BAJA I Baut

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 56

BAB II

BATANG TARIK (TENSION MEMBERS)

1. Teori dan Rumus Rumus

a. Bentuk bentuk penampang tarik yang umumnya

dipergunakan :

b. Batang tarik tanpa adanya perlemahan akibat lubang

:

Tarik =

N = Gaya Tarik yang bekerja

Abruto = Luas penampang bruto

= Tegangan dasar

c. Batang tarik dengan adanya perlemahan akibat

lubang :

Distribusi tegangan sekitar lubang.Pada pinggir

lubang, tegangan maksimum kira kira 3 kali

tegangan rata rata. PPBBI membatasi harga

tegangan tarik rata rata :



Rata2 = 0,75

Cara menentukan besarnya luas penampang netto

Jumlah lubang = n tapi dalam 1 baris

Anetto = . 3 = 1 .

a1 = diameter lubang
Jika letak lubang tidak segaris

Kita tinjau beberapa potongan dan luas penampang

netto untuk setiap potongan kita hitung dan ambil

nilai yang terkecil.Tinjau potongan yang melalui

No. 1 yaitu pot a-a.

Anetto = 1.

Tinjau potongan yang melalui lubang 1,4 yaitu pot

b-b

Jarak horizontal lubang 1 dan 4 dinamakan s

Jarak vertikal lubang 1 dan 4 dinamakan u

Anetto = 2 dimana t = tebal pelat.


2 + ,
4

Bandingkan dengan syarat PPBBI ps. 3.2.3 :

Anetto = 85% .

Dari ketiga nilai Anetto tersebut kita pilih nilai

terkecil.

Kita tinjau lagi letak lubang sebagai berikut :

Tinjau potongan 1 yang melalui A dan B :

Anetto = 2

Tinjau potongan 2 yang melalui A, B, C :

12 2
Anetto = 3 + + 41
41 2

Tinjau potongan 3 yang melalui lubang A, C, D :

2 2 .
Anetto = 3 + 41 + 4
2
1 2
Bandingkan dengan syarat PPBBI : Anetto = 85%

Abruto

Dari keempat nilai Anetto pilih terkecil.

Jarak lubang dalam arah horizontal = s

Jarak lubang dalam arah vertikal adalah u1 dan u2

u2 = +

tinjau potongan 1-1 yang melalui lubang A dan E :

Anetto 1-1 = 2

Tinjau potongan 2-2 yang melalui lubang B, D, F :

2 2
Anetto 2-2 = 3 + 4 + 4
1 2

Dimana u2 = +

Lalu bandingkan dengan syarat PPBBI : =

85% ambil harga terkecil.

d. Pengertian luas netto efektif (Effective Net

Area0

Pada batang tarik dimana elemen elemen tariknya

tidak sebidang seperti tergambar pada halaman 12.

Gaya N (tarik) disalurkan dari pelat 1 ke profil 2

melalui sarana penyambung (baut, paku keling

d.l.l).

Harga N yang diizinkan lebih kecil daripada dan

Jadi ada harga luas netto efektif (Ae)


Menentukan besarnya reduksi untuk luas netto

efektif sebagai berikut :

Ae = .

Ae = Luas netto efektif

Ct = Faktor reduksi

An = Luas netto

Untuk profil bentuk M, W, S atau T (yang terbuat

dari profil M, W, S) dimana jumlah baut dalam arah

gaya (dalam 1 brs) minimum 3 bh Ct = 0,90

Untuk semua bentuk dan penampang Built up,

dimana jumlah baut dalam 1 baris searah gaya

minimum 3 bh Ct = 0,85

Untuk batang dimana jumlah baut 1 baris searah

gaya minimum 2 bh Ct = 0,75

e. Tegangan izin tarik pada batang tarik

PPBBI ps 3.2.1 : tegangan tarik izin = 0,75

AISC 1.5.1.1,1978 :

Untuk batang baja bulat berulir (Deformed Bar) :

Ft = 0,33 fu

Fu = Tegangan tarik Batas, misal untuk mutu baja

A36 yaitu fu = 58 ksi

Ft = tegangan tarik izin

Untuk batang baja penampang tidak bulat :

Ft = 0,6 fy pada luas penampang bruto


Ft = 0,5 fu pada luas penampang netto efektif

Fy = tegangan leleh baja

Misal untuk mutu baja A36 yaitu fy = 36 ksi

f. Efek panjang batang (Length Effect)

Baik PPBBI maupun AISC membatasi kelangsungan

batang tarik sebagai berikut :



untuk batang utama = 240 (konstruksi utama)


untuk batang penyokong (Lateral Bracing) dan

konstruksi sekunder = 300

g. Batang tarik dari baja bulat :

Batang tarik dari baja bulat digunakan untuk :

a. Pengikat gording pada bangunan

b. Pengikat vertikal untuk balok baja

c. Penggantung plafond d.1.1

PPBBI mengatur tentang batang tarik berupa baja

bulat sebagai berikut :

Sebaiknya memakai wartel mur yang dipasang pada

tempat tempat yang tak mudah dijangkau orang dan

diameter batang baja bulat 1/500 panjang batang.

h. Merencanakan penampang batang tarik :

Jika diketahui besarnya gaya tarik (Normal),

panjang batang dan mutu baja, pertanyaan ukuran

profil?
Maka langkah perhitungan adalah sebagai berikut :

1. Berdasarkan mutu baja, tentukan tarik = 0,75



2. =


3. = 85%


4. Lalu check apakah 240

Jika ya maka pilih profil



5. Lalu check thd tarik = < 0,75

Jika lebih besar, profil diubah lagi


BAB III

ALAT PENYAMBUNG & SAMBUNGAN

1. Teori dan rumus rumus

Pada bab ini akan kita bahas alat penyambung berupa

baut dan las, sedangkan untuk paku keling tidak kami

bahas karena perhitungan sama seperti pada baut

hanya tegangan izinnya saja yang berlainan. Di

samping itu juga akan dibahas tentang sambungan

batang tarik, balok konsol.

Alat alat penyambung adalah sebagai berikut :

1. Baut (Bolt)

Ada 2 macam baut berkekuatan tinggi (High

Strength bolt) dan baut hitam.

