Laporan Fiswan 6,7 Kel 03
Laporan Fiswan 6,7 Kel 03
Laporan Fiswan 6,7 Kel 03
FISIOLOGI HEWAN
Kelompok 3
1. Ida Zumatin (14030244014)
2. Qurrrotul Aini Wasilah (14030244021)
3. Anis Sulizah (14030244022)
4. Desita Ayu Fernanda (14030244040)
A. Tujuan
B. Dasar Teori
a. Alat Indera
Alat inderamerupakan organ yang mempunyai fungsi untuk menerima
jenis rangsangan tertentu. Orang yang lahir dengan kondisi cacat indera yang
membuat merekan tidak mampu merasakan sakit dan luka akan sangat rentan
terhadap luka bakar, memar, dan patah tulang, dan sering kali mereka
meninggal dalam usia muda karena mereka tidak dapat mengambil
keuntungan dari sinyal peringatan rasa sakit. Semua organisme telah
dilengkapi dengan beberapa reseptor sebagai alat penerima informasi.
Informasi tersebut dapat berasal dari dalam atau dari luar (Green, 1967).
b. Indera Pembau
Menurut Junqueira(1997) indera pembau adalah indera yang kita
gunakan untuk mengenali lingkungan sekitar melalui aroma yang dihasilkan.
Seseorang mampu dengan mudah mengenali makanan yang sudah busuk
dengan yang masih segar dengan mudah hanya dengan mencium aroma
makanan tersebut. Di dalam hidung kita terdapat banyak sel kemoreseptor
untuk mengenali bau. Indera pembau terletak pada rongga hidung. Di dalam
rongga hidung terdapat rambut-rambut halus yang berfungsi untuk menyerap
kotoran yang masuk melalui sistem pernafasan (respiratory). Selain itu,
terdapat konkanasal superior, intermediet serta inferior. Pada bagian konka
nasal superior terdapat akar sel-sel dan jaringan syaraf pembau (nervus
olfaktorius yang merupakan syaraf kranial pertama) yang berfungsi untuk
mendeteksi bau-bauan yang masuk melalui hirupan nafas. Tanggung jawab
sistem pembau (sistem olfaction) adalah mengindikasikan molekulmolekul
kimia yang dilepaskan di udara yang mengakibatkan bau. Molekul kimia
diudara dapat dideteksi bila ia masuk ke reseptor olfaktory epithelia melalui
proses penghirupan.
c. Indera Pengecap
Kepekaan indera dipengaruhi banyak faktor, misalnya pencicipan
paling peka pada pagi hari (pukul 9 10). Hubungan yang terpenting dengan
pengecap adalah kecenderungan indera rasa pengecap untuk melayani sensasi
utama tertentu yang terletak di daerah khusus. Rasa manis dan asin terutama
terletak pada ujung lidah, rasa asam pada dua pertiga bagian samping lidah,
dan rasa pahit pada bagian posterior lidah dan palatum molle.
(Junqueira,1997).
Gambar 2. Peta Rasa Lidah dan Penampang Lidah(Green, 1967).
a. Rasa Pahit
Biasanya juga berasal dari zat-zat non ionik. Contohnya alkohol, caffein,
strychnine, brucine, quinin, beberapa glucasida linamarin dan beberapa ikatan
polynitro seperti asam piktrat. Rasa pahit pada umumnya tidak dikehendaki.
Tetapi untuk beberapa makanan atau minuman diperlukan sedikit rasa pahit,
seperti bir, rokok, kopi dan teh.
b. Rasa Asin
Berasal dari zat-zat ionik yaitu anionik dan kationik. Beberapa zat yang
ternasuk anionik adalah Cl-, F-, CO2-, SO4-, sedangkan yang termasuk zat-zat
kationik adalah Na+, K+, Ca2+, Mg2+, dan NH4+. Rasa asin dibentuk oleh garam
terionisasi yang kualitas rasanya berbeda-beda antara garam yang satu dengan
yang lain karena garam juga membentuk sensasi rasa lain selain rasa asin. Rasa
asin yang biasa digunakan untuk makanan adalah yang berasal dari garam
dapur, NaCl. Makan garam terlalu banyak akan menimbulkan rasa pahit. Hal
ini disebabkan oleh garam magnesium (Mg) yang terdapat dalam garam dapur.
Penggunaan garam untuk rasa asin pada masakan biasanya antara 1-2%,
sedangkan untuk pengawetan makanan antara 5-15%.
c. Rasa Asam
Asal dari zat asam ini yaitu ion hidrogen (H+). Zat-zat yang dapat
berionisasi dan melepaskan ion hidrogen yang hanya dapat menghasilkan rasa
asam. Ion H+ selalu diimbangi dengan adanya anion. Jika anion yang
mengimbanginya OH maka terjadilah netral, karena ion H+ itu segera
membentuk HO dan diturunkan konsentrasinya menjadi tinggal 10. Agar
konsentrasi H+ tetap tinggi, kation tersebut harus diimbangi dengan anion lain.
