Noisy Breathing

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 14

REFERAT

NOISY BREATHING PADA BAYI

Pembimbing :
dr. Dhian Endarwati, Sp.A

Disusun Oleh:
R. Faris Mukmin Kalijogo
G4A015154

SMF ILMU KESEHATAN ANAK


RSUD PROF. DR. MARGONO SOEKARJO
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
JURUSAN KEDOKTERAN
PURWOKERTO

2017
LEMBAR PENGESAHAN

Telah dipresentasikan serta disetujui referat dengan judul :

Noisy Breathing Pada Bayi

Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat ujian


kepanitraan klinik dokter muda SMF Ilmu Kesehatan Anak
RSUD. Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto

Disusun Oleh:
R. Faris Mukmin Kalijogo
G4A015154

Purwokerto, Februari 2017

Mengetahui,
Dokter Pembimbing,

dr. Dhian Endarwati, Sp.A


I. PENDAHULUAN

Noisy Breathing merupakan sebuah permasalahan yang sering terjadi pada bayi dan

dapat ditandai dengan berbagai macam kondisi. Beberapa kondisi dapat berupa tanda yang

ringan hingga tanda-tanda yang megancam jiwa. Noisy Breathing sering disebabkan oleh

adanya sumbatan parsial atau penyempitan pada beberapa bagian trakstus respiratori. Dapat

terjadi pada bagian Mulut, hidung, tenggoroka, laring, trakea, dan paru. Gangguan ini

disebabkan oleh adanya suara turbulensi pada bagan yang menyempit atau tersumbat.

Noisy breathing pada usia beberapa bulan kehidupan dapat menjadi sebuah alarm

bagi orang tua maupun klinisi. Tujuan dari penanganan dini adalah untuk menentukan

penyebab dari sebuah noisy breathing dan menentukan apakah konsultasi dan penanganan

lebih lanjut dibutuhkan atau tidak. Penialaian segera dibutuhkan untuk menilai tingkat

keparahannya, onset, dan etiologinya

Riwayat kelahiran seperti prematuritas dan tindakan intubasi setelah kelahiran dapat

menjadi sebuah indikasi penyebab. Tindakan intubasi dan prematuritas menjadi kecurigaan

adanya stenosis kongenital, khusunya pada kejadian stridor bifasik. Hal yang perlu diketahui

untuk menilai kejadian ini adalah adanya retraksi, sianosis, apneu, dan apakah dengan posisi

tertentu nafas menjadi membaik atau tidak. Posisi supinasi yang memperparah, biasanya

menjadi tanda dari terjadinya laringomalasia pada bayi, namun tidak terlalu berefek pada

kejadian gangguan pernafasan yang disebabkan oleh obstruksi nasal atau faring.

Suara stertor, wheezing dan stridor perlu diindentifikasi pada kejadian noisy

breathing pada bayi. Stridor dan stertor juga harus dibedakan dari wheezing, yang merupakan

suara napas yang lebih rendah. Onset dini pada wheezing anak yang sehat meningkatkan

kecurigaan untuk adanya benda asing pada saluran nafas, terutama pada bayi yang mulai

merangkak, memiliki saudara yang lebih tua, atau setelah tersedak.


Riwayat pola makan secara menyeluruh juga perlu diidentifikasi, pada bayi dengan

suara abnormal pada pernapasan akan juga mengeluhkan kesulitan makan karena kurangnya

koordinasi nafas dan menelan. Hal ini dapat mengakibatkan berat badan turun hingga

kejadian gagal tumbuh. Selain itu, kejadian refluks esofageal juga menjadi pemicu tambahan

terhadap kejadian noisy breathing. Terutama pada laringomalasia, refluks esofageal akan

memperparah kejadian sesak nafas yang terkait.

Kejadian ini sangat sedikit teridentifikasi oleh orang tua dan petugas kesehatan.

Seringkali dianggap biasa dan tidak menjadi perhatian. Beberapa kejadian dapat menjadi

sebuah keluhan yang ringan dan bahkan dapat menjadi indikasi kejadian yang mengancam

jiwa. Studi literatur yang membahas secara ilmiah pun masih sedikit dan sulit ditemukan.

