Kasus RHD

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 28

Presentasi Kasus

Rheumatic Heart Disease

Oleh :
Andi Eka Steffy Yuliana
1102011026
Pembimbing :
dr. Syarif Hidayat, Sp.JP

Kepaniteraan Ilmu Penyakit Dalam RS dr. Dradjat Prawiranegara Serang


Fakultas Kedokteran Universitas Yarsi
Periode Mei 2016

BAB I
STATUS PASIEN
IDENTITAS PASIEN
Nama Pasien

: Ny. M

Umur

: 41 tahun

Alamat

: Cibuntu, Serang

Jenis Kelamin

: Perempuan

Agama

: Islam

Pekerjaan

: Ibu Rumah Tangga

No. Rekam Medis

: 21.82.51

Ruang Rawat

: Anggrek II

Tanggal Masuk RS

: 07 Juni 2016

Tanggal pemeriksaan : 08 Juni 2016


ANAMNESIS
Keluhan utama

: Nyeri perut sebelah kiri sejak 1 hari SMRS

Keluhan tambahan

: Sesak nafas, nyeri dada, jantung berdebar-debar, nyeri sendi, batuk dan

mual
Riwayat penyakit sekarang :
Pasien datang ke RS dr. Drajat Prawiranegara dengan keluhan nyeri perut sebelah kiri
sejak 1 hari SMRS. Nyeri perut disertai keluhan mual, muntah disangkal oleh pasien. Pasien juga
mengatakan terdapat batuk kering dan nyeri tenggorokan sejak 2 minggu SMRS. Batuk disertai
sesak nafas, sesak nafas memberat apabila sedang berjalan jauh dan beraktivitas yang berat.
Pasien juga mengatakan apabila tidur menggunakan bantal. Sesak hilang apabila pasien
beristirahat Pasien mengatakan saat sesak nafas timbul nyeri dada sebelah kiri yang menjalar
sampai ke punggung, nyeri dirasakan seperti ditusuk-tusuk. Pasien mengatakan akhir-akhir ini
merasa jantung berdebar-debar dan lebih nyaman tidur dengan posisi duduk atau bersandar ke

dinding kamar. dan pasien juga merasakan sendi-sendi sekujur tubuhnya terasa nyeri. Demam
disangkal oleh pasien, BAB BAK lancar tidak ada keluhan.
Riwayat penyakit dahulu :

Riwayat penyakit jantung 5 bulan yang lalu dengan pembengkakan jantung


Riwayat penyakit asma disangkal.
Riwayat penyakit hipertensi disangkal
Riwayat alergi obat disangkal.
Riwayat penyakit diabetes mellitus disangkal.

Riwayat penyakit keluarga :

Riwayat penyakit keluarga hipertensi


Riwayat penyakit keluarga asma disangkal.
Riwayat penyakit keluarga jantung disangkal.
Riwayat keluarga penyakit diabetes mellitus disangkal

STATUS GENERALIS
Kesadaran

: Compos Mentis

Keadaan umum

: Sedang

Tekanan darah

: 100/70 mmHg

Nadi

: 88 x/menit ireguler

Suhu

: 37 C

Pernapasan

: 26 x/menit

PEMERIKSAAN FISIK
Kepala
Mata
Leher
Toraks

Normocephal, Rambut hitam, tidak mudah dicabut.


Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), refleks cahaya +/+,
pupil isokor
Tidak teraba adanya pembesaran kelenjar getah bening. Tidak ada
peningkatan JVP.
Inspeksi: simetris saat statis dan dinamis, tidak terdapat retraksi atau
penggunaan otot pernapasan tambahan. Pulsasi ichtus kordis tidak
terlihat.
Palpasi: Fremitus taktil dan fremitus fokal sama kanan dan kiri.
Ichtus kordis tidak teraba.
Perkusi: Pada lapangan paru didapatkan bunyi sonor.
Batas Jantung:

Abdomen

Ekstremitas

Batas janung kanan pada ics IV linea parasternalis dextra


Batas jantung kiri pada ics V linea mid clavicularis sinistra
batas pinggang jantung pada ics IV linea parasternalis sinistra
Auskultasi: Bunyi paru vesikuler +/+, ronki -/-, wheezing -/-.
Bunyi jantung S1 S2 reguler. Murmur (-). Gallop (-).
Inspeksi: Supel, turgor baik, dinding abdomen simetris, tidak terlihat
adanya massa.
Palpasi: nyeri tekan (-), tidak teraba massa, pembesaran hepar
maupun lien
Perkusi : timpani
Auskultasi : Bising Usus (+)
Akral hangat, edema (-). CRT < 2

