Post Sectio Caesaria
Post Sectio Caesaria
Post Sectio Caesaria
LAPORAN PENDAHULUAN
ASKEP POST SECTIO CAESARIA
A. Definisi
1. Sectio caesaria adalah suatu persalinan buatan dimana janin dilahirkan melalui suatu insisi
pada dinding depan perut dan dinding rahim dengan syarat rahim dalam keadaan utuh serta
berat janin di atas 500 gram (Sarwono, 2009).
2. Sectio Caesaria adalah tindakan untuk melahirkan janin dengan berat badan diatas 500
gram melalui sayatan pada dinding uterus yang utuh (Gulardi & Wiknjosastro, 2006).
3. Sectio caesaria adalah pembedahan untuk melahirkan janin dengan membuka dinding perut
dan dinding rahim (Mansjoer, 2002).
C. Indikasi
Menurut (Prawiroharjo, 2002 Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal), indikasi
Sectio Caesarea adalah :
1. Indikasi ibu :
a. Disproporsi kepala panggul/CPD/FPD.
b. Disfungsi Uterus.
c. Distosia Jaringan Lunak.
d. Plasenta Previa.
2. Indikasi Anak :
a. Janin besar.
b. Gawat janin.
c. Letak Lintang.
Adapun indikasi lain dari Sectio Caesarea menurut Sulaiman 1987 Buku Obstetri Operatif
adalah :
a. Sectio sesarea ke III.
b. Tumor yang menhhalangi jalan lahir.
c. Pada kehamilan setelah operasi vagina, misal vistel vesico.
d. Keadaan-keadaan dimana usaha untuk melahirkan anak pervaginam gagal.
D. Komplikasi
1. Komplikasi yang sering terjadi pada ibu SC adalah :
a. Infeksi puerperial : kenaikan suhu selama beberapa hari dalam masa nifas dibagi menjadi:
1) Ringan, dengan suhu meningkat dalam beberapa hari.
2) Sedang, suhu meningkat lebih tinggi disertai dengan dehidrasi dan perut sedikit kembung.
3) Berat, peritonealis, sepsis dan usus paralitik.
b. Perdarahan : perdarahan banyak bisa terjadi jika pada saat pembedahan cabang-cabang arteri
uterine ikut terbuka atau karena atonia uteri.
c. Komplikasi-komplikasi lainnya antara lain luka kandung kencing, embolisme paru yang
sangat jarang terjadi.
d. Kurang kuatnya parut pada dinding uterus, sehingga pada kehamilan berikutnya bisa terjadi
ruptur uteri.
2. Komplikasi yang sering terjadi pada ibu bayi : Kematian perinatal.
3. Pada Bayi :
a. Hipoksia.
b. Depresi pernafasan.
c. Sindrom gawat pernafasan.
d. Truma persalinan.
E. Etiologi
Manuaba (2002) indikasi ibu dilakukan sectio caesarea adalah ruptur uteri iminen, perdarahan
antepartum, ketuban pecah dini. Sedangkan indikasi dari janin adalah fetal distres dan janin
besar melebihi 4.000 gram. Dari beberapa faktor sectio caesarea diatas dapat diuraikan
beberapa penyebab sectio caesarea sebagai berikut:
1. CPD (Chepalo Pelvik Disproportion).
Chepalo Pelvik Disproportion (CPD) adalah ukuran lingkar panggul ibu tidak sesuai dengan
ukuran lingkar kepala janin yang dapat menyebabkan ibu tidak dapat melahirkan secara
alami. Tulang-tulang panggul merupakan susunan beberapa tulang yang membentuk rongga
panggul yang merupakan jalan yang harus dilalui oleh janin ketika akan lahir secara alami.
Bentuk panggul yang menunjukkan kelainan atau panggul patologis juga dapat menyebabkan
kesulitan dalam proses persalinan alami sehingga harus dilakukan tindakan operasi. Keadaan
patologis tersebut menyebabkan bentuk rongga panggul menjadi asimetris dan ukuran-ukuran
bidang panggul menjadi abnormal.
2. PEB (Pre-Eklamsi Berat).
Pre-eklamsi dan eklamsi merupakan kesatuan penyakit yang langsung disebabkan oleh
kehamilan, sebab terjadinya masih belum jelas. Setelah perdarahan dan infeksi, pre-eklamsi
dan eklamsi merupakan penyebab kematian maternal dan perinatal paling penting dalam ilmu
kebidanan. Karena itu diagnosa dini amatlah penting, yaitu mampu mengenali dan mengobati
agar tidak berlanjut menjadi eklamsi.
3. KPD (Ketuban Pecah Dini).
Ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum terdapat tanda persalinan dan ditunggu
satu jam belum terjadi inpartu. Sebagian besar ketuban pecah dini adalah hamil aterm di atas
37 minggu, sedangkan di bawah 36 minggu.
4. Bayi Kembar.
Tidak selamanya bayi kembar dilahirkan secara caesar. Hal ini karena kelahiran kembar
memiliki resiko terjadi komplikasi yang lebih tinggi daripada kelahiran satu bayi. Selain itu,
bayi kembar pun dapat mengalami sungsang atau salah letak lintang sehingga sulit untuk
dilahirkan secara normal.
5. Faktor Hambatan Jalan Lahir.
Adanya gangguan pada jalan lahir, misalnya jalan lahir yang tidak memungkinkan adanya
pembukaan, adanya tumor dan kelainan bawaan pada jalan lahir, tali pusat pendek dan ibu
sulit bernafas.
6. Kelainan Letak Janin.
a. Kelainan pada letak kepala.
1) Letak kepala tengadah.
Bagian terbawah adalah puncak kepala, pada pemeriksaan dalam teraba UUB yang paling
rendah. Etiologinya kelainan panggul, kepala bentuknya bundar, anaknya kecil atau mati,
kerusakan dasar panggul.
2) Presentasi muka.
Letak kepala tengadah (defleksi), sehingga bagian kepala yang terletak paling rendah ialah
muka. Hal ini jarang terjadi, kira-kira 0,27-0,5 %.
3) Presentasi dahi.
Posisi kepala antara fleksi dan defleksi, dahi berada pada posisi terendah dan tetap paling
depan. Pada penempatan dagu, biasanya dengan sendirinya akan berubah menjadi letak muka
atau letak belakang kepala.
b. Letak Sungsang.
Letak sungsang merupakan keadaan dimana janin terletak memanjang dengan kepala
difundus uteri dan bokong berada di bagian bawah kavum uteri. Dikenal beberapa jenis letak
sungsang, yakni presentasi bokong, presentasi bokong kaki, sempurna, presentasi bokong
kaki tidak sempurna dan presentasi kaki (Saifuddin, 2002).
F. Patofisiologi
SC merupakan tindakan untuk melahirkan bayi dengan berat di atas 500 gr dengan sayatan
pada dinding uterus yang masih utuh. Indikasi dilakukan tindakan ini yaitu distorsi kepala
panggul, disfungsi uterus, distorsia jaringan lunak, placenta previa dll, untuk ibu. Sedangkan
untuk janin adalah gawat janin. Janin besar dan letak lintang setelah dilakukan SC ibu akan
mengalami adaptasi post partum baik dari aspek kognitif berupa kurang pengetahuan. Akibat
kurang informasi dan dari aspek fisiologis yaitu produk oxsitosin yang tidak adekuat akan
mengakibatkan ASI yang keluar hanya sedikit, luka dari insisi akan menjadi post de entris
bagi kuman. Oleh karena itu perlu diberikan antibiotik dan perawatan luka dengan prinsip
steril. Nyeri adalah salah utama karena insisi yang mengakibatkan gangguan rasa nyaman.
