Laporan
Laporan
Laporan
Daerah pantai merupakan daerah yang selalu mengalami perubahan dalam bentuk
fisik. Perubahan ini dikarenakan adanya pertemuan antara dua zona yang berbeda yakni
daratan dan lautan. Perubahan dalam bentuk fisik dapat terlihat pada dampak erosi dan
juga sedimentasi. Gelombang dan angin merupakan penyebabnya.
Sebagai langkah awal adalah tentu dengan cara menjaga dan melestarikan daerah
pantai, disebabkan pantai memilik banyak manfaat bagi manusia diantaranya sebagai
kawasan pemukiman, pelabuhan, pariwisata, industri perikanan maupun pertanian dan
habitat bagi organisme pantai.
Hal yang menjadi dasar perhatian bagi manusia adalah menjaga pantai dari erosi dan
pencemaran lingkunagn pantai. Tindakan ini sebagai wujud dari pemeliharaan bentuk
profil pantai dimana dapat dilakukan dengan cara pengembangan, pembangunan,
pembinaan, pengawasan, perlindungan dan pengamanan terhadap pantai.
Sebagai wujud dari tindakan di atas maka dilakukan pengamatan dan penelitian pada
daerah pantai Batu Nona, Kelurahan Oesapa, Kecamatan Kelapa Lima, Kota Kupang,
Propinsi Nusa Tenggara Timur (NTT).
Pantai Batu Nona merupakan tempat dimana para nelayan mencari ikan dan sebagai
tempat rekreasi dan hiburan. Dalam beberapa dekade terakhir pantai Batu Nona telah
mengalami perubahan pada daerah pesisir pantai. Sesuai hasil pengamatan dan informasi
dari masyarakat sekitar, daerah di sekitar pesisir pantai mengalami pelebaran dikarenakan
gelombang dan arus, menyebabkan pengendapan material sepanjang pantai. Ini
dikarenakan belum adanya bangunan-bangunan pelindung pantai yang menahan
pengendapan material oleh air laut.
Permasalahan yang terjadi di Pantai Batu Nona ini menjadi dasar alasan dilakukan
suatu pengamatan dan penelitian sebagai bentuk kepedulian dan tindakan serta masukan
bagi semua pihak dalam menjaga dan melestarikan daerah pantai ini.
1.2 Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Secara geografis, pantai Batu Nona terletak pada 10o759,49LS dan 123o3944,81oBT dan
secara administratif pantai Batu Nona terletak di Kelurahan Oesapa, Kecamatan Kelapa
Lima, Kota Kupang, Propinsi Nusa Tenggara Timur (NTT). Lokasi penelitian terlihat pada
gambar berikut:
Ada dua istilah tentang kepantaian dalam bahasa Indonesia yang sering rancu
pemakaiannya, yaitu pesisir (coast) dan pantai (shore). Pesisir adalah daerah darat di tepi
laut yang masih mendapat pengaruh laut seperti pasang surut, angin laut dan perembesan
air laut. Sedangkan pantai adalah daerah di tepi perairan yang dipengaruhi oleh air pasang
tertinggi dan air surut terendah. Garis pantai adalah garis pertemuan antara daratan dan air
laut, dimana posisinyaa tidak tetap dan dapat berpindah sesuai dengan pasang surut air laut
dan erosi pantai yang terjadi.
Pantai bisa terbentuk dari material dasar berupa lumpur, pasir atau kerikil. Kemiringan
dasar pantai tergantung pada bentuk dan ukuran material dasar. Pada pantai kerikil,
kemiringan pantai bisa mencapai 1:4, pantai pasir mempunyai kemiringan 1:20 1:50 dan
untuk pantai berlumpur mempunyai kemiringan sangat kecil mencapai 1:5000.
Kerusakan garis pantai di Indonesia mencapai 20 persen dari total 95.000 km garis
pantai di sepanjang wilayah Indonesia. Kerusakan ini antara lain diakibatkan oleh
perubahan lingkungan dan abrasi pantai. Kerusakan yang mencapai 20 persen ini sungguh
berbahaya mengingat Indonesia mempunyai panjang garis pantai sekitar 95.000 km
dimana merupakan negara yang mempunyai garis pantai terpanjang kedua di dunia setelah
negara Kanada. Akibat kerusakan pantai ini dapat memberikan pengaruh pada berbagai
sektor seperti pariwisata, transportasi laut, keberadaan lahan produktif, keanekaragaman
hayati dan hingga pergeseran batas negara.
