Lapsus Anestesi

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 58

BAB I

PENDAHULUAN

Anestesiologi ialah ilmu kedokteran yang pada awalnya berprofesi menghilangkan


nyeri dan rumatan pasien sebelum, selama, dan sesudah pembedahan. Definisi Anestesiologi
berkembang terus sesuai dengan perkembangan ilmu kedokteran. Istilah anestesi
dimunculkan pertama kali oleh dokter Oliver Wendell Holmes (1809-1894) berkebangsaan
Amerika, diturunkan dari dua kata Yunani :An berarti tidak, dan Aesthesis berarti rasa atau
sensasi nyeri. Secara harfiah berarti ketiadaan rasa atau sensasi nyeri.1
Anestesi secara umum berarti suatu keadaan hilangnya rasa terhadap suatu
rangsangan. Obat yang digunakan dalam menimbulkan anestesia disebut sebagai anestetik,
dan kelompok obat ini dibedakan dalam anestetik umum dan anestetik lokal. Pemberian
anestetikum dilakukan untuk mengurangi dan menghilangkan rasa nyeri baik disertai atau
tanpa disertai hilangnya kesadaran. Seringkali anestesi dibutuhkan pada tindakan yang
berkaitan dengan pembedahan, yang adalah suatu tindakan menghilangkan rasa sakit ketika
melakukan pembedahan dan berbagai prosedur lainnya yang menimbulkan rasa sakit pada
tubuh. 2
Anestetikum dapat diklasifikasikan berdasarkan daerah atau luasan pada tubuh yang
dipengaruhinya, yaitu : 1). Anestesi lokal, terbatas pada tempat penggunaan dengan
pemberian secara topikal, spray, salep atau tetes, dan infiltrasi. 2). Anestesi regional,
mempengaruhi pada daerah atau regio tertentu dengan pemberian secara perineural, epidural,
dan intratekal atau subaraknoid. 3). Anestesi umum, mempengaruhi seluruh sistem tubuh
secara umum dengan pemberian secara injeksi, inhalasi, atau gabungan (balanced
anaesthesia).3

Namun sekarang ini anestesi regional semakin berkembang dan meluas pemakaiannya
dibandingkan anestesi umum. Karena anestesi umum bekerja hanya menekan aksis
hipotalamus pituitari adrenal, sementara anestesi regional bekerja menekan transmisi impuls
nyeri dan menekan saraf otonom eferen ke adrenal. Hal ini juga di pengaruhi oleh berbagai
keuntungan yang ada di antaranya relatif murah, pengaruh sistemik minimal, menghasilkan
analgesi adekuat dan kemampuan mencegah respon stress secara lebih sempurna.4
Salah satu teknik anestesi regional yang pada umumnya dianggap sebagai salah satu
teknik yang paling dapat diandalkan adalah teknik analgesia regional, blok subarakhnoid
(SAB) atau lebih populer disebut anestesi spinal. Anestesi spinal diindikasikan untuk bedah
ekstremitas inferior, bedah panggul, tindakan sekitar rektum-perineum, bedah obstetriginekologi, bedah urologi, bedah abdomen bawah, dan semakin banyak penggunaannya
untuk operasi ortopedi ekstremitas inferior. 5
Fraktur femur adalah diskontinuitas atau hilangnya struktur dari tulang femur yang
disebabkan oleh benturan atau trauma langsung maupun tidak langsung. Fraktur femur juga
didefinisikan sebagai hilangnya kontinuitas tulang paha, kondisi fraktur femur secara klinis
bisa berupa fraktur femur terbuka yang disertai adanya kerusakan jaringan lunak (otot, kulit,
jaringan saraf dan pembuluh darah) dan fraktur femur tertutup yang dapat disebabkan oleh
trauma langsung pada paha. 6
Proses penyembuhan suatu fraktur dimulai sejak terjadi fraktur sebagai usaha tubuh
untuk memperbaiki kerusakan-kerusakan yang dialaminya. Penilaian penyembuhan fraktur
(union) didasarkan atas union secara klinis dan union secara radiologis. 6,7
Berikut ini akan dilaporkan sebuah kasus tindakan spinal anestesi blok pada removal
of implant union femur sinistra.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 ANESTESIA
2.1.1 Definisi Anestesia1,2,4
Asal kata Anestesi (pembiusan; berasal dari bahasa Yunanian-"tidak, tanpa" dan
aesthtos, "persepsi, kemampuan untuk merasa"), secara umum berarti suatu tindakan
menghilangkan rasa sakit ketika melakukan pembedahan dan berbagai prosedur
lainnya yang menimbulkan rasa sakit pada tubuh. Istilah anestesi digunakan pertama
kali oleh Oliver Wendel Holmes Sr pada tahun 1948 yang menggambarkan keadaan
tidak sadar yang bersifat sementara, karena anestesi adalah pemberian obat dengan
tujuan untuk menghilangkan nyeri pembedahan. Sedangkan Analgesia adalah
tindakan pemberian obat untuk menghilangkan nyeri tanpa menghilangkan kesadaran
pasien.
2.1.2

Sejarah3
Dahulu sebelum anestesi dikenal, operasi harus dijalankan secepat mungkin
untuk meminimalkan rasa sakit. Rekor dunia untuk amputasi kaki dicapai dalam
waktu 15 detik yang dilakukan oleh Dominique Larrey, ketua tim dokter pribadi
Napoleon. Tahun 1800, Davy seorang ahli kimia yang sangat terkenal telah
mempublikasikan bahwa zat kimia tertentu seperti oksida nitrogen dapat mempunyai
efek bius. Walaupun dokter yang pertama kali menggunakan anestesi dalam
praktiknya adalah Crawford Long, di Amerika Serikat, karena ia tidak pernah
mempublikasikan, maka dalam sejarah Amerika serikat menyebutkan bahwa penemu
anestesi atau bius adalah William Morton karena Morton secara demonstratif telah
menunjukkan cabut gigi tanpa rasa sakit di depan umum pada tahun 1846. Pada tahun
1848, di Inggris tercatat JY Simpson dan John Snow yang banyak mengembangkan
anestesi (Ellis, 1994). Eter waktu itu banyak digunakan untuk membantu persalinan di

Inggris. Sambil berpraktik sebagai dokter, Simpson dan asistennya banyak


bereksperimen dengan bahanbahan kimia untuk mencari anestesi yang efektif.
Kadang mereka bereksperimen dengan diri mereka sendiri. Di dunia waktu itu, dan
terutama di Inggris, banyak orang menganggap rasa sakit adalah bagian kodrat dari
Tuhan, dan menggunakan anestesi berarti melawan kodrat itu. Namun, oposisi
penggunaan anestesi berakhir setelah Ratu Victoria menggunakannya saat melahirkan
Pangeran Leopold tahun 1853. Anestesi terhadap Ratu Victoria tersebut dilakukan
oleh John Snow. Tindakan Ratu Victoria tersebut ternyata bisa mengubah pandangan
umum tentang anestesi. Sehingga penggunaan anestesi pada prosedur bedah semakin
lama semakin diperhitungkan.
2.1.3

Pembagian Anestesia1,2,4
Anestesi dibagi menjadi dua kelompok yaitu anestesi umum dan anestesi
lokal. Pada anestesi umum hilangnya rasa sakit disertai hilangnya kesadaran,

sedangkan pada anestesi lokal hilangnya rasa sakit tanpa disertai hilang kesadaran.
2.1.3.1 Anestesi Umum1,2,4
Anestesi umum adalah tindakan menghilangkan rasa nyeri/sakit secara sentral disertai
hilangnya kesadaran dan dapat pulih kembali Komponen trias anestesi ini dapat
dicapai dengan menggunakan obat yang berbeda secara terpisah.Teknik ini sesuai
untuk pembedahan abdomen yang luas, intraperitonium, toraks, intrakanial,
pembedahan yang berlangsung lama dan operasi dengan posisi tertentu yang
memerlukan pengendalian pernapasan.

