Nurul Fatimah Resume Mioma Uteri

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 13

RESUME MIOMA UTERI

Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas Mata Kuliah


Keperawatan Maternitas
Program Profesi Ners XXXII Unpad

Disusun Oleh :
Nurul Fatimah Saripudin
220112160094

PROGRAM PROFESI NERS ANGKATAN XXXII


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
2017
Konsep Penyakit

Definisi
Mioma uteri merupakan tumor jinak otot rahim, disertai jaringan ikatnya sehingga
dapat dalam bentuk padat karena jaringan ikatnya dominan dan lunak serta otot rahimnya
dominan (Manuaba, 2007). Mioma uteri ataupun dikenali sebagai fibromioma uteri,
leiomioma uteri dan uterine fibroid dalam dunia kedokteraan merupakan tumor jinak yang
strukturnya utama adalah otot polos rahim (Anwar, 2011). Mioma uteri terbatas tegas, tidak
berkapsul, dan berasal dari otot polos jaringan fibrosus, sehingga dapat berkonsisten padat
jika jaringan ikatnya dominan dan berkonsentrasi lunak jika otot rahim yang dominan. Tumor
ini dapat berasal dari setiap bagian duktus muller, tetapi paling sering terjadi pada
miomatreium yang dapat timbul secara serentak. Ukuran tumor dapat bervariasi dari sebesar
kacang polong sampai sebasar bola kaki. Degenarasi ganas mioma uteri, ditandai dengan
terjadinya perlunakan serta warna yang keabu- abuan, terutama jika mioma tumbuh dengan
cepat.

Penyebab
Menurut Manuaba (2007) penyebab mioma uteri belum diketahui, namun ada 2 teori
yang menjelaskan faktor penyebab mioma uteri, yaitu:
1. Teori Stimulasi
Teori ini berpendapat bahwa estrogen sebagai faktor etiologi.
a. Mioma uteri sering kali tumbuh lebih cepat pada masa hamil.
b. Neoplasma ini tidak pernah ditemukan sebelum menarche.
c. Mioma uteri biasanya mengalami atrofi sesudah menopause.
d. Hiperplasia endometrium sering ditemukan bersama dengan mioma uteri.
2. Teori Cell nest atau Genitoblas
Terjadinya mioma uteri tergantung pada sel-sel otot imatur yang terdapat pada cell nest
yang selanjutnya dapat dirangsang terus menerus oleh estrogen.
Faktor Risiko
Menurut George, et al. (2015) faktor risiko untuk pengembangan mioma uteri, yaitu:
- Umur
Kejadian puncak mioma uteri pada 40 - 50 tahun. Tumor ini paling sering memberikan
gejala klinis antara 35 - 45 tahun.
- Paritas
Lebih sering terjadi pada nullipara atau pada wanita yang relatif infertil, tetapi sampai
saat ini belum diketahui apakan infertilitas menyebabkan mioma uteri atau sebaliknya
mioma uteri yang menyebabkan infertilitas, atau apakah kedua keadaan ini saling
mempengaruhi.
- Faktor ras dan genetik
Pada wanita ras tertentu, khususnya wanita berkulit hitam, angka kejadian mioma uteri
tinggi. Terlepas dari faktor ras, kejadian tumor ini tinggi pada wanita dengan riwayat
keluarga ada yang menderita mioma.
- Awal menarche
- Peningkatan frekuensi menstruasi
- Riwayat dismenore
- Kondisi klinis yang tampaknya meningkatkan risiko mioma uteri adalah hipertensi dan
diabetes.