Sebelum dilakukan operasi pasien perlu dilakukan anestesi bisa bersifat regional dan umum.
Namun anestesi umum lebih banyak pengaruhnya terhadap janin maupun ibu anestesi janin
sehingga kadang-kadang bayi lahir dalam keadaan upnoe yang tidak dapat diatasi dengan
mudah. Akibatnya janin bisa mati, sedangkan pengaruhnya anestesi bagi ibu sendiri yaitu
terhadap tonus uteri berupa atonia uteri sehingga darah banyak yang keluar. Untuk pengaruh
terhadap nafas yaitu jalan nafas yang tidak efektif akibat sekret yan berlebihan karena kerja
otot nafas silia yang menutup. Anestesi ini juga mempengaruhi saluran pencernaan dengan
menurunkan mobilitas usus.
Seperti yang telah diketahui setelah makanan masuk lambung akan terjadi proses
penghancuran dengan bantuan peristaltik usus. Kemudian diserap untuk metabolisme
sehingga tubuh memperoleh energi. Akibat dari mortilitas yang menurun maka peristaltik
juga menurun. Makanan yang ada di lambung akan menumpuk dan karena reflek untuk batuk
juga menurun. Maka pasien sangat beresiko terhadap aspirasi sehingga perlu dipasang pipa
endotracheal. Selain itu motilitas yang menurun juga berakibat pada perubahan pola eliminasi
yaitu konstipasi.
G. Pathways
Kesulitan janin untuk keluar secara spontan
(faktor panggul ibu sempit, presbo dan bayi besar)
Fisiologi
C
e
m Kontraksi uterus Kelemahan fisik Pelepasan zat
a
s
mediator
nyeri
Atonia uteri Resiko Cedera
gangguan
mobilitas fisik
Nyeri akut
Imobilisasi
defisit perawatan diri
perdarahan
volume darah me
Kekurangan
volume cairan
invasi mikroorganisme
Resiko infeksi
H. Tekhnik Penatalaksanaan
1. Bedah Caesar Klasik/Corporal.
a. Buatlah insisi membujur secara tajam dengan pisau pada garis tengah korpus uteri diatas
segmen bawah rahim. Perlebar insisi dengan gunting sampai sepanjang kurang lebih 12 cm
saat menggunting lindungi janin dengan dua jari operator.
b. Setelah cavum uteri terbuka kulit ketuban dipecah. Janin dilahirkan dengan meluncurkan
kepala janin keluar melalui irisan tersebut.
c. Setelah janin lahir sepenuhnya tali pusat diklem (dua tempat) dan dipotong diantara kedua
klem tersebut.
d. Plasenta dilahirkan secara manual kemudian segera disuntikkan uterotonika kedalam
miometrium dan intravena.
e. Luka insisi dinding uterus dijahit kembali dengan cara :
1) Lapisan I.
Miometrium tepat diatas endometrium dijahit secara silang dengan menggunakan benang
chromic catgut no.1 dan 2.
2) Lapisan II.
lapisan miometrium diatasnya dijahit secara kasur horizontal (lambert) dengan benang yang
sama.
3) Lapisan III.
Dilakukan reperitonealisasi dengan cara peritoneum dijahit secara jelujur menggunakan
benang plain catgut no.1 dan 2.
f. Eksplorasi kedua adneksa dan bersihkan rongga perut dari sisa-sisa darah dan air ketuban.
g. Dinding abdomen dijahit lapis demi lapis.
2. Bedah Caesar Transperitoneal Profunda.
a. Plika vesikouterina diatas segmen bawah rahim dilepaskan secara melintang, kemudian secar
tumpul disisihkan kearah bawah dan samping.
b. Buat insisi secara tajam dengan pisau pada segmen bawah rahim kurang lebih 1 cm dibawah
irisan plika vesikouterina. Irisan kemudian diperlebar dengan gunting sampai kurang lebih
sepanjang 12 cm saat menggunting lindungi janin dengan dua jari operator.
c. Setelah cavum uteri terbuka kulit ketuban dipecah dan janin dilahirkan dengan cara
meluncurkan kepala janin melalui irisan tersebut.
d. Badan janin dilahirkan dengan mengaitkan kedua ketiaknya.
e. Setelah janin dilahirkan seluruhnya tali pusat diklem (dua tempat) dan dipotong diantara
kedua klem tersebut.
f. Plasenta dilahirkan secara manual kemudian segera disuntikkan uterotonika kedalam
miometrium dan intravena.
g. Luka insisi dinding uterus dijahit kembali dengan cara :
a. Lapisan I.
Miometrium tepat diatas endometrium dijahit secara silang dengan menggunakan benang
chromic catgut no.1 dan 2.
b. Lapisan II.
Lapisan miometrium diatasnya dijahit secara kasur horizontal (lambert) dengan benang yang
sama.
c. Lapisan III.
Peritoneum plika vesikouterina dijahit secara jelujur menggunakan benang plain catgut no.1
dan 2.
h. Eksplorasi kedua adneksa dan bersihkan rongga perut dari sisa-sisa darah dan air ketuban.
i. Dinding abdomen dijahit lapis demi lapis.
3. Bedah Caesar Ekstraperitoneal.
a. Dinding perut diiris hanya sampai pada peritoneum. Peritoneum kemudia digeser kekranial
agar terbebas dari dinding cranial vesika urinaria.
b. Segmen bawah rahim diris melintang seperti pada bedah Caesar transperitoneal profunda
demikian juga cara menutupnya.
4. Histerektomi Caersarian (Caesarian Hysterectomy).
a. Irisan uterus dilakukan seperti pada bedah Caesar klasik/corporal demikian juga cara
melahirkan janinnya.
b. Perdarahan yang terdapat pada irisan uterus dihentikan dengan menggunakan klem
secukupnya.
c. Kedua adneksa dan ligamentum rotunda dilepaskan dari uterus.
d. Kedua cabang arteria uterina yang menuju ke korpus uteri di klem (2) pada tepi segmen
bawah rahim. Satu klem juga ditempatkan diatas kedua klem tersebut.
e. Uterus kemudian diangkat diatas kedua klem yang pertama. Perdarahan pada tunggul serviks
uteri diatasi.
f. Jahit cabang arteria uterine yang diklem dengan menggunakan benang sutera no. 2.
g. Tunggul serviks uteri ditutup dengan jahitan menggunakan chromic catgut (no.1 atau 2)
dengan sebelumnya diberi cairan antiseptic.
h. Kedua adneksa dan ligamentum rotundum dijahitkan pada tunggul serviks uteri.
i. Dilakukan reperitonealisasi sertya eksplorasi daerah panggul dan visera abdominis.
j. Dinding abdomen dijahit lapis demi lapis.
I. Pemeriksaan Penunjang
1. Elektroensefalogram (EEG).
Untuk membantu menetapkan jenis dan fokus dari kejang.
2. Pemindaian CT.
Untuk mendeteksi perbedaan kerapatan jaringan.
3. Magneti resonance imaging (MRI).
Menghasilkan bayangan dengan menggunakan lapangan magnetik dan gelombang radio,
berguna untuk memperlihatkan daerah daerah otak yang itdak jelas terliht bila
menggunakan pemindaian CT.