Cara pemberian anestesi umum:


o Parenteral (intramuscular/intravena) : Digunakan untuk tindakan yang singkat
atau induksi anestesi. Umumnya diberikan thiopental, namun pada kasus

tertentu dapat digunakan ketamin, diazepam dll. Untuk tindakan yang lama
anestesi parenteral dikombinasikan dengan cara lain.
o Perektal : Dapat dipakai pada anak untuk induksi anestesi atau tindakan
singkat.
o Anestesi inhalasi : Anestesi dengan menggunakan gas atau cairan anestesi yang
mudah menguap (volatile agent) sebagai zat anestetik melalui udara
pernapasan. Zat anestetik yang digunakan berupa campuran gas (dengan O2)
dan konsentrasi zat anestetik tersebut tergantung dari tekanan parsialnya.
Berikut teknik pemberian inhalasi :
a.Sistem terbuka :Dengan penetesan langsung keatas kain kasa yang
menutupi mulut atau hidung penderita, contohnya eter dan trikloretilen
b.Sistem tertutup : Suatu mesin khusus menyalurkan suatu campuran gas
dengan oksigen ke dalam suatu kap dimana sejumlah CO2 dari ekshalasi
dimasukkan kembali.
c.Insuflasi : Gas atau uap ditiupkan kedalam mulut atau tenggorok dengan
perantaraan suatu mesin.

2.1.3.2 Anestesi Lokal 8,9


Anestesi/analgesi lokal adalah tindakan menghilangkan nyeri atau sakit secara
lokal tanpa disertai hilangnya kesadaran. Pemberian anestetik lokal dapat
dilakukan dengan teknik:
a. Anestetik permukaan yaitu pengolesan atau penyemprotan analgetik lokal diatas
selaput mukosa seperti mata, hidung, dan faring.
b. Anestesi infiltrasi yaitu penyuntikan larutan analgetik lokal langsung diarahkan
disekitar tempat lesi, luka atau insisi.
c. Anestesi blok yaitu penyuntikan analgetik lokal langsung ke syaraf utama atau
pleksus syaraf. Hal ini bervariasi dari blokade pada syaraf tunggal misalnya
anestesi spinal, anestesi epidural, dan anestesi kaudal.

d. Analgesi regional intravena yaitu penyuntikkan larutan analgetik lokal intravena.


Ekstremitas dieksanguinasi dan isolasi bagian proksimalnya dari sirkulasi
sintemik dengan turniket pneumatik.

2.1.3.3 Anestesi Blok Subaraknoid (Anestesi Spinal) 12


Anestesi spinal adalah salah satu teknik yang sederhana, mudah dikerjakan dan
cukup efektif. Anestesi spinal dapat diperoleh dengan cara menyuntikkan anestesi lokal
kedalam ruang subaraknoid. Anestesi spinal diindikasikan untuk bedah ekstremitas
inferior, bedah panggul, tindakan disekitar rektum-perineum, bedah obstetri-ginekologi,
bedah urologi, bedah abdomen bawah, dan semakin banyak penggunaannya untuk operasi
ortopedi ekstremitas bawah. Teknik ini lebih praktis karena memberikan efek analgesia
yang adekuat pasca operasi sehingga mobilitas lebih cepat terjadi.
Sensasi nyeri yang ditimbulkan organ-organ melalui sistem saraf tadi lalu
terhambat dan tak dapat diregister sebagai sensasi nyeri di otak. Dan sifat anestesi atau
efek mati rasa akan lebih luas dan lama dibanding anestesi lokal.
Pada kasus bedah, bisa membuat mati rasa dari perut ke bawah. Namun, oleh karena tidak
mempengaruhi hingga ke susunan saraf pusat atau otak, maka pasien yang sudah di
anestesi regional masih bisa sadar dan mampu berkomunikasi, walaupun tidak merasakan
nyeri di daerah yang sedang dioperasi.10

Gambar 1. Gambar lokasi daerah anestesi spinal.


6

2.1.3.3.1 Definisi
Anestesi spinal (intratekal, intradural, subdural, subarachnoid) ialah pemberian
obat anestesi lokal kedalam ruang subaraknoid. Anestesia spinal diperoleh dengan
cara menyuntikan anestesi lokal kedalam ruang subaracnoid. Teknik ini sederhana,
cukup efektif dan mudah dikerjakan.1

2.1.3.3.2 Anatomi Tulang Belakang9


Tulang belakang adalah susunan terintegrasi dari jaringan tulang, ligamen,
otot, saraf dan pembuluh darah yang terbentang mulai dari dasar tengkorak (basis
cranii), leher, dada, pinggang bawah hingga panggul dan tulang ekor. Fungsinya
adalah sebagai penopang tubuh bagian atas serta pelindung bagi struktur saraf dan
pembuluh-pembuluh darah yang melewatinya.
Tulang belakang terdiri dari 4 segmen, yaitu segmen servikal (terdiri dari 7
ruas tulang), segmen torakal (terdiri dari 12 ruas tulang), segmen lumbal (terdiri
dari 5 ruas tulang) serta segmen sakrococygeus (terdiri dari 9 ruas tulang). Diskus
intervertebra terletak mulai dari ruas tulang servikal ke-2 (C2) hingga ruas tulang
sakrum pertama (S1).

Gambar 2 : Gambar tulang vertebra.

Peredaran darah
Medula spinalis diperdarahi oleh a. spinalis anuterior dan a. spinalis posterior.

Lapisan jaringan punggung


Untuk mencapai cairan serebrospinalis, maka jarum suntik akan menembus kulit
subkutis lig. Supraspinosum- lig.interspinosum- lig.flavum- ruang epiduralduramater- ruang subarachnoid.

Medula Spinalis (korda spinalis, the spinal kord)


Berada dalam kanalis dpinalis dikelilingi cairan oleh cairan serebrospinalis dibungkus
meningen (duramater, lemak dan pleksus venosus). Pada dewasa berakhir setinggi L1,

pada anak L2 dan pada bayi L3 dan sakus duralis berakhir setinggi S2.
Cairan serebrospinal
Cairan serebrospinalis merupakan ultrafiltrasi dari plasma yang berasal dari pleksus
arteri koroidalis yang terletak di ventrikel 3-4 dan lateral. Cairan ini jernih tak
berwarna mengisi ruang subarachnoid dengan jumlah total 100-150 ml, sedangkan
yang dipunggung sekitar 25-45 ml.
8

Ketinggian segmental anatomic


C3-C4
klavikula
T2
ruang intercostal kedua
T4-5
garis putting susu
T7-9
arkus subkostalis
T10
umbilikus
L1
daerah inguinal
S1-4
perineum
Ketinggian segmental refleks spinal
T7-8
epigastrik
T9-12
abdominal
L1-2
kremaster
L2-4
lutut (knee jerk)
S1-2
plantar, pergelangan kaki (ankle jerk)
S4-5
Sfingter anus, reflex kejut (wink reflex).
Pembedahan
Tungkai bawah
Panggul
Uterus-vagina
Buli-buli prstat
Tungkai bawah
Testis,ovarium
Intraabdomen bawah
Intraabdomen lain

2.1.3.3.3

Ketinggian kulit
T12
T10
T10
T10
T8
T8
T6
T4

Fisiologis Anestesi Spinal11


Larutan anestesi lokal disuntikkan ke dalam ruang subarakhnoid untuk

memblok pengiriman impuls saraf-saraf yang berhubungan dengannya walaupun


beberapa saraf lebih mudah diblok daripada yang lain. Saraf tersebut digolongkan
menjadi 3 yaitu motorik, sensorik dan otonom.
Saraf motorik mengantarkan pesan ke otot untuk berkontraksi dan ketika saraf
ini diblok maka otot akan mengalami paralisis. Saraf sensorik mengirimkan sensasi
seperti sentuhan rasa sakit dari medulla spinalis menuju otak, sedangkan saraf otonom
mengendalikan lebar pembuluh darah, denyut jantung, kontraksi usus dan fungsi di
bawah sadar yang lain. Secara umum saraf otonom dan sensorik akan lebih dahulu
diblok daripada saraf motorik. Hal tersebut akan menimbulkan suatu dampak yang

penting. Contohnya vasodilatasi dan turunnya tekanan darah ketika saraf otonom
diblok dan pasien tidak merasakan sentuhan dan rasa sakit ketika operasi dimulai.