Patofisiologi
Mioma memiliki reseptor estrogen yang lebih banyak dibanding miometrium normal.
Teori cell nest atau teori genitoblat membuktikan dengan pemberian estrogen ternyata
menimbulkan tumor fibromatosa yang berasal dari sel imatur. Mioma uteri terdiri dari otot
polos dan jaringan yang tersusun seperti konde diliputi pseudokapsul. Mioma uteri lebih
sering ditemukan pada nulipara, faktor keturunan juga berperan. Perubahan sekunder pada
mioma uteri sebagian besar bersifaf degeneratif karena berkurangnya aliran darah ke mioma
uteri. Menurut letaknya, mioma terdiri dari mioma submukosum, intramular dan subserosum.
Mioma merupakan tumor yang paling umum pada traktus genitalia. Mioma terdiri
atas serabut-serabut otot polos yang diselingi dengan untaian jaringan ikat dan dikelilingi
kapsul yangn tipis. Tumor ini dapat berasal dari setiap bagian duktus Muller, tetapi paling
sering terjadi pada miometrium. Di sini beberapa tumor dapat timbul secara serentak. Ukuran
tumor dapat bervariasi dari sebesar kacang polong hingga sebesar bola kaki.
Penyebab terjadinya mioma uteri tidak diketahui. Tumor ini mungkin berasal dari sel
otot yang normal, dan otot imatur yang ada di dalam miometrium atau dari sel embrional
pada dinding darah uteri. Apapun asalnya, tumor dimulai dari benih-benih multiple yang
sangat kecil dan tersebar pada miometrium. Benih ini tumbuh sangat lambat tetapi progresif
(bertahun-tahun, bukan dalam hitungan bulan), di bawah pengaruh estrogen sirkulasi, dan
jika tidak terdeteksi dan diobati dapat membentuk tumor dengan berat 10 kg atau lebih.
Namun sekarang, sudah jarang karena cepat terdeteksi. Mula-mula tumor berada intramural,
tetapi ketika tumbuh dapat berkembang ke berbagai arah. Setelah menopause, ketika estrogen
tidak lagi disekresi dalam jumlah yang banyak, maka mioma cenderung mengalami atrofi.
Jika tumor dipotong, akan menonjol di atas miometrium sekitarnya karena kapsulnya
berkontraksi. Warnanya abu-abu keputihan, tersusun atas berkas-berkas otot jalin menjalin
dan melingkar-lingkar di dalam matriks jaringan ikat. Pada bagian perifer serabut otot
tersusun atas lapisan konsentrik dan serabut otot normal yang mengelilingi tumor berorientasi
yang sama. Antara tumor dan miometrium normal, terdapat pseudokapsul, tempat masuknya
pembuluh darah ke dalam mioma.
Sel-sel berkembang biak dan tumbuh tergantung pada estrogen steroid ovarium dan
progesteron dan karena itu fibroid menyusut setelah menopause. Estradiol estrogen biologis
ampuh menginduksi produksi reseptor progesteron dengan cara Estrogen Reseptor-.
Reseptor progesteron sangat penting untuk respon dari jaringan fibroid untuk progesteron
yang disekresikan oleh ovarium. Progesteron dan reseptor progesteron sangat diperlukan
untuk pertumbuhan tumor, meningkatkan proliferasi sel dan kelangsungan hidup dan
meningkatkan pembentukan matriks ekstraselular. Dengan tidak adanya progesteron dan
reseptor progesteron, estrogen dan Estrogen Reseptor- tidak cukup untuk pertumbuhan
fibroid.
Pada pemeriksaan dengan mikroskop, kelompok-kelompok sel otot berbentuk
kumparan dengan inti panjang dipisahkan menjadi berkas-berkas oleh jaringan ikat. Karena
seluruh suplai darah mioma berasal dari beberapa pembuluh darah yang masuk dari
pseudokapsul, berarti pertumbuhan tumor tersebut selalu melampaui suplai darahnya. Ini
menyebabkan degenerasi, terutama pada bagian tengah mioma. Mula-mula terjadi degenerasi
hialin, atau klasifikasi dapat etrjadi kapanpun oleh ahli ginekologi pada abad ke-19 disebuut
sebagai batu rahim. Pada kehamilan dapat terjadi komplikasi jarang (degenerasi merah). Ini
diikuti ekstravasasi darah diseluruh tumor, yang memberikan gambaran seperti daging sapi
mentah. Kurang dari 0,1% terjadi perubahan tumor menjadi sarcoma.
Jika mioma terletak sub endometrium, mungkin disertai dengan menorhagia. Jika
perdarahan yang hebat menetap, mungki akan mengalami anemia.saat uterus berkontraksi,
dapat timbul nyeri. Myoma sub endometrium yang bertangkai dapat menyebabkan persisten
dari uterus.Dimanapun posisinya di dalam uterus, myoma besar dapat menyebabkan gejala
penekanan pada panggul, disuria, sering kencing dan konstipasi atau nyeri punggung jika
uterus yang membesar menekan rectum.
Pathways: Penyebab: belum diketahui