Oleh karena itu melalui referat ini penulis mencoba menjelaskan terkait noisy breathing pada

bayi.
II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Suara Pernafasan
Suara pernafasan meruapakan suara dari traktus respirasi yang terdengar saat
inspirasi dan ekspirasi (Baydar et al. 2003). Suara pernafasan dibagi menjadi suara dasar
dan suara tambahan. Suara dasar pernafasan dibagi menjadi 3 macam yaitu, bronkial,
bronkovesikular dan vesikular. Sedangkan suara tambahan dapat berupa ronki, stertor,
stridor, wheezing dan pleural friction (Price, 2010).

Gambar 2.1 Perbandingan Saluran Nafas Bayi dan Dewasa

Saluran Pernfasan pada bayi sangat berbeda dengan saluran pernfasan pada orang
dewasa. Perbedaan ini memberikan efek yang berarti pada kemampuan pembersihan jalan
nafas pada bayi. Efek pembersihan jalan nafas yang muncul menjadi kurang baik akibat
adanya ukuran lidah yang relatif besar, hidung yang sempit, letak larinng yang tinggi,
epigolotis yang berbentuk huruf U, konsistensi kartilago yang lunak dan leher yang
pendek. Hal tersebut mengakibatkan pada bayi sering terdengar suara nafas yang kasar.
Bahkan, dapat didengarkan tanpa alat bantu stetoskop. Apabila disebabkan oleh hal
terebut, maka etiologinya merupakan etiologi fisiologis yang wajar terjadi pada setiap bayi
dan neonatus.
Tabel 2.1 Perbandingan Saluran Nafas Pada Bayi dan dewasa
Pembanding Infant Adult
Lidah Relatif lebih besar Relatif lebih kecil
Hidung Sempit Luas
Laring C2-C3 Lebih tinggi C4-C5
Epiglotis U shape, floppy Spade shape
Diameter terkecil Cricoid ring Vocal Cord
Vocal Cords Konkaf Horizontal
Kartilago Konsistensi lunak Konsistensi Rigid
Neck Pendek Panjang
Noisy breathing pada bayi adalah suara nafas abnormal yang terdengar akibat
adanya penyempitan atau sumbatan pada saluran pernafasan yang sering terjadi pada
bayi pada bagian traktus respiratori. Noisy breathing menjadi bagian suara tambahan
nafas. Beberapa kejadian noisy breathing dapat bersifat ringan hingga mengancam
jiwa. Hal ini membutuhkan pemeriksaan yang lebih mendalam untuk menentukan
penyebab dan tindakan yang dibutuhkan selanjutnya (Price, 2010)
Macam-macam suara nafas, antara lain :
1. Suara Nafas Dasar
a. Bronchial mempunyai ciri-ciri yaitu bunyinya keras dan nadanya tinggi, bila
diibaratkan seperti udara yang mengalir di dalam pipa. Panjang bunyi
ekspirasinya lebih lama dibandingkan inspirasinya dan ada jeda di antara kedua
fase itu. Bunyi ini dapat didengar di daerah manubrium sterni. Fase ekspirasinya
lebih panjang daripada inspirasi, dan tidak ada henti diantara kedua fase tersebut.
Normal terdengar di atas trachea atau daerah suprasternal notch.
b. Bronchovesikular bisa dikatakan adalah campuran dari bunyi bronkial dan bunyi
vesikuler. Panjang ekspirasi dan inspirasinya sama panjang. Biasanya dapat
didengar pada sela iga pertama dan kedua di dada depan dan jika ingin
mendengar di dada belakang maka dengar di antara skapula. Bunyi ini berada di
dekat karina dan bronkus utama.
c. Vesikular adalah bunyi yang lemah dan nadanya rendah, biasanya bisa didengar
di semua bagian parenkim paru. Panjang inspirasi lebih panjang dibandingkan
ekspirasi
2. Suara Tambahan
a. Stertor adalah suara dengan low-pitched dan terdengar akibat dari adanya
kongesti pada nasal atau pada daerah sekitar faring.
b. Stridor adalah suara dengan high-pitched, kasar dan terdengar akibat adanya
obstruksi saluran udara pada orofaring, subglotis atau trakea.
c. Wheezing (mengi) adalah bunyi seperti bersiul, kontinu, dan terdengar secara
klinis lebih jelas pada saat ekspirasi yang diakibatkan oleh udara melewati jalan
napas yang menyempit/tersumbat sebagian.
d. Ronki adalah yang dihasilkan oleh udara dan cairan di dalam alveolus. Ronki
dapat terdengar sepanjang pernafasan. Ronki dibedakan menjadai ronki kering
dan bash. Ronki kering : suatu bunyi tambahan yang terdengar kontinyu terutama
waktu ekspirasi disertai adanya mucus/secret pada bronkus. Ada yang high pitch
(menciut) misalnya pada asma dan low pitch oleh karena secret yang meningkat
pada bronkus yang besar yang dapat juga terdengar waktu inspirasi. Ronchi basah
(krepitasi) : bunyi tambahan yang terdengar tidak kontinyu pada waktu inspirasi
seperti bunyi ranting kering yang terbakar, disebabkan oleh secret di dalam
alveoli atau bronkiolus. Ronki basah dapat halus, sedang, dan kasar. Ronki halus
dan sedang dapat disebabkan cairan di alveoli misalnya pada pneumonia dan
edema paru, sedangkan ronki kasar misalnya pada bronkiekstatis.
e. Pleural friction rub adalah suara tambahan yang timbul akibat terjadinya
peradangan pada pleura sehingga permukaan pleura menjadi kasar. Terdengar
selama akhir inspirasi dan permulaan ekspirasi. Tidak dapat dihilangkan dengan
dibatukkan. Terdengar sangat baik pada permukaan anterior lateral bawah toraks.
Sering dikeluhkan juga dengan adanya nyeri dada.

