Bab 1 2

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 75

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Tumor odontogenik merupakan suatu kelainan yang terjadi pada


rongga mulut dan asalnya berhubungan dengan jaringan yang berasal dari
perkembangan gigi. Jaringan abnormal dari masing-masing tumor sering
dihubungkan dengan jaringan yang sama pada odontogen normal dari
pembentukan hingga erupsi gigi.

Tumor odontogenik merupakan neoplasma pada rahang yang


berdiferensiasi dari struktur gigi. Lesi ini sering ditemukan pada
mandibula dan maksila sedangkan pada gingiva jarang. Etiologi dan
patogenesisnya tidak jelas. Secara klinis, tumor odontogenik merupakan
tipe asimptomatik, namun dapat menyebabkan ekspansi rahang,
bergesernya gigi, dan resorbsi tulang.

Seperti neoplasma lain di dalam tubuh, tumor odontogenik


cenderung untuk mirip secara mikroskopik dengan sel atau jaringan
asalnya. Secara histologis, tumor odontogenik ini dapat mirip dengan
jaringan lunak enamel organ atau pulpa gigi atau mengandung jaringan
keras seperti enamel, dentin, cementum atau campuran bahan bahan
tersebut. Lesi odontogenik ini dapat berproliferasi secara jinak sampai
ganas dengan kemampuan metastase.

Tumor odontogenik adalah kelompok tumor yang jarang terjadi


tapi termasuk kelompok yang berbeda dan kompleks dari kelompok tumor
yang ada. Jenis tumor ini berasal dari dari jaringan epitel atau mesenkim,
atau keduanya,dan berhubungan dengan struktur gigi. Kebanyakan dari
tumor odontogenik adalah tumor ganas, tapi beberapa ada juga yang

1
tumbuh sebagai hamartomatous. Tumor odontogenik biasanya muncul
sebagai suatu pembengkakan tanpa nyeri, yang dapat mengakibatkan
hilangnya struktur tulang, pergeseran gigi dan pembesaran rahang.

Tumor ini jarang menyebabkan disfungsi saraf sensoris. Dengan


memahami latar belakang biologis dari kelompok lesi ini akan membantu
kita menentukan perawatan yang tepat dengan hasil yang memuaskan.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Apakah definisi dari Adenoma ondontogenik tumor, lipoma,
fibrolipoma, dan keratositik odontegenik?
2. Apakah etiologi dari Adenoma ondontogenik tumor, lipoma,
fibrolipoma, dan keratositik odontegenik?
3. Bagaimana gambaran klinis dari Adenoma ondontogenik tumor,
lipoma, fibrolipoma, dan keratositik odontegenik?
4. Bagaimana penatalaksanaan Adenoma ondontogenik tumor, lipoma,
fibrolipoma, dan keratositik odontegenik?

C. TUJUAN
1. Agar pembaca mengetahui definisi dari Adenoma ondontogenik
tumor, lipoma, fibrolipoma, dan keratositik odontegenik.
2. Agar pembaca mengetahui etiologi dari Adenoma ondontogenik
tumor, lipoma, fibrolipoma, dan keratositik odontegenik.
3. Agar pembaca mengetahui gambaran klinis dari Adenoma
ondontogenik tumor, lipoma, fibrolipoma, dan keratositik
odontegenik.
4. Agar pembaca mengetahui penatalaksanaan Adenoma ondontogenik
tumor, lipoma, fibrolipoma, dan keratositik odontegenik.

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. ADENOMATOID ODONTOGENIK TUMOR

1. Definisi
Adenomatoid odontogenic tumor (AOT), suatu lesi epitel ganas
yang tidak biasa dari epitel odontogenik. AOT juga disebut "tumor dua
pertiga," karena dua pertiga terjadi pada wanita muda dan juga di
maxilla, dua pertiga kasus dikaitkan dengan gigi yang tidak erupsi, dan
dua pertiga gigi yang terkena adalah gigi taring.5, Penentuan histologis
WHO dari tumor odontogenik, kista rahang, dan lesi sekutu (2005)
telah mendefinisikan AOT sebagai tumor epitel odontogenik dengan
struktur seperti saluran dan dengan tingkat perubahan induktif yang
bervariasi dalam jaringan ikat. (Mutalik, 2012).

2. Etiopatogenesis

Tumor adenomatoid odontogenik berasal dari epitel enamel


organ. AOT biasanya padat , tapi kadang-kadang fibrosis. Karena
neoplastik dan lesi hamartomatous dapat terjadi pada setiap tahap
odontogenesis, tumor odontogenik dengan gabungan fitur epitel dan
mesenchymal komponen mungkin timbul dalam kista odontogenik.
Pembentukan AOT terjadi sebelum perubahan cystic, maka AOT akan
mengisi ruang folikel dan hadir sebagai tumor padat. Kadang-kadang
AOT mengembangkan sebagai pertumbuhan mural dikista

3
dentigerous. Terjadi dalam area rahang dan sering ditemukan di dekat
dengan gigi yang dalam proses erupsi, memiliki fitur sitologi yang
mirip dengan berbagai komponen enamel organ, lamina gigi, dan
sisa-sisanya. AOT menjadi hamartoma menunjukkan ukuran yang
terbatas pada sebagian besar kasus dan kurang kambuh. AOT yang
telah terdeteksi dan diobati selama bertahun-tahun, mengakibatkan
asimetri wajah dan distorsi. Secara histologis, jaringan lesi
menunjukkan lebih besar dari penataan normal odontogenic daripada
yang diharapkan pada anomaly perkembangan.

3. Epidemiologi

AOT adalah 3-7% dari semua tumor odontogenik dan frekuensi


relatif 2,2-7,1%. Dari 74% kasus yang dilaporkan tumor ini berkaitan
dengan gigi impaksi.
AOT umumnya ditemukan pada wanita muda, terutama dalam
dekade kedua kehidupan, dan jarang pada pasien yang lebih tua dari
usia 30 tahun. Rahang atas lebih sering terjadi hampir dua kali lebih
sering daripada di mandibula, dan bagian anterior rahang lebih sering
terlibat dari pada bagian posterior.

4. Klinis
Keluhan adanya pembengkakan pada regio kanan wajah
Susah bernafas

Tidak ada rasa nyeri yang berhubungan dengan pembengkakan


Kecepatan tumbuh : tumbuh lambat dan biasanya asimtomatik

5. Diagnosis Banding
kista dentigerous

4
Pengapuran kista odontogenik
Pengapuran tumor odontogenik
Uni ameloblastoma kistik
Kista kerato odontogenik

6. Penatalaksanaan dan Prognosis

Tumor ini merupakan tumor jinak, perawatan yang


dikombinasikan untuk lesi ini adalah pengambilan sederhana, atau
konservatif (enukleasi) pada seluruh daerah lesi. Karena adanya
kapsul sehingga memudahkan untuk mengangkat tumor dari
tulang. Perkembangan yang agresife tidak di pernah dilaporkan dan
rekurensi setelah enukleasi jarang ditemukan. Prognosis baik, tingkat
kambuhnya tumor adenomatoid sangat rendah (0,2%).

B. KERATOKISTIK ODONTOGENIK TUMOR

1. Definisi
Keratocystic Odontogenik Tumor (KOT) merupakan tumor
dengan lobus tunggal atau lebih, lesi yang berasal dari tulang maupun
gigi. Berasal dari sisa sisa lamina dental dan dapat terjadi pada semua
daerah di rahang. Sebelumnya dikenal sebagai odontogenic keratocyst
(OKC), yang lebih menekankan sifat-sifat jinak pada lesi ini. Pada
tahun 2005 WHO merekomendasikan istilah baru KCOT karena lebih
akurat menerangkan tentang sifat-sifat yang berhubungan dengan
keganasan, pada gambaran radiografinya lesi ini tidak terlalu jelas
menggambarkan mengenai kista odontogenik dan beberapa tumor
odontogenik. Lokasi tersering terkenanya tumor ini adalah pada ramus

5
dan corpus mandibula bagian posterior. Pada maksila terjadi di bagian
posterior atau region kaninus.

2. Etiologi

Keratocystic Odontogenik Tumor (KOT) adalah kista


odontogenik non inflamasi yang muncul dari dental lamina. Tidak
seperti kista lainnya yang diperkirakan tumbuh oleh karena tekanan
osmotik, epitel KCOT tampaknya memiliki potensi pertumbuhan

bawaan, seperti pada sebuah tumor jinak.

3. Gambaran Klinis
Odontogenik keratokista kecil biasanya asimptomatis dan hanya
ditemukan pada gambaran radiografi saja, tidak tampak secara klinis.
Odontogenik keratokista besar mungkin dapat menyebabkan
pembengkakan, dan drainase pada daerah kista. Pada kasus yang
ekstrem, bahkan kista yang sangat besar bisa tanpa rasa
sakit.Odontogenik keratokista memiliki gambaran klinis yang hampir
sama dengan gambaran klinis kista - kista lainnya di rongga mulut,
sehingga tidak dapat di jadikan sebagai petunjuk diagnosis. Walaupun
gambaran radiografi dapat memberikan gambaran yang jelas adanya
odontogenik keratokista, namun untuk diagnosis pasti melalui
pemeriksaan histopatologis.

4. Penatalaksanaan dan Prognosis

Kista ini merupakan jenis kista yang paling agresif dan mudah
rekuren. Prinsip terapi odontogenik keratokista adalah enukleasi.
Dikarenakan tingkat rekuren yang tinggi dari kista ini, maka setelah
tindakan enukleasi harus selalu disertai dengan tindakan kuretase.

6
Selain kecenderungan untuk rekuren, prognosis keseluruhan untuk
sebagian besar kista ini adalah baik.

C. LIPOMA

1. Definisi
Banyak definisi mengenai lipoma pada dasar mulut yang ditulis
oleh para ahli, tetapi dalam tulisan ini penulis hanya
mengemukakan beberapa dari pengertian lipoma. Sterling V.
Mead (1954), lipoma adalah neoplasma jinak yang tunggal atau
mutiple, yang terbentuk dari jaringan lemak. Biasanya terdiri dari
massa lobus yang kekuningan.
K. Ghandour (1992), lipoma secara umum tumbuh lambat,
jinak, berkapsul oleh neoplasma jaringan lemak yang langka terjadi di
rongga mulut. Lipoma berbeda dengan lemak dari tubuh manusia
yang gemuk dimana lemak ini tidak tersedia untuk metabolisme
tubuh.

2. Etiologi
Lipoma pada dasar mulut mewakili sekitar 5% dari semua
neoplasma rongga mulut yang dianggap sebagai lesi langka yang
dapat ditemukan di rongga mulut, yang banyak dibahas etiologinya
antara lain faktor hereditar, gangguan endokrin atau bahkan trauma
lokal dan infeksi sebagai kemungkinan etiologinya. Diperkirakan
bahwa trauma dapat memicu proliferasi jaringan lemak dan
menyebabkan suatu lipoma. Lipoma ini dapat timbul karena aktifitas
mitosisdari sel-sel lemak yang disebabkan oleh suatu trauma atau
karena mekanisme dari metabolisme yang cepat dan diperkuat oleh
faktor hereditar.

7
Sulit untuk mengetahui akan adanya ukuran lipoma yang bisa
tumbuh begitu cepat. Hal ini dikarenakan pasien meminta
perawatan kepada dokter gigi ketika lesi sekunder sudah
terinfeksi, mungkin dikarenakan setelah adanya trauma akibat
gigi tiruan yang tidak stabil.
Hal ini juga sulit diketahui pasien ketika ukuran suatu lesi
membesar sebelum fase akut terinfeksi. Oleh karena itu dijelaskan
bahwa awalnya mungkin lesi terjadi di bawah otot mylohyoid dan
kemudian terjadi di dasar mulut. Ini menjelaskan akan adanya
kerentanan terhadap trauma dan infeksi sekunder.
Iritasi dan trauma ringan yang terus menerus inilah salah satu
penyebab terjadinya lipoma pada dasar mulut.

3. Patofisiologi
Lipoma adalah neoplasma jaringan lunak jinak yang paling
sering terjadi pada orang dewasa, yaitu sekitar 1% populasi. Lipoma
paling sering ditemukan antara usia 40-60 tahun.
Neoplasma ini jinak tumbuh lambat yang terdiri dari sel-sel
lemak matang. Dimana tampak metabolik sel-sel lipoma berbeda
dari sel normal meskipun sel-sel tersebut secara histologis serupa.
Jaringan lemak berasal dari jaringan ikat yang berfungsi sebagai
depot lemak. Jaringan lemak ini adalah jaringan yang spesial
terdiri dari sel spesifik yang mempunyai vaskularisasi tinggi,
berlobus dan berfungsi sebagai depot lemak untuk keperluan
metabolisme. Sel-sel lemak primitif biasanya berupa butir-butir
halus di dalam sitoplasma. Sel ini akan membesar seperti mulberry
sehingga akhirnya derajat deposisi lemak menggeser inti ke arah
perifer.

8
Jaringan lemak berasal dari sel-sel mesenkim yang tidak
berdifferensiasi yang dapat ditemukan di dalam tubuh. Beberapa
sel-sel ini menjadi jaringan sel lemak yang matang membentuk
lemak dewasa.
Terjadinya suatu lipoma dapat juga disebabkan oleh karena
adanya gangguan metabolisme lemak. Pada lipoma terjadi
proliferasi baik histologi dan kimiawi, termasuk komposisi asam
lemak dari jaringan lemak normal. Metabolisme lemak pada
lipoma berbeda dengan metabolisme lemak normal, walaupun
secara histologi gambaran sel lemaknya sama. Pada lipoma dijumpai
aktivitas lipoprotein lipase menurun. Lipoprotein lipase penting untuk
transformasi lemak di dalam darah. Oleh karena itu asam lemak
pada lipoma lebih banyak dibandingkan dengan lemak normal.
Hal ini dapat terjadi bila seseorang melakukan diet, maka secara
normal depot lemak menjadi berkurang, tetapi lemak pada
lipoma tidak akan berkurang bahkan bertambah besar. Ini
menunjukkan bahwa lemak pada lipoma bukan merupakan lemak
yang dibutuhkan oleh tubuh.
Apabila lipoma membesar akan tampak sebagai suatu
penonjolan yang dapat menekan jaringan di sekitarnya. Pada
dasar mulut, pembesaran lipoma dapat mengganggu fungsi
pengunyahan dan fungsi bicara, sedangkan pertumbuhannya
menekan gigi geligi maka dapat menyebabkan tanggalnya gigi di
sekitar lipoma tersebut.

4. Gejala klinis
Dari sekian banyak jenis tumor, lipoma memiliki ciri dan atau
karakter tersendiri. Jikia seseorang diduga memiliki penyakit lipoma
gejala yang timbul biasanya terlihat benjolan kecil dan lembut, serta

9
dapat bergerak dengan mudah hanya dengan digerakkan dengan jari.
Selain itu, benjolan akibat lipoma biasnya hanya berada di bawah
permukaan kulit dan kulit terlihat pucat. Lipoma yang paling sering
terjadi terletak pada bagian leher, punggung , dan bahu , tetapi lipoma
juga dapat terjadi pada perut, paha, dan lengan. Lipoma ini tidak
menyakitkan, terkecuali jika ia tumbuh ke dalam saraf di bawah kulit.