Dalam hal ini larutan disebut asam. Asam organik adalah jika anionnya zat
organik (asetat, sitrat) dan asam anorganik jika anionnya anorganik (Cl-, SO4-,
NO3-).
d. Rasa Manis
Berasal dari zat non ionik, seperti gula, aldehida, ikatan nitro, beberapa
khlorida alifatis (misalnya khloroform), sulfida, benzoik (saccharine). Zat-zat
ionik yang mempunyai rasa manis sangat terbatas, misalnya pada garam timbel
(Pb) dan garam berilium (Be). Meskipun zat-zat tersebut menimbulkan rasa
manis, tidak semuanya digunakan sebagai bahan pemanis makanan. Ada dua
golongan bahan pemanis makanan (sweeteners), yaitu golongan pemanis
bergizi dan golongan pemanis tidak bergizi. Golongan pertama disebut
golongan gula sedangkan golongan kedua termasuk : antara lain sakharin dan
cyclamat. Rasa manis biasanya dinyatakan dengan gula (sukrosa), dengan nilai
100. Tingkat kemanisan zat-zat lain diukur berdasarkan rasa manis gula pasir.
Senyawa pemberi rasa primer lainnya yaitu umami akan berperan melalui
protein G yang mengkait pada reseptor dan mengaktifkan pembawa pesan
kedua. Senyawa pemberi umami yang paling dikenal dan potensial adalah L-
glutamat, asam amino yang terdapat dalam protein hewani dan nabati. Asam
glutamat bebas secara alami terdapat dalam sumber pangan hewani, produk
laut, sayur dan buah-buahan. Keberadaan asam glutamat sebagai sumber gizi
penting dalam pemberi rasa umami (Widjaja, 2009).
Senyawa pemberi rasa sekunder mempunyai mekanisme yang berbeda
dari rasa primer karena sensasi ini lebih banyak berkerja dengan syaraf
trigeminal pada wajah (terutama hidung, rongga mulut dan mata). Hal ini yang
menyebabkan saat merasa kepedasan, maka seluruh rongga mulut akan terasa
panas bahkan seluruh wajah bergetar dan air mata mengalir. Rasa pedas pada
cabe disebabkan oleh kapsaisin dan dihidrokapsiasin yang berbeda dengan rasa
pedas pada merica disebabkan oleh piperin yang terasa menusuk hidung
(Widjaja, 2009).
d. Kemoreseptor
Alat :
Botol.........................................................................................................5 buah
Pisau.........................................................................................................1 buah
Stopwatch................................................................................................2 buah
Kertas tisu........................................................................................secukupnya
Bahan :
Parfum.....................................................................................................1 buah
Air....................................................................................................secukupnya
Larutan gula.....................................................................................secukupnya
Larutan boncabe..............................................................................secukupnya
Larutan garam.................................................................................secukupnya
D. Cara kerja
1. Langkah Kerja Praktikum Indera Pembau :
a. Praktikan tidak boleh flu atau pilek
b. Tutup mata yang bersangkutan
c. Ambil parfum dengan jarum syringe secukupnya, kemudian lepaskan
jarum dan biarkan syringe dalam kondisi posisi terbalik
d. Sisipkan ujung penutup pada bagian belakang dalam hidung melalui
lubang hidung satu sisi, sedangkan sisi lain lubang hidung ditutup
dengan kapas, agar yang membau hanya satu sisi saja.
e. Praktikan membau/menghirup. Tanyakan bau apa yang di baunya.
Catat hasilnya.
f. Setelah posisi syringe diarahakan keatas dan disurh menghirup lagi.
g. Tanyakan bau apa yang dibaunya dan mana yang lebih bau pada
posisi pertama atau posisi kedua. Bandingkan. Cacat hasilnya.
h. Ulangi percobaan di atas dengan bahan yang lain.
i. Tutup lubang hidung yang satu dengan kapas dan yang satu tetap
terbuka.
j. Tuang bahan pada spuit secukupnya.
k. Pegang syringe dan dekatkan pada hidung yang terbuka dengan jarak
1,5 cm di depan hidung. Kemudian mintalah praktikan untuk
menghirup dan hembuskan lewat mulut.
l. Ulangi hal ini berkali-kali sampai tidak lagi membau bahan tersebut.
m. Hitunglah Olfaktory Fatigue Times (OFT), yaitu waktu yang
dibutuhkan untuk mencapai ketidakpekaan (kelelahan) pembau,
artinya sampai tidak lagi membau sesuatu. Ulangi 3x, kemudian hiting
rata-ratanya.
n. Hitunglah Olfaktory Recovey Times (ORT), yaitu waktu yang
dibutuhkan untuk kesembuhan pembau, artinya sampai dapat membau
kembali. Ulangi 3x, kemudian hiting rata-ratanya.
o. Ulangi semua percobaan diatas dengan praktikan yang lain dan
bandingkan hasilnya.
2. Langkah Kerja Praktikum Indera Pengecap :
f. Mengulangi percobaan ini pada orang lain dengan cotton bud yang
berbeda. Kemudian membandingkan hasilnya.
