Pemeriksaan Uji Tusuk Fix

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 13

PEMERIKSAAN UJI TUSUK

I.

PENDAHULUAN
Lebih dari satu abad yang lalu, tes kulit sudah sering dilakukan untuk
mendiagnosis alergi, saat ini tes alergi pada kulit banyak dilakukan pada penyakit
alergi seperti Hay fever, asma, rinitis alergi dan dermatitis. Tes kulit merupakan
alat diagnosis yang paling banyak digunakan untuk membuktikan adanya IgE
spesifik yang terikat pada sel mastosit dan memiliki sensitivitas yang tinggi. 1
Untuk pasien penderita alergi dan dokter pemeriksa, diagnosis alergi
dengan pemeriksaan uji tusuk atau skin prick test punya banyak keuntungan. Tes
ini relatif mudah dan nyaman untuk pasien serta tidak mahal. Untuk dokter hasil
pemeriksaan bisa didapatkan hanya dalam waktu 20 menit sehingga penjelasan
bisa diberikan kepada pasien seketika itu juga. 1
Efek samping dan resiko pemeriksaan uji tusuk amat jarang, dapat berupa
reaksi alergi yang memberat dan benjolan pada kulit yang tidak segera hilang.
Pemberian oral antihistamain dan kortikosteroid bisa dilberikan apabila terjadi
reaksi yang tidak diinginkan tersebut.1
Untuk lebih informatif terhadap pasien, maka anamnesis dan pemeriksaan
klinis tetap harus mendahului pemeriksaan uji tusuk ini. Dokter juga harus
waspada akan kemungkinan terjadinya false-positive dan false-negative dalam
menginterpreasikan hasil pemeriksaan uji tusuk ini.1

II.

TINJAUAN KEPUSTAKAAN
II.1 SISTEM IMUNITAS
Pertahanan tubuh manusia terdiri dari sistem imun non-spesifik dan
spesifik. Sistem imun non-spesifik merupakan pertahanan tubuh terdepan dalam
perannya melawan mikroorganisme dan dapat memberikan respons langsung
terhadap antigen.

Komponen-komponen sistem imun non-spesifik terdiri atas : 1)


pertahanan fisik dan mekanis , 2) pertahanan biokimia 3) pertahanan humoral dan
4) pertahanan seluler. Pertahanan fisik dan mekanis yaitu kulit, selaput lendir, silia
saluran napas, batuk dan bersin yang dapat mencegah berbagai kuman patogen
masuk kedalam tubuh. Kulit yang rusak misalnya luka bakar dan selaput lendir
yang rusak karena asap rokok akan meningkatkan risiko infeksi.2
Pertahanan biokimia yaitu bahan yang disekresi mukosa saluran napas,
kelenjar sebasea kulit, kelenjar kulit telinga dan spermin dalam semen yang
merupakan bahan yang berperan dalam pertahanan tubuh. Pertahanan humoral
ialah berbagai bahan dalam sirkulasi berperan pada pertahanan humoral, yaitu a)
komplemen, b) interferon, c) C Reaktif Protein (CRP). 2,3
Pertahanan seluler terdiri dari : a) Fagosit atau makrofag, b) Sel NK yang
berperan dalam sistem imun non spesifik seluler. Sistem imun spesifik berbeda
dengan sistem imun non spesifik. Sistem ini mempunyai kemampuan untuk
mengenal benda yang dianggap asing sebagai antigen. Benda asing yang pertama
kali masuk ke dalam tubuh segera dikenali oleh sistem imun spesifik, sehingga
terjadi sensitisasi sel-sel imun tersebut. Bila sel sistem imun terpapar kembali
dengan benda asing yang sama, maka benda asing ini akan dikenal lebih cepat dan
dihancurkan..2
Secara garis besar tubuh mempunyai dua sistem imun spesifik, sebagai
berikut : 1) sistem imun spesifik humoral dan 2) sistem imun spesifik seluler. Pada
sistem imun spesifik humoral yang berperan adalah limfosit B berasal dari sel asal
multipoten. Bila sel B dirangsang oleh benda asing maka sel tersebut akan
berproliferasi dan berkembang menjadi sel plasma yang dapat membentuk
antibodi. Antibodi yang dilepas dapat ditemukan di dalam serum. Sedangkan pada
sistem imun spesifik seluler, yang berperan dalam sistem ini adalah limfosit T. Sel
tersebut juga berasal dari sel asal yang sama seperti sel B.
II.2 REAKSI HIPERSENSITIVITAS
Mekanisme pertahnan tubuh baik humoral maupun selular tergantung pada
aktivitas sel B dan sel T. Aktivasi berlebihan oleh antigen atau adanya gangguan

pada mekanisme ini akan menimbulkan suatu keadaan imunopatologik yang di


sebut dengan reaksi hipersensitivitas. Reaksi hipersensitivitas oleh Robert
Coombs dan Philip HH Gell (1963) dibagi dalam 4 tipe reaksi berdasarkan
kecepatan dan mekanisme imun yang terjadi yaitu tipe I, II, III dan IV. Pada tahun
1995 Janeway dan Travers merevisi tipe IV Gell dan Combs menjadi tipe IVa dan
IVb. 1,8,9

