Lapsus Anestesi
Lapsus Anestesi
Lapsus Anestesi
PENDAHULUAN
Namun sekarang ini anestesi regional semakin berkembang dan meluas pemakaiannya
dibandingkan anestesi umum. Karena anestesi umum bekerja hanya menekan aksis
hipotalamus pituitari adrenal, sementara anestesi regional bekerja menekan transmisi impuls
nyeri dan menekan saraf otonom eferen ke adrenal. Hal ini juga di pengaruhi oleh berbagai
keuntungan yang ada di antaranya relatif murah, pengaruh sistemik minimal, menghasilkan
analgesi adekuat dan kemampuan mencegah respon stress secara lebih sempurna.4
Salah satu teknik anestesi regional yang pada umumnya dianggap sebagai salah satu
teknik yang paling dapat diandalkan adalah teknik analgesia regional, blok subarakhnoid
(SAB) atau lebih populer disebut anestesi spinal. Anestesi spinal diindikasikan untuk bedah
ekstremitas inferior, bedah panggul, tindakan sekitar rektum-perineum, bedah obstetriginekologi, bedah urologi, bedah abdomen bawah, dan semakin banyak penggunaannya
untuk operasi ortopedi ekstremitas inferior. 5
Fraktur femur adalah diskontinuitas atau hilangnya struktur dari tulang femur yang
disebabkan oleh benturan atau trauma langsung maupun tidak langsung. Fraktur femur juga
didefinisikan sebagai hilangnya kontinuitas tulang paha, kondisi fraktur femur secara klinis
bisa berupa fraktur femur terbuka yang disertai adanya kerusakan jaringan lunak (otot, kulit,
jaringan saraf dan pembuluh darah) dan fraktur femur tertutup yang dapat disebabkan oleh
trauma langsung pada paha. 6
Proses penyembuhan suatu fraktur dimulai sejak terjadi fraktur sebagai usaha tubuh
untuk memperbaiki kerusakan-kerusakan yang dialaminya. Penilaian penyembuhan fraktur
(union) didasarkan atas union secara klinis dan union secara radiologis. 6,7
Berikut ini akan dilaporkan sebuah kasus tindakan spinal anestesi blok pada removal
of implant union femur sinistra.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 ANESTESIA
2.1.1 Definisi Anestesia1,2,4
Asal kata Anestesi (pembiusan; berasal dari bahasa Yunanian-"tidak, tanpa" dan
aesthtos, "persepsi, kemampuan untuk merasa"), secara umum berarti suatu tindakan
menghilangkan rasa sakit ketika melakukan pembedahan dan berbagai prosedur
lainnya yang menimbulkan rasa sakit pada tubuh. Istilah anestesi digunakan pertama
kali oleh Oliver Wendel Holmes Sr pada tahun 1948 yang menggambarkan keadaan
tidak sadar yang bersifat sementara, karena anestesi adalah pemberian obat dengan
tujuan untuk menghilangkan nyeri pembedahan. Sedangkan Analgesia adalah
tindakan pemberian obat untuk menghilangkan nyeri tanpa menghilangkan kesadaran
pasien.
2.1.2
Sejarah3
Dahulu sebelum anestesi dikenal, operasi harus dijalankan secepat mungkin
untuk meminimalkan rasa sakit. Rekor dunia untuk amputasi kaki dicapai dalam
waktu 15 detik yang dilakukan oleh Dominique Larrey, ketua tim dokter pribadi
Napoleon. Tahun 1800, Davy seorang ahli kimia yang sangat terkenal telah
mempublikasikan bahwa zat kimia tertentu seperti oksida nitrogen dapat mempunyai
efek bius. Walaupun dokter yang pertama kali menggunakan anestesi dalam
praktiknya adalah Crawford Long, di Amerika Serikat, karena ia tidak pernah
mempublikasikan, maka dalam sejarah Amerika serikat menyebutkan bahwa penemu
anestesi atau bius adalah William Morton karena Morton secara demonstratif telah
menunjukkan cabut gigi tanpa rasa sakit di depan umum pada tahun 1846. Pada tahun
1848, di Inggris tercatat JY Simpson dan John Snow yang banyak mengembangkan
anestesi (Ellis, 1994). Eter waktu itu banyak digunakan untuk membantu persalinan di
Pembagian Anestesia1,2,4
Anestesi dibagi menjadi dua kelompok yaitu anestesi umum dan anestesi
lokal. Pada anestesi umum hilangnya rasa sakit disertai hilangnya kesadaran,
sedangkan pada anestesi lokal hilangnya rasa sakit tanpa disertai hilang kesadaran.
2.1.3.1 Anestesi Umum1,2,4
Anestesi umum adalah tindakan menghilangkan rasa nyeri/sakit secara sentral disertai
hilangnya kesadaran dan dapat pulih kembali Komponen trias anestesi ini dapat
dicapai dengan menggunakan obat yang berbeda secara terpisah.Teknik ini sesuai
untuk pembedahan abdomen yang luas, intraperitonium, toraks, intrakanial,
pembedahan yang berlangsung lama dan operasi dengan posisi tertentu yang
memerlukan pengendalian pernapasan.
tertentu dapat digunakan ketamin, diazepam dll. Untuk tindakan yang lama
anestesi parenteral dikombinasikan dengan cara lain.
o Perektal : Dapat dipakai pada anak untuk induksi anestesi atau tindakan
singkat.
o Anestesi inhalasi : Anestesi dengan menggunakan gas atau cairan anestesi yang
mudah menguap (volatile agent) sebagai zat anestetik melalui udara
pernapasan. Zat anestetik yang digunakan berupa campuran gas (dengan O2)
dan konsentrasi zat anestetik tersebut tergantung dari tekanan parsialnya.
Berikut teknik pemberian inhalasi :
a.Sistem terbuka :Dengan penetesan langsung keatas kain kasa yang
menutupi mulut atau hidung penderita, contohnya eter dan trikloretilen
b.Sistem tertutup : Suatu mesin khusus menyalurkan suatu campuran gas
dengan oksigen ke dalam suatu kap dimana sejumlah CO2 dari ekshalasi
dimasukkan kembali.
c.Insuflasi : Gas atau uap ditiupkan kedalam mulut atau tenggorok dengan
perantaraan suatu mesin.