50 59 17 42 21 57 20 55 44 83 45 32 18 51 16 48
1
47 23 53 34 30 17 57 31 43 11 56 22 31 19 47 50
2
Tepi 4.10
5.07 11.05 8.41 8.50
belakang
- + + - - +
1 9.09
10.03 10.07 8.30 9.50 15.01
+ + - + - -
2 3.00
4.00 6.00 7.00 7.00 6.00
2. Pembahasan
Hasil praktikum indera pembau pada setiap praktikan
menghasilkan nilai OFT (Olfactory Fatigue System) dan ORT (Olfactory
Recovery System) yang berbeda. Angka kepekaan OFT dan ORT tertinggi
didapatkan dari minyak menthol. Minyak menthol yang digunakan yaitu
Fresh Care. Menurut (Anonim, 2011), kandungan tertinggi di dalam
minyak fresh care adalah menthol sebanyak 20%. Menthol memiliki sifat
mudah menguap, tidak berwarna, berbau tajam dan menimbulkan rasa
hangat. Menthol dapat bersifat diaforetik (menghangatkan dan
menginduksi keringat). Sehingga saat praktikan mencium aroma minyak
menthol tersebut merasakan hangat di sekitar area hidung. Pada bagian
konka nasal superior terdapat akar sel-sel dan jaringan syaraf pembau
(nervus olfaktorius yang merupakan syaraf kranial pertama) yang
berfungsi untuk mendeteksi bau-bauan yang masuk melalui hirupan nafas.
Tanggung jawab sistem pembau (sistem olfaction) adalah
mengindikasikan molekulmolekul kimia menthol yang dilepaskan di
udara yang mengakibatkan bau tajam. Molekul kimia menthol diudara
dapat dideteksi bila ia masuk ke reseptor olfactory epithelia melalui
proses penghirupan. Posisi minyak terhadap praktikan berpengaruh
terhadap hail OFT dan ORT. Posisi tegak menunjukkan hasil lebih tinggi
daripada posisi minyak dimiringkan. Hal ini dikarenakan apabila sumber
bau tersebut berada dalam posisi tegak akan memperlancar stimulus
senyawa kimia yang terkandung di dalamnya yang akan ditangkap oleh
kemoreseptor di dalam hidung. Apabila posisi sumber bau tersebut tidak
tegak (dijauhkan dari manusia) maka mengurangi proses stimulus kimia
yang mudah terbawa oleh angin sehingga berpengaruh terhadap respon
indra pembau (Shallenberger, 1993).
Hasil praktikum indera pengecap pada tiap-tiap larutan sesuai
dengan peta rasa lidah menunjukkan kepekaan yang berbeda. Pada
praktikum praktikan diberikan kepekaan terhadap rasa primer (manis,
asam, asin dan pahit) dan rasa sekunder (pedas). Sel pencicip pada lidah
menggunakan beberapa mekanisme yang berbeda dalam mentransduksi
senyawa kimiawi kepada sel-sel pembawa sinyal. Secara kimiawi, cara
pengenalan kedua kelompok rasa primer dan sekunder berbeda. Rasa
primer dimediasi oleh saluran ion, sedangkan transduksi rasa sekunder
melalui membran reseptor protein yang mengait pada alur signal
intraselular (Widjaja, 2009). Hal ini yang menyebabkan kesan
pengecapan pada rasa primer dan sekunder berbeda. Hasil praktikum
indera pengecap terhadap rasa dasar (manis, asin, asam dan pahit) tidak
tepat pada titik primer kepekaan. Hal ini dikarenakan ambang batas
pengenalan senyawa-senyawa pemberi sensasi rasa bervariasi antar
senyawa. Kisaran pada kemanisan sukrosa (3-fold), keasinan garam NaCl
yang menengah (80-fold) sampai dengan kepahitan pil kina yang sangat
kuat (200-fold). Ambang batas ini dipengaruhi adanya tingkat sensivitas
lidah oleh kuncup pengecap yang ada. Sensivitas alat pengecap semakin
berkurang dengan bertambahnya usia. Kelainan genetik juga dapat
menyebabkan orang kehilangan sensivitas pada rasa tertentu. Orang
dengan keterbatasan ini akan merasakan sukrosa dan fruktosa sebagai rasa
asam, sementara galaktosa dan siklamat dirasakan sebagai pahit (Widjaja,
2009). Menempelnya sisa makanan/larutan dalam lidah menjadi faktor
rendahnya kepekaan akan rasa tertentu, pada lidah dipengaruhi oleh
konsentrasi ion yang dibawa oleh larutan. Konsentrasi ion pada saraf
pengecap akan mengubah suasana pH sehingga terkadang saat praktikan
diberi rasa pahit, dia menduga sebagai rasa asam (Isnaeni, 2006).
Kepekaan yang tinggi indera pengecap didapatkan dari singkatnya durasi
dalam proses pengecapan rasa sekunder pedas. Senyawa pemberi rasa
sekunder mempunyai mekanisme yang berbeda dari rasa primer karena
sensasi ini lebih banyak berkerja dengan syaraf trigeminal pada wajah
(terutama hidung, rongga mulut dan mata). Hal ini yang menyebabkan
saat merasa kepedasan, maka seluruh rongga mulut praktikan akan terasa
panas bahkan seluruh wajah bergetar dan air mata mengalir. Rasa pedas
pada cabe disebabkan oleh kapsaisin dan dihidrokapsiasin yang berbeda
dengan rasa pedas pada merica disebabkan oleh piperin yang terasa
menusuk hidung (Widjaja, 2009).
Hasil praktikum hubungan indera pengecap dengan indera pembau
menunjukkan adanya pengaruh diantara keduanya. Rasa merupakan
sensasi yang diterima oleh rongga mulut, sedangkan aroma adalah sensasi
dari senyawa volatil yang diterima oleh rongga hidung (Taylor, 2002).
Interaksi antara rasa dan aroma lebih pada memodifikasi intensitas rasa
yang diterima dengan adanya keberadaan aroma atau bau tertentu.