2. Paku keling (Rivet)

3. Las (Welding)

Kalau dibandingkan ketiga sarana penyambung ini maka

las merupakan sarana penyambung yang menghasilkan

sambungan yang kaku, sedangkan paku keling

menghasilkan sambungan yang lebih kaku jika

dibandingkan dengan baut, tetapi kurang jika

dibandingkan dengan las.


1.1. Alat penyambung berupa baut

Di Indonesia baut hitam (dibuat dengan mesin)

masih banyak dipakai sedangkan di luar negeri

baut kekuatan tinggi telah menggantikan hitam.

1.1.1. Baut berkekuatan tinggi

Baut yang banyak digunakan adalah baut

A325 & A490.Kepala baut berbentuk segi

enam.Pada kepala baut tertulis tanda

baut tersebut (A325 atau A490).

Baut A325 dan A490 dibedakan atas 3 type

Type 1 : Baut baja karbon sedang

Type 2 : Baut baja karbon rendah

Type 3 : Baut baja karbon karet

Dimensi baut dan kekuatan tarik minimum

untuk A325 dan A490

Ukuran Kekuatan tarik


Dimensi Baut A325 = A490
baut minimum
nominal Kepala+Badan Mur A325 A490
(D)
Pjg
F H W H
Inch mm ulir Kip Kn Kip Kn
inch inch inch inch
inch
1/2 12,7 7/8 5/16 1 1 7/8 12 53 15 67
5/8 16 17/16 25/64 5/4 17/16 39/64 19 85 24 107
3/4 19 5/4 15/32 11/8 5/4 47/64 28 125 35 156
7/8 22 23/16 35/64 3/2 23/16 55/64 39 173 49 218
1 25,4 13/8 39/64 7/4 13/8 63/64 51 227 64 285
9/8 29 29/16 11/16 2 29/16 17/64 56 249 80 356
1
5/4 32 2 25/32 2 2 71 316 102 454
7/32
11/8 35 35/16 27/32 9/4 35/16 1 85 378 121 538
11/32
1
3/2 38 11/8 15/16 9/4 11/8 103 458 148 658
15/32
Catatan : 1 kip = 454 kg

1 kN = 100 kg

1.1.2. Baut Hitam

Dibuat dari baja karbon rendah memenuhi

standar ASTM-307 dipakai pada struktur

ringan seperti gording, rangka batang

yang kecil, rusuk dinding.

Baut hitam dibagi atas 2 jenis yaitu :

1. Baut yang tidak diulir penuh

(Threads excluded from shear

plane)= ulir tidak ada pada bidang

geser.

2. Baut diulir penuh

(Threads in shear plane) = ulir

baut ada pada bidang geser.

Catatan :

ASTM A307 adalah tentang

Specifications for low car bon

steel externally & internally

threaded fasteners
A. Mutu Baut Hitam

Pada kepala baut biasanya ditulis dengan kode

seperti contoh : 4.6 ; 4.8

4.6 artinya tegangan leleh minimum baut = 4 x 6 x

100 = 2400 kg/cm2

Dan 4.8 artinya tegangan leleh minimum = 3200 kg/cm2

Pada ASTM A-307 : kekuatan tarik untuk mutu A dan B

adalah minimal 60 ksi = 4200 kg/cm2

B. Pengertian diameter nominal, diameter kern

Diameter nominal adalah diameter yang tercantum pada

nama perdagangan untuk baut tersebut.

Misal baut M12, artinya diameter nominal = 12 mm

Untuk baut tak diulir penuh, diameter nominal adalah

diameter terluar dari batang baut.

Untuk baut diulir penuh, diameter inti (teras, kern)

batang ditulis dengan notasi dk ataud1(pada tabel

baja. Baut hitam yang sering dipergunakan adalah :

M10 (=3/8); M12 (=1/2); M16 (=5/8); M20 (=3/4)

M22 (=7/8); M25 (=1); M38 (=1 ).

Kami ambilkan dari tabel baja untuk baut hitam

sebagai berikut :

Diameter Nominal Tinggi


Diameter inti
mur Keterangan
Inch mm dk (mm)
(mm)
3/8 9,52 9 7,49 M10
12,70 13 9,99 M12
5/8 15,87 16 12,92 M16
19,05 19 15,80 M20
7/8 22,22 22 18,61 M22
1 25,40 25 21,34 M25
1 38,10 38 32,68 M38

C. Diameter yang dipergunakan untuk menghitung luas

penampang

Untuk baut yang tidak diulir penuh :


1
H = 4 2

Untuk baut yang diulir penuh :

Ada referensi yang langsung memakai diameter ini

(kern) dk dan ada yang memakai rumus :

+ 3
=
4
1
PPBBI tidak mengatur tentang hal ini. Jadi = 4 2

D. Jenis jenis sambungan yang menggunakan baut :

1. Lap Joint (Sambungan Overlap)

Pada keadaan ini baut memikul 1 irisan.Gaya yang

bekerja pada baut adalah tegak lurus sumbunya

menimbulkan tegangan geser 1 sb baut.

2. Butt Joint

Baut bekerja 2 irisan

Gaya yang bekerja pada baut adalah tegak lurus

sumbunya menimbulkan tegangan geser 1 sb baut.

3. Baut yang dibebani // sumbunya.


Menimbulkan tegangan tarik // sumbunya.

4. Baut yang dibebani // sb dan !sumbunya.

AISC membagi sambungan atas 3 yaitu :

1. Sambungan yang kaku (Rigid)

2. Sambungan sendi (Pin Connected)

3. Sambungan semi kaku (Semi Rigid = Partially

Restrained)

E. Daya Pikul 1 baut dan tegangan izin untuk baut :

Kekuatan baut 2 irisan = 2 kali kekuatan baut 1

irisan. Kekuatan baut biasanya ditulis dengan notasi

N : karena baut memikul geser maka ditulis

1
untuk 1 irisan : 1 irisan = 2 untuk baut tak
4

1
diulir penuh. = 2 untuk baut diulir penuh.
4

Untuk 2 irisan : 2 irisan = 2 1

Catatan :

Pada referensi yang lain, untuk baut diulir penuh

dipergunakan dk (diameter inti).

