Contoh SK Pelatihan
Contoh SK Pelatihan
Contoh SK Pelatihan
Nomor : 1165/KAPUS/II/2017
TENTANG
c. bahwa sehubungan dengan butir (a) dan (b) tersebut diatas maka perlu
menetapkan Surat Keputusan Kepala Puskesmas Cherry tentang
penyelenggaraan imunisasi :
MEMUTUSKAN :
KEDUA : Keputusan ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan dan apabila dikemudian
hari terdapat kekeliruan akan diadakan perbaikan sebagaimana mestinya.
Ditetapkan di : Bandung
pada tanggal : 23 Februari 2017
KEPALA
PUSKESMAS CHERRY,
Heriyanto
LAMPIRAN I : KEPUTUSAN KEPALA
PUSKESMASPUSKESMASCHERRY
HOMES
1165.A TAHUN 2015
NOMOR :
TENTANG : KEBIJAKAN PELAYANAN
IMUNISASI
A. PENDAFTARAN PASIEN
1. Pendaftaran pasien harus dipandu dengan prosedur yang jelas.
2. Pendaftaran dilakukan oleh petugas yang kompeten yang memenuhi kriteria sebagai
berikut:.. :
a. Memiliki ijazah minimal SLTA/sederajat;
b. Mampu mengoperasikan komputer;
c. Berpenampilan menarik; dan
d. Mampu berkomunikasi secara efektif (komunikatif).
3. Pendaftaran pasien memperhatikan keselamatan pasien.
4. Identitas pasien harus dipastikan minimal dengan dua cara dari cara identifikasi sebagai
berikut: nama pasien, tanggal lahir pasien, alamat/tempat tinggal, dan nomor rekam
medis.
5. Informasi tentang jenis pelayanan imunisasi yang tersedir, dan informasi lain yang
dibutuhkan masyarakat yang meliputi: tarif, jenis pelayanan, ketersediaan tempat tidur ,
dan informasi tentang kerjasama dengan fasilitas kesehatan yang lain harus dapat
disediakan di tempat pendaftaran.
6. Hak dan kewajiban pasien harus diperhatikan dan diinformasikan pada keseluruhan
proses pelayanan yang dimulai dari pendaftaran.
9. Penolakan untuk melanjutkan pengobatan maupun untuk rujukan dipandu oleh prosedur
yang baku.
10. Jika pasien menolak untuk pengobatan atau rujukan, wajib diberikan informasi tentang
hak pasien untuk membuat keputusan, akibat dari keputusan, dan tanggung jawab
mereka berkenaan dengan keputusan tersebut.
11. Obat anti hipertensi bagi pasien hipertensi di Poli Penyakit Tidak Menular (PTM)
diberikan selama dua minggu, sedangkan pasien hipertensi di poli selain Penyakit Tidak
Menular (PTM) diberikan obat anti hipertensi selama lima hari dan dianjurkan untuk
kontrol lanjutan ke Poli Penyakit Tidak Menular (PTM) setelah obat tersebut telah habis.
12. Anestesi lokal dan sedasi harus dilakukan oleh Dokter umum dan/atau Dokter gigi yang
bekerja di PUSKESMASCHERRY HOMES yang memiliki surat izin praktek.
15. Merencanakan angket hambatan komunikasi dan budaya untuk dilaksanakan setiap
enam bulan sekali oleh Tim Mutu Puskesmas.
16. Kendala fisik, bahasa, dan budaya serta penghalang lain wajib diidentifikasi dan ditindak
lanjuti
2. Kajian awal meliputi kajian medis, kajian keperawatan, kajian kebidanan, dan kajian lain
oleh tenaga profesi kesehatan sesuai dengan kebutuhan.
4. Proses kajian dilakukan dengan memperhatikan tidak terjadinya pengulangan yang tidak
perlu.
5. Kajian awal memberikan informasi untuk :
a. Memahami pelayanan apa yang dicari pasien;
b. Menetapkan diagnosis awal;
c. Mengetahui riwayat pasien terhadap pengobatan sebelumnya;
d. Memahami respons pasien terhadap pengobatan sebelumnya;
e. Memilih jenis pelayanan/tindakan yang terbaik bagi pasien serta rencana tindak lanjut
dan evaluasi;
6. Informasi kajian baik medis, keperawatan, kebidanan, dan profesi kesehatan lain wajib
diidentifikasi dan dicatat dalam rekam medis.