4. Pemindaian positron emission tomography (PET).
Untuk mengevaluasi kejang yang membandel dan membantu menetapkan lokasi lesi,
perubahan metabolik atau alirann darah dalam otak.
5. Uji laboratorium.
a. Fungsi lumbal : menganalisis cairan serebrovaskuler.
b. Hitung darah lengkap : mengevaluasi trombosit dan hematokrit.
c. Panel elektrolit.
d. Skrining toksik dari serum dan urin.
e. AGD.
f. Kadar kalsium darah.
g. Kadar natrium darah.
h. Kadar magnesium darah.
J. Penatalaksanaan
1. Perawatan awal.
a. Letakan pasien dalam posisi pemulihan.
b. Periksa kondisi pasien, cek tanda vital tiap 15 menit selama 1 jam pertama, kemudian tiap 30
menit jam berikutnya. Periksa tingkat kesadaran tiap 15 menit sampai sadar.
c. Yakinkan jalan nafas bersih dan cukup ventilasi.
d. Transfusi jika diperlukan.
e. Jika tanda vital dan hematokrit turun walau diberikan transfusi, segera kembalikan ke kamar
bedah kemungkinan terjadi perdarahan pasca bedah.
2. Diet.
Pemberian cairan perinfus biasanya dihentikan setelah penderita flatus lalu dimulailah
pemberian minuman dan makanan peroral. Pemberian minuman dengan jumlah yang sedikit
sudah boleh dilakukan pada 6-10 jam pasca operasi, berupa air putih dan air teh.
3. Mobilisasi.
Mobilisasi dilakukan secara bertahap meliputi :
a. Miring kanan dan kiri dapat dimulai sejak 6-10 jam setelah operasi.
b. Latihan pernafasan dapat dilakukan penderita sambil tidur telentang sedini mungkin setelah
sadar.
c. Hari kedua post operasi, penderita dapat didudukkan selama 5 menit dan diminta untuk
bernafas dalam lalu menghembuskannya.
d. Kemudian posisi tidur telentang dapat diubah menjadi posisi setengah duduk (semifowler).
e. Selanjutnya selama berturut-turut, hari demi hari, pasien dianjurkan belajar duduk selama
sehari, belajar berjalan, dan kemudian berjalan sendiri pada hari ke-3 sampai hari ke5 pasca
operasi.
4. Fungsi gastrointestinal.
a. Jika tindakan tidak berat beri pasien diit cair.
b. Jika ada tanda infeksi, tunggu bising usus timbul.
c. Jika pasien bisa flatus mulai berikan makanan padat.
d. Pemberian infus diteruskan sampai pasien bisa minum dengan baik.
5. Perawatan fungsi kandung kemih.
a. Jika urin jernih, kateter dilepas 8 jam setelah pembedahan atau sesudah semalam.
b. Jika urin tidak jernih biarkan kateter terpasang sampai urin jernih.
c. Jika terjadi perlukaan pada kandung kemih biarkan kateter terpasang sampai minimum 7 hari
atau urin jernih.
d. Jika sudah tidak memakai antibiotika berikan nirofurantoin 100 mg per oral per hari sampai
kateter dilepas.
e. Kandung kemih yang penuh menimbulkan rasa nyeri dan tidak enak pada penderita,
menghalangi involusi uterus dan menyebabkan perdarahan. Kateter biasanya terpasang 24-48
jam/lebih lama lagi tergantung jenis operasi dan keadaan penderita.
6. Pembalutan dan perawatan luka.
a. Jika pada pembalut luka terjadi perdarahan atau keluar cairan tidak terlalu banyak jangan
mengganti pembalut.
b. Jika pembalut agak kendor, jangan ganti pembalut, tapi beri plester untuk mengencangkan.
c. Ganti pembalut dengan cara steril.
d. Luka harus dijaga agar tetap kering dan bersih.
e. Jahitan fasia adalah utama dalam bedah abdomen, angkat jahitan kulit dilakukan pada hari
kelima pasca SC.
7. Jika masih terdapat perdarahan.
a. Lakukan masase uterus.
b. Beri oksitosin 10 unit dalam 500 ml cairan I.V. (garam fisiologik atau RL) 60 tetes/menit,
ergometrin 0,2 mg I.M. dan prostaglandin.
8. Jika terdapat tanda infeksi, berikan antibiotika kombinasi sampai pasien bebas demam
selama 48 jam :
a. Ampisilin 2 g I.V. setiap 6 jam.
b. Ditambah gentamisin 5 mg/kg berat badan I.V. setiap 8 jam.
c. Ditambah metronidazol 500 mg I.V. setiap 8 jam.
9. Analgesik dan obat untuk memperlancar kerja saluran pencernaan:
a. Pemberian analgesia sesudah bedah sangat penting.
b. Supositoria = ketopropen sup 2x/24 jam.
c. Oral = tramadol tiap 6 jam atau paracetamol.
d. Injeksi = penitidine 90-75 mg diberikan setiap 6 jam bila perlu.
10. Obat-obatan lain :
Untuk meningkatkan vitalitas dan keadaan umum penderita dapat diberikan caboransia
seperti neurobian I vit. C.
11. Hal Hal lain yang perlu diperhatikan :
a. Paska bedah penderita dirawat dan diobservasi kemungkinan komplikasi berupa perdarahan
dan hematoma pada daerah operasi.
b. Pasca operasi perlu dilakukan drainase untuk mencegah terjadinya hematoma.
c. Pasien dibaringkan dengan posisi semi fowler (berbaring dengan lutut ditekuk) agar diding
abdomen tidak tegang.
d. Diusahakan agar penderita tidak batuk atau menangis.
e. Lakukan perawatan luka untuk mencegah terjadiny infeksi.
f. Dalam waktu 1 bulan jangan mengangkut barang yang berat.
g. Selama waktu 3 bulan tidak boleh melakukan kegiatan yang dapat menaikkan tekanan intra
abdomen.
h. Pengkajian difokuskan pada kelancaran saluran nafas, karena bila terjadi obstruksi
kemungkinan terjadi gangguan ventilasi yang mungkin disebab-kan karena pengaruh obat-
obatan, anestetik, narkotik dan karena tekanan diafragma. Selain itu juga penting untuk
mempertahankan sirkulasi dengan mewaspadai terjadinya hipotensi dan aritmia kardiak. Oleh
karena itu perlu memantau TTV setiap 10-15 menit dan kesadaran selama 2 jam dan 4 jam
sekali.
i. Keseimbangan cairan dan elektrolit, kenyamanan fisik berupa nyeri dan kenya-manan
psikologis juga perlu dikaji sehingga perlu adanya orientasi dan bimbingan kegi-atan post op
seperti ambulasi dan nafas dalam untuk mempercepat hilangnya pengaruh anestesi.
j. Perawatan pasca operasi, Jadwal pemeriksaan ulang tekanan darah, frekuensi nadi dan nafas.
Jadwal pengukuran jumlah produksi urin Berikan infus dengan jelas, singkat dan terinci bila
dijumpai adanya penyimpangan.
k. Penatalaksanaan medis, Cairan IV sesuai indikasi. Anestesia; regional atau general Perjanjian
dari orang terdekat untuk tujuan sectio caesaria. Tes laboratorium/diagnostik sesuai indikasi.