Untuk meninjau kekuatan baut, selain ditinjau baut

itu sendiri juga ditinjau kekuatan pelat di sekitar

lubang baut.

Jika pelat tidak kuat, maka lubang baut pada pelat

akan berubah bentuk dari bundar menjadi oval.


Pada bidang kontak antara baut dan pelat terjadi

tegangan yang disebut tegangan tumpuan (Stuik)

ditulis dengan notasi

H = d.s

Dimana d = diameter lubang

Untuk baut baik tak diulir penuh maupun diulir

penuh, d diambil sebagai berikut :

Untuk baut hitam : d = + 1

Baut mutu tinggi : d = + 2

(Lihat PPBBI ps. 8.1.11)

S = Tebal pelat terkecil antara pelat yang disambung

dan pelat penyambung.

Tp = tegangan tumpuan izin

Tegangan izin baut diatur pada PPBBI ps 8.2 sebagai

berikut :

Tegangan geser izin : = 0,6

Tegangan tarik izin : tr = 0,7

Tegangan idiil (akibat geser + tarik) izin :

2 2
= + 1,56

Catatan :

2 2
Pada beberapa referensi nilai = +3
Perhitungan untuk baut pada contoh soal sebagai

tegangan. Idiil kami pakai rumus

2 2
= +3

Tegangan tumpukan yang dilakukan :

= 1,5 untuk1 2d

= 1,2 untuk 1,5d 1 2d

1 = jarak sb baut paling luar ke tepi bagian yang

disambung.

F. Jarak baut dan jumlah baut dalam 1 baris :

Jumlah baut maksimum dalam 1 baris = 5 buah (PPBBI

ps.8.2.2)

Jarak antara baut ke baut dalam 1 baris = s

Jarak antara sumbu baut paling luar dengan ujung

bagian pelat yang disambung = 1

1,2d 1 3d atau 6t, t = tebal terkecil pelat yang

disambung

2,5d s 7d atau 14t

Jarak antara baris baut yang satu dengan baris yang

lain = u

2,5d u 7d atau 14t

1,2d 1 3d atau 6t

Untuk pemasangan baut berseling :

s2 (7d 0,5 u)
(14t 0,5 u)

G. Sambungan yang membebani bautnya tegak lurus sumbu

baut.

1. Gaya tarik bekerja sentris

Maksudnya bekerja pada ttk berat pola baut.

Pola baut adalah sebagai berikut :

Karena P bekerja sentris maka masing masing baut

memikul 1/6 P.

2. Gaya yang bekerja tidak melalui titik berat pola

baut : (Eksentris)

Terhadap titik berat pola baut ada eksentrisitas =

e. P dipindahkan ke titik berat pola baut, timbul

momen = p.e. akibat P yang sekarang sudah sentris,

masing masing baut memikul 1/6 P

Akibat momen, gaya yang dipikul baut dipergunakan

rumus sebagai berikut :

M = 1 . 1 + 2 . 2 ++6 . 6

Dimana 1, 6 adalah jarak baut ttk berat pola baut

1 2
= ==
1 2

1 .
1 =

2 .
2 =

Dan seterusnya.
1 . 2 . .2 . .
Diperoleh M = . 1 + + + = (12 + 22 + 32 +

+ 2 )


N = 2

.
=
1 2

6 .
Jadi 6 = 2 +2 ++ 2
1 2 6

6 dapat diuraikan atas 6 dan 6

6 .6
= 2 2
1 ( + )

Untuk menentukan besarnya masing masing gaya

baut akibat M lebih baik ditebalkan seperti

berikut :

No. X (dihitung dari titik


y X2 Y2 Kx ky
baut pola)
1 - ... +
2 - ... 0
3 - ... -
4 + ... +
5 + ... 0
6 + ... -

Kemudian akibat gaya P dan M, gaya baut yang

paling besar di check terhadap kekuatan baut

(geser dan tumpuan).

Catatan :
Biasanya baut yang menerima gaya paling besar

akibat momen P.e adalah baut terluar, dalam hal

ini adalah baut No. 1,3,4,6

H. Sambungan yang membebani baut //sumbunya

Kebanyakan sambungan ini adalah sambungan pelat

konsol ke kolom.P dipindahkan pada bidang kontak

antara konsol dengan kolom.Timbul momen P.e.

Gaya P sendiri dipikul oleh 2 baris baut masing

masing 5 bh (lihat gambar halaman 31), masing

masing baut = 0,1 P

Akibat momen = P.e : Perhitungan gaya yang dipikul

baut dapat dilakukan 2 cara

Cara 1 : Dengan anggap bahwa pelat konsol berputar

dimana titik perputarannya adalah baut paling bawah,

dalam hal ini adalah baut No. 5.

Cara II : Dengan metode luas pengganti (Transformed

area method)

Cara I :

Jarak baut 1 ke baut 5 (titik putaran) = 1

Jarak baut 2 ke baut 5 = 2

Jarak baut 3 ke baut 5 = 3

Jarak baut 4 ke baut 5 = 4

Jarak baut 4 ke baut 5 = 4


M = 1 1 + 2 2 + 3 3 + 4 4

1 adalah gaya yang dipikul oleh baut No. 1 (ingat

ada 2 baut).

Perbandingan segitiga :

1 2
= ==
1 2

M = 1 . 1 + 2 . . 2 + + . .


= (12 + 22 + + 2 )


= =1 2

.
=
=1 2

.
Jadi 1 = 2
=1

Gaya baut paling besar diterima oleh baut No. 1 (ada

2 baut. Jadi pengecekan baut adalah untuk baut No.1:

Akibat P yaitu 1 (1 baut) = 0,1 P yaitu menimbulkan

0,5(.1 )
P.e yaitu 1 (1 baut) = 2 yaitu menimbulkan
=1

= 2 +3 2

Sekarang kita tinjau pelat konsol yang dibebani gaya

vertikal dan horizontal di titik A.

Gaya v dan H dipindahkan ke titik berat pola

baut.Pola baut ada 2 tipe yaitu yang menghubungkan


siku dengan pelat-konsol dan yang menghubungkan siku

dengan flens kolom.