Pencemaran lingkungan pantai dapat terjadi karena masukan polutan dari kegiatan di
sepanjang garis pantai dan secara langsung melalui aliran sungai, kegiatan di lepas pantai
karena intrusi air laut ke dalam air tanah dan sebagainya. Sedangkan kerusakan pantai
berupa abrasi pantai, kerusakan hutan bakau (mangrove), kerusakan terumbu karang,
penurunan sumberdaya perikanan, kerusakan padang lamun dan sebagainya.
Keadaan ini disebabkan oleh sering terjadinya pencemaran, baik berasal dari kegiatan
di daratan maupun aktifitas di perairan itu sendiri, perusakan taman laut, terumbu karang
dan hutan bakau. Ini akibat eksploitasi yang berlebihan terhadap sumberdaya alam
lingkungan pantai dan laut pada umunya. Agar fungsi lingkungan pantai dapat dilestarikan,
maka perlu dilakukan tindak kerja pengendalian pencemaran dan perusakan lingkungan
tersebut.
Perairan Indonesia sering dijumpai fenomena fisis seperti gerak turunnya permukaan
air laut secara periodik yang disebut dengan pasang surut (Pasut). Fenomena ini ditandai
dengan menurunnya air laut sampai elevasi terendah, meninggalkan batu karang dan pasir,
serta pangkal pohonpun terbuka kemudian kering. Selanjutnya air laut naik kembali
menggenangi pantai, sampai batu karang, pasir dan pangkal pohon-pohon tadi terendam
sampai tinggi. Fenomena pergerakan naik turunnya permukaan air laut tersebut
dipengaruhi oleh kombinasi gravitasi dari benda-benda astronomis terutama matahari dan
bulan serta gaya sentrifugal bumi. Dinamika perubahan elevasi muka air laut tersebut
merupakan dasar awal pengetahuan mengenai penentuan tinggi suatu permukaan air laut.
Pengukuran tinggi muka air laut dapat dilakukan dengan cara pengukuran manual
yakni dengan Palem (Tide Pole). Palem merupakan alat sederhana dari kayu dengan
ukuran panjang sekitar 3-5 m, lebar 5-15 cm sedangkan tebalnya 1-4 cm. Alat ukur ini
memiliki rambu ukur dengan skala bacaan dalam satuan decimeter (Gambar 2.1 dan 2.2).
Angin yang berhembus di atas permukaan air laut akan memindahkan energinya ke air
laut. Kecepatan angin menimbulkan tegangan pada permukaan laut, sehingga permukaan
air yang semula tenang akan terganggu dan timbul riak gelombang kecil di atas permukaan
air. Apabila kecepatan angin bertambah, riak tersebut menjadi besar, dan apabila angin
berhembus terus akhirnya akan terbentuk gelombang. Semakin lama dan semakin kuata
angin berhembus, semakin besar gelombang yang terbentuk.
Mawar angin merupakan bentuk diagram dari data angin yang diperoleh dalam
beberapa tahun dan disajikan dalam bentuk tabel dengan jumlah data yang cukup besar.
Gambar 2.5 Mawar Angin
Sumber: Triadmodjo, 1999
Gambar di atas menunjukan presentasi kejadian angin dengan kecepatan tertentu dari
berbagai arah dari periode waktu pencatatan. Dalam gambar tersebut garis-garis radial
adalah arah angin dan tiap lingkaran menunjukan presentasi kejadian angin dalam periode
waktu pengukuran.
