Beluntas

Unduh sebagai doc, pdf, atau txt
Unduh sebagai doc, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 31

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 LATAR BELAKANG


Indonesia dikenaldenganwilayah yang
memilikikeanekaragamanhayatitinggi.Jenisdanspesiestumbuh-tumbuhan di
Indonesia sangatbanyakdanberanekaragam.Kenaekaragamanjenistumbuh-
tumbuhantersebutmemilikinilaidankhasiatsebagaiobat.Salah satutumbuhan
yang memilikikhasiatsebagaiobatyaitubeluntas.
Beluntas (Plucheaindica L.) merupakansalahsatutumbuhan yang
terdapat di Indonesia yang
pemanfaatannyabelumdigalisecaramaksimal.Beluntasdiketahuidapatdigunak
ansebagaiobatberbagaipenyakitkarenasenyawafitokimia yang
terdapatdidalamnya (Rahmidkk, 2015).
Beluntas (Plucheaindica L.) umumnyatumbuh liar di
daerahkeringpadatanah yang kerasdanberbau,
atauditanamsebagaitanamanpagar.Tumbuhaninimemerlukancukupcahayama
tahariatausedikitnaungan.Banyakditemukan di
daerahpantaidekatlautsampaiketinggian 1.000 m mdpl (Dalimartha, 1999).
Salah satubagiantumbuhanini yang
mempunyaikhasiatsebagaiobatyaitudaun. Daun beluntas (Plucheaindica
L.)berbau khas aromatis dan rasanya getir, berkhasiat untuk meningkatkan
nafsu makan, penurun demam, peluruh keringat, penyegar, TBC kelenjar,
rematik dan keputihan. Daun beluntas (Plucheaindica L.) mengandung
alkaloid, flavonoid, tannin, minyak atsiri, natrium, kalium, aluminium, kalsium,
magnesium dan fosfor (Dalimartha, 1999).
Tumbuhan seperti daun beluntas (Plucheaindica L.) ini penting untuk
diteliti karena mengingat pentingnya manfaat dari tumbuhan ini terutama
dalam bidang kesehatan maka sudah selayaknya dilakukan pengujian
kandungan senyawa dari tumbuhan ini.
Oleh karena itu dilakukan uji fitokimia atau identifikasi kandungan
senyawa metabolit sekunder dari daun beluntas (Plucheaindica L.) untuk
membuktikan metabolit sekunder yang terkandung di daun tersebut.

I.2 MAKSUD DAN TUJUAN PERCOBAAN


I.2.1 Maksud Percobaan
Maksud percobaan ini adalah untuk mengetahui dan memahami cara
ekstraksi sertamengidentifikasikimiadari daun beluntas (Plucheaindica L.)
I.2.2 Tujuan Percobaan
Tujuan percobaan ini adalah untuk mengetahui cara mengekstraksi
dan identifikasikimiadaunbeluntas (Plucheaindica L.)
agarmembuktikanmetabolit sekunder yang terkandungpadasampeltersebut.

I.3 PRINSIP PERCOBAAN


Prinsip percobaan ini adalah mengestraksi menggunakan metode
maserasi, mengidentifikasi golongan senyawa dan mengidentifikasi dengan
cara Kromatografi Lapis Tipis (KLT) dari sampel daun beluntas
(Plucheaindica L.)
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Klasifikasi

Regnum : Plantae
Subdivisi : Spermatophyta
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Subkelas : Asteridae
Ordo : Asterales
Famili : Asteraceae
Gambar 2.1 Daun Beluntas (Pluchea
Genus : Pluchea
Indica L.)
Spesies : Pluchea Indica (L.) Less (Dalimarta, 1999)
II.2 Deskripsi Tumbuhan

II.2.1 Morfologi dan Fisiologi Tumbuhan

Tanaman beluntas (Pluchea Indica L. Less), termasuk jenis


semak atau setengah semak dan banyak orang yang
memanfaatkan sebagai pagar pekarangan. Orang di Jawa
memanggilnya dengan nama (luntas), beluntas (Sumatra), baluntas,
baruntas (Sunda dan Madura), lamuntasa (Makassar), lenabou
(Timor), luan yi (Cina), dan marsh fleabane (Inggris). (Agoes, 2011)
Beluntas Umumnya tumbuh liar di daerah kering pada tanah
yang keras dan berbatu atau di tanam sebagai tanaman pagar.
Tumbuhan ini memerlukan cahaya matahari atau sedikit naungan,
banyak di temukan di daerah pantai dekat laut sampai ketinggian
1000 mdpl (Dalimarta, 1999). Perbanyak tanaman bisa dilakukan
dengan cara stek. Bagian yang banyak bermanfaat dari tanamn
beluntas untuk obat adalah bagian daunnya. Dimana aroma dari
daun beluntas cukup getir dan sengit. Semua bagian tanaman
mengeluarkan aroma. Berbunga di bulan Februari sampai April
(Mursito, 2000)

Merupakan tanaman perdu, tinggi 1-2 meter. Batang berkayu,


bulat tegak, bercabang, batang muda berwarna ungu setelah tua
berwarna putih kotor. Daun tunggal, bulat telur, tepi bergerigi, ujung
runcing, pangkal tumpul, bertangkai pendek, letak berseling, berbulu
halus, berkelenjar, panjang 3-7 cm, lebar 2-4 cm, pertulanyan
menyirip, warna hijau muda sampai hijau tua, bila diremas berbau
harum. Bunga majemuk berbentuk malai rata, mahkota lepas,
cabang-cabang perbungaan banyak sekali, bunga bentuk boggol
bergagang atau duduk, warna putih kekuningan sampai ungu. Buah
longkah agak berbentuk gasing, kecil, keras, berwarna cokelat.
Dengan sudut-sudut putih, lokos. Biji kecil, coklat keputih-putihan.