2.1.3.3.1 Definisi
Anestesi spinal (intratekal, intradural, subdural, subarachnoid) ialah pemberian
obat anestesi lokal kedalam ruang subaraknoid. Anestesia spinal diperoleh dengan
cara menyuntikan anestesi lokal kedalam ruang subaracnoid. Teknik ini sederhana,
cukup efektif dan mudah dikerjakan.1
Peredaran darah
Medula spinalis diperdarahi oleh a. spinalis anuterior dan a. spinalis posterior.
pada anak L2 dan pada bayi L3 dan sakus duralis berakhir setinggi S2.
Cairan serebrospinal
Cairan serebrospinalis merupakan ultrafiltrasi dari plasma yang berasal dari pleksus
arteri koroidalis yang terletak di ventrikel 3-4 dan lateral. Cairan ini jernih tak
berwarna mengisi ruang subarachnoid dengan jumlah total 100-150 ml, sedangkan
yang dipunggung sekitar 25-45 ml.
8
2.1.3.3.3
Ketinggian kulit
T12
T10
T10
T10
T8
T8
T6
T4
penting. Contohnya vasodilatasi dan turunnya tekanan darah ketika saraf otonom
diblok dan pasien tidak merasakan sentuhan dan rasa sakit ketika operasi dimulai.
2.1.3.3.4
Bedah panggul
Bedah obstetrik-ginekologi
Bedah urologi
Kontraindikasi absolut:
Pasien menolak
10
Kelainan neurologis
Kelainan psikis
Bedah lama
Penyakit jantung
Hipovolemia ringan
Pemeriksaan fisik
Tidak dijumpai kelainan spesifik seperti kelainan tulang punggung.
8.
11
Kelas V
Kelas VI
12
Peralatan monitor
Tekanan darah, nadi, oksimetri denyut dan EKG.
2.
3.
Jarum spinal
Jarum spinal dengan ujung tajam (ujung bambu runcing, quinckebacock) atau
jarum spinal dengan ujung pensil (pencil point whitecare).
13
4. Beri anastesi lokal pada tempat tusukan, misalnya dengan lidokain 1-2% 2-3
ml.
6. Posisi duduk13
Ada 2 macam posisi dalam melakukan anestesi spinal, yaitu : (Morgan et al,)
1) Posisi Duduk
Dagu pasien menempel di dada, lengan bersandar di lutut dan
menggunakan tempat duduk yang memiliki sandaran kaki.
2) Posisi Lateral
Bahu pasien harus tegak lurus dengan tempat tidur, posisi pinggang di tepi
tempat tidur dan pasien memeluk bantal atau posisi lutut menempel di dada.
Pria cenderung mempunyai bahu yang lebih lebar daripada pinggang sehingga
harus menaikkan posisi kepala ketika berbaring. Wanita dengan pinggang lebih
lebar harus menurunkan posisi kepala.
15
Gambar 4 : dermatom
2.1.3.3.6
Lidokain (xylobain,lignokain) 2%: berat jenis 1.006, sifat isobarik, dosis 20100 mg (2-5ml).
Bupivakain (markaine) 0.5% dlm air: berat jenis 1.005, sifat isobarik, dosis 520 mg
Bupivakain (markaine) 0.5% dlm dextrose 8.25%: berat jenis 1.027, sifat
hiperbarik, dosis 5-15 mg (1-3 ml).
Dampak Fisiologis14
a. Pengaruh terhadap sistem kardiovaskuler :
Pada anestesi spinal tinggi terjadi penurunan aliran darah jantung dan penghantaran
(supply) oksigen miokardium yang sejalan dengan penurunan tekanan arteri rata-rata.
Penurunan tekanan darah yang terjadi sesuai dengan tinggi blok simpatis, makin
banyak segmen simpatis yang terblok makin besar penurunan tekanan darah. Untuk
menghindarkan terjadinya penurunan tekanan darah yang hebat, sebelum dilakukan
anestesi spinal diberikan cairan elektrolit NaC1 fisiologis atau ringer laktat 10-20
ml/kgbb. Pada Anestesi spinal yang mencapai T4 dapat terjadi penurunan frekwensi
nadi dan penurunan tekanan darah dikarenakan terjadinya blok saraf simpatis yang
bersifat akselerator jantung.
b. Terhadap sistem pernafasan :
Pada anestesi spinal blok motorik yang terjadi 2-3 segmen di bawah bloksensorik,
sehingga umumnya pada keadaan istirahat pernafasan tidak banyak dipengaruhi. Tetapi
17
apabila blok yang terjadi mencapai saraf frenikus yang mempersarafi diafragma, dapat
terjadi apnea.
c. Terhadap sistem pencernaan :
Oleh karena terjadi blok serabut simpatis preganglionik yang kerjanya menghambat
aktifitas saluran pencernaan (T4-5), maka aktifitas serabut saraf parasimpatis menjadi
lebih dominan, tetapi walapun demikian pada umumnya peristaltik usus dan relaksasi
spingter masih normal. Pada anestesi spinal bisa terjadi mual dan muntah yang
disebabkan karena hipoksia serebri akibat dari hipotensi mendadak, atau tarikan pada
pleksus terutama yang melalui saraf vagus.
BUPIVAKAIN HIDROKLORIDA.14
Bupivakain hidroklorida adalah obat anestesi lokal golongan amida dengan
rumus kimianya 2-piperidine karbonamida, 1 butyl (2,6- dimethilfenil) monoklorida.
Oleh karena lama kerja yang panjang, maka sangat mungkin menggunakan obat
anestesi lokal ini dengan teknik satu kali suntikan. Untuk prosedur pembedahan yang
lebih lama dapat dipasang kateter dan obat diberikan kontinyu sehingga resiko
toksisitas menjadi berkurang oleh karena selang waktu pemberian obat yang cukup
lama. Kerugian dari anestesi lokal ini adalah toksisitasnya sangat hebat, bahkan
mungkin sampai fatal. Bukti-bukti menunjukkan bahwa obat ini dapat menimbulkan
toksisitas pada jantung. Manifestasi utamanya adalah fibrilasi jantung. Oleh karena itu
pada pemakaian jenis obat ini untuk anestesi regional diperlukan pengawasan yang
sangat ketat.