2.1.3.3.4

Indikasi dan Kontraindikasi1:


Indikasi :

Bedah ekstremitas bawah

Bedah panggul

Tindakan sekitar rektum perineum

Bedah obstetrik-ginekologi

Bedah urologi

Bedah abdomen bawah

Pada bedah abdomen atas dan bawah pediatrik biasanya dikombinasikan


dengan anesthesia umum ringan.

Kontraindikasi absolut:

Pasien menolak

Infeksi pada tempat suntikan

Hipovolemia berat, syok

Koagulapatia atau mendapat terapi koagulan

Tekanan intrakranial meningkat

Fasilitas resusitasi minim

Kurang pengalaman atau tanpa didampingi konsulen anestesi.

10

Kontra indikasi relatif1:

Infeksi sistemik (sepsis, bakteremi)

Infeksi sekitar tempat suntikan

Kelainan neurologis

Kelainan psikis

Bedah lama

Penyakit jantung

Hipovolemia ringan

Nyeri punggung kronis.

2.1.3.3.5 Persiapan dan peralatan analgesia spinal :


Persiapan analgesia spinal1:
Pada dasarnya persiapan untuk analgesia spinal seperti persiapan pada anastesia
umum. Daerah sekitar tempat tusukan diteliti apakah akan menimbulkan kesulitan,
misalnya ada kelainan anatomis tulang punggung atau pasien gemuk sekali sehingga
tak teraba tonjolan prosesus spinosus. Selain itu perlu diperhatikan hal-hal di bawah
ini:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Dokter anestesi memberi salam kepada pasien dan memperkenalkan dirinya.


Informed consent (izin dari pasien)
Memeriksa identitas pasien, bila perlu: tanggal lahir, jenis dan lokasi operasi
(misalnya, lutut kanan).
Bertanya mengenai kapan pasien makan terakhir kali
Memeriksa mulut dan keadaan gigi (dalam keadaan terbuka).
Memasang alat monitor standar: EKG, oksimetri nadi, pengukur tekanan darah arteri.

Pemeriksaan fisik
Tidak dijumpai kelainan spesifik seperti kelainan tulang punggung.

8.

Pemeriksaan laboratorium anjuran

11

Hemoglobin, trombosit, PT (prothrombine time) dan APTT (activated partial


thromboplastine time)
Tujuan utama kunjungan pra anesthesia ialah untuk mengurangi angka
kesakitan operasi, mengurangi biaya operasi dan meningkatkan kualitas
pelayanan kesehatan.
Kunjungan pre-anestesi dilakukan untuk mempersiapkan pasien sebelum
pasien menjalani suatu tindakan operasi. Pada saat kunjungan, dilakukan
wawancara (anamnesis) sepertinya menanyakan apakah pernah mendapat anestesi
sebelumnya, adakah penyakit-penyakit sistemik, saluran napas, dan alergi obat.
Kemudian pada pemeriksaan fisik, dilakukan pemeriksaan gigi-geligi, tindakan
buka mulut, ukuran lidah, leher kaku dan pendek. Perhatikan juga hasil
pemeriksaan laboratorium atas indikasi sesuai dengan penyakit yang sedang
dicurigai, misalnya pemeriksaan darah (Hb, leukosit, masa pendarahan, masa
pembekuan), radiologi, EKG.
Dari hasil kunjungan ini dapat diketahui kondisi pasien dan dinyatakan dengan
status anestesi menurut The American Society Of Anesthesiologist (ASA)12
Kelas I
: Pasien sehat organic, fisiologik, psikiatrik, biokimia.
Kelas II
: Pasien dengan penyakit sistemik ringan atau sedang.
Kelas III
: Pasien dengan penyakit sistemik berat, sehingga aktivitas
rutin terbatas.
Kelas IV

: Pasien dengan penyakit sistemik berat tak dapat melakukan


aktivitas rutin dan penyakitnya merupakan ancaman kehidupan
setiap saat.

Kelas V

: Pasien sekarat yang diperkirakan dengan atau tanpa


pembedahan hidupnya tidak akan lebih dari 24 jam.

Kelas VI

Pasien yang telah mengalami kematian batang otak yang


menghendaki menjadi pendonor organ

12

Klasifikasi ASA juga dipakai pada pembedahan darurat dengan mencantumkan


tanda darurat huruf E (E = EMERGENCY).

Peralatan analgesia spinal1:


1.

Peralatan monitor
Tekanan darah, nadi, oksimetri denyut dan EKG.

2.

Peralatan resusitasi/anestesi umum

3.

Jarum spinal
Jarum spinal dengan ujung tajam (ujung bambu runcing, quinckebacock) atau
jarum spinal dengan ujung pensil (pencil point whitecare).

Teknik analgesia spinal1:


Posisi duduk atau posisi tidur lateral dekubitus dengan tusukan pada garis
tengah ialah posisi yang paling sering dikerjakan. Biasanya dikerjakan di atas meja
operasi tanpa dipindah lagi dan hanya diperlukan sedikit perubahan posisi pasien.
Perubahan posisi berlebihan dalam 30 menit pertama akan menyebabkan
menyebarnya obat.
1. Setelah dimonitor, tidurkan pasien misalkan dalam posisi lateral dekubitus.
Beri bantal kepala, selain enak untuk pasien juga supaya tulang belakang
stabil. Buat pasien membungkuk maximal agar processus spinosus mudah
teraba. Posisi lain adalah duduk.
2. Perpotongan antara garis yang menghubungkan kedua garis krista iliaka, misal
L2-L3, L3-L4, L4-L5. Tusukan pada L1-L2 atau diatasnya berisiko trauma
terhadap medulla spinalis.
3. Sterilkan tempat tusukan dengan betadin atau alkohol.