Keberadaan aroma suatu bahan memicu sensasi akan rasa bahan tersebut.
Indera pembau dan pengecap saling bekerja sama, sebab rangsangan bau
dari makanan dalam rongga mulut dapat mencapai rongga hidung dan
diterima oleh reseptor olfaktori. Keadaan ini akan terganggu pada saat
kita sedang sakit pilek, dimana hubungan antara rongga hidung dan
rongga mulut terganggu, sehingga uap bahan makanan dari mulut tidak
dapat mencapai rongga hidung dan makanan seakan-akan kehilangan
rasanya (Isnaeni,2006).Hal ini dibuktikan bahwa hasil kepekaan akan rasa
bahan pada saat hidung praktikan ditutup lebih rendah dibandingkan saat
hidung praktikan dibuka. Hal ini didukung oleh penelitian Taylor (2002)
dengan menggunakan aroma peach dapat meningkatkan konsentrasi
aroma peach dan durasi sensasinya. Menurut Valentin et al (2006)
terdapat beberapa faktor fisik seperti temperatur, warna, tekstur, suara dan
iritasi berpengaruh terhadap interaksi antara indera pembau dengan
pengecap.
F. Diskusi
1. Diantara bahan-bahan yang ada, bau apa yang lebih merangsang praktikan,
jelaskan mengapa?
Jawab : Bau dari minyak menthol. Hal ini dikarenakan adanya kandungan
menthol sebanyak 20% berdasarkan komposisi minyak menthol (fresh
care) yang digunakan. Salah satu fungsi menthol sebagai diaforetik
(menghangatkan dan menginduksi keringat) sehingga dapat merangsang
indra pembau praktikan secara cepat.
2. Sebutkan bagian lidah yang paling peka terhadap perasa primer dengan
peta rasa.
Jawab : Bagian lidah yang paling peka terhadap perasa primer dengan
peta rasa yaitu manis (13), asin (14), asam (7, 11 dan 15) dan pahit (8).
3. Apakah ada hubungan antara indera pembau dengan indera pengecap?
Jelaskan mengapa?
Jawab : Terdapat hubungan antara indera pembau dengan indera
pengecap. Interaksi antara rasa dan aroma lebih pada memodifikasi
intensitas rasa yang diterima dengan adanya keberadaan aroma atau bau
tertentu. Keberadaan aroma suatu bahan memicu sensasi akan rasa bahan
tersebut. Hal ini dibuktikan bahwa hasil kepekaan akan rasa bahan pada
saat hidung praktikan ditutup lebih rendah dibandingkan saat hidung
praktikan dibuka.
G. Kesimpulan
Berdasarkan hasil praktikum indera pembau, pengecap, dan keterkaitan
keduanya pada mamalia ditarik kesimpulan yaitu:
a. Rangsang bau mempengaruhi kepekaan seseorang .Pada indera pembau
digunakan minyak kayu putih.Praktikum dapat peka dengan indeks
(++=)pada posisis minyak kayu putih di bawah hidung dan indeks (++)
pada minyak di depan hidung.Dengan rata-rata OFT sebesar 15,3 d dan
ORT 15,5
b.
1. Pada minyak fresh care terdapat kandungan menthol yang cukup tinggi
sebesar 20% sehingga mempengaruhi stimulus kimia yang bercampur
dengan bau menthol dan masuk ke dalam kemoreseptor di dalam hidung
sehingga mempengaruhi nilai OFT (Olfactory Fatigue System) dan ORT
(Olfactory Recovery System).
2. Praktikan dapat membedakan rasa buah pir, apel dan bengkoang saat
hidung terbuka. Praktikan sukar membedakan rasa buah pir, apel dan
bengkoang saat hidung tertutup.
3. Praktikan menentukan daerah penyebaran reseptor sesuai peta rasa lidah
yaitu manis (13), asin (14), asam (7,11 dan 15) dan pahit (18).
4. Daerah penyebaran reseptor kecap selain pada sensasi primer yang
dirasakan praktikan adalah manis pada tepi belakang dan asam pada
bagian depan dan pangkal.
5. Interaksi antara rasa dan aroma lebih pada memodifikasi intensitas rasa
yang diterima dengan adanya keberadaan aroma atau bau tertentu.
Keberadaan aroma suatu bahan memicu sensasi akan rasa bahan tersebut.
H. Daftar Pustaka
Anonim. 2011. Minyak Angin-Roll On Aroma Therapy.
www.freshcare.co.id/products.php. Diakses pada 23 September 2016.
Gordon, M. S. 1982. Analysis Physiology Principles and Adaption. New
York: Mc Millan Publishing.
Jalmo, Tri. 2007. Buku Ajar Fisiologi Hewan. Lampung: UNILA Press.
Junqueira, L.Carlos. 1997. Histologi Dasar edisi ke-8. Jakarta: ECG.
Khumairoh, Siti Nur. 2014. Anatomi dan Fisiologi Manusia. Laporan
Praktikum. IAIN Walisongo. Semarang.
Shallenberger, R.S. 1993. Taste Chemistry. United Kingdom: Chapman and
Hall.
Soewolo. 2000. Pengantar Fisiologi Hewan. Jakarta: Departemen Pendidikan
Nasional.
Taylor, A.J. 2002. Food Falvor Technology. United Kingdom: Sheffield
Academic Press.