18
Farmakologi
Mekanisme kerjanya sama seperti anestesi lokal lain, yaitu menghambat impuls saraf
dengan cara :
a. Mencegah peningkatan permeabilitas sel saraf terhadap ion natrium dan kalium.
Obat ini bekerja pada reseptor spesifik pada saluran sodium (sodium chanel).
Dengan demikian tidak terjadi proses depolarisasi dari membran sel saraf sehingga
tidak terjadi potensial aksi dan hasilnya tidak terjadi konduksi saraf.
b. Meninggikan tegangan permukaan selaput lipid monomolekuler. Obat ini bekerja
dengan meninggikan tegangan permukaan lapisan lipid yang merupakan membran
sel saraf, sehingga menutup pori-pori membran dengan demikian menghambat
gerak ion termasuk Na+ .
19
termasuk
golongan
amida,
bupivakain
dimetabolisme
melalui
20
21
5. Tempat penyuntikan :
Makin tinggi tempat penyuntikan, maka analgesia yang dihasilkan makin
tinggi. Penyuntikan pada daerah L2-3 lebih memudahkan penyebaran obat ke
kranial dari pada penyuntikan pada L4-5.
6. Manuver valsava :
Setelah obat disuntikkan penyebaran obat akan lebih besar jika tekanan dalam
cairan serebrospinal meningkat yaitu dengan cara mengedan.
7. Volume obat :
Efek
volume
larutan
bupivakain
hiperbarik
pada
suatu
percobaan
22
posisi terlentang bisa mencapai level blok T4 pada posisi duduk hanya
mencapai T8.
10. Lateralisasi :
Lateralisasi pada larutan anestesi lokal jenis hiperbarik dapat dilakukan
dengan posisi berbaring miring (lateral dekubitus). Pada percobaan oleh
J.A.W. Wildsmith disimpulkan bahwa 5 menit setelah penyuntikan obat
penyebaran obat pada sisi tubuh sebelah bawah mencapai T10, sedangkan sisi
atas mencapai S1. 20menit setelah obat disuntikkan, penyebaran obat pada
sisi bawah mencapai T6, sedangkan pada sisi atas mencapai T7.
2.1.3.3.7
Komplikasi6,7,8
Respirasi
Pada blockade sensorik setinggi Torakal2, ventilasi alveolar, tidal
volume, dan frekuensi napas tidak banyak dipengaruhi, karena otot napas
intercostal bagian atas dan otot diagfragma masih baik. Tetapi pada anesthesia
spinal didapatkan penurunan kapasitas vital dan kapasitas napas maksimum
(maximum breathing capacity). Apabila diagfragma tidak dapat digerakan,
misalnya pada emfisema, maka akan terjadi gangguan napas berat akibat
paralisis otot intercostal.
Henti napas dapat timbul bila terjadi insufisiensi peredaran darah ke
batang otak akibat hipotensi berat.Keadaan ini bukan disebabkan oleh efek
anestetik local pada batang otak, melainkan akibat serabut motoric.Gejala
timbulnya kelumpuhan napas ialah berkurangnya pernapasan torakal disertai
dengan meningkatnya kegiatan diagfragma, suara bising yang diikuti dengan
hilangnya suara, dilatasi cuping hidung, dan digunakan otot pernapasan
tambahan.
Sirkulasi
23
24
mekanisme
otoregulasi
pada
system
serebrovaskular
Gastrointestinal
Nausea dan muntah karena hipotensi, hipoksia,tonus parasintra muskularpatis
berlebihan, pemakaian obat narkotik, reflek karena traksi pada traktus
gastrointestinal serta komplikasi delayed, pusing kepala pasca pungsi lumbal
merupakan nyeri kepala dengan cirri khasterasa lebih berat pada perubahan
posisi dari tidur ke posisi tegak. Mulai terasa pada 24-48jam pasca pungsi
lumbal,dengan kekerapan yang bervariasi. Pada orang tua lebih jarang dan pada
kehamilan meningkat.
Komplikasi Pasca Tindakan8
Post Dural Puncture Headache (PDPH) adalah komplikasi iatrogenik dari
anestesi spinal yang diakibatkan dari tusukan atau robekan pada dura mater yang
menyebabkan kebocoran CSF. Tanda dan gejala dari PDPH merupakan akibat dari
25
hilangnya cairan cerebro spinal, traksi atau penarikan dari isi kranial dan vasodilatasi
refleks serebral.
PDPH bisa disertai dengan mual dan muntah, gangguan pendengaran dan
penglihatan.PDPH merupakan keluhan yang tidak menyenangkan untuk pasien dan
bahkan bisa berakibat fatal dengan resiko nyeri bertahan selama berbulan bahkan
bertahun.
Komplikasi pasca tindakan1:
1. Nyeri tempat suntikan
2. Nyeri punggung
3. Nyeri kepala karena kebocoran likuor
Sakit kepala pascaspinal anestesi mungkin disebabkan karena adanya
kebocoran likuor serebrospinal. Makin besar jarum spinal yang dipakai,
semakin besar kebocoran yang terjadi, dan semakin tinggi kemungkinan
terjadinya sakit kepala pascaspinal anestesi. Bila duramater terbuka bisa
terjadi kebocoran cairan serebrospina l sampai 1-2 minggu. Kehilangan CSS
sebanyak 20 ml dapat menimbulkan terjadinya sakit kepala. Post spinal
headache (PSH) ini pada 90% pasien terlihat dalam 3 hari postspinal, dan
pada 80% kasus akan menghilang dalam 4 hari. Supaya tidak terjadi
postspinal headache dapat dilakukan pencegahan dengan :
26
Epidural blood patch : suntikkan 10ml darah pasien itu sendiri di ruang
Kejadian post spinal headache10-20% pada umur 20-40 tahun; >10% bila
dipakai jarum besar (no. 20 ke bawah); 9% bila dipakai jarum no.22 ke atas.
Wanita lebih banyak yang mengalami sakit kepala daripada laki-laki.
4. Retensio urine
5. Meningitis.
2.2.
Femur 17
Femur atau tulang paha adalah tulang terpanjang dari tubuh. Tulang itu
bersendi dengan asetabulum dalam formasi persendian panggul dan dari sini menjulur
medial ke lutut dan membuat sendi dengan tibia. Tulangnya berupa tulang pipa dan
mempunyai sebuah batang dan dua ujung yaitu ujung atas, batang femur dan ujung
bawah.