8. Pasien dengan kondisi gawat atau darurat harus diprioritaskan dalam pelayanan.
9. Kajian dan perencanaan asuhan harus dilakukan oleh tenaga kesehatan profesional
yang kompeten.
10. Jika dilakukan pelayanan secara tim, tim kesehatan antar profesi harus tersedia.
11. Pendelegasian wewenang baik dalam kajian mapun keputusan layanan harus dilakukan
melalui proses pendelegasian wewenang.
12. Pendelegasian wewenang jika tidak tersedia tenaga kesehatan yang memenuhi
persyaratan dilaksanakan dengan melimpahkan tugas kepada tenaga keselahatan lain
yang memiliki kompetensi dan/atau pengalaman berdasarkan pelatihan yang sesuai
dengan tugas yang harus dijalankan.
15. Prosedur pelimpahan tugas dokter kepada paramedic sebagaimana tercantum pada
Lampiran II keputusan ini.
16. Proses kajian, perencanaan, dan pelaksanaan layanan dilakukan dengan peralatan dan
tempat yang memadai.
17. Peralatan dan tempat pelayanan wajib menjamin keamanan pasien dan petugas.
18. Rencana layanan dan pelaksanaan layanan dipandu oleh prosedur imunisasi yang
dibakukan.
19. Jika dibutuhkan rencana layanan terpadu, maka kajian awal, rencana layanan, dan
pelaksanaan layanan disusun secara kolaboratif dalam tim layanan yang terpadu.
20. Rencana layanan disusun untuk tiap pasien, dan melibatkan pasien.
22. Rencana layanan disusun dengan hasil dan waktu yang jelas dengan meperhatikan
efisiensi sumber daya.
23. Risiko yang mungkin terjadi dalam pelaksanaan layanan harus diidentifikasi.
24. Efek samping dan risiko pelaksanaan layanan dan pengobatan harus diinformasikan
kepada pasien.
C. PELAKSANAAN LAYANAN
1. Pelaksanaan layanan dipandu dengan pedoman dan prosedur pelayanan imunisasi.
6. Dokumen eksternal yang dijadikan acuan dalam penyusunan standar layanan imunisasi,
antara lain :
a. Direktorat Jendral Pelayanan Medik. 2003. Pedoman Kesehatan dan Keselamatan
Kerja Laboratorium Kesehatan. Jakarta : Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
b. Direktorat Laboratorium Kesehatan. Pedoman Prakterk Laboratorium yang Benar.
2004. Jakarta : Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
c. Direktorat Jendral Bina Kesehatan Masyarakat. Direktorat Bina Kesehatan Ibu. 2009.
Pedoman Pemantauan Wilayah Setempat Kesehatan Ibu dan Anak (PWS-KIA).
Jakarta : Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
d. Direktorat Jendral Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Subdit
Pengendalian Penyakit Jantung dan Pembuluh Daerah. 2010. Pedoman
Pengendalian Obesitas. Jakarta : Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
e. Direktorat Jendral Bina Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak. Direktorat Bina Kesehatan
Ibu. Pedoman Pelayanan Antenatal Terpadu (Edisi Kedua). 2013. Pedoman
Pelayanan Antenatal Terpadu. Jakarta : Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
f. Direktorat Jendral Bina Kesehatan Masyarakat. 2013. Pedoman Pelaksanaan Kelas
Ibu Hamil Balita. Jakarta : Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
g. Direktorat Pengendalian Penyakit Tidak Menular Subdit Pengendalian Penyakit
Jantung dan Pembuluh Daerah. 2013. Pedoman Pengendalian Stroke. Jakarta :
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
h. Direktorat Pengendalian Penyakit Tidak Menular Subdit Pengendalian Penyakit
Jantung dan Pembuluh Daerah. 2013. Pedoman Teknis Penemuan dan Tatalaksana
Hipertensi. Jakarta : Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
i. Direktorat Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan. 2013. Pedoman
Pelaksanaan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi HIV Bagi Petugas Kesehatan di
Pelayanan Kesehatan. Jakarta : Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
j. Direktorat Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan. 2013. Modul Peserta
Pelatihan Pendekatan Praktis Kesehatan Paru (Practical Approach To Lung Health /
PAL). Jakarta : Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
k. Ikatan Dokter Indonesia. 2013. Panduan Pelayanan Imunisasi Dokter di Pelayanan
Primer. Jakarta.
l. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2010. Pedoman Program Perencanaan
Persalinan dan Pencegahan Komplikasi (P4K) dengan Stiker : Dalam Rangka
Mempercepat Penurunan Angka Kematian Ibu. Jakarta : Departemen Kesehatan
Republik Indonesia.
m. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2011. Pedoman Pelaksanaan :
Simulasi, Deteksi dan Intervensi Dini Tumbuh Kembang Anak Ditingkat Pelayanan
Kesehatan Dasar. Jakarta : Kementerian Kesehatan.
8. Pelaksanaan layanan dan perkembangan pasien harus dicatat dalam rekam medis.
9. Dokter wajib menulis rekam medis pasien yang diperiksanya secara lengkap, termasuk
jika dilakukan perubahan rencana layanan.
10. Isi rekam medis terdiri dari anamnesa, pemeriksaan fisik, diagnosa dan terapi (termasuk
semua pemeriksaan penunjang diagnostik tindakan dan pengobatan yang diberikan
pada pasien).
11. Dokter dan/atau perawat lain yang memasukkan data rekam medis pasien ke dalam
Sistem Informasi Kesehatan dan Register wajib memberitahu dokter yang bersangkutan,
apabila dalam pengisian terjadi pengulangan yang tidak perlu dalam pemberian obat
maupun pemeriksaan fisik yang tidak sesuai penyakit yang di derita oleh pasien.
15. Pelaksanaan layanan imunisasi harus dimonitor, dievaluasi, dan ditindak lanjuti.
17. Kasus-kasus gawat darurat harus diprioritaskan dan dilaksanakan sesuai prosedur
pelayanan pasien gawat darurat.
18. Kasus-kasus berisiko tinggi harus ditangani sesuai dengan prosedur pelayanan kasus
berisiko tinggi.
19. Kasus-kasus yang perlu kewaspadaan universal terhadap terjadinya infeksi harus
ditangani dengan memperhatikan prosedur pencegahan (kewaspadaan universal).
21. Daftar obat dan/atau cairan intravena yang tersedia di PUSKESMASCHERRY HOMES,
yaitu :
No NAMA OBAT
1 INFUS RL 500 ml
2 RANITIDIN
3 NEUROBION 5000
4 OMEPRAZOLE40 mg
5 BUSCOPAN 20 mg
6 HYOSCINE N-BUTYL BROMIDE 20 mg
7 PIRALEN
8 NOVALGIN
9 TRAMADOL
10 CEFTRIAXONE 1 gr
11 ONDANSETRON 4 mg
22. Kinerja pelayanan imunisasi harus dimonitor dan dievaluasi dengan indikator yang jelas.
23. Hak dan kebutuhan pasien harus diperhatikan pada saat pemberian layanan.
25. Pelaksanaan layanan dilaksanakan secara tepat dan terencana untuk menghindari
pengulangan yang tidak perlu.
27. Pelayanan anestesi dan pembedahan harus dipandu dengan prosedur baku.
28. Pelayanan anestesi dan pembedahan harus dilaksanakan oleh petugas yang kompeten.
29. Sebelum melakukan anestesi dan pembedahan harus mendapatkan informed consent.
30. Status pasien wajib dimonitor setelah pemberian anestesi dan pembedahan.
32. Pasien, dokter, perawat, dan petugas kesehatan yang lain bekerja sama untuk
memantau pasien yang mendapat obat, guna mengevaluasi efek pengobatan terhadap
gejala pasien atau penyakitnya dan untuk mengevaluasi pasien terhadap Kejadian yang
Tidak DIharapkan (KTD).
5. Pengaksesan rekam medis merupakan hak pasien pemilik isi rekam medis, petugas
medis, petugas penilai rekam medis, serta pihak-pihak dengan keperluan tertentu yang
telah mendapat persetujuan dari Kepala PUSKESMASCHERRY HOMES.
