Laporan Pendahuluan DVT
Laporan Pendahuluan DVT
Laporan Pendahuluan DVT
E. Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium mendapatkan peningkatan kadar D-dimer dan
penurunan antitrombin (AT). D-dimer adalah produk degradasi fibrin. Pemeriksaan Ddimer dapat dilakukan dengan ELISA atau latex agglutination assay. D-dimer <0,5
mg/mL dapat menyingkirkan diagnosis DVT. Pemeriksaan ini sensitif tetapi tidak
spesifik, sehingga hasil negatif sangat berguna untuk eksklusi DVT, sedangkan nilai
positif tidak spesifik untuk DVT, sehingga tidak dapat dipakai sebagai tes tunggal
untuk diagnosis DVT.
2. Radiologis
Pemeriksaan radiologis penting untuk mendiagnosis DVT. Beberapa jenis
pemeriksaan radiologis yang dapat digunakan untuk menegakkan diagnosis DVT,
yaitu:
Venografi
Disebut juga sebagai plebografi, ascending contrast phlebography atau
contrast venography. Prinsip pemeriksaannya adalah menyuntikkan zat kontras
ke dalam sistem vena, akan terlihat gambaran sistem vena di betis, paha,
inguinal sampai ke proksimal vena iliaca. Venografi dapat mengidentifikasi lokasi,
penyebaran, dan tingkat keparahan bekuan darah serta menilai kondisi vena
dalam. Venografi digunakan pada kecurigaan kasus DVT yang gagal diidentifikasi
menggunakan pemeriksaan non-invasif. Venografi adalah pemeriksaan paling
akurat untuk mendiagnosis DVT. Sensitivitas dan spesifisitasnya mendekati
100%, sehingga menjadi gold standard diagnosis DVT. Namun, jarang digunakan
karena invasif, menyakitkan, mahal, paparan radiasi, dan risiko berbagai
komplikasi.
Flestimografi Impedans
Prinsip pemeriksaan ini adalah memantau perubahan volume darah
tungkai. Pemeriksaan ini lebih sensitif untuk trombosis vena femoralis dan iliaca
dibandingkan vena di daerah betis.
3. Ultrasonografi (USG) Doppler
Saat ini USG sering dipakai untuk mendiagnosis DVT karena non-invasif.
USG memiliki tingkat sensitivitas 97% dan spesifisitas 96% pada pasien yang
dicurigai menderita DVT simptomatis dan terletak di daerah proksimal.
4. Magnetic Resonance Venography
Prinsip pemeriksaan ini adalah membandingkan resonansi magnetik antara
daerah dan aliran darah vena lancar dengan yang tersumbat bekuan darah.
Pemeriksaan ini mempunyai sensitivitas dan spesifisitas tinggi, namun belum luas
digunakan. Saat ini sedang dikembangkan pemeriksaan resonansi magnetik untuk
deteksi langsung bekuan darah dalam vena. Pemeriksaan ini tidak menggunakan
kontras, hanya memanfaatkan kandungan methemoglobin bekuan darah.
F. Penatalaksanaan
Hanya dilakukan pada kasus yang diagnosisnya sudah jelas ditegakkan
mengingat obat-obatan dapat menimbulkan efek samping serius.
Terapi Trombolitik
Tidak seperti antikoagulan, obat-obat trombolitik menyebabkan lisisnya
Trombektomi
Terapi open surgical thrombectomy direkomendasikan untuk DVT yang
ulcer), biasanya di daerah perimaleolar tungkai. Ulserasi dapat diberi pelembap dan
perawatan luka. Setelah ulkus sembuh pasien harus menggunakan compressible
stocking untuk mencegah berulangnya post thrombotic syndrome. Penggunaan
compressible stocking dapat dilanjutkan selama pasien mendapatkan manfaat tetapi
harus diperiksa berkala.
ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN FOKUS
1. Demograf
DVT
sebagai
salah
satu
manifestasi
dari
Venous
patologi
(trauma,
hiperkoagulabilitas
kongenital,
bedah,
obat-obatan
(kontrasepsi
kehamilan,
hormonal,
pemeriksaan
fsik
tanda-tanda
klasik
seperti
edema
4. Pemeriksaan Penunjang
a. Venograf atau flebograf
Venograf atauflebograf merupakan pemeriksaan standar untuk
mendiagnosis DVT baik pada betis,paha maupun ileofemoral.
b. Ultrasonograf (USG) Doppler (duplex scanning)
c. USG kompresi
d. Venous Impedance Plethysmography (IPG)
e. Magnetic Resonance Imaging (MRI)
MRI
umumnya
digunakan
untuk
mendiagnosis
DVT
kava
dimana
Duplexscanning
pada
ekstremitas
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri berhubungan dengan gangguan aliran balik vena
2. Resiko tinggi terhadap kerusakan integritas kulit berhubungan
dengan edema kronis pergelangan kaki
3. Resiko
tinggi
terhadap
inefektiftas
penatalaksanaan
regimen
DAFTAR PUSTAKA
1. JCS Guidelines 2011. Guidelines for the diagnosis, treatment and prevention of
pulmonary thromboembolism and deep vein thrombosis. Circ J. 2011; 75: 1258-81
2. Goldhaber S. Risk factors for venous thromboembolism. J Amer Coll Cardiol. 2010; 56:1-7
3. Bates S, Ginsberg G. Treatment of deep vein thrombosis. N Engl J Med. 2004; 351:26877
4. Hirsh J, Lee AY. How we diagnose and treat deep vein thrombosis. Blood
2002;99(9):3102-10.
5. Buller H, Davidson B, Decousus H, Gallus A, Gent M. Fondaparinux or enoxaparin for the
initial treatment of symptomatic deep vein thrombosis. Ann Intern Med.
2004; 140:867-73.
6. Ginsberg, J. Deep venous thrombosis. Cecil Medicine. 23rd ed. New York: Mc Graw-Hill;
2007.
7. Bates SM, Jaeschke R, Stevens SM, Goodacre S, Wells PS, Stevenson MD, et al
Diagnosis of DVT: Antithrombotic therapy and prevention of thrombosis. 9th ed.
American College of chest physicians. Evidence-based clinical practice guidelines. Chest
2012; 141(2)(Suppl):351418. doi: 10.1378/chest.11-2299.
8. Fauci,AS, Kasper DL, Longo DL, Braunwald E, Hauser SL, Jameson JL, et al. Venous
thrombosis. In: Harrisons principles of internal medicine. 17th ed. Ch.111. USA:
McGraw-Hill; 2008.
9. Breddin HK, Hach-Wunderle V, Nakov R, Kakkar VV; CORTES Investigators. Clivarin:
Assessment of Regression of Thrombosis, Efficacy, and Safety. Effects of a LMH on
thrombus regression and recurrent thrombo-embolism in patient DVT. N. Engl J Med. 2001;
344:626-31.
10. Partsch H, Blattler W. Compression and walking versus bed rest in the treatment of
proximal deep venous thrombosis with low molecular weight heparin. J Vasc Surg. 2000;
32:861-9 .
11. Acang, Nuzirwan. Trombosis vena alam. Maj Kedokt Andalas 2001; 25(2) : 46-55.
12. Dupras D, Bluhm J, Felty C, Hansens C, Johnsons T, Lim K. Venous thromboembolism
diagnosis and treatment. Institute for Clinical System Improvement. 2013; 5 : 1-36.
13. David L, Erica P, James D, Mark B. Diagnosis and management of iliofemoral deep vein
thrombosis: Clinical practice guideline. CMAJ. 2015;23: 1-9