2.3
Fraktur
2.3.1
Definisi
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang atau tulang
rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa. Rusaknya kontinuitas tulang ini
dapat disebabkan oleh trauma langsung, kelelahan otot, kondisi-kondisi tertentu
seperti degenerasi tulang / osteoporosis.
2.3.2
1. Fraktur komplit: garis patah melalui seluruh penampang tulang atau melalui
kedua korteks tulang.
2. Fraktur tidak komplit: garis patah tidak melalui seluruh penampang tulang.
3. Fraktur terbuka: bila terdapat luka yang menghubungkan tulang yang fraktur
dengan udara luar atau permukaan kulit.
4. Fraktur tertutup: bilamana tidak ada luka yang menghubungkan fraktur dengan
udara luar atau permukaan kulit.
Oblik /miring
Kominuta
Spiral
Majemuk
2.4.1
Etiologi
Penyebab fraktur adalah trauma yang mengenai tulang, dimana trauma tersebut
kekuatannya melebihi kekuatan tulang, dan mayoritas fraktur akibat kecelakaan lalu
lintas. Trauma-trauma lain adalah jatuh dari ketinggian, kecelakaan kerja, cidera olah
raga. Trauma bisa terjadi secara langsung dan tidak langsung. Dikatakan langsung apabila
terjadi benturan pada tulang dan mengakibatkan fraktur di tempat itu, dan secara tidak
langsung apabila titik tumpu benturan dengan terjadinya fraktur berjauhan
Menurut Sachdeva (1996), penyebab fraktur dapat dibagi menjadi tiga yaitu :
a. Cedera traumatik
Cedera traumatik pada tulang dapat disebabkan oleh :
i.
ii.
Cedera tidak langsung berarti pukulan langsung berada jauh dari lokasi
benturan, misalnya jatuh dengan tangan berjulur dan menyebabkan fraktur
klavikula.
iii.
Fraktur yang disebabkan kontraksi keras yang mendadak dari otot yang kuat.
b. Fraktur Patologik
Dalam hal ini kerusakan tulang akibat proses penyakit dimana dengan trauma minor
dapat mengakibatkan fraktur dapat juga terjadi pada berbagai keadaan berikut :
29
i.
Tumor tulang (jinak atau ganas) : pertumbuhan jaringan baru yang tidak
ii.
iii.
c. Secara spontan : disebabkan oleh stress tulang yang terus menerus misalnya pada
penyakit polio dan orang yang bertugas dikemiliteran.
2.4.2
Patofisiologi
Tulang yang mengalami fraktur biasanya diikuti kerusakan jaringan
disekitarnya, seperti di ligamen, otot tendon, persyarafan dan pembuluh darah, oleh
karena itu pada kasus fraktur harus ditangani cepat, dan perlu dilakukan tindakan
operasi.
Tanda dan Gejala :
a. Nyeri hebat ditempat fraktur
b. Tak mampu menggerakkan ekstremitas bawah
c. Diikuti tanda gejala fraktur secara umum, seperti : fungsi berubah, bengkak sepsis
pada fraktur terbuka dan deformitas
2.4.3
Diagnosis
Anamnesis
30
Bila tidak ada riwayat trauma, berarti fraktur patologis.Trauma harus diperinci
kapan terjadinya, di mana terjadinya, jenisnya, berat-ringan trauma, arah trauma,
dan posisi pasien atau ekstremitas yang bersangkutan (mekanisme trauma). Jangan
lupa untuk meneliti kembali trauma di tempat lain secara sistematik dari kepala,
infeksi.
Pemeriksaan Fisik
o Look (inspeksi): bengkak, deformitas, kelainan bentuk.
o Feel/palpasi: nyeri tekan, lokal pada tempat fraktur.
o Movement/gerakan: gerakan aktif sakit, gerakan pasif sakit krepitasi.
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang penting untuk dilakukan adalah pencitraan
menggunakan sinar Rontgen (X-ray) untuk mendapatkan gambaran 3 dintra
muskularensi keadaan dan kedudukan tulang, oleh karena itu minintra muskularal
diperlukan 2 proyeksi yaitu antero posterior (AP) atau AP lateral.
Dalam keadaan tertentu diperlukan proyeksi tambahan (khusus) atau indikasi
untuk memperlihatkan patologi yang dicari, karena adanya superposisi.Untuk
fraktur baru indikasi X-ray adalah untuk melihat jenis dan kedudukan fraktur dan
2.4.4
32
33
Union secara radiologis dinilai dengan pemeriksaan rontgen pada daerah fraktur dan
dilihat adanya garis fraktur atau kalus dan mungkin dapat ditemukan adanya
trabekulasi yang sudah menyambung pada kedua fragmen. Pada tingkat lanjut dapat
dilihat adanya medulla atau ruangan dalam daerah fraktur.
Perkiraan penyembuhan fraktur pada orang dewasa dapat dilihat pada tabel
berikut :
LOKALISASI
Phalang/metacarpal/Metatarsal/kosta
Distal radius
12
34
Humerus
10 12
Clavicula
Panggul
10 12
Femur
12 16
8 10
Tibia / fibula
12 16
Vertebra
12
Tabel 1. Perkiraan Penyembuhan fraktur
Salah satu tanda proses penyembuhan fraktur adalah dengan terbentuknya kalus yang
menyeberangi celah fraktur (bridging callus) untuk menyatukan kembali fragmen-fragmen
tulang yang fraktur. Pembentukan bridging callus dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti
jarak antara fragmen, stabilitas fraktur, vaskularisasi, keadaan umum penderita, umur, lokasi
fraktur, infeksi dan lain-lain. Vaskularisasi daerah fraktur dapat berasal dari periosteum,
endosteum dan medulla. Penelitian tentang perubahan densitas kalus pernah dilakukan oleh
Siregar (1998,Bandung) dengan membandingkan pertumbuhan kalus pada penderita paska
operasi internal fiksasi dengan menggunakan plate dan screw dengan K-nail pada pasien
fraktur femur dan peneliti ini melakukan kriteria penilaian gambaran radiologi serta
membaginya menjadi:
Grade 0 : Kalus belum / tidak terbentuk / non union
Grade 1+: Bintik-bintik radioopak pada daerah fraktur
Grade 2+ : Bintik-bintik atau garis radioopak dengan lusensi sama dengan lusensi medulla.