13

4. Beri anastesi lokal pada tempat tusukan, misalnya dengan lidokain 1-2% 2-3
ml.

Gambar 3. Posisi Tusukan analgesia spinal


5. Cara tusukan median atau paramedian. Untuk jarum spinal besar 22G, 23G,
25G dapat langsung digunakan. Sedangkan untuk yang kecil 27G atau 29G
dianjurkan menggunakan penuntun jarum yaitu jarum suntik biasa semprit
10cc. Tusukkan introduser sedalam kira-kira 2cm agak sedikit kearah sefal,
kemudian masukkan jarum spinal berikut mandrinnya ke lubang jarum
tersebut. Jika menggunakan jarum tajam (Quincke-Babcock) irisan jarum
(bevel) harus sejajar dengan serat duramater, yaitu pada posisi tidur miring
bevel mengarah keatas atau kebawah, untuk menghindari kebocoran likuor
yang dapat berakibat timbulnya nyeri kepala pasca spinal. Setelah resensi
menghilang, mandarin jarum spinal dicabut dan keluar likuor, pasang semprit
berisi obat dan obat dapat dimasukkan pelan-pelan (0,5ml/detik) diselingi
aspirasi sedikit, hanya untuk meyakinkan posisi jarum tetap baik. Kalau anda
yakin ujung jarum spinal pada posisi yang benar dan likuor tidak keluar, putar
arah jarum 90 biasanya likuor keluar. Untuk analgesia spinal kontinyu dapat
dimasukan kateter.
14

6. Posisi duduk13
Ada 2 macam posisi dalam melakukan anestesi spinal, yaitu : (Morgan et al,)
1) Posisi Duduk
Dagu pasien menempel di dada, lengan bersandar di lutut dan
menggunakan tempat duduk yang memiliki sandaran kaki.
2) Posisi Lateral
Bahu pasien harus tegak lurus dengan tempat tidur, posisi pinggang di tepi
tempat tidur dan pasien memeluk bantal atau posisi lutut menempel di dada.
Pria cenderung mempunyai bahu yang lebih lebar daripada pinggang sehingga
harus menaikkan posisi kepala ketika berbaring. Wanita dengan pinggang lebih
lebar harus menurunkan posisi kepala.

Anestesi Lokal untuk Anastesi Spinal1:


Berat jenis cairan cerebrospinalis pada 37 derajat celcius adalah 1.003-1.008.
Anastetik lokal dengan berat jenis sama dengan CSS disebut isobaric. Anastetik lokal
dengan berat jenis lebih besar dari CSS disebut hiperbarik. Anastetik lokal dengan
berat jenis lebih kecil dari CSS disebut hipobarik.

15

Gambar 4 : dermatom

2.1.3.3.6

Anestetik lokal yang paling sering digunakan:


-

Lidokain (xylobain,lignokain) 2%: berat jenis 1.006, sifat isobarik, dosis 20100 mg (2-5ml).

Lidokain (xylobain,lignokaine) 5% dalam dextrose 7.5%: berat jenis 1.003,


sifat hiperbarik, dosis 20-50 mg (1-2 ml).

Bupivakain (markaine) 0.5% dlm air: berat jenis 1.005, sifat isobarik, dosis 520 mg

Bupivakain (markaine) 0.5% dlm dextrose 8.25%: berat jenis 1.027, sifat
hiperbarik, dosis 5-15 mg (1-3 ml).

Anestesi lokal yang sering dipakai adalah bupivakain. Lidokain 5% sudah


ditinggalkan karena mempunyai efek neurotoksisitas, sehingga bupivakain menjadi
pilihan utama untuk anestesi spinal saat ini. Anestesi lokal dapat dibuat isobarik,
hiperbarik atau hipobarik terhadap cairan serebrospinal. Barisitas anestesi lokal
16

mempengaruhi penyebaran obat tergantung dari posisi pasien. Larutan hiperbarik


disebar oleh gravitasi, larutan hipobarik menyebar berlawanan arah dengan gravitasi
dan isobarik menyebar lokal pada tempat injeksi.
Setelah disuntikkan ke dalam ruang intratekal, penyebaran zat anestesi local akan
dipengaruhi oleh berbagai faktor terutama yang berhubungan dengan, hokum fisika
dinamika dari zat yang disuntikkan, antara lain Barbotase (tindakan menyuntikkan
sebagian zat anestesi lokal ke dalam cairan serebrospinal, kemudian dilakukan
aspirasi bersama cairan serebrospinal dan penyuntikan kembali zat anestesi lokal yang
telah bercampur dengan cairan serebrospinal), volume, berat jenis, dosis, tempat
penyuntikan, posisi penderita saat atau sesudah penyuntikan.14

Dampak Fisiologis14
a. Pengaruh terhadap sistem kardiovaskuler :
Pada anestesi spinal tinggi terjadi penurunan aliran darah jantung dan penghantaran
(supply) oksigen miokardium yang sejalan dengan penurunan tekanan arteri rata-rata.
Penurunan tekanan darah yang terjadi sesuai dengan tinggi blok simpatis, makin
banyak segmen simpatis yang terblok makin besar penurunan tekanan darah. Untuk
menghindarkan terjadinya penurunan tekanan darah yang hebat, sebelum dilakukan
anestesi spinal diberikan cairan elektrolit NaC1 fisiologis atau ringer laktat 10-20
ml/kgbb. Pada Anestesi spinal yang mencapai T4 dapat terjadi penurunan frekwensi
nadi dan penurunan tekanan darah dikarenakan terjadinya blok saraf simpatis yang
bersifat akselerator jantung.
b. Terhadap sistem pernafasan :
Pada anestesi spinal blok motorik yang terjadi 2-3 segmen di bawah bloksensorik,
sehingga umumnya pada keadaan istirahat pernafasan tidak banyak dipengaruhi. Tetapi

17

apabila blok yang terjadi mencapai saraf frenikus yang mempersarafi diafragma, dapat
terjadi apnea.
c. Terhadap sistem pencernaan :
Oleh karena terjadi blok serabut simpatis preganglionik yang kerjanya menghambat
aktifitas saluran pencernaan (T4-5), maka aktifitas serabut saraf parasimpatis menjadi
lebih dominan, tetapi walapun demikian pada umumnya peristaltik usus dan relaksasi
spingter masih normal. Pada anestesi spinal bisa terjadi mual dan muntah yang
disebabkan karena hipoksia serebri akibat dari hipotensi mendadak, atau tarikan pada
pleksus terutama yang melalui saraf vagus.

BUPIVAKAIN HIDROKLORIDA.14
Bupivakain hidroklorida adalah obat anestesi lokal golongan amida dengan
rumus kimianya 2-piperidine karbonamida, 1 butyl (2,6- dimethilfenil) monoklorida.
Oleh karena lama kerja yang panjang, maka sangat mungkin menggunakan obat
anestesi lokal ini dengan teknik satu kali suntikan. Untuk prosedur pembedahan yang
lebih lama dapat dipasang kateter dan obat diberikan kontinyu sehingga resiko
toksisitas menjadi berkurang oleh karena selang waktu pemberian obat yang cukup
lama. Kerugian dari anestesi lokal ini adalah toksisitasnya sangat hebat, bahkan
mungkin sampai fatal. Bukti-bukti menunjukkan bahwa obat ini dapat menimbulkan
toksisitas pada jantung. Manifestasi utamanya adalah fibrilasi jantung. Oleh karena itu
pada pemakaian jenis obat ini untuk anestesi regional diperlukan pengawasan yang
sangat ketat.

18

Farmakologi
Mekanisme kerjanya sama seperti anestesi lokal lain, yaitu menghambat impuls saraf
dengan cara :
a. Mencegah peningkatan permeabilitas sel saraf terhadap ion natrium dan kalium.
Obat ini bekerja pada reseptor spesifik pada saluran sodium (sodium chanel).
Dengan demikian tidak terjadi proses depolarisasi dari membran sel saraf sehingga
tidak terjadi potensial aksi dan hasilnya tidak terjadi konduksi saraf.
b. Meninggikan tegangan permukaan selaput lipid monomolekuler. Obat ini bekerja
dengan meninggikan tegangan permukaan lapisan lipid yang merupakan membran
sel saraf, sehingga menutup pori-pori membran dengan demikian menghambat
gerak ion termasuk Na+ .