Kita tinjau baut yang menghubungkan siku dengan

pelat konsol :

Pindahkan V dan H ke titik berat pola baut.

Timbul M

Akibat H masing masing baut memikul 0,25 H

Akibat V masing masing baut memikul 0,25 V

Akibat momen : Baut yang memikul gaya terbesar

adalah 1 dan 4 tetapi arah gaya yang diterima baut 4

searah dengan akibat gaya H (baut 4 memikul 0,25 H),

sedangkan arah gaya yang diterima baut 1 berlawanan

arah dengan akibat H sehingga baut 4 lah yang kita

tinjau.

4 = 42 + 42 dicheck terhadap daya dukung baut (N)

Sekarang kita tinjau hubungan siku ke flens kolom :

Akibat V dipikul oleh 8 baut masing masing 0,125 V

akibat H (tekan) baut tidak memikulnya, tetapi flens

kolom yang memikulnya. Akibat M adalah seperti telah

dijelaskan sebelum ini.

Cara II : Dengan metode luas pengganti

(Transformmed area method)


Langkah perhitungan adalah sebagai berikut :

1. Tentukan lokasi garis netral, baut baut yang

terletak diatas garis netral akan tertarik

sedangkan baja siku (penghubung konsol dan flens

kolom) akan tertekan. Jarak baut ke baut = s.

Luas baut diatas garis netral dapat gantikan

dengan luas pengganti berupa persegi panjang.


1
Luas pengganti = 1 . = 4 2

1
2
4
1 =

Statis momen terhadap garis netral = 0


1 1
1 ( ). 2 ( )=b.x.2

X diperoleh

b = lebar flens siku

2. Tegangan maksimum akibat momen yang bekerja yang

terjadi pada baut paling atas sama dengan tegangan

maximum yang terjadi pada luas pengganti ini.

Menentukan momen inersia :

1 1
I = ( )3 + 3 3
3 1

Menentukan tegangan tarik yang terjadi :

( )
=
2
Angka 2 disini menyatakan bahwa momen M dipikul

oleh 2 baris baut jadi masing masing memikul

1/2nya.

Menentukan tegangan geser yang dipikul oleh baut :

Jumlah baris = 2

Jumlah baut 1 baris = n




= 12 2

4

3. Syarat PPBBI :

= 2 +3 2

Atau AISC :( )21


= tegangan tarik yang terjadi

= tegangan tarik izin

= tegangan geser yang terjadi

= tegangan geser izin

1.1.3. Sambungan kolom dan balok (hanya memikul

lintang)

Sambungan ini ada 2 macam yaitu :

- Sambungan yang tidak diperkaku

(Unstffened seat connection).

- Sambungan yang diperkaku (stffened

seat connection).
Sambungan yang tidak diperkaku :

Biasanya dipergunakan jika reaksi balok

tidak terlalu besar yaitu kira 15 s/d 20

ton.

Tipe tipe SEAT ANGLE

(kami ambilkan dari manual of steel

contruction, LRFD, AISC page 5-40 s/d

5-5-48)

Pada tabel V, Bab 5 AISC manual practice

of steel contruction, LRFD dapat kita

tentukan ukuran seat angle yang

diperlukan jika diketahui reaksi yang

bekerja, mutu baja.

Gaya reaksi dari balok dianggap

disalurkan ke suatu panjang seat angle

diukur dari ujung balok ke suatu titik,

jarak tersebut kita namakan B.


B = .

= tegangan tumpuan yang diizinkan =

1,35

= tebal badan

B = B - 2 3

Dan b tidak boleh kurang dari B/2


B = panjang dari bidang kontak dudukan

diukur dari ujung balok.

2 = jarak dari serat terluar ke akhir

lengkungan pada flens dalam.

Gaya reaksi tersebut dianggap terbagi

rata sepanjang b, pada seat angle jarak

kosong antara ujung balok dan permukaan

luar kolom dianggap = 13 mm.

Penampang kritis dari siku, dapat

dianggap berlokasi sejauh 10 mm dari

permukaan kaki yang vertikal dari Seat

angle.

Jadi momen kritis pada Seat Angle

adalah :


M = R (1,3 + 2
1,0)


= R (2 + 0,3) kg/cm

T = tebal Flens dari seat angle (cm)

Jika panjang Seat angle = L

L biasanya sama atau kurang sedikit dari

lebar flens kolom. Dan = tegangan

normal akibat lentur (yang diizinkan).



Maka : =1
2
6
Jadi ukuran seat angle dapat kita

peroleh untuk cleat angle biasanya

dipergunakan L 100.75.9

(Flens vertikal = 75 mm, flens

horizontal = 100 mm)

Sekarang kita tinjau sambungan yang

diperkaku :

Jika reaksi balok melebihi 20 ton,

ketebalan Seat angle untuk sambungan

yang tidak diperkaku menjadi besar

sehingga profil yang diperlukan tidak

ada di pasaran, atau jumlah baut yang

perlu menjadi banyak (dipasang pada kaki

yang vertikal) sehingga lebar Seat

angle yang diperlukan melebihi lebar

kolom. * = flens, (ini tidak dapat

dipakai). Untuk itulah diperlukan

pengaku.

Lebar dari Stiffening Leg (Kaki

pengaku) = B

B =
.

Gaya reaksi tersebut disalurkan ke seat

angle melalui panjang bidang kontak b.


B = B-3. 2


Dan b tidak boleh kurang dari 2

Dengan diketahuinya B, kita dapat

menentukan profil dari Stiffening

Leg.Yang perlu diingat adalah tebal

siku ataupun profil T yang dipakai harus

lebih besar daripada tebal badan dari

profil balok.

Pengecekan Steffening Leg adalah

sebagai berikut :

Beban reaksi R disebarkan merata

sepanjang b.

Momen yang bekerja adalah terhadap sb y,

untuk kasus kedua siku dihubungkan

dengan baut atau paku keling.Tetapi jika

kedua siku ini terpisah, maka akan

terjadi momen terhadap sumbu xx dan

yy. jika reaksi balok = R, dipukul

oleh 2 siku Stiffening Leg.