Gambar 1. Patomekanisme reaksi hipersensitivitas menurut Coombs and Gell

Mekanisme imun yang mendasari terjadinya alergi adalah mekanisme


reaksi hipersensitivitas tipe 1 yang diperantarai oleh IgE dan melalui mediator
lainnya yaitu histamin dan mediator peradangan lainnya 2,3,8
Kemampuan tubuh berupa respon IgE terhadap alergen merupakan
prasyarat untuk melakukan uji tes kulit. Faktor-faktor lain yang mempengaruhi
reaktivitas kulit pada paparan suaru alergen adalah jumlah alergen yang
disuntikkan, tingkat kepekaan, dan tingkat pelepasan sel mast kuli serta reaktivitas
kulit terhadap mediator peradangan yakni histamin. Histamin hanya menginduksi
reaksi wheal dan flare, sedangkan mediator seperti kinin, PAF-acether, dan sel
mast banyak berperan pada kedua mekanisme hipersensitivitas, yakni tipe cepat
dan tipe lambat.8,9
Reaksi hipersensitivitas tipe 1 terdiri atas 2 reaksi yakni reaksi cepat
(segera) dan reaksi lambat. Pada reaksi cepat, adanya reaksi tergantung pada sel
mast yang secara cepat akan berdegranulasi setelah dilakukan injeksi alergen

percobaan. The wheal dan flare reaksi yang disebabkan oleh respon imun IgE di
mediasi terutama oleh aktivasi sel mast yang melepaskan agen vasoaktif yang
menyebabkan ekstravasasi plasma dan vasodilatasi pembuluh darah. 8,9,10

Gambar 2. Patomekanisme reaksi hipersensitivitas tipe 1

II.3 PEMERIKSAAN UJI TUSUK


II.3.1 DEFINISI
Pemeriksaan uji tusuk adalah salah satu jenis tes kulit sebagai alat
diagnosis yang banyak digunakan oleh para klinisi untuk membuktikan adanya
IgE spesifik yang terikat pada sel mastosit kulit. Terikatnya IgE pada mastosit ini
menyebabkan keluarnya histamin dan mediator lainnya yang dapat menyebabkan
vasodilatasi dan peningkatan permeabilitas pembuluh darah akibatnya timbul
flare/kemerahan dan wheal/bentol pada kulit tersebut yang mekanismenya
merupakan reaksi hipersensitivitas tipe 1.4,10
II.3.2 JENIS TES KULIT

Macam tes kulit untuk mendiagnosis alergi :1,4


Puncture, prick dan scratch test biasa dilakukan untuk menentukan
alergi oleh karena alergen inhalan, makanan atau bisa serangga.

Tes intradermal biasa dilakukan pada alergi obat dan alergi bisa
serangga
Patch test (epicutaneus test) biasanya untuk melakukan tes pada
dermatitis kontak

Kelebihan Pemeriksaan Uji Tusuk dibanding Test Kulit yang lain :5,10
a

karena zat pembawanya adalah gliserin maka lebih stabil jika


dibandingkan dengan zat pembawa berupa air.

Mudah dilaksanakan dan bisa diulang bila perlu.

Tidak terlalu sakit dibandingkan suntik intra dermal

Resiko terjadinya alergi sistemik sangat kecil, karena volume yang


masuk ke kulit sangat kecil.

Pada pasien yang memiliki alergi terhadap banyak alergen, tes ini
mampu dilaksanakan kurang dari 1 jam.

II.3.3 TUJUAN, INDIKASI, DAN KONTRAINDIKASI PEMERIKSAAN


Tujuan Tes Kulit pada alergi:
Tes kulit pada alergi ini untuk menentukan macam alergen sehingga di
kemudian hari bisa dihindari dan juga untuk menentukan dasar pemberian
imunoterapi.6
Indikasi Pemeriksaan Uji Tusuk ( Skin Prick Test ) : 1,4,6,7
1.