Valentin, D., C. Chrea and D.H. Nguyen. 2006. Taste-odour Interactions in
Sweet Taste Perception. In W.J. Spillane (ed). England: Woodhead
Publishing Limited.
Ville, C.A, W.F. Walter and R.D. Barnes. 1988. General Zoology. London:
Saunders Company, Inc.
Kelompok 3
1. Ida Zumatin (14030244014)
2. Qurrrotul Aini Wasilah (14030244021)
3. Anis Sulizah (14030244022)
4. Desita Ayu Fernanda (14030244040)
A. Tujuan
Berdasarkan judul diatas, maka tujuan yang dapat diperoleh dari
praktikum ini adalah praktikan mampu mengetahui pengaruh zat stimulan
yang terdapat pada berbagai minuman kemasan terhadap kecepatan tanggap
saraf.
B. Dasar Teori
1. Sistem Saraf
Alat indera pada manusia itu sempurna karena dilengkapi dengan
bagian-bagianyangberfungsi untuk menerima rangsangan dari luar, dan
saraf-saraf pembawa rangsang ke saraf pusat (otak).Alat-alat indera
manusia dapat berfungsi dengan sempurna bila:
a. Saraf-saraf yang berfungsi membawa rangsang ke sumsum saraf
pusatbekerjadengan baik.
b. Otak sebagai pusat pengolah rangsang bekerja dengan sempurna.
c. Secara anatomi alat-alat indera tak mempunyai kelainan bentuk dan
fungsinya (Masud, 2000).
Sistem saraf dibagi menjadi tiga yaitusaraf pusat, saraf tepi dan
indera.Saraf pusatadalah pusat pengontrol aktivitas tubuh dalam
hubungannya dengan alam lingkungan, baik lingkungan dalam maupun
lingkungan luar. Saraf pusat terlindung dalam rangka. Otak berada dalam
tempurung tengkorak (cranium), sumsum tulang punggung berada
dalamtulang punggung (columna vertebralis).Saraf tepimenghubungkan
alam lingkungan dengan saraf pusat. Ada yang kerjanya di bawah sadar
(saraf somatis), ada pula yang bekerjanya diluar kesadaan (saraf otonom).
Saraf otonom dibedakan atas saraf simpatis dan parasimpatis,yang
keduanya bekerja antagonis; jika satu sifatnya mendorong atau
memperkuat yang satulagi untuk menekan atau menghambat. Saraf
otonom bersumber dari bagian belakang otak dansum-sum tulang
belakang.Inderadihubungkan dengan saraf pusat oleh saraf tepi,
sehinggastimulus yang diterima olehnya disampaikan ke pusat-pusat
sensoris pada berbagai bagian otak, lalu didapat kesan tentang perubahan
yang terjadi dalam alam lingkungan. Indra jugamengandung saraf motoris,
yang perlu untuk berbuat sesuatu reaksi (respon) terhadap perubahan itu,
yang datang dari saraf dan disampaikan oleh saraf tepi (Yatim, 1996).
Sistem saraf merupakan salah satu sistem koordinasi yang bertugas
menyampaikanrangsangan dari reseptor untuk dideteksi dan direspon oleh
tubuh. Sistem saraf memungkinkanmakhluk hidup tanggap dengan cepat
terhadap perubahan-perubahan yang terjadi di lingkunganluar maupun
dalam. Untuk menanggapi rangsangan, ada tiga komponen yang harus
dimiliki olehsistem saraf, yaitu:
a. Reseptor, adalah alat penerima rangsangan atau impuls. Pada tubuh kita
yang bertindak sebagai reseptor adalah organ indera.
b. Penghantar impuls, dilakukan oleh saraf itu sendiri. Saraf tersusun dari
berkas serabut penghubung (akson). Pada serabut penghubung terdapat
sel-sel khusus yang memanjang dan meluas. Sel saraf disebut neuron.
c. Efektor, adalah bagian yang menanggapi rangsangan yang telah
diantarkan olehpenghantar impuls. Efektor yang paling penting pada
manusia adalah otot dan kelenjar (Kimball,1994).
2. Zat stimulan terhadap Kerja Sistem Saraf
Struktur dasar dan unit fungsional sistem persyarafan adalah
neuron, yang merupakan sel yang sangat khusus dan berbeda tetapi
memiliki semua dasar biologi dan kimia yang dimiliki sel tubuh lainnya.
Neuron terdiri dari badan sel (sama) dengan dua perpanjangan yaitu
dendrit yang menerima informasi dari akson terminal pada tempat yang
khusus yang disebut sinaps dan akson yang membawa informasi keluar
dari badan sel ke neuron lain. Neuron juga dapat ditandai dengan adanya
eksitabel yang artinya siap memberikan respon bila terstimulasi, karena
pada saat terstimulasi resting potensial tidak strabil maka ada potensial
aksi (Tuti Pahria, 1996).
Masing-masing neuron mempunyai ciri kerentanan terhadap obat-
obatan dan toxin. Ada beberapacontoh, tidak hanya kelompok sel-sel yang
rusak oleh obat khusus, tetapi fungsi dan bagian tertentu dari strukturnya
yang berubah. Obat-obatan mungkin ditargetkan ke akson terminal,
dendrite, neurofilamen, reseptor pada permukaan presinaptik neuron atau
aktivitas metaboliknya yang selalu merupakan tempat mereka mensintesa
dan melepaskan neurotransmitter atau mempertahankan diri dengan
sintesis RNA, DNA dan protein lainnya (Tuti Pahria, 1996).