Grade 3+: Bintik-bintik atau garis radioopak dengan lusensi antara medulla dengan korteks.
Grade 4+: Densitas kalus sama dengan atau lebih radioopak dari pada korteks.
35
BAB III
LAPORAN KASUS
3.1.
Identitas Pasien
Nama
: Tn. P.B
Umur
: 16 tahun
Alamat
: Manokwari
BB
: 60 Kg
TB
: 158 cm
Jenis kelamin
: Laki-laki
Agama
: Kristen Protestan
Pekerjaan
: Pelajar
Suku bangsa
: Papua
36
Ruangan
: Ortopedi
: 14 September 2016
Tanggal operasi
: 15 September 2016
3.2. Anamnesis
Keluhan utama:
Pasien datang untuk melakukan pelepasan pen
Riwayat penyakit sekarang :
Pasien merupakan pasien rujukan dari polik bedah dengan union fraktur femur sinistra.
Pasien datang untuk melakukan pelepasan pen, karena 3 tahun yang lalu pasien
mengalami kecelakaan motor yang mengakibatkan paha kiri patah sehingga dilakukan
operasi.
Riwayat penyakit dahulu:
- Riwayat hipertensi
- Riwayat diabetes melitus
dan penyakit kardiovaskular
- Riwayat Penyakit Pernapasan
(Asma, TBC)
- Riwayat Alergi Obat
- Riwayat operasi sebelumnya
-
: disangkal
: disangkal
: disangkal
: disangkal
: pasien mengaku mempunyai riwayat operasi
37
3.4.
Pemeriksaan
Hb
Hasil
14,2 g/d
Trombosit
353.000 /ult
Hasil
laboratorium
WBC
8,54 m/m
HCT
42,8 %
CT
830
BT
230
tanggal 15 september
2016, Jam : 17:24
Pemeriksaan
Hb
Hasil
12,8 g/d
Trombosit
272.000 /ult
WBC
13,5 m/m3
HCT
36,3 %
Inform consent
IV line
Puasa
Sedia darah 2-3 bag
38
3.5
Status Anestesi
PS. ASA
Persiapan operasi
Inform consent dan SIO
:+
: Tampak baik
Makan terakhir/puasa
: 8 jam
BB/TB
: 60 kg / 155 cm
TTV
B1
B2
B3
Mentis,
GCS:
pingsan (-)
Tidak terpasang DC
B5
B6
39
3.6
: 15/09/2016
Ahli Anestesiologi
Lama Anestesi
Jenis Anestesi
Anestesi Dengan
: Decain 0,5% 20 mg
Teknik Anestesi
Cairan serebro
Pernafasan
Posisi
: Tidur terlentang
Infus
Medikasi
: Tn. PB / 16 tahun
40
Ahli Bedah
Jenis pembedahan
: Remove of implant
Lama Operasi
Penyulit pembedahan
:-
Teknik Pembedahan
cortical screw
Remove implant
Cuci Nacl 0,9%, kontrol perdarahan
Jahit luka, wound dressing, operasi selesai.
41
Chart Title
140
120
100
80
60
40
20
0
Sistole
3.9
diastole
nadi
BALANCE CAIRAN
Waktu
Pre operasi
Resusitasi cairan
Rumatan Kebutuhan cairan Tn.PB 60kgx30-40 cc =
1800-2400 cc/24 jam dan 75 - 100 cc/jam.
Replacement
42
terpenuhi.
Rumatan Lamanya operasi x keb.cairan/jam = 1x75=
75cc
Penguapan : 4-6xBB = (4x60=240cc)-(6x60=360cc)
Perdarahan :
- Estimate blood volume (EBV)
75xBB=4500%
Perdarahan : 50 cc
- Estimate blood loss (EBL)
50/4500x100% = 1%
Cairan kristaloid sebanyak 2-4x jumlah
perdarahan.
(2x50=100cc)-(4x50=200cc)
Replacement pada durante operasi :
Penguapan+kebutuhan cairan akibat perdarahan =
(240+100=340) sd (360+200=560)
Kebutuhan cairan maintenance adalah :
Kebutuhan cairan perjam x durasi operasi (jam):
(75x1=75cc)-(100x1=100cc).
Jadi, total kebutuhan cairan durante operasi
kebutuhan cairan replacement dijumlahkan dengan
kebutuhan cairan maintenance = 415cc-660cc, pada saat
operasi cairan yang masuk ialah Ringer Laktat 500 cc
Total durante operasi : 415 cc.
Balance 500cc 415cc= + 85 cc.
Post Operatif
BAB IV
PEMBAHASAN
Pada kasus ini, dilakukan tindakan remove of implant pada union femur
sinistra dengan subaraknoid anestesi. Dipilih menggunakan subaraknoid anestesi
karena pada pembedahan ekstremitas bawah, subaraknoid anestesi subaraknoid
anestesi merupakan salah satu tehnik anestesi yang aman, mula kerja cepat, prosedur
pelaksanaan yang lebih singkat, ekonomis dan dapat dipercaya serta sering digunakan
pada tindakan anestesi sehari-hari. Tehnik ini telah digunakan secara luas untuk
memberikan anestesia, terutama untuk operasi pada daerah di bawah umbilicus.
Anestesia spinal dipilih dengan pertimbangan pengaruh sistemik minimal, kualitas
blokade sensorik dan motorik yang lebih baik, menghasilkan analgesi adekuat dan
kemampuan mencegah respon stress lebih sempurna, serta dapat menurunkan
perdarahan intraoperatif, sehingga anestesia spinal ini lebih dipilih dibandingkan
dengan anestesia umum.
Pada pasien ini juga tidak memiliki riwayat penyakit asma, alergi, dan tidak
adanya upper respiratory infection maupun gangguan metabolic. Pasien berpuasa
sekitar 8 jam sebelum pembedahan. Pada pasien ini dipuasakan agar mencegah
regurgitasi dan refluks gaster yang sering terjadi pada pasien yang tidak dipuasakan.