1
= ()
2

1
= .
2

Akibat :
Stiffening Leg akan berputar dengan

titik putarnya : baut 4 baut Nomor 1

memikul gaya tarik terbesar :

. 1
1 =
3=1 2

Akibat : Cari titik berat pola baut

.1
1 (berupa geser) = 4=1 2

1adalah jarak baut No.1 terhadap titik

pola baut.

1 = Adalah akibat , dan

akibat R (dipikuloleh 8 baut).

1.1.4. Sambungan balok dan kolom, yang memikul

momen + geser

Kadang kadang sambungan balok dan

kolom harus memikul momen + geser yang

besar, seperti pada portal baja, gable

frame.

1. Sambungan kaku (Rigid Connection)

Pada sambungan jenis ini, tak boleh

terjadi perubahan sudut antara bagian

bagian yang disambung.

2. Sambungan setengah kaku (Semi rigid

Connection).
Pada sambungan ini, perubahan sudut

antara bagian yang disambung boleh

terjadi.

Kita tinjau sambungan berikut memikul

momen + geser.

Sebelum kita membahas teori ini baiklah

kita bahas dulu perencanaan siku

penghubung balok kolom sebagai berikut :

Pada sambungan balok dan kolom yang

hanya memikul lintang (geser) saja, siku

penghubung balok dan kolom harus

berdemorfasi sedemikian sehingga

memenuhi syarat sambungan yang semi

kaku.Tetapi jika tak boleh terjadi

deformasi, maka akan ada momen yang

terjadi pada siku tersebut, yang akan

menimbulkan gaya pada baut, disamping

gaya lintang yang bekerja. Untuk

sambungan yang kaku sekali, deformasi

ini tak boleh terjadi. Deformasi yang

terjadi akan tertahan oleh baut No.A

(gaya baut berupa tarik).

Misalkan gaya baut A = R


Anggap di baut A dan C, perletakan

berupa jepit.

= =0

Panjang siku = b
1
Momen inersia flens siku = 3
12

T = tebal flens

Tinjau bagian BC :
.2 .2 1
= + dimana = (lihat
3 6 2

.2
Mekanika Teknik III jilid 1)= (1)
4

Tinjau bagian AB :

.1 .1
= = 0 (A dianggap jepit)
3 6 1

.1 .1
Jadi =
3 6

. 1 . 1
=
3 6 1

. 1 . 1 . 1 . 1
= +
3 6 3 6
1 1 1 .1
= (3 3 ) = ( 1 + ) = ( +
6 6 2

)... (2)

Persamaan (1) dan (2) diperoleh :

2. 1 12
=
41 + 2

1 (21 +2 )
Dan 41 +2
Jika 1 = 2 = diperoleh = 0,6

= 0,4

= 0,2

Jadi jika deformasi terjadi pada siku

penyambung, maka pada siku tersebut akan

terjadi momen. Momen ini dipergunakan

untuk merencanakan tebal flens siku

penyambung.

Kita juga bisa menghitung besarnya :

1
= ( 2 )
3


= (0,6 0,2 )
3

0,1333 3
=

Jika sebagai penyambung bukan digunakan

siku tetapi profil T tersebut adalah

simetris terhadap titik B sehingga

tangen sudut di B = 0 sehingga momen

yang bekerja pada profil T adalah =

= 0,5

Lihat gambar 1

Akibat momen :

A. Baut penghubung siku ke flens kolom.


Baut 1 dan 2 memikul gaya tarik, 3

dan 4 tekan. Lengan momen antara

titik berat baut 1,2 dengan titik

berat baut 6,7 dan a.



A = dimana daya pikul baut

= 2 kali daya pikul 1 baut.

Dengan harga a kita dapat perkiraan

profil siku yang dipakai.

B. Baut penghubung siku ke flens balok

Lengan momen = h = tinggi profil.



Gaya geser yang bekerja pada baut =

jumlah baut pada masing-masing siku =




1

C. Menentukan ukuran profil siku :

Setelah kita peroleh jumlah baut yang

menghubungkan siku dan flens kolom,

jarak-jaraknya ditentukan dan kita

hitung lagi lengan momen a.

Momen yang dipergunakan untuk

menentukan ukuran siku adalah M = 0,6

R.a

Diman R =

Check tegangan : =1
2
6

B = panjang siku (bidang gambar)

T = tebal siku. Diperoleh tebal flens

siku.

Akibat lintang :

Dipikul oleh siku yang menghubungkan

badan balok dengan flens kolom.

Baut yang menghubungkan badan balok dan

siku :

Baut bekerja 2 irisan, cari daya pikul

baut.


Jumlah baut =

D = lintang yang bekerja

Baut yang menghubungkan flens kolom dan

siku :

Baut bekerja 1 irisan.



Jumlah baut =
1

Tinjau sambungan tipe II (Mempergunakan profil T)

Akibat momen :

A. Baut yang menghubungkan siku dengan flens kolom

: cara pengerjaannya idem dengan yang diatas.

B. Baut yang menghubungkan flens balok dan siku :

cara pengerjaannya idem.


C. Ukuran profil :

Ingat M = 0,5 R.a

Akibat lintang :

Idem

Catatan :

Lengan momen untuk merencanakan baut penghubung

siku dengan flens kolom adalah tinggi profil = h

Untuk jelasnya silahkan anda lihat contoh-contoh

soal.

1.1.5. Sambungan pada gelegar

Sambungan pada gelegar tarik berupa :

- Sambungan pada badan (Web)

- Sambungan pada flens

Masing-masing pelat penyambung mempunyai

fungsi yaitu :

Pelat penyambung flens :

Memikul momen flens

Pelat penyambung badan :

Memikul momen badan + gaya lintang

Jadi jika flens terputar, maka harus

disambung dengan pelat penyambung flens

yang mampu memikul momen flens.


Jika badan terputus, maka harus disambung

dengan pelat penyambung badan yang mampu

memikul momen badan.

Pembagian momen yang bekerja : atas momen

flens dan momen badan :

2
2
= = =


Jadi : .

Dan =

Menentukan :

1
= ( 2 )2
12

Macam-macam sambungan gelegar

A. Sambungan dibuat sekuat profil gelegar

tarik

B. Sambungan dibuat sekuat gaya yang

bekerja di lokasi sambungan (momen +

lintang).

Keuntungan dan kerugian masing-masing

jenis sambungan :

Sambungan sekuat profil :

Jadi kita harus menentukan dulu momen max

dan lintang max yang dapat dipikul profil


dan berdasarkan hasil tersebut kita dapat

merencanakan sambungan jenis ini.

Keuntungan :

Sambungan dapat diletakkan dimana saja

pada bentang balok

Kerugian :

Sambungan ini tidak ekonomis (mahal)

Sambungan sekuat gaya yang bekerja :

Keuntungan :

Sambungan ini ekonomis

Kerugian :

Tidak dapat dipasang dimana saja, jadi

kita pasang di lokasi dimana M + D yang

kita rencanakan untuk perhitungan

sambungan tersebut.

1.1.5.1. Sambungan dibuat sekuat profil :

A. Menentukan M max :

Karena profil tersebut mempunyai

kelemahan pada penampangnya akibat

lubang baut, maka perhitungan kekuatan,

dipergunakan


= 1

2
Kita anggap ada 2 baris lubang pada

masing-masing flens.

= 4. 2

A = Luas 1 lubang

B = Jarak lubang ke garis berat

penampang

Menentukan D maximum :

..
tidak sama dengan tetapi dicari

dengan rumus Huber Henky


1 = ( ) :
2 2


2
1 =
2

2 2
Huber Henky : = 1 +3 =

Diperbolehkan

. .
=

B = Tebal badan profil

I = (bukan )

S = Statis momen dari flens terhadap

garis berat penampang

Silahkan lihat contoh soal


1.1.5.2. Sambungan direncanakan berdasarkan gaya-

gaya yang bekerja di lokasi sambungan :

Misalkan balok 2 perletakan, bentang 10

meter, dibebani terbagi rata. Balok

tersebut akan disambung pada lokasi sejauh

4,5 meter dari perletakan.

Maka langkah pertama adalah menentukan M,D

pada lokasi tersebut. Selanjutnya adalah

seperti pada sambungan sekuat profil.

1.1.5.3. Merencanakan plat penyambung dan jumlah

baut

A. Pelat penyambung flens :

Momen flens akan dilawan oleh momen

kopel yang ditimbulkan oleh gaya s yang

bekerja pada flens atas dan bawah.

Lengan momen adalah h


S =

Menentukan besarnya h :

Jika akan dihitung secara tepat maka h

adalah jarak antara titik berat diagram

tegangan (trapesium) dan karena tebal

pelat penyambung (=t) kecil maka boleh


dianggap titik berat diagram tegangan

tersebut ada di tengah-tengah.

Jadi h = h+t

Tetapi dalam perhitungan, h boleh

diambil = h (tinggi profil)


Jadi S =

Dan perlu diingat : Luas pelat

penyambung luas flens. Tebal pelat

penyambung biasanya

6,8,9,10,12,13,15,16,18,19,20,25,28,30,3

2,38,50,65,70,100 (ada dipasaran

hotrolled steel plates)

Luas penampang netto pelat penyambung

flens dapat ditentukan langsung :


= ; = . =


Jumlah baut (=n)= ; N = daya pikul izin

1 baut.

B. Pelat penyambung badan :

Direncanakan memikul dan lintang.

Ukuran pelat penyambung :

Pada profil baja, biasanya hubungan

antara badan dan flens tidak menyiku

tetapi ada lengkungan.Tinggi pelat


penyambungan (1 ) dapat kita lihat pada

tabel Baja.

Contoh INP40 :

H = 400 mm

= 21,6 mm

R (kelengkungan) = 14,4 mm

1 = 2 2

= 400 2(21,6) 2(14,4) = 328 mm dan

pada tabel = 323 mm jadi tinggi pelat

penyambung maximum 323 mm

Tebal pelat penyambung badan :

Syarat :

1 1
2.12 . . 13 ( 2 )3
12

T diperoleh

Perhitungan jumlah baut :

Untuk tipe sambungan yang dibuat sekuat profil,

ada 2 pendapat tentang dimasukkan atau tidaknya

nilai lintang.

Pendapat I :

Berhubung sambungan sudah direncanakan terhadap M

max, D tak perlu ditinjau lagi. Jadi pelat

penyambung badan hanya memikul momen badan pola

baut kita tentukan dahulu (taksiran saja


jumlahnya) lalu check terhadap gaya yang bekerja

pada baut terhadap daya pukul tersebut.

Pendapat II

D tetap perlu ditinjau

M dan D bekerja pada titik berat pola baut. Check

terhadap kekuatan baut.

Untuk tipe sambungan yang dibuat berdasarkan M,D

yang bekerja :

D dipindahkan ke titik berat pola baut, timbul

momen tambahan sebesar M = D.e. jadi momen yang

bekerja pada titik berat pola baut = M+M dan juga

bekerja lintang check kekuatan baut.

1.1.6. Sambungan batang tarik

Sambungan batang tarik harus sedemikian

sehingga tidak menimbulkan momen, artinya titik

berat pelat penyambung harus berimpit dengan

titik berat profil yang disambung.

Di samping itu, luas netto pelat penyambung

harus lebih besar atau sama dengan luas netto

profil.

1.2. Alat Penyambung berupa las :

1.2.1 Pendahuluan :
A. Macam-macam proses las :

1. Las antigen

Menggunakan gas acetylin + zat asam

2. Las titik

3. Las busur cahaya tanpa atau dengan

menggunakan batang las (batang

elektrode)

B. Macam-macam Las

Pada konstruksi baja, kebanyakan

digunakan 2 macam las yang dipakai dan

las tumpul (Groove weld)

1.2.2 Peraturan tentang sambungan las (PPBBI ps.

8.5)

1. Panjang netto las sudut

= 3

= panjang netto las

= panjang total las (Bruto)

A = tebal las

Untuk ketiga jenis las sudut, harga a

seperti tercantum pada gambar di bawah

ini :

Panjang netto las 40 mm

8a atau 10 kali diameter batang las


Panjang netto las 40 a

Dan jika diperlukan panjang las 40 a,

maka pengelasan harus dilakukan terputus-

putus.