Obat-obatan stimulan susunan saraf pusat adalah obat-obatan yang
dapat bereaksi secara langsung ataupun tidak langsung terhadap sususnan
saraf pusat. Efek perangsangan susunan saraf pusat baik oleh obat yang
berasal dari alam ataupun sintetik dapat diperlihatkan pada hewan dan
manusia. Perangsangan SSP oleh obat pada umumnya melalui dua
mekanisme yaitu mengadakan blockade system penghambatan dan
meninggikan perangsangan sinaps (Sunaryo, 1995).
Stimulan yang paling luas digunakan ialah kafein (pada kopi, the,
dan minuman cola), nikotin (pada sigaret), amfetamin, dan kokain. Setiap
stimulan ini menstimulasi sistem saraf simpatik, mungkin melalui
pengendalian pusat-pusat di hipotalamus. Setiap kegiatan (umpamanya,
percepatan laju jantung, pengecilan pupil, peningkatan gula darah) yang
dikemukakan dalam bahasan tentang medula adrenal dan mengenai sistem
saraf simpatik ditingkatkan oleh obat-obat ini. Stimulasi simpatik yang
disebabkan kafein alah sangat lemah; nikotin lebih lemah lagi; dan oleh
amfetamin, umpamanya deksdedrin dan metilamfetamin (kecepatan)
cukup kuat. Karena peranan medula adrenal dan sisa dari sistem saraf
simpatik dalam mempersiapkan tubuh untuk menghadapi stres, maka tidak
mengherankan bahwa banyak atlet telah meminum amfetamin dalam
usaha meningkatkan penampilannya. Beberapa penelitian menunjukkan
bahwa beberapa macam penampilan atletik (misalnya berlari) dapat
ditingkatkan setelah memakai amfetamin boleh jadi terutama dari
berkurangnya rasa lelah. Kegiatan yang memerlukan interaksi kompleks
dengan rekan satu tim tidaklah membaik dan, sebenarnya, menghancurkan,
ini setelah menggunakan amfetamin (Kimball, 1994).
Amfetamin juga mempengaruhi fungsi-fungsi lain yang
berhubungan dengan hipotalamus, seperti misalnya bertambahnya rasa
haus dan berkurangnya rasa lapar dan rasa kantuk. Karena efek depresan
terhadap selera makan, maka amfetamin secara luas dipakai untuk
membantu orang mengurangi bobot tubuhnya. Sedikitnya keberhasilan
berkepanjangan yang diakibatkannya agaknya lebih banyak daripada
kehancuran fisiologis dan fisik yang dihasilkan oleh stimulasi konstan
terhadap sistem saraf simpatik(Kimball, 1994).
Satu atau dua cangkir teh, kopi atau coklat sudah bisa
menyebabkan efek perangsangan pada sistem tubuh. Tetapi kekuatan efek
senyawa kimia tersebut berbeda pada tiap orang. Ini karena variasi
individual pada reseptor sistem-sistem tubuh yang bisa disebabkan
berbagai faktor, seperti luas permukaan tubuh, usia, penyakit, kualitas
kerja organ-organ tubuh, dsb (Kimball, 1994).
Kafein dan kopi bisa merangsang pengeluaran energi untuk
berbagai derajat. Penggunaan kafein sendiri atau dalam kombinasi dengan
efedrin telah diusulkan sebagai pengobatan untuk obesitas. Peningkatan
pengeluaran energi dan perubahan dalam plasma substrat, kafein berikut
penelanan, mirip dengan yang disebabkan oleh peningkatan aktivitas
sistem saraf simpatik (Acheson, et all., 2004).
Alat :
Penggaris plastik 30 cm.........................................................................1 buah
Sendok/ pengaduk..................................................................................1 buah
Gelas.......................................................................................................1 buah
Stopwatch...............................................................................................2 buah
Bahan :
Extra Joss..............................................................................................1 sachet
Air Putih............................................................................................... 300 ml
D. Cara Kerja
Adapun langkah kerja yang dilakukan sebagai berikut :
1. Mempersilahkan subjek uji coba untuk duduk santai.
2. Meletakkan sebuah penggaris secara tegak lurus di antara ibu jari dan
telunjuk tangan kanan. Usahakan posisi titik 0 berada tepat di antara ibu jari
dan telunjuk tangan kanan.
3. Tugas subjek uji coba adalah menangkap penggaris yang dilepas oleh
temannya.
4. Tanpa memberitahu dahulu, lepaskan penggaris itu ke bawah dan mintalah
subjek uji coba untuk menangkap dengan menggunakan ibu jari dan jari
telunjuk tangan kanan. Kemudian lihat tepat pada skala berapa kedua jari
tersebut menempel pada penggaris. Mengulangi kegiatan di atas sampai 5
kali.
5. Mengulangi langkah nomer 4, namun menggunakan tangan kiri.
6. Meminum minuman stimulan sesuai takaran saji sampai habis. Tunggu
selama 30 menit (gunakan untuk mengerjakan praktikum lain).
7. Setelah 30 menit lakukan langkah nomer 1 sampai 5.
8. Meminta data dari kelompok lain, agar dapat membandingkan antara hasil
penelitian kelompok anda dengan kelompok lain.
