Komponen Panas Bumi FIX
Komponen Panas Bumi FIX
Komponen Panas Bumi FIX
FLUIDA HIDROTERMAL
1. Klorida
Nicholson (1993) dalam bukunya Geothermal Fluids menjelaskan
mengenai air klorida. Tipe air ini disebut juga sebagai alkali-klorida atau klorida
netral. Tipe air ini memiliki kandungan anion dominan berupa ion klorida (Cl-).
Tipe air ini merupakan tipe fluida geotermal dalam yang umum ditemukan pada
sistem temperatur tinggi. Mata air panas yang mengandung klorida dalam jumlah
besar di permukaan umumnya berasal langsung dari resevoar panas bumi yang
mengindikasikan adanya zona permeabel di daerah tersebut. Berdasarkan tipe
sistem hidrotermal berdasarkan reliefnya, munculnya mata air panas klorida belum
tentu mengindikasikan adanya up flow. Air klorida umumnya keluar pada mata air
panas seperti dicontohkan pada Gambar 3.1. yang merupakan chloride spring yang
ada di Sumatera atau kolam air panas dengan aliran yang baik, dan geyser.
Nicholson (1993) juga menjelaskan bahwa kandungan ion utama pada air
ini adalah ion klorida, dengan kandungan bikarbonat dan sulfat yang bervariasi
namun umumnya kurang dari komposisi klorida. Kandungan silika dan boron
cukup signifikan dan juga mengandung sodium dan potassium yang cukup banyak
sebagai kation utamanya. Bila berinteraksi dengan air laut atau air formasi pada
beberapa sistem dapat terjadi pencampuran antara klorida dari air yang asli dengan
klorida dari air laut atau air formasi tersebut. Kandungan ion klorida bisa mencapai
100.000 mg/kg hingga 10.000 mg/kg. Kondisi pH umumnya mendekati netral
meski kadang sedikit asam atau sedikit basa.
Fluida atau air klorida apabila berinteraksi dengan batuan sekitar umumnya
akan membentuk tipe alterasi argilik-propilitik dengan mineral sekunder yang
umum terbentuk adalah silika (amorf, kristobalit atau kuarsa), albit, adularia, ilit,
klorit, apidot, zeolit, kalsit, pirit, pirhotit, dan sulfida logam dasar lainnya
(Nicholson, 1993).
2. Sulfat
Disebut juga sebagai air asam sulfat, hal ini disebabkan karena tipe air ini
umumnya memiliki pH yang rendah atau bersifat asam. Tipe air ini umumnya
terbentuk di dekat permukaan sebagai hasil reaksi antara gas atau uap panas yang
mengandung H2S yang beraksi dengan H2O yang ada pada zona vadose
menghasilkan H2SO4 yang bersifat asam. Gas yang bereaksi tersebut merupakan
gas yang berasal dari reservoar panas bumi, pada reservoar terjadi peristiwa boiling
yang menyebabkan adanya pemisahan antara fase gas dengan fase liquid, sehingga
gas-gas akan bergerak naik hingga permukaan, sedangkan liquid akan bergerak
mengikuti gerakan air tanah dangkal sepanjang garis piezometric. Menurut
Nicholson (1993) selain terbentuk di dekat permukaan atau pada kedalaman yang
dangkal, air sulfat juga dapat ditemukan atau dapat bersirkulasi ke kedalaman yang
lebih dalam apabila terdapat kekar atau sesar yang menjadi zona permeabel. Di
daerah yang dalam, air sulfat akan mengalami pemanasan dan bercampur dengan
air klorida yang bergerak naik ke atas (Nicholson, 1993).
Air asam sulfat umumnya keluar di permukaan dalam bentuk kolam panas
(Gambar 3.) atau kolam lumpur panas (Gambar 2.), namun bisa juga dalam bentuk
mata air. Seiring dengan pemisahan antara uap dan air di bagian dalam, uap akan
membawa entalpi ke permukaan dan dapat menyebabkan air permukaan
terpanaskan hingga mencapai titik didih sehingga menghasilkan kolam lumpur
mendidih atau tanah beruap. Proses ini dapat terjadi pada bentuk manifestasi
fumarola (Gambar 3.4.). Sifat air yang asam dapat membuat batuan mengalami
pelarutan sehingga menyebabkan adanya collapse yang menghasilkan bentukan gua
atau kawah (Nicholson, 1993).
Komposisi anion utama berupa asam sulfat (H2SO4) yang dihasilkan dari
oksidasi H2S, berdasarkan reaksi;
H2S(g) + 2O2(aq) = 2H+(aq) + SO42-(aq) (H2SO4(aq))
Klorida dapat ditemukan namun dalam jumlah yang sangat sedikit, serta
bikarbonat juga hadir dalam jumlah yang sedikit atau bahkan tidak ada dan semakin
sedikit seiring berkurangnya pH karena H2CO3 akan pecah dan mengeluarkan gas
CO2. Gas gas lain yang dapat ditemukan pada tipe air ini adalah NH3, As, dan B
yang juga dihasilkan dari pemisahan gas dan air pada peristiwa boiling di zona yang
lebih dalam. Reaksi antara batuan dengan air asam sulfat di dekat permukaan juga
dapat melepas ion-ion logam seperti Na, K, Mg, dan Fe dari batuan dan larut ke
dalam air, sehingga konsentrasi ion logam di dalam air semakin meningkat.
