Chapter III Andaliman
Chapter III Andaliman
Chapter III Andaliman
METODE PENELITIAN
kadar SOD pada darah tikus dengan metode spektrofotometri dan histologi organ
hati tikus.
3.1.1 Alat
penangas air, rotary evaporator, seperangkat alat penetapan kadar air, desikator,
neraca hewan, neraca analitis (Baeco), neraca kasar (Homeline), blender (Philips),
alat-alat gelas laboratorium, mortar dan stamfer, aluminium foil, kertas saring,
3.1.2 Bahan
Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah buah andaliman. Bahan
kimia yang digunakan kecuali dinyatakan lain berkualitas pro analisis adalah
etanol 96%, pereaksi Bouchardat, Dragendorff, Mayer, besi (III) klorida, Molisch,
berusia 2-3 bulan dengan berat badan 150-200 g, sehat dan berprilaku normal.
Sebanyak 1 g besi (III) klorida dilarutkan dalam air suling sampai 100 ml
jernih diambil dan diencerkan dengan air suling secukupnya hingga 100 ml
Sebanyak 1,36 g raksa (II) klorida, dilarutkan dalam air suling hingga 60
ml. Pada wadah lain ditimbang sebanyak 5 g kalium iodida lalu dilarutkan dalam
20 ml air suling. Kedua larutan dicampurkan dan ditambahkan air suling hingga
Timbal (II) asetat sebanyak 15,17 g dilarutkan dalam air suling bebas CO2
Sebanyak 5,5 ml asam sulfat pekat diencerkan dengan air suling hingga
membandingkan dengan tumbuhan yang sama dari daerah lain. Bahan tumbuhan
Bahan buah andaliman yang sudah masak atau hampir masak dipetik,
mikroskopik, penetapan kadar air (WHO, 1992), penetapan kadar sari larut air,
penetapan kadar sari larut etanol, penetapan kadar abu total, dan penetapan kadar
bentuk, bau dan rasa dari buah andaliman dan serbuk simplisia buah andaliman.
andaliman. Serbuk simplisia buah andaliman diletakkan di atas kaca objek yang
telah ditetesi dengan larutan kloralhidrat dan ditutup dengan kaca penutup,
toluena). Alat terdiri dari labu alas bulat 500 ml, alat penampung, pendingin,
Cara kerja:
Dimasukkan 200 ml toluena dan 2 ml air suling ke dalam labu alas bulat,
lalu destilasi selama 2 jam. Setelah itu, toluena dibiarkan mendingin selama 30
menit, dan dibaca volume air pada tabung penerima dengan ketelitian 0,05 ml.
mendidih, kecepatan tetesan diatur lebih kurang 2 tetes tiap detik sampai sebagian
besar air terdestilasi, kemudian kecepatan tetesan dinaikkan hingga 4 tetes tiap
detik. Setelah semua air terdestilasi, bagian dalam pendingin dibilas dengan
dibiarkan mendingin pada suhu kamar. Setelah air dan toluena memisah
sempurna, volume air dibaca dengan ketelitian 0,05 ml. Selisih kedua volume air
yang dibaca sesuai dengan kandungan air yang terdapat dalam bahan yang
24 jam dalam 100 ml air-kloroform (2,5 ml kloroform dalam air suling sampai 1
liter) dalam labu bersumbat sambil dikocok sesekali selama 6 jam pertama,
diuapkan sampai kering dalam cawan penguap yang berdasar rata yang telah
o
dipanaskan ditara. Sisa dipanaskan pada suhu 105 C sampai bobot tetap. Kadar
sari yang larut dalam air dihitung dalam persen terhadap bahan yang telah
etanol 96% dalam labu bersumbat sambil dikocok sesekali selama 6 jam pertama,
penguap yang berdasar rata yang telah dipanaskan dan ditara. Sisa dipanaskan
pada suhu 105 oC sampai bobot tetap. Kadar sari yang larut dalam etanol dihitung
dalam persen terhadap bahan yang dikeringkan di udara (Depkes RI, 1995).