15 18 13
1. Kratingdeng
19 5 10
11,5 12 15 14
17 9 9 14
18 13 15 24
24 18 19 10
2. M-150 10 15 18 13
15 25 10 12
17 12 15 8
30 17,5 23 13
26 11 10 15
3. Hemaviton 16 17 5 19
29 14 18 20
23 9 27 10
17 90 10 10
14 14 6 18
4. Big Cola 22 27 8 9
17 14 10 9
20 22 5 2
21 28 8 20
5. Kopi hitam
18 19 26 22
2 17 28 18
12 16 17 12
16 27 15 29
17 23 14 19
17 29 15 23
6. Extra Joss 26 14 18 13
24 16 14
19 18 21 9
16 20 15 12
12 17 9 11
7. Coca cola 15 19 13 16
17 20 8 14
20 23 10 17
Rata-rata 16 19,8 11 14
8 21 14 10
13 20 13
8. Bintang 20 13
3 14 20 18
10 13 11 18
11 12
21 21 24
9. Tebs
15 20 17
13 17 21 15
23 25 3 6
24 14 16 14
17 22 17 15
10. Pepsi 28 11 13
9 16 11
12 14 8 9
27 16,5 20,5
20 13 23
11. Sprite 19 12 25 19
24 21,5 25 15,5
18,5 18 18 17
2. Pembahasan
Berdasarkan hasil yang didapat pada praktikum pengaruh zat
stimulant terhadap kecepatan tanggap saraf, dapat diketahui bahwa ada
pengaruh pemberian zat stimulant terhadap kecepatan tanggap saraf.
Penggunaan zat stimulan tersebut dapat meningkatkan kecepatan saraf
dalam merespon rangsangan. Pada beberapa jenis minuman stimulan
mengandung bahan stimulan berbeda-beda yang berpengaruh dalam
kecepatan menanggapi rangsang. Berdasarkan pernyataan Kimball
(1994)kekuatan efek senyawa kimia berbeda pada tiap orang, hal
tersebutdikarenakan variasi individual pada reseptor sistem-sistem tubuh
yang bisa disebabkan berbagai faktor, seperti luas permukaan tubuh, usia,
penyakit, kualitas kerja organ-organ tubuh, dll.
Zat stimulan dapat mempengaruhi kecepatan respon dalam
menangkap penggaris yang lebih cepat jika dibandingkan sebelum minum
zat stimulan. Zat stimulan berpengaruh terhadap kecepatan atau lamanya
transmisi impuls dan sinapsisnya. Pengaruh tersebut dapat bersifat
menghambat atau melemahkan transmisi sinaptik, ada yang bersifat
mempercepat sinaptik dan ada yang bersifat melemahkan kerja reseptor.
Kerja saraf juga dipengaruhi oleh stimulan yang dapat mempercepat kerja
otak sehingga otak yang menerima rangsangan dapat segera
menyampaikan informasi ke saraf eferen (sel saraf motorik) yang terletak
pada sistem saraf tepi. Sel saraf ini mempunyai fungsi yang penting dalam
pengintegrasian respon periferal, misalnya ketanggapan tangan terhadap
penggaris yang dijatuhkan.
Dari beberapa jenis minuman stimulan yang telah diamati,
minuman yang dapat meningkatkan kecepatan saraf dalam merespon
rangsangan tercepat adalah Big cola. Hal tersebut dapat dilihat dari rata-
rata subjek uji coba untuk menangkap penggaris 30 cm dengan
menggunakan ibu jari dan jari telunjuk tangan kanan dan dapat menangkap
penggaris 30 cm dengan jarak terpendek yaitu 7,8 cm. Semakin pendek
jarak penggaris yang diraih, maka semakin cepat pula saraf dalam
merespon rangsangan. Namun hal tersebut tidak dapat dijadikan
acuanbahwa Big Cola merupakan stimulan yang paling efektif dalam
mempengaruhikecepatan tanggap saraf karena hal tersebut juga
dipengaruhi oleh kebiasaan dankondisi fisik subjek. Rata-rata respon
tangan kanan lebih cepat dari respon tangan kiri. Hal ini sejalan dengan
orang Indonesia pada umumnya yang cenderung menggunakan tangan
kanan untuk aktivitas sehari-hari. Itu menyebabkan otak kiri lebih
dominan dibanding otak kanan.
Rangsangan yang diterima tangan kanan dan tangan kiri juga
memiliki kecepatan yang berbeda. Ada praktikan yang tangan kanannya
lebih cepat dalam merespon dan ada pula praktikan yang tangan kirinya
lebih cepat dalam merespon. Hal ini disebabkan karena kerja tangan kanan
dikendalikan oleh otak kiri dan kerja tangan kiri dikendalikan oleh otak
kanan. Kecepatan merespon pada tangan kanan lebih cepat daripada
tangan kiri juga disebabkan otak kiri cenderung lebih efektif dalam
bekerja. Hal ini dipengaruhi oleh faktor kebiasaan dan dominansi otak.
Otak kanan lebih dominan mengatur reflek pada organ tubuh bagian kiri,
sedangkan otak kiri lebih dominan mengatur reflek organ tubuh bagian
kanan. Pada umumnya, otak kiri selalu lebih dominan untuk gerak reflek
dibanding otak kanan.