5. Penatalaksanaan
Terapi definitif yang dilakukan pada kasus lipoma adalah
pembedahan. Pembedahan ini dapat dilakukan dokter, baik dokter
umum ataupun dokter bedah. Beberapa pengobatan juga dapat
dilakukan, tetapi hasilnya kurang memuaskan. Pengobatan seperti
injeksi kortikosteroid dilaporkan dapat mengecilkan ukuran lipoma.

BAB III
CASE REPORT

A. CASE REPORT 1

Tumor odontogenik adenomatoid pada maksila: sebuah laporan kasus

Varsha A Sangle, Yashwant C Ingle, Shobha C Bijjaragi

Abstrak

Tumor odontogenik Adenomatoid (Adenomatoid odontogenic tumor


/AOT) adalah tumor odontogenik yang berbeda yang seluruhnya berasal dari

10
epitel odontogenik yang menyumbang sekitar 3-7% dari semua tumor
odontogenik. Ini adalah lesi jinak (hamartomatous), noninvasif dengan
pertumbuhan lambat tapi progresif. Hal ini terutama ditemukan pada pasien muda
dan wanita, yang terletak lebih sering di maxilla pada kebanyakan kasus yang
berhubungan dengan gigi permanen yang tidak erupsi. Pengobatan dilakukan
dengan eksisi bedah konservatif, dan prognosisnya sangat baik. Di sini, kami
melaporkan kasus AOT maxilla pada seorang gadis muda berusia 16 tahun. Kasus
AOT dari maxilla dilaporkan dengan fitur yang tidak biasa seperti ukuran besar
dan perilaku agresif. Manifestasi radiologis yang unik dari lesi membantu
diagnosis, dan tatalaksana dilakukan secara konservatif tanpa adanya bukti
kekambuhan.

Kata kunci: Adenomatoid odontogenic tumor, perilaku agresif, jinak, epitel


odontogenik, tumor odontogenik.

PENDAHULUAN

Adenomatoid odontogenic tumor (AOT), suatu lesi epitel ganas yang tidak
biasa dari epitel odontogenik, pertama kali dijelaskan pada tahun 1907 oleh
Dreibladt, sebagai pseudoadenoameloblastoma.1,2 AOT pertama kali dilaporkan
oleh Harbitz pada tahun 1915 sebagai adamantoma kistik.3 Philipsen dan Birn
mengusulkan secara luas nama AOT yang diterima dan saat ini digunakan, sebuah
istilah yang diadopsi oleh jilid pertama dari klasifikasi tumor odontogenik
Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization /WHO) pada tahun
1971.4

AOT juga disebut "tumor dua pertiga," karena dua pertiga terjadi pada
wanita muda dan juga di maxilla, dua pertiga kasus dikaitkan dengan gigi yang
tidak erupsi, dan dua pertiga gigi yang terkena adalah gigi taring.5, Penentuan
histologis WHO dari tumor odontogenik, kista rahang, dan lesi sekutu (2005)

11
telah mendefinisikan AOT sebagai tumor epitel odontogenik dengan struktur
seperti saluran dan dengan tingkat perubahan induktif yang bervariasi dalam
jaringan ikat.7 AOT terbagi menjadi tiga kelompok oleh Philipsen dkk dan
masing-masing disebut sebagai folikel, ekstrafolikular, dan perifer.4,5 Semua
varian memiliki karakteristik histologis yang sama dan juga menunjukkan asal
usul umum sebagai sistem kompleks dari lamina gigi atau sisa-sisanya. Varian
folikel dan ekstra folikuler terdiri dari 96% dari semua kasus AOT, dan 71% di
antaranya adalah varian folikular.5 Varian folikuler dikaitkan dengan mahkota dan
sering merupakan bagian akar gigi yang terimpaksi atau tidak erupsi. Sebagian
besar kasus, yang terdiri dari sekitar 88%, didiagnosis pada dekade kedua dan
ketiga kehidupan. Tumor mungkin sebagian kistik, dan dalam beberapa kasus, lesi
padat dapat hadir sebagai massa pada dinding kista besar. Lapisan epitel kista
odontogenik dapat berubah menjadi neoplasma odontogenik - seperti
ameloblastoma atau AOT. Meskipun sebagian besar AOT muncul di anterior
maksila, lesi ini juga bisa berasal dari dinding kista dentigerous antrum maksila
dan sangat jarang di maksila posterior dengan molar kedua yang terimpaksi.4-6
Enukleasi bedah konservatif adalah pilihan pengobatan yang paling disarankan.7
Tingkat kekambuhan untuk AOT sangat jarang.7 Di sini, kami menyajikan kasus
AOT dari maxilla.

LAPORAN KASUS

Seorang anak perempuan berusia 16 tahun melapor ke Departemen


Patologi Oral dengan keluhan pembengkakan pada sisi kiri rahang atas sejak 1
tahun. Sejarah penyakit ini mengungkapkan bahwa pada awalnya pembengkakan
berukuran kecil, dan secara bertahap membesar hingga mencapai ukuran
sekarang. Lesi tidak terkait dengan rasa sakit atau keluarnya cairan, dan tanpa
riwayat trauma. Pemeriksaan ekstraoral menunjukkan asimetri wajah ringan

12
dengan hilangnya lipatan nasolabial. Pembengkakan itu membesar dari hidung ke
prominensia malar. Pemeriksaan intraoral menunjukkan pembengkakan difus
soliter di ruang depan bukal yang membentang dari gigi 11 sampai 17; diameter 6
cm x 4 cm x 4 cm. Obliterasi vestibulum bukal dengan perluasan plat kortikal
bukal terlihat. Mukosa di atasnya berwarna keputihan, berkilau. Pada palpasi,
semua temuan inspeksi dikonfirmasi. Pembengkakan berkonsistensi keras,, tidak
nyeri dan memiliki batas yang terdefinisi dengan baik, permukaan halus, dan
terdapat fluktuasi (Gambar 1).

Gambar 1: Gambar intra-oral yang menunjukkan pembengkakan di bagian atas vestibulum


bukal kiri yang membentang dari 11 sampai 17

Orthopantomogram pasien menunjukkan radiolusen unicystic berbatas


jelas yang terlihat pada kaitannya dengan gigi 23, 24 (gigi yang terimpaksi)
berukuran sekitar 2 cm x 1 cm yang membentang dari 21 sampai 26. Lantai sinus
maksila didorong oleh lesi pada arah superior. Terdapat juga pergeseran gigi (21,
22, 25, 26) (Gambar 2).

13
Gambar 2: Orthopantomograph menunjukkan gambaran radiolusen spesifik unikistik yang
berbatas jelas dalam kaitannya dengan 23, 24 (gigi yang terkena dampak) Sangle, dkk.

Jaringan patologis dilepas sepenuhnya dengan eksisi bedah, dan spesimen


dikirim untuk pemeriksaan histopatologis (Gambar 3). Histopatologi jaringan lesi
menunjukkan proliferasi sel spindle multilobular tersusun dalam lembaran, pola
seperti saluran, dan susunan berpusar sel epitel yang berwarna gelap yang
menandakan sel epitel odontogenik. Sel kuboidal hingga kolumnar teratur dalam
bentuk sarang dan mawar (roset). Struktur seperti duktus dengan lumen dengan
berbagai ukuran dilapisi oleh sel kolumnar dengan tampilan palisading (seperti
pagar). Beberapa kalsifikasi basofilik juga diamati. Stroma jaringan ikat di
sekitarnya kurang bersifat seluler. Berdasarkan temuan ini, diagnosis
histopatologis AOT ditegakkan (Gambar 4 dan 5).

14
Gambar 3: Foto menunjukkan spesimen yang dilepas dengan operasi

Gambar 4: Perbesaran 10 menunjukkan lumen duktal dengan ukuran yang bervariasi


dikelilingi oleh sel epitel kolumnar palisading, sel-sel terwarnai gelap yang tersusun dalam
pusaran dan lembaran sel kolumnar di sepanjang stroma jaringan ikat fibrosa (Sangle,
dkk)

15
Gambar 5: Perbesaran 40 yang menunjukkan sel kolumnar berwarna gelap yang tersusun
dalam pusaran

DISKUSI

AOT adalah tumor odontogenik yang tidak biasa yang menyebabkan


pembengkakan rahang.8 Terdapat predileksi kejadian pada wanita lebih banyak
daripada pria yang hampir 2: 1 dan paling sering muncul pada dekade kedua
kehidupan.9 Secara umum, diameter maksimum tumor tidak melebihi 1-3 cm, tapi
bisa lebih besar.5 Tiga varian klinis dari tumor telah dijelaskan; - Jenis folikel
(73%), terkait dengan gigi yang terimpaksi atau tertanam; tipe ekstra folikel
(24%), tidak ada hubungan dengan gigi; dan variasi perifer (3%) .10 Semua varian
ini memiliki ciri histologis yang sama.11 Dalam kasus kami; terdapat gigi taring
yang terimpaksi dan premolar yang terkait dengan lesi, sehingga diagnosis tipe
folikuler ditegakkan.

Secara radiografis kebanyakan AOT memiliki radiolusensi unilokuler


berbatas tegas yang biasanya menunjukkan batas kortikal dan terkadang sklerotik

16
yang halus. Sebagian besar lesi bersifat perikoronal atau juxtacoronal, namun
radiolusensi dapat meluas secara apikal ke sambungan cemento-enamel pada
setidaknya satu sisi akar.11-14 Sekitar 65% kasus menunjukkan fokus radiopak
yang dapat dideteksi dengan jelas di dalam lesi radiolusen. Perbedaan akar dan
pergeseran gigi terjadi lebih sering daripada resorpsi akar.

Perselisihan apakah AOT adalah pertumbuhan hamartomatous anomali


atau tumor jinak sejati belum diselesaikan. Hipotesis AOT sebagai hamartoma
disebabkan oleh keterbatasan ukuran kebanyakan kasus dan minimnya
kekambuhan.15 Sementara sebagai tumor11,12,15 adalah karena kepercayaan bahwa
ukuran terbatas kebanyakan kasus berasal dari fakta bahwa sebagian besar
terdeteksi sejak dini setelah radiografi rutin dan dioperasi sebelum tumor yang
tumbuh lambat mencapai ukuran klinis yang mencolok.

Asal usul AOT juga kontroversial.12,17 Beberapa percaya bahwa lesi ini
berasal dari epitel odontogenik kista dentigerous. Selain pada maksila anterior,
tumor telah dilaporkan di daerah mandibula posterior, misalnya angulus
mandibula. Oleh karena itu, sisa-sisa lamina dental kemungkinan mewakili sel
progenitor untuk tumor odontogenik jinak ini. Menurut dugaan ini, lesi tumbuh di
sebelah atau ke dalam folikel gigi terdekat, yang mengarah ke "teori
envelopmental.

Dalam kasus kami, lesi ini mengelilingi gigi taring yang terbentuk
sepenuhnya, yang menunjukkan patogenesis "envelopmental". Laporan terbaru
menunjukkan bahwa sel AOT biasanya berdiferensiasi menjadi fenotipe
ameloblastik yang nyata namun gagal mencapai pematangan fungsional lebih
lanjut.

Pola histologis yang paling sering adalah proliferasi sarang, lembaran, dan
tali sel ameloblast yang didukung oleh stroma yang seringkali samar-samar
hemoragik. Sel-sel ini dapat tersusun membentuk pusaran, roset nodul atau
mengelilingi ruang ovoid untuk membentuk struktur seperti saluran. Selain itu,

17
bahan eosinofilik amorf seperti "amiloid" mungkin melapisi lumen duktus atau
mungkin sebagai tetesan interselular di daerah seluler.18,19 Bahan material
kalsifikasi sering ditemukan di seluruh tumor dan nampaknya berkembang
terutama sebagai persimpangan antara epitel tumor dan jaringan stroma vaskular
yang berdekatan.

Enukleasi bedah konservatif adalah pilihan pengobatan yang paling


disarankan. Tingkat kekambuhan untuk AOT sangat jarang terjadi. Prognosisnya
sangat baik bila lesi diangkat secara keseluruhan.

KESIMPULAN

Tumor ini terenkapsulasi dengan baik dan menunjukkan perilaku jinak


yang identik. Oleh karena itu, enucleation bedah konservatif menghasilkan luaran
yang sangat baik tanpa kekambuhan. Pasien kami telah menjalani follow-up
selama 6 bulan dan direhabilitasi dengan prostesis tetap.

B. CASE REPORT 2

Tumor Adenomatoid Odontogenik: Empat rangkaianvariasi klinis-patologis


Namrata N Patil, Abhishek Singh Nayyar, Vijay Wadhwan

ABSTRAK
Pendahuluan: Tumor Adenomatoid odontogenik telah menjadi subjek penelitian
yang ditekuni oleh Ahli Kedokteran Oral dan Radiologi serta Ahli patologi Oral
terdahulu selama bertahun-tahun. Tumor Adenomatoid odontogenik merupakan
neoplasma hamartoma jinak yang tumbuh lambat dan berasal dari epitel
odontogenik dalam berbagai pola histoarchitectural, tertanam dalam stroma

18
jaringan ikat yang matur dan ditandai dengan pertumbuhan yang lambat namun
progresif
Rangkaian kasus: Dalam penelitian ini kami membahas mengenai empat
rangkaian kasus tumoradenomatoid odontogenikfolikular di rahang atas yang
menggambarkan beragam manifestasi klinis, mikroskopis, dan biologis tumor.
Kesimpulan: Beberapa pembaruan dan data yang tersedia mengelompokkan
tumoradenomatoid odontogenik dalam berbagai area klasifikasi kelompok
tumorodontogenik. Bukti histologis telah diajukan oleh beberapa penulis dengan
menunjukkan histogenesis dari setiap jenis sel sehingga pengaruh proses induktif
memang terjadi pada tumor adenomatoidodontogenik. Melalui rangkaian kasus
tersebut, kami menekankan pentingnya hubungan antara folikel gigi dan asal
jaringan tumor serta histogenesis dari lesi odontogenik vital tersebut.
Kata Kunci: TumorAdenomatoid Odontogenic (AOT), Hamartoma, Neoplasma,
Asal Epitel, Odontogenik, Histogenesis

Pendahuluan
Tumor hamartoma odontogenik jinak yang unik dikenali sebagai
tumoradenomatoid odontogenik (AOT) yang terletak di pusat atau tepi rahang
tidak diketahui. Sebagian besar literatur menggambarkan lesi tersebut secara jelas
berdasarkan karakteristik klinis, radiologis, histologis dan epidemiologisnya
[1].Berbagai bentuk telah digunakan untuk menggambarkan lesi tersebut, dimana
adenoameloblastoma merupakan sebutan yang lazim digunakan selama
bertahun-tahun sejak tumor tersebut dianggap sebagai variasi histologis dari
ameloblastoma. AOT yang diketahui saat ini pertama kali djelaskan oleh
Dreybladtpada 1907. Philipsen dan Birn pada tahun1969 memperkenalkan
terminology yang berlaku umum dan sangat populer saat ini, serta digunakan
sebagai nomenklatur dari AOT. Beberapa penulis menggambarkan AOT sebagai
neoplasma jinak yang tidak berbahaya dan tidak agresif, sementara penulis yang
lain menganggapnya sebagai sebuah perkembangan hamatroma odontogenik [2].