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan Laboratorium Darah (07/6/16)


Haemoglobin : 12,8 g/dL
Leukosit : 16.340 / uL
Hematokrit : 35,46 %
Trombosit : 463.000 / uL
Gula Darah Sewaktu : 110
Ureum : 21 mg/dL
Creatinin : 0,7 mg/dL

Pemeriksaan Elektrokardiogram
Tanggal 7 Juni 2016

DIAGNOSIS KERJA
CHF , MS e.c RHD , AF

TATALAKSANA
O2 5 lpm
IVFD N5 loading 500 cc
Injeksi ranitidine 2x1 iv
Injeksi ceftriaxone 2x1 iv
Digoxin tablet 1x0,25
Furosemide 40 mg 2x1/2 tablet
ISDN 5 mg 3x1
Aspilet 80 mg 1x1
Simvastatin 10 mg 1x1
Sucralfate syrup 3x2cth
PROGNOSIS
Ad vitam

: Dubia ad bonam

Ad functionam

: Dubia ad malam

Ad sanationam

: Dubia ad malam

FOLLOW UP
Tanggal
07/6/16

Perjalanan Penyakit
S/ Nyeri perut sebelah kiri (+), sesak (+)
O/ KU : sedang TD : 110/70 mmHg RR : 26x/m
KS : CM

N : 84x/m S : 36,5 C

Haemoglobin : 12,8 g/dL


Leukosit : 16.340 / uL
Hematokrit : 35,46 %
Trombosit : 463.000 / uL
Gula Darah Sewaktu : 110
Ureum : 21 mg/dL
Creatinin : 0,7 mg/dL
A/ CHF AF RHD
P/ O2 5 lpm
IVFD N5 loading 500 cc

Keterangan
Dr. IGD

Injeksi ranitidine 2x1 iv


Injeksi ceftriaxone 2x1 iv
Digoxin tablet 1x0,25
Furosemide 40 mg 2x1/2 tablet
ISDN 5 mg 3x1
Aspilet 80 mg 1x1
Simvastatin 10 mg 1x1
08/6/16

Sucralfate syrup 3x2cth


S/ Nyeri perut sebelah kiri (+), sesak (-)
O/ KU : sedang TD : 110/70 mmHg RR : 20x/m
KS : CM

N : 80x/m S : 36,2 C

Hasil lab :
Haemoglobin : 11,8 g/dL
Leukosit : 14.100 / uL
Hematokrit : 34,80 %
Trombosit : 397.000 / uL
Gula Darah Sewaktu : 97
Natrium : 136 mmol/L
Kalium : 3,23 mmol/L
Klorida : 98 mmol/L
Kolesterol : 144 mg/dL
HDL : 29 mg/dL
LDL : 84,20 mg/dL
SGOT : 33 U/L
SGPT : 29 U/L
A/ CHF AF RHD
P/ O2 5 lpm
IVFD N5 loading 500 cc
Injeksi ranitidine 2x1 iv
Injeksi ceftriaxone 2x1 iv
Digoxin tablet 1x0,25

Dr. SpJP

Furosemide 40 mg 2x1/2 tablet


ISDN 5 mg 3x1
Aspilet 80 mg 1x1
Simvastatin 10 mg 1x1
Sucralfate syrup 3x2cth
EKG : AF
09/6/16

Rontgen
S/ mual (+), batuk berdahak kuning (+)
O/ KU : sedang TD : 120/70 mmHg RR : 22x/m
KS : CM

N : 86x/m S : 36,7 C

A/ CHF AF RHD
P/ O2 2-4 liter/menit
NaCl 0,9% 500 cc/24 jam
Injeksi furosemide 2x1 amp iv
Injeksi ranitidine 2x1 amp iv
Ceftriaxone stop
Aspilet 1x80 mg
Digoxin 1x0,25 mg
Cardace 1x2,5 mg
Sucralfate syrup 3x1cth
ECHO, Rontgen, cek ASTO, CRP, LED
Hasil ECHO :
Penemuan :
-

Fl sistolik EF 71%
Fl diastolic E/A
Kotraktilitas TAPSE 1,8 cm

Kesimpulan :
LA dilatasi
Murmur sistolik severe e.c RHD

Dr.SpJP

Hasil Rontgen :
Kardiomegali
S/ mual (+), batuk (+)
O/ KU : sedang TD : 90/60 mmHg RR : 20x/m
KS : CM

N : 84x/m S : 36,2 C

A/ CHF MS e.c RHD AF


P/ O2 2-4 liter/menit
NaCl 0,9% 500 cc/24 jam
Injeksi furosemide 2x1 amp iv
10/6/16