Minuman Cola terdapat zat stimulan yaitu kafein. Kadar kafein per
240 ml bisa mencapai 23 mg. Pada minuman bersoda seperti Cola,
perasaan menyenangkan (enjoyment) dan menyegarkan (refreshment).
Bukan hanya berasal dari unsur kafein, tetapi merupakan perpaduan antara
kafein dengan komponen lainnya (seperti gas CO2, gula/pemanis dan
flavor). Kafein yang terdapat dalam minuman cola secara alami berperan
sebagai stimulant dengan efek yang sama dengan kafeiin dalam minuman
penyegar lainnya. Akan tetapi karena terkandung dalam jumlah yang
sedikit, maka efeknya dapat dirasakan enak tanpa membuat ketagihan.
Jumlah kafein yangberlebihan dapat menyebabkan rasa kantuk,
memperburuk ketidakstabilan emosi dan gangguan mental. Watak
menjaditidak menentu dan meningkatkan kegelisahan. Pengaruh lain
adalah rasa berdebar, gangguan lambung, mual, dantinitus (dengung di
telinga). Minum kafein terlalu banyak dapat memperberat kerja ginjal.
Kafein meningkatkan tekanandarah ringan untuk waktu singkat. Kafein
bekerja merangsang susunan saraf pusat. Jadi, agar efek stimulan terhadap
susunan saraf pusat tidak berlebihan, harus dihindari dalam mengkonsumsi
bahan-bahan yang mengandung kafein seperti kopi, teh, coklat, minuman
kola, dan beberapa merek minuman berenergi (energy drink).
F. Diskusi
1. Samakah kecepatan merespon antara tangan kiri dan tangan kanan?
Rangsangan yang diterima tangan kanan dan tangan kiri juga memiliki
kecepatan yang berbeda. Hal ini disebabkan karena kerja tangan kanan
dikendalikan oleh otak kiri dan kerja tangan kiri dikendalikan oleh otak
kanan. Kecepatan merespon pada tangan kanan lebih cepat daripada tangan
kiri juga disebabkan otak kiri cenderung lebih efektif dalam bekerja.
2. Samakah kecepatan merespon antara sebelum minum stimulan dengan
setelah minum stimulan?Kecepatan merespon antara sebelum minum
stimulan dengan setelah minum stimulan tidak sama. Hal ini dikarenakan
zat stimulan mempunyai pengaruh yang besar terhadap saraf sehingga
dapat mempengaruhi kecepatan respon saraf dan mengandung berbagai
macam senyawa stimulan yang berbeda-beda pada setiap minuman
stimulan.
3. Bagaimana respon zat stimulan terhadap respon kecepatan secara umum?
Zat stimulan dapat mempengaruhi kecepatan respon dalam menangkap
penggaris yang lebih cepat jika dibandingkan sebelum minum zat
stimulan. zat stimulan berpengaruh terhadap kecepatan atau lamanya
transmisi impuls dan sinapsisnya. Pengaruh tersebut dapat bersifat
menghambat atau melemahkan transmisi sinaptik, ada yang bersifat
mempercepat sinaptik dan ada yang bersifat melemahkan kerja reseptor.
Kerja saraf juga dipengaruhi oleh stimulan yang dapat mempercepat kerja
otak sehingga otak yang menerima rangsangan dapat segera
menyampaikan informasi ke saraf eferen (sel saraf motorik) yang terletak
pada sistem saraf tepi. Sel saraf ini mempunyai fungsi yang penting dalam
pengintegrasian respon periferal, misalnya ketanggapan tangan terhadap
penggaris yang dijatuhkan.
4. Setelah mendapat data dari kelompok lain, apakah jenis zat stimulan
memberikan pengaruh yang sama terhadap kecepatan merespon? Tidak.
Setiap zat stimulan tidak memberikan kecepatan respon yang sama
dikarenakan kandungan dari setiap minuman berstimulan tersebut berbeda-
beda. Kafein merupakan salah suatu zat yang terkandung pada semua
minuman berenergi tersebut. Tingginya kadar kafein yang dikandung suatu
minuman akan mempercepat kecepatan respon saraf, sedangkan minuman
berenergi yang mengandung lebih sedikit kafein akan menimbulkan
kecepatan respon saraf yang tidak lebih cepat dibandingkan minuman
berenergi yang mengandung tinggi kafein.
G. Kesimpulan
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, maka dapat ditarik
kesimpulan, bahwa minuman yang mengandung zat stimulan dapat
mempercepat kecepatan tanggap saraf. Minuman berstimulan memiliki kadar
kafein yang berbeda-beda, semakin tinggi kadar kafein dalam minuman
tersebut, makan semakin cepat pula kecepatan terhadap tanggap saraf.
H. Daftar Pustaka
Tuti Pahria. 1996.Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Gangguan
Sistem Persarafan. Jakarta:EGC.
Kimball, John W,1994.Biologi Edisi Kelima. Jakarta: Erlangga.
Masud I. 2000. Sinopsis Faal Sistem. Malang: UM Press.
Sunaryo. 1995. Perangsang Susunan Saraf Pusat, dalam Farmakologi Dan
TerapiEdisi Keempat. Jakarta: Bagian Farmakologi Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia.
Tuti Pahria. 1996.Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Gangguan
Sistem Persarafan. Jakarta:EGC.
Yatim, W. 1996.Biologi Sel. Bandung:Tarsito Bandung.