Sifat-sifat fisik yang mempengaruhi obat anestetika lokal adalah :


a. Ikatan protein :
Ikatan protein ini penting untuk persediaan dan pemeliharaan blokade saraf.
b. Konstanta disosiasi (pKa):
pKa adalah dimana 50% dari obat tersebut berada dalam bentuk terionisasi dan 50%
lainnya tidak terionisasi. Obat dengan pKa mendekati pH fisiologis(7,4) akan
memiliki bentuk ion-ion yang lebih banyak dibandingkan dengan obat anestesi yang
pKa nya lebih tinggi sehingga akan lebih mudah berdifusi melalui membran, dengan
demikian onsetnya lebih cepat. Bupivakain mempunyai pKa lebih tinggi (8,1)
sehingga mula kerja obat ini lebih lama (5-10 menit) dan analgesia yang adekuat
dicapai antara 15-20 menit.

19

c. Kelarutan dalam lemak


Obat anestesi lokal semakin tinggi kelarutan dalam lemak, maka semakin poten dan
semakin lama kerja obat tersebut. Struktur bupivakain identic dengan mepivakain,
perbedaannya terletak pada rantai yang lebih panjangdengan tambahan tiga grup
metil pada cincin piperidin. Tambahan strukturini menyebabkan peningkatan
kelarutan bupivakain terhadap lemak serta meningkatnya ikatan obat dengan protein.
Potensi bupivakain 3-4 kali lebih kuat dari mepivakain dan 8 kali dari prokain. Lama
kerjanya 2-3 kali lebih lama dibandingkan mepivakain sekitar 90-180 menit.

Metabolisme dan Ekskresi


Karena

termasuk

golongan

amida,

bupivakain

dimetabolisme

melalui

proseskonjugasi oleh asam glukoronida di hati. Sebagian kecil diekskresi melalui


urin.dalam bentuk utuh.

Bupivakain Hidroklorida Hiperbarik.14


Larutan bupivakain hidroklorida hiperbarik bupivakain adalah larutananestesi
lokal bupivakain yang mempunyai berat jenis lebih besar dari berat jeniscairan
serebrospinal (1,003-1,008). Cara pembuatannya adalah denganmenambahkan
larutan glukosa kedalam larutan isobarik bupivakain.
Cara kerja larutan hiperbarik bupivakain adalah melalui mekanisme hokum
gravitasi, yaitu suatu zat/larutan yang mempunyai berat jenis yang lebih besar dari
larutan sekitarnya akan bergerak ke suatu tempat yang lebih rendah. Dengan
demikian larutan bupivakain hiperbarik yang mempunyai barisitas lebih besar akan
cepat ke daerah yang lebih rendah dibandingkan dengan larutan bupivakain yang
isobarik, sehingga mempercepat penyebaran larutan bupivakain hiperbarik tersebut.

20

Faktor-faktor yang mempengaruhi penyebaran larutan bupivakain hiperbarik


pada Anestesi spinal :
1. Gravitasi :
Cairan serebrospinal pada suhu 37C mempunyai BJ 1,003-1,008. Jikalarutan
hiperbarik yang diberikan kedalam cairan serebrospinal akan bergerak oleh
gaya gravitasi ke tempat yang lebih rendah, sedangkan larutan hipobarik akan
bergerak berlawanan arah dengan gravitasi seperti menggantung dan
jikalarutan isobarik akan tetap dan sesuai dengan tempat injeksi.
2. Postur tubuh :
Makin tinggi tubuh seseorang, makin panjang medula spinalisnya dan volume
dari cairan serebrospinal di bawah L2 makin banyak sehingga penderita yang
lebih tinggi memerlukan dosis yang lebih banyak dari pada yang pendek.
3. Tekanan intra abdomen :
Peningkatan tekanan intra abdomen menyebabkan bendungan saluran
pembuluh darah vena abdomen dan juga pelebaran saluran-saluran vena di
ruang epidural bawah, sehingga ruang epidural akan menyempit dan akhirnya
akan menyebabkan penekanan ke ruang subarakhnoid sehingga cepat terjadi
penyebaran obat anestesi lokal ke kranial. Perlu pengurangan dosis pada
keadaan seperti ini.
4. Anatomi kolumna vertebralis :
Anatomi kolumna vertebralis akan mempengaruhi lekukan-lekukan saluran
serebrospinal, yang akhirnya akan mempengaruhi tinggi anestesi spinal pada
penggunaan anestesi lokal jenis hiperbarik.

21

5. Tempat penyuntikan :
Makin tinggi tempat penyuntikan, maka analgesia yang dihasilkan makin
tinggi. Penyuntikan pada daerah L2-3 lebih memudahkan penyebaran obat ke
kranial dari pada penyuntikan pada L4-5.
6. Manuver valsava :
Setelah obat disuntikkan penyebaran obat akan lebih besar jika tekanan dalam
cairan serebrospinal meningkat yaitu dengan cara mengedan.
7. Volume obat :
Efek

volume

larutan

bupivakain

hiperbarik

pada

suatu

percobaan

yangdilakukan oleh Anellson, 1984, dikatakan bahwa penyebaran maksimal


obatkearah sefalad dibutuhkan waktu kurang lebih 20 menit pada semua jenis
volumeobat( 1,5 cc, 2 cc, 3 cc dan 4 cc). Mula kerja untuk tercapainya blok
motoric akan bertambah pendek waktunya dengan bertambahnya volume.
Makin besar volume obat makin tinggi level blok sensoriknya.
8. Konsentrasi obat :
Dengan volume obat yang sama ternyata bupivakain 0,75% hiperbarik akan
menghasilkan penyebaran obat ke arah sefalad lebih tinggi beberapa segmen
dibandingkan dengan bupivakain 0,5% hiperbarik. Lama kerja obat akan lebih
panjang secara bermakna pada penambahan volume bupivakain 0,75%.
Demikian pula perubahan kardiovaskuler akan berbedabermakna pada
bupivakain 0,75% hiperbarik.
9. Posisi tubuh :
Dalam suatu percobaan oleh J.A.W. Wildsmith dikatakan tidak ada pengaruh
penyebaran obat jenis obat larutan isobarik pada tubuh, sedangkan pada jenis
larutan hiperbarik akan dipengaruhi posisi tubuh. Pada larutan hiperbarik

22

posisi terlentang bisa mencapai level blok T4 pada posisi duduk hanya
mencapai T8.
10. Lateralisasi :
Lateralisasi pada larutan anestesi lokal jenis hiperbarik dapat dilakukan
dengan posisi berbaring miring (lateral dekubitus). Pada percobaan oleh
J.A.W. Wildsmith disimpulkan bahwa 5 menit setelah penyuntikan obat
penyebaran obat pada sisi tubuh sebelah bawah mencapai T10, sedangkan sisi
atas mencapai S1. 20menit setelah obat disuntikkan, penyebaran obat pada
sisi bawah mencapai T6, sedangkan pada sisi atas mencapai T7.