dipijar dan ditara, kemudian diratakan. Krus dipijar perlahan-lahan sampai arang
habis, jika arang masih tidak dapat dihilangkan, ditambahkan air panas, saring
melalui kertas saring bebas abu. Pijarkan sisa dan kertas saring dalam krus yang
sama. Masukkan filtrat ke dalam krus, uapkan, pijarkan hingga bobot tetap,
asam klorida encer selama 5 menit, bagian yang tidak larut dalam asam
dikumpulkan, disaring melalui kertas saring bebas abu, cuci dengan air panas,
dipijarkan, kemudian didinginkan dan ditimbang sampai bobot tetap. Kadar abu
yang tidak larut dalam asam dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan di
steroid/triterpenoid.
menit dan disaring dalam keadaan panas. Ke dalam 5 ml filtrat ditambahkan 0,1 g
serbuk magnesium dan 1 ml asam klorida pekat dan 1 ml amil alkohol, dikocok
dan dibiarkan memisah. Flavonoid positif jika terjadi warna merah kekuningan
asam klorida 2 N dan 9 ml air suling, dipanaskan di atas penangas air selama 2
Alkaloida positif jika terjadi endapan atau kekeruhan pada paling sedikit dua
kuat-kuat selama 10 detik. Jika terbentuk busa setinggi 1-10 cm yang stabil tidak
kurang dari 10 menit dan tidak hilang dengan penambahan 1 tetes asam klorida
suling selama 15 menit lalu disaring. Filtratnya diencerkan dengan air suling
sampai tidak berwarna. Larutan diambil sebanyak 2 ml dan ditambahkan 1-2 tetes
larutan pereaksi besi (III) klorida 10 %. Apabila terjadi warna biru atau hijau
campuran dari 7 bagian etanol 95% dan 3 bagian air suling, ditambahkan dengan
asetat 0,4 M dikocok dan didiamkam selama 5 menit, lalu disaring. Filtrat
ini dilakukan sebanyak tiga kali. Kumpulan sari air diuapkan pada temperatur
tidak lebih dari 50oC. sisanya dilarutkan dalam 2 ml metanol. Larutan ini
reaksi, diuapkan di atas penangas air, sisanya ditambahkan 2 ml air dan 5 tetes
dinding tabung. Jika terbentuk cincin ungu pada batas kedua cairan menunjukkan
disaring, lalu filtrat diuapkan dalam cawan penguap. Pada sisa ditambahkan 20
tetes asam asetat anhidrida dan 1 tetes asam sulfat pekat (pereaksi Lieberman-
Bourchard), diteteskan pada saat akan mereaksikan sampel uji. Apabila terbentuk
warna biru atau biru hijau menunjukkan adanya steroid sedangkan warna merah,
simplisia dengan derajat halus yang cocok ke dalam bejana, kemudian dituangi
dengan cairan penyari (etanol 96%) sebanyak 75 bagian, ditutup dan dibiarkan
selama 5 hari, terlindung dari cahaya sambil diaduk sekali-kali setiap hari.
secukupnya, diaduk dan disaring hingga diperoleh 100 bagian. Tampung maserat
ke dalam bejana tertutup, dibiarkan di tempat sejuk terlindung dari cahaya selama
panas. Didiamkan selama 15 menit hingga diperoleh massa yang transparan, lalu
digerus sampai homogen dan berbentuk gel, diencerkan dengan air suling,
sedikit demi sedikit sambil digerus homogen, lalu diencerkan dengan suspensi
Na-CMC 1% hingga 10 ml. Dalam hal ini rutin digunakan sebagai pembanding.
Dari hasil orientasi dosis yang telah dilakukan maka dalam pengujian akan
digunakan 3 variasi dosis yaitu dosis 75, 150 dan 300 mg/kg bb. Sejumlah 75 mg,
150 mg, dan 300 mg ekstrak etanol buah andaliman masing-masing ditimbang dan
demi sedikit sambil digerus sampai homogen lalu dimasukkan ke labu tentukur 10
Penginduksian stres pada tikus dilakukan pada hari ke-8 dan ke-9
2009).
terdiri dari 5 ekor tikus betina. Pengujian dilakukan selama 9 hari, kelompok
tersebut adalah :
intraperitonial
intraperitonial
intraperitonial
Tikus dipuasakan selama 12 jam dan pada hari ke-10 semua hewan
untuk dilakukan pengukuran aktivitas SOD dan hati tikus untuk dilakukan
pemeriksaan histologi.
intracardial, yang terlebih dahulu tikus dipuasakan 10-12 jam. Tikus dibius
dengan ketamin dosis 70 mg/kg bb secara i.p, lalu tikus dibedah. Darah diambil
tabung appendorf.
serum yang berupa cairan diambil dengan menggunakan spuit dan ditampung
didalam mikrotube.