Injeksi ranitidine 2x1 amp iv


Aspilet 1x80 mg
Digoxin 1x0,25 mg
Cardace 1x2,5 mg
Sucralfate syrup 3x1cth
LED : 55 mm/jam (meningkat)
ASTO : negative

11/6/16

CRP : 15,60 mg/L (meningkat)


S/ batuk (+)
O/ KU : sedang TD : 110/70 mmHg RR : 20x/m
KS : CM

N : 86x/m S : 36,8 C

A/ CHF MS e.c RHD AF


P/ O2 2-4 liter/menit
NaCl 0,9% 500 cc/24 jam
Injeksi furosemide 2x1 amp iv
Injeksi ranitidine 2x1 amp iv
Aspilet 1x80 mg
Digoxin 1x0,25 mg
Cardace 1x2,5 mg
Sucralfate syrup 3x1cth
Concor 2,5 mg 1x1/2

Dr.SpJP

Phoenix metil penisilin 2x250 mg


S/ O/ KU : sedang TD : 110/80 mmHg RR : 20x/m
KS : CM

N : 86x/m S : 36,2 C

A/ CHF MS e.c RHD AF


P/ furosemid 1x40 mg
Aspilet 1x80 mg
13/6/16

Digoxin 1x0,25 mg

Dr.SpJP

Cardace 1x2,5 mg
Sucralfate syrup 3x1cth
Concor 2,5 mg 1x1/2
Phoenix metil penisilin 2x250 mg
ACC Boleh Pulang

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Gagal Jantung Kongestif (CHF)


2.1.1 Definisi CHF

Gagal jantung kongestif adalah ketidakmampuan jantung memompa darah dalam jumlah
yang cukup untuk memenuhi kebutuhan jaringan terhadap oksigen dan nutrien. Penamaan gagal
jantung kongestif yang sering digunakan jika terjadi gagal jantung sisi kiri dan sisi kanan.
2.1.2 Etiologi CHF
Gagal jantung kongestif dapat disebabkan oleh :
1) Penyakit arteri koroner dan serangan jantung. Arteri yang memasok darah ke otot jantung
sempit kibat penumpukan deposit lemak yang disebut aterosklerosis. Penumpukan plak dapat
menyebabkan aliran darah ke jantung berkurang. Serangan jantung terjadi jika plak di arteri
pecah, menyebabkan terbentuknya bekuan darah yang akan menghalangi aliran darah ke area
otot jantung, melemahnya kemampuan memompa jantung dan sering meninggalkan
kerusakan permanen. Jika kerusakan yang signifikan, hal itu dapat menyebabkan otot jantung
melemah.
2) Hipertensi. Jika tekanan darah tinggi, jantung harus bekerja lebih keras dari biasanya untuk
mengedarkan darah ke seluruh tubuh Anda. Otot jantung dapat menjadi lebih tebal untuk
mengimbangi. Akhirnya, otot jantung menjadi terlalu kaku atau terlalu lemah untuk
memompa darah dengan efektif.
3) Katup jantung yang rusak. Sebuah katup yang rusak - karena cacat jantung, penyakit arteri
koroner atau infeksi jantung - menyebabkan jantung bekerja lebih keras untuk menjaga darah
mengalir sebagaimana mestinya.
4) Kerusakan otot jantung (kardiomiopati).

Disebabkan

beberapa

penyakit,

infeksi,

penyalahgunaan alkohol dan efek toksik obat, seperti kokain atau obat yang digunakan untuk
kemoterapi, serta faktor genetik.
5) Kelainan jantung bawaan
6) Irama jantung abnormal (aritmia jantung). Aritmia dapat menyebabkan jantung berdetak
terlalu cepat, yang menciptakan pekerjaan tambahan bagi jantung. Jantung melemah,

menyebabkan gagal jantung. Detak jantung lambat dapat mencegah jantung mendapatkan
darah yang cukup untuk tubuh dan juga dapat menyebabkan gagal jantung.
7) Penyakit lainnya. Penyakit kronis - seperti diabetes, HIV, hipertiroidisme, hipotiroidisme,
atau penumpukan zat besi (hemochromatosis) atau protein (amiloidosis) juga dapat
menyebabkan gagal jantung.
Faktor risiko :
-

Tekanan darah tinggi


Penyakit arteri koroner
Serangan jantung
Diabetes dan beberapa obat diabetes
Sleep apnea
Penyakit jantung kongenital
Penyakit katup jantung
Virus, penggunaan alkohol, rokok
Obesitas