2.1.3.3.7

Komplikasi6,7,8
Respirasi
Pada blockade sensorik setinggi Torakal2, ventilasi alveolar, tidal
volume, dan frekuensi napas tidak banyak dipengaruhi, karena otot napas
intercostal bagian atas dan otot diagfragma masih baik. Tetapi pada anesthesia
spinal didapatkan penurunan kapasitas vital dan kapasitas napas maksimum
(maximum breathing capacity). Apabila diagfragma tidak dapat digerakan,
misalnya pada emfisema, maka akan terjadi gangguan napas berat akibat
paralisis otot intercostal.
Henti napas dapat timbul bila terjadi insufisiensi peredaran darah ke
batang otak akibat hipotensi berat.Keadaan ini bukan disebabkan oleh efek
anestetik local pada batang otak, melainkan akibat serabut motoric.Gejala
timbulnya kelumpuhan napas ialah berkurangnya pernapasan torakal disertai
dengan meningkatnya kegiatan diagfragma, suara bising yang diikuti dengan
hilangnya suara, dilatasi cuping hidung, dan digunakan otot pernapasan

tambahan.
Sirkulasi

23

Anestesia spinal menyebabkan vasodilatasi arteriol di daerah tempat


serabut eferen simpatis mengalami blockade.Blokade pada implus tonus
konstriktor pembuluh vena dapat menyebabkan penurunan tonus pembuluh
darah vena, sehingga terjadi pengumpulan darah di daerah pasca-arteriol dan
berakibat alir balik vena ke jantung berkurang.Curah jantung sekuncup
berkurang dan tekanan darah menurun. Adanya reflex kompensasi menyebabkan
vasokonstriksi pembuluh darah di daerah yang tidak mengalami anestersia.
Pencegahan Dan Pengobatan Hipotensi Arterial
Tindakan rasional pada pencegahan atau pengobatan hipotensi akibat
anesthesia spinal didasarkan atas mekanisme yang menyebabkan hipotensi
tersebut.Penurunan aliran balik vena dapat diatasi dengan meninggikan letak
kaki, atau sebelum anesthesia kedua kaki diikat oleh balut elastis suntuk
mencegah pengumpulan darah di tempat tersebut.Obat simpatomimetik dapat
diberikan secara intra muskular, 5 menit sebelum dilakukan anesthesia untuk
memperkecil terjadinya hipotensi, atau secara Inta Vena bila terjadi hipotensi.
Pada anestesi spinal, bila tekanan darah turun sekitar 25% dari nilai
normalnya, maka keadaan ini harus diatasi.Pertama pasien harus ditidurkan
dengan posisi kepala agak rendah, serta diberi oksigen.Vasopressor dapat
diberikan secara Intra Vena dengan dosis kecil. Apabila pada anesthesia spinal
tidak diberikan premedikasi dengan obat penghambat muskarinik, maka dapat
terjadi bradikardi yang disebabkan oleh 2 hal : 1. Adanya blockade pada serabut
akselerator jantung praganglion, 2. Respon terhadap reseptor regangan intrinsic
(intrinsic stretch receptor) yang terletak di jantung kanan.
Aliran darah coroner akan berkurang sebanding dengan penurunan
tekanan aorta. Pada orang normal, hal ini tidak menggangu fungsi miocard

24

karena disamping beban jantung menurun, kebutuhan miokard terhadap oksigen


juga berkurang akibat adanya penurunan beban hilir, beban hulu dan
bradikardia.
Adanya

mekanisme

otoregulasi

pada

system

serebrovaskular

mengakibatkan aliran darah serebral dapat dipertahankan dalam batas-batas


normal, walaupun mungkin terjadi hipotensi selama anestesi spinal.Tetapi bila
tekanan aorta menurun sampai 56-60 mmHg, maka aliran darah serebral mulai
terganggu yang ditandai dengan rasa mual, muntah, dan sinkop.
Adanya mekanisme otoregulasi pada system renovaskular dapat
membantu kompensasi terhadap perubahan tekanan darah. Tetapi bila hipotensi
cukup berat sehingga mengurangi aliran darah ginjal, maka akan terjadi
penurunan filtrasi glomerulus, disusul oliguria, namun viabilitas glomerulus dan
sel-sel tubuli umumnya masih baik. Oliguria ini hanya bersifat selintas, dan akan
pulih kembali bila aliran darah ke ginjal membaik.

Gastrointestinal
Nausea dan muntah karena hipotensi, hipoksia,tonus parasintra muskularpatis
berlebihan, pemakaian obat narkotik, reflek karena traksi pada traktus
gastrointestinal serta komplikasi delayed, pusing kepala pasca pungsi lumbal
merupakan nyeri kepala dengan cirri khasterasa lebih berat pada perubahan
posisi dari tidur ke posisi tegak. Mulai terasa pada 24-48jam pasca pungsi
lumbal,dengan kekerapan yang bervariasi. Pada orang tua lebih jarang dan pada

kehamilan meningkat.
Komplikasi Pasca Tindakan8
Post Dural Puncture Headache (PDPH) adalah komplikasi iatrogenik dari
anestesi spinal yang diakibatkan dari tusukan atau robekan pada dura mater yang
menyebabkan kebocoran CSF. Tanda dan gejala dari PDPH merupakan akibat dari

25

hilangnya cairan cerebro spinal, traksi atau penarikan dari isi kranial dan vasodilatasi
refleks serebral.
PDPH bisa disertai dengan mual dan muntah, gangguan pendengaran dan
penglihatan.PDPH merupakan keluhan yang tidak menyenangkan untuk pasien dan
bahkan bisa berakibat fatal dengan resiko nyeri bertahan selama berbulan bahkan
bertahun.
Komplikasi pasca tindakan1:
1. Nyeri tempat suntikan
2. Nyeri punggung
3. Nyeri kepala karena kebocoran likuor
Sakit kepala pascaspinal anestesi mungkin disebabkan karena adanya
kebocoran likuor serebrospinal. Makin besar jarum spinal yang dipakai,
semakin besar kebocoran yang terjadi, dan semakin tinggi kemungkinan
terjadinya sakit kepala pascaspinal anestesi. Bila duramater terbuka bisa
terjadi kebocoran cairan serebrospina l sampai 1-2 minggu. Kehilangan CSS
sebanyak 20 ml dapat menimbulkan terjadinya sakit kepala. Post spinal
headache (PSH) ini pada 90% pasien terlihat dalam 3 hari postspinal, dan
pada 80% kasus akan menghilang dalam 4 hari. Supaya tidak terjadi
postspinal headache dapat dilakukan pencegahan dengan :

Memakai jarum spinal sekecil mungkin (misalnya no. 25,27,29).


Menusukkan jarum paralel pada serabut longitudinal duramater sehingga

jarum tidak merobek dura tetapi menyisihkan duramater.


Hidrasi adekuat, dapat diperoleh dengan minum 3lt/hari selama 3 hari,
hal ini akan menambah produksi CSF sebagai pengganti yang hilang.

Bila sudah terjadi sakit kepala dapat diterapi dengan :

Memakai abdominal binder

26

Epidural blood patch : suntikkan 10ml darah pasien itu sendiri di ruang

epidural tempat kebocoran.


Berikan hidrasi dengan minum sampai 4lt/hari.

Kejadian post spinal headache10-20% pada umur 20-40 tahun; >10% bila
dipakai jarum besar (no. 20 ke bawah); 9% bila dipakai jarum no.22 ke atas.
Wanita lebih banyak yang mengalami sakit kepala daripada laki-laki.
4. Retensio urine
5. Meningitis.

2.2.

Femur 17
Femur atau tulang paha adalah tulang terpanjang dari tubuh. Tulang itu
bersendi dengan asetabulum dalam formasi persendian panggul dan dari sini menjulur
medial ke lutut dan membuat sendi dengan tibia. Tulangnya berupa tulang pipa dan
mempunyai sebuah batang dan dua ujung yaitu ujung atas, batang femur dan ujung
bawah.

2.3

Fraktur

2.3.1

Definisi
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang atau tulang
rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa. Rusaknya kontinuitas tulang ini
dapat disebabkan oleh trauma langsung, kelelahan otot, kondisi-kondisi tertentu
seperti degenerasi tulang / osteoporosis.