44
Regurgitasi isi lambung dan kotoran yang terdapat dalam jalan napas merupakan
resiko utama pada pasien yang menjalani anestesi. Untuk meminimalkan resiko
tersebut, semua pasien yang dijadwalkan untuk operasi elektif dengan anestesi harus
dipantangkan dari masukan oral (puasa) selama periode tertentu sebelum induksi
anestesi.
Pada kasus ini, klasifikasi status penderita digolongkan dalam PS ASA I.
Pasien digolongkan kedalam PS ASA I karena pasien normal dan sehat. Pada
pemeriksaaan fisik, pada umumnya kondisi pasien dalam keadaan baik dan pada
pemeriksaan laboratorium, didapatkan hasil dalam batas normal.
DURANTE OPERATIVE
Pada kasus diatas, tidak dilakukan premedikasi. Pasien di anestesi dengan
Bupivikain 0,5%. Struktur mirip lidokain, bupivakain merupakan anestesi local yang
mempunyai masa kerja yang panjang sampai 8 jam, dengan efek blockade terhadap
sensorik lebih besar daripada motoric. Sementara lidokain adalah anastetik lokal kuat
yang digunakan secara luas dengan pemberian topikal dan suntikan. Anestesi terjadi
lebih cepat, lebih kuat dan lebih ekstensif. Anastetik ini lebih efektif bila digunakan
tanpa vasokonstriktor, tetapi kecepatan absorbsi dan toksisitasnya bertambah dan masa
kerjanya lebih pendek. Lidokain berupa larutan 5% dalam 7,5% dextrose, merupakan
larutan yang hiperbarik. Mula kerjanya 2 menit dan lama kerjanya 1 - 2 jam. Dosis
rata-rata 40-50mg untuk persalinan, 75-100mg untuk operasi ekstrimitas bawah dan
abdomen bagian bawah, 100-150mg untuk spinal analgesia tinggi. Lama analgesi
lidokain 1-1,5 jam. Sedangkan bupivikain lebih popular digunakan untuk
memperpanjang analgesia selama pembedahan dan masa pasca pembedahan.
Bupivakain menghambat saluran Na+ jantung (cardiac Na+ channel) selama
sistolik, namun bupivakain terdisosiasi jauh lebih lambat daripada lidokain selama
diastolic, sehingga ada fraksi yang cukup besar tetap terhambat pada akhir diastolic.
45
46
diastolik. Menurunkan aliran darah splanikus dan ginjal tetapi meningkatkan aliran
darah ke otak dan otot. Pemberian efedrin dapat secara subkutan, intra muskuler, bolus
intravena, dan infus kontinyu dan pada praktek sehari-hari, efedrin diberikan secara
bolus IV dengan dosis 5-10mg.
Selama tindakan anestesi berlangsung, tekanan darah, denyut nadi serta
pernapasan selalu dimonitor. Infus RL diberikan pada penderita sebagai cairan
rumatan. Selain itu juga pasien diberikan analgesik opioid sintetik (Petidin 30mg),
diberikan benzodiazepin (midazolam 2,5 mg), antagonis H2 bloker (ranitidin) dan anti
muntah (ondansentron) dan analgesik (Metamizole Na dan tramadol).
Petidin merupakan analgetik narkotik yang digunakan untuk mengurangi cemas
dan ketegangan pasien menghadapi pembedahan, mengurangi nyeri, menghindari
47
takipnea pada anestesia dengan trikloretilen, dan membantu agar anestesia berlangsung
baik. Dosis petidin intramuskular 1-2 mg/kgBB (morfin 10 x lebih kuat) dapat diulang
tiap 3-4 jam. Dosis intravena 0,2-0,5 mg/kgBB. Petidin subkutan tidak dianjurkan
karena menyebabkan iritasi.
Benzodiazepin merupakan neurotransmiter utama disusunan saraf pusat.
Benzodiazepin yang berikatan dengan reseptor spesifik GABA A akan meningkatkan
afinitas neurotransmiter inhibisi dengan reseptor GABA. Ikatan ini akan membuka
kanal Cl yang menyebabkan meningkatnya konduksi ion Cl sehingga menghasilkan
hiperpolarisasi pada membran sel pasca sinap dan saraf pasca sinap menjadi resisten
untuk dirangsang. Efek resisten terhadap rangsangan ini diduga sebagai mekanisme
efek ansiolitik, sedasi dan antikonvulsi serta relaksasi otot pada benzodiazepin. Diduga
bila 20% reseptor GABA berikatan dengan benzodiazepin akan memberikan efek
ansiolitik, 30-50% untuk sedasi dan akan tidak sadar bila lebih dari 60%. Dosis
midazolam 1-2,5 mg IV, (mula kerja 30-60 detik, dengan efek puncak 2-3 menit, lama
kerja 15-80 menit) efektif sebagai sedasi saat anestesi regional.
Metamizole dihidrolisis dalam saluran pencernaan dalam bentuk 4methylaminoantipirine (4-AAA) dan diserap dalam bentuk tersebut; bioavailabilitas
menjadi lebih dari 80%. Metamizole merupakan turunan pirazolon dengan aksi
analgesik dan antipiretik, namun tanpa komponen anti inflamasi. Dosisnya adalah 0,31 gram sehari.
Tramadol adalah analgesik sintetik yang bekerja sentral dengan daya ikat lemah
terhadap reseptor opioid (opioid lemah). Merupakan suatu analog sintetik 4-phenyl
piperidine dari kodein yang bekerja sebagai analgesik murni untuk nyeri sedang-berat.
Dapat diberikan secara injeksi intravena, infus intravena atau intramuskular. Untuk
nyeri pasca operasi, dosis yang dianjurkan adalah 100 mg. Dosis selanjutnya 50 mg
48
atau 100 mg, dapat diulangi setiap 4 jam-6 jam kemudian. Total dosis yang dapat
diberikan dalam sehari adalah 600mg.
Ranitidine merupakan antagonis reseptor H2 secara selektif dan reversible.
Perangsangan reseptor H2akan merangsang sekresi asam lambung, sehingga pada
pemberian ranitidine sekresi asam lambung dihambat.
Ondansentron merupakan suatu antagonis 5-HT3 yang sangat selektif yang
dapat menekan mual dan muntah karena sitostatika misalnya cisplatin dan radiasi.