2.1.3 Patofisiologi CHF


Penurunan kontraksi venterikel akan diikuti penurunan curah jantung yang selanjutnya
terjadi penurunan tekanan darah (TD), dan penurunan volume darah arteri yang efektif. Hal ini
akan merangsang mekanisme kompensasi neurohurmoral. Vasokonteriksi dan retensi air untuk
sementara waktu akan meningkatkan tekanan darah, sedangkan peningkatan preload akan
meningkatkan kontraksi jantung melalui hukum Starling. Apabila keadaan ini tidak segera
diatasi, peninggian afterload, dan hipertensi disertai dilatasi jantung akan lebih menambah beban
jantung sehingga terjadi gagal jantung yang tidak terkompensasi. Dengan demikian terapi gagal
jantung adalah dengan vasodilator untuk menurunkan afterload venodilator dan diuretik untuk
menurunkan preload, sedangkan motorik untuk meningkatkan kontraktilitas miokard.
Mekanisme yang mendasari gagal jantung meliputi gangguan kemampuan kontraktilitas
jantung, yang menyebabkan curah jantung lebih rendah dari curah jantung normal. Konsep curah

jantung paling baik dijelaskan dengan persamaan CO= HR X SV dimana curah jantung adalah
fungsi frekuensi jantung X volume sekuncup.
Curah jantung yang berkurang mengakibatkan sistem saraf simpatis akan mempercepat
frekuensi jantung untuk mempertahankan curah jantung, bila mekanisme kompensasi untuk
mempertahankan perfusi jaringan yang memadai, maka volume sekuncup jantunglah yang harus
menyesuaikan diri untuk mempertahankan curah jantung. Tapi pada gagal jantung dengan
masalah utama kerusakan dan kekakuan serabut otot jantung, volume sekuncup berkurang dan
curah jantung normal masih dapat dipertahankan.
Volume sekuncup, jumlah darah yang dipompa pada setiap kontraksi tergantung pada tiga
faktor yaitu:
1) Preload: setara dengan isi diastolik akhir yaitu jumlah darah yang mengisi jantung
berbanding langsung dengan tekanan yang ditimbulkan oleh panjangnya regangan serabut
jantung.
2) Kontraktilitas: mengacu pada perubahan kekuatan kontraksi yang terjadi pada tingkat sel dan
berhubungan dengan perubahan panjang serabut jantung dan kadar kalsium.
3) Afterload: mengacu pada besarnya ventrikel yang harus di hasilkan untuk memompa darah
melawan perbedaan tekanan yang di timbulkan oleh tekanan arteriole.
2.1.4 Manifestasi Klinis CHF

2.1.5 Diagnosis CHF


1) Anamnesis
2) Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium rutin pada pasien diduga gagal jantung adalah darah perifer
lengkap (hemo-globin, leukosit, trombosit), elektrolit, kreatinin, laju filtrasi glomerulus
(GFR), glukosa, tes fungsi hati dan urinalisis. Pemeriksaan tambahan laindipertimbangkan
sesuai tampilan klinis. Gangguan hematologis atau elektrolit yang bermakna jarang dijumpai
pada pasien dengan gejala ringan sampai sedang yang belum diterapi, meskipun anemia
ringan, hiponatremia, hiperkalemia dan penurunan fungsi ginjal sering dijumpai terutama
pada pasien dengan terapi menggunakan diuretik dan/atau ACEI (Angiotensin Converting
Enzime Inhibitor), ARB (Angiotensin Receptor Blocker), atau antagonis aldosterone.
3) Troponin I atau T