II.2.2 Manfaat dan Kegunaan

Secara tradisional tumbuhan beluntas digunakan untuk peluruh


keringat (diaforetik), menghilangkan bau badan, anti nyeri, anti
kembung, keputihan, nyeri persendian atau nyeri pinggang, malaria,
demam, dan TBC kelenjar leher. Daun berkhasiat untuk
meningkatkan nafsu makan (stomakik), membantu pencernaan,
peluruh keringat (diaforetik), pereda demam (antipiretik), dan
penyegar. Akar belutas berkhasiat sebagai peluruh keringat dan
penyejuk (demulcent). (Dalimarta, 1999)

II.2.3 Kandungan Kimia

Daun beluntas mengandung alkaloid, flavonoid, tanin, minyak


atsiri, asam klorogenik, natrium, kalium, alumunium, kalsium,
magnesium, dan fosfor. Sedangkan akarnya mengandung flavonoid
dan tanin (Agoes Azwar, 2011).

II.3 Simplisia
Simplisia adalah bahan alamiah yang dipergunakan sebagai obat yang
dipergunakan sebagai obat yang belum mengalami pengolahan kecuali
dinyatakan lain simlisia merupakan bahan yang dikeringkan dapat berupa
simplisia nabati, simplisia hewani, pelican atau mineral. Simplisia nabati
adalah simplisia yang berupa tanaman utuh bagian tanaman atau eksudat
tanaman (Syahruni, dkk., 2007).
Eksudat adalah isi sel yang secara spontan keluar dari tanaman atau
dengan cara tertentu dikeluarkan dari sel. Simplisia hewani adalah simplisia
berupa hewan utuh, bagian hewan atau zat yang berguna yang dihasilkan
oleh hewan dan belum berupa zat kimiam murni. Simplisia pelikan/mineral
adalah simplisia berupa pelikan atau mineral yang belum diolah atau tetap
diolah dengan cara sederhana belum berupa zat murni (Syahruni, dkk.,
2007).
Tahap penyiapan simplisia(Syahruni, dkk., 2007).:
1. Penyiapan bahan baku
Kadar zat aktif dalam simplisia bervariasi, tergantung pada bagian
tanaman, umur tanaman, waktu panen, dan teknik pengumpulan.
2. Sortasi basah
Untuk memastikan kotoran atau bahan dari akar tanah, rumput tidak
terikat. Tanah mengandung mikroba dengan jumlah tinggi sehingga
dengan sortasi basah
3. Pencucian
Pencucian dilakukan untuk menghilangkan garam dan pengotor
lainnya yang melekat pada sampel. Pencucian dilakukan dengan
menggunakan air bersih yakni dengan air mengalir.
4. Perajangan
Perajangan dilakukan agar mempercepat proses pengeringan.
5. Pengeringan
Pengeringan bertujuan untuk mendapatkan simplisia yang tidak
mudah rusak sehingga dapat disimpan untuk jangka waktu yang lebih
lama. Dengan penurunan kadar air, dapat dicegah terjadinya penurunan
mutu atau perusakan simplisia.
6. Sortasi kering
Sortasi setelah pengeringan merupakan tahap akhir pembuatan
simplisia. Tujuan sortasi adalah untuk memisahkan benda asing, seperti
bagian tanaman yang tidak diinginkan dan pengotor lain yang masih ada
atau tertinggal pada simplisia kering
7. Pengepakan dan penyimpanan
Simplisia dapat rusak atau berubah mutunya karena faktor internal
dan eksternal simplisia, seperti : cahaya, oksigen udara, reaksi kimia
internal, dehidrasi, penguapan air, dan pengotoran.