Faktor keturunan Wanita nulipara dan kurang subur

Reseptor astrogen lebih banyak

Sel imatur uterus (otot polos & jaringan


ikat)

Cemas Tumor fibromatosa

Mioma intramural Mioma subserosum


Mioma submukosum - terdapat di dinding uterus - tumbuh diantara kedua lapisan
- tumbuh bertangkai menjadi polip diantara miometriuum ligamentum luteum menjadi
- dilahirkan melalui serviks mioma intra ligamenter.
(myomgeburt)

- Nyeri - Infertilitas
Resiko tinggi - Perdarahan abnormal
kekurangan cairan (menometroragia)
- Abortus spontan, gejala dan tanda
penekanan seperti retensio urine,
hidronefrosis.

Resiko tinggi infeksi

Tanda dan Gejala


Tanda dan Gejala yang timbul tergantung letak mioma, besarnya, perubahan
sekunder, dan komplikasi. Tanda dan gejala tersebut dapat digolongkan sebagai berikut:
1. Perdaharahan abnormal seperti dismenore, menoragi, metroragi. Perdarahan dapat
menyebabkan anemia defisiensi Fe. Perdarahan abnormal ini dapat dijelaskan oleh
karena bertambahnya area permukaaan dari endometrium yang menyebabkan gangguan
kontraksi otot rahim, distorsi dan kongesti dari pembuluh darah di sekitarnya dan ulserasi
dari lapisan endometrium.
2. Rasa nyeri karena gangguan sirkulasi darah pada sarang mioma yang disertai nekrosis
dan peradangan.
3. Gejala dan tanda penekanan seperti retensio urine, hidronefrosis, hidroureter, poliuri.
4. Abortus spontan karena distorsi rongga uterus pada mioma submukosum.
5. Infertilitas bila sarang mioma menutup atau menekan pars interstitialis tuba, akibat
penekanan saluran tuba oleh mioma yang berlokasi di cornu. Perdarahan kontinyu pada
pasien dengan mioma submukosa dapat menghalangi implantasi. Terdapat peningkatan
insiden aborsi dan kelahiran prematur pada pasien dengan mioma intramural dan
submukosa
6. Gangguan pertumbuhan dan perkembangan kehamilan, seperti keguguran, Persalinan
prematuritas, Gangguan proses persalinan, Tertutupnya saluran indung telur
menimbulkan infentiritas, Pada kala III dapat terjadi gangguan pelepasan plasenta dan
perdarahan. Biasanya mioma akan mengalami involusi yang nyata setelah kelahiran.

Komplikasi
Komplikasi dapat timbul dari lokasi fibroid. Komplikasi dapat berupa perdarahan
intermiten (perdarahan terus menerus selama beberapa minggu), nyeri tunggal untuk
menorrhagia parah dan nyeri perut kronis dengan kejang intermiten, disuria dan sembelit
untuk kandung kemih dan usus kronis kejang dan bahkan untuk peritonitis. Infertilitas
mungkin hasil dari metro terus menerus dan menorrhagia, yang menyebabkan infeksi dan
rahim kejang kronis hingga non implantasi. komplikasi yang mungkin dihasilkan dari
gangguan pengobatan yaitu pendarahan, infeksi, adhesi, dan nyeri sekunder yang dihasilkan
dari upaya pengobatan (Metler, et al., 2012).
Manuaba (2007) berpendapat bahwa mioma uteri dapat berdampak pada kehamilan dan
persalinan, yaitu:
1. Mengurangi kemungkinan wanita menjadi hamil, terutama pada mioma uteri
submukosum.
2. Kemungkinan abortus bertambah.
3. Kelainan letak janin dalam rahim, terutama pada mioma yang besar dan letak subserus.
4. Menghalang-halangi lahirnya bayi, terutama pada mioma yang letaknya di serviks.
5. Inersia uteri dan atonia uteri, terutama pada mioma yang letaknya di dalam dinding
rahim atau apabila terdapat banyak mioma.
6. Mempersulit lepasnya plasenta, terutama pada mioma yang submukus dan intramural.
Menurut manuaba (2007), kehamilan dan persalinan juga dapat berdampak pada
mioma uteri, yaitu:
1. Tumor bertumbuh lebih cepat dalam kehamilan akibat hipertrofi dan edema, terutama
dalam bulan-bulan pertama, mungkin karena pengaruh hormonal. Setelah kehamilan 4
bulan tumor tidak bertambah besar lagi.
2. Tumor menjadi lebih lunak dalam kehamilan, dapat berubah bentuk, dan mudah terjadi
gangguan sirkulasi di dalamnya, sehingga terjadi perdarahan dan nekrosis, terutama
ditengah-tengah tumor. Tumor tampak merah (degenerasi merah) atau tampak seperti
daging (degenerasio karnosa). Perubahan ini menyebabkan rasa nyeri di perut yang
disertai gejala-gejala rangsangan peritonium dan gejala-gejala peradangan, walaupun
dalam hal ini peradangan bersifat suci hama (sterile). Lebih sering lagi komplikasi ini
terjadi dalam masa nifas karena sirkulasi dalam tumor mengurang akibat perubahan-
perubahan sirkulasi yang dialami oleh wanita setelah bayi lahir.
3. Mioma uteri subserosum yang bertangkai dapat mengalami putaran tangkai akibat
desakan uterus yang makin lama makin membesar. Torsi menyebabkan gangguan
sirkulasi yang nekrosis yang menimbulkan gambaran klinik perut mendadak (acute
abdomen).

Klasifikasi
Mioma umumnya diklasifikasikan menjadi 3 subkelompok berdasarkan lokasi, yaitu:
1. Mioma Uteri Subserosa
Lokasi tumor di subserosa korpus uteri dapat hanya sebagai tonjolan saja, dapat pula
sebagai satu massa yang dihubungkan dengan uterus melalui tangkai. Pertumbuhan ke
arah lateral dapat berada di dalam ligamentum latum dan disebut sebagai mioma
intraligamenter. Mioma yang cukup besar akan mengisi rongga peritoneal sebagai suatu
massa. Perlengketan dengan usus, omentum atau mesenterium di sekitarnya menyebabkan
sistem peredaran darah diambil alih dari tangkai ke omentum. Akibatnya tangkai makin
mengecil dan terputus, sehingga mioma akan terlepas dari uterus sebagai massa tumor
yang bebas dalam rongga peritoneum. Mioma jenis ini dikenal sebagai jenis parasitik.
2. Mioma Uteri Intramural
Disebut juga sebagai mioma intraepitelial biasanya multipel apabila masih kecil tidak
merubah bentuk uterus, tetapi bila besar akan menyebabkan uterus berbenjol-benjol,
uterus bertambah besar dan berubah bentuknya. Mioma sering tidak memberikan gejala
klinis yang berarti kecuali rasa tidak enak karena adanya massa tumor di daerah perut
sebelah bawah, kadang kala tumor tumbuh sebagai mioma subserosa dan kadang-kadang
sebagai mioma submukosa, di dalam otot rahim dapat besar, padat (jaringan ikat
dominan), lunak (jaringan otot rahim dominan).
3. Mioma Uteri Submukosa
Terletak di bawah endometrium, dapat bertangkai maupun tidak. Mioma bertangkai dapat
menonjol melalui kanalis servikalis, dan pada keadaan ini mudah terjadi torsi atau infeksi.
Tumor ini memperluas permukaan ruangan rahim. Dari sudut klinik mioma uteri
submukosa mempunyai arti yang lebih penting dibandingkan dengan jenis yang lain. Pada
mioma uteri subserosa ataupun intramural walaupun ditemukan cukup besar tetapi sering
kali memberikan keluhan yang tidak berarti. Sebaliknya pada jenis submukosa walaupun
hanya kecil selalu memberikan keluhan perdarahan melalui vagina. Perdarahan sulit untuk
dihentikan sehingga sebagai terapinya dilakukan histerektomi.
Selain itu, klasifikasi mioma uteri menurut FIGO (Gambar 1): (George, et al., 2015)

Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk mendiagnosa mioma uteri:
1. Ultrasonography (transabdominal, transvaginal, kontras sonohysterorography): paling
banyak digunakan karena ketersediaan, kemudahan penggunaan, dan efektivitas biaya.
USG bermanfaat untuk menilai pertumbuhan mioma jika tidak dapat diraba secara
terpisah. Contrast infusion saline atau gel sonografi dan 2D dan 3D sonohysterography,
prosedur diagnostik yang sangat akurat untuk mendeteksi lesi submukosa, semua dengan
sensitivitas dan spesifisitas 98% sampai 100%.
2. MRI adalah diagnostik yang paling akurat dalam menilai rahim karena memberikan
informasi pada ukuran, lokasi, jumlah, dan perfusi dari leiomyoma dan kemunculan
patologi uterus lainnya termasuk adenomiosis dan / atau adenomioma.
3. Laparaskopi.
4. Pemeriksaan Darah Lengkap : Hb: turun, Albumin : turun, Lekosit : turun / meningkat,
Eritrosit : turun.
5. Vaginal Toucher: didapatkan perdarahan pervaginam, teraba massa, konsistensi dan
ukurannya.
6. Sitologi: menentukan tingkat keganasan dari sel-sel neoplasma tersebut.,
7. Rontgen: untuk mengetahui kelainan yang mungkin ada yang dapat menghambat tindakan
operasi.
8. ECG: endeteksi kelainan yang mungkin terjadi, yang dapat mempengaruhi tindakan
operasi.

Penatalaksanaan
Adapun cara penanganan pada myoma uteri, yaitu:
1. Penanganan konservatif
a. Observasi dengan pemeriksaan pelvis secara periodik setiap 3-6 bulan.
b. Bila anemia, Hb < 8 g% transfusi PRC.
c. Pemberian zat besi.
d. Penggunaan agonis GnRH leuprolid asetat 3,75 mg IM pada hari 1-3 menstruasi setiap
minggu sebanyak tiga kali. Obat ini mengakibatkan pengerutan tumor dan
menghilangkan gejala, menekan sekresi gonadotropin dan menciptakan keadaan
hipoestrogenik yang serupa yang ditemukan pada periode postmenopause. Efek
maksimum dalam mengurangi ukuran tumor diobservasi dalam 12 minggu (Metler, et
al., 2012). Terapi agonis GnRH ini dapat pula diberikan sebelum pembedahan, karena
memberikan beberapa keuntungan: mengurangi hilangnya darah selama pembedahan,
dan dapat mengurangi kebutuhan akan transfusi darah, dan dapat menimbulkan
kahilangan masa tulang meningkat dan osteoporosis pada wanita tersebut.
Catatan : Baru-baru ini, progestin dan antipprogestin dilaporkan mempunyai efek terapeutik.
Kehadiran tumor dapat ditekan atau diperlambat dengan pemberian progestin dan
levonorgestrol intrauterin
2. Penanganan operatif
a. Ukuran tumor lebih besar dari ukuran uterus 12-14 minggu
b. Pertumbuhan tumor cepat.
c. Mioma subserosa bertangkai dan torsi.
d. Bila dapat menjadi penyulit pada kehamilan berikutnya.
e. Hipermenorea pada mioma submukosa.
f. Penekanan pada organ sekitarnya.
Jenis operasi yang dilakukan dapat berupa :
a. Enukleasi Mioma
Dilakukan pada penderita infertil atau yang masih menginginkan anak atau
mempertahankan uterus demi kelangsungan fertilitas. Sejauh ini tampaknya aman, efektif,
dan masih menjadi pilihan terbaik. Enukleasi sebaiknya tidak dilakukan bila ada
kemungkinan terjadinya karsinoma endometrium atau sarkoma uterus, juga dihindari pada
masa kehamilan. Tindakan ini seharusnya dibatasi pada tumor dengan tangkai dan jelas
yang dengan mudah dapat dijepit dan diikat. Bila miomektomi menyebabkan cacat yang
menembus atau sangat berdekatan dengan endometrium, kehamilan berikutnya harus
dilahirkan dengan seksio sesarea.
Kriteria preoperasi menurut American College of Obstetricians Gynecologists
(ACOG) adalah sebagai berikut :
- Kegagalan untuk hamil atau keguguran berulang.
- Terdapat leiomioma dalam ukuran yang kecil dan berbatas tegas.
- Apabila tidak ditemukan alasan yang jelas penyebab kegagalan kehamilan dan
keguguran yang berulang.
b. Histerektomi
Dilakukan bila pasien tidak menginginkan anak lagi, dan pada penderita yang memiliki
leiomioma yang simptomatik atau yang sudah bergejala. Kriteria ACOG untuk
histerektomi adalah sebagai berikut:
- Terdapatnya 1 sampai 3 leiomioma asimptomatik atau yang dapat teraba dari luar dan
dikeluhkan olah pasien.
- Perdarahan uterus berlebihan : Perdarahan yang banyak bergumpal-gumpal atau
berulang-ulang selama lebih dari 8 hari dan Anemia akibat kehilangan darah akut atau
kronis.
- Rasa tidak nyaman di pelvis akibat mioma meliputi :
Nyeri hebat dan akut.
Rasa tertekan punggung bawah atau perut bagian bawah yang kronis.
Penekanan buli-buli dan frekuensi urine yang berulang-ulang dan tidak
disebabkan infeksi saluran kemih.
Menurut Thompson, JD dan Warshaw J (1997) dalam Hadibroto, B (2005),
histerektomi perabdominal dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu total abdominal
hysterectomy (TAH) dan subtotal abdominal hysterectomy (SAH). Pemilihan jenis
pembedahan ini memerlukan keahlian seorang ahli bedah yang bertujuan untuk
kepentingan pasien. Masing-masing prosedur hysterektomi memilki kelebihan dan
kekurangan.