Pemeriksaan troponin dilakukan pada penderita gagal jantung jika gambaran klinisnya
disertai dugaan sindroma koroner akut. Peningkatan ringan kadar troponin kardiak sering
pada gagal jantung berat atau selama episode dekompensasi gagal jantung pada penderita
tanpa iskemia miokard.
4) Ekokardiografi
Istilah ekokardiograf digunakan untuk semua teknik pencitraan ultrasound jantung termasuk
pulsed and continuous wave Doppler, colour Doppler dan tissue Doppler imaging (TDI).
Konfirmasi diagnosis gagal jantung dan/atau disfungsi jantung dengan pemeriksaan
ekokardiografi adalah keharusan dan dilakukan secepatnya pada pasien dengan dugaan gagal
jantung. Pengukuran fungsi ventrikel untuk membedakan antara pasien disfungsi sistolik
dengan pasien dengan fungsi sistolik normal adalah fraksi ejeksi ventrikel kiri (normal > 45 50%).
5) Elektrokardiogram (EKG)
Pemeriksaan elektrokardiogram harus dikerjakan pada semua pasien diduga gagal jantung.
Abnormalitas EKG memiliki nilai prediktif yang kecil dalam mendiagnosis gagal jantung,
jika EKG normal, diagnosis gagal jantung khususnya dengan disfungsi sistolik sangat kecil
(< 10%).
6) Foto Toraks
Merupakan komponen penting dalam diagnosis gagal jantung. Rontgen toraks dapat
mendeteksi kardiomegali, kongesti paru, efusi pleura dan dapat mendeteksi penyakit atau
infeksi paru yang menyebabkan atau memperberat sesak nafas. Kardiomegali dapat tidak
ditemukan pada gagal jantung akut dan kronik.
7) Ekokardiografi transesofagus
Direkomendasikan pada pasien dengan ekokardiografi transtorakal tidak adekuat (obesitas,
pasien dengan ventlator), pasien dengan kelainan katup, pasien endokardits, penyakit jantung
bawaan atau untuk mengeksklusi trombus di left atrial appendagepada pasien fibrilasi atrial
8) Ekokardiografi beban

Ekokardiografi beban (dobutamin atau latihan) digunakan untuk mendeteksi disfungsi


ventrikel yang disebabkan oleh iskemia dan menilai viabilitas miokard pada keadaan
hipokinesis atau akinesis berat.
2.1.6 Penatalaksanaan CHF
Dasar penatalaksanaan pasien gagal jantung adalah:
1) Dukung istirahat untuk mengurangi beban kerja jantung.
2) Meningkatkan kekuatan dan efisiensi kontraksi jantung dengan bahanbahan farmakologis.
3) Menghilangkan penimbunan cairan tubuh berlebihan dengan terapi diuretik diet dan istirahat.

2.1.6.1 Terapi Farmakologi


1) Angiotensin-converting enzyme (ACE) inhibitor. ACE inhibitor adalah jenis vasodilator,
memperlebar pembuluh darah untuk menurunkan tekanan darah, meningkatkan aliran darah
dan mengurangi beban kerja pada jantung. Contohnya termasuk enalapril (Vasotec), lisinopril
(Zestril) dan captopril (Capoten).
2) Angiotensin II receptor blockers. Obat ini, yang meliputi losartan (Cozaar) dan valsartan
(Diovan), memiliki banyak manfaat yang sama seperti inhibitor ACE. Alternatif bagi orangorang yang tidak bisa mentolerir ACE inhibitor.
3) Beta blocker. Kelas ini obat tidak hanya memperlambat denyut jantung dan menurunkan
tekanan darah tetapi juga batas atau membalikkan beberapa kerusakan pada jantung jika
memiliki gagal jantung sistolik. Contohnya termasuk carvedilol (Coreg), metoprolol
(Lopressor) dan bisoprolol (Zebeta). Obat ini mengurangi risiko beberapa irama jantung
abnormal. Beta blockers dapat mengurangi tanda-tanda dan gejala gagal jantung,
meningkatkan fungsi jantung.
4) Diuretik. Mengurangi kongestif pulmonal dan edema perifer, mengurangi gejala volume
berlebihan seperti ortopnea dan dispnea noktural peroksimal, menurunkan volume plasma

selanjutnya menurunkan preload untuk mengurangi beban kerja jantung dan kebutuhan
oksigen dan juga menurunkan afterload agar tekanan darah menurun.
Antagonis aldosteron. Obat ini termasuk spironolactone (aldactone) dan eplerenone (Inspra).
Menurunkan mortalitas pasien dengan gagal jantung sedang sampai berat.
5) Inotropik. Ini adalah obat intravena digunakan pada gagal jantung parah di rumah sakit untuk
meningkatkan fungsi pemompaan jantung dan menjaga tekanan darah.
6) Digoxin (Lanoxin). Obat ini, juga disebut sebagai digitalis, meningkatkan kekuatan kontraksi
otot jantung. Hal ini juga cenderung untuk memperlambat detak jantung. Digoxin
mengurangi gejala gagal jantung pada gagal jantung sistolik. Ini mungkin lebih cenderung
untuk diberikan kepada seseorang dengan masalah irama jantung, seperti fibrilasi atrium.
2.1.6.2 Terapi non farmakologi
Penderita dianjurkan untuk membatasi aktivitas sesuai beratnya keluhan seperti: diet rendah
garam, mengurangi berat badan, mengurangi lemak, mengurangi stress psikis, menghindari
rokok, olahraga teratur.