Mekanismenya dengan mengantagonisasi reseptor 5-HT yang terdapat pada
chemoreceptor trigger zone di area postrema otak dan pada aferen vagal saluran cerna.
Ondansentron juga mempercepat pengosongan lambung.Bila kecepatan pengosongan
basal rendah, tetapi waktu transit saluran cerna memanjang sehingga dapat terjadi
konstipasi. Ondansentron digunakan untuk mencegah mual dan muntah yang
berhubungan dengan operasi dan pengobatan kanker dengan radioterapi dan
sitostatika. Dengan pemberian dosis 0,1-0,2mg/KgBB.
CRITICAL POINT
PRE OPERASI
Aktual
Potensia
DURANTE OPERASI
Aktual
Potensial
Antisipasi
POST OPERASI
Aktual
Potensial
l
B
Hipotensi
TD 90/65 Hipotensi,
Pemberian
Hipotensi
(-),
setelah
perdarahan
ephedrin,
(-),
perdarahana
pemberia
perdarahana
n SAB.
syok
e cairan
hipovolemi
k
49
B1 Aktual
Potensial
Sesak, bronkospasme
: Pemberian O2 nasal 2-3 lpm
Antisipasi
:
B2 Aktual
Potensial
Antisipasi
Pemberian
B3 Aktual
ephedrin,
maintenance
cairan,
Penurunan kesadaran
:
:
Observasi GCS
Tidak terpasang DC
:
:
Balance cairan
Perut tampak cembung, palpasi: nyeri tekan (-),
perkusi: tympani,BU (+) normal
B6
Potensial
Mual, muntah
Antisipasi
:
:
50
Cidera jaringan lunak dan fraktur yang berat memberikan gangguan hemodinamik.
Fraktur femur dapat menyebabkan kehilangan darah sampai 1500 cc. Patah tulang panjang
dapat menimbulkan perdarahan yang berat. Patah tulang femur dapat menyebabkan
kehilangan darah didalam paha 3-4 unit darah, dapat menimbulkan syok kelas III.
Pemasangan bidai yang baik dapat menurunkan perdarahan secara nyata dengan mengurangi
gerakan dan meningkatkan pengaruh tamponade otot sekitar patahan. Pada patah tulang
terbuka, penggunaan balut tekan steril umumnya dapat menghentikan perdarahan.
Penggantian cairan yang agresif merupakan hal yang penting disamping usaha menghentikan
perdarahan.
Perdarahan dapat dibedakan bedasarkan persentase kehilangan volume darah sebagai
berikut :
1. Perdarahan klas I : kehilangan volume darah sampai 15%. Gejala klinis yang
ditunjukkan minimal.
2. Perdarahan klas II : kehilangan volume darah 15-30%. Gejala klinis meliputi
takikardi, takipnue, dan penurunan tekanan nadi. Walaupun kehilangan darah dan
perubahan kardiovaskuler besar namun produksi urin tidak berpengaruh. Urin
biasanya 2-3 cc/jam. Kadang-kadang diperlukan transfusi darah, tetapi dapat
distabilkan dengan larutan kristaloid.
3. Perdarahan klas III : kehilangan volume darah 30-40%. Akibat perdarahan
sebanyak ini (sekitar 2000 cc untuk orang dewasa) dapat sangat berbahaya.
Penderita hampir selalu menunjukkan tanda klasik perfusi tidak adekuat (syok)
yaitu takikardi dan takipnue yang jelas serta penurunan tekanan sistolik. Penderita
kehilangan darah tingkat ini hampir selalu hampir selalu memerlukan transfusi
darah. Keputusan untuk transfusi darah didasarkan atas respon penderita terhadap
resusitasi cairan awal dan perfusi dan oksigenasi organ yang adekuat.
51
4. Perdarahan klas IV : kehilangan volume darah lebih dari 40%. Dengan kehilangan
darah sebanyak ini, jiwa penderita terancam. Gejalanya meliputi takikardi yang
jelas, penurunan tekanan darah sistolik yang cukup besar, produksi urin hampir
tidak ada, dan kesadaran yang jelas menurun. Kulit dingin dan pucat. Pasien
seperti ini seringkali memerlukan transfusi yang cepat dan intervensi pembedahan
segera.
Pada pasien ini dengan berat badan 60 kg, total EBV (estimate blood volume) adalah
75xBB=4.500%. Maka jika terjadi perdarahan pada femur, pasien ini akan kehilangan
volume darah 30-40% dari total EBV yaitu 1..350-1800cc.
Luka tusuk di ekstremitas dapat menimbulkan trauma arteri. Trauma tumpul yang
menyebabkan fraktur atau dislokasi sendi dekat arteri dapat merobek arteri. Cedera ini dapat
menimbulkan perdarahan besar pada luka terbuka atau perdarahan didalam jaringan.
Trauma ekstremitas harus diperiksa adanya perdarahan eksternal, hilangnya pulsasi nadi
yang sebelumnya masih teraba, perubahan kualitas nadi, dan perubahan pada pemeriksaan
Doppler dan ankle/brachial index. Ekstremitas yang dingin, pucat, dan menghilangnya
pulsasi ekstremitas menunjukkan gangguan aliran darah arteri. Cedera ini menjadi berbahaya
jika hemodinamik pasien tidak stabil.
Pengelolaan perdarahan arteri besar berupa tekanan langsung dan resusitasi cairan
yang agresif. Penggunaan klem darurat ditempat perdarahan pada ruang gawat darurat tidak
dianjurkan, kecuali pembuluh darahnya terletak superficial dan tampak dengan jelas.