Untuk las yang terputus-putus :

- batang tekan : Jarak antara bagian-

bagian las

Batang tarik :

Jarak antara bagian-bagian las 24 t

atau 30 cm

T = tebal terkecil antara elemen yang di

las

2. Tebal las sudut (=a) :

1
A 2
2

T = tebal pelat terkecil dari elemen yang

di las.

3. Gaya yang ditahan oleh las membentuk

sudut dengan bidang retak las

Tegangan miring yang diizinkan :


1
D = 2 +32
.

D = sudut antara gaya P dengan bidang

retak las.

D =

I = 2 +3 2

Atau =

D = tegangan normal pada bidang retak las

T = tegangan geser pada bidang retak las

4. Gaya yang diizinkan untuk berbagai

sambungan las

1. Las tumpul (gaya tarik)

P = .A (untuk = 900)

2. Las tumpul (Gaya tekan)

P = .A (untuk = 900)

P = 0,58. .A (untuk = 00)

P = 0,58. .A (untuk = 00)

P = 0,91. .A (untuk = 790)

P = 0,74. .A (untuk = 450)

P = 0,58. .A (untuk = 00)

Catatan :

Tebal las minimum 4 mm. Pada hubungan

batang tarik dengan pelat buhul, las

terbagi atas 2 yaitu las kepala dan

las tepi.

1.2.3 Bidang retak las

Retal las
Bidang retak las membentuk sudut dengan

horizontal. Kita akan buktikan bahwa bidang

retak las akan membentuk sudut 450 dengan

horizontal :

Misalkan kemungkinan bidang retak adalah

AE1; AE2; AE3; Aei

Luas bidang retak = AE1.L

Atau = AE2.L

Atau = AE3.L

Atau = Aei.L


= sin dimana nilai AB tetap sin tetap
sin

sedangkan sin AE berubah-ubah.

.sin
AE = sin

Syarat AE minimum : sin harus maximum yaitu

= 1 atau = 900. jadi AE adalah garis

tinggi segitiga siku-siku samakaki ABC.

Jadi terbukti bahwa bidang retak membentuk

sudut 450dengan horizontal.

1.2.4 Tebal las menurut STAHL IN BOCHBAU

1. Tebal las pada profil I :

1 0,71 untuk 1 t

+1
1 untuk 1 t
2

1 0,71 untuk 1 2
1 0,7(1,21 ) untuk (1,21 )2

Jika 1 2 maka a 0,71

Dalam hal khusus a = 1

Jika 1 2 1 0,71

4 2 2 0,74

1.2.5 Enam kasus dasar pada las :

KASUS DASAR I :

Gaya P bekerja searah bidang retak



2
1 =
.

1 =0

=0

KASUS DASAR II :

Gaya P membentuk sudut 450 dengan bidang

retak.
1
2
= 4
(ambil tanda -)
.

1
2
4
= .
(ambil tanda +)

1
2
= 4
(ambil tanda +)
.


2
= 4
(ambil tanda -)
.

KASUS DASAR III :

Gaya P membentuk sudut 450 dengan bidang

las.
1
2
=4
.
1
2
=4
.

KASUS DASAR IV :

Momen M bekerja bidang horizontal.

Akibat M :

6
atas =1 = 2
2
6

Ambil elemen las yang kecil seluas dA

(panjangnya dL. Gaya yang bekerja pada

elemen tersebut = dA.

6
= dA.2

Gaya tersebut diurai atas gaya-gaya searah

dan tegak lurus bidang retak las. Gaya

searah bidang retak las menimbulkan geser.

(arah geser demikian dinamakan )

Gaya yang tegal lurus bidang retak las

menimbulkan tegangan normal


3
2
=2 2
.

KASUS DASAR V :

Arah momen seperti tergambar. (Lihat

halaman 54)

P = 1
+ 2
2

1
2
2
= = 1
. ( + 2 2)

Kasus dasar VI diselesaikan dengan 2 cara

yaitu :

1. Cara dua gaya

2. cara momen polar

cara dua gaya :

momen dapat digantikan oleh kopel yang

bekerja searah bidang retak las. Lengan

momen boleh diambil = h (Lebar Pelat)


p = menimbulkan = . ini berlaku jika


0,5 2


tetappi jika harga diluar angka tersebut,

cara ini kurang teliti & cara momen polar

lah yang dipergunakan.

Cara momen polar :

Cara ini memperhitungkan perubahan bentuk

yang akan terjadi apabila pelat dan bagian

yang dihubungkan ke pelat tersebut dianggap

kaku sekali dan apabila ada beban bekerja

maka hanya las yang mengalami diformasi.


Sambungan akan berputar terhadap titik

berat massa. (Lihat gambarnya halaman 55)

Momen perlawanan yang diberikan oleh elemen

las yang kecil dA = a.

dL adalah F = dA.

M = .

Dimana : = :


= .

2
M = . .

=
. 2


= . ... (1)

Dimana = inersia polar

= 2

= ( 2 + 2 ) = 2 + 2

= +

1 2
Dimana = 2 (2 . . 3 + . (2 + 2) )

1
= 2. . 3
12
.
Dari (1) diperoleh : =
1.2.6 Perhitungan las yang menguhubungkan pelat

konsol dengan kolom

Kita tinjau pelat konsol berikut, yang

dihubungkan ke flens kolom dengan

perantaraan las. (lihat gambar).

Gaya P bekerja pada konsol dan kita harus

merencanakan las-las, langkah-langkah yang

harus dilakukan adalah sebagai berikut :

a. Harus mencari lokasi titik berat las

b. Pindahkan P ke titik berat las, timbul

momen P.e dan geser.

Catatan :

Yang kita gambarkan untuk las tersebut

adalah bidang retaknya yang mempunyai

ukuran axL

A = tebal las, L = panjang netto las.

Untuk 1 cm panjang las :

Di A (titik paling kritis)bekerja dan

yang besarnya adalah :

= . (1)()

= . (1)()

.
Dimana = ; = +

.
=

c. Akibat gaya P, maka di A bekerja =


(satuan kg/cm pnjg las)

d. Jadi gaya total di A :

= 2 + 2


Tegangan geser yang terjadi : t =1.