2.1.7 Komplikasi CHF


1) Kerusakan ginjal atau kegagalan. Gagal jantung dapat mengurangi aliran darah ke ginjal,
yang pada akhirnya dapat menyebabkan gagal ginjal jika tidak diobati. Kerusakan ginjal dari
gagal jantung dapat memerlukan dialisis untuk pengobatan.
2) Sasalah katup jantung. Katup jantung, mungkin tidak berfungsi dengan baik jika jantung
hipertrofi atau jika tekanan di dalam jantung sangat tinggi karena gagal jantung.
3) Masalah irama jantung. masalah irama jantung (aritmia) dapat menjadi komplikasi potensial
dari gagal jantung.
4) Kerusakan hati. Gagal jantung dapat menyebabkan penumpukan cairan yang menempatkan
terlalu banyak tekanan pada hati. Cadangan cairan ini dapat menyebabkan jaringan parut,
yang membuatnya lebih sulit bagi jantung berfungsi dengan baik.

2.2 Penyakit Jantung Rematik (RHD)


2.2.1 Definisi
Demam rematik merupakan penyakit autoimun yang menyerang multisystem akibat infeksi
dari Streptokokus Beta Hemolitikus grup A pada faring (faringitis) yang biasanya menyerang
anak dan dewasa muda. Demam rematik menyebabkan terjadinya peradangan yang biasanya
terjadi pada jantung, kulit dan jaringan ikat. Pada daerah endemic, 3% pasien yang mengalami
faringitis oleh Streptokokus berkembang menjadi demam rematik dalam 2-3 minggu setelah
infeksi saluran nafas bagian atas tersebut (RHD Australia, 2012)
Penyakit jantung reumatik adalah penyakit peradangan sistemik akut atau kronik yang
merupakan suatu reaksi autoimun oleh infeksi Beta Streptococcus Hemolyticus Grup A yang
mekanisme perjalanannya belum diketahui (Lawrence M. Tierney, 2002). Penyakit jantung
rematik (RHD) adalah sequele (gejala sisa) dari demam reumatik akut yang ditandai dengan
adanya kelainan pada katup jantung yang bisa berupa penyempitan atau kebocoran, terutama
katup mitral.
2.2.2 Etiologi
Penyebab terjadinya penyakit jantung reumatik diperkirakan adalah reaksi autoimun (kekebalan
tubuh) yang disebabkan oleh demam reumatik. Infeksi streptococcus hemolitikus grup A.
Protein M pada kapsul karbohidrat bakteri yang mengalami proses mimikri dengan glycoprotein
pada katup jantung, sarcolema, dan miokardial yang menyebabkan cross-reaction dengan
antibodi.

2.2.3 Patofisiologi
Pada infeksi berulang oleh streptococcus beta hemolitycus grup A, yang menyebabkan
terjadinya peradangan dan terjadi proses hipersensitifitas oleh karena cross-reaction Antibodi
dengan mimikri Antigen Streptococcus yang diserupai oleh protein atau glycoprotein daun katup
jantung. Maka akan terjadi inflamasi di daun katup jantung yang menyebebkan timbulnya
jaringan parut pada tepian katup. Hal ini berdampak pada berkurangnya garis tengah orificium
katup dan terjadilah stenosis katup. Dengan terjadinya stenosis ini, membuat terjadinya
gangguan dalam penutupan daun katup secara sempurna yang menyebabkan aliran kembali saat
penutupan katup (regurgitasi) darah saat diastole terjadi. Hal inilah yang berperan dalam
terjadinya peningkatan tekanan serta beban volume jantung dan dapat menyebabkan gagal
jantung.
Dalam perjalanan alamiah penyakit, Stenosis ini paling sering terjadi pada katup Mitral
dengan sebab yang belum jelas diketahui. Stenosis pada katup mitral membuat orificium mitral
menyempit seperti celah yang menyebabkan terjadinya dilatasi dan hipertropi atrium kiri. Dalam