Pemberian oksitosin sesuai indikasi. Tanda vital per protokol ruangan pemulihan, Persiapan
kulit pembedahan abdomen, Persetujuan ditandatangani. Pemasangan kateter fole.
K. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
Pada pengkajian klien dengan sectio caesaria, data yang dapat ditemukan meliputi distress
janin, kegagalan untuk melanjutkan persalinan, malposisi janin, prolaps tali pust, abrupsio
plasenta dan plasenta previa.
a. Identitas atau biodata klien.
Meliputi, nama, umur, agama, jenis kelamin, alamat, suku bangsa, status perkawinan,
pekerjaan, pendidikan, tanggal masuk rumah sakit nomor register, dan diagnosa keperawatan.
b. Keluhan utama.
c. Riwayat kesehatan.
1) Riwayat kesehatan dahulu:
Penyakit kronis atau menular dan menurun sepoerti jantung, hipertensi, DM, TBC, hepatitis,
penyakit kelamin atau abortus.
2) Riwayat kesehatan sekarang :
Riwayat pada saat sebelun inpartu di dapatka cairan ketuban yang keluar pervaginan secara
sepontan kemudian tidak di ikuti tanda-tanda persalinan.
3) Riwayat kesehatan keluarga:
4) Adakah penyakit keturunan dalam keluarga seperti jantung, DM, HT, TBC, penyakit
kelamin, abortus, yang mungkin penyakit tersebut diturunkan kepada klien.
d. Pola-pola fungsi kesehatan
1) Pola persepsi dan tata leksana hidup sehat karena kurangnya pengetahuan klien tentang
ketuban pecah dini, dan cara pencegahan, penanganan, dan perawatan serta kurangnya
mrnjaga kebersihan tubuhnya akan menimbulkan masalah dalam perawatan dirinya.
2) Pola Nutrisi dan Metabolisme.
Pada klien nifas biasanaya terjadi peningkatan nafsu makan karena dari keinginan untuk
menyusui bayinya.
3) Pola aktifitas.
Pada pasien pos partum klien dapat melakukan aktivitas seperti biasanya, terbatas pada
aktifitas ringan, tidak membutuhkan tenaga banyak, cepat lelah, pada klien nifas didapatkan
keterbatasan aktivitas karena mengalami kelemahan dan nyeri.
4) Pola eleminasi.
Pada pasien pos partum sering terjadi adanya perasaan sering /susah kencing selama masa
nifas yang ditimbulkan karena terjadinya odema dari trigono, yang menimbulkan inveksi dari
uretra sehingga sering terjadi konstipasi karena penderita takut untuk melakukan BAB.
5) Istirahat dan tidur.
Pada klien nifas terjadi perubagan pada pola istirahat dan tidur karena adanya kehadiran sang
bayi dan nyeri epis setelah persalinan.
6) Pola hubungan dan peran.
Peran klien dalam keluarga meliputi hubungan klien dengan keluarga dan orang lain.
7) Pola penanggulangan stress.
Biasanya klien sering melamun dan merasa cemas.
8) Pola sensori dan kognitif.
Pola sensori klien merasakan nyeri pada prineum akibat luka janhitan dan nyeri perut akibat
involusi uteri, pada pola kognitif klien nifas primipara terjadi kurangnya pengetahuan
merawat bayinya.
9) Pola persepsi dan konsep diri.
Biasanya terjadi kecemasan terhadap keadaan kehamilanya, lebih-lebih menjelang persalinan
dampak psikologis klien terjadi perubahan konsep diri antara lain dan body image dan ideal
diri.
10) Pola reproduksi dan sosial.
Terjadi disfungsi seksual yaitu perubahan dalam hubungan seksual atau fungsi dari seksual
yang tidak adekuat karena adanya proses persalinan dan nifas.
e. Pemeriksaan fisik :
1) Kepala.
Bagaimana bentuk kepala, kebersihan kepala, kadang-kadang terdapat adanya cloasma
gravidarum, dan apakah ada benjolan.
2) Leher.
Kadang-kadang ditemukan adanya penbesaran kelenjar tioroid, karena adanya proses
menerang yang salah.
3) Mata.
Terkadang adanya pembengkakan paka kelopak mata, konjungtiva, dan kadang-kadang
keadaan selaput mata pucat (anemia) karena proses persalinan yang mengalami perdarahan,
sklera kunuing.
4) Telinga.
Biasanya bentuk telingga simetris atau tidak, bagaimana kebersihanya, adakah cairan yang
keluar dari telinga.
5) Hidung.
Adanya polip atau tidak dan apabila pada post partum kadang-kadang ditemukan pernapasan
cuping hidung.
6) Dada.
Terdapat adanya pembesaran payu dara, adanya hiper pigmentasi areola mamae dan papila
mamae.
7) Pada klien nifas abdomen kendor kadang-kadang striae masih terasa nyeri. Fundus uteri 3
jari dibawa pusat.
8) Genitalia.
Pengeluaran darah campur lendir, pengeluaran air ketuban, bila terdapat pengeluaran
mekomium yaitu feses yang dibentuk anak dalam kandungan menandakan adanya kelainan
letak anak.
9) Anus.
Kadang-kadang pada klien nifas ada luka pada anus karena rupture.
10) Ekstermitas.
Pemeriksaan odema untuk mrlihat kelainan-kelainan karena membesarnya uterus, karenan
preeklamsia atau karena penyakit jantung atau ginjal.
11) Tanda-tanda vital.
12) Apabila terjadi perdarahan pada pos partum tekanan darah turun, nadi cepat, pernafasan
meningkat, suhu tubuh turun.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri akut berhubungan dengan pelepasan mediator nyeri (histamin, prostaglandin) akibat
trauma jaringan dalam pembedahan (section caesarea).
b. Intoleransi aktivitas b/d tindakan anestesi, kelemahan, penurunan sirkulasi.
c. Gangguan Integritas Kulit b.d tindakan pembedahan.
d. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan trauma jaringan/luka kering bekas operasi.
e. Ansietas berhubungan dengan kurangnya informasi tentang prosedur pembedahan,
penyembuhan dan perawatan post operasi.
f. Defisit perawatan diri b/d kelemahan fisik akibat tindakan anestesi dan pembedahan.
3. Rencana Keperawatan
a. Nyeri akut berhubungan dengan pelepasan mediator nyeri (histamin, prostaglandin) akibat
trauma jaringan dalam pembedahan (section caesarea).
Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan nyeri klien
berkurang/terkontrol dengan kriteria hasil :
1) Mengungkapkan nyeri dan tegang di perutnya berkurang.
3) TTV dalam batas normal ; Suhu : 36-37 0 C, TD : 120/80 mmHg, RR :18-20x/menit, Nadi :
80-100 x/menit.
Intervensi :
2) Kaji pengaruh aktivitas terhadap kondisi luka dan kondisi tubuh umum.
4) Bantu klien untuk melakukan tindakan sesuai dengan kemampuan /kondisi klien.
Intervensi :
d. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan trauma jaringan/luka bekas operasi (SC).
Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan klien tidak
mengalami infeksi dengan kriteria hasil :
1) Tidak terjadi tanda-tanda infeksi (kalor, rubor, dolor, tumor, fungsio laesea).
2) Suhu dan nadi dalam batas normal (suhu = 36,5 -37,50 C, frekuensi nadi = 60 -100x/menit).
3) WBC dalam batas normal (4,10-10,9 10^3/uL).
Intervensi :
1) Tinjau ulang kondisi dasar/faktor risiko yang ada sebelumnya. Catat waktu pecah ketuban.