19
Tumor Adenomatoid odontogenik sekitar 2,2-7,1% dari semua tumor
odontogenik, dan meningkatnya jumlah laporan dalam literatur tentang AOT
menunjukkan bahwa tumor tersebut berkembang lebih sering daripada yang
diperkirakan sebelumnya [3, 4]. Teori bahwa sistem yang kompleks dari lamina
gigi atau sisa-sisanya kemungkinan adalah asal mula AOT yang menyerupai lesi
radiolusen peri-apikal yang paling umum di daerah gigi insisivus rahang atas [5].
Laporan ini menyajikan beberapa presentasi unik dari AOT dengan
konotasi radiografi dan histologis yang beragam dan memberikan gambaran
umum tentang aspek diagnostik tumor ini termasuk kontroversi saat ini dalam
patogenesis dan manajemennya.

RANGKAIAN KASUS
Kasus 1: Seorang gadis berusia 16 tahun digambarkan dengan keluhan
pembengkakan di daerah gigi atas depan sebelah kanan dengan durasi satu bulan.
Pemeriksaan ekstra oral menunjukkan perluasan difus yang keras dan tegas di
daerah rahang atas anterior sebelah kanan. Secara intra-oral gigi insisivus lateral
maksila kananhilang secara klinis dan terdapat pembengkakan hiperemik di ruang
depanbibir atas. Pemeriksaan radiologis menunjukkan tumor membentang
mendekati sinus maksilaris kanan danadanya impaksi gigi insisivus permanen di
lateral maksila dengan area radiolusen unilokuler di sekitar gigi. Proyeksi
radiografi oklusal menunjukkan lesi kistik unilokuler berukuran 1x1,5 cm di dekat
daerah periapikal 11 (Gambar 1). Terdapat sedikit erosi tulang palatal. Uji
vitalitas positif pada gigi di daerah yang berdampingan. Berdasarkan temuan
klinis dan radiografis, dibuat diagnosis sementara berupa kista dentigerous yang
terkait dengan impaksi gigi insisivus kanan maksila lateralserta diagnosis banding
yang dicurigaiberupa tumor odontogenik jinak. Diagnosis banding radiografis
termasuk tumor adenomatoid odontogenik dan kalsifikasi tumor/kista
odontogenik dengan impaksi gigi insisivus kanan maksila lateral. Temuan
makroskopis tumor yang telah diangkat menunjukkan gambaran dinding beraneka

20
ragam, berwarna merah tua dan keabu-abuan, granul kasar dengan impaksi gigi
dan beberapa daerah di sisi lateralnya yang tampak seperti selaput tipis (Gambar
2). Pemeriksaan mikroskopik menunjukkan pola khas AOT.Sel odontogenik
dibentuk dari gulungan sarang epitel bersama dengan daerah kelenjar atau pola
duktal(gambar 3). Pada beberapa tempat rongga kistik yang dilapisi oleh epitel
skuamosa tipis bertingkat.Bagian padat tumor terdiri dari lapisan sel epitel
dengan stroma jaringan ikat yang sedikit.Karakteristik duktus seperti struktur
yang membentuk lumen pada bagian sentral dilapisi oleh sel kolumnar yang tinggi
berupa lapisan yang tersebar di seluruh tumor (Gambar 4). Lumina menutupi
fibrillar atau homogen, bahan eosinofilik yang terikat pada margin bebas sel
kolumnar dengan cara seperti kutikula. Di tempat lain, sel epitel membentuk
struktur yang kusut atau menyerupai gulungan yang terdiri dari untaian ganda sel
kolumnar tanpa lumen sentral. Sel sisa lainnya adalah stellata atau berbentuk
spindle, dengan inti oval dan sitoplasma yang jelas, membentuk lembaran padat
di antara struktur sel kolumnar. Sel berbentuk spindle di daerah yang lebih
longgar memberikan tampilan yang menyerupai retikulum stellata. Eosinofilik,
tidak terkalsifikasi, seperti bahan tetesan yang juga dikenali dalam lembaran
epitel. Bagian pinggiran tumor terdiri dari lembaran satu atau dua selepitel dengan
ketebalan yang membentuk konfigurasi trabekuler atau kribiformis.

Gambar 1: Proyeksi radiologi oklusal yang menunjukkan lesi kistik unilokuler berukuran 1
x 1,5 mm di dekat daerah peri-apikal 11.

21
Gambar 2: Gambaran makroskopis tumor yang telah diangkat menunjukkan gambaran
dinding beraneka ragam, berwarna merah tua dan keabu-abuan, granul kasar dengan
impaksi gigi dan beberapa daerah di sisi lateralnya yang tampak seperti selaput tipis

Gambar 3: Sel odontogenik dibentuk dari gulungan sarang epitel bersama dengan daerah
kelenjar atau pola duktal (noda H & E, x100)

22
Gambar 4: Karakteristik struktur menyerupai saluran yang terdiri dari lumen sentral yang
dilapisi oleh sel kolumnar tinggi dalam satu lapisan yang tersebar di seluruh tumor (noda H
& E, x400)

Kasus 2: Seorang anak laki-laki berusia 13 tahun digambarkan dengan


rasa nyeri dan bengkak di daerah gigi kiri atasrahang belakang sejak 15 hari. Rasa
sakit itu terus berlanjut dan menumpul. Pembengkakan intra oral pada bukal dan
palatal terlihat meluassecara spontan dari gigi insisivus sentral kiri ke area
premolar pertama. Insisivus dan kanina lateral pada wilayah ini dipertahankan.
Diagnosis sementara yang disarankan adalah kista dentigerous diikuti oleh
diagnosis banding AOT, kista radikular yang terinfeksi dengan gigi anterior,
granuloma giant sel central, dan ameloblastoma. Pemeriksaan radiografi
menunjukkan lesi radiolusen unikistik yang mengganggu sinus maksila kiri
dengan impaksi gigi insisivus kiri lateral dan kaninus.Radiografi panoramik
menunjukkan gambaranradiolusen yang luas dan terdistribusi baik yang meluas ke
seluruh maxilla anterior dari kanina kiri ke daerah premolar pertama (Gambar 5).
Lesi tersebut menghasilkan perluasan yang membentang ke dalam prosesus
alveolaris, mengganggu orientasi gigi anterior yang normal. Hasil uji patologi
sesuai dengan diagnosis klinis lesi yang sesuai AOT. Pembedahan dengan
enukleasi lengkap pada lesi dan gigi terkait yang tidak tumbuhserta lapisan terkait
dicapai melalui anestesi umum. Terapi endodontik pascaoperasi dan rehabilitasi
prostetik direncanakan selanjutnya. Spesimen yang dieksisi menunjukkan
mahkota gigi yang tertutup dalam massa tumor dan mengindikasikan bahwa pada
kenyataanya tumor tersebut merupakankista folikular dengan proliferasi tumor
epitel intra kistik atau epitel kista folikular yang dapat menyebabkan tumor
(Gambar 6).Kaninus juga diangkat dan terlihat jaringan terfragmentasi tipis yang
melekat pada bagian leher mahkota. Histopatologi menunjukkan temuan khas
AOT folikularyang berasal dari epitel odontogenik yang membentuk dirinya
sendiri di sekitar korona yang tidak ditumbuhigigi anterior pada pasien muda, dan
terdiri dari sarang epitel dengan pola kelenjar atau duktal yang bercampur dengan
kalsifikasi bulat.

23
Gambar 5: Radiografi panoramik menunjukkan radiolusen yang luar dan terdistribusi baik
yang meluas ke seluruh maxilla anterior dari kanina kiri ke daerah premolar pertama.

Gambar 6: Spesimen yang dipotong menunjukkan mahkota gigi yang tertutup dalam massa
tumor.

Kasus 3: Seorang anak laki-laki berusia 17 tahun tanpa riwayat


klinismengamati munculnya massa tanpa rasa nyeri yang tumbuh lambat di daerah
gigi depan kanan atas yang membentang dari gigi insisivus lateral maksila kanan
ke aspek mesial premolar pertama sejak tiga bulan (Gambar 7).Kaninus intraoral
yang mengalami perubahan diamati dengan pertumbuhan normal gigi insisivus
lateral dan gigi premolar.Radiografi periapikal intraoral menemukan impaksi

24
kanina permanen dalam satu lesi radiolusen tunggal yang unilokuler. Diagnosis
sementara kista dentigerous dalam kaitannya dengan impaksi kanina rahang atas.
Pada eksisi lokal, terungkap massa tumor yang melingkupi gigi. Gambaran
mikroskopis menunjukkan histomorfologi khas AOT selain pola duktular atau
glandular. Sel kuboid atau kolumnar membentuk tali yang terbelitatau bentukan
dalam pola rumit yang menunjukkan invaginasi.

Gambar 7: Seorang laki-laki berusia 17 tahun dengan massa tanpa rasa nyeri yang tumbuh
lambat di daerah anterior rahang atas sebelah kanan.

Kasus 4: Seorang anak laki-laki berusia 12 tahun didiagnosis mengalami


pembengkakan tanpan nyeri yang terus bertambah secara bertahap di daerahekstra
oralpada wajah bagian kiri sejak dua bulan. Perluasan intra-oral pada langit-langit
mulut tampak memanjang dari daerah gigi insisivus pusat menuju gigi molar
permanen pertama.Gambaran panoramikmenunjukkanimpaksi kanina permanen
dengan gambaran radiolusen unilokuler dan tepi margin sklerotik yang berbatas
jelas. Resopsi akar dengan gigi premolar dan molar kedua terlihat jelas. Eksisi
meyeluruh terhadap massa lokal mengungkapkan bahwa tumor melingkupi gigi

25
pada bagian dalam dengan lapisan bergranul dan rongga kistik yang rapuh.
Pewarnaan hematoxylin dan eosin menunjukkan lumen kistik yang dilapisi oleh
epitel odontogenik proliferatif yang tersusun dalam bentuk gulungan, sarang
padat, roset dan pola duktus dengan sedikit intervensi jaringan stroma (Gambar
8). Sel epitel dalam pola sarang dan roset berbentuk polyhedral dengan inti bulat
yang menonjol dengan dua sampai tiga lapisan sel berbentuk gelendong yang
membentuk aliran seperti pola, pusat nodul menunjukkan eosinofilik amorfatau
bahan flokulan dalam lumen.Struktur seperti saluran dilapisi oleh sel epitel
kolumnar tinggi dengan inti oval memanjang yang terlihat terpolarisasi dari
permukaan luminal. Massa yang diperhitungkan tersebar di antara pola seluler
diamati secara signifikan.

Gambar 8: Pewarnaan hematoksinlin dan eosin yang menunjukkan lumen kistik yang
dilapisi oleh epitel odontogenik proliferatif yang tersusun dalam bentuk gulungan, sarang
padat, roset dan pola duktus dengan sedikit intervensi jaringan stroma (noda H & E, x400).

DISKUSI
Rangkaian kasus tesebut menggambarkan variasi klinis-patologis dari
berbagai AOT folikularyang sering diamati secara preoperatif sebagai kista
odontogenik folikuler terkait dengan gigi yang tidak tumbuh atau yang mengalami
impaksi. AOT sering salah didiagnosis sebagai kista odontogenik dan tumor lain
pada pemeriksaan radiografi [5, 6]. Tujuh puluh tujuh persen tipe AOTfolikular

26
awalnya didiagnosis sebagai kista dentigerous [7]. Kejadian tersebut paling sering
ditemui pada pasien muda, terutama pada dekade kedua kehidupan dan jarang
pada kelompok usia yang lebih tua [8]. Insiden yang umum terjadi di rahang atas
yang berwujud sebagai lesi asimtomatik yang tumbuh lambat dan sering
ditemukan selama pemeriksaan radiografi rutin, sehingga membuatnya menjadi
salah satu diagnosis banding yang disukai untuk tumor anterior rahang atas.
Secara radiografi, variasi intra-tulang terdiri dari jenis folikular dan
ekstra-folikular. Variasiklinik- topografi yang paling umum dan banyak diterima
meliputi (i) folikular (ii) ekstra-folikular dan (iii) perifer; yang ketiganya memiliki
gambaran histologis yang sama [9]. Tipe folikulardidefinisikan dengan baik dalam
bentuk radiolusenunilokuler bulat atau ovoid yang terkait dengan mahkota dan
sering merupakan bagian dari akar gigi yang tidak tumbuh sehingga menyerupai
kista dentigerous atau folikular [3]. Tipefolikular secara signifikan lebih menonjol
pada maxilla, sedangkan tipe ekstra-folikular terlihat lebih mencolok dalam
kaitannya dengan mandibula. Tipe perifer terletak di mukosa gingiva dan muncul
secara klinis sebagai epulis berserat atau hiperplasia gingiva [10].Gambaran
radiografi panoramik sering tidak mampu menunjukkan radioopasitas saat terjadi
kalsifikasi yang minimal, dimana radiografi intra-oral mungkin penting untuk
menginterpretasikan gambaran radiografi dari AOT yang sesungguhnya melalui
kalsifikasi dalam jumlah nominal [11]. Tumor odontogenik Kerato kistik (KCOT)
dan ameloblastoma unicystic (UA) juga dapat menyerupai AOT folikular bila
berada di lokasi perikoronal. Kedua lesi ini didiagnosis pada dekade kedua dan
ketiga kehidupan yang mirip dengan AOT, namun lebih umum terjadi pada daerah
posterior mandibula. Tumor odontogenik kalsifikasi kistik (CCOT) juga
menyerupai sebuah AOT karena ditemukan di daerah anterior rahang yang
mungkin terkait dengan gigi yang tidak rumbuh dan adanya radio-opasitas serta
terdiagnosis pada dekade kedua [12]. Kanina permanen merupakan gigi terkait
yang paling sering tidak tumbuh dan bersifat etiologis pada sekitar 74% dari
selurih kasus yang dilaporkan dan kanina pada rahang atas adalah yang paling