6. Rekam medis pasien hanya dapat di akses oleh petugas untuk keperluan informasi
sebagai berikut :
a. Kepentingan kesehatan pasien;
b. Memenuhi permintaan aparatur penegak hokum dalam rangka penegakan hukum
atas perintah pengadilan;
c. Permintaan dan/atau persetujuan pasien sendiri;
d. Permintaan institusi/lembaga berdasarkan ketentuan perundang-undangan; dan
e. Kepentingan penelitian, pendidikan, dan audit medis, sepanjang tidak menyebutkan
identitas pasien.
7. Pengaksesan atau peminjaman rekam medis baik oleh pihak internal maupun pihak
eksternal wajib melalui persetujuan Kepala Puskesmas yang didelegasikan kepada
Kepala Satuan Pelaksana Upaya Kesehatan Perorangan (UKP).
8. Rekam medis pasien diberikan kode berupa beberapa digit angkat sesuai dengan tahun
pasien mendaftar dan dikelompokkan berdasarkan kepala keluargadalam bentuk family
folder sesuai dengan Kartu Keluarga pasien.
9. Penyimpanan rekam medis pasien dilakukan dengan mengurutkan rekam medis pasien
(family folder) sesuai dengan kode rekam medis dan tahun kartu berobat pasien dibuat.
2. Petugas yang mempunyai kewenangan untuk memonitor dan mendampingi pasien saat
rujukan disesuaikan dengan kondisi atau keadaan kesehatan pasien.
5. Umpan balik dari fasilitas rujukan wajib ditindak lanjuti oleh dokter yang menangani.
6. Jika pasien tidak mungkin dirujuk, puskesmas wajib memberikan alternatif pelayanan.
8. Resume imunisasi meliputi: nama pasien, ondisi imunisasi, prosedur/tindakan yang telah
dilakukan, dan kebutuhan akan tindak lanjut.
10. Pasien dengan kebutuhan khusus perlu didampingi oleh petugas yang kompeten.
12. Untuk kasus-kasus rujukan tertentu, seperti kasus penyakit dengan pre Eklamsi berat,
DBD, Diabetes, Hipertensi, harus: (Terlampir pedoman rujukan dengan kasus tertentu):
a. Rujukan dengan kasus PEB: sebelum dirujuk ke fasilitas lain, maka pasien memiliki
salah satu gejala dari pre eklamsia berat, seperti Tekanan darah yang tinggi,
Proteinuria 500 gr/24 jam atau 2+ dipstik maupun Edema, pandangan kabur, nyeri
di epigastrium atau nyeri pada kuadran kanan atas abdomen, sianosis, adanya
pertumbuhan janin yang terhambat. Tidak perlu dirujuk jika pasien tidak memiliki
salah satu gejala dari Pre-Eklamsia Berat.
b. Rujukan dengan kasus Diabetes Melitus tipe 2: Pada pasien yang terdiagnosis
diabetes tipe 2 baru, puskesmas dapat merujuk ke dokter spesialis di rumah sakit
untuk menentukan apakah terdapat komplikasi dari penyakit tersebut, untuk nantinya
mendapat rujukan balik beserta terapi yang dapat diberikan di puskesmas. Setelah
menjalani terapi selama 2-3 bulan, pasien baru dapat dirujuk kembali apabila target
gula darah tidak tercapai dengan 2 obat dan diet yang sehat. Namun bila pasien
menunjukkan penyakit lain seperti seperti KAD, nefropati, neuropati, retinopati,
cardiomyopati atau DM tipe 1 atau 2 dengan insulin dependent atau Diabetes
Gestasional pasien dapat dirujuk ke rumah sakit
c. Rujukan dengan kasus Diabetes Melitus: Sebelum dirujuk pada fasilitas kesehatan
lain, maka pasien haruslah memenuhi kriteria untuk dirujuk seperti adanya kerusakan
target organ atau komplikasi dari diabetes seperti KAD, nefropati, neuropati,
retinopati, cardiomyopati atau DM tipe 1 atau 2 dengan insulin dependent atau
Diabetes Gestasional. DM tipe 2 tanpa komplikasi dapat dirujuk apabila setelah
pemberian 2 obat dan diet sehat pasien tidak mengalami perbaikan selama 2-3 bulan.
d. Rujukan dengan kasus Hipertensi: Sebelum dirujuk pada fasilitas kesehatan lain,
maka pasien haruslah memenuhi kriteria seperti pasien memiliki hipertensi non
esensial atau pasien tidak mencapai target tekanan darah setelah 2-3 bulan
pengobatan. Pada kondisi hipertensi non esensial dilakukan rujukan ke dokter
spesialis untuk dilakukan evaluasi dan pengobatan terlebih dahulu. Jika pasien dalam
kondisi stabil dan dapat ditangani di Puskesmas, maka rumah sakit melakukan
rujukan balik ke Puskesmas
13. Pada saat pemulangan, pasien/keluarga pasien harus diberi informasi tentang tindak
lanjut layanan.
Ditetapkan di : Jakarta
pada tanggal : 02 Maret 2015
KEPALA
BLUD PUSKESMASCHERRY HOMES
LAMPIRAN II : KEPUTUSAN KEPALA
PUSKESMASPUSKESMASCHERRY
HOMES
1165.A TAHUN 2015
NOMOR :
TENTANG : KEBIJAKAN PELAYANAN
IMUNISASI
1. Dokter dan dokter gigi yang telah memiliki SIP berwenang untuk menyelenggarakan praktik
kedokteran yang meliputi :
a. Mewawancarai pasien
b. Memeriksa fisik dan mental pasien
c. Menentukan pemeriksaan penunjang
d. Menegakkan diagnosa
e. Menentukan penatalaksanaan dan pengobatan pasien
f. Melakukan tindakan kedokteran atau kedokteran gigi
g. Menulis resep obat dan alat kesehatan
h. Menerbitkan surat keterangan dokter atau dokter gigi
i. Memberikan pertolongan pada keadaan darurat guna penyelamatan nyawa, dokter atau
dokter gigi dapat melakukan tindakan kedokteran atau kedokteran gigi diluar kewenangan
imunisasinya sesuai dengan kebutuhan medis.
2. Perawat yang telah mempunyai SIP di lingkungan puskesmas se-Kecamatan CHERRY
HOMES dapat melakukan praktek keperawatan yang meliputi :
a. Pelaksanaan asuhan keperawatan, meliputi: pengkajian, penetapan diagnosa
keperawatan, perencanaan, implementasi dan evaluasi keperawatan.
- Implementasi keperawatan meliputi penerapan perencanaan dan pelaksanaan
tindakan keperawatan
- Tindakan keperawatan meliputi pelaksanaan prosedur keperawatan, observasi
keperawatan, pendidikan dan konseling kesehatan
Dalam melaksanakan asuhan keperawatan, perawat dapat memberikan obat bebas (logo
biru) dan/atau obat bebas terbatas (logo hijau).
Dalam keadaan darurat untuk penyelamatan nyawa seseorang/ pasien dan tidak ada
dokter di tempat kejadian, perawat dapat melakukan pelayanan kesehatan diluar kewenangan
sebagaimana yang tercantum dalam poin sebelumnya.
3. Perawat Gigi memiliki kewenangan untuk melakukan pelayanan asuhan keperawatan gigi dan
mulut, meliputi :
a. Upaya peningkatan kesehatan gigi dan mulut, meliputi :
- Penyuluhan kesehatan gigi dan mulut kepada individu, keluarga, kelompok dan
masyarakat
- Pelatihan kader
- Penggunaan alat peraga gigi
Selain kewenangan pada poin sebelumnya perawat gigi dapat melaksanakan tindakan
medik terbatas berdasarkan pelimpahan tindakan secara tertulis dari dokter gigi atau
penugasan Pemerintah sesuai kebutuhan, yaitu :
a. Pencabutan gigi sulung dan gigi tetap satu akar dengan topical atau infiltrasi anestesi;
b. Penambalan gigi satu atau dua bidang dengan glass ionomer, bahan amalgam atau
bahan lain.
Pelayanan kesehatan yang tertulis pada poin sebelumnya hanya dapat dilakukan
oleh bidan yang telah dilatih.
Ditetapkan di : Jakarta
pada tanggal : 02 Maret 2015
KEPALA
BLUD PUSKESMASCHERRY HOMES