2.3.2

Jenis jenis fraktur


27

1. Fraktur komplit: garis patah melalui seluruh penampang tulang atau melalui
kedua korteks tulang.
2. Fraktur tidak komplit: garis patah tidak melalui seluruh penampang tulang.
3. Fraktur terbuka: bila terdapat luka yang menghubungkan tulang yang fraktur
dengan udara luar atau permukaan kulit.
4. Fraktur tertutup: bilamana tidak ada luka yang menghubungkan fraktur dengan
udara luar atau permukaan kulit.

Oblik /miring

Kominuta

Spiral

Majemuk

Gambar 5. Jenis - jenis fraktur


2.4 Fraktur Femur
Fraktur femur adalah rusaknya kontinuitas tulang pangkal paha yang dapat
disebabkan oleh trauma langsung, kelelahan otot , kondisi-kondisi tertentu seperti
degenerasi tulang/osteoporosis. Batang Femur dapat mengalami fraktur akibat trauma
langsung, puntiran, atau pukulan pada bagian depan yang berada dalam posisi fleksi
ketika kecelakaan lalu lintas.
28

2.4.1

Etiologi
Penyebab fraktur adalah trauma yang mengenai tulang, dimana trauma tersebut

kekuatannya melebihi kekuatan tulang, dan mayoritas fraktur akibat kecelakaan lalu
lintas. Trauma-trauma lain adalah jatuh dari ketinggian, kecelakaan kerja, cidera olah
raga. Trauma bisa terjadi secara langsung dan tidak langsung. Dikatakan langsung apabila
terjadi benturan pada tulang dan mengakibatkan fraktur di tempat itu, dan secara tidak
langsung apabila titik tumpu benturan dengan terjadinya fraktur berjauhan
Menurut Sachdeva (1996), penyebab fraktur dapat dibagi menjadi tiga yaitu :
a. Cedera traumatik
Cedera traumatik pada tulang dapat disebabkan oleh :
i.

Cedera langsung berarti pukulan langsung terhadap tulang sehingga tulang


patah secara spontan. Pemukulan biasanya menyebabkan fraktur melintang
dan kerusakan pada kulit diatasnya.

ii.

Cedera tidak langsung berarti pukulan langsung berada jauh dari lokasi
benturan, misalnya jatuh dengan tangan berjulur dan menyebabkan fraktur
klavikula.

iii.

Fraktur yang disebabkan kontraksi keras yang mendadak dari otot yang kuat.

b. Fraktur Patologik
Dalam hal ini kerusakan tulang akibat proses penyakit dimana dengan trauma minor
dapat mengakibatkan fraktur dapat juga terjadi pada berbagai keadaan berikut :

29

i.

Tumor tulang (jinak atau ganas) : pertumbuhan jaringan baru yang tidak

ii.

terkendali dan progresif.


ii. Infeksi seperti osteomielitis : dapat terjadi sebagai akibat infeksi akut
atau dapat timbul sebagai salah satu proses yang progresif, lambat dan
sakit nyeri.
Rakhitis : suatu penyakit tulang yang disebabkan oleh defisiensi Vitamin

iii.

D yang mempengaruhi semua jaringan skelet lain, biasanya disebabkan


oleh defisiensi diet, tetapi kadang-kadang dapat disebabkan kegagalan
absorbsi Vitamin D atau oleh karena asupan kalsium atau fosfat yang
rendah.

c. Secara spontan : disebabkan oleh stress tulang yang terus menerus misalnya pada
penyakit polio dan orang yang bertugas dikemiliteran.
2.4.2

Patofisiologi
Tulang yang mengalami fraktur biasanya diikuti kerusakan jaringan
disekitarnya, seperti di ligamen, otot tendon, persyarafan dan pembuluh darah, oleh
karena itu pada kasus fraktur harus ditangani cepat, dan perlu dilakukan tindakan
operasi.
Tanda dan Gejala :
a. Nyeri hebat ditempat fraktur
b. Tak mampu menggerakkan ekstremitas bawah
c. Diikuti tanda gejala fraktur secara umum, seperti : fungsi berubah, bengkak sepsis
pada fraktur terbuka dan deformitas

2.4.3

Diagnosis

Anamnesis
30

Bila tidak ada riwayat trauma, berarti fraktur patologis.Trauma harus diperinci
kapan terjadinya, di mana terjadinya, jenisnya, berat-ringan trauma, arah trauma,
dan posisi pasien atau ekstremitas yang bersangkutan (mekanisme trauma). Jangan
lupa untuk meneliti kembali trauma di tempat lain secara sistematik dari kepala,

muka, leher, dada, dan perut.


Pemeriksaan Umum
Dicari kemungkinan komplikasi umum seperti syok pada fraktur multipel, fraktur
pelvis, fraktur terbuka, tanda-tanda sepsis pada fraktur terbuka yang mengalami

infeksi.
Pemeriksaan Fisik
o Look (inspeksi): bengkak, deformitas, kelainan bentuk.
o Feel/palpasi: nyeri tekan, lokal pada tempat fraktur.
o Movement/gerakan: gerakan aktif sakit, gerakan pasif sakit krepitasi.
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang penting untuk dilakukan adalah pencitraan
menggunakan sinar Rontgen (X-ray) untuk mendapatkan gambaran 3 dintra
muskularensi keadaan dan kedudukan tulang, oleh karena itu minintra muskularal
diperlukan 2 proyeksi yaitu antero posterior (AP) atau AP lateral.
Dalam keadaan tertentu diperlukan proyeksi tambahan (khusus) atau indikasi
untuk memperlihatkan patologi yang dicari, karena adanya superposisi.Untuk
fraktur baru indikasi X-ray adalah untuk melihat jenis dan kedudukan fraktur dan

2.4.4

karenanya perlu tampak seluruh bagian tulang (kedua ujung persendian).


Penatalaksanaan
Tujuan pengobatan fraktur adalah untuk menempatkan ujung-ujung dari patah tulang
supaya satu sama lain saling berdekatan, selain itu menjaga agar tulang tetap
menempel sebagaintra muskularana mestinya. Proses penyembuhan memerlukan
waktu minimal 4 minggu, tetapi pada usia lanjut biasanya memerlukan waktu yang
lebih lama. Setelah sembuh, tulang biasanya kuat dan kembali berfungsi.Fraktur dapat
dintra muskularobilisasi dengan salah satu cara dibawah ini:
Traksi
Fiksasi interna
Pembidaian
31

Pemasangan Gips atau Operasi Dengan Orif

Proses pemulihan fraktur menurut meliputi16:


1. Fase inflamasi
Fase inflamasi terjadi segera setalah luka dan berakhir 3-4 hari, dua
proses utama yang terjadi pada fase ini yaitu hemostasis danfagositosis.
Hemostasis (penghentian perdarahan) terjadi akibat fasekontriksi pembuluh
darah besar didaerah luka. Bekuan darah dibentukoleh trombosit yang
menyiapkan matriksfibrin yang menjadi kerangka bagi pengambilan sel.
Fagositosis merupakan perpindahan sel, leokosit ke daerah interestisial.
Tempat ini di tempati oleh makrofag yang keluar dari monosit selama kurang
lebih 24 jam setelah cedera. Makrofag juga mengeluarkan faktor
angiogenesis yang merangsang pembentukan ujung epitel diakhir pembuluh
darah akan mempercepat proses penyembuhan. Fase inflamasi juga
memerlukan pembuluh darah dan respons seluler yang digunakan untuk
mengangkat bendabenda asing dan jaringan mati. Suplai darah yang
meningkat ke jaringan membawa bahan nutrisi yang diperlukan pada proses
penyembuhan hingga pada akhirnya daerah luka tampak merah dan sedikit
bengkak.
2. Fase polifrasi sel
Fase polifrasi yaitu sel-sel berpolifrasi dari lapisan dalam periosteumsekitar
lokasi fraktur sel-sel ini menjadi osteoblast, sel ini aktif tumbuh kearah
frakmen tulang dan juga terjadi di jaringan sumsum tulang. Fase ini terjadi
setelah hari ke-2 paska fraktur.
3. Fase pembentukan kallus