Alterasi yang dihasilkan oleh tipe larutan ini adalah argilik lanjut
(Nicholson, 1993) karena sifat asam yang menyebabkan batuan mengalami
leaching secara keseluruhan. Mineral sekunder yang terbentuk antara lain kaolinit,
kristobalit, haloynit, dan alunit sebagai mineral penciri. Selain itu, prose leaching
yang luas dapat menghasilkan endapan silica. Mineral anhidrit, hematit, dikit,
jarosit, pirit, dan campuran hematit-goetit serta sulfur juga sering ditemukan
(Nicholson, 1993).
3. Bikarbonat
Menurut Nicholson (1993), yang termasuk tipe air ini antara lain air yang
kaya akan CO2 dan air bikarbonat-sulfat netral. Nicholson juga menjelaskan bahwa
keduanya terbentuk oleh gas dan uap yang terkondensasi pada air yang sedikit
mengandung oksigen. Fluida seperti ini dapat terbentuk pada zona bocor yang
berbentuk seperti payung yang menutupi sistem geotermal, juga dapat terbentuk
pada daerah batas dari suatu sistem geotermal. Umumnya memiliki bentuk
manifestasi permukaan berupa mata air panas dan mata air soda bersuhu rendah.
Nicholson (1993) menambahkan bahwa pH larutan ini umumnya mendekati netral,
hal ini diakibatkan oleh reaksi antara air tersebut dengan batuan sekitar selama
mengalir secara lateral dekat permukaan yang menyebabkan air tersebut mengalami
netralisasi yang awalnya bersifat asam. Komponen utama air ini adalah ion
bikarbonat sebagai anion dan sodium sebagai kation. Sulfat mungkin ada dengan
konsentrasi yang beragam dan klorida umumnya hadir dalam konsentrasi yang kecil
atau bahkan tidak sama sekali (Mahon, dkk. 1980 dalam Ellis & Mahon, 1977).
Sifat air ini sangat reaktif, sehingga pada pemboran panas bumi sangat berpotensi
menyebabkan casing atau scaling sehingga butuh tindakan tertentu
(Hedenquist dan Stewart, 1985 dalam Nicholson, 1993).
Alterasi yang dihasilkan dari reaksi antara tipe air ini dengan batuan sekitar
berupa alterasi argilik dengan mineral sekunder yang dapat terbentuk antara lain
mineral lempung seperti kaolin dan monmorilonit; mordinit, kalsit, dan kadang
dapat terbentuk pula silisifikasi (Nicholson, 1993).
4. Sulfat-Klorida
Nicholson (1993) menjelaskan bahwa terdapat beberapa proses yang dapat
menghasilkan tipe air ini, antara lain;
Bercampurnya air asam sulfat dan air klorida pada berbagai kedalaman
Keluarnya H2S yang mengakibatkan oksidasi dekat permukaan pada air klorida
Kondensasi gas magmatik dekat permukaan pada air meteorik
Kondensasi uap magmatik pada zona yang dalam
Adanya air klorida yang melewati batuan dengan komposisi kaya sulfur seperti
evaporit atau batuan yang mengandung sulfur
Dari beberapa proses di atas, proses yang paling umum membentuk air
sulfat- klorida adalah proses pertama. Air ini umumnya muncul ke permukaan
sebagai mata air panas hingga hangat.
5. Klorida Encer-(Bikarbonat)
Menurut Nicholson (1993) tipe air ini terbentuk oleh pengenceran fluida
yang bersifat klorida oleh air tanah maupun oleh air bikarbonat selama pergerakan
lateral. Keterdapatan larutan ini umumnya terbatas pada tepi dari zona up flow dan
struktur out flow pada system bertemperatur tinggi. Umumnya muncul sebagai
mata air panas hingga hangat.
6. Summary
Campuran hematit-
goetit serta sulfur.
Bikarbonat Mendekat Sub-surface Mata air Mineral lempung
i netral panas atau seperti kaolin dan
hangat montmorilonit;
; mordinit, dan kalsit.
mata air
soda dingin
Sulfat-Klorida Asam Sub- Mata air Kaolin, sisa silika,
surface panas atau kristobalit, alunit,
atau near- hangat klorit, kalsit, adularia,
surface anhidrit, pirofilit,
smektit, dan
pencampuran hematit
dan goetit
Klorida encer Mendekati Sub-surface Mata air panas Seperti air klorida
netral atau hangat
Pembagian berdasarkan asal fluida ini disampaikan oleh Ellis & Mahon
(1977). Mereka membagi sistem panasbumi menjadi cyclic system dan storage
system.
a. Cyclic system yaitu apabila suatu fluida hidrotermal berasal dari air
meteorik yang mengalami infiltrasi dan masuk jauh ke bawah permukaan,
kemudian terpanaskan, dan bergerak naik ke permukaan sebagai fluida
panas. Pada sistem ini, air meteorik mengalami recharge dari hujan dan
infiltrasi, sehingga siklus sistem berjalan terus menerus.
b. Storage System terbentuk apabila air tersimpan pada batuan dalam skala
waktu geologi yang cukup lama dan terpanaskan secara insitu, baik sebagai
fluida dalam formasi maupun sebagai air dari proses hidrasi pada mineral.
Storage system ini dibagi berdasarkan host atau batuan tempat tersimpannya
fluida tersebut, menjadi: (1) Sedimentary basin system dimana fluida
diperoleh saat sedimen terendapkan. Salinitas pada air yang dihasilkan oleh
air formasi ini umumnya lebih tinggi dibanding salinitas pada air magmatik.
Selain itu, air yang berasal dari air laut ini juga akan mengakibatkan
komponen ion klorida pada air formasi yang mengalami pemanasan akan
meningkat. (2) Metamorphic system dimana air berasal dari pelepasan H2O
saat proses metamorfisme batuan sedimen asal laut berjalan (White et al,
1973 dalam Ellis & Mahon, 1997).
DAFTAR PUSTAKA