Pada pasien ini terjadi hipotensi setelah pemberian anestesi blok dengan bupivakain
seperti yang telah dijelaskan diatas. Pada pasien ini juga berpotensi untuk terjadinya syok
hipovolemik karena daerah operasi pada daerah femur yang dimana jika terjadi cedera pada
femur dapat menyebabkan perdarahan sebesar 30-40% . Pasien ini menggunakan anestesi
blok subaraknoid walaupun telah kita ketahui critical point dari kasus ini adalah syok atau
52
hipotensi. Karena untuk mencegah hipotensi dilakukan dengan memberikan infus cairan
kristaloid (NaCl, Ringer Laktat) secara cepat sebanyak 10-15ml/kgBB dalam 10 menit segera
setelah penyuntikan anestesi spinal atau dapat juga dicegah dengan memberikan infus cairan
elektrolit 1000ml atau koloid 500ml sebelum tindakan. Bila dengan cairan infus cepat
tersebut masih terjadi hipotensi harus diobati dengan vasopressor seperti efedrin intravena
sebanyak 5-10 mg. Insiden terjadi hipotensi akibat anestesi spinal adalah 10-40%. Hipotensi
juga dapat terjadi jika anestesi spinal tinggi atau total terjadi karena akibat dari kesalahan
perhitungan dosis yang diperlukan untuk satu suntikan. Tekanan abdomen yang meningkat,
dengan dosis yang sama didapat batas analgesia yang lebih tinggi. Pada anastesia obstetrik,
pembesaran uterus dapat menekan struktur penting disekitarnya, terutama pembuluhpembuluh darah besar di abdomen, yaitu aorta abdominalis dan vena kava inferior.
Penekanan ini menghambat venous return ke jantung dan menyebabkan hipotensi. Kompresi
ini lebih nyata jika wanita hamil berbaring dalam posisi terlentang (supine).
BALANCE CAIRAN
Waktu
Pre operasi
Resusitasi cairan
Rumatan Kebutuhan cairan Tn.PB 60kgx30-40
cc = 1800-2400 cc/24 jam dan 75 - 100 cc/jam.
Replacement
Puasa 8
jam
(8x75=
600cc)
dan
(8x100=800cc).
Sebelum operasi pasien diberikan resusitasi
RL 700 cc, sehingga kebutuhan cairan pasien
Durante operasi
4-6xBB
(4x60=240cc)53
(6x60=360cc)
Perdarahan :
- Estimate blood volume (EBV)
75xBB=4500%
Perdarahan : 50 cc
- Estimate blood loss (EBL)
50/4500x100% = 1%
Cairan kristaloid sebanyak 2-4x jumlah
perdarahan.
(2x50=100cc)-(4x50=200cc)
Replacement pada durante operasi :
Penguapan+kebutuhan
cairan
perdarahan
akibat
(240+100=340)
sd
(360+200=560)
Kebutuhan cairan maintenance adalah :
Kebutuhan cairan perjam x durasi operasi
(jam):
(75x1=75cc)-(100x1=100cc).
Jadi, total kebutuhan cairan durante operasi
kebutuhan cairan replacement dijumlahkan
dengan kebutuhan cairan maintenance =
415cc-660cc, pada saat operasi cairan yang
masuk ialah Ringer Laktat 500 cc
Total durante operasi : 415 cc.
Balance 500cc 415cc= + 85 cc.
Post Operatif
saat
operasi
dijumlahkan
dengan
54
BAB V
PENUTUP
5.1 KESIMPULAN
Pada tindakan ROI pada union femur sinistra digunakan teknik subarachnoid
anestesi blok. Dipilih menggunakan subarachnoid anestesiblok karena pada
pembedahan ekstremitas bawah, subarachnoid anestesi blok merupakan pilihan utama
karena subarachnoid anestesi blok merupakan salah satu tehnik anestesi yang aman,
ekonomis dan dapat dipercaya serta sering digunakan pada tindakan anestesi seharihari. Tehnik ini telah digunakan secara luas untuk memberikan anestesia, terutama
untuk operasi pada daerah di bawah umbilicus. Kelebihan utama tehnik ini adalah
kemudahan dalam tindakan, peralatan yang minimal, efek samping yang minimal
pada biokimia darah, menjaga level optimal dari analisa gas darah, pasien tetap sadar
55
selama operasi dan menjaga jalan nafas, serta membutuhkan penanganan post operatif
dan analgesia yang minimal.
DAFTAR PUSTAKA
1. Latief SA, dkk. Petunjuk Praktis Anestesiologi. Edisi Kedua. Bagian Anestesiologi
dan Terapi Intensif FKUI. Jakarta, 2010
2. Anonim. Anestesi
http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/55198/BAB%20II%20Tinjan
%20Pustaka.pdf?sequence=5A
4. Sari K. perbedaan tekanan darah pada pasien anestesi spinal dengan pemberian
preload.
[serial
online]
2013
[Diunduh
21
September
2016].
Dari
http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/55198/BAB%20II
%20Tinjauan%20Pustaka.pdf?sequence=5.
5. Alfhiradina. Kejadian postdural puncture headache (PDPH) pada pasien yang
menjalani operasi ortopedi ekstremitas bawah dengan anestesi spinal menggunakan
56
jarum tipe Quincke 26G. [serial online] 2013 [Diunduh 21 September 2016]. Tersedia
dari : http ://repository.unri.ac.id>jspui.pdf
6. Anonim. Spinal anestesi blok. [serial online] 2013 [Diunduh 30 September 2016].
Dari http://www.alfinzone.filewordpress.com.pdf
7. Anonim. Anatomi vertebra pada spinal anestesi blok. [serial online] 2013 [Diunduh
30
September
2016]
http
://
repository.
ipb.ac.id/
bitstream
handle/
[serial
online]
2013
[Diunduh
30
September
2016].
Dari
http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/55198/BAB%20II%20Tinjan
%20Pustaka.pdf?sequence=5
13. Syarif amir. Kokain dan anestetik local sintetik dalam farmakologi dan terapi
ed.5.FKUI. Jakarta: 2007
14. Anonintra muskular. Efek farmakologi bupivikain. [serial online] 2013 [Diunduh 30
September 2016]. http: // repository.ipb.ac. id/ bitstream/ handle/123456789 /
55198/BAB% 20II %20Tinjan%20Pustaka.pdf?sequence=5A
57
15. Anonintra muskular. Spinal anestesi blok dan hubungannya dengan PDHD. [serial
online]
[Diunduh
30
September
2016]
http
://
repository.ipb.ac.id/
bitstream/handle/123456789/55198/BAB%20II
16. Chairudin, R. 2009. PengantarIlmuBedahOrtopedi. Edisiketigacetakankeenam. ISBN
978-979-8980-46-6.
17. Diana D. Fraktur Femur. 2011. [serial online] [Diunduh 30 September 2016].
Http://Chapter II.repository.usu.ac.id.pdf
58