B. Etiologi
Penyebab Noisy Breathing pada bayi bermacam-macam, secara keseluruhan
diakibatkan oleh adanya penyempitan atau obstruksi jalan nafas. Berikut beberapa
etiologi penyempitan atau obstruksi jalan nafas :
1. Virus atau infeksi bakteri dapat menyebabkan inflamasi pada saluran pernafasan,
yang akan menginisiasi terjadinya peyempitan pada saluran nafas pada bagian
manapun dimulai dari hidung hingga paru. Croup merupakan contoh infeksi virus
yang menyebabkan pembengkakan dan penyempitan di daerah sekitar laring dan
trakea
2. Abnormalitas pertumbuhan secara kongenital juga dapat menjadi etiologi noisy
breathing. Seperti pada acquired subglottic stenosis terjadi gangguan anatomis
subglotis yang menyebabkan terjadinya obstruksi. Kista atau vascular birthmark
(hemangioma) dijalan nafas juga dalam beberapa kejadian dapat menjadi penyebab
3. Obstruksi benda asing, menjadi penyebab pada bayi yang sudah pandai tertarik
dengan barang disekitarnya. Benda asing seperti makanan, cairan dan logam juga
beresiko menjadi penyebab adanya obstruksi ketika tertelan dan mengganjal di
saluran pernafasan.
4. Kelemahan jaringan pada traktus respiratori bawaan sejak kecil dapat menyebabkan
noisy breathing. Kolaps sebagian jaringan pada saluran pernafasan bisa menyebabkan
adanya obstruksi parsial pada saluran nafas, seperti : faringomalacia, laringomalacia,
tracheomalacia dan bronkomalacia.
5. Tekanan atau kompresi pada saluran naafas dari bagian luar saluran pernafasan dapat
pula mengakibatkan gangguan pernafasan. Kejadian persilangan pembuluh darah
besar di daerah sekitar faring juga menjadi etiologi pada beberapa bayi yang
selanjutnya menyebabkan kolaps saluran pernafasan.
6. Spasme saluran nafas akibat dari iritan dan allergen, seperti pada asma.
7. Paralisis pada pita suara menjadi permasalahn yang terjadi pada beberapa bayi.
Kejadian ini dapat berupa Vocal Cord Paralysis atau Paradoxical Vocal Cord
Dysfunction (PVCD).
8. Respiratory Papillomatosis (RRP) dapat menyebabkan gangguan dalam berbicara dan
noisy breathing

C. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik pada bayi dengan noisy breathing dimulai dengan melakukan
observasi pada bayi, melihat apakah ada respiratory effort dan suprasternal atau subcostal
retraksi. Apabila tanda tersebut nampak maka kondisi ini menunjukkan adanya tanda
sesak nafas pada bayi yang diakibatkan oleh gangguan saluran pernafasan (Nelson, 2010).
Suara pernafasan dihasilkan oleh adanya turbulensi aliran udara yang
menggetarka jaringan sekitar sauran nafas yanng menyempit. Suara ini dapat di dengar
menggunakan stetoskop ataupun tanpa stetoskop Beberapa hal dapat diidentifikasi
berdasarkan letak sumber suara untuk menegakkan kecurigaan sumber ganguan nafas.
Kejadian penyumbatan lebih dari satu tempat pada bayi sangat jarang terjadi pada bayi
dengan noisy breathing. Lokasi penyumbatan ditentukan terbaik berdasarkan
membedakan antara suara stertor dan stridor, pembedaan ini dapat dilakukan berdasarkan
waktu terdengarnya suara dan aktivitas ekspirasi atau inspirasi atau bifasik.
Tabel 2.2 Perbandingan Suara Tambahan Stridor, Stertor danWheezing.

Stridor Stertor Wheezing


Jenis Suara Nada tinggi abnormal, Nada rendah abnormal, Nada tinggi atau rendah
suara udara turbulensi suara seperti snoring yang abnormal
pada rongga menyempit (mengorok) Pada rongga yang spasme,
sekresi dan retensi sputum
Lokasi Supraglottis, glottis, nasopharing orofaring, Laring, trakea, bronkus,
subglottis, dan trakea dan supraglotis bronkiolus
Audibilitas Dapat di dengar dengan Dapat di dengar dengan Dapat di dengar dengan
atau tanpa stetoskop atau tanpa stetoskop atau tanpa stetoskop
Fase Inspirasi, Ekspirasi, Inspirasi dan Ekspirasi Ekspirasi
Bifasik
Suara stetor seringkali mirip dengan suara mengorok dan biasnya merupakan
hasil dari adanya obstruksi atau collapse pada daerah hidung, nasofaring, atau faring.
Bayi dengan obstruksi nasal seringka menunjukkan adanya stertor. Hal ini kebanyakan
diakibatkan adanya kongesti nasal, hipertrofi konka inferior, hipertrofi adenoid,kista
duktus nasolacrymal atau stenosis piriformis.Kemungkinan penyebebab lain adalah
atresia koana, glossoptosis, dan laringomalasia.
Stridor memiliki suara dengan nada lebih tinggi, suara dihasilkan dari obstruksi
udara pada daerah sekitar supraglottis, glottis, subglottis atau trakea. Stridor saat inspirasi
mengindikasikan bahwa adanya masalh di daerah sekitarsupraglottis, glotis atau stenosis
glottis (Nelson, 2010).
Penyempitan subglotis kongenital atau stenosis bawaa, kista subglotis, atau
hemangioma subglotis akan menunjukkan tanda-tanda khas berupa adanya stridor bifasik.
Paresis pita suara unilateral dapat menyebabkan suara nangis yang lemah namun juga
dapat diikuti dengan adanya noisy breathing. Sebaliknya ketika terjadi paralysis kedua
sisi pita suara dapat menyebabkan adanya stridor bifasik.
Stridor ekspirasi biasnya meanandakan adanya penyempitan trakea dan banyak
kejadian merupakan akibat dari tracheomalasia atau kompresi bronkial oleh vascular ring.
Cincin trakea komplit merupakan kejadian yang jarang dan berbahaya yang berasosiasi
dengan kejadian penyempitan yang diakibatkan adanya gangguan kartilago pada trakea.
Bayi dengan kondisi seperti ini memiliki suara nafas yang menyerupai mesin cuci, dengan
suara terus menderu saat bernafas.
Pemeriksaan lengkap pada daerah kepala dan leher seharusnya diikuti dengan
pemeriksaan awal untuk melihat tanda-tanda dan gejala atau lesi dan massa yang terkait
pada daerah leher. Hemangioma cutaneus dapat memberi tanda bahwa adanya gangguan
pernafasan dan etiologi yang terkait. Distribusi facial hemangioma pada segmen wajah
didaerah dagu, memungkinkan adanya kecurigaan gangguan di daerah subglotis.
Pemeriksaan kavitas oral dan orofaring dapat dilakukan untuk pemeriksaan celah
palatum, hipertrofi lingua, atau makroglosia dan glossoptosis. Pada pemeriksaan nasal
dilakukan unyuk menentukan apakah ditemukan adanya sumbatan dan massa terutama
kista duktus nasolacrimalis yang dapat menyebabkan suara stertor.
Pemeriksaan pada dada dapat menunjukkan adanya pectus excavatum, haln
tersebut mengindikasikan adanya obstruksi parah pada pernafasan bagia atas dan
seringkali merupakan dampak dari laringomalacia, bilateral vocal cord paralysis, atau
subglottic stenosis
D. Tatalaksana
Tatalaksana pada keluhan bayi dengan laringomalasia dapat diterapi sesuai
dengan etiologi yang diperoleh dari hasil pemeriksaan. Kejadian akibat kelainan bawaan
tersering noisy breathing pada bayi diakibatkan oleh Laryngomalacia, subglottic
stenosis, and subglottic hemangioma. Maka tatalaksananya akan menyesuaikan dengan
kejadian penyakit penyebabnya.
1. Laringomalasia
Kira-kira hampir 90% kasus laringomalasia bersifat ringan dan tidak
memerlukan intervensi bedah. Pada keadaan ini, hal yang dapat dapat dilakukan
adalah memberi keterangan dan keyakinan pada orang tua pasien tentang prognosis
dan tidak lanjut yang teratur hingga akhirnya stridor menghilang dan pertumbuhan
yang normal dicapai (Huntley, 2010)
Pada keadaan ringan, bayi diposisikan tidur telungkup, tetapi hindari tempat
tidur yang terlalu lunak, bantal dan selimut. Jika secara klinis terjadi hipoksemia
(saturasi oksigen <90%), harus diberikan oksigenasi (Jamal, 2010).