II.4 Ekstraksi
Ekstraksi ialah penarikan zat pokok yang diinginkan dari bahan
mentah obat dengan menggunakan pelarut yang dipilih di mana zat yang
diinginkan larut. Prinsip ekstraksi adalah melarutkan komponen yang berada
dalam campuran secara selektif dengan pelarut yang sesuai. Ekstrak terdiri
atas bentuk kering, kental, cair dibuat dengan cara mengambil sari (menyari)
simplisia menurut cara yang cocok, diluar pengaruh cahaya matahari
langsung. Sebagai caiaran penyari digunakan air, etanol, atau campuran
etanol dan air. Sediaan yang diperoleh dari hasil ekstraksi dinamakan ekstrak
sedangkan pelarutnya disebut penyari, sedangkan sisa-sisa yang tidak ikut
tersari disebut ampas.
Proses penarikan senyawa kimia dalam sel tanaman yaitu dengan
cara pelarut organik menembus dinding sel dan masuk ke dalam rongga sel
yang mengandung zat aktif , zat aktif akan larut dalam pelarut organik di luar
sel, maka larutan terpekat akan terdistribusi keluar sel dan proses ini akan
berulang terus sampai terjadi keseimbangan antara konsentrasi cairan zat
aktif di dalam sel dan di luar sel. Ekstraksi ini didasarkan pada perpindahan
massa komponen zat padat kedalam pelarut dimana perpindahan mulai
terjadi pada lapisan antar muka, kemudian berdifusi masuk ke dalam pelarut
Berdasarkan bentuk campuran yang diekstraksi, suatu ekstraksi
dibedakan menjadi ekstraksi padat-cair dan ekstraksi cair-cair (Estien, 2005).
1. Ekstraksi padat-cair; zat yang diekstraksi terdapat di dalam campuran
yang berbentuk padatan. Ekstraksi jenis ini banyak dilakukan di dalam
usaha mengisolasi zat berkhasiat yang terkandung di dalam bahan alam
seperti steroid, hormon, antibiotika dan lipida pada biji-bijian.
2. Ekstraksi cair-cair; zat yang diekstraksi terdapat di dalam campuran yang
berbentuk cair. Ekstraksi cair-cair sering juga disebut ekstraksi pelarut
banyak dilakukan untuk memisahkan zat seperti iod atau logam-logam
tertentu dalam larutan air
Jenis-jenis ekstraksi dapat dibedakan menjadi ekstraksi cara dingin
yaitu tidak ada proses pemanasan selama proses ekstraksi berlangsung,
tujuannya untuk menghindari rusaknya senyawa yang dimaksud rusak
karena pemanasanan. Contoh maserasi dan perkolasi. Ekstraksi cara panas
yaitu metode yang melibatkan panas dalam prosesnya. Dengan adanya
panas secara otomatis akan mempercepat proses penyarian dibandingkan
cara dingin. Contoh refluks, soxlet, digesti, dan infusa(Estien, 2005)
II.4.1 Jenis Jenis Metode Ekstraksi
1. Metode dingin
a. Maserasi
Maserasi adalah cara ekstraksi simplisia dengan merendam
dalam pelarut pada suhu kamar sehingga kerusakan atau degradasi
metabolit dapat diminimalisasi. Pada maserasi, terjadi proses
keseimbangan konsentrasi atau larutan diluar dan didalam sel
sehingga diperlukan penggantian pelarut secara berulang. Kinetik
adalah cara ekstraksi, seperti maserasi yang dilakukan dengan
pengadukan (Hanani, 2014).
Kerugian utama dari metode maserasi ini adalah memakan
banyak waktu, pelarut yang digunakan cukup banyak, dan besar
kemungkinan beberapa senyawa hilang. Selain itu, beberapa senyawa
mungkin saja sulit diektraksi pada suhu kamar. Namun, disisi lain,
metode maserasi dapat, menghindari rusaknya senyawa-senyawa
yang bersifat termolabil (Mukhriani, 2014).
b. perkolasi
Pada metode perkolasi, serbuk sampel dibasahi secara
perlahan dalam sebuah perkolator (wadah silinder yang dilengkapi
dengan kran pada bagian bawahnya). Pelarut ditambahkan pada
bagian atas serbuk sampel dan dibiarkan menetes perlahan pada
bagian bawah (Mukhriani, 2014).
Cara perkolasi lebih baik dibandingkan dengan cara maserasi
karena:
a. Aliran cairan penyari menyebabkan adanya pergantian larutan yang
terjadi dengan larutan yang konsentrasinya lebih rendah, sehingga
meningkatkan derajat perbedaan konsentrasi.
b. Ruangan diantara serbuk-serbuk simplisia membentuk saluran tempat
mengalir cairan penyari karena kecilnya saluran kapiler tersebut, maka
kecepatan pelarut cukup untuk mengurangi lapisan batas, sehingga
dapat meningkatkan perbedaan konsentrasi.
Kelebihan dari metode ini adalah sampel senantiasa dialiri oleh
pelarut baru. Sedangkan kerugiannya jika sampel dalam perkolator
tidak homogen maka pelaruta akan sulit menjangkau seluruh area.
Selain itu, metode ini juga membutuhkan banyak pelarut dan
memakan waktu banyak (Mukhriani, 2014).

2. Metode panas
a. Refluks
Refluks pada metode refluks sampel dimasukkan bersama
pelarut kedalam labu yang dihubungkan dengan kondensor. Pelarut
dipanaskan hingga mencapai titik didih. Uap terkondensasi dan
kembali kedalam labu. (Mukhriani, 2014).
b. Sokletasi
Sokletasi adalah cara ekstraksi menggunakan pelarut organik
pada suhu didih dengan alat soxhlet. Pada soxhletasi, simplisia dan
ekstrak berada pada labu berbeda. Pemanasan mengakibatkan
pelarut menguap, uap masuk dalam labu pendingi, hasil kondensasi
jatuh bagian simplisia sehingga ektraksi berlangsung terus-menerus
dengan jumlah pelarut relatif konstan. Ekstraksi ini dikenal sebgaai
ekstraksi sinambung (Hanani, 2014).
c. Destilasi Uap
Destilasi uap memiliki proses yang sama dan biasanya
digunakan untuk mengektraksi minyak essensial (campuran berbagai
senyawa menguap). Selama pemanasan, uap terkondensasi dan
destilat (terpisah sebagai 2 bagian yang tidak saling bercampur)
ditampung dalam wadah yang terhubung dengan kondensor. Kerugian
dari metode ini adalah senyawa bersifat termolabil dapat terdegradasi
(seidel V, 2006)

d. Infusa
Infusa adalag cara ekstraksi dengan menggunakan pelarut air,
pada suhu 96-98C selama 15-20 menit (dihitung setelah suhu 96C
tercapai). Bejana infusa tercelup dalam tangas air. Cara ini sesuai
untuk simplisia yang bersifat lunak, seperti bunga dan daun (Hanani,
2014).
e. Dekok
Dekok adalah cara eksraksi yang mirip dengan infusa, hanya saja
waktu ekstraksinya lebih lama yaitu 30 menit dan suhunya mencapai
titik didih air (Hanani, 2014).

II. 5 Senyawa Metabolit Sekunder

Sejak kira-kira pertengahan abad ke 18, telah dapat dipisahkan


beberapa senyawa organik dari makhluk hidup serta hasil produksinya. .
Para peneliti pendahulu berpendapat bahwa proses fotosintesis
menghasilkan senyawa yang sederhana dan terdistribusi luas yang memiliki
berat molekul rendah seperti asam karboksilat pada daur krebs, asam-asam
amino, karbohidrat, lemak dan protein. Senyawa-senyawa tersebut pada
umumnya dipandang sebagai domain bagi para biokimiawan. Senyawa
tersebut merupakan senyawa awal atau senyawa induk atau dikenal sebagai
prekursor untuk metabolit sekunder. Sudah merupakan kelaziman untuk
membedakan antara metabolit primer dan sekunder (Sastrohamidjojo, 1996)

Polisakarida, protein, lemak dan asam nukleat merupakan penyusun


utama dari makhluk hidup, karena itu disebut metabolit primer. Keseluruhan
proses sintesis dan perombakan zat-zat ini, yang dilakukan oleh organisme
untuk kelangsungan hidupnya, disebut proses-proses metabolisme primer.