2) Kaji adanya tanda infeksi (kalor, rubor, dolor, tumor, fungsio laesa).
3) Lakukan perawatan luka dengan teknik aseptic.
4) Inspeksi balutan abdominal terhadap eksudat/rembesan. Lepaskan balutan sesuai indikasi.
5) Anjurkan klien dan keluarga untuk mencuci tangan sebelum/sesudah menyentuh luka.
6) Pantau peningkatan suhu, nadi, dan pemeriksaan laboratorium jumlah WBC/sel darah putih.
7) Kolaborasi untuk pemeriksaan Hb dan Ht. Catat perkiraan kehilangan darah selama prosedur
pembedahan.
8) Anjurkan intake nutrisi yang cukup.
9) Kolaborasi penggunaan antibiotik sesuai indikasi.
Carpenito. (2001). Rencana Asuhan & Dokumentasi Keperawatan, Diagnosa keperawatan dan
masalah kolaboratif. Jakarta : EGC
Johnson, M., et all. (2000). Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition. New Jersey:
Upper Saddle River
Manuaba, Ida Bagus Gede. (2002). Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dan Keluarga
Berencana, Jakarta : EGC
Mc Closkey, C.J., et all. (1996). Nursing Interventions Classification (NIC) Second Edition. New
Jersey: Upper Saddle River
NANDA. (2012). Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA : Definisi dan Klasifikasi. Jakarta : Prima
Medika
Nurjannah Intansari. (2010). Proses Keperawatan NANDA, NOC &NIC. Yogyakarta : mocaMedia
Saifuddin, AB. (2002). Buku panduan praktis pelayanan kesehatan maternal dan neonatal. Jakarta :
penerbit yayasan bina pustaka sarwono prawirohardjo
Santosa, Budi. (2007). Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006. Jakarta: Prima Medika
Sarwono Prawiroharjo. (2009). Ilmu Kebidanan, Edisi 4 Cetakan II. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka
ASKEP POST SC
TINJAUAN KASUS
Nama Pengkaji :
1. WINDRA BANGUN S.
2. UMIATI
3. HENI A.
4. RIAN Y.
Ruang : BOUGENVILLE
A. Identitas Klien
Nama : Ny. R
Umur : 18 tahun
Pendidikan : SMK
Agama : Islam
Suku : Jawa
Nama : Tn. M
Umur : 23 tahun
Pendidikan : SMK
Pekerjaan : Wiraswasta
Agama : Islam
Suku : Jawa
1. Berapa kali periksa saat hamil : 7x (2x pada trimester pertama, 2x trimester ke
dua, dan 3x pada trimester ke 3)
E. Riwayat Persalinan
3. BB / PB : 2700 gram / 47 cm
5. Perdarahan : 150 cc
F. Riwayat Ginekologi
1. Masalah ginekologi :
b. Siklus : 28 hari
c. Lama : 7-8 hari
d. Volume : 60 cc
e. Konsistensi : cair
g. Disminore : kadang-kadang
1. Status obstetric : P1 A0
4. Pemerisaan fisik
a. Tanda vital
TD : 122/74 mmHg
Nadi : 88 x / menit
Suhu : 35,7 0C
RR : 25 x / menit
b. Kepala
Kepala : Mesochepal, tidak ada lesi dan benjolan, rambut tidak rapi
Mata : Simetris, konjungtiva tak anemis, sklera tak ikterik, tiak ada
kotoran mata, tidak ada edema
Hidung : Simetris, tak ada kotoran didakam lubang hidung, tak ada
polip
Mulut : Mukosa bibir kering, mulut bersih, gigi masih utuh, tidak ada
pembengkakan gusi, tidak ada stomatitis
Leher : tak ada pembesaran kelenjar tiroid, tak ada peningkatan vena
jugularis
c. Dada
Jantung :
Paru :
Palpasi : tak adaa nyeri tekan, fokal fremitus seimbang kanan dan
kiri
Auskultasi : vesikuler
Payudara :
d. Abdomen
Keadaan : distensi
Fundus uterus
Kontraksi : baik(keras)
Perineum : utuh
Tanda REEDA :
Kebersihan : bersih
Lokhea : Rubra
Jumlah : 40cc
Konsistensi : cair
Bau : khas
Derajat :-
Lokasi :-
Berapa lama :-
Nyeri :Tidak
f. Ekstremitas
Ekstremitas atas :
Edema : tidak ada edema, rentang gerak 300, terpasang infus RL
ditangan kanan
Ekstremitas bawah:
g. Eliminasi
Kebiasaan tidur :
Keluhan ketidaknyamanan : Ya
- S : skala nyeri 7
Sifat : jarang
Intensitas :-
i. Mobilisasi dan latihan
k. Keadaan mental
m. Obat-obatan :
- Metronidazol 2 x 500 mg
- Inj. Alinamine 1 x 10 ml
- Inj. Ketorolac 3 x 30 mg
Oral :
- Cefadroxil 2 x 500 mg
- Vit c 3 x 50 mg
- SF/sulfaferosus 1 x 60 mg
n. Hasil Pemeriksaan Penunjang tgl 1 Maret 2013 jam 03.00 WIB
Paramet
er
DIFFERE
NTIAL
H. ANALISA DATA
S : skala nyeri 7
Do :
TD : 122/74 mmHg
N : 88 x/menit
Ds :
Do :
Kurang
Pasien bertanya-tanya cara
pengetahuan
agar ASInya mau keluar Kurang
mengenai
terpaparnya
1/ Pasien tampak kebingungan perawatan
informasi
3/2013 saat di tanya oleh perawat payudara
mengenai
mengenai brest care
j. perawatan
02.10 Pasien meminta kepada payudara
perawat untuk mengajari
pasien cara merawat
payudara yang benar
Ds :
Do :
1/
3/2013
j.
02.10
I. PRIORITAS DIAGNOSA KEPERAWATAN
J. INTERVENSI
K. IMPLEMENTASI
Tgl N Implementasi Respon T
/ jam o. DP TD
memberi penjelasan
pasien paham
2 pentingnya perawatan tentang penjelasan
j.0 diri dan menjelaskan
perawat
2.30 akibat jika tidak di rawat
mengajari keluarga
untuk membantu dalam suami pasien
j.0 2
personal hygiene pasien mengatakan paham
5.30 agar tidak tergantung dan sanggup untuk
pada perawat merawat
kebersihan diri
pasien
N : 82 x/mnt
S : 36OC
RR : 22 x/mnt
j.0
5.30 1
,2 mengkaji tingkat Pasien tidak bisa
kemampuan pasien untuk melakukan karena
melakukan personal masih sangat lemah
hygine dan nyeri
Pasien senang di
bantu perawat,
pasien bersih,
j.0 memberikan inj. pasien menjadi
9.00 Ketorolac 30 mg bersih setelah di
seka
membantu keluarga
3 TD: 110/60 mmHg
menyeka pasien dan
vulva hygiene N : 80 x/mnt
S:
0
36 C,RR:22x/m
mengukur TTV Inj.ketorolac 30
mg masuk dan
j.1
pasien kesakitan
0.00
1 saat diinjeksi
N : 79 x/mnt
S : 36,3OC
j.1 membantu keluarga
6.00 menyeka pasien dan RR : 20 x/mnt
N : 79 x/mnt
S : 36,3OC
1
membantu keluarga
menyeka pasien dan RR : 20 x/mnt
membersihkan genetalia
Pasien menjadi
mengukur TTV bersih setelah di
J.1
seka
7.00
N : 79 x/mnt
membantu keluarga
menyeka pasien dan S : 36,3OC
j.1
8.00 membersihkan genetalia
1 RR : 20 x/mnt
,4
mengukur TTV
Tidak ada tanda-
tanda infeksi, luka
kering dan bersih
02
/03/2013 Luka bersih dan
4
ditutup kembali
J.0
dengan plaster
5.00
anti air
mengkaji kondisi luka
1
,4 Skala nyeri 4, saat
bergerak sudah
tidak terlalu nyeri,
melakukan perawatan
nyeri timbul 1x /
luka dengan
20 menit
menggunakan
gentamycin dan sufratul
2 dan ditutup dengan
j.1 plaster anti air
6.00
mengkaji perubahan
skala nyeri
1
j.1
,4
7.00
03
/03/2013 4
J.0
5.00
04
/3/2013
J.0
8.00
L. EVALUASI
T N SOAP T
gl / jam o. DP TD
0 1 S : Pasien mengatakan nyeri berkurang,
4/3/201 skala nyeri 4
3
O:
J.