Rinitis alergi : Apabila gejala tidak dapat dikontrol dengan medikamentosa


sehingga diperlukan kepastian untuk mengetahui jenis alergen maka di
kemudian hari alergen tersebut bisa dihindari.

2.

Asthma : Asthma yang persisten pada penderita yang terpapar alergen


(perenial).

3.

Kecurigaan alergi terhadap makanan. Dapat diketahui makanan yang


menimbulkan reaksi alergi sehingga bisa dihindari.

4.

Kecurigaan reaksi alergi terhadap sengatan serangga.

Kontraindikasi:1,4,6
1. Kontraindikasi absolut dari tes ini adalah lesi luas pada kulit, pasien yang
tidak kooperatif, dan pasien tidak bisa menghentikan pengobatan yang dapat
mengganggu hasil tes.
2. Kontraindikasi relatif berupa asma yang persisten dan instabil, anafilaksis,
kehamilan, dan penggunaan obat-obatan seperti antihistamin, antidepresan
trisiklik, dan beta blocker.
Faktor-faktor yang mempengaruhi skin test: 4,6
1

Area tubuh tempat

Irama sirkardian

dilakukannya tes

Musim

Umur

Penyakit yang diderita

Sex

Obat-obatan yang dikonsumsi

Ras

9
10 II.3.4 PELAKSANAAN
a

Persiapan Pemeriksaan Uji Tusuk ( Skin Prick Test)

11

Sebagai dokter pemeriksa kita perlu menanyakan riwayat


perjalanan penyakit pasien, gejala dan tanda yang ada yang membuat
pemeriksa bisa memperkirakan jenis alergen, apakah alergi ini terkait
secara genetik dan bisa membedakan apakah justru merupakan penyakit
non alergi, misalnya infeksi atau kelainan anatomis atau penyakit lain yang
gambarannya menyerupai alergi. 1

12 Persiapan Pemeriksaan Uji Tusuk :1,6


1

Persiapan bahan/material ekstrak alergen.


o gunakan material yang belum kadaluwarsa
o gunakan ekstrak alergen yang terstandarisasi

Pesiapan pasien :
o Menghentikan pengobatan antihistamin 5-7 hari sebelum tes.
o Menghentikan pengobatan jenis antihistamin generasi baru paling
tidak 2-6 minggu sebelum tes.
o Usia : pada bayi dan usia lanjut tes kulit kurang memberikan
reaksi.
o Jangan melakukan pemeriksaan uji tusuk pada penderita dengan
penyakit kulit misalnya urtikaria, SLE dan adanya lesi yang luas
pada kulit.
o Pada penderita dengan keganasan,limfoma, sarkoidosis, diabetes
neuropati juga terjadi penurunan terhadap reaktivitas terhadap tes
kulit ini.

13 Daftar obat-obatan yang dapat mempengaruhi tes kulit sehingga harus


dibebaskan beberapa hari sebelumnya :1,6
14 Anti histamin generasi I
17

15
18 klorfenir

16 dibebaskan
19 1-3 hari

20

amin
21 klemastin

22 1-10 hari

23
26

24 ebastin
27 hidroksis

25 3-10 hari
28 1-10 hari

29
32

in
30 ketotifen
33 mequisati

31 3-10 hari
34 3-10 hari

35 Antihistamin generasi II
40
43

n
36 setirisin
41 loratadin
44 feksofena

46

din
47 deslorata

37
38
39 3-10 hari

din
49 Astemizole
52 Antidepresan

50
53 Imiprami

51 6 minggu
54
55 10 hari

56

n
57 Fenotiazi
ne

59 Kortikosteroid jangka

60

pendek
63 Cimetidin
66 Ranitidin

64
67

69 Kromolin
72 B 2 adrenergik agonis
75 Teofilin

70
73
76

61
62 < 1 minggu
65 juga
mempengaruhi
tes kulit
71 tidak
mempengaruhi
tes kulit.

78
3

Persiapan pemeriksa :
o Teknik dan keterampilan pemeriksa perlu dipersiapan agar tidak
terjadi interpretasi yang salah akibat teknik dan pengertian yang
kurang dipahami oleh pemeriksa.
o Keterampilan teknik melakukan pemeriksaan uji tusuk.
o Teknik menempatkan lokasi tusukan karena ada tempat2 yang
reaktifitasnya tinggi dan ada yang rendah. Berurutan dari lokasi
yang reaktifitasnya tinggi sampai rendah : bagian bawah punggung

> lengan atas > siku > lengan bawah sisi ulnar > sisi radial >
pergelangan tangan.
79
b
80

Prosedur Pemeriksaan Uji Tusuk :1,4,6,7


Pemeriksaan Uji Tusuk ( Skin Prick Test ) seringkali dilakukan
pada bagian volar lengan bawah. Pertama-tama dilakuakn desinfeksi
dengan alkohol pada area volar, dan tandai area yang akan kita tetesi
dengan ekstrak alergen. Ekstrak alergen diteteskan satu tetes larutan
alergen (Histamin/ Kontrol positif) dan larutan kontrol (Buffer/ Kontrol
negatif)menggunakan jarum ukuran 26 G atau 27 G atau blood lancet.