Dimana t = 0,58

2 2
(ingat +3 Dimana = 0)

Sekarang kita tinjau balok konsol dari kanal yang

dihubungkan dengan flens kolom dengan perantaraan las.

Gaya P bekerja dalam bidang vertikal bersudut dengan

horizontal. Akan di check tegangan yang bekerja pada

las (pada titik yang kritis yaitu A dan B).

Langkah-langkah yang ditempuh :

1. Tentukan letak titik berat las.

2. Lalu pindahkan gaya P ke titik berat las tersebut.

P diurai dulu atas dan

dipindah ke titik las timbul

= .

= .

dipindahkan ke titik berat las akan menimbulkan :

= .
3. Sekarang kita tentukan tegangan di A :

Akibat :

Di A akan bekerja gaya yang jika dipindahkan ke

titik berat las akan menimbulkan yang besarnya

sama dengan untuk 1 cm panjang las :

. arahnya + (searah sumbu z +)


=1.. =1..

Akibat :

.
Di A bekerja (-) yang besarnya = -1.a. 2 =

Akibat :

Di A bekerja (+) dan (+),

.
= 1. .

.
= 1. .

Akibat :


= (satuan kg/cm)

Akibat :

= 2 + 2 + 2


Tegangan geser : = dimana =0,58
1.

Untuk lebih jelasnya silahkan lihat contoh soal.


1.2.7 Penampang tersusun yang dibentuk dengan

menggunakan sarana penyambung las :

Kita tinjau profil T berikut :

Bagian flens dan badan menyatu.

Lalu kita tinjau profil T yang dibentuk

dari 2 pelat dimana pada pertemuan flens

dan badannya digunakan las sudut. Las sudut

direncanakan untuk memikul gaya geser yang

terjadi pada bidang kontak flens dan badan.

Arah gaya tersebut searah bidang retak las.

Misalkan bidang kontak flens dan badan

tidak dilas, jadi terpisah, maka saat

dibebani, akan terjadi pergeseran bidang

kontak tersebut. Pada bidang kontak akan

terjadi geser, jika penampang tersusun

tersebut diinginkan bekerja sebagai satu

kesatuan (Monolit), maka perlu dilas pada

bidang kontak flens dan badan profil. Pada

bidang kontak terjadi tegangan geser yang

.
besarnya = .

D = lintang yang bekerja pada suatu

potongan (yang ditinjau)


S = Statis momen bagian flens terhadap

garis berat penampang.

I = Inersia terhadap sumbu x

B = Lebar badan profil


.
t.b =

.
t = ; t = gaya geser per satuan panjang.

L =

.
=


L =

L dipikul oleh las sudut dikiri dan kanan

badan. Kita tinjau penampang tersusun

tersebut :

Luas bidang gaya lintang

1

2

1 1 1
= 1. . 1.
2 2 2
1 2
= 1 =
8

1
= 1 =
0

21
=
0

1
L =
0

Untuk jelasnya silahkan lihat contoh soal.


1.3 Alat penyambung berupa paku keling

Cara perhitungan sambungan menggunakan paku

keling sama saja dengan sambungan memakai

baut, yang berbeda adalah : tegangan izinnya.

PPBBI ps. 8.3 mengatur tentang tegangan izin

untuk paku keling :

1. Tegangan geser izin : = 0,8

2. Tegangan tarik izin : = 0,8

3. Tegangan idiil (geser + tarik) izin =

2 + 1,562 (PPBBI rumus ini ditulis


salah)

4. Tegangan tumpu izin :

= 2 untuk 1 2d

= 1,6 untuk 1,5d 1 2d

Dimana 1 = Jarak paku keling luar terhadap

tepi bagian yang disambung.

D = Diameter paku keling.

Catatan :

Untuk tegangan geser izin, tegangan tarik

izin, tegangan idiil izin, harga adalah

tegangan dasar untuk paku keling,

sedangkan pada tegangan tumpu izin,


tegangan dasar yang dipakai adalah

tegangan dasar pelat.

Penentuan diameter paku keling :

D = 2 kali tebal rata-rata pelat

penyambung dan yang disambung.


+1
D = 2 2

Diameter lubang = diameter paku keling + 1

mm untuk paku keling ini kami tidak

memberikan contoh soal.

1.4 Baut mutu tinggi (High strength bolt)

Sebagai tambahan untuk baut, disini kami

kutipan peraturan tentang baut mutu tinggi

(PPBBI ps 8.4)

1. Baut mutu tinggi tipe geser :

1. Kekuatan baut terhadap geser : =


. .
0

2. Kekuatan baut terhadap tarik :

- untuk beban statis : = 0,6

- untuk beban dinamis : = 0,5

(bolak balik)

3. Apabila ada kombinasi tarik + geser :



Kekuatan baut = 0 . ( 1,7)
Catatan :

F = Faktor geseran permukaan

Keadaan F
Bersih 0,35
Digalvanis 0,16-0,26
Di cat 0,07-0,10
Berkarat 0,45-0,70
Sand blasted 0,40-0,70
0 = Faktor keamanan = 1,4

= Pembebanan tarik awal (Proof load)

N = Jumlah bidang geser

T = Gaya tarik (axial) yang bekerja

2. Baut tipe tumpu

Tegangan izin :

1. Tegangan geser izin : = 0,6

2. Tegangan tarik izin : = 0,7

3. Tegangan tumpu izin :

Untuk 1 2d, = 1,5

Untuk 1,5d 1 2 , = 1,2

Keterangan :

Proof load adalah tegangan yang diberikan pada

baut mutu tinggi pada waktu pemasangan baut. Harga

beban tarik awal ( ) dapat dihitung dengan rumus

: = 0,75 =

= Luas effektif baut, yaitu luas bagian yang

berulir.
= Tegangan leleh baut.

Baut mutu tinggi yang dipergunakan haruslah

mempunyai kekuatan tarik minimum 8000 kg/cm2, dan

faktor geser minimum 0,35.

Anda mungkin juga menyukai