Expresi wajah mulai rileks
10.00
Tidak merintih kesakitan lagi
3 O:
O:
a. Pengertian
Sectio cesarea berasal dari bahasa latin caedere yang artinya memotong. Operasi
caesar atau sectio cesarea adalah proses persalinan yang dilakukan dengan cara mengiris
perut hingga rahim seorang ibu untuk mengeluarkan bayi (Soewarto, 2008).
Sectio cesarea adalah persalinan melalui sayatan pada dinding abdomen dan uterus
yang masih utuh dengan berat janin >1000 gram atau umur kehamilan lebih dari 28 minggu
(Manuaba, 2010).
Sectio cesarea adalah prosedur bedah untuk melahirkan janin dengan insisi melalui
abdomen dan uterus.
Mengenai kontra indikasi perlu diketahui bahwa sectio cesarea perlu dilakukan baik
untuk kepentingan ibu maupun untuk kepentingan anak. Oleh sebab itu, sectio cesarea tidak
dilakukan kecuali dalam keadaan terpaksa apabila misalnya terjadi indikasi panggul sempit,
atau apabila janin sudah meninggal dalam rahim, janin terlalu kecil untuk hidup diluar
kandungan, atau apabila janin terbukti menderita cacat seperti hidrosefalus dan
sebagainya.
Organ reproduksi wanita terbagi atas 2 bagian yaitu organ reproduksi eksterna
wanita (organ bagian luar ) dan organ reproduksi interna wanita (organ bagian dalam)
(2) Mons veneris atau mons pubis adalah bagian yang menonjol di atas simfisis dan
pada perempuan setelah pubertas ditutup oleh rambut kemaluan. Pada perempuan
umumnya batas atas rambut melintang sampai pinggir atas simfisis, sedangkan ke bawah
sampai ke sekitar anus dan paha.
(3) Labia mayora (bibir-bibir besar) terdiri atas bagian kanan dan kiri, lonjong
mengecil ke bawah, terisi oleh jaringan lemak yang serupa dengan yang ada di mons
veneris.
(4) Labia minora (bibir-bibir kecil atau nymphae) adalah suatu lipatan tipis dan kulit
sebelah dalam bibir besar. Kulit yang meliputi bibir kecil mengandung banyak glandula
sebasea (kelenjar-kelenjar lemak) dan juga ujung-ujung saraf yang menyebabkan bibir kecil
sangat sensitif. Jaringan ikatnya mengandung banyak pembuluh darah dan beberapa otot
polos yang menyebabkan bibir kecil ini dapat mengembang.
(5) Klitoris kira-kira sebesar kacang ijo, tertutup oleh preputium klitoridis dan terdiri
atas glans klitoridis, korpus klitoridis, dan dua krura yang menggantungkan klitoris ke os
pubis. Glans klitoridis terdiri atas jaringan yang dapat mengembang, penuh dengan urat
saraf, sehingga sangat sensitif.
(6) Vestibulum berbentuk lonjong dengan ukuran panjang dan depan ke belakang
dan dibatasi di depan oleh klitoris, kanan dan kiri oleh kedua bibir kecil dan di belakang oleh
perineum (fourchette).
(8) Introitus Vagina mempunyai bentuk dan ukuran yang berbeda-beda. Pada
seorang Virgo selalu dilindungi oleh labia minora yang baru dapat dilihat jika bibir kecil ini
dibuka. Introitus vagina ditutupi oleh selaput dara (himen). Himen ini mempunyai bentuk
berbeda-beda, dan yang semilunar (bulan sabit) sampai yang berlubang- lubang atau yang
bersekat (septum).
(9) Perineum terletak antara vulva dan anus, panjangnya rata-rata 4 cm. Jaringan
yang mendukung perineum terutama ialah diafragma pelvis dan diafragma urogenitalis
(Prawirohardjo, 2009).
Setelah melewati introitus vagina, terdapat liang kemaluan (vagina) yang merupakan
suatu penghubung antara. introitus vagina dan uterus. Dinding depan dan belakang vagina
berdekatan satu sama lain, masing- masing panjangnya berkisar antara 6-8 cm dan 7-10
cm. Bentuk vagina sebelah dalam yang berlipat-lipat disebut rugae.
(2) Uterus
Uterus berbentuk seperti buah avokad atau buah pir yang sedikit gepeng ke arah
depan belakang. Ukurannya sebesar telur ayam dan mempunyai rongga. Dindingnya terdiri
atas otot-otot polos. Ukuran panjang uterus adalah 7-7,5 cm, lebar di atas 5,25 cm, tebal 2,5
cm, dan tebal dinding 1,25 cm. Letak uterus dalam keadaan fisiologis adalah
anteversiofleksio (serviks ke depan dan membentuk sudut dengan vagina, sedangkan
korpus uteri ke depan dan membentuk sudut dengan serviks uteri).
3) Tuba Falloppi
(b) Pars ismika merupakan bagian medial tuba yang sempit seluruhnya. Pars
ampullaris, yaitu bagian yang berbentuk sebagai saluran agak lebar, tempat konsepsi
terjadi.
(c) Infundibulum, yaitu bagian ujung tuba yang terbuka ke arah abdomen dan
mempunyai fimbriae. Fimbriae penting artinya bagi tuba untuk menangkap telur dan
selanjutnya menyalurkan telur ke dalam tuba. Bentuk infundibulum seperti anemon (sejenis
binatang laut).
(d) Ovarium (Indung Telur) Perempuan pada umumnya mempunyai 2 indung telur
kanan dan kiri. Mesovarium menggantung ovanium di bagian belakang ligamentum latum
kiri dan kanan. Ovarium berukuran kurang lebih sebesar ibu jari tangan dengan ukuran
panjang kira-kira 4 cm, lebar dan tebal kira-kira 1,5 cm (Prawirohardjo, 2009).
Secara garis besar berfungsi sebagai sistem reproduksi dapat digolongkan sebagai
berikut:
(1) Genetalia eksterna Fungsi dari genetalia eksterna adalah dikhususkan untuk
kopulasi (koitus)
(3) Vagina berfungsi sebagai saluran keluar untuk mengeluarkan darah haid dan
secret lain dari rahim, alat untuk bersenggama, jalan lahir pada waktu persalinan.