Kategori Total Abdominal Hysterectomy Subtotal Abdominal


(TAH) Hysterectomy (STAH)
Kelebihan Dengan TAH, seluruh Dilakukan untuk
abdomen dan pelvis dapat menghindari resiko
dikaji, hal ini baik bagi operasi yang lebih besar,
perempuan dengan kanker seperti perdarahan yang
sebab dapat membantu banyak, trauma opersai c. M
mengkaji seberapa besar pada ureter, kandung iomekto
pertumbuhan kankernya. kemih dan rectum. mi
TAH berguna bila fibroid Ketika serviks
M
atau kanker yang akan ditinggalkan,menurut
dioperasi berukuran besar. penelitian Kilkku, 1983 iomekto
di dapat data bahwa mi sering
terjadinya dyspareunia
dilakuka
akan lebih rendah
disbanding yang n pada
mengalami TAH, wanita
sehingga tetap bisa
yang
menjalani fungsi seksual.
ingin
Kekurangan Pada TAH, jaringan granulasi Pada STAH, serviks masih mempert
yang timbul pada tungkul tetap ditinggalkan, sehingga
ahankan
vagina dan perdarahan paska kemungkinan timbulnya
operasi dimana keadaan karsinoma serviks dapat fungsi
initidak terjadi pada pasien terjadi. reproduk
yang menjalani STAH. sinya
dan tidak
ingin dilakukan histerektomi. Dewasa ini ada beberapa pilihan tindakan untuk melakukan
miomektomi, berdasarkan ukuran dan lokasi dari mioma. Tindakan miomektomi dapat
dilakukan dengan laparoktomi, histeroskopi maupun dengan laparoskopi (Namnnoun, AB
(1997); Falcone, T, dkk (2002) dalam Hadibroto, B (2005)).
Miomektomi juga dapat dilakukan dengan menggunakan laparoskopi. Mioma yang
bertangkai diluar cavum uteri dapat diangkat dengan mudah secara laparoskopi. Mioma
subserosum yang terletak didaerah permukaan uterus juga dapat diangkat dengan mudah
secara laparoskopi. Tindakan laparoskopi dilakukan dengan ahli bedah memasukkan alat
laparoskopi ke dalam abdomen melalui insisi yang kecil pada dinding abdomen. Keunggulan
laparoskopi adalah masa penyembuhan paska operasi yang lebih cepat antara 2-7 hari. Resiko
yang terjadi pada pembedahan laparoskopi termasuk perlengketan, trauma terhadap organ
sekitar seperti usus, ovarium, rektum serta perdarahan. Sampai saat ini miomektomi dengan
laparoskopi merupakan prosedur standar bagi wanita dengan mioma uteri yang masih ingin
mempertahankan fungsi reproduksinya (Falcone, T (2002); Tulandi (1996) dalam Hadibroto,
B (2005)).
Miomektomi adalah pengambilan mioma saja tanpa pengangkatan uterus. Apabila
wanita sudah dilakukan miomektomi kemungkinan dapat hamil sekitar 30 50%. Dan perlu
disadari oleh penderita bahwa setelah dilakukan miomektomi harus dilanjutkan histerektomi.
Lama perawatan :
1 hari pasca diagnosa keperawatan.