81

Kemudian ditusukkan dengan sudut kemiringan 45

menembus

lapisan epidermis dengan ujung jarum menghadap ke atas tanpa


menimbulkan perdarahan.Tindakan ini mengakibatkan sejumlah alergen
memasuki kulit.Tes dibaca setelah 15-20 menit dengan menilai bentol
yang timbul.
c
82

Mekanisme Reaksi pada Skin Test


Dibawah permukaan kulit terdapat sel mast, pada sel mast
didapatkan granula-granula yang berisi histamin. Sel mast ini juga
memiliki reseptor yang berikatan dengan IgE. Ketika lengan IgE ini
mengenali alergen (misalnya house dust mite) maka sel mast terpicu untuk
melepaskan granul-granulnya ke jaringan setempat, maka timbulah reaksi
alergi karena histamin berupa bentol (wheal) dan kemerahan (flare).1
83
83
83
83
83
83
83
83

Gambar. 3

84 Gambar. 4

85

*Keterangan
gambar:
86
3. Cara menandai ekstrak alergen

87

yang diteteskan pada lengan

88

4. Sudut untuk melakukan tusukan

89

pada kulit dengan lancet

90

5. Contoh reaksi hasil positif pada

91
pemeriksaan
uji tusuk
92

Gambar. 5

93

94 II.3.5 INTERPRETASI 1,6


95

Untuk menilai ukuran bentol berdasarkan The Standardization

Gambar. 4

Committee of Northern (Scandinavian) Society of Allergology dengan


membandingkan bentol yang timbul akibat alergen dengan bentol positif
histamin dan bentol negatif larutan kontrol. Adapun penilaiannya sebagai
berikut :
-

Bentol histamin dinilai sebagai +++ (+3)

Bentol larutan kontrol dinilai negatif (-)

Derajat bentol + (+1) dan ++ (+2) digunakan bila bentol yang timbul
besarnya antara bentol histamin dan larutan kontrol.

Untuk bentol yang ukurannya 2 kali lebih besar dari diameter bentol
histamin dinilai ++++ (+4).
96

Di Amerika cara menilai ukuran bentol menurut Bousquet (2001)

seperti dikutip Rusmono sebagai berikut :1


97

-0

: reaksi (-)

98

- 1+

: diameter bentol 1 mm > dari kontrol (-)

99

- 2+

: diameter bentol 1-3mm dari kontrol (-)

100

- 3+

: diameter bentol 3-5 mm > dari kontrol (-)

101

- 4+

: diameter bentol 5 mm > dari kontrol (-) disertai

eritema.

102

Tes kulit dapat memberikan hasil positif palsu maupun negatif

palsu karena tehnik yang salah atau faktor material/bahan ekstrak alergennya yang
kurang baik.6
103

Jika histamin ( kontrol positif ) tidak menunjukkan gambaran

wheal/ bentol atau flare/hiperemis maka interpretasi harus dipertanyakan karena


sedang mengkonsumsi obat-obat anti alergi berupa anti histamin atau steroid.
Obat seperti tricyclic antidepresan, phenothiazines adalah sejenis anti histamin
juga.6
104

Hasil negatif palsu dapat disebabkan karena kualitas dan potensi

alergen yang buruk, pengaruh obat yang dapat mempengaruhi reaksi alergi,
penyakit-penyakit tertentu, penurunan reaktivitas kulit pada bayi dan orang tua,
teknik cukitan yang salah (tidak ada cukitan atau cukitan yang lemah ). Ritme
harian juga mempengaruhi reaktifitas tes kulit. Bentol terhadap histamin atau
alergen mencapai puncak pada sore hari dibandingkan pada pagi hari, tetapi
perbedaan ini sangat minimal.1,6
105

Hasil positif palsu disebabkan karena dermografisme, reaksi iritan,

reaksi penyangatan (enhancement) non spesifik dari reaksi kuat alergen yang
berdekatan, atau perdarahan akibat cukitan yang terlalu dalam. Dermografisme
terjadi pada seseorang yang apabila hanya dengan penekanan saja bisa
menimbulkan wheal/bentol dan flare/kemerahan. Dalam rangka mengetahui ada
tidaknya dermografisme ini maka kita menggunakan larutan garam sebagai
kontrol negatif. Jika Larutan garam memberikan reaksi positif maka
dermografisme.6
106