Kecepatan angin harus dikonversi menjadi faktor tegangan angin (UA). Faktor
tegangan angin berdasarkan kecepatan angin di laut (Uw) yang telah dikoreksi terhadap
data kecepatan angin di darat (UL). Formula faktor tegangan angin adalah sebagai berikut:
dimana:
2.4.4 Fetch
X i cos i
Feff = ..2.4.4
cos i
dengan:
Feff : fetch rerata efektif
Xi : panjang segmen fetch yang diukur dari titik observasi
gelombang ke ujung akhir fetch
i : sudut arah angin datang yang diukur dari arah tegak lurus
garis.
1 Data
2 Jenis Data
Ada dua jenis data yang digunakan dalam penelititan ini, yakni:
1. Data Primer
Data primer merupakan data yang diperoleh secara langsung di lapangan. Data-
data tersebut dicari dan dihimpun oleh peneliti dengan bantuan formulir survei.
Data primer yang dimaksud adalah:
a. Data material.
b. Data ketinggian air laut.
c. Data kemiringan pantai.
d. Data surut terjauh.
e. Data visual melalui dokumentasi lapangan
2. Data Sekunder
Data sekunder merupakan data/informasih yang diperoleh dalam bentuk format
yang sudah tersusun atau terstrukrur yang diperoleh dari instasi pemerintah atau
swasta yang relevan dengan penelitian ini. Data yang dimasud adalah:
a. Data angin.
b. Peta yang berhubungan dengan lokasi penelitian dal hal ini adalah peta
Propinsi Nusa Tenggara Timur.
3 Sumber Data
1. Data Primer
Data yang langsung diperoleh di lapangan dalam bentuk pengamatan, analisis dan
perhitungan.
2. Data Sekunder
4 Jumlah Data
1. Data Primer
a. Data material
Jenis material didokumentasi sesuai jumlah jenis material yang ada di tiap-tiap
titik yang penelitian.
b. Data ketinggian air laut dan panjang surut terjauh
Data yang diperoleh sesuai jumlah titik yang ditinjau. Dalam penelitian ini
diambil dua titik sebagai sampel dari panjang lokasi penelitian (panjang lokasi
pantai 500 m).
c. Data surut terjauh
Jumlah data yang diperoleh yakni dua titik terjau sebagai sampel dari panjang
pantai yang diteliti.
2. Data Sekunder
a. Data angin diperlukan sesuai jumlah data yang diperlukan. Data angin yang
diperlukan dari tahun 2004 2013.
b. Peta yang diperoleh hanya sekitar lokasi penelitian. Peta yang dibutuhkan
adalah peta Propinsi Nusa Tenggara Timur.
a. Data Primer
1. Titik Tinjau 1.
2. Titik Tinjau 2.
b. Data Sekunder
Data sekunder berupa data angin dan peta lokasi survei diperoleh satu minggu
sebelum turun survei di lapangan, yakni minggu ketiga bulan Mei.
c. Kemiringan pantai
Untuk mendapatkan data kemiringan pantai, adalah dengan mengalikan
jumlah patok dengan jarak patok yang ditentukan. Hasilnya digunakan
sebagai data kemiringan pantai.
Z2
2
Panjang surut terjauh = (Y )
Hasilnya digunakan sebagai data panjang surut terjauh.
Feff =
X i cos i
cos i
2. Data Sekunder
a. Data angin
Data angin diperoleh dengan batasan selama sepuluh tahun. Dalam laporan ini
digunakan dari tahun 2004 2013.
b. Peta lokasi
Peta lokasi dipeoleh dengan perangkat software Google Earth. Skala yang
digunakan 1: 6.140.000.
Pada bab ini akan dilakukan analisa data serta pembahasan lebih lanjut sesuai tujuan
yang duraikan pada Bab I, maka perlu diuraikan tentang data primer, menganalisa faktor-
faktor kerusakan pantai, menghitung tinggi parmukaan air laut dan elevasi pantai,
mengitung panjang surut terjauh dan perhitungan panjang Fetch serta peramalan
gelobangnya. Berikut gambaran lokasi survei Pantai Batu Nona:
Lokasi Penelitian
Titik Tinjau 1
Titik Tinjau 2
Tahap pengambilan data lapangan dengan menggunakan data primer yaitu dengan
melakukan pengamatan visual berupa dokumentasi, pengukuran tinggi air laut dan
kemiringan pantai, pengukuran panjang surut terjauh dan perhitungan Fetch.