7 hari pasca histerektomi/ miomektomi.
Masa pemulihan :
minggu pasca diagnosa perawatan.
6 minggu pasca histerektomi/ miomektomi.
d. Penanganan Radioterapi
Hanya dilakukan pada pasien yang tidak dapat dioperasi (bad risk patient).
Uterus harus lebih kecil dari usia kehamilan 12 minggu.
Bukan jenis submukosa.
Tidak disertai radang pelvis atau penekanan pada rektum.
Tidak dilakukan pada wanita muda, sebab dapat menyebabkan menopause.
Maksud dari radioterapi adalah untuk menghentikan perdarahan
Saat ini penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar penyakit dapat dicegah dengan
mengubah gaya hidup. Penelitian yang dilakukan oleh Bani, et al. (2013) adalah
membandingan gizi pada wanita dengan dan tanpa leiomioma uterus di Tabriz pada tahun
2012. Hasil pada penelitian ini adalah nilai rata-rata gizi pada orang sehat adalah lebih dari
nilai rata-rata wanita dengan mioma. Hal ini menunjukkan menunjukkan bahwa asupan
nutrisi bermanfaat lebih tinggi pada wanita sehat dan ini mungkin terkait dengan risiko
Leiomioma, sehingga mendorong orang untuk memodifikasi diet makanan.
DAFTAR PUSTAKA

Anwar, M. (2011). Ilmu Kandungan Edisi 3. Jakarta : PT Bina Pustaka Sarwono


Prawirohardjo.

Bani, S., et al. (2013). Leiomyoma and Nutrition, a Case-Control Study. International
Journal Women Health and Reproduction Sciences.

George, et al. (2015). The Management of Uterine Leiomyomas. Journal Obstet Gynaecol,
vol 37(2): 157178.

Hadibroto Budi R. (2005). Mioma uteri. Dalam: Majalah Kedokteran Nusantara Volume
38,No.3,September 2005: 255-260.

Kurniasari, T. (2010). Karakteristik Mioma Uteri Di RSUD Dr. Moewardi Surakarta


Periode Januari 2009 Januari 2010. Laporan Penelitian Mahasiswa FK.

Manuaba, I. B. (2007). Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan, dan Keluarga Berencana


Untuk Pendidikan Bidan. Jakarta: EGC.

Metler, et al. (2012). Complications of Uterine Fibroids and TheirManagement,


SurgicalManagement of Fibroids, Laparoscopy and Hysteroscopy versus
Hysterectomy, Haemorrhage, Adhesions, and Complications. Obstetrics and
Gynecology International, doi:10.1155/2012/791248.

Muzakir. (2008). Profil Penderita Mioma Uteri di RSUD Arifin Achmad Provinsi Riau
periode 1 Januari-31 Desember 2006. Laporan Penelitian.

Pierce, S. A. (2005). Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta: EGC.

UNS. Benson, R. (2008). Buku Saku Obstetri dan Ginekologi Edisi 6. Jakarta: EGC.

Wiknjosastro, H. (2008). Ilmu Kandungan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono


Prawirorardjo.

Anda mungkin juga menyukai