27
sering di antara mereka. Opasitas digambarkan sebagai flek, snow-flakes, dan area
kalsifikasi yang tidak merata, jangkauan radio yang tersebar, radio-opasitas yang
ireguler, radio-opasitas amorf, radio-opasitas halus dan radio-opasitas yang samar
[10]. Tipe AOT ekstrafolikular juga didiagnosis secara berbeda dari kista
periodontal lateral (LPC) yang terletak di antara akar gigi yang tumbuh di daerah
anterior mandibula, namun terdiagnosis pada kelompok usia lebih dibandingkan
AOT [13]. Temuan klinis secara umum sesuai dengan penelitian tambahan yang
telah diterbitkan dan telah mengungkapkan bahwa AOT dihubungkan dengan
kurangnya pertumbuhan gigi yang menyebabkan pasien berkonsultasi dan
menghasilkan diagnosis dini [14]. Radiolusen unilokuler dengan opasitas dan
perpindahan gigi di daerah anterior rahang adalah ciri radiologis yang paling khas
pada AOT.
Tidak diketahui apakah AOT berasal dari kompleks sistem lamina gigi
atau sisa-sisanya [5]. Tumor odontogenik menyimpulkan ontogeni gigi dan
menggambarkan bukti histologis dari induksi timbal balik. Matriks dentinal
berhubungan dengan epitel odontogenik dan ditandai oleh sel kolumnar tinggi
yang menyerupai ameloblas atau odontoblas. Sisa epitel terlihat dalam bentuk
sarang atau kluster kecil yang bercampur dengan matriks gigi dengan pola
menyerupai renda. Unit sekretori melingkar yang terdiri dari deretan sel sekretori
kolumnar yang tinggi dengan sitoplasma eosinofilik dan disertai inti basal yang
tersusun dalam bentuk lingkaran atau seperti saluran yang menyetorkan bahan
matriks gigi dan menyerupai odontoblas dan ameloblas. Terdapat pula kelompok
sel lain yang terlihat sebagai sel kuboidal yang pendek atau sedikit sel kolumnar
di sekitar unit duktus dengan sitoplasma basofilik dan tidak terkait dengan
deposisi matriks gigi. Sangat sedikit laporan yang menggambarkan sel kolumnar
tinggi yang secara aktif mensekresikan matriks gigi yang menunjukkan bukti
proses induktif yang diterima sebagian [15, 16]. Beberapa penelitian menjelaskan
histogenesis struktur pseudo-ductular yang mewakili invaginasi epitel
odontogenik. Diyakini bahwa epitel tersebut membawa stroma ekto-mesenkimal

28
yang sebagian besar terputus dari suplai darahnya dan menyebabkan atrofi atau
nekrosis sementara stroma yang masih ada di pinggiran struktur pseudo-ductular
yang mempertahankan kapasitas induktifnya dan menginduksi sel kolumnar ke
matriks pra-dentin (16). Untuk mendukung hipotesis tersebut, serat retikulin
ditunjukkan dengan metachromasia toludiene blue di bagian dalam dalam struktur
duktus dan mengandung bahan yang menyerupai lamina basal serta
butiran-butiran yang telah ditetapkan sebagai lapisan predentin oleh Shear.
Sebagian besar bahan mirip amyloid juga dikonfirmasi dalam laporan kami.
Bahan mirip Amyloid hadir dalam jumlah yang variabel, bercampur dengan bahan
matriks gigi dengan karakteristikrefraksi ganda hijau apel dengan pewarnaan
congo red bila dilihat dalam cahaya yang terpolarisasi.

KESIMPULAN
Tumor odontogenik termasuk dalam apa yang disebut tumor adenomatoid
odontogenik (AOTs) yang terdiri dari kelompok lesi heterogen yang berkisar dari
hamartoma sampai neoplasma jinak dan ganas dengan variabel agresivitas.
Rangkaian kasus ini menunjukkan bagaimana kurangnya kriteria seragam yang
digunakan untuk mengidentifikasi dengan tepat serta beberapa persamaan
histomorfologi yang ditemukan di antaranya yang bereaksi berbeda, dan
minimnya metode yang tepat untuk menentukan asal-usul mereka, sehingga
perludisadari bahwa saat ini, walaupun memiliki kriteria diagnostik yang kurang
lebih ketat yang telah diterima secara internasional, terdapat kebutuhan untuk
terus mengembangkan penelitian di bidang epidemiologi, klinis-patologis,
morfofisiologis, dan terapeutik di bidang patologi dan kedokteran oral dan
maxillofacial.

C. CASE REPORT 3

29
Tumor Odontogenik Keratokistik: Sebuah Laporan Kasus dan Tinjauan
Literatur
Akram Belmehdi1, Saliha Chbicheb2, Wafaa El Wady2

Abstrak

Pertama kali dijelaskan oleh Philipsen pada tahun 1956, odontogenik


keratokistik ditandai oleh keratinisasi sel skuamosa yang besar di perbatasannya,
pertumbuhan yang agresif, dan tingkat rekurensi yang tinggi. Saat ini Organisasi
Kesehatan Dunia menyebutnya sebagai Tumor Odontogenik Keratokistik (KOT).
Secara klinis, KOT memiliki manifestasi klinis sebagai suatu pertumbuhan
asimtomatik. Sedangkan pada gambaran radiografi tampak sebagai lesi osteolitik
unilokuler atau multilokuler yang terdefinisi dengan baik. Pendekatan diagnostik
didasarkan pada analisis gabungan anamnesis, penampilan klinis, dan gambaran
radiografi. Diagnosis ditegakkan berdasarkan pemeriksaan patologi anatomi. Pada
akhirnya, manajemen terapi terdiri dari bedah eksisi dan evaluasi lanjutan yang
ditandai dengan tingkat kekambuhan yang tinggi. Pada literatur ini, penulis
melaporkan kasus KOT pada rahang atas dan meninjau berbagai diagnosa, terapi,
dan aspek evaluasi lanjutan dari tumor ini.

Kata kunci: Tumor Odontogenik Keratokistik, Tumor Jinak, Bedah, Maksila

1. PENGANTAR

KOT adalah suatu jenis neoplasma yang sebelumnya telah dijelaskan oleh
Philipsen pada tahun 1956 [1] dan dikonfirmasi oleh Browne pada tahun 1970 dan
1971 [2] [3]. Pada saat itu KOT diyakini sebagai kista odontogenik jinak, namun
berpotensi agresif dan reaktif, dan mungkin merupakan suatu lesi primordial [4]
[5].

30
Metamorfosis diagnosa KOT menjadi neoplasma kistik terjadi setelah
pengamatan perilaku biologis dan penelitian tentang kelainan kromosom dan
genetik yang sesuai dengan perkembangan neoplastik [6] [7]. Pada tahun 2005
[8], WHO mengklasifikasikan KOT sebagai tumor, sehingga terpisah dari lesi
orthokeratinizing, yang saat ini disebut sebagai kista odontogenik [9].

Dalam tulisan ini, penulis akan menyajikan sebuah laporan kasus tentang
keratoseptor, yang berasal dari impaksi kaninus. Sebagai tambahan, penulis juga
meninjau terapi KOT, dan secara singkat membahas tren baru yang membantu
penegakan diagnosis dan terapi yang lebih spesifik dan efektif.

2. LAPORAN KASUS

Seorang pria berusia 28 tahun dirujuk ke Departemen Bedah Mulut dengan


keluhan pembengkakan tanpa disertai rasa nyeri di sisi kanan rahang atas.
Riwayat medis pasien mengungkapkan bahwa keluhan telah dirasakan selama
satu tahun. Tidak ada riwayat penyakit sebelumnya yang berarti dan tidak ada
riwayat ekstraksi maupun episode infeksi sebelumnya. Pemeriksaan ekstraoral
menunjukkan sedikit pembengkakan dan nyeri tekan di pipi kanan dengan
indurasi daerah hidung sementara bagian tengah tampak normal. Pemeriksaan
intraoral menunjukkan kaninus kanan yang hilang dengan nyeri ringan pada
palpasi. Tidak tampak adanya obliterasi vestibular, ekspansi, atau penumpukan
pus (Gambar 1). Selain itu, pemeriksaan intraoral lainnya menunjukkan adanya
riwayat kebersihan mulut yang buruk dengan adanya blok kalkulus, terutama di
sektor anterior bawah disertai dengan gingivitis luas. Orthopantomogram
menunjukkan gambaran radiolusen yang tidak merata dengan kontur yang jelas di
dalam tulang rahang atas, masuk ke dalam leher kaninus yang impaksi, melintang
dari gigi ke 23 hingga ke distal akar gigi ke 17 (Gambar 2).

31
Gambar 1. Inspeksi Intraoral.

Gambar 2. Orthopantomogram menunjukkan bentukan unilokuler yang


radiolusen, dengan kontur tulang maksila yang jelas.

Pada potongan gambar CT scan secara koronal tampak gambaran dengan


densitas yang menurun pada dasar rongga hidung di sisi kiri dan integritas sinus
maksilaris (Gambar 3 (a) dan Gambar 3 (b)), sedangkan pada potongan aksial
terlihat densitas yang cenderung lebih tinggi pada anteroposterior daripada
bukopalatal (Gambar 3 (c)). Menurut manifestasi klinis dan radiologis ini,
diagnosis banding yang termasuk di dalamnya meliputi:

Keratokistik;

32
Kista dentigerous karena adanya gambaran radiolusen yang mengandung
mahkota gigi;
Tumor Odontogenik Adenomatoid, karena gambaran radiolusen yang
mengandung bentukan gigi impaksi;
Ameloblastoma, karena gambar unikistik yang berhubungan dengan gigi
impaksi
Terlepas dari diagnosis yang ditegakkan, tujuan pengobatan adalah operasi
pengangkatan. Oleh karena itu, intervensi dengan anestesi lokal diputuskan, dan
lesi sepenuhnya akan dienuklasi (Gambar 4).

Gambar 3. (a) (b) Gambaran CT Scan potongan koronal: tampak densitas yang menurun
pada dasar rongga hidung di sisi kiri dan integritas sinus maksilaris; (c) Pada potongan
aksial terlihat densitas yang cenderung lebih tinggi pada anteroposterior daripada
bukopalatal.

33
Gambar 4. Inspeksin Intraoral. (a) Lesi Enukleasi; (b) Kavitas tulang setelah enukleasi.

Jaringan yang ekstraksi berukuran 6 cm pada dimensi anteriorposterior


dan 1 cm pada dimensi vertikal, terfiksasi dengan formalin 10%, kemudian
dikirim untuk studi anatomopatologis (Gambar 5). Pemeriksaan histologis
menunjukkan dinding kista yang dilapisi oleh epitel skuamosa stratified dan
permukaan parakeratin yang bergelombang. Lapisan epitel diikuti oleh jaringan
ikat yang mengalami inflamasi kronis (Gambar 6). Setelah pemeriksaan selesai,
lesi disimpulkan sebagai suatu KOT. Pada evaluasi lanjutan, tidak ada tanda
kekambuhan setelah 2 tahun post operasi.

3. DISKUSI

Keratokistik odontogenik adalah sebuah entitas spesifik secara


histopatologis dan memiliki karakteristik yang unik. Tipe ini adalah yang paling
agresif dan memiliki rekurensi yang tinggi dari semua kista odontogenik lainnya
dan menunjukkan karakteristik yang menyerupai baik kista maupun tumor jinak
[10]. Istilah ini kemudian diganti dalam Klasifikasi Tumor Kepala dan Leher edisi
2005, dengan istilah "tumor odontogenik keratokistik" (KCOT). WHO percaya
bahwa istilah baru ini benar-benar mencerminkan sifat neoplastik lesi ini.
Reklasifikasi ini ditentukan oleh gambaran klinis tumor ini, termasuk perilaku

34
destruktif lokal yang dimilikinya, tingkat kekambuhan yang tinggi, dan
kecenderungan multiplikasi [10] [11].

Keratokistik odontogenik sebagian besar berasal dari lamina gigi atau dari
sel basal epitel oral (60%) yang mana juga merupakan tempat keratokistik
odontogenik primordial berasal (Gambar 7 (a)) [10]. Sisanya (40%) timbul dari
epitel enamel yang terkikis dari folikel gigi dan disebut sebagai keratokistik
odontogenik dentigerous (Gambar 7 (b)). Identifikasi klinis ini penting karena
rekurensi lebih sering terlihat setelah pengobatan tipe primordial [5] [10].

Gambar 5. Hasil biopsi akar gigi yang impaksi.

Gambar 6. Gambaran histologis: Dinding kistik yang dilapisi oleh sek epitel skuamosa
stratified dan permukaan parakeratinized (H&E, Gx40).

35

Gambar 7. (a) Keratokistik odontogenik dentigerous; (b) Permulaan dentigerous.

KCOT dapat terjadi pada hampir semua umur, namun insidensi tertinggi
umumnya terjadi pada dekade kedua dan ketiga kehidupan [2] [3] [9] [10].
Beberapa penulis juga mencatat puncak kedua antara dekade kelima dan
kedelapan [9]. Chow [12], Brannon [13] dan Browne [3] menemukan usia
rata-rata 32,1 - 37,8 tahun pada saat diagnosis. Distribusi jenis kelamin mungkin
sama, atau sedikit lebih tinggi pada pria (1.3 - 3.1) [9].

KCOT dapat terjadi pada bagian rahang atas dan bawah, dengan mayoritas
terjadi pada mandibula, paling umum pada angulus dan ramus mandibularis [9]
[10]. KCOT melibatkan kira-kira 11% dari semua kista di rahang. Namun, pasien
kami memiliki lokalisasi yang relatif jarang, yaitu di maksilla. Lesi ini dapat
dikaitkan, meskipun tidak dalam semua kasus, dengan gigi yang mengalami
impaksi [14] dan paling sering terletak di dalam rahang. Meski begitu, beberapa
kasus langka terjadi di gingiva. Bentuk ini disebut sebagai keratokistik
odontogenik perifer. Lesi semacam ini sering salah didiagnosis sebagai kista
gingiva pada kista periodontal dewasa atau kista radikular lateral. Keratokistik
odontogenik perifer secara klinis agresif dan memiliki potensi untuk kambuh
sebagai keratokistik odontogenik klasik [15].

36
Keratokistik odontogenik adalah bagian penting dalam gambaran klinis
sindrom nevus sel basal atau sindrom Gorlin dan Goltz. Mutasi gen PTCH
sebagian bertanggung jawab; Ekspresi parsial dapat memicu meningkatnya
rekurensi keratokistik. Sindroma nevus sel basal adalah kondisi genetik dengan
pola pewarisan autosomal-dominan yang mencakup trias KCOT dari rahang,
skeletal lainnya (sering termasuk tulang rusuk bifid, abnormalitas jari tangan dan
kaki, frontal bossing, dan kalsifikasi falx cerebri), serta manifestasi kulit seperti
karsinoma sel basal, palmar pitting, dan kelainan kulit lainnya [16] [17]. Kelainan
ginjal dan medulloblastoma pada bayi baru lahir juga dapat merupakan
manifestasi dari kondisi ini. Kebanyakan kasus terkait secara genetis dan
menunjukkan penyimpangan dalam jalur pensinyalan. Jalur pensinyalan ini
melibatkan hubungan dinamis antara serangkaian gen supresor tumor dan
onkogen [5].

