennya
(Gambar 9.14).

Gambar 9.14 Daya Hantar Ekivalen Elektrolit Kuat dan Elektrolit Lemah
Menurut Kohlrausch,  akan naik karena faktor pengenceran yang akhirnya akan
tercapai suatu harga batas. Sedangkan menurut Arrhenius derajat ionisasi () akan naik
karena pengenceran sehingga akan dicapai harga  = 1. Harga batas dari daya hantar
ekivalen dimana terjadi proses ionisasi sempurna dinyatakan dengan  o dan besarnya
derajad ionisasi pada konsentrasi tertentu dinyatakan sebagai,

 c (9.38)
o
dimana c adalah daya hantar ekivalen pada konsentrasi tertentu, dan o adalah daya hantar
ekivalen pada pengenceran tak terhingga.
Daya hantar ekivalen pada larutan encer untuk setiap ion mempunyai harga tertentu.
Misalkan untuk suatu larutan elektrolit MX yang terionisasi menjadi M+ dan X-, maka
o = °M+ + °x-
dimana, °M+ adalah daya hantar ekivalen dari ion M+ pada pengenceran tak terhingga, dan °x-
adalah daya hantar ekivalen dari ion X- pada pengenceran tak terhingga.
Jadi o dari CH3COOH dapat dihitung berdasarkan . °H+ dan °CH3OO- sehingga secara
percobaan dapat dicari dengan menetapkan ° dari CH3COONa, HCl, dan NaCl.

9.5.3 Pengukuran Daya Hantar


Alat-alat untuk melakukan pengukuran daya hantar suatu larutan elektrolit terdiri dari
sumber listrik, sel daya hantar untuk menempatkan larutan, rangkaian elektronik sebagai alat
ukur dan alat-alat lainnya seperti termostat, termometer dan sistem pengaduk.

9.5.3.1 Sumber Listrik


Untuk pengukuran secara konduktometri menggunakan arus AC (non Faraday)
sebagai sumber listrik, karena tidak memerlukan reaksi elektrokimia pada kedua elektrodanya
sehingga dalam hal ini aliran arus listrik bukan akibat dari proses Faraday. Yang dimaksud
dengan proses Faraday adalah suatu proses dimana terjadi reaksi reduksi dan oksidasi pada
kedua elektroda, dan yang merupakan proses Faraday adalah hantaran arus DC yang melalui
suatu larutan.

95.3.2 Sel Daya Hantar


Umumnya sel daya hantar (hantaran) terdiri dari sepasang elektroda Pt yang memiliki
luas permukaan serta jarak antar kedua elektroda yang tertentu. Bila luas permukaan dan jarak
antar kedua elektroda diketahui dengan tepat maka angka banding (1/A) merupakan harga
yang tetap dan disebut tetapan sel daya hantar () sehingga,
1 l  
   
R A R
 .1000
dari  
C
C 
maka   
1000 R
1 c
sehingga C  
R 1000.
 dari suatu sel ditetapkan dengan jalan mengukur R dari larutan standar yang telah diketahui
harga  nya.

9.5.4 Titrasi Konduktometri


Konduktometri berguna untuk menentukan titik ekivalen suatu titrasi sebagai
pengganti indikator. Dalam titrasi ini harus diamati daya hantar larutan pada tiap-tiap
penambahan titran. Perlu diingat bahwa yang menghantarkan arus listrik adalah ion-ion bebas.
Makin banyak ion yang ada maka daya hantar semakin naik. Oleh karena itu bentuk kurva
titrasi konduktometri bergantung pada daya hantar listrik ion-ionnya. Contoh beberapa kurva
titrasi konduktometri dapat dilihat pada gambar 9.15.

 

TE TE
Vol NaOH (mL) Vol NaOH (mL)
Gambar 9.15 Beberapa kurva titrasi konduktometri
a. Titrasi Konduktometri asam kuat dengan basa kuat
b. Titrasi Konduktometri asam lemah dengan basa kuat

Anda mungkin juga menyukai