Semakin besar bentol maka semakin besar sensitifitas terhadap

alergen tersebut, namun tidak selalu menggambarkan semakin beratnya gejala


klinis yang ditimbulkan. Pada reaksi positif biasanya rasa gatal masih berlanjut
30-60 menit setelah tes. Pemeriksaan uji tusuk untuk alergen makanan kurang
dapat diandalkan kesahihannya dibandingkan alergen inhalan seperti debu rumah
dan polen. Skin test untuk alergen makanan seringkali negatif palsu.6
107
Kesalahan yang Sering terjadi pada Skin Prick Test: 1,6

Tes dilakukan pada jarak yang sangat berdekatan ( < 2 cm )

terjadi perdarahan, yang memungkinkan terjadi false positive.

Teknik tusukan yang kurang benar sehingga penetrasi eksrak ke


kulit kurang, memungkinkan terjadinya false-negative.

Menguap dan memudarnya larutan alergen selama tes.


108

III.

KESIMPULAN
109
1

Tes kulit merupakan alat diagnosis yang paling banyak digunakan untuk
membuktikan adanya IgE spesifik yang terikat pada sel mastosit dan
memiliki sensitivitas yang tinggi, mudah murah dan cepat.

Pemeriksaan uji tusuk atau Skin Prick Test (SPT) merupakan suatu
pemeriksaan yang dapat bertindak sebagai suatu gold standard dalam
mendiagnosis sensititasi IgE untuk pasien alergi.

Efek samping dan resiko pemeriksaan uji tusuk amat jarang, dapat berupa
reaksi alergi yang memberat dan benjolan pada kulit yang tidak segera
hilang. Pemberian oral antihistamain dan kortikosteroid bisa dilberikan
apabila terjadi reaksi yang tidak diinginkan tersebut.

Pemeriksaan uji tusuk untuk alergen makanan kurang dapat diandalkan


kesahihannya dibandingkan alergen inhalan seperti debu rumah dan polen.
Skin test untuk alergen makanan seringkali negatif palsu.

Pentingnya pemahaman tes alergi

mengenai indikasi, teknik dan

interpretasinya dapat meningkatkan kemampuan kita dalam menerangkan


pasien dan melakukan terapi selanjutnya.
110

111
112
113
114 DAFTAR PUSTAKA
115

1. Shahnaz F., Donna JR., James AH. Skin prick/puncture testing in North
America: a call for standards and consistency. Allergy, Asthma and Clinical
Immunology, 2014, 10:44
2. Retno WS. Pengetahuan Dasar Imunologi. In: Djuanda A, Hamzah M, Aisah
S editors. Ilmu Penyakit Kulit Dan Kelamin 6th Edition, Balai Penerbit FKUI
Jakarta; 2011; p.43-53.
3. Lela AL. Humoral Immunity and Complement. In: Wolff K, Goldsmith AL,
Katz IS, Gilchrest AB, Paller SA, Leffel JD editors. Fitzpatricks
Dermatology In General Medicine 8th Edition. New York: Mc Grew Hill
Medical; 2012; p.401-13.
4. NHS Constitution. Skin Prick Testing. North Bristol NHS Trust, Birmingham,
2014.
5. Spickett

GP,

Schwarz

T.

Clinical

Immunology,

Allergy

and

Photoimmunology, In: Burns T, Breathnach S, Cox N, Griffiths C editors.


Rooks Textbook of Dermatology. 8th Edition.Willey-Blackwell; 2010; p.398.
6. Grazyna MK. Skin Prick Test in the Diagnosis of Allergy in the Perioperative
Period 8 Year Experience. J Allergy Ther, 2014, 5:188.
7. NHS trust. The Skin Prick Test, Information For Patients. Oxford Radcliffe
Hospitals. 2013
8. Institutional Repository (UNDIP-IR). Universitas Diponegoro. Alergi.
9. Dreborg S, Frew A. Position Paper: Allergen standardization and skin tests.
10. Heinzerling L, Mari A, Bergmann et al. Review: The skin prick test
European standards. Clinnical and Translation Allergy; 2013
11. Part III- Immune Effectors Mechanism. Chapter 16: Hipersensitive Reactions.

12. Crump V et al. Diagnosing allergies in general practice: The evidence, the
art of skin prick test and specific IgE measurement, and the interpretation of
results.

Anda mungkin juga menyukai