Material pasir pada umumnya ditemukan sepanjang pesisir pantai Batu Nona. Sesuai
hasil pengamatan, keadaan pasir ditemukan berada pada interval jarak yang tidak tetap
pada setiap titik tinjau. Hal ini dikarenakan pasir dibawa arus air laut diakibatkan oleh
angin dan dan badai.
Lumpur tedapat di daerah Pantai Batu Nona dimana terdapat muara sungai yang
membawa sedimen suspensi dalam jumlah yang besar ke laut. Selain itu kondisi
gelombang di pantai ini relatif tenang sehingga tidak mampu membawa sedimen tersebut
ke perairan dalam laut lepas.
Terumbu karang sesuai hasil pengamatan berada pada jarak dari 40 70 meter, dan
pada umunya telah berada pada kondi rusak. Kerusakan terumbu karang ini diakibatkan
oleh ulah manusia berupa penangkapan hasil laut berlebihan (over-exploitation),
penggunaan teknologi perusak (potassium cyanide) dan arosi dari daratan.
0 m 60 m
Material: Pasir
60 m 69 m
Material:
Pasir Berlumpur
69 m 325 m
Material:
Karang
Material: Pasir
33,50 m 40,70
m
Material:
Pasir Berlumpur
40,70 m 280 m
Material:
Karang
Untuk mendapatkan tinggi air laut dan elevasi pantai, pengukuran dilakukan pada saat
kondisi air surut terjauh. Pengukuran ini dimulai dari batas pasang tertinggi hingga surut
terjauh. Pengukuran menggunakan waterpass selang dan meter.
Berikut adalah data pengukuran tinggi air laut dan elevasi pantai:
Tabel 4.1 Data Tinggi Pasang Air Laut dan Elevasi Muka Pantai Titik Tinjau 1
T I T I K 1
Tabel 4.2 Data Tinggi Pasang Air Laut dan Elevasi Muka Pantai Titik Tinjau 2
T I T I K 2
Nama Jarak Patok Lebar Pantai Ketinggian Air
Patok (m) (m) Laut (m)
P 0 0 0 0,00
P 1 5 5 0,31
P 2 10 10 0,72
P 3 15 15 0,71
P 4 20 20 0,75
P 5 25 25 0,77
P 6 30 30 0,79
P 7 35 35 0,82
P 8 40 40 0,86
P 9 45 45 0,88
P 10 50 50 0,89
P 11 55 55 0,87
P 12 60 60 0,93
P 13 65 65 0,87
P 14 70 70 0,88
P 15 75 75 0,90
P 16 80 80 0,92
P 17 85 85 0,91
P 18 90 90 0,92
P 19 95 95 0,94
P 20 100 100 0,94
P 21 105 105 1,03
P 22 110 110 1,03
P 23 115 115 1,05
P 24 120 120 1,07
P 25 125 125 1,05
P 26 130 130 1,09
P 27 135 135 1,08
P 28 140 140 1,12
P 29 145 145 1,15
P 30 150 150 1,13
P 31 155 155 1,09
P 32 160 160 1,08
P 33 165 165 1,16
P 34 170 170 1,19
P 35 175 175 1,23
P 36 180 180 1,25
P 37 185 185 1,23
P 38 190 190 1,20
P 39 195 195 1,25
P 40 200 200 1,27
P 41 205 205 1,26
P 42 210 210 1,26
P 43 215 215 1,29
P 44 220 220 1,32
P 45 225 225 1,35
P 46 230 230 1,33
P 47 235 235 1,34
P 48 240 240 1,37
P 49 245 245 1,39
P 50 250 250 1,39
P 51 255 255 1,36
P 52 260 260 1,38
P 53 265 265 1,42
P 54 270 270 1,45
P 55 275 275 1,44
P 56 280 280 1,45
Sumber: Hasil Survei
Pada tahap analisis data, akan diuraikan empat tahapan besar sebagai pemenuhan isi
tujuan dalam Bab I. Tahap analisis data tersebut meliputi analisis faktor kerusakan pantai,
analisis perhitungan tingi air laut, analisis perhitungan elevasi pantai, analisis perhitungan
panjang surut terjauh dan analisis perhitungan panjang Fetch.
Kerusakan daerah Pantai Batu Nona diakibatkan oleh perubahan fisik pantai berupa
pencemaran air laut oleh sampah, abrasi pantai dan tumpahan minyak oleh kapal-kapal
nelayan. Perubahan ini dikarenakan seiring bertambahnya jumlah penduduk yang
mendiami wilayah pesisir dan meningkatnya kegiatan pariwisata.
Dampak perubahan fisik pantai ini adalah meningkatnya jumlah sampah dan
kandungan bakteri yang dapat menyebabkan kerugian bagi lingkungan pesisir. Kerusakan
lain adalah berasal dari limbah kapal-kapal di sepanjang wilayah pesisir Pantai Batu Nona
dimana terdapat juga jenis logam berat yang dapat meningkat dan mengakibatkan
terjadinya erosi dan pencucian tanah, masuknya sampah industri dan pelepasan
sedimentasi logam dari lumpur aktif secara langsung. Selain itu terdapat limpasan air kotor
dari kolam pada areah hiburan seperti tempat karoke. Dilain sisi, kerusakan daerah pantai
Batu Nona diakibatkan oleh abrasi pantai.
Pengikisan pasir oleh air laut berujung bertambahnya pelebaran daerah garis pantai.
Ini dikarenakan tidak ada bangunan penahan gelombang yang di bangun sepanjang pesisir
pantai ini. Akibat dari kerusakan garis pantai ini dapat memberikan pengaruh pada
berbagai sektor seperti pariwisata, transportasi laut. Selain itu rusaknya vegetasi yang ada
dan pergeseran garis pantai.
Tabel 4.3 Data Tinggi Air Laut dan Elevaasi Muka Pantai
T I T I K 1
Nama Jarak Patok Lebar Pantai Ketinggian Air
Patok (m) (m) Laut (m)
P 0 0 24 0,00
P 1 5 29 0,30
P 2 10 34 0,64
P 3 15 39 0,92
P 4 20 44 1,00
P 5 25 49 1,03
P 6 30 54 1,02
P 7 35 59 1,02
P 8 40 64 1,03
P 9 45 69 1,05
P 10 50 74 1,08
P 11 55 79 1,08
P 12 60 84 1,12
P 13 65 89 1,09
P 14 70 94 1,15
P 15 75 99 1,16
P 16 80 104 1,14
P 17 85 109 1,20
P 18 90 114 1,15
P 19 95 119 1,15
P 20 100 124 1,17
P 21 105 129 1,22
P 22 110 134 1,19
P 23 115 139 1,27
P 24 120 144 1,25
P 25 125 149 1,27
P 26 130 154 1,40
P 27 135 159 1,30
P 28 140 164 1,35
P 29 145 169 1,45
P 30 150 174 1,40
P 31 155 179 1,40
P 32 160 184 1,43
P 33 165 189 1,37
P 34 170 194 1,32
P 35 175 199 1,42
P 36 180 204 1,41
P 37 185 209 1,36
P 38 190 214 1,35
P 39 195 219 1,39
P 40 200 224 1,42
P 41 205 229 1,46
P 42 210 234 1,51
P 43 215 239 1,53
P 44 220 244 1,47
P 45 225 249 1,44
P 46 230 254 1,50
P 47 235 259 1,51
P 48 240 264 1,50
P 49 245 269 1,43
P 50 250 274 1,46
P 51 255 279 1,53
P 52 260 284 1,50
P 53 265 289 1,53
P 54 270 294 1,55
P 55 275 299 1,51
P 56 280 304 1,49
P 57 285 309 1,43
P 58 290 314 1,47
P 59 295 319 1,50
P 60 300 324 1,53
P 61 305 329 1,50
P 62 310 334 1,44
P 63 315 339 1,40
P 64 320 344 1,47
P 65 325 349 1,45
Tinggi Pasang Air Laut Maksimum 1,55
Sumber: Hasil Perhitungan
Y = 1,55 m
Z = 325 m
X
X = Z Y
2 2
Y
Z
= 37521,552
X = 324,996 m
2. Titik Tinjau 2
Tabel 4.4 Data Tinggi Air Laut dan Elevasi Muka Pantai
T I T I K 2
Jarak
Nama Patok Lebar Pantai Ketinggian Air
Patok (m) (m) Laut (m)
P 0 0 0 0,00
P 1 5 5 0,31
P 2 10 10 0,72
P 3 15 15 0,71
P 4 20 20 0,75
P 5 25 25 0,77
P 6 30 30 0,79
P 7 35 35 0,82
P 8 40 40 0,86
P 9 45 45 0,88
P 10 50 50 0,89
P 11 55 55 0,87
P 12 60 60 0,93
P 13 65 65 0,87
P 14 70 70 0,88
P 15 75 75 0,90
P 16 80 80 0,92
P 17 85 85 0,91
P 18 90 90 0,92
P 19 95 95 0,94
P 20 100 100 0,94
P 21 105 105 1,03
P 22 110 110 1,03
P 23 115 115 1,05
P 24 120 120 1,07
P 25 125 125 1,05
P 26 130 130 1,09
P 27 135 135 1,08
P 28 140 140 1,12
P 29 145 145 1,15
P 30 150 150 1,13
P 31 155 155 1,09
P 32 160 160 1,08
P 33 165 165 1,16
P 34 170 170 1,19
P 35 175 175 1,23
P 36 180 180 1,25
P 37 185 185 1,23
P 38 190 190 1,20
P 39 195 195 1,25
P 40 200 200 1,27
P 41 205 205 1,26
P 42 210 210 1,26
P 43 215 215 1,29
P 44 220 220 1,32
P 45 225 225 1,35
P 46 230 230 1,33
P 47 235 235 1,34
P 48 240 240 1,37
P 49 245 245 1,39
P 50 250 250 1,39
P 51 255 255 1,36
P 52 260 260 1,38
P 53 265 265 1,42
P 54 270 270 1,45
P 55 275 275 1,44
P 56 280 280 1,45
Tinggi Pasang Air Laut Maksimum 1,45
Sumber: Hasil Perhitungan
Y = 1,45 m
Z = 280 m X
X = Z 2Y 2 Y
Z
= 28021,452
X = 279,996 m
Dari data dan hasil perhitungan di atas dapat direkap dalam bentuk tabel berikut:
Tabel 4.5 Rekapitulasi Tinggi Pasang Air Laut dan Elevasi Muka Pantai
Rata-rata hasil perhitungan tinggi pasang air laut adalah 1,55 meter, dikarenakan
elevasi pantai Batu Nona berada pada kategori datar yakni 0,005 %. Hasil kelandaian ini
menyatakan bahwa hapir tidak ada elevasi pantai yang mana didukung dengan data yang
ada. Kenaikan muka air laut dapat juga dipengaruhi oleh angin. Kecepatan angin yang
cukup kuat mengakibatkan flukutasi muka air laut yang besar di sepanjang pantai. Hal ini
dapat terjadi karena seperti yang telah diketahui bahwa elevasi pantai Batu Nona cukup
landai.
Perihitungan panjang surut terjauh pada daerah survei sedikit berbeda antara tiap titik
tinjau yakni pada jarak dan waktu surut. Berdasarkan hasil pantauan, pasang surut terjadi
dua kali dalam waktu yang berbeda dengan tinggi yang hampir sama. Jenis pasang surut ini
dinamakan Semi Diurnal Tide atau terjadi pasang surut harian ganda. Ini dikarenakan
gravitasi benda-benda langit terutama bulan dan matahari. Posisi ini selalu berubah secara
teratur terhadap bumi.
Panjang Surut, X
Titik Tinjau
(m)
Titik Tinjau 1 324,996
Titik Tinjau 2 279,996
Sumber: Hasil Perhitungan
Panjang surut terjauh pada masing-masing titik tinjau mendekati angka yang sama,
hanya selisi 0,004 m. Ini dikarenakan elevasi Pantai Batu Nona cukup datar yakni: 0,005%.
1. Mengelompokan data angin berdasarkan arah mata angin pada setiap tahun.
2. Memisahkan jumlah kejadian setiap arah mata angin berdasarkan kecepatan angin
tiap tahun.
3. Menghitung frekuensi kejadian (%) dari kecepatan angin dan arah angin.
4. Menghitung frekuensi kejadian (%) dibagi interval.
5. Menggambar mawar angin.
Frekuensi kejadian (%) berdasarkan kecepatan angin dan arah mata angin (Lampiran)
disederhanakan dengan interval sebagai berikut:
BL
Berdasarkan letak lokasi survei maka diambil arah angin yang bertiup ke arah Pantai
Batu Nona yakni arah Utara (U), arah Timur Laut (TL) dan arah Barat (B), dengan
kecepatan angin maksimum sebagai berikut:
Berdasarkan formula di atas, maka dapat dihitung kecepatan angin di laut (UW)
dengan perhitungan seperti pada tabel beriku:
Angin 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013
U 1,25 1,15 1,16 1,19 1,19 1,20 1,16 1,25 1,20 1,19
TL 1,30 1,30 1,32 1,30 1,25 1,25 1,20 1,25 1,25 1,30
B 1,20 1,19 1,25 1,16 1,19 1,15 1,15 1,30 1,15 1,15
Angin (m/d)
U 9,375 10,35 11,02 10,115 10,115 9,6 11,02 8,75 9,6 10,11
TL 9,1 9,1 8,58 9,1 8,75 8,75 9,6 9,375 9,375 9,1
B 9,6 10,115 9,375 11,02 10,115 10,35 10,35 9,1 10,35 10,35
Untuk menghitung faktor tegangan angin (UA) digunakan persamaan 2.4.3b maka
diperoleh nilai UA seperti pada tabel berikut:
Analisis perhitungan panjang Fetch pada suvei ini menggunakan peta yang diperoleh
dengan Google Earth dengan skala 1: 6.140.000. dalam perhitungan Fecth ini digunakan
tiga arah angin yang dominan yakni: arah Utara (U), arah Timur Laut (TL) dan arah Barat
(B). Untuk perhitungan panjang Fetch ini digunaka formula 2.4.4.
U
Garis Xi
mm cm Skala
Pias (km)
1 4,42 0,442 2.713.880 2,714
2 4,75 0,475 2.916.500 2,917
3 5,2 0,52 3.192.800 3,193
4 5,39 0,539 3.309.460 3,309
5 5,57 0,557 3.419.980 3,420
6 5,67 0,567 3.481.380 3,481
7 5,64 0,564 3.462.960 3,463
8 5,35 0,535 3.284.900 3,285
9 5,37 0,537 3.297.180 3,297
10 5,26 0,526 3.229.640 3,230
11 5,64 0,564 3.462.960 3,463
12 5,66 0,566 3.475.240 3,475
13 5,35 0,535 3.284.900 3,285
14 5,25 0,525 3.223.500 3,224
15 4,97 0,497 3.051.580 3,052
Sumber: Hasil Perhitungan
44,143
13,50
3,270 km
TL
Tabel 4.13 Pengukuran Garis Pias pada Peta Arah Timur Laut
Garis Xi
mm cm Skala
Pias (km)
Xi Xi.Cos
No Cos
(km) (km)
41,387
= 13,50
3,066 km
Garis Xi
mm cm Skala
Pias (km)
1 0 0 - 0,000
2 0 0 - 0,000
3 0 0 - 0,000
4 0 - 0,000
0
Xi Xi.Cos
No Cos
(km) (km)
1 42 0,74 - 0,000
2 36 0,81 - 0,000
3 30 0,87 - 0,000
4 24 0,91 - 0,000
5 18 0,95 1,025 0,974
6 12 0,98 5,237 5,133
7 6 0,99 6,343 6,279
8 0 1,00 6,324 6,324
9 6 0,99 6,601 6,534
2.755,634
13,50
204,121 km
Berikut merupakan hasil rekapitulasi hasil perhitungan panjang Fetch rerata efektif
arah Utara (U), arah Timur Laut (TL) dan Barat (B) berdasarkan data terlampir:
Panjang Fetch
Arah Angin
(Km)
Utara (U) 3,270
Timur Laut (TL) 3,066
Barat (B) 204,121
Berdasarkan hasil hitungan panjang Fetch di atas dan kondisi rill di lapangan, terlihat
bahwa arah angin yang dominan bertiup dari arah barat. Kondisi ini membangkitkan
gelombang yang signifikan serta arus yang masuk menuju daerah pantai berdampak pada
kerusakan pesisir pantai berupa transpor sedimen di pantai. Oleh karena itu dalam
perhitungan pajang Fetch ini arah barat berupakan arah angin yang dominan.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan pada Bab IV dapat ditarik beberapa
kesimpulan sebagai berikut:
1. Faktor penyebab kerusakan pantai Batu Nona diantaranya adalah pembuangan limbah
cair dari area karoke (sisa pengurasan air kolam), pembuangan sampah di pesisir
pantai, pencemaran minyak dari kapal-kapal nelayan.
2. Tinggi air laut pasang maksimum, elevasi muka air laut dan panjang surut terjauh
sebagai berikut:
Tinggi Pasang Air Laut Elevasi Muka Air Laut Panjang Surut Terjauh
Rata-Rata (m) Rata-Rata (%) Rata-Rata (m)
1,50 0,005 302,50
Kecepatan angin tertinggi terjadi arah Utara yakni pada tahun 2006 dan 2010 = 9,5
m/s, pada arah Timur Laut yakni pada tahun 2010 = 8 m/s dan pada arah Barat
yakni pada tahun 2007 = 9,5 m/s.
Angin 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013
U 9,375 10,35 11,02 10,115 10,115 9,6 11,02 8,75 9,6 10,11
TL 9,1 9,1 8,58 9,1 8,75 8,75 9,6 9,375 9,375 9,1
B 9,6 10,115 9,375 11,02 10,115 10,35 10,35 9,1 10,35 10,35
Kecepatan angin laut terbesar pada arah Utara yakni pada tahun 2006 dan 2010 =
11,02 m/s, pada arah Timur Laut yakni pada tahun 2010 = 9,6 m/s dan pada arah
Barat yakni pada tahun 2007 = 11,02 m/s.
Tegangan angin terbesar pada arah Utara terjadi pada tahun 2006 dan 2010 = 13,59
m/s, pada arah Timur Laut yakni pada tahun 2010 = 11,47 m/s dan pada arah Barat
yakni pada tahun 2007 = 13,59 m/s.
5.2 Saran
1. Dibutuhkan perhatian serius dari kalangan masyarakat terutama dari Pemerintah Kota
Kupang terhadap kerusakan dan pencemaran pesisir Pantai Batu Nona.
2. Untuk menghindari abrasi pantai maka perlu adanya pembangunan dinding penahan
gelombang.
3. Harus adanya kesadaran dari masyarakat untuk tidak mengambil material pantai
(pasir) untuk keperluan tertentu. Dan ini butuh peraturan dan tindakan dari
pemerintah demi terpeliharanya kondisi pantai.
DAFTAR PUSTAKA
M. Abdul dan M. Ishak Jumarang. 2014. Pembuatan Alat Ukur Ketinggian Air Laut
Menggunakan Sensor Inframerah. Universitas Tanjungpura.
H. J. Tawas, dkk. 2013. Perencanaan Jetty di Muara Sungai Ranoyapo Amurrang (Jurnal
Sipil Statik Vol. 1 No. 6, Mei 2013). Universitas Sam Ratulangi.
http://www.antaranews.com/berita/1285831251/20-persen-garis-pantai-indonesia-alami-
kerusakan. Diakses pada Tanggal 13 Juni 2015.
http://komitmenku.wordpress.com/2008/05/13/kerusakan-lingkungan-pesisir-dan-laut/.
Diakses pada Tanggal 10 Juni 2015.
http://komitmenku.wordpress.com/2008/05/13/pelibatan-masyarakat-dalam-
penanggulangan-kerusakan-pesisir-dan-laut. Diakses pada Tanggal 10 Juni 2015.