Gambar 2.2 Laringomalasia Pre dan Post Supraglossoplasty

Pada laringomalasia yang berat, akan tampak gejala obstruksi nafas yang
disertai retraksi retraksi sternal dan interkosta, baik saat tidur atau terbangun, sulit
makan, refluks berat dan gagal tumbuh. Anak-anak yang mengalami hal ini berisiko
mengalami serangan apnea. Keadaan hipoksia akibat obstruksi nafas dapat
menyebabkan hipertensi pulmonal dan terjadi korpulmonal (Huntley, 2010).
Menurut Jackson dan Jackson, 1942, pada keadaan yang berat ini maka
intervensi bedah tidak dapat dihindari dan penatalaksanaan baku adalah membuat
jalan pintas berupa trakeostomi sampai masalah teratasi. Namun pada anak-anak,
resiko morbiditas dan mortalitas trakeostomi berisiko tinggi.
2. Stenosis Subglotis
Stenosis subglotis perlu dicurigai pada bayi dengan usia kelahiran preterm dan
adanya riwayat intubasi. Pada bayi dengan stenosis yang ringan hanya memerlukan
tatalaksana posisi tidur yang sedikit ekstensi. Pada bayi dengan stenosis subglotis
berat membutuhkan intervensi tindakan bedah, salah satunya berupa trakeostomi dan
pemasangan stent untuk membantu pembukaan jalan nafas atau dengan rekonstruksi
saluran nafas (Jamal, 2010)

Gambar 2.3 Grade Stenosis Subglotis


3. Subglotis Hemangioma
Pada pasien dengan subglotis hemangioma perlu dilakuka observasi kondisi
pasien berupa kesulitan bernafas dan makan. Ketika hanya terjadi obstruksi tidak
lebihd dari 30%, maka observasi dapat dilakukan selama 20 bulan untuk melihat
perkembangan gangguan (Fevurly, 2012).