Assay Kit) pada panjang gelombang 440 nm yang dapat dilihat pada Lampiran 10,
halaman 70. Pengujian aktivitas SOD dilakukan menurut metode yang telah
kemudian dimasukkan dalam larutan dapar formaldehida 10% dan hasilnya dilihat
Murni Teguh.
a. sampel hati yang direndam dalam larutan formalin 10% selanjutnya dilakukan
proses dehidrasi dengan alkohol bertingkat yaitu diawali dengan alkohol 70%,
parafin cair pada suhu 60–70oC, dengan perbandingan xylol : parafin berturut-
dipotong dengan menggunakan alat mikrotom dengan ketebalan irisan 5-7 μm.
preparat ke dalam seri larutan xylol I, II, III. Tahapan selanjutnya adalah fiksasi
dengan air mengalir dan direndam dalam akuades. Preparat direndam dalam
hematoxylin selama 5 menit lalu dicuci dengan air mengalir selama 3 menit.
celupan dan dicuci kembali dengan air mengalir selama 3 menit. Setelah itu
preparat diwarnai menggunakan eosin 1% dan dicuci lagi dengan air mengalir
(alkohol 80%, 95% dan alkohol absolut) selama 3 menit serta penjernihan
dengan cover glass. Preparat diamati dibawah mikroskop cahaya untuk melihat
Post Hoc Tukey HSD untuk melihat perbedaan nyata antar perlakuan.
buah muda berwarna hijau, dan matang berwarna merah tua sampai merah
kecoklatan. Bentuk buah bulat dan kecil, lebih kecil dari merica, bila digigit
mengeluarkan aroma wangi dan rasa tajam yang khas, dan dapat merangsang
produksi air liur. Biji berada dalam buah dan keras. Pemeriksaan makroskopik
hitam, berbau khas, dan biji keluar dari buah. Pemeriksaan karakteristik buah
endosperm dengan tetes minyak, tetes-tetes minyak, dan fragmen kulit biji
Hasil pemeriksaan kadar air, kadar sari larut air, kadar sari larut etanol,
kadar abu total dan kadar abu yang tidak larut asam dapat dilihat pada Tabel 4.1
kadar air sebesar 7,58%, hasil ini memenuhi persyaratan kadar air simplisia buah
pada buku Cara Pembuatan Simplisia yaitu tidak lebih dari 8% (Depkes RI, 1985).
tersebut semakin kecil. Kadar sari larut air diperoleh sebesar 10,30% dan kadar
sari larut etanol sebesar 12,62%. Penentuan kadar sari sangat berguna untuk
Sedangkan kadar abu total simplisia yang didapat sebesar 7,06% dan kadar abu
simplisia. Abu yang tersisa setelah pembakaran berupa abu fisiologis yang berasal
dari jaringan tanaman itu sendiri dan abu non fisiologis yang merupakan residu
dari luar seperti pasir dan tanah yang menempel pada sampel. Penetapan kadar
abu dalam asam dimaksudkan untuk mengetahui jumlah silikat khususnya pasir
asam klorida (WHO, 1992). Semakin rendah kadar abu maka mutu simplisia
semakin tinggi.
monografi di dalam buku Materia Medika Indonesia (MMI) sehingga hasil yang
yang terdapat didalamnya. Hasil skrining fitokimia terhadap simplisia dan ekstrak
Tabel 4.2 Hasil skrining fitokimia serbuk simplisa dan ekstrak buah andaliman
Junie, 2015).
4.4 Pengaruh Ekstrak Etanol Buah Andaliman terhadap Kadar SOD pada
Tikus
Superoxide Dismutase Assay Kit) pada panjang gelombang 440 nm yang dapat
dilihat pada Lampiran 10, halaman 70. Metode ini berdasarkan pada prinsip
kolorimetri untuk penentuan aktivitas enzim SOD dalam sampel biologi secara
xanthine oxidase (XO). O2- bereaksi dengan pewarna WST-1 untuk membentuk
diperoleh (ΔΔOD) maka semakin tinggi aktivitas SOD dari sampel (Anonim,
2012).
Kit. Kurva standar dibuat dengan mengukur absorbansi masing masing standar
dengan konsentrasi 0, 0,12, 0,24, 0,54, 1,2, 1,8, 2,4, 3 U/ml pada panjang
gelombang 440 nm. Nilai absorban setiap konsentrasi dapat dilihat pada Tabel
4.3.
Gambar 4.1.
0.008
0.007 0.007
0.006
Absorbansi (440 nm)
y = 0.0043ln(x) - 0.0009
0.005 0.005 R² = 0.8898
0.004
0.003 0.003
0.002
0.001 0.001
0 0
-0.001 0 0.12 0.24 1.2 2.4
-0.002
Konsentrasi SOD (U/ml)
absorbansi yang terbentuk. Dari kurva kalibrasi ini diperoleh nilai r2. Nilai r2
untuk analisis regresi yang mewakili data yang sebenarnya. Dari kurva standar
0,8898.
diperoleh nilai aktivitas SOD (x). Hasil aktivitas SOD kemudian dilakukan
dilanjutkan dengan uji Post Hock Tukey HSD. Dari hasil uji yang dilakukan
perlakuan. Hasil uji aktivitas SOD ekstrak etanol buah andaliman pada darah tikus
Tabel 4.4 Aktivitas SOD ekstrak etanol buah andaliman pada darah tikus
4.000 3.646
3.052
3.000 2.444
1.956
2.000
1.000
0.000
Perlakuan
kontrol doksorubisin andaliman 75 andaliman 150 andaliman 300 rutin
Perbedaan rata-rata aktivitas SOD pada setiap perlakuan dapat dilihat pada
Gambar 4.2. Rata-rata nilai aktivitas SOD pada kelompok kontrol adalah 4,626 ±
0,258 U/ml. Nilai tersebut menunjukkan standar nilai aktivitas enzim SOD tikus
dalam keadaan sehat (normal). Hasil uji statistik menunjukkan bahwa aktivitas
Kelompok rutin memiliki aktivitas SOD tertinggi (5,594 ± 0,206 U/ml) dan
EEBA 150 (3,052 ± 0,114 U/ml), dan EEBA 300 (3,646 ± 0,174 U/ml)
doksorubisin, dari hasil uji dapat dilihat bahwa semakin tinggi dosis EEBA yang
aktivitas paling baik. Hasil penelitian sebelumnya terkait uji aktivitas antioksidan
EEBA secara in vitro dengan metode DPPH menunjukkan nilai IC50 sebesar 32,19
ppm (kuat) (Gultom, 2012), dari hasil kedua metode tersebut dapat dilihat bahwa
baik melalui pengukuran SOD maupun dengan metode peredaman DPPH, EEBA
lebih tinggi. Kelompok EEBA dengan dosis 300 mg/kg bb (3,646 ± 0,174 U/ml)
memiliki aktivitas SOD yang paling tinggi dibandingkan dengan dosis lainnya,
akan tetapi masih belum bisa menyamai aktivitas SOD pada kelompok rutin.
EEBA diberikan per oral pada tikus betina selama 7 hari sebelum
diinduksi doksorubisin (DOX) dosis 20 mg/kg bb dan dilanjutkan pada hari ke-8
dan ke-9 dengan pemberian ekstrak 1 jam sebelum diinduksi doksorubisin. Hal ini
dilakukan dengan harapan bahwa senyawa kimia dari EEBA mampu memproteksi
tubuh tikus dari stres oksidatif yang dihasilkan dari penginduksian DOX.
superoksida (O2-) seperti xantin oksidase dan protein kinase C. Disamping itu
semuanya terlibat dalam pembentukan ROS (Pieta, 2000), sehingga dapat dilihat
bahwa aktivitas antioksidan EEBA, yaitu dengan meningkatnya kadar SOD dalam
darah, merupakan kerja dari senyawa flavonoid yang terdapat dalam buah
andaliman.
jaringan yang bersifat asam (basofilik), yaitu inti sel. Sedangkan eosin bersifat
(Djajakirana, 2009). Hasil pemeriksaan histologi hati dapat dilihat pada Gambar
4.3.
d
e
a
e
d
c
f
b
d
a
a
Gambar 4.3 Gambaran histologi hati tikus dengan pewarnaan Hematoxylin Eosin
pada berbagai perlakuan (perbesara 40x)
Keterangan :
a. Sel hati normal e. Karioreksis
b. Vena sentral f. Degenarasi hidropis
c. Kariolisis
d. Piknosis
pada kelompok normal (Gambar 4.3.a), susunan jaringan hati pada semua tikus
degenerasi sel. Pada semua kelompok hewan yang diberikan doksorubisin, terlihat
adanya sel yang mengalami nekrosis, steatosis, dan perdarahan yang dapat dilihat
pada sinusoid. Namun nekrosis dan perdarahan yang paling parah terlihat pada
kelompok yang diberi perlakuan stres tunggal (Gambar 4.3.b). Pada Gambar 4.3.b
terlihat susunan sel tidak beraturan dan sangat jauh berbeda tampilannya dengan
Gambar 4.3.a. Selain itu juga terlihat adanya perdarahan sinusoid pada beberapa
bagian hati.
yang masih baik dan hampir sama dengan kelompok kontrol (normal). Dimana
dapat dilihat dari kondisi sel hatinya yang sebagian besar masih dalam kondisi
normal. Hanya ada beberapa sel hati yang mengalami degenerasi dan nekrosis.
Degenerasi hidropik
hepatosit
Pendarahan
pada sinusoid
Gambar 4.4 Sel hati yang mengalami kerusakan pada kelompok yang diberikan
perlakuan doksorubisin
Pada gambar histologi hati kelompok EEBA terlihat sel sel hati dalam
keadaan yang lebih baik bila dibandingkan dengan kelompok perlakuan stres
mg/kg bb (Gambar 4.3.f) menunjukkan kondisi jaringan hati yang paling baik bila
dibandingkan dosis lainnya, hal ini terlihat dari sedikitnya sel hati yang
mengalami nekrosis. EEBA dengan dosis 75 mg/kg bb (Gambar 4.3.d) dan 150
mg/kg bb (Gambar 4.3.e) menunjukkan kondisi hati yang lebih baik dibanding
kelompok doksorubisin, namun masih ada beberapa sel yang mengalami nekrosis,
sehingga dapat dilihat bahwa pemberian EEBA dapat mencegah kerusakan hati
yang disebabkan oleh radikal bebas yang dihasilkan doksorubisin dan mencegah
peroksidasi lipid. Hal tersebut terkait dengan aktivitas enzim SOD dalam hati,
mencegah reaksi berantai lebih lanjut terhadap komponen membran sel sehinnga
oleh peroksidasi lipid pada mikrosom dan terutamadi mitokondria oleh adanya
ion Fe3+ dan termasuk kerusakan pembuluh darah dan stenosis pada sel-sel hati
berproliferasi, dan menjadi penyebab utama kerusakan hati pada Iskemia (Ismail,
2012).
seperti terlihat pada kelompok yang diberi perlakuan DOX (Djajakirana, 2009).
tersebut akan bebas di dalam tubuh dan berusaha untuk mencapai kestabilan
dengan berikatan dengan molekul di dekatnya. Ikatan antara radikal bebas dengan
membran sel oleh radikal bebas terjadi melalui rangkaian proses ikatan kovalen
pada komponen membran oleh radikal bebas dan reaksi peroksidasi lipid. Hasil
kerusakan makromolekul penting seperti lipid, protein dan DNA (Pradana, dkk.,
2003).
masuknya ion. Degenerasi hidropis termasuk kerusakan yang ringan karena dapat
sembuh dan sel hati menjadi normal kembali (reversible) (Kurniawan, dkk.,
2014).
5.1 Kesimpulan
EEBA yang diberikan. Dimana dosis yang paling efektif adalah EEBA
dosis 300 mg/kg bb, dengan kadar rata rata SOD 3,646 U/ml.
5.2 Saran