Proses-proses kimia jenis lain terjadi hanya pada spesies tertentu


sehingga memberikan produk yang berlainan , sesuai dengan spesiesnya.
Reaksi yang demikian nampaknya tidak merupakan proses yang terpenting
bagi eksistensi dari suatu organism, Karen itu disebut proses metabolism
sekunder. Produk-produk metabolisme sekunder, serupa dengan yang
semula disebut sebagai produk alami oleh para ahli kimia organik, misalnya
senyawa-senyawa terpena, alkaloid, pigmen. Metabolit sekunder , meskipun
tidak sangat penting bagi eksistensi suatu individu, sering berperan pada
kelangsungan hidup suatu spesies, dalam perjuangan menghadapi spesies-
spesies lain. Misalnya : zat kimia untuk pertahanan, penarik seks, dan
feromon. Tujuan dari pembentukan metabolit sekunder, tetap merupakan
misteri. Beberapa penulis percaya, bahwa mereka adalah produk detoksikasi
dari timbunan metabolit yang beracun, dan tidak dapat dibuang oleh
organisme dengan cara lain. Penelitian ini sesuai dengan kenyataa bahwa
tumbuhan lebih banyak memproduksi metabolt sekunder daripada binatang.
Binatang mempunyai proses yang canggih bagi pembuangan metabolit
sekunder mereka yaitu melalui hati dan ginjal, sedangkan tumbuhan
terpaksa merubahnya menjadi senyawa lain yang dapat disimpan dalam
ruang-ruang dalam sel, dalam dinding sel, dan lain-lain. (Manitto,1992)

II.6 Kromatografi Lapis Tipis

Kromotografi adalah suatu teknik pemisahan campuran berdasarkan


perbedaan kecepatan perambatan komponen dalam medium tertentu. Pada
kromotografi, komponen-komponen akan dipisahkan antara dua fase yaitu
fase diam dan fese gerak. Fase diam akan menambah kompenen campuran
sedangkan fase gerak akan melarutkan zat komponen campuran. Komponen
yang mudah bertahan pada fese diam yang akan tinggal. Sedangkan
komponen yang larut dalam fase gerak akan bergerak lebih cepat. (Wikipedia
2009).
Kromotografi lapis tipis adalah analisis sederhan untuk pemisahan
tertentu, pada dasarnya semua cara kromotografi menggunakan dua fase
yaitu fase tatap ( stationery ) dan fase bergerak ( mobile ), pemisahan-
pemisahan tergantung pada gerakan relative dari dua fase ini
( Sastrohamidjojo, H, 2007 ).

Kromotografi lapis tipis adalah teknik analisis sederhana untuk


memisahkan komponen secara cepat berdasarkan prinsip partisi dan
absorpsi. Pemisahan kimia pada kromotografi lapis tipia tergantung pada
jenis pelarut, daya serap dari zat penyerap dan sifat masing-masing
komponen kimia yang dipisahkan. Komponen kimia yang terlarut akan
terbawah oleh fase gerak dan terpartisi pada fase diam ( penyerap ) dengan
kecepatan perpindahan yang berbeda-beda. Perbandingan kecepatan
bergeraknya komponen terlarut pada fase gerak ( pelarut )adalah merupakan
dasar untuk mengidentifikasi komponen yang dipisahkan, perbandingan
kecepatan ini dinyatakan dengan Rf (Rate of flow) dengan persemaan
sebagai berikut :

Beberapa yang mempengaruhi nilai Rf antara lain :


1. Ukuran partikel dari zat penyerap
2. Derajat keaktifan zat penyerap
3. Kemurnian pelarut
4. Kejenuhan chamber. (Sulaeman,2006)
Untuk melihat senyawa berwarna pada noda berwarna pada lemeng,

biasanya digunakan metode sebagai berikut :


1. Melihat kromotografi di bawah sinar ultraviolet(254 atau 366 nm)
a. Pada lapisan berfluoresensi, misalnya silica gel, bercak muncul

sebagai noda hitam.


b. Pada senyawa berfluoresensi digunakan lapisan biasa, bercak terlihat

berfluoresensi.
2. Menyemprot dengan pereaksi yang menghasilkan warna atau

berfluoresensi, metode yang sering digunakan adalah metode deteksi

dengan asam sulfat. (Sudjadi, 2004).

BAB III

METODE KERJA

III.1 Alat dan Bahan

Alat-alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah batang pengaduk,

bejana maserasi, perangkat gelas, cawan porselin, chamber, corong pisah,

penangas air, penyaring, pipet tetes, spatel, timbangan, UV 254 nm dan 365

nm.
Bahan-bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah alkohol, asam

asetat, asam klorida 2N, asam klorida pekat, aquadest, etanol 70%, etil

asetat, lempeng KLT G60 F254, larutan mayer, larutan bouchardat, larutan

dragendorff, n-butanol,n-heksan, pereaksi besi (III) klorida 10%, pipet mikro,

reagen AlCl3, serbuk magnesium dan simplisia daun beluntas (Pluchea indica

L.).

III.2 Cara Kerja

III.2.1 Pengambilan Sampel


Sampel diambil di Jl. Biring Romang, Makassar dilakukan pada pukul

08.00 selesai WITA.


III.2.2 Pengolahan Sampel
Sampel daun beluntas (Pluchea indica L.) yang diperoleh kemudian

dikumpulkan dan disortasi basah dilakukan untuk memisahkan kotoran-

kotoran atau bahan-bahan asing lainnya yang menempel pada daun

beluntas. Pencucian dilakukan untuk menghilangkan garam dan pengotor

lainnya yang melekat pada sampel. Pencucian dilakukan dengan

menggunakan air bersih yakni dengan air mengalir. Pengeringan dilakukan

dengan cara diangin-anginkan tanpa paparan sinar matahari langsung.

Sortasi kering adalah untuk memisahkan benda-benda asing seperti bagian

tanaman yang tidak diinginkan dan pengotor-pengotor lain yang masih ada

dan tertinggal pada simplisia kering, dihaluskan dengan menggunakan

blender dan diayak dengan ukuran mesh 60.


III.2.3 Proses Ekstraksi
Serbuk simplisia daun beluntas yang telah diayak, ditimbang sebanyak

50 gram, dimasukkan ke dalam bejana maserator, ditambahkan etanol 70%

yang dikatakan selektif mengekstraksi komponen fitokimia dengan

perbandingan 1 : 7,5 ml. Simplisia dimasukkan ke dalam wadah maserasi

kemudian ditambahkan pelarut secukupnya lalu didiamkan kurang lebih 15-

30 menit. Sisa pelarut ditambahkan hingga semua simplisia terendam

sempurna.Diamkan di tempat terlindung dari sinar matahari selama 3-5 hari

sambil sekali-kali diaduk, lalu disaring.Filtrat dikumpulkan kemudian

dipekatkan hingga diperoleh ekstrak kental.

Rendamen kemudian dihitung dengan menggunakan rumus :

III.2.4 Pemeriksaan Organoleptik


Pemeriksaan organoleptik meliputi pengamatan bentuk, warna, bau

dan rasa dari ekstrak daun beluntas.


III.2.5 Identifikasi Senyawa Kimia
a. Identifikasi alkaloid
1. Ekstrak kental ditimbang, dimasukkan kedalam tabung reaksi
2. Ditambahkan 2 mL HCL 2N, kemudian dipanaskan selama 2-3 menit,

dinginkan.
3. Ditambahkan NaCL untuk mengendapkan protein-proteinnya,

kemudian disaring
4. Ditambahkan HCL 2N kedalam filtrat sampai 2 mL
5. Dibagi menjadi 3 bagian dan dimasukkan kedalam tabung reaksi
I : + Dragendorf endapan merah jingga (+)
II : + Mayer endapan putih (putih kekuningan)(+)
III : + Wagner endapan coklat(+)
b. Identifikasi Saponin
1. Diambil ekstrak metanol kering kemudian dimasukkan kedalam tabung

reaksi
2. Ditambahkan air panas lalu dikocok kuat- kuat selama 1 menit dengan

kekuatan konstan
3. Didiamkan, apabila busa yang terbentuk dengan tinggi 1-10 cm stabil

selama 10 menit, maka ditambahkan HCL melalui dinding tabung.

Apabila tetap berbusa berarti positif mengandung saponin.


c. Identifikasi flavonoid
1. Diambil ekstrak metabol kering lalu ditambahkan air (pelarut polar) dan

ditambahkan heksan (pelarut non polar)


2. Dikocok, akan terpisah 2 lapisan dimana ekstrak metanol dalam air

akan berada dibawah dan lapisan heksan berada diatas


3. Lapisan heksan dipisahkan, sementara lapisan air ditambahkan

metanol kemudian dipisahkan menjadi 2 bagian


4. Bagian pertama ditambah 0,5 mL HCL pekat, kemudian dipanaskan

diatas penangas selama 15 menit. Hasil positif bila terjadi warna

merah terang atau violet.


5. Bagian kedua ditambahkan 0,5 mL HCL,kemudian ditambahkan 3-4

potong Mg. Amati perubahan warna yang terjadi selama 10 menit.

Encerkan dengan aquadest dengan volume yang sama kemudian

tambahkan 1 mL asetil alkohol. Amati perubahan warna yang terjadi

pada tiap lapisan.


6. Jika warna mera-merah ungu berarti positif mengandung flavonoid

Merah pucat-merah tua untuk flavonon


Orange muda untuk flavon

d. Identifikasi Steroid/Triterpenoid
1. Diambil ekstrak metanol kering lalu ditambahkan air (pelarut polar) dan

eter (pelarut non polar)


2. Akan terbentuk 2 lapisan, dimana lapisan air berada dibawah dan

lapisan eter berada diatas


3. Lapisan air dikocok selama 1 menit, jika berbusa ditambahkan HCL 2

N (positif adanya saponin)


4. Lapisan eter ditambahkan pereaksi Lieberman-bouchardat, jika terjadi

perubahan warna menjadi berwarna merah atau merah jambu berarti

positif.
e. Pemeriksaan kandungan tanin
1. Diambil sedikit ektrak
2. Ditambahkan air panas sebanyak 10 mL, lalu dikocok sampai

homogen
3. Ditambahkan garam dapur (NaCL) 5 tetes untuk mengendapkan

proteinnya
4. Disaring, lalu filtratnya ditambahkan FeCL3 3-4 tetes. Jika berwarna

hijau biru (hijau-hitam) berarti positif adanya tannin katekol sedangkan

berwarna biru hitam berarti positif adanya tannin pirogalol.


7. Fraksinasi

Fraksinasi dilakukan secara ekstraksi cair-cair (ECC) menggunakan

pelarut n-heksan dan etilasetat. Sebanyak 5 g ekstrak etanol ditambahkan 5

ml etanol dan 10 ml air suling, dimasukkan ke dalam corong pisah,kemudian

ditambahkan 20 ml n-heksana, dikocok, didiamkan sampai 2 lapisan n-

heksana (lapisan atas) diambil dengan cara dekantasi dan fraksinasi


dilakukan sampai warna lapisan n-heksana jernih, kemudian ditambahkan 20

ml etilasetat pada lapisan air, dikocok, didiamkan sampai terdapat 2 lapisan

yang terpisah, lapisan etilasetat (lapisan atas) diambil dengan cara dekantasi

dan fraksinasi dilakukan sampai warna lapisan etilasetat jernih, kemudian

semua fraksi yang diperoleh diuapkan sampai diperoleh ekstrak kental.

Masing-masing fraksi yang diperoleh dilakukan uji kromatografi lapis tipis.

Dilakukan 3 kali pengulangan (Rohman, 2007).

8. Identifikasi dengan Kromatografi Lapis Tipis

Sampel hasil fraksinasi dengan metode parrtisi cair cair kemudian

ditotolkan pada lempeng KLT. Lempeng KLT yang digunakan terbuat dari

silika gel denganukuran 20 cm x20 cm GF254 (Merck). PlatKLT silica

gelGF254 diaktifasidengan caradiovenpada suhu 100 C selama 1 jam

untukmenghilangkan air yang terdapat pada platKLT (Sastrohamidjojo,

2007).Setelah kering lempeng tersebut dielusi dalam chamber yang berisi

eluen kemudianditotolkan sepanjang platdenganmenggunakan pipet

mikropada jarak 1 cmdari garis bawah dan 1 cm dari garisatas.Selanjutnya

dielusi dengan menggunakaneluen yang yang memberikan hasil

pemisahanterbaik pada KLT yaitu n-butanol : asam asetat : air (BAA) dengan

perbandingan (4:1:5).Kemudiandiangin-anginkan dan diperiksa di bawah

sinar UV 254 nm dan 366 nm. untuk melihat penampakan bercak noda,

setelah itu untuk memperjelas penampakan noda, kemudian dapat di


semprot dengan menggunakan reagen Alcl 3, kemudian diamati kembali

dibawah sinar UV 254 dan 366 nm.

BAB IV

PEMBAHASAN

IV.1 Ekstraksi daun Beluntas


Daun beluntas yang diperoleh berasal dari tempat yang sama yaitu
dari Jl. Biring Romang, Makassar. Hal ini dilakukan untuk mengurangi
terjadinya ketidakseragaman bahan yang digunakan sehingga hasil yang
akan diperoleh tidak berbeda. Sampel yang digunakan adalah daun dari
tanaman beluntas.
Sampel yang telah diperoleh, Selanjutnya dicuci dengan
menggunakan air bersih yang mengalir. Setelah dicuci sampel ditiriskan
agar kadar air tidak banyak yang tertinggal. Lalu sampel ditimbang berat
basahnya. Kemudian sampel diletakkan di atas kertas lalu dikeringkan
dengan cara diangin-anginkan. Proses pengeringan dilakukan selama
kurang lebih 1 minggu. Setelah kering, simplisia dipisahkan dengan
kemungkinan adanya pengotor. Selanjutnya simplisia diperkecil ukuran
partikelnya untuk memperbesar luas permukaan simplisia sehingga
proses ekstraksi lebih efektif dan efisien (Depkes, 2000).

Ekstraksi dilakukan dengan metode maserasi. Dipilih maserasi


karena maserasi merupakan cara penarikan zat aktif yang tidak
menggunakan pemanasan sehingga kandungan senyawa yang terdapat
dalam daun beluntas dapat terhindar dari kerusakan akibat proses
pemanasan selama proses ekstraksi. Selain itu maserasi juga memiliki
keuntungan cara dan peralatannya mudah dilakukan dengan alat-alat
yang sederhana dan memungkinkan semua simplisia kontak dengan
cairan penyari.

Dimasukkan sebanyak 50 gram serbuk simplisia daun beluntas ke


dalam bejana kaca kemudian ditambahkan dengan etanol 70%. Pelarut
yang tak berwarna (bening) akan menembus dinding sel dan masuk ke
dalam rongga sel yang mengandung zat aktif, zat aktif akan larut (warna
larutan penyari menjadi merah kehitaman) dan karena adanya perbedaan
konsentrasi antara larutan zat aktif di dalam sel dengan yang di luar sel,
maka larutan yang terpekat didesak keluar. Alasan menggunakan pelarut
etanol 70% yaitu untuk karena bersifat polar dan diharapkan dapat
menarik semua senyawa yang terkandung didalam sampel. Setelah
diekstraksi selama 3x24 jam, maserat dipisahkan dengan serbuk
simplisia dengan cara disaring. Maserat yang diperoleh kemudian
diuapkan untuk menghilangkan pelarutnya dan agar diperoleh ekstrak
kental daun beluntas. Ekstrak kental yang diperoleh adalah sebanyak
5,047 g.

IV.2 Skrining Fitokimia


Skrining fitokimia merupakan analisis kualitatif terhadap senyawa-
senyawa metabolit sekunder. Suatu ekstrak dari bahan alam terdiri atas
berbagai macam metabolit sekunder yang berperan dalam aktivitas
biologinya. Senyawa-senyawa tersebut dapat diidentifikasi dengan
pereaksi-pereaksi yang mampu memberikan ciri khas dari setiap
golongan dari metabolit sekunder (Harborne, 1987).
Tabel 1. Hasil Skrining Fitokimia Ekstrak Daun Rambai Laut
Uji Pereaksi Hasil Ket Literatur
Fitokimia

Alkaloid +Dragendrof Kuning - Endapan merah jingga


+Mayer putih kekuningan + Endapan putih atau
+ putih kekuningan
+Wagner Cokelat kemerahan Endapan cokelat
Flavonoid +serbuk Mg Hijau Tidak
+HCl 5 N terdap
+2 ml amil at Merah keunguan
alkohol serbuk
Mg
Saponin +10 ml air Buih tidak terbentuk - Berbusa
suling
panas,
+HCL 2N
Tannin +air panas Hijau hitam + Biru hitam ( tannin
+NaCL prigalol)
+FeCL3 Hijau hitam (tannin
katekol)
IV.3 Fraksinasi (Ekstraksi Cair-Cair)
Pada praktikum ini dilakukan eksraksi cair-cair. Ekstraksi cair-cair
merupakan cara yang paling sederhana, murah dan sering digunakan
untuk pemisahan analitik. Alat pemisah yang biasa digunakan pada
adalah corong pisah. Caranya yaitu dengan menambahkan pelarut
pengekstraksiyang tidak bercampur dengan pelarut semula, kemudian
dilakukan pengocokan sehingga terjadi kesetimbangan konsentrasi zat
yang akan diekstraksi pada kedua lapisan. Setelah terbentuk dua lapisan,
campuran dipisahkan untuk dianalisis kandungan zat terlarut tersebut.

Sebelum di fraksinasi, sampel terlebih dahulu diuji kelarutannya


pada beberapa pelarut yang tersedia, hal ini untuk memudahkan dalam
penentuan pelarut yang digunakan selanjutnya dalam ekstraksi cair-cair.
Setelah dilakukan uji kelarutan, ekstrak kental daun beluntas larut dalam
pelarut air, kloroform, n-heksan. Oleh karena itu dipilih kloroform dan n-
heksan untuk selanjutnya dipakai dalam proses ekstraksi cair-cair.

Ekstrak kental dilarutkan dalam pelarut air danklorofom sebanyak


50 ml lalu ditambah n-heksan sebanyak 50 ml, dimasukkan ke dalam
corong pisah. Ketika dimasukkan ke dalam corong pisah, kedua fasa
tersebut tidak saling campur. Selanjutnya dilakukan pengocokan. Fungsi
pengocokan ini untuk memperbesar luas permukaan untuk membantu
proses distribusi ekstrak kental etanol pada kedua fasa. Pengocokan
dilakukan secukupnya, karena pengocokan lama dan kuat dapat
menyebabkan tercampurnya kedua pelarut yang digunakan sehingga
membentuk emulsi, khususnya pada sampel yang berlemak.

Setelah tercapai kesetimbangan pada corong pisah campuran


kemudian didiamkan dan terbentuk dua lapisan yang tidak saling campur.
Kemudian diambil fase n-heksan yaitu fase yang berada di atas. Hal ini
dikarenakan adanya perbedaan bobot jenis antara pelarut yang
digunakan. Diperoleh fase air terlebih dahulu dikarenakan fase air
terdapat dibagian bawah karena air memiliki Bj yang paling besar
diantara pelarut lainnya. Selanjutnya, diperoleh N-heksan yang
dipisahkan kemudian diuapkan. Fase ekstrak kemudian ditambahkan
kembali n-heksan sampai n-heksan berwarna bening yang menunjukkan
bahwa metabolit yang larut dalam n-heksan telah tertarik seluruhnya
(jenuh). Fase terakhir merupakan fase minyakyang kemudian jga
dikeluarkan, Kemudian 3 fase yang diperoleh dari pemisahan diuapkan.

Kemudian hasil fraksinasi yang telah diuapkan tersebut dimasukkan


ke dalam botol vial masing-masing yang telah disediakan dan diberi label
untuk selanjutnya digunakan dalam identifikasi kromatografi lapis tipis
(KLT).
IV.4 Kromatografi Lapis Tipis
Kromatografi lapis tipis merupakan salah satu analisis kualitatif dari
suatu sampel yang ingin dideteksi dengan memisahkan komponen-
komponen sampel berdasarkan perbedaan kepolaran.

Prinsip kerjanya adalah adsorpsi dan partisi, dimana sampel akan


berpisah berdasarkan perbedaan kepolaran antara sampel dengan
pelarut yang digunakan. Teknik ini biasanya menggunakan fase diam dari
bentuk plat silika dan fase geraknya disesuaikan dengan jenis sampel
yang ingin dipisahkan. Semakin dekat kepolaran antara sampel dengan
eluen maka sampel akan semakin terbawa oleh fase gerak tersebut.

Fase diam (adsorben) misalnya silica gel menghasilkan perbedaan


dalam efek pemisahan yang tergantung kepada cara pembuatannya.
Selainitu harus diingat bahwa penyerap yang berpengaruh nyata
terhadap dayapemisahnya.

Fase gerak (mobile) meliputi beberapa variasi eluen. Eluen yang


digunakan untuk elusi terdapat dua jenis yaitu eluen yang lebih polar
daneluen yang kurang polar. Pada praktikum digunakan campuran eluen
yaitu n-heksan : etil asetat (7:3) yang bersifat kurang polar, penggunaan
eluen ini dimaksudkan untuk mengelusi fraksi etanol 70 %. Sedangkan
untuk mengelusi fraksi n-heksan digunakan campuran eluen kloform :
metanol (4:1). Eluen yang dipakai merupakan kombinasi dari dua macam
pelarut, hal ini dimaksudkan untuk mencapai semua tingkat kepolaran
sehingga eluen ini dapat mengangkat noda yang tingkat kepolarannya
berbeda-beda.

Prinsip eluen tersebut dalam melewati fase diam (terelusi naik ke


atas) adalah bergerak berdasarkan prinsip partisi dimana fase gerak
akan teradsorpsi pada permukaan dan mengisi ruang-ruang diantara sel
penyerap, kemudian terpartisi.

Sebelum dilakukan penotolah terlebih dahulu dilakukan pengaktifan


lempeng silika gel, hal ini bertujuan untuk menghilangkan kadar air yang
mungkin saja terdapat pada plat silika dimana pada umumnya plat silika
memiliki sifat higroskopik. Selain itu juga dilakukan penjenuhan eluen
yang berada dalam chamber untuk mempermudah dalam proses elusi.

Setelah mengelusi, noda-noda yang tampak selanjutnya diamati


bercaknya pada lampu uv 254 dan 365, hal ini karena kedua uv ini telah
mampu mewakili kedua jenis uv dekat. Dimana uv panjang diwakili oleh
uv 365 nm dan uv pendek diwakili oleh uv 254 nm.

Pada uv 254 nm lempeng akan berflouresensi sedangkan sampel


akan tampak berwarna gelap. Penampakan noda pada lampu uv 254 nm
adalah karena adanya daya interaksi antara sinar uv dengan indikator
flouresensi yang terdapat pada lempeng.

Pada uv 365 nm noda akan berflouresensi dan lempeng akan


berwarna gelap. Penampakan noda disebabkan karena adanya daya
interaksi antara sinar uv dengan gugus kromofor yang terikat oleh
ausokrom yang ada pada noda tersebut. Setelah dilakukan pengamatan
bercak noda pada lampu uv 254 nm dan 365 nm, terdapat 6 noda yang
dapat terlihat pada lampu uv 254 dan 4 noda pada lampu uv 365.

Setelah diamati bercak noda, selanjutnya dilakukan penghitungan


nilai Rf dari masing-masing noda. Adapun hasil perhitungan Rf dapat
dilihat pada tabel berikut:
Tabel 2. hasil KLT

Pengamatan
Ektrak Warna
UV 254 UV 365
Noda a : 0,16

Fraksi n- Noda a : 0,16 Noda b : 0,30


Hijau dan ungu
heksan Noda c : 0,45

Noda d : 0,90

Ekstrak
berekor berekor -
kering

BAB V
PENUTUP
V.1 Kesimpulan
1. Simplisia daun beluntas dapat ekstraksi menggunakan pelarut etanol
70%dengan hasil ekstrak kental sebanyak 5,047 g.
2. Kandungan metabolit sekunder daun beluntas yang diperoleh adalah
alkaloid. Tidak dilakukan pengujian tanin dan fenol dikarenakan
keterbatasan pelarut.
V.2 Saran
Sebaiknya untuk ketersediaan pelarut lebih ditunjang lagi agar praktikum
dapat berjalan dengan lebih baik.

DAFTAR PUSTAKA

Agoes, A., 2011. Tanaman Obat Indonesia Buku 1. Jakarta: Salemba


Agriwidya.
Dalimartha, S., 1999. Atlas Tumbuhan Obat Jilid 1. Jakarta : Trubus

Depkes RI., 1979. Materia Medika Indonesia. Jilid III. Jakarta: Departemen
Kesehatan RI.

Departemen Kesehatan RI. 2000. Parameter Standar Umum Ekstrak


Tumbuhan Obat. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

Farnsworth,N.R.,1996. Biological and Phytochemical Screening of Plants.


Journal of Pharmaceutical Science.

Hanani, E., 2014. Analisis fitokimia. Penerbit Buku Kedokteran : jakarta


Harborne,J.B.,1987. Metode Fitokimia. Institut Teknologi Bandung. Bandung

Haryanto, S., 2009. Ensiklopedi Tanaman Obat Indonesia. Yogjakarta:


Jakarta: Swadaya.

Manitto, P.,1992.Biosintesis Produk Alami. IKIP Semarang Press: Semarang


Medika.

Mukhriani., 2014. Ekstraksi, pemisahan senyawa, dan identifikasi senyawa


aktif. UINAlauddin: Makassar.

Mursito, B., 2000. Tampil Percaya Diri dengan Ramuan Tradisional.


Natural product Isolation, 2nd ed. Totowa (Ney Jersey). Humana Press
Inc. 2006. hal. 31-35 Palmall.

Rahmi A.H,Tri C., Toni S., danRahayu I.L., 2015.


UjiAktivitasAntibakteriEkstrakDaunBeluntas (Plucheaindica(L.)
Less.)terhadapPropionibacterium acnes PenyebabJerawat.
FakultasSainsdanTeknologi UIN SunanGunungDjati Bandung

Syahruni R., Hardianti B.,dan Nisa M., 2007.Teknologi Bahan Alam :


Makassar.

Rohman, A., (2007). Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Sastrohamidjojo, H., 2007. Dasar-Dasar Spektrodkopi, edisi kedua, cetakan


kedua. Penerbit Liberty: Jogjakarta.
Sastrohamidjojo, H., 1996. Sintesis Bahan Alam. Gajah Mada University
Press : Yogyakarta

Seidel V.,2006. Initial and ulkextraction. In: Sarker SD, Latif Z & Gray Al,
editors. Natural product Isolation, 2nd ed. Totowa (Ney Jersey).
Humana Press Inc.hal. 31-35
SKRINING FITOKIMIA EKSTRAK DAUN BELUNTAS

(Pluchea indica Less.)

OLEH

KELOMPOK IV (Empat)

1. Chaya Nur Afni 16.01.249 7. Lia Nilawaty Umar 16.01.232


2. Nur Khalifah M 16.01.219 8. Salman Al Ayyubi 16.01.220
3. Sawitri Eka Budiasih 16.01.221 9. Vingki Ananda M. 16.01.254
4. Widya Trisurani 16.01.215 10. Asnaeni 16.01.224
5. Shinta Nurhidayah 16.01.248 11. Mulyanti 16.01.210
6. Grace Patanduk 16.01.260

ASISTEN : Fadillah Maryam, B.A, S.Farm, M.Si, Apt

SEKOLAH TINGGI ILMU FARMASI


MAKASSAR
2016

Berdasarkan hal ini daat disimpulkan bahwa zat yang banyak


tertarik di bagian bawah adalah zat yang memiliki kepolaran tinggi. Hal ini
sesuai dengan hasil skrining fitokimia dimana hasil menunjukkan bahwa
sampel mengandung sebagian besar senyawa yang bersifat polar.

Anda mungkin juga menyukai