keadaan ini terjadi dua kemungkinan, 1. Terbentuknya thrombus mural yang dengan berjalannya
waktu dapat menyebabkan terjadinya emboli sistemik, atau 2. Terjadinya kongesti pasif kronis
pada paru sehingga paru menjadi padat dan berat serta hal ini berjalan dengan alamiahnya dapat
membuat dilatasi dan hipertropinya ventrikel serta atrium kanan.
Dalam waktu yang sama stenosis mitral dapat membuat terjadinya regurgitasi mitral
sebagai dampak akan terjadi retraksi daun katup mitral yang justru akan semakin meningkatkan
beban volume ventrikel kiri dan terjadilah dilatasi serta hipertropi ventrikel kiri.
Dilain tempat secara kronis sering diikuti oleh terjadinya valvulitis pada katup aorta yang
berkaitan erat dengan kejadian mitral stenosis. Hal ini membuat ujung katup aorta menebal,
padat, melekat dan membuat orificium menjadi segitiga. Terjadilah stenosis aorta dalam hal ini.
Dampak yang ditimbulkan terjadi penigkatan beban tekanan pada ventrikel kiri (yang hipertropik
konsentrik) yang membuat terjadinya gagal ventrikel kiri. Hal ini akan membuat dilatasi rongga
jantung yang dalam perjalanan alamiahnya akan terjadi gagal jantung kongesti.
Di lain tempat masih pada katup aorta akan terjadi fibrosis daun katup aorta. Akan terjadi
penarikan daun katup aorta kea rah dinding aorta yang akan menyebabkan regurgitasi aorta.
Sebagi dampaknya akan terjadi hipertropi dan dilatasi ventrikel kiri kembali.

2.2.4

Manifestasi Klinik

Manifestasi mayor

Karditis

Karditis reumatik merupakan proses peradangan aktif yang mengenai endokardium,


miokardium, dan pericardium. Gejala awal adalah rasa lelah, pucat, dan anoreksia. Tanda
klinis karditis meliputi takikardi, disritmia, bising patologis, adanya kardiomegali secara
radiology yang makin lama makin membesar, adanya gagal jantung, dan tanda perikarditis.

Arthritis

Arthritis terjadi pada sekitar 70% pasien dengan demam reumatik, berupa gerakan tidak
disengaja dan tidak bertujuan atau inkoordinasi muskuler, biasanya pada otot wajah dan
ektremitas.

Nodul subcutan

Ditemukan pada sekitar 5-10% pasien. Nodul berukuran antara 0,5 2 cm, tidak nyeri, dan
dapat bebas digerakkan. Umumnya terdapat di permukaan ekstendor sendi, terutama siku,
ruas jari, lutut, dan persendian kaki.

Eritema marginatum

Eritema marginatum ditemukan pada lebih kurang 5% pasien. Tidak gatal, macular, dengan
tepi eritema yang menjalar mengelilingi kulit yang tampak normal.tersering pada batang
tubuh dan tungkai proksimal, serta tidak melibatkan wajah.

Korea

Manifestasi minor

Demam beberapa hari


Nyeri sendi beberapa sendi
LED meningkat
ASO meningkat
Swab tenggorokan ditemukan streptococcus
Perpanjangan interval P-R

2.2.5

Pemeriksaan penunjang

1. Pemeriksaan darah
a)

LED meningkat

b)

Lekositosis

c)

Nilai hemoglobin dapat rendah

2. Pemeriksaan bakteriologi
a)

Biakan hapus tenggorokan untuk membuktikan adanya streptococcus.

b)

Pemeriksaan serologi. Diukur titer ASTO, astistreptokinase, anti hyaluronidase.

3. Radiologi
Pada pemeriksaan foto thoraks menunjukan terjadinya pembesaran pada jantung.
4. Pemeriksaan Echokardiogram
Menunjukan pembesaran pada jantung dan terdapat lesi
5. Pemeriksaan Elektrokardiogram
Menunjukan interval P-R memanjang

2.2.6

Penatalaksanaan

MEDIKAMENTOSA

Antibiotik

Penicillin V 250 mg peroral 2 - 3 kali sehari (27 kg) atau 500 mg peroral 2 - 3 kali

sehari (>27 kg) 10 hari.


Benzathine penicillin G 600,000 units intramuscular (27 kg) atau1,200,000 units

intramuscular (>27 kg).


Amoxicillin 50 mg/kg peroral setiap hari 10 hari.
Cephalosporina (first generation) Drug-dependent 10 hari.
Clindamycina 20 mg/kg/hari terbagi 3 dosis peroral 10 hari.
Clarithromycina 15 mg/kg/hari terbagi 2 dosis peroral 10 hari
Azithromycina 12 mg/kg peroral setiap hari 5 hari

Anti-Inflamasi
Arthritis, Athralgia dan Karditis : Aspirin 4- 8g/hari yang dibagi dalam 4 sampai 6 dosis.
Sydenham Chorea: Haloperidol
Demam: Aspirin
Carditis : glucocorticoids, digoxin, diuretik, reduksi afterload
Prednison: 1-2mg/kg/hari maksimal 80mg/hari selama 2-3 minggu
Digoxin: Digoxin peroral atau IV dengan dosis 125- 250mcg/hari.
Diuretics: Furosemid peroral atau IV dengan dosis 20- 40mg/jam selama 12 24 jam jika terdapat
indikasi.
Agen pengurang afterload: ACE inhibitor-captopril