Sebagian besar keratokistik bersifat asimtomatik. Peradangan, nyeri,


ketidaknyamanan atau aliran aliran fistulasi endbuccal mungkin terjadi. Dalam
bentuk yang paling agresif [18] perluasan pelat bukal dan lingual terjadi terlambat
sejak munculnya lesi (berbeda dengan ameloblastoma), karena terutama
cenderung menyerang sumsum. Namun, hal itu menyebabkan beberapa perluasan
pelat lingual dan dapat menyebabkan perforasi pelat lingual. Keterlibatan alveolar
inferior sering muncul terlambat [5].

Secara radiografis, KCOT menunjukkan gambaran radiolusen lateral atau


multilokular yang terdefinisi dengan baik dengan tepi halus. KCOT cenderung
tumbuh ke arah anteroposterior di dalam rongga meduler tulang dan dapat
menyebabkan perluasan [5] [9] [10] [18]. Pergeseran gigi yang berdekatan dengan
kista terjadi lebih sering daripada penyerapan ke dalam akar [9] [14].

Lesi mungkin tunggal atau ganda, kasus terakhir lebih sering terjadi pada
pasien dengan sindrom Gorlin dan Goltz. KCOT harus dibedakan dari
ameloblastoma, karena kedua lesi tersebut dapat tampak sebagai bentukan

37
radiolusen multilokuler dan dapat menyebabkan resorpsi gigi dan perluasan tulang
secara keseluruhan [19] [20], selanjutnya, keduanya juga terjadi pada rentang usia
yang sama dan sama-sama menunjukkan predileksi pada mandibula posterior dan
memiliki tingkat kekambuhan tinggi [9]. Penyakit kista dan neoplastik lainnya,
seperti kista dentigerous, kista tulang traumatis, kista odontogenik minimal
kalsifikasi, granuloma sel raksasa pusat, dan fibroma ameloblastik, juga dapat
hadir dengan fitur radiologis yang sama [21].

Tumor ini biasanya didiagnosis secara histologis dari sampel jaringan.


Diagnosis ini memerlukan biopsi bedah, dan kesulitan di diagnosis dalam fase
inflamasi karena lapisannya cenderung menjadi lebih tebal dan parakeratin
tampak kurang jelas. Diagnosa telah diupayakan untuk ditegakkan dari potong
beku sehingga pengobatan definitif dapat dilakukan bersamaan dengan biopsi [5]
[22]. KCOT memiliki lapisan epitel berlapis, biasanya dengan ketebalan tipis, dan
bebas dari peradangan, serta dengan parakeratinisasi bergelombang. Lapisan basal
lesi berisi sel kuboidal atau kolumnar dengan palisading [23].

Tujuan utama dari semua ahli bedah adalah untuk membuang lesi dengan
cara apa pun sesuai dengan ukuran dan lokasi lesi. Ada pro dan kontra pada setiap
pilihan pengobatan. Berbagai modalitas perawatan, mulai dari yang konservatif
hingga radikal, telah dikembangkan dalam upaya memberikan terapi yang
definitif [24]. Pendekatan umum untuk merawat KCOT adalah enukleasi dan
kuretase, dan terapi alternatif berupa dekompresi/marsupialisasi juga valid namun
memiliki indikasi yang terbatas [10].

Kebanyakan klinisi lebih menyukai terapi konservatif, sementara yang lain


menganjurkan pengobatan agresif. Meiselman dkk. mempertimbangkan enukleasi,
kuretase dan marsupialisasi sebagai terapi konservatif [20]. Williams dkk.
mendefinsikan perlakuan agresif sebagai tindakan selain enukleasi, termasuk
kuretase (mekanik maupun kimiawi) dan/atau reseksi tanpa kehilangan
kontinuitas rahang [25]. Morgan dkk. juga mengkategorikan metode pengobatan

38
untuk KCOT secara konservatif dan agresif, keduanya merupakan bentuk
intervensi bedah [26]. Perawatan agresif terkait dengan sifat neoplastik KCOT
dan mencakup ostektomi perifer, kuretase kimia dengan larutan Carnoy atau
reseptor end-block/segmental. Eksisi mukosa yang menutupi lesi telah
direkomendasikan, berdasarkan bukti histologis bahwa gugus pulau epitel
(mungkin berpotensi menyebabkan kekambuhan), ditemukan di daerah di mana
lesi terhubung dengan mukosa [24].

Istilah dekompresi dan marsupialisasi digunakan secara bergantian.


Namun, secara konseptual keduanya berbeda, dekompresi secara teknis
menunjukkan pengobatan dimana tekanan dikeluarkan dari tumor dengan
menciptakan lubang pada tumor yang dapat mengurasnya. Dekompresi biasanya
digunakan sebagai alat untuk mengurangi ukuran KCOT tanpa mempertaruhkan
gigi tambahan, nervus alveolaris inferior, atau integritas mandibula [27] [28].

Marsupialisasi adalah bentuk dekompresi yang menunjukkan pembukaan


jaringan yang lebih luas, dan perawatan ini dapat dilakukan untuk penyembuhan
luka secara menyeluruh. Meskipun KCOT adalah tumor agresif, namun masih
dapat merespon marsupialisasi dengan baik dalam 6-12 bulan. Membedakan
penampilan khas KCOT dengan mukosa oral di sekitarnya, termasuk adakah
metaplasia melalui metode-metode di atas masih sulit [27]. Dekompresi atau
marsupialisasi belum direkomendasikan dikerjakan sendiri-sendiri untuk terapi
keratokistik karena laporan yang ada menunjukkan kekambuhan antara 0% dan
100% [7].

Enukleasi adalah bentuk lain dari perawatan kista. Mengingat tingkat


kekambuhan setinggi 62,5%, kuretase dan enukleasi dianggap oleh banyak orang
sebagai persyaratan minimal, terapeutik. Oleh karena itu, untuk membuat terapi
ini lebih efektif, Stoelinga menganjurkan untuk merusak kontinuitas mukosa
mulut dengan lesi kistik [29] [30]. Namun, banyak penulis telah menyebutkan
kesulitan dalam menjelaskan tindakan kuretase KCOT dengan atau tanpa

39
perforasi kortikal. Hal ini dikarenakan lapisan tipis pada tulang atau jaringan
lunak yang menghalangi enukleasi lengkap [30] [31]. Tetapi, perlu diketahui
bahwa kuretase atau ostektomi perifer setelah enukleasi tidak menurunkan tingkat
kekambuhan, dibandingkan dengan enukleasi saja [2].

Pembedahan/reseksi agresif diindikasikan untuk rekurensi berulang, pada


tumor yang tidak dapat dikelola dengan metode lain dan dalam transformasi
menjadi suatu keganasan [10] [24]. Sebaliknya, pada kasus yang telah berhasil
diobati dengan marsupialisasi tidak akan menjadi pemicu timbulnya KCOT dan
sifat tumorigeniknya. Menurut literatur, eksisi radikal tidak memiliki
kekambuhan, yaitu 0%, namun dikaitkan dengan morbiditas tinggi dan oleh
karena itu dikerjakan hanya setelah intervensi awal gagal. Mengingat ukuran kista
dan derajat osteolitik, reseksi agresif dapat menjadi salah satu pilihan, namun
terapi konservatif tampaknya cukup menghasilkan respon yang sangat baik.
Alasan untuk tingkat kekambuhan meningkat hingga 3 kali lipat dapat disebabkan
oleh faktor-faktor, seperti [5] [28]:

Memiliki lapisan tipis, yang lunak, dan bagian mudah tertinggal.


Daughter cyst di luar batas lesi yang terlihat.
Beberapa lesi ini mungkin berasal dari mukosa oral dan daughter cyst
terlihat di antara mukosa dan kista itu sendiri. Kecuali lesi ini
diekstraksi, kekambuhan sangat mungkin timbul kembali.
Tindak lanjut post operasi yaitu dengan pemeriksaan radiologis tahunan,
sangat penting setidaknya selama lima tahun setelah operasi. Rekurensi dapat
timbul bahkan setelah 10 tahun masa perawatan. Namun, sulit untuk
mendiagnosis kekambuhan berkenaan dengan kista di sinus maksila setelah
operasi pengangkatan lesi awal. Oleh karena itu CT Scan penting untuk menilai
sepenuhnya lesi rekuren sebelum operasi [9].

40
4. KESIMPULAN

Terapi lanjutan yang direkomendasikan untuk KCOT adalah sekali dalam


setahun untuk setidaknya 5 tahun. Operasi radikal, seperti reseksi lesi tidak selalu
diperlukan, karena manajemen konservatif dengan marsupialisasi dapat lebih
menjaga fungsi jaringan dengan morbiditas lebih rendah. Banyak penulis
menganjurkan pendekatan yang lebih konservatif dalam mengobati keratokistik
odontogenik non sindromik tunggal. KCOT yang berulang membutuhkan operasi
yang lebih radikal. Prosedur radikal seperti reseksi harus disediakan untuk
keratokistik yang melibatkan struktur vital dan menunjukkan suatu proses
degenrasi maligna.

D. CASE REPORT 4

Intra-oral lipoma A Rare Entity

Gayathri S. Rao, Laxmikanth chatra, Prashanth Shenai

Abstrak

Lipoma adalah tumor jinak yang umum terjadi namun tumor intra-oral
langka mewakili 2,4% dari semua tumor jinak dari rongga mulut. Kami
melaporkan di sini kasus fibrolipoma pada pasien laki-laki berusia 60 tahun

Pengantar

Lipoma adalah neoplasma mesenkim jinak yang tersusun dari adiposit


matang, biasanya dikelilingi oleh kapsul fibrosa tipis.

Mereka paling dikenal sebagai tumor universal atau di mana-mana, karena


penyebarannya yang luas di tubuh manusia dan berasal dari sel lemak dewasa.

41
Dalam rongga mulut mereka relatif jarang dengan tingkat yang dilaporkan 1/5000,
dan terdiri dari 2,4% dari semua tumor jinak dari rongga mulut.

Deskripsi pertama lipoma oral dibuat oleh Roux pada tahun 1848. Dia
menyebutnya sebagai 'Epulis kuning'. Lipoma intra-oral secara morfologi dapat
diklasifikasikan sebagai bentuk yang menyebar yang mempengaruhi jaringan
yang lebih dalam, bentuk dangkal dan bentuk yang dienkapsulasi. Beberapa
lipoma kepala dan leher telah diamati pada neurofibromatosis, sindrom Gardner,
lipomatosis Ecephalo-Craniocutaneous, lipomatosis familial multipel dan sindrom
Proteus, sindrom Cowden, sindroma hamartoma dan penyakit Dercum.

Telah disarankan bahwa lipoma oral lebih sering terjadi pada pria tapi
fibrolipoma lebih sering terjadi pada wanita, berbeda dengan keseluruhan tubuh
dimana lipoma dua kali lebih umum pada wanita seperti pada pria. Sehubungan
dengan lokasi terjadinya fibrolipatal khususnya jarang terlihat di daerah
vestibular.

Di sini kami melaporkan kasus fibrolipoma yang terjadi di vestibulum


posterior atas pria berusia 60 tahun.

LAPORAN KASUS

Seorang pasien laki-laki berusia 60 tahun mengunjungi departemen rawat


jalan dengan keluhan gigi yang hilang sama sekali. Riwayat medisnya tidak
memberikan kontribusi. Pada pemeriksaan intra-oral, ada bagian atas dan bawah
yang edentulous. Pemeriksaan jaringan lunak menunjukkan adanya pertumbuhan
jaringan lunak kecil tunggal di daerah vestibular posterior kanan atas yang
berlawanan dengan daerah tuberositas maksila. Nodul / pertumbuhannya
berukuran 1cm dengan permukaan halus dan glossy tanpa perubahan warna.

Pertumbuhan palpasi ini lembut dalam konsistensi, pedunculated, bebas


bergerak dan tidak empuk. Tanda slip untuk pertumbuhannya positif. Massa

42
pedunculated benar-benar dipotong dan spesimen dikirim untuk pemeriksaan
histopatologis.

Gambaran histopatologis menunjukkan epitel skuamosa bertingkat dengan


jaringan ikat yang menunjukkan proliferasi sel lemak. Ada juga sejumlah jaringan
fibrosa yang juga diselingi.

Dengan demikian, diagnosis akhir fibrolipoma dibuat. Pasien


ditindaklanjuti untuk jangka waktu 6 bulan tidak ada tanda kekambuhan.

Table 1 : pemeriksaan intra oral menunjukkan titik-titik edentulous

Table 2 : vestibulum bukal yang menunjukkan daerah eksisi lipoma

43
Table 3 : menunjukkan sel lemak diselingi dengan jaringan fibrosa

DISKUSI

Lipoma adalah neoplasma mesenkim jinak yang jarang terjadi yang jarang
terjadi di rongga mulut.Etiologi lipoma bervariasi dari diferensiasi sel
mesenchymal multi-poten dalam jaringan lemak, tulang rawan, dan tulang hingga
metaplasia lipoma yang sudah ada sebelumnya. Sel mesenkim dimodifikasi oleh
pengaruh sistemik dan lokal yang berkisar dari trauma lokal hingga iskemia
berkepanjangan.

Patogenesis fibrolipoma masih belum jelas. Telah dianggap sebagai


bawaan disebabkan oleh ketidakseimbangan endokrin, menjadi produk tumor
fibromatous yang merosot, atau timbul dari pematangan lipoblastomatosis.

Lipoma oral secara histologis dikelompokkan berdasarkan ciri histologis


dan pola pertumbuhannya seperti lipoma, fibrolipoma, angiolipoma, infiltratif
atau lipoma intra muskular, lipoma sel spindel, lipoma pleomorfik, osseolipoma,
chondrolipoma, myxolipoma dan sialolipoma.

Secara histologis lipoma mirip dengan jaringan adiposa normal namun


berbeda secara metabolik. Lipoma tidak digunakan sebagai sumber energi tidak
seperti jaringan adiposa normal selama kelaparan. Alasannya karena aktivitas
lipoprotein lipase yang sangat besar pada lipoma dibandingkan jaringan adiposa
normal. Aktivitas enzim ini juga berkontribusi terhadap pertumbuhan tumor.

44
Meskipun kesamaan histologis pada jaringan adiposa normal, lipoma
memiliki kelainan kromosom klonal khas seperti translokasi yang melibatkan 12q
13-15, eliminasi interstisial lokus 13q, dan penataan ulang yang melibatkan lokus
8q 11-13.

Mengingat usia, lipoma memiliki distribusi usia yang luas dari dekade
kedua sampai dekade kesembilan kehidupan dengan usia puncak 40 sampai 50
tahun. Kasus sekarang terlihat pada pasien berusia 60 tahun. Telah disarankan
bahwa lipoma oral umum terjadi pada pria, sementara fibrolipoma oral lebih
sering terjadi pada wanita yang berbeda dengan keseluruhan tubuh dimana lipoma
dua kali lebih umum pada wanita seperti pada pria. Kasus fibrolipoma saat ini
terlihat pada pasien laki-laki berusia 60 tahun.

Sehubungan dengan situs berbagai penelitian yang dilakukan


mengungkapkan terjadinya fibrolipoma langka di wilayah vestibular. Manor E et
al. dilakukan studi terhadap 58 kasus lipoma selama periode 20 tahun dari tahun
1990 sampai 2010 dan hanya mengungkapkan 2 kasus fibrolipoma di wilayah
vestibular. Studi lain oleh Furlong MA et al. pada 125 kasus lipoma dari tahun
1970 sampai 2004 menunjukkan nol kasus fibrolipoma di ruang depan. Kasus
fibrolipoma saat ini terletak di bagian kanan atas posterior vestibulum.

Lipoma dan fibrolipoma keduanya biasanya dibatasi dengan baik dan


dienkapsulasi tipis yang membantu dalam diagnosis banding mereka dengan
jaringan adiposa hernia dan polip fibrosa dengan jebakan lemak masing-masing.

Lipoma klinis tumbuh lambat, pedunculated / massa sessile dengan rona


kekuningan. Mereka mobile, tidak lembut, lembut dalam konsistensi, permukaan
halus dan kompresibel. Tanda slip positif khas bisa didapat. Namun kasus ini
tidak menunjukkan rona kekuningan tapi tanda slip positif terangsang.

Diagnosis pasti bisa didapatkan berdasarkan penampilan histologis.


Diagnosis banding yang dipertimbangkan untuk kasus ini adalah fibroma yang

45
iritasi. Namun, dengan adanya tanda slip dan konsistensi lesi yang sebelumnya
dikesampingkan. Diagnosis lain yang harus dibedakan dari lipoma meliputi
granuloma pirogenik, neuromas traumatis, kista epidermoid, kista dermoid.

Pengobatan lipoma oral termasuk semua varian histologis adalah eksisi


lokal konservatif. Kekambuhan jarang terjadi. Tidak ada perbedaan dalam
prognosis yang dilaporkan antara varian lipoma oral kecuali lipoma intra
muskular dimana pada eksisi bedah lengkap dapat menyebabkan tingkat
kekambuhan yang tinggi.

Mengenai aktivitas proliferatif yang diperiksa dengan ekspresi PCNA


(antigen sel proliferasi sel) dan Ki-67, Fregnani ER et al. menemukan bahwa
fibrolipoma memiliki aktivitas proliferasi lebih besar daripada lipoma klasik,
namun tidak ada perbedaan dalam perilaku klinis yang diperhatikan setelah
perawatan bedah seperti tidak adanya kekambuhan.

Kesimpulan

Lipoma oral adalah tumor yang relatif jarang yang terutama


mempengaruhi mukosa bukal pada dekade keempat sampai keenam. Perlakuan
tetap eksisi bedah konservatif terlepas dari varian histopatologis. Fibrolipoma
terjadi di salah satu tempat langka; vestibulum bukal pasien pria 60 tahun
dijelaskan.

E. CASE REPORT 5

Lipoma in Hard PalateA Case Report

46
Prince Peter Dhas, Ravindran Ambika, Amirthagani Arumugam, Jagan
Somasundaram

Abstrak

Lipoma adalah neoplasma jinak dari jaringan lunak yang berasal dari
adiposit matang. Meski begituadalah tumor yang sangat umum, hal ini relatif
jarang terjadi di rongga mulut. Ini mewakili sekitar 1% sampai 4% darisemua
tumor jinak di rongga mulut.

Artikel ini menjelaskan kasus seorang pria berusia 39 tahun dengan


seorangmassa pedalaman intraoral di sisi kanan langit-langit keras yang secara
histopatologis terbuktisebagai lipoma sederhana.

PENDAHULUAN

Lipoma adalah neoplasma mesenkim jinak yang tersusun dari adiposit


matang yang biasanya dikelilingi oleh serat tipiskapsul. Lipoma dapat terjadi di
bagian manapun dari tubuh manusia, namun sebagian besar terjadi pada batang
dan leher.

Mereka bisa hadir sebagai pembengkakan tunggal atau beberapa


pembengkakan. Sekitar 20% terjadi di daerah kepala dan leher dan hanya1%
sampai 4% melibatkan rongga mulut. Setengah dari lipoma oral ada di pipi dan
sisanya ditemukan di lidah,lantai mulut, bibir, langit-langit mulut, dan mukosa
gingiva. Lipoma biasanya asimtomatik sampai tumbuhke ukuran yang lebih besar
dan mengganggu pembicaraan, mastikasi dan menelan. Lipoma dapat terjadi
secara sporadis atau sebagai satudari beberapa kelainan bawaan seperti familial
multiple lipomatosis dan lipomatosis simetris jinak .

47
Berdasarkan aspek histopatologisnya, lipoma dapat dicirikan sebagai
lipoma klasik, fibrolipoma, intramurallipoma, selaput sel spindel, angiolipoma,
sialolipoma, lipoma pleomorfik, lipoma myxoid dan atipikal.

Lipoma Tulang ganas tumor adalah liposarcoma yang merupakan


neoplasma jaringan lunak umum lainnyatapi jarang di rongga mulut.

Laporan kasus

Seorang pasien laki-laki berusia 39 tahun hadir dengan massa di rongga


mulut. Bengkak kecil muncul di sisi kanandari langit-langit sebelum 6 tahun yang
semakin meningkat dalam ukuran. Dia memiliki masalah dengan pidato dan
pengunyahan.

Dia adalah pemintal tembakau dan sirih selama 20 tahun. Pemeriksaan


fisik menunjukkan adanya massa pedailsated lunakUkuran 6,5 3,5 cm yang
timbul dari sisi kanan langit-langit keras sekitar 1 cm medial ke kanan 2 molar.
Duluditutupi dengan mukosa utuh. Dengan bantuan computed tomography,
lampiran / erosi tulang dikeluarkan.

Massa juga gagal meningkat dengan kontras. Eksisi bedah lengkap


dilakukan dan massa dikenaiuntuk pemeriksaan histopatologis. Secara
makroskopis massa yang resected berwarna kekuningan. Penampilan
mikroskopismenunjukkan tumor yang dienkapsulasi dengan baik yang terdiri dari
sel lemak otot dengan sitoplasma yang tidak diobati dengan intervensiseptae
berserat. Tidak ada perubahan yang sarkastis. Lukanya sembuh dengan baik.
Pasien ditindaklanjutiselama 1 tahun tanpa kambuh lagi.

48
Foto 1 : menampilkan massa di langit-langit yang keras

Foto 2 : CT menunjukkan massa hipodens di langit-langit keras

49
Foto 3 : gambar sebelum operasi

Foto 4 : gambar stelah operasi

50
Foto 5 : bagian potongan dari massa yang dipotong

Foto 6 : Gambar mikroskopik menunjukkan adiposit matang

Diskusi

Lipoma oral pertama dideskripsikan oleh Roux dalam tinjauan massa


alveolar di mana dia menyebutnya sebagai "Kuning Epulis. Lipoma adalah tumor
yang paling umum dan paling jinak dari semua tumor. Wilayah intraoral
merupakan lokasi langka untuk pengembangannya.

Kejadiannya tidak berbeda dengan jenis kelamin namun predileksi pria


telah dilaporkan. Kasuskita sajikan sangat jarang karena situs attachment nya
yaitu hard palate. Sepengetahuan kamihanya 2 kasus lipoma pada mukosa
palatum keras telah dilaporkan (Hoceini et al., 2010; Sushruth Nayak & Prachi
Nayak). Dalam rangkaian kasus oleh Perez dkk. pada lipoma oral di antara 2.270

51
kasus lesi oral pada periode 8tahun, 6 kasus adalah lipoma oral. Dari 4, 3
dilaporkan berada di mukosa bukal, 1 di bibir bawah, 1 di lidah.

Lipoma oral secara oral umumnya hadir sebagai nodul submukosa ringan
yang tidak menimbulkan rasa sakit dengan warna kekuningan. DiPasien kami
adalah massa pedunculated yang merupakan presentasi langka.

Patogenesis lipoma masih tetap dengan kurangnya konsensus. Berbagai


konsep seperti obesitas, hormonalpengaruh, trauma dan iritasi kronis telah
diusulkan.

Histopatologi kasus kami adalah lipoma klasik yang telah dilaporkan


sebagai bentuk intraoral yang paling umumdalam berbagai literatur. Freital dkk.
(2009) mengulas 26 kasus lipoma intraoral dan lipoma klasikpaling umum di
antara mereka yaitu dalam 15 kasus.

Eksisi bedah adalah modalitas pengobatan yang disarankan dan jika cukup
resected, kekambuhan jarang terjadi. Kami mengikutinyapasien selama 1 tahun
tanpa kekambuhan.

Kesimpulan

Kami menyajikan kasus ini untuk situs, ukuran dan presentasi yang
langka. Seorang dokter juga harus mengenali diagnosis banding lainnya, untuk
misal semacam itu yang harus dikecualikan dengan pemeriksaan radiologis dan
histopatologis untuk dilanjutkandengan perawatan yang benar.

F. CASE REPORT 6

Fibrolipoma of buccal mucosa

52
Pendahuluan

lipoma adalah tumor jinak jaringan jiposa yang sangat umum, namun
kehadirannya di daerah oral dan orofaring jarang terjadi. fibrolipoma merupakan
varian histologis lipoma, sebagian besar mempengaruhi mukosa bukal dan
menyebabkan cacat fungsional dan kosmetik. Oleh karena itu pemeriksaan
histopatologi akurat tentang lipoma penting untuk rencana perawatan yang benar.
Artikel ini menjelaskan tentang gadis berusia 10 tahun dengan fibrolipoma
mukosa bukal dengan tinjauan tumor yang sesuai

Pengantar

lipoma adalah tumor mesenkim jinak yang paling umum berkembang di


lokasi mana lemak biasanya ada.

Mereka berkembang terutama di jaringan subkutaneus tapi juga bisa


berkembang di jaringan yang lebih dalam. Etiologi lipoma tidak pasti dan tumor
terutama mempengaruhi daerah batang, bahu, leher, dan aksila.

Keterlibatan rongga mulut jarang terjadi, dengan lipoma berhubungan


dengan kurang dari 4,4% dari semua tumor jaringan lunak mulut jinak. Mereka
biasanya hadir sebagai lesi asimtomatik yang tumbuh lambat dengan warna
kuning khas dan lembut, terasa pucat di mukosa bukal., lantai mulut dan lidah
pada dekade keempat dan kelima, dan umumnya tanpa kecenderungan gender.
Lipoma oral dapat terjadi di berbagai tempat anatomis termasuk kelenjar liur
utama, mukosa bukal, bibir, lidah, langit-langit, ruang depan, dan lantai mulut.
Meskipun jinak di alam, pertumbuhan progresif mereka dapat menyebabkan
gangguan pada ucapan dan pengunyahan karena dimensi tumor.

53
Laporan kasus

Seorang pasien wanita berusia 10 tahun melaporkan dengan keluhan


utama pembengkakan di pipi kiri. pembengkakan itu pertama kali diketahui dua
tahun lalu, yang menunjukkan pembesaran bertahap yang perlahan. Pasien tidak
mengalami kesulitan dalam pengunyahan, ucapan, dan deglutisi. Pemeriksaan
intraoral menunjukkan pembengkakan oval yang merah muda dan jelas berukuran
2,5 x 3 cm hadir di mukosa bukal kiri.

Pada palpasi, pembengkakannya lembut, berfluktuasi, tidak lembut,


bergerak, dan marginnya licin saat jari telunjuk melakukan diagnosis sementara
lipoma intraoral. Pemeriksaan darah rutin ternyata normal.

lesi dikeluarkan dengan anestesi lokal dan jaringan yang dilepas dikirim
untuk pemeriksaan histopatologis.

Pemeriksaan mikroskopik menunjukkan jaringan adiposa dengan


pembuluh darah melintang yang tertanam di dalam serat kolagen padat. fibroblas
berkembang biak terbukti pada stroma jaringan ikat. Bagian atas epitel atasnya
adalah 8 sampai 10 lapisan tebal, atrofik, parakeratin dan tipe skuamosa bertali.
Berkorelasi dengan pemeriksaan klinis dan histopatologis, lesi yang dieksisi
menandakan fibrolipoma. kursus pasca operasi itu lancar. Tidak ada kekambuhan
lesi yang telah diamati.

Diskusi

deskripsi pertama lipoma oral diberikan pada tahun 1848 oleh roux dalam
tinjauan massa alveolar yang dia sebut sebagai epulis kuning. lipoma adalah
tumor jinak jaringan jiposa yang sangat umum, namun kehadirannya di daerah
oral dan orofaringeal relatif jarang terjadi dengan tingkat prevalensi hanya 1/500

54
orang dewasa. fibrolipoma adalah varian mikroskopik dari lipomacharacterized
oleh komponen berserat yang signifikan yang bercampur lobulus sel lemak.

Konsistensi lesi ini bervariasi dari yang lembut sampai kencang,


tergantung pada jumlah dan distribusi jaringan fibrosa dan kedalaman tumor.
tumor telah dilaporkan lebih sering terjadi pada mukosa bukal dan vestibulum
bukal dan juga menunjukkan sedikit dominasi pada wanita. Dalam kasus kami,
situs intraoral yang terkena juga mukosa bukal.

Pada tahun 2003, fregnani dkk. mengumpulkan beberapa kasus dan


mendiagnosis 45,7% kasus sebagai lipoma dan 39,1% kasus fibrolipoma.

Tidak ada konsensus mengenai patogenesis lipoma oral. turun temurun,


degenerasi lemak. Dasar hormonal, trauma, infeksi, infark, dan iritasi kronis
mungkin mewakili theoris untuk menjelaskan pola lipoma. sejumlah varian
mikroskopis telah dijelaskan,

Yang paling umum adalah fibrolipoma, ditandai oleh komponen berserat


yang signifikan yang bercampur dengan lobulus sel lemak. Pada angiolipoma
terdiri dari campuran lemak matang dan banyak pembuluh darah kecil.lipoma
myxoid menunjukkan latar belakang mukoid dan mungkin bingung dengan
liposarcomas myxoid. lipoma sel spindle adalah varian lain yang menunjukkan
jumlah sel spindle yang tampak seragam bersamaan dengan komponen
lipomatous yang lebih khas. Lipoma pleomorfik ditandai dengan adanya sel
spindel dan sel raksasa hiperkromatik aneh. lipoma intramuskular seringkali lebih
dalam terletak dan memiliki pola pertumbuhan infiltratif yang membentang di
antara kumpulan otot rangka.

Pengobatan lipoma termasuk fibrolipomais biasanya bedah eksisi. tumor


ini dapat mengancam nyawa akibat penyumbatan saluran napas bagian atas
berdasarkan ukurannya karena kematian asfiksia mendadak telah dilaporkan
dalam kasus fibrolipoma esofagus.

55
Lesi di luar rongga mulut dapat menunjukkan tingkat kekambuhan yang
lebih besar setelah eksisi bedah, namun lipoma intramuskular intraoral, walaupun
tidak terbatas, jarang menunjukkan kekambuhan jika benar-benar dipotong.

Kesimpulan

Lipoma yang ditemukan di daerah mulut dan maksilofasial biasanya


asimtomik sampai ukurannya besar. Sebagian besar lipoma berkembang di
jaringan subkutan tetapi jaringan yang lebih dalam mungkin terlibat juga.
Pengetahuan dan pengobatan tumor yang cepat di wilayah ini penting. reseksi
lengkap harus emplhasized, yang merupakan faktor kunci untuk menghindari
kekambuhan.

G. CASE REPORT 7

Tumor odontogenik adenomatoid pada mandibular: sebuah laporan kasus

Kamaraj Loganathan , Bindu Vaithilingam

Abstrak

Tumor odontogenik adenomatoid (Adenomatoid odontogenic tumor


/AOT) adalah tumor odontogenik yang jarang dan sering salah didiagnosis
sebagai kista odontogenik. AOT sebagian besar ditemukan pada pasien wanita,

56
yang biasanya muncul pada dekade kedua atau ketiga dan terletak lebih sering di
rahang atas daripada mandibula dan sering dikaitkan dengan gigi permanen yang
tidak erupsi. Namun, AOT sering menyerupai lesi odontogenik lainnya seperti
kista dentigerous atau ameloblastoma. Pengobatannya konservatif dan
prognosisnya sangat baik. Untuk ilustrasi, kasus AOT yang jarang terjadi pada
mandibula yang dikaitkan dengan gigi taring permanen yang tidak erupsi
disajikan.

Kata kunci: ekstra folikel, tumor odontogenik adenomatoid, AOT-Mandibula

1. Pendahuluan

Tumor odontogenik Adenomatoid (AOT) adalah tumor epitel odontogenik


yang jarang terjadi, pertumbuhannya lambat, jinak, dan biasanya timbul pada
dekade kedua atau ketiga. (Philipsen H.P et al, 1991). AOT biasanya terletak di
daerah anterior rahang atas; biasanya, menghasilkan pembengkakan lambat tanpa
rasa sakit (Toida, M et al 1990). Pertumbuhan tumor ini akan menyebabkan
perpindahan gigi dan bukan resorpsi akar. (Engin, B et al, 2001) (Bravo M et al,
2005). Philipsen dan Birn mengusulkan nama tumor odontogenik adenomatoid
pada tahun 1969 dan menyarankan agar tidak dianggap sebagai varian
ameloblastoma karena perilaku tumor yang berbeda (Philipsen HP et al, 1969).

Tumor odontogenik Adenomatoid dikelompokkan menjadi 3 varian


(Regezi JA et al, 1978) (Courtney RM et al, 1975) tipe folikel (terhitung 73%
kasus), yang memiliki lesi sentral yang terkait dengan gigi tertanam; tipe
ekstrafolikel (24% kasus), yang memiliki lesi sentral dan tidak ada kaitannya
dengan gigi; dan variasi perifer (3% kasus). Laporan ini menggambarkan tumor
odontogenik adenomatoid folikuler pada mandibula, menggambarkan ciri klinis
tumor mikroskopik dan biologis dan menekankan pentingnya hubungan antara
folikel gigi dan jaringan tumor.

57
2. Laporan kasus

Seorang pasien wanita berusia 29 tahun memeruksakan diri ke klinik gigi


kami dengan keluhan nyeri dan pembengkakan di sisi kiri rahang bawah durasi 1
bulan (Gambar 1). Pada pemeriksaan pasien, terjadi pembengkakan ekstra-oral
menyebar di daerah anterior mandibula. Pasien tidak memiliki penyakit sistemik
atau menggunakan obat apapun. Tidak ada riwayat trauma, nyeri, keluar nanah
atau gejala lain yang berhubungan dengan lesi. Dalam pemeriksaan klinis kepala
dan leher, limfadenopati kronis ditemukan pada kelenjar getah bening
submandibular kanan dan kiri. Tidak ada parestesi di wilayah mental. Secara
intraoral, pasien mengalami pembengkakan tanpa rasa sakit dan perlahan
membesar di daerah anterior mandibula. Ekspansi labiolingual ringan terlihat pada
alveolus anterior mandibula pada gigi 34 sampai 42. Gigi 33 hilang. Mukosa di
atas pembengkakan normal. Pembengkakan keras dan tidak nyeri pada palpasi.
Aspirasi jarum halus tidak menghasilkan cairan. OPG mengungkapkan lesi
radiolusen berbatas tegas dengan fokus radiopak, dan hilangnya tulang kortikal
dengan taring permanen terimpaksi (Gambar 2). Resorpsi akar gigi seri, taring dan
gigi premolar terlihat pada kuadran ketiga. Berdasarkan temuan klinis dan
radiografi, diagnosis bandingnya adalah tumor odontogenik adenomatoid,
kalsifikasi kista odontogenik, odontoma fibrosa ameloblastik, kalsifikasi tumor
odontogenik epitel, kista dentigerous yang terinfeksi, dan ameloblastoma
unicystic.

58
Gambar 1. Pembengkakan ekstra-oral difus di daerah anterior mandibula

Gambar 2. CT dalam potongan aksial

Pasien menjalani operasi dengan anestesi lokal. Flap mucoperiosteal di


daerah kaninus kiri direfleksikan untuk mengekspos aspek labial tumor. Korteks
labial sangat tipis dan memiliki beberapa area resorpsi lengkap. Tumor itu
dienukleasi sempurna bersama dengan taring permanen bawah yang terimpaksi
(Gambar 3 & Gambar 4). Daerah antara akar gigi yang terlibat dikerok, drain
pengisap ditempatkan dan flap dijahit di tempat (Gambar 5). Tidak ada kendala
dalam penyembuhan, dan drain pengisap dikeluarkan setelah tiga hari.

Gambar 3. Lokasioperasi

59
Gambar 4. Tumor 22 x 18 mm dengan gigi taring yang terimpaksi

Gambar 5. Gambaran Post Operative dengan drain vakum

3. Temuan Histopatologis

Lesi adalah massa berukuran 22x18 mm yang berbatas tegas, dikelilingi


oleh kapsul tebal dan berserat. Kanin mandibula dienkapsulasi. Setelah spesimen
difiksasi dengan formalin 10%, blok parafin disiapkan untuk mikroskop cahaya
dan diwarnai dengan hematoksin dan eosin dengan menggunakan metode rutin.
Pemeriksaan histologis menunjukkan tetesan eosinofilik amorf dan fokus
kalsifikasi distrofi yang berserakan di dalam dan di sekitar elemen epitel (Gambar
7). Elemen epitel terdiri dari sel polyhedral dalam pengaturan longgar dan tidak

60
teratur, sel spindel, dan sel kolumnar tinggi yang membentuk saluran seperti
struktur sebagai akibat degenerasi jaringan stroma. Laporan histopatologis
mengkonfirmasi diagnosis tumor odontogenik adenomatoid

Gambar 7. Perbesaran 10x menunjukkan daerah seperti saluran dengan sel kolumnar tinggi

4. Diskusi

Tumor odontogenik adenomatoid adalah lesi yang tumbuh lambat, dengan


predileksi untuk maksila anterior (rasio kasus 2: 1 relatif terhadap mandibula)
pada wanita muda. Lesi ini didiagnosis pada dekade kedua kehidupan, dan lebih
dari setengahnya terjadi selama masa remaja. Rasio perempuan: laki-laki adalah
2,3: 1 (Philipsen HP et al, 2002) (Chattopadhyay A et al 1994). AOT sebagian
besar ditemukan di rahang atas (maxilla: mandible = 2.6: 1). Lesi biasanya
asimtomatik, namun pertumbuhan jenis dengan lesi sentral menghasilkan ekspansi
korteks. Gigi yang terlibat umumnya terimpaksi, dan gigi yang berdekatan
mungkin sedikit tergeser (Geist SY et al, 1995). Hal ini dapat menyebabkan
pembengkakan keras yang tidak nyeri, seperti dalam kasus yang dilaporkan di sini
dan dapat ditemukan pada pemeriksaan radiografi rutin atau Computed
tomography. Tumor odontogenik Adenomatoid, terhitung sekitar 3% dari semua
tumor odontogenik, lebih jarang sering terjadi dibandingkan odontoma,
sementoma, myxoma dan ameloblastoma. Telah diduga bahwa tumor ini mungkin
adalah hamartoma dan bukan neoplasma sejati (Regezi JA et al, 1978), namun

61
saat ini tidak ada bukti untuk mmebuktikan dugaan ini. Untuk kasus di mana lesi
tampak mengelilingi gigi yang tidak erupsi dan tidak memiliki komponen
radiopak, kista dentigerous juga dapat dipertimbangkan dalam diagnosis banding.
Namun, tumor odontogenik adenomatoid sering muncul dan menutupi mahkota
dan akar, sedangkan kista dentigerous tidak menyelimuti akar (Curran AE et al,
1997) (Lee JK et al, 2000).

Asal mula tumor adenomatoid odontogenik masih kontroversial (Tajima Y


et al, 1992) (Philipsen HP et al, 1996) (Philipsen HP et al, 1997) beberapa percaya
bahwa lesi ini berasal dari epitel odontogenik kista dentigerous. Selain maxilla
anterior, tumor telah dilaporkan di area rahang lain, seperti angulus mandibula.
Oleh karena itu, sisa-sisa lamina gigi kemungkinan merepresentasikan sel
progenitor untuk tumor odontogenik jinak ini. Menurut hipotesis ini, lesi tumbuh
(kadang-kadang saat membentuk ruang kistik) di samping atau ke dalam folikel
gigi terdekat, yang mengarah ke "teori envelopmental" (Philipsen HP et al, 1992).
Dalam kasus yang dilaporkan di sini, lesi tersebut mengelilingi kanin yang
terbentuk sepenuhnya, yang menunjukkan patogenesis "envelopmental". Laporan
terbaru menunjukkan bahwa sel tumor adenomatoid odontogenik biasanya
berdiferensiasi menjadi fenotipe ameloblastik yang nyata namun gagal mencapai
pematangan fungsional lebih lanjut (Philipsen HP et al, 1998).

Karena semua varian menunjukkan perilaku biologis jinak yang identik


dan hampir semua terenkapsulasi, enukleasi bedah konservatif atau kuretase
adalah pengobatan pilihan. Kekambuhan telah dilaporkan dalam beberapa kasus
(Philipsen HP et al, 1997).

5. Ringkasan

Kasus ini adalah laporan langka tumor odontogenik adenomatoid yang


terjadi pada mandibula wanita berusia 29 tahun yang melibatkan kaninus yang

62
terimpaksi. Selain itu, kasus ini mendukung deskripsi umum AOT yang
disebutkan di atas pada studi sebelumnya. Oleh karena itu, lesi ini harus
dibedakan dari lesi yang lebih umum dengan asal odontogenik dalam pemeriksaan
gigi rutin kita.

H. CASE REPORT 8

Tumor Odontogenik Adenomatoid: Sebuah Laporan Kasus dan Tinjauan


Pustaka
Vikas Singh, D J Bhaskar , R Chandan Agali, Mallika Kishore, Safalya S Kadtane
, Harender Singh

Abstrak
Tumor Odontogenik Adenomatoid (AOT) adalah tumor odontogenik yang
secara eksklusif berasal dari epitel odontogenik, yang menyumbang sekitar 3-7%
dari semua tumor odontogenik. Ini adalah lesi jinak (hamartomatous), noninvasive
dengan pertumbuhan lambat tapi progresif. Lesi ini terutama ditemukan pada
pasien muda dan wanita, lebih sering ditemukan di rahang atas dan dalam banyak
kasus terkait dengan gigi permanen yang tidak erupsi. Pengobatan dilakukan
dengan eksisi bedah konservatif dan prognosisnya sangat baik. AOT sering
menyerupai lesi odontogenik lainnya seperti kista dentigerous. Secara
immunohistokimia AOT ditandai oleh reaksi positif dengan sitokeratin tertentu.
Disini kami laporkan kasus adenomatoid odontogenic tumor (AOT) pada maxilla
pada seorang gadis muda berusia 14 tahun.

Kata kunci: Tumor odontogenik adenomatoid, neoplasma sejati, Maxilla

PENDAHULUAN

63
Tumor odontogenik Adenomatoid pertama kali dijelaskan pada tahun 1907
oleh Dreibladt, sebagai pseudo adenameloblastoma.1 Selama bertahun-tahun
berbagai terminologi telah digunakan untuk menunjuk entitas yang sangat
menarik ini seperti adenoameloblastoma, odontoma adenoameloblastik, tumor
epitel yang terkait dengan tumor adenomatoid ameloblastik, kista perkembangan,
dan ameloblastoma adenomatoid atau pseudo adenomatous.2 Philipsen dan Birn
mengusulkan nama adenomatoid odontogenic tumour pada tahun 1969 dan
menyarankan agar tidak dianggap sebagai varian ameloblastoma karena perilaku
tumor yang berbeda.3,4 Tumor odontogenik Adenomatoid juga disebut tumor dua
pertiga, karena 2/3 terjadi pada wanita muda, 2/3 tumor adenomatoid terjadi di
maxilla, 2/3 kasus dikaitkan dengan gigi yang tidak erupsi, dan 2/3 gigi yang
terkena adalah gigi taring. Ada adalah 3 varian tumor adenomatoid odontogenik,
yaitu tipe folikel (terhitung 73% kasus), yang memiliki lesi sentral yang terkait
dengan gigi tertanam; jenis extrafollicular (24% kasus), yang memiliki lesi sentral
dan tidak ada hubungannya dengan gigi; dan tipe perifer (3% kasus).6 Penentuan
histologis WHO terhadap tumor odontogenik, kista rahang dan lesi sekutu (2005)
telah mendefinisikan AOT sebagai tumor epitel odontogenik dengan struktur
seperti saluran dan dengan tingkat perubahan induktif yang bervariasi di jaringan
ikat.7 Enukleasi bedah konservatif adalah pilihan pengobatan yang paling
disarankan. Tingkat kekambuhan untuk AOT sangat jarang terjadi. Kecuali hanya
tiga kasus yang dilaporkan pada pasien Jepang menunjukkan kekambuhan tumor
ini, oleh karena itu, prognosisnya sangat baik bila benar-benar diambil secara
keseluruhan5

LAPORAN KASUS
Seorang anak perempuan berusia 14 tahun memeriksakan diri ke
departemen kedokteran gigi kesehatan masyarakat dengan keluhan pembengkakan
di daerah gigi depan kanan atas sejak 5 bulan. Sejarah penyakit saat ini
mengungkapkan bahwa pada awalnya pembengkakan berukuran kecil dan secara

64
bertahap membesar dan mencapai ukuran saat ini. Pembengkakan tidak terkait
dengan rasa sakit atau nanah, dan tanpa riwayat trauma yang terkait dengannya.
Pemeriksaan ekstra oral menunjukkan asimetri wajah ringan dengan hilangnya
lipatan nasolabial (Gambar 1). Pemeriksaan intraoral menunjukkan adanya
pembengkakan difus soliter pada daerah gigi maksila kanan yang membentang
dari aspek mesial 51 sampai aspek mesial 13 bentuk oval kira-kira berukuran
sekitar 1 2 cm dalam dimensi terbesar. Warna mukosa di atasnya normal. Pada
palpasi, semua temuan inspeksi dikonfirmasi pembengkakan konsistensnya
lembut, tidak nyeri. Pada pemeriksaan jaringan keras, terdapat gigi 51 yang
tertahan dan gigi 11 hilang secara klinis. Ada pembutuan vestibular terkait dengan
51,12,13 (Gambar 2). Jadi, berdasarkan riwayat dan pemeriksaan klinis diagnosis
sementara kista dentigerous i.r.t 11 dengan diagnosis banding tumor odontogenik
adenomatoid. Dalam penyelidikan sitologi aspirasi jarum dilakukan dan
mengungkapkan cairan berwarna jerami dengan kadar protein adalah 4,9 gm / dL.
(Gambar 3). Radiografi intraoral periapikal menunjukkan radiolusensi unilokular
yang terdefinisi dengan baik terlihat terkait dengan 51 dengan 11 terimpaksi.
Terdapat resorpsi akar sehubungan dengan 51 (Gambar 4).

Gambar 1: Gambaran ekstraoral yang menunjukkan obliterasi lipatan nasolabial

65
Gambar 2: Gambaran intraoral menunjukkan pembengkakan aspek palatal

Gambar 3: Pemeriksaan sitologi FNAB menunjukkan cairan berwarna keruh

Gambar 4: Radiografi periapikal intraoral dari gigi insisivus kanan atas ke daerah
kaninus yang menunjukkan gambaran radiolusen unilokular

66
Radiografi oklusal juga menunjukkan gambaran radiolusen yang
terdefinisi dengan baik11 (Gambar 5). Orthopantomograf pasien yang diambil juga
menunjukkan temuan serupa (Gambar 6). Prosedur eksisi bedah telah dilakukan
dan spesimen dikirim untuk pemeriksaan histopatologis, yang kemudian
menunjukkan gambaran sel kuboidal ke kolumnar yang tersusun dalam bentuk
seperti sarang dan mawar. Gambaran tubular, area padat, pola seperti saluran, dan
susunan selulosanya tampakdengan jelas. Beberapa sel juga tersusun dalam pola
pleksiform dan area kribriform juga dapat terlihat. Pada pembesaran, tinggi,
terlihat gambaran sarang sel polihedral yang tinggi, disertai pola duktus yang
dilapisi oleh sel kuboidal ke sel koloumnar (Gambar 7), Pada pembesaran rendah,
sel epitel terdapat di sepanjang pola duktus (Gambar 8), yang mana
mengkonfirmasi kembali diagnosis akhir AOT11.

Gambar 5: Radiografi oklusal

Gambar 6: Orthopantomograf (OPG) menunjukkan gambaran radiolusen


unilokuler dengan gigi ke 11 yang mengalami impaksi

67
Gambar 7: Pembesaran tinggi

Gambar 8: Pembesaran rendah

DISKUSI
AOT adalah lesi odontogenik jinak non-invasif yang dengan tipe
pertumbuhan yang lambat. Kondisi ini umumnya terjadi intraosseous, tetapi dapat
juga terjadi di area perifer, walaupun jarang8. Enam puluh sembilan persen AOT
didiagnosis pada dekade kedua kehidupan, dan lebih dari setengahnya terjadi
selama masa remaja. Rasio wanita terhadap laki-laki untuk semua kelompok usia
dan semua varian adalah sama yaitu 2:1. Umumnya ukuran tumor tidak melebihi
1-3 cm, tapi bisa lebih besar, dan umumnya terjadi di daerah rahang bawah terkait
dengan beberapa kasus impaksi yang menyertai.9,10 Asal usul AOT diyakini
berasal dari sumber odontogenik, dengan fitur sitologi mirip dengan organ
enamel, pengikisan epitel enamel, lamina gigi dan komponen lainnya. Lesi
umumnya tidak bergejala, namun pertumbuhan dengan lesi sentral dapat
menyebabkan ekspansi korteks. Temuan-temuan radiografi AOT sering
menyerupai lesi odontogenik lainnya seperti kista dentigerous, kalsifikasi kista

68
maksila globuler, kalsifikasi kista odontogenik, tumor odontogenik,
ameloblastoma, keratokista odontogenik, dan peyakit periapikal.12 Pergeseran
gigi-gigi di sampingnya karena ekspansi tumor jauh lebih umum terjadi daripada
penyerapan akar. Adanya lesi perifer dapat menunjukkan beberapa erosi pada
tulang korteks yang berdekatan.9 Gambaran radiografi periapikal intraoral
menunjukkan suatu radioopasitas di AOT sebagai fokus diskrit dengan pola
fluksulen dan pada beberapa kasus dijumpai gambaran deposit kalsifikasi
minimal. Sekitar 78% dari keseluruhan kasus AOT menunjukkan deposit
kalsifikasi.13 Tindakan bedah konservatif dengan enukleasi adalah modalitas terapi
pilihan. Regenerasi jaringan yang dipandu dengan teknik membran disarankan
untuk defisiensi intraboni-periodontal yang disebabkan oleh AOT setelah
pengangkatan tumor secara lengkap.14

KESIMPULAN
AOT adalah lesi odontogenik yang jarang terjadi, namun dapat dikenali
dari manifestasi klinis dan gambaran radiografinya. Persistensi gigi sulung untuk
jangka waktu yang lebih lama dan gigi permanen yang tidak mengalami erupsi,
bila dikaitkan dengan pembengkakan, selalu memerlukan pemeriksaan lebh lanjut
untuk suatu lesi odontogenik.

I. CASE REPORT 9

Keterkaitan Tumor Odontogenik Adenomatoid (AOT) dan Kista


Dentigerous: Laporan Kasus Langka dan Ulasan Literatur
Anshita Agarwal1 K. Y. Giri2 dan Sarwar Alam2

Tumor odontogenik adenomatoid (AOT) adalah lesi yang relatif jarang


terjadi yang terutama menyerang wanita pada dekade kedua kehidupan mereka,

69
dan menunjukkan predileksi untuk daerah anterior rahang atas. Lesi biasanya
dikaitkan dengan mahkota gigi yang tertutup, yang paling umum adalah kaninus
maksila. Dalam makalah ini penulis menyajikan AOT yang terkait dengan kista
dentigerous yang mempengaruhi maksila kiri pada wanita berusia 15 tahun.
Penulis juga membahas manifestasi klinis, radiografsi, histopatologis, dan
terapeutik dari kasus ini.

1. PENDAHULUAN
AOT terdiri dari epitel odontogenik dalam berbagai pola histoarsitektural,
tertanam dalam stroma jaringan ikat dewasa, dan ditandai dengan pertumbuhan
yang lambat namun progresif. Dalam klasifikasi WHO tahun 2005, AOT
termasuk dalam epitel odontogenik dengan stroma berserat yang matang tanpa
ektomesenkim odontogenik [1]. Rentang usia di mana AOT terjadi bervariasi
antara 3 dan 82 tahun. Lebih dari dua pertiga didiagnosis pada dekade kedua
kehidupan dan 90% ditemukan sebelum usia 30 tahun. Lebih dari separuh kasus
terjadi di kalangan remaja. Rasio laki-laki:perempuan adalah 1:1,9 [2, 3]. Di
beberapa negara Asia rasionya bisa mencapai 1:3,2. AOT hampir secara eksklusif
terjadi intraosseous dengan lokasi predileksi di maxilla lebih besar dibanding
dengan mandibula (rasio 2,1: 1) [4]. Tipe perifer yang jarang terjadi, hampir
secara eksklusif terjadi pada gingiva maksila anterior. AOT juga dapat ditemukan
dalam tipe permanen (tipe folikel), pada empat gigi taring mencapai 60%,
sedangkan gigi kaninus maksila saja mencapai 40%. Penulis dengan ini
menyajikan kasus AOT yang berasal dari dinding kista dentigerous maksila pada
kelompok usia anak-anak di India.

2. LAPORAN KASUS
Seorang wanita India berusia 15 tahun dirujuk oleh dokter umum untuk
evaluasi pembengkakan rahang atas ke Bagian Bedah Mulut dan Maksilofasial,
Career Post Graduate Institute of Dental Sciences & Hospital, Lucknow. Riwayat

70
medisnya tidak signifikan. Pasien tidak mengeluhkan gejala lainnya dan kesehatan
umum baik. Pemeriksaan intraoral menunjukkan ekspansi rahang kiri dengan
kaninus yang hilang, dan mukosa tampak normal (Gambar 1 (a) dan 1 (b)). Pasien
tidak mengalami defisit saraf atau adenopati di daerah wajah dan leher.


Gambar 1: (a) Foto ekstraoral preoperatif wanita berusia 15 tahun dengan
pembengkakan pada maksila kiri. (b) Foto intraoral preoperatif yang menunjukkan
kaninus yang hilang.

Sebuah orthopantomogram menunjukkan gambaran radiolusen pada


maksila dengan perluasan dan penipisan semua dinding tulangnya dengan gigi
taring kiri atas (Gambar 2). Tampak juga pergeseran gigi dan resorpsi akar gigi
premolar pertama dan kedua. Scan Denta (64 slice CT Scan) menunjukkan massa
tumor yang terdefinisi dengan baik yang meliputi seluruh maksila kiri. Menurut
temuan klinis lesi didiagnosis sebagai kista dentigerous. Enukleasi lesi dilakukan
dengan anestesi lokal.

Gambar 2: Oral orthopantomogram (OPG) menunjukkan kista radiolusen yang


didefinisikan dengan baik (panah) dengan disertai kaninus.

71
Diagnosis banding berupa kista dentigerous, kalsifikasi kista odontogenik,
kalsifikasi tumor epitel, tumor odontogenik keratokistik, dan ameloblastoma
unikistik telah dibuat. Setelah dibedah, ditemukan jaringan berukuran 4,5 cm x
2,5 cm x 4 cm dengan permukaan halus dan disertai dengan kaninus (Gambar 3).
Tidak ada kalsifikasi yang ada di lumen kistik. Secara mikroskopis, bagian-bagian
menunjukkan nodul padat sel kolumnar dan sel berbentuk spindel yang
membentuk sarang dan struktur seperti bunga mawar. Bentukan amorf eosinofilik
terlihat di antara ruang seperti saluran yang dilapisi oleh satu baris sel epitel
kolumnar, dengan inti yang terpolarisasi jauh dari permukaan luminal (Gambar 4).
Area kistik terdiri dari jaringan fibrosa padat yang dilapisi oleh satu sampai tiga
lapisan epitel skuamosa keratinisasi berlapis (Gambar 5). Lapisan kista ini
berkontinuitas dengan area AOT. Sehingga, diagnosis histologis akhir sebagai
AOT yang timbul dari kista dentigerous pada maksila kiri. Tidak ada tanda
rekurensi pada evaluasi 3 tahun post operatif.

Gambar 3: Bentukan makroskopis yang menunjukkan adanya lesi kistik dengan


kaninus tertanam

72
Gambar 4: Struktur mirip saluran dari epitel odontogenik; satu diisi dengan bahan
eosinofilik, bersama dengan 1-2 lapisan sel kuboidal (panah) (H & E 40)

Gambar 5: Area kistik yang dilapisi oleh lapisan 1-2 sel kuboidal tebal (H & E,
10).

3. DISKUSI
AOT pertama kali dijelaskan oleh Steensland pada tahun 1905 [12].
Namun, berbagai istilah telah digunakan untuk menggambarkan tumor ini. Unal
dkk. [13] menghasilkan daftar berisi semua nomenklatur untuk AOT yang
dilaporkan dalam literatur. Banyak nama yang berbeda seperti
adenoameloblastoma, tumor adenomatoid ameloblastik, adamantinoma,
epitelioma adamantium, atau odontoma teratomatosa telah digunakan sebelumnya
untuk mengklasifikasikan lesi ini. Pada tahun 1999, Philipsen dan Reichart [14]
mempresentasikan sebuah tinjauan berdasarkan laporan yang diterbitkan sampai
1997 yang menunjukkan beberapa aspek menarik mengenai karakteristik dan

73
epidemiologi tumor ini [15]. Baru-baru ini, Esquiche Leon dkk. dalam sebuah
studi multicentre mengemukakan baik fitur klinisopatologis dan imunohistokimia
dari 39 kasus AOT [16].
Rick melaporkan AOT terjadi dengan banyak jenis kista dan neoplasma
termasuk kista dentigerous, kalsifikasi kista odontogenik, odontoma, dan
ameloblastoma. Sehubungan dengan kista dentigerous, AOT dapat menunjukkan,
satu atau lebih rongga kistik yang berkaitan, baik secara makros maupun
mikroskopis. Beberapa kista ini dilapisi oleh epitel skuamosa berlapis yang mirip
dengan lapisan kista dentigerous atau dilapisi oleh membran yang kurang
terstruktur yang dapat menunjukkan ekstensi mirip tunas ke dalam jaringan ikat
[17]. Dalam kasus ini, daerah kistik terdiri dari jaringan fibrosa padat yang
dilapisi oleh satu sampai tiga lapisan epitel skuamosa berlapis. Kista AOT dan
dentigerous ditemukan pada lesi yang sama. Temuan klinis, radiografi, dan
makroskopik dalam kasus ini konsisten dengan deskripsi lesi pada literatur yang
ada [17]. AOT umumnya padat tapi terkadang kistik. Penelusuran sistematis
literatur medis berbahasa Inggris hanya mengungkapkan sembilan kasus seperti
itu termasuk populasi anak-anak dan hanya satu kasus anak dari India (Tabel 1).
Struktur kista dan komponen lain di sekitar mahkota gigi yang tidak erupsi
khas untuk kista dentigerous. Odontogenesis adalah proses yang kompleks dan
lesi neoplastik atau hamartomatous dapat terjadi pada setiap tahap odontogenesis.
Perkembangan sekunder dari proliferasi ameloblastik, apakah hiperplastik ataupun
neoplastik, sudah diketahui namun tetap kontroversial. Dalam kasus ini,
proliferasi seluler multifokal memiliki struktur mirip AOT. Perkembangan mural
kista dentigerous tidak jarang terjadi. Tumor ini juga terenkapsulasi dan
menunjukkan perilaku jinak yang identik. Oleh karena itu, bedah enukleasi secara
konservatif menghasilkan hasil yang sangat baik dengan minimal rekurensi.
Sangat sedikit laporan kasus AOT yang timbul dari kista dentigerous
dengan identifikasi histologis yang sebelumnya telah dilaporkan. Kasus ini
membuat penulis sedikit mengalami kebingungan untuk mengelompokkan

74
sebagai kista odontogenik yang mengandung komponen epitel dan mesenkimal
atau tumor hibrida.

75

Anda mungkin juga menyukai