(4) Uterus setiap bulan berfungsi dalam siklus haid, tempat janin tumbuh dan
berkembang, berkontraksi terutama sewaktu bersalin.
(5) Tuba fallopi berfungsi untuk menyalurkan telur atau hasil konsepsi kearah kavum
uteri dengan arus yang ditimbulkan oleh gertaran rambut getar tersebut.
(6) Ovarium berfungsi sabagai saluran telur, menangkap dan membawa ovum yang
dilepaskan oleh indung telur, yempat terjadinya pembuahan (Prawirohardjo, 2006).
Kelebihan :
Kekurangan :
(b) Untuk persalinan berikutnya lebih sering terjadi ruptur uteri spontan.
(c) Sectio Caesarea Ismika atau Profunda atau Low Cervical dengan insisi pada
segmen bawah rahim.
Kelebihan :
(c) Tumpang tindih dari peritoneal Flap baik sekali untuk menahan penyebaran isi
uterus ke rongga peritoneum.
(e) Dibandingkan dengan cara klasik kemungkinan ruptur uteri spontan kurang atau
lebih kecil.
Kekurangan :
(a) Luka melebar ke kiri, kanan, dan bawah sehingga dapat menyebabkan
pedarahan yang banyak.
c. Etiologi
Beberapa penyebab dilakukan sectio caesarea yaitu :
1) Cephalo pelvic disproportion/ disproporsi kepala panggul yaitu apabila bayi terlalu
besar atau pintu atas panggul terlalu kecil sehingga tidak dapat meleawati jalan lahir dengan
aman, sehingga membawa dampak serius bagi ibu dan janin.
2) Plasenta previa yaitu plaesenta melekat pada ujung bawah uterus sehingga
menutupi serviks sebagian atau seluruhnya, sehingga ketika serviks membuka selama
persalinan ibu dapat kehilangan banyak darah, hal ini sangat berbahaya bagi ibu maupun
janin.
3) Tumor pelvis (obstruksi jalan lahir, dapat menghalangi jalan lahir akibatnya bayi
tidak dapat dikeluarkan melalui vagina. Kelainan tenaga atau kelainan his, misalnya pada
ibu anemia sehingga kurang kekuatan/tenaga ibu untuk mengedan dapat menjadi rintangan
pada persalinan, sehingga persalinan mengalai hambatan/kemacetan.
4) Ruptura uteri imminent (mengancam) yaitu adanya ancaman akan terjadi ruptur
uteri bila persalinan spontan. Kegagalan persalinan : persalinan tidak majui dan tidak ada
pembukaan, disebabkan serviks yang kaku, sering terjadi pada ibu primi tua atau jalan
persalinan yang lama.
d. Patofisiologi
Sectio Cesarea merupakan tindakan untuk melahirkan bayi dengan berat diatas 500
gr dengan sayatan pada dinding uterus yang masih utuh. Indikasi dilakukan tindakan ini
yaitu distorsi kepala panggul, disfungsi uterus, distorsia jaringan lunak, placenta previa dan
lain-lain untuk ibu. Sedangkan untuk janin adalah gawat janin. Janin besar dan letak lintang
setelah dilakukan SC ibu akan mengalami adaptasi post partum baik dari aspek kognitif
berupa kurang pengetahuan. Akibat kurang informasi dan dari aspek fisiologis yaitu produk
oxsitosin yang tidak adekuat akan mengakibatkan ASI yang keluar hanya sedikit, luka dari
insisi akan menjadi post de entris bagi kuman. Oleh karena itu perlu diberikan antibiotik dan
perawatan luka dengan prinsip steril.
Nyeri adalah salah utama karena insisi yang mengakibatkan gangguan rasa nyaman.
Sebelum dilakukan operasi pasien perlu dilakukan anestesi bisa bersifat regional dan umum.
Namun anestesi umum lebih banyak pengaruhnya terhadap janin maupun ibu anestesi janin
sehingga kadang- kadang bayi lahir dalam keadaan apnoe yang tidak dapat diatasi dengan
mudah. Akibatnya janin bisa mati, sedangkan pengaruhnya anestesi bagi ibu sendiri yaitu
terhadap tonus uteri berupa atonia uteri sehingga darah banyak yang keluar. Untuk
pengaruh terhadap nafas yaitu jalan nafas yang tidak efektif akibat sekret yang berlebihan
karena kerja otot nafas silia yang menutup.
e. Pemeriksaan Penunjang
1) Pemeriksaan hemoglobin, dilakukan untuk mendeteksi adanya anemia dan
penyakit ginjal. Peningkatan hemoglobin dapat menunjukan indikasi adanya dehidrasi,
penyakit paru-paru obstruksi menahun, gagal jantung kongesti
2) Urinalisis adalah analisa fisik kimia dan mikroskopik terhadap urin berguna untuk
menentukan kadar albumin/glukosa.
5) Tes stress kontraksi atau tes nonstress : Mengkaji respon janin terhadap gerakan/
stress dari pola kontraksi uterus/ pola abnormal (Smeltzer 2001).
f. Penatalaksanaan
Medis Penatalaksanaan medis dan perawatan setelah dilakukan Sectio Caesarea
yaitu sebagai berikut :
2) Fundus uteri harus sering dipalpasi untuk memastikan bahwa uterus tetap
berkontraksi dengan kuat.
3) Analgesia meperidin 75-100 mg atau morfin 10-15 mg diberikan, pemberian
narkotik biasanya disertai anti emetik, misalnya prometazin 25 mg.
5) Pemberian cairan intra vaskuler, 3 liter cairan biasanya memadai untuk 24 jam
pertama setelah pembedahan.
6) Ambulasi, satu hari setelah pembedahan klien dapat turun sebertar dari tempat
tidur dengan bantuan orang lain.
7) Perawatan luka, insisi diperiksa setiap hari, jahitan kulit (klip) diangkat pada hari
keempat setelah pembedahan.
g. Komplikasi
1) Infeksi, Lokasinya pada rahim dapat meluas ke organ-organ dalam rongga
panggul disekitarnya. Faktor-faktor predisposisi partus lama, ketuban pecah dini, tindakan
vaginal sebelumnya.
4) Kurang kuatnya parut pada dinding uterus, sehingga bisa terjadi ruptur uteri pada
kehamilan berikutnya.
a. Pengertian Gemelly
Gemelly adalah Kehamilan ganda atau kehamilan kembar adalah kehamilan dengan
dua janin atau lebih. Sejak ditemukannya obat-obat dan cara induksi ovulasi maka dari
laporan-laporan dari seluruh pelosok dunia, frekuensi kehamilan kembar condong
meningkat. Bahkan sekarang telah ada hamil kembar lebih dari 6 janin.
b. Etiologi
Faktor-faktor yang mempengaruhi adalah bangsa umur dan paritas, sering
mempengaruhi kehamilan kembar 2 telur.
Menurut penelitian Gruelich (1930) pada 121 juta persalinan memperoleh angka
kejadian kehamilan ganda yaitu gemelly 1:85, triplet 1:7,629, quadruplet 1:670,743 dan
quintuplet 1:4 I.600.000
c. Jenis Gemelly
1) Gemelly dizigotik(kembar 2 telur), heterolog, biovuler dan futernal, kedua telur
bisa berasal dari :
4) Superfukundasi adalah pembuahan dua telur yang dikeluarkan pada ovulasi yang
sama pada dua kali koiy\tus yang dilakukan pada jarak waktu yang pendek. Hal ini
dilaporkan oleh Archer seorang wanita kulit putih yang melakukan koitus berturut-turut
dengan seorang kulit putih dan kemudian dengan pria Negro melahirkan bayi kembar : satu
bayi putih dan satu bayi Negro (mulatto). Superfetasi adalah kehamilan kedua yang terjadi
beberapa minggu atau bulan setelah kehamilan pertama. Belum pernah dibuktikan pada
manusia namun dapat ditemukan pada kuda. Pertumbuhan Janin Kembar
a. Berat badan satu janin kehamilan kembar rata-rata 1000 gr lebih ringan dari janin
tunggal
b. Badan baru lahir biasanya pada kembar dua di bawah 2500 gr, triplet di bawah
2000 gr, quadriplet di bawah 1500 gr dan quintuplet di bawah I 000 gr.
c. Berat badan masing-masin janin dari kehamilan kembar tidak sama umumnya
berselisih antara 50 sampai 1000gr, karena pembagian sirkulasi darah tidak sama maka
yang satu kurang bertumbuh dari yang lainnya.
lain, karena itu setelah bayi satu lahir tali pusat harus diikat untuk menghindari
perdarahan Karena itu janin yang satu dapat terganggu pertumbuhannya dan menjadi
Dapat terjadi sindroma transfuse fetal: pada janin yang dapat darah lebih banyak
terjadi: hidramnion, polisitemia, edema dan pertumbuhan yang baik. Sedangkan
e. Pada kehamilan kembar dizigotik dapat terjadi satu janin meninggal dan yang satu
tumbuh sampai cukup bulan. Janin yang mati bisa diresorbsi (kalau pada kehamilan muda)
atau pada kehamilan agak tuajanin jadi gepeng disebut fetus papyraseus atau kompresus.
Letak Pada Presentasi lanin Pada kehamilan kembar sering terjadi kesalahan presentasi
dan posisi kedua janin. Begitu pula letak janin kedua dapat berubah setelah janin pertama
lahir, misalnya dari letak lintang berubah menjadi letak sungsang atau letak kepala. Berbagai
kombinasi letak, presentasi dan posisi bisa terjadi ; yang paling sering dijumpai adalah:
7) Letak dan presentasi 69 adalah letak yang berbahaya, karena dapat terjadi "kunci-
mengunci" (interlocking) Diagnosis Kehamilan Kembar
c. Anamnesa
a) Pada pemeriksaan pertama dan ulang pada kesan uterus lebih besar dan cepat
tumbuhnya dari biasa
e) Teraba 2 balotemen
2) Auskultasi
Terdengar dua denyut jantung janin pada 2 tempat yang agak berjauhan dengan
perbedaan kecepatan sedikitnya l0 denyut per menit atau sama-sama dihitung dan
berselisih
3) Pemerikaaan penunjang
a) Rontgen foto abdomen : keliatan 2 janin.
c) Elektrokardiogram fetal : diperoleh dua EKG yang berbeda dari kedua janin.
4) Reaksi kehamilan :
Karena pada hamil kembar umumnya plasenta besar atau ada dua plasenta" maka
produksi HCG akan tinggi jadi reaksi kehamilan titrasi bisa positif . Hal ini dapat meragukan
dengan molahidatidosa. Kadang kala diagnosa baru diketahui setelah bayi pertama lahir,
uterus masih besar dan ternyata ada satu janin lagi dalam rahim. Kehamilan kembar sering
bersamaan dengan hidramnion dan toksemia gravidarum. Pengaruh Terhadap Ibu dan
janin :
d) Karena uterus yang besar, wanita mengeluh sesak nafas, sering miksi, edema
dan varises pada tungkai dan vulva.
e) Dapat terjadi inersia uteri, perdarahan post partum dan solusio plasenta dan
sesudah anak pertama lahir.
Terhadap janin:
b) Bila sesudah bayi pertama lahir terjadi solusio plasenta, angka kematian bayi
kedua tinggi.
c) Sering terjadi kesalahan letak janin, yang juga akan mempertinngi angka kematian
janin.
Penanganan dalam Kehamilan Prenatal yang baik untuk mengenal kehamilan
kembar dan mencegah komplikasi yang timbul, dan bila diagnosa telah ditegakkan periksa
akan lebih sering (1kali seminggu pada kehamilan 32 minggu ke atas). Setelah kehamilan
30 minggu, koitus dan perjalanan jauh dilarang, karena akan merangsang partus
premafurus. Pemakaian gurita korset yang tidak terlalu ketat dibolehkan, supaya terasa lebih
ringan. Pemeriksaan darah lengkap.
1) Bila anak satu letaknya membujur, kala satu diawasi seperti biasa ditolong seperti
biasa dengan episiotomi mediolateralis
2) Setelah itu baru waspada, lakukan periksa luar, periksa dalam untuk menentukan
Keadaan janin II. Tunggu, sambil memeriksa tekanan darah itu dan lain-lain.
a) Biasanya dalam 10-15 menit his akan kuat lagi. Bila janin II letaknya membujur,
ketuban dipecahkan pelan-pelan supaya air ketuban tidak deras mengalir keluar.Tunggu dan
pimpinan persalinan anak II seperti biasa.
c) Bila ada kelainan letak anak II, melintang atau terjadi prolaps tali pusat dan solusio
plasentae, maka janin dilahirkan dengan cara operatif obstetric; Pada letak lintang coba
versi luar dulu. Atau lahirkan dengan cara versi dan ekstrasi. Pada letak kepala persalinan
dipercepat dengan ekshasi vakum atau forseps. Pada letak bokong atau kaki; ekstraksi
bokong atau kaki.
3) Plasenta praevia.
4) Terjadi interlocking pada letak kedua janin 69; anak satu letak sungsang dan anak
II letak kepala.
5) Kala IV diawasi terhadap kemungkinan terjadinya perdarahan postpartum;
berikan suntikan sinto-metrin yaitu l0 satuan sintosinon tambah 0,2 mg methergin intravena.
e) Prognosis
Prognosis untuk ibu lebih jelek bila dibandingkan dengan kehamilan tunggal, karena
seringnya terjadi toksemi gravidarum, hidramnion, anemia pertolongan obstetric operatif dan
perdarahan post partum. Kematian perinatal tinggi terutama karena premature, prolaps tali
pusat soluiso tali pusat. Kehamilan Supriae Kehamilan supriae atau kehamilan palsu atau
pseudocysis adalah keadaan dimana seorang wanita merasa dirinya benar-benar hamil,
tetapi sebenarnya dia sama sekali tidak hamil. Keadaan ini sering dijumpai pada wanita
yang mandul dan sangat ingin sekali punya anak. Sebagai akibat kelainan rasa kejiwaannya
maka timbullah gejala-gejala seperti wanita hamil; mual muntah, amenorea, perut
membesar atau dibesar-besarkan, bahkan ada yang sampai merasakan gerakan-gerakan
janinnya. Pernah dilaporkan seorang wanita datang ke rumah sakit untuk melahirkan bayi
yang dikandungnya dan ibu ini dikirim bidan untuk bersalin. Setelah diperiksa untuk diteliti,
ternyata bahwa wanita ini tidak hamil; uterus besar biasa dan tanda-tanda kehamilan lainnya
tidak ada. Setelah diberitahukan yang sebenarnya barulah ibu ini insyaf bahwa dia tidak
hamil.