NON MEDIKA MENTOSA

1. Diet
2. Tirah baring
3. Edukasi : Antibiotik secara berkelanjutan untuk mencegah infeksi streptokokus
berikutnya.
2.2.7

Komplikasi

Komplikasi yang sering terjadi pada Penyakit Jantung Reumatik (PJR) diantaranya adalah gagal
jantung, pankarditis (infeksi dan peradangan di seluruh bagian jantung), pneumonitis reumatik
(infeksi paru), emboli atau sumbatan pada paru, kelainan katup jantung, dan infark (kematian sel
jantung).
1. Dekompensasi Cordis
Peristiwa dekompensasi cordis pada bayi dan anak menggambarkan terdapatnya sindroma
klinik akibat myocardium tidak mampu memenuhi keperluan metabolic termasuk pertumbuhan.
Keadaan ini timbul karena kerja otot jantung yang berlebihan, biasanya karena kelainan struktur
jantung, kelainan otot jantung sendiri seperti proses inflamasi atau gabungan kedua faktor
tersebut. Pada umumnya payah jantung pada anak diobati secara klasik yaitu dengan digitalis dan
obat-obat diuretika. Tujuan pengobatan ialah menghilangkan gejala (simptomatik) dan yang
paling penting mengobati penyakit primer.
2. Pericarditis
Peradangan pada pericard visceralis dan parietalis yang bervariasi dari reaksi radang yang
ringan sampai tertimbunnnya cairan dalam cavum pericard
2.2.8 Prognosis
Morbiditas demam reumatik akut berhubungan erat dengan derajat keterlibatan jantung.
Mortalitas sebagian besar juga akibat karditis berat, komplikasi yang sekarang sudah jarang
terlihat di negara maju (hampir 0%) namun masih sering ditemukan di negara berkembang (110%). Selain menurunkan mortalitas, perkembangan penisilin juga mempengaruhi kemungkinan
berkembangnya menjadi penyakit valvular kronik setelah serangan demam reumatik aku.
Sebelum penisilin, persentase pasien berkembang menjadi penyakit valvular yaitu sebesar 6070% dibandingkan dengan setelah penisilin yaitu hanya sebesar 9-39%.

Profilaksis sekunder yang efektif mencegah kumatnya demam reumatik akut hingga
mencegah perburukan status jantung. Pengamatan menunjukkan angka penyembuhan yang tinggi
penyakit katup bila profilaksis dilakukan secara teratur. Informasi ini harus disampaikan kepada
pasien, bahwa profilaksis dapat memberikan prognosis yang baik, bahkan pada pasien dengan
penyakit jantung yang berat.

DAFTAR PUSTAKA
1. Affandi

MB.

Demam

Rematik

dan

Penyakit

Jantung

Rematik:

Diagnosis,

penatalaksanaan dan gambaran klinik pada pemeriksaan pertama di RSCM Bagian 1K


Anak, Jakarta 1978-1981. Maj Kes Mas 1986; XVI (4): 240-48.

2. World Health Organization. WHO program for the prevention of rheumatic


fever/rheumatic heart disease in 16 developing countries: report from Phase 1(1986-90).
Bull WHO 1992; 70(2): 213-18
3. Stollerman GH. Rheumatic Fever. In: Braunwald, E. etal (eds). Harrison's Principles of
Internal Medicine. 16th. ed. Hamburg. McGraw-Hill Book. 2005 : 1977-79
4. Soeroso S dkk. Tinjauan Prevalensi Demam Rematik dan Penyakit Jantung Rematik pada
Anak di Indonesia. Dalam: Sastrosubroto H. dkk (ed). Naskah Lengkap Simposium dan
Seminar Kardiologi Anak. Semarang. 27 September 1986: 1-11
5. Park M. Pediatric Cardiology for Practicioners. 5th ed. Philadelphia: Mosby Elsevier.
2008
6. Kliegman R, Behrman R, Jenson H. Rheumatic Heart Disease in Nelson Textbook of
Pediatric. 18th ed. Philadelphia: Saunders Elsevier. 2007. p.1961-63
7. Markum A.H. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak Jilid 1. Jakarta : FKUI, 2002. 599-613.
8. Price, Sylvia Anderson and Lorraine McCarty Wilson. 2005. Patofisiologi Konsep Klinis
Proses-proses penyakit. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC. p. 613-27

Anda mungkin juga menyukai