Gambar 2.4 Subglottis Hemangioma


Pada pasien dengan gangguan yang parah, tindakan berupa cryotheraphy atau
trakheostomi dibutuhkan untuk membantu jalan nafas dan dipertahankan sekitar 2
tahun. Tindakan cryotheraphy memungkin trjadinya perbaikan jalan nafas namun
terjadi destruksi jaringan disekitarnya yang berpeluang pada kejadian subglotis
stenosis (Jacobs, 2010).
Pengobatan dapat diberikan dengan kortikosteroid untuk memberikan efek
vasokkonstriksi pada hemangioma dengan ukuran kurang dari 50% rongga nafas.
Dapat diberikan 2-3 mg/kg/hari selama 1 minggu dan diobservasi selama 2-3 minggu
untuk tappering off. Pada beberapa penelitian juga disebutkan bawha propanolol dapat
berefek baik pada kejadian hemangioma dan dapat ruitn diberikan untuk mengatasi
lesi. (Fevurly, 2012).
4. Penyakit akibat infeksi dan Alergi
Apabila noisy breathing disebabkan oleh adanya penyakit yang mendasari, seperti
yang diakibatkan oleh infeksi makan perlu dilakukan pengobatan sesuai penyebab
infeksinnya berupa antibiotik dan antiinflamasi. Begitu pula ketika terjadi alergi yang
menyebabkan obstruksi dapat diberikan obat reliever semisal pada penyakit asma atau
antihistamin dan antiinflamasi.
III. KESIMPULAN

1. Noisy breathing pada bayi adalah suara nafas abnormal yang terdengar akibat adanya
penyempitan atau sumbatan pada saluran pernafasan yang sering terjadi pada bayi pada
bagian traktus respiratori. Noisy breathing menjadi bagian suara tambahan nafas.
Beberapa kejadian noisy breathing dapat bersifat ringan hingga mengancam jiwa.
2. Suara nafas dasar terdiri dari bronchial, bronchovesikular dan vesikular. Suara tambahan
terdiri dari stertor, stridor, wheezing, ronki, pleural friction rub
3. Penyebab Noisy Breathing pada bayi bermacam-macam, secara keseluruhan diakibatkan
oleh adanya penyempitan atau obstruksi jalan nafas, penyebab terjadinya penyempitan
antara lain : virus atau infeksi bakteri, Abnormalitas pertumbuhan secara kongenital juga
dapat menjadi etiologi noisy breathing, Obstruksi benda asing, kelemahan jaringan pada
traktus respiratori bawaan sejak kecil dapat menyebabkan noisy breathing, tekanan atau
kompresi pada saluran naafas dari bagian luar, Spasme saluran nafas, Paralisis pada pita
suara , Respiratory Papillomatosis (RRP) dapat menyebabkan gangguan dalam berbicara
dan noisy breathing.
4. Tatalaksana pada keluhan bayi dengan laringomalasia dapat diterapi sesuai dengan
etiologi yang diperoleh dari hasil pemeriksaan. Kejadian akibat kelainan bawaan
tersering noisy breathing pada bayi diakibatkan oleh Laryngomalacia, subglottic
stenosis, and subglottic hemangioma. Maka tatalaksananya akan menyesuaikan dengan
kejadian penyakit penyebabnya.
DAFTAR PUSTAKA

Fevurly Dawn, Fishman Steven. Vascular Anomalies in Pediatrics. Surg Clin N Am.
2012;92:769-800.
Huntley C, Carr MM. Evaluation of effectiveness of airway fluoroscopy in diagnosing
patients with laryngomalacia. Laryngoscope. 2010; 120: 1430-3.
Jacobs Benjamin, Anzarut Alex, Imbriglia Joseph. Vascular Anomalies of the Upper
Extremity. J Hand Surg 2010;35A:17031709.
Jamal N, Bent JP, Vicencio AG. A neurologic etiology for tracheomalacia. Int J Pediatr
Otorhinolaryngol 2009; 73: 885-7
Kilpatrick LA, Boyette JR, Hartzell LD, et al. Prospective quality of life assessment in
congenital laryngomalacia. Int J Pediatr Otorhinolaryngol. 2014;78D4]:5837.
Nelson, W.E., Behrman, R.E., Kliegman, R., Arvin, A.M. (2000). Nelson Ilmu Kesehatan
Anak, vol:1, 5thed. Jakarta:EGC.
Price, S. A. (2002). Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. (2005). Alih bahasa
Huriawati, Hartanto. Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai