Latar Belakang

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 8

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Bali sebagai bagian dari wilayah Republik Indonesia merupakan pulau
kecil yang sangat dikenal oleh masyarakat dunia. Hal tersebut disebabkan
karena Bali memiliki kebudayaan yang beraneka ragam dan memiliki
keunikan, kekhasan yang tumbuh dan dijiwai oleh agama Hindu, yang tidak
dapat dipisahkan dari keseniannya dalam masyarakat yang bercirikan sosial
religius.
Bali merupakan pulau yang terkenal dengan beraneka ragam kesenian,
keindahan alamnya yang mempesona, serta keramahtamahan penduduknya
yang sangat menarik bangsa lain untuk menikmatinya. Hal ini disebabkan
karena adanya landasan-landasan yang mendalam serta niali-nilai luhur yang
mendasari seni budaya tersebut.
Seiring dengan kemajuan teknologi, kebudayaan khususnya kesenian
mengalami suatu perubahan-perubahan yang sangat mencolok utamanya
dalam masalah cipta, ide, dan penggarapan kesenian. Hal ini tentu saja
membawa dampak yang sangat besar terhadap perkembangan/kehidupan
kesenian khususnya pada masyarakat Bali dan pada umumnya di Indonesia.
Perkembangan ini tidak hanya membawa pengaruh yang positif, tetapi pula
membawa pengaruh yang negatif.
Atas terjadinya perubahan atau pengaruh jaman modern yang
sedemikian pesat, diharapkan mahasiswa menjadi pelopor utama dalam
melestarikan kebudyaan tersebut sehingga bisa terjaga kelestariannya .

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan uraian yang terdapat dalam latar belakang di atas, maka
masalah yang dapat dirumuskan yaitu bagaimana sejarah, fungsi dan peranan
tari Baris Katekok Jago pada setiap upacara agama di Bali.

1
1.3 Tujuan
Merupakan tahap awal pembelajaran bagi para mahasiswa membuat
tugas secara sistematis.
Dapat memahami tentang seni pertunjukan khususnya tari Baris Katekok
Jago.

1.4 Manfaat dan Kegunaan


Manfaat dan kegunaan dari penulisan paper yang mengangkat judul
Tari Baris Katekok Jago adalah agar seluruh mahasiswa lebih mendalami dan
memahami tentang berbagai seni pertunjukan yang ada di Bali, baik seni
karawitan, seni pedalangan maupun seni tari.

1.5 Ruang Lingkup


Ruang lingkup merupakan batasan-batasan yang diuraikan dalam paper
ini. Ruang lingkup paper ini adalah membahas tentang sejarah Tari Baris
Katekok Jago, fungsi, peranan, penokohan, dan struktur pertunjukan dalam
kegiatan upacara agama.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian
Salah satu bentuk Baris Wali tersebut adalah Baris Katekok Jago yang
akrab disebut Baris Poleng karena kostum yang dipakai dominan hitam putih
dan membawa tombak yang juga dicat hitam putih. Tarian ini merupakan tari
tradisional yang langka karena hanya dijumpai di desa Tegal Darmasaba
(Badung) dan Tangguntiti (Kota Denpasar). Sebelumnya pernah ada di
Tembau dan Begawan (Kota Denpasar). Baris Katekok Jago mempunyai
fungsi ganda, selain sebagai sarana upacara Dewa Yadnya, juga sering
dipentaskan untuk upacara Pitra Yadnya.
Tarian tersebut bisa diupah perorangan atau kelompok terutama untuk
upacara yang tergolong utama, baik untuk Upacara Dewa Yadnya maupun
Pitra Yadnya.
Tarian Baris terdiri dari sekitar 30 jenis, masing-masing memiliki
tempat dan pakaian yang berbeda penggunaannya. Contohnya tari Baris
Katekok Jago hanya ditarikan saat mengiringi pembakaran jenazah pada
upacara Pelebon (Ngaben). Tarian ini ditarikan oleh 20 penari laki-laki yang
sudah melakoni penyucian terlebih dahulu.

2.2 Sejarah
Baris Katekok Jago juga akrab disebut Baris Poleng karena kostum
yang dipakai dominan hitam putih dan membawa tombak yang juga dicat
hitam putih. Tarian ini merupakan tari tradisional yang langka karena hanya
dijumpai di desa Tegal Darmasaba (Badung) dan Tangguntiti (Kota
Denpasar). Sebelumnya pernah ada di Tembau dan Begawan (Kota
Denpasar). Baris Katekok Jago mempunyai fungsi ganda, selain sebagai
sarana upacara Dewa Yadnya, juga sering dipentaskan untuk upacara Pitra
Yadnya. Tarian tersebut bisa diupah oleh perorangan atau kelompok terutama

3
untuk upacara yang tergolong utama, baik untuk Dewa Yadnya maupun Pitra
Yadnya.
Literatur tertua yang mengungkap tentang Baris adalah lontar Usana
Bali yang menyatakan: setelah Mayadanawa dapat dikalahkan maka
diputuskan mendirikan empat buah kahyangan di Kedisan, Tihingan,
Manukraya dan Kaduhuran. Begitu kahyangan berdiri megah, upacara dan
keramaianpun diadakan dimana para Widyadari menari Rejang, Widyadara
menari Baris dan Gandarwa menjadi penabuh. Legenda Mayadanawa
tersebut terjadi pada saat Bali diperintah raja Sri Candrabhaya Singha
Warmadewa sebagai raja keempat dari dinasti Warmadewa yang memerintah
dari tahun 962 hingga 975. Dengan demikian dapat disimak bahwa pada abad
X sudah ada tari Baris, namun bentuknya apakah sama dengan Baris upacara
yang ada sekarang, memerlukan perenungan lebih mendalam.
Sumber lain yang lebih muda yakni Kidung Sunda yang ditulis tahun
1550 dapat memberikan gambaran yang lebih jelas, karena merupakan
kesusastraan Majapahit yang kemudian banyak mempengaruhi kebudayaan
Hindu Bali. Disebutkan, tujuh macam Babarisan yang dipentaskan raja
Hayam Wuruk, sehubungan dengan upacara pemakaman raja Sunda yang
tewas terbunuh dalam perang Bubat.. Salah satu Babarisan itu disebut tari
Limping yang bentuknya mendekati Baris Tombak yang ada di Bali.
Jenis tarian ini merupakan perwatakan yang sangat unik, menekankan
keseimbangan dan kestabilan langkah-langkah pada waktu berbaris maupun
saat memainkan senjatanya sehingga disebut tari kepahlawanan. Semula
merupakan tarian pengawal istana untuk bersiaga melindungi kerajaan dari
kekacauan dan kemudian menjadi suatu sajian suci untuk berbagai kegiatan
upacara agama. Dalam penyajiannya membentuk formasi berbaris ke
belakang dan ke samping yang dibawakan secara masal, sampai 40 orang
penari laki-laki. Kini jenis tari Babarisan diperkirakan masih bertahan sekitar
20 macam, yang masing-masing memiliki perwatakan yang cukup unik.
Demikian pula namanya sesuai dengan jenis senjata atau alat upacara yang
dibawa ( Baris tombak, panah, tamiang, pendet dsb), warna pakaian (Baris

4
kuning, poleng), penokohan (Baris Cina, Demang), serta wujud yang ditiru
(Baris lutung, goak, kupu-kupu).
Pada jaman kerajaan, rajalah yang memelihara dan mengayomi
berbagai unsur kebudayaan tersebut. Berjenis tarian yang berfungsi sebagai
persembahan, baik kepada Sanghyang Widhi Wasa maupun para Betara-
betari, lambat laun bertambah fungsinya untuk arwah yang telah meninggal
dunia, disandang oleh Baris Katekok Jago. Di daerah Tabanan terdapat pula
tari Baris yang memiliki fungsi yang sama, dinamakan Baris Cerekuak.

2.3 Fungsi, Peranan, dan Makna


Dilihat dari fungsinya tarian-tarian Bali dapat digolongkan menjadi
tiga kelompok yaitu tari wali, tari bebali, dan tari balih-balihan. Mengikuti
penggolongan di atas maka tari Baris Katekok Jago termasuk kategori yang
pertama, yaitu tari wali. Untuk lebih jelaskan akan dijelaskan sebagai berikut:
Seni Tari Wali (Sacred, religius dance), yaitu seni tari yang
dipertunjukkan di pura-pura dan di tempat-tempat yang ada hubungannya
dengan upacara/upakara agama. Pada umumnya kesenian ini tidak
memakai lakon. Adapun yang termasuk dalam kategori seni tari wali
adalah : Tari Rejang, Tari Pendet, Tari Sanghyang, dan Tari Baris
Upacara.
Seni Tari Bebali (Ceremonial Dance), yaitu seni tari yang berfungsi
sebagai pengiring upacara dan upakara yang bertempat di pura-pura dan
luar pura, serta pada umumnya kesenian ini mempergunakan lakon.
Adapun yang termasuk klasifikasi seni Bebali adalah sebagai berikut :
Seni Pewayangan, Topeng, Gambuh, serta segala seni tari yang
diciptakan berlandasan ketiga tarian-tarian tersebut.
Seni Tari Balih-balihan (Seculer Dance), yaitu segala seni tari yang
mempunyai unsur dan dasar dari seni tari yang luhur. Dalam hal ini tidak
tergolong dalam seni Tari Wali dan Bebali. Ciri khas seni Tari Balih-
balihan ini yaitu bersifat inovasi bahkan sangat kontenporer (mengandung
seni yang serius dan penuh dengan hiburan). Adapun yang termasuk

5
dalam seni tari Balih-balihan adalah : semua aktivitas seni yang
dipertunjukkan untuk hiburan masyarakat.
Peranan tari Baris Katekok Jago adalah sebagai pengiring upacara
Pitra Yadnya dan Dewa Yadnya yang merupakan satu kesatuan dalam setiap
kegiatan palebon.

2.4 Struktur Pertunjukan


Apabila tari Baris Katekok Jago dipentaskan untuk upacara Dewa
Yadnya, memiliki perlambang pengawalan para Betara-betari turun ke bumi.
Mereka menari pada bagian suci dari areal pura menghadap ke arah Pelinggih
dengan formasi berbaris.
Untuk upacara Pitra Yadnya, memiliki makna mengawal perjalanan
arwah kembali ketempat asalnya (ngeruwak margi). Menurut kepercayaan,
perjalanan arwah dari rumah duka menuju kuburan kerap diganggu oleh
Bhutakala yang tinggal di perempatan atau pertigaan jalan. Maka untuk
keselamatan perjalanan diharapkan Baris Katekok Jago bertugas sebagai
pengawal. Selain itu ketika bade tiba di perempatan atau pertigaan jalan,
dilakukan ngider bhuwana (perputaran) yang diikuti dengan penaburan beras
kuning dan uang kepeng dengan tujuan agar perjalanan selamat sampai di
kuburan. Demikianlah yang dilakukan Baris Katekok Jago desa Tegal,
mereka sebanyak 20 orang berbaris mendahului prosesi iring-iringan jenazah
yang ditempatkan di atas bade bertingkat sembilan.
Adapun perbendaharaan gerak tari Baris Katekok Jago yang menari
berbaris menghadap bade sangat sederhana, namun mereka
mengungkapkannya dengan penuh semangat dan rasa pengabdian yang
dalam. Setiap pergantian gending mereka meneriakkan kuuuuk. Seorang
penari terdepan sebagai pimpinan melakukan gerakan ngindang dengan sikap
kedua tangan memegang kain rembang sebagai sayap, kemudian mendekati
penari lainnya melakukan gerakan ngaras sambil jongkok. Gerakan terakhir
adalah perang sesuai dengan tema cerita Rwa Bhineda adalah kejahatan
melawan kebaikan yang dapat diuraikan sebagai berikut: dua ekor angsa yang

6
sedang mengeram telor, tiba-tiba didatangi sekelompok burung gagak yang
bermaksud mencuri telor angsa tersebut. Kedua angsa menghalangi niat jahat
kelompok burung gagak hingga terjadilah perkelahian yang berakhir dengan
kekalahan burung gagak.
Setelah tarian berakhir, penari Baris berjalan ke arah bade seolah
menjemput jenazah yang diturunkan. Selanjutnya tugas Baris Katekok Jago
adalah mengawal jenazah menuju lembu sebagai tempat pembakaran jenazah
dengan berputar tiga kali.

2.5 Keberadaan
Tari Baris Tekok Jago di desa Tegal Darmasaba merupakan tari
upacara yang biasanya ditarikan untuk upacara Pitra Yadnya (ngaben)
maupun Dewa Yadnya. Karena tari ini merupakan tari upacara jadi tidak
terlalu mementingkan dari estetika melainkan lebih mementingkan fungsinya.
Ini terlihat dari gerak yang sederhana dengan tatabusana yang sederhana pula
dan tidak memerlukan tempat pementasan yang khusus.
Kurangnya perhatian dari masyarakat menyebabkan regenerasi dari tari
Baris Tekok Jago ini menjadi lambat. Hal ini juga disebabkan karena para
penarinya merupakan pengayah (peletan) dari pura Dalem Gegelang.

7
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Tari Baris Katekok Jago merupakan tari upacara yang biasanya ditarikan
untuk upacara Pitra yadnya (ngaben) maupun Dewa yadnya.. Karena tari
ini merupakan tari upacara jadi tidak terlalu mementingkan dari estetika
melainkan lebih mementingkan fungsinya.

Anda mungkin juga menyukai