32

Pada fase ini osteoblas membentuk tulang lunak (kallus), Tempatosteoblas


diduduki oleh matriks interseluler kolagen dan perlekatanpolisakarida oleh
garam-garam kalsium pembentuk suatu tulang yang imatur. Jika terlihat
massa kallus pada X-ray maka fraktur telah menyatu. Pada fase ini terjadi
setelah 6-10 hari setelah fraktur.
4. Fase konsolidasi
Pada fase ini kallus mengeras dan terjadi proses konsolidasi, fraktur
teraba telah menyatu secara bertahap menjadi tulang mature. Fase initerjadi
pada minggu ke-3-10 setelah fraktur.
5. Fase remodeling.Pada fase remodeling ini perlahan-lahan terjadi resorpsi
secaraosteoklastik dan osteoblastik pada tulang serta kallus eksterna
secaraperlahan-lanan menghilang. Kallus inter mediet berubah menjadi
tulang yang kompak dan kallus bagian bagian dalam akan mengalami
peronggaan untuk membentuk sumsum. Pada fase remodeling ini dimulai
dari minggu ke 8-12 dan berahir sampai beberapa tahun dari terjadinya
fraktur.

Penyembuhan fraktur dibantu oleh pembebanan fisiologis pada tulang,


sehingga dianjurkan untuk melakukan aktifitas otot dan penahanan beban secara lebih
awal. Tujuan ini tercakup dalam tiga keputusan yang sederhana : reduksi,
mempertahankan dan lakukan latihan.
Jika satu tulang sudah patah, jaringan lunak di sekitarnya juga rusak,
periosteum terpisah dari tulang, dan terjadi perdarahan yang cukup berat dan bekuan
darah akan terbentuk pada daerah tersebut. Bekuan darah akan membentuk jaringan
granulasi didalamnya dengan sel-sel pembentuk tulang primitif (osteogenik) dan

33

berdiferensiasi menjadi krodoblas dan osteoblas. Krodoblas akan mensekresi posfat,


yang merangsang deposisi kalsium. Terbentuk lapisan tebal (kalus) disekitar lokasi
fraktur. Lapisan ini terus menebal dan meluas, bertemu dengan lapisan kalus dari
fragmen tulang dan menyatu.
Penyatuan dari kedua fragmen terus berlanjut sehingga terbentuk trebekula
oleh osteoblas, yang melekat pada tulang dan meluas menyebrangi lokasi fraktur.
Penilaian Penyembuhan Fraktur 17
Penilaian penyembuhan fraktur (union) didasarkan atas union secara klinis dan union
secara radiologis. Penilaian secara klinis dilakukan dengan pemeriksaan daerah
fraktur dengan melakukan pembengkokan pada daerah fraktur, pemutaran dan
kompresi untuk mengetahui adanya gerakan atau perasaan nyeri pada penderita.
Keadaan ini dapat dirasakan oleh pemeriksa atau oleh penderita sendiri. Apabila tidak
ditemukan adanya gerakan, maka secara klinis telah terjadi union dari fraktur.

Union secara radiologis dinilai dengan pemeriksaan rontgen pada daerah fraktur dan
dilihat adanya garis fraktur atau kalus dan mungkin dapat ditemukan adanya
trabekulasi yang sudah menyambung pada kedua fragmen. Pada tingkat lanjut dapat
dilihat adanya medulla atau ruangan dalam daerah fraktur.

Perkiraan penyembuhan fraktur pada orang dewasa dapat dilihat pada tabel
berikut :
LOKALISASI
Phalang/metacarpal/Metatarsal/kosta

WAKTU PENYEMBUHAN (minggu)


36

Distal radius

Diafisis Ulna dan Radius

12
34

Humerus

10 12

Clavicula

Panggul

10 12

Femur

12 16

Condillus femur / tibia

8 10

Tibia / fibula

12 16

Vertebra

12
Tabel 1. Perkiraan Penyembuhan fraktur

Salah satu tanda proses penyembuhan fraktur adalah dengan terbentuknya kalus yang
menyeberangi celah fraktur (bridging callus) untuk menyatukan kembali fragmen-fragmen
tulang yang fraktur. Pembentukan bridging callus dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti
jarak antara fragmen, stabilitas fraktur, vaskularisasi, keadaan umum penderita, umur, lokasi
fraktur, infeksi dan lain-lain. Vaskularisasi daerah fraktur dapat berasal dari periosteum,
endosteum dan medulla. Penelitian tentang perubahan densitas kalus pernah dilakukan oleh
Siregar (1998,Bandung) dengan membandingkan pertumbuhan kalus pada penderita paska
operasi internal fiksasi dengan menggunakan plate dan screw dengan K-nail pada pasien
fraktur femur dan peneliti ini melakukan kriteria penilaian gambaran radiologi serta
membaginya menjadi:
Grade 0 : Kalus belum / tidak terbentuk / non union
Grade 1+: Bintik-bintik radioopak pada daerah fraktur
Grade 2+ : Bintik-bintik atau garis radioopak dengan lusensi sama dengan lusensi medulla.
Grade 3+: Bintik-bintik atau garis radioopak dengan lusensi antara medulla dengan korteks.
Grade 4+: Densitas kalus sama dengan atau lebih radioopak dari pada korteks.

35

BAB III
LAPORAN KASUS
3.1.

Identitas Pasien

Nama

: Tn. P.B

Umur

: 16 tahun

Alamat

: Manokwari

BB

: 60 Kg

TB

: 158 cm

Jenis kelamin

: Laki-laki

Agama

: Kristen Protestan

Pekerjaan

: Pelajar

Suku bangsa

: Papua

36

Ruangan

: Ortopedi

Tanggal masuk rumah sakit

: 14 September 2016

Tanggal operasi

: 15 September 2016

3.2. Anamnesis
Keluhan utama:
Pasien datang untuk melakukan pelepasan pen
Riwayat penyakit sekarang :
Pasien merupakan pasien rujukan dari polik bedah dengan union fraktur femur sinistra.
Pasien datang untuk melakukan pelepasan pen, karena 3 tahun yang lalu pasien
mengalami kecelakaan motor yang mengakibatkan paha kiri patah sehingga dilakukan
operasi.
Riwayat penyakit dahulu:
- Riwayat hipertensi
- Riwayat diabetes melitus
dan penyakit kardiovaskular
- Riwayat Penyakit Pernapasan
(Asma, TBC)
- Riwayat Alergi Obat
- Riwayat operasi sebelumnya
-

: disangkal
: disangkal
: disangkal
: disangkal
: pasien mengaku mempunyai riwayat operasi

ORIF 3 tahun yang lalu menggunakan anestesi subaraknoid blok.


Riwayat penyakit keluarga
: disangkal
Merokok (+), Alkoholik (-).

3.3. Pemeriksaan Penunjang


Hasil Rontgen

37

Tampak pemasangan pen pada femur sinistra


Hasil laboratorium tanggal 10 september 2016

3.4.

Pemeriksaan
Hb

Hasil
14,2 g/d

Trombosit

353.000 /ult

Hasil

laboratorium

WBC

8,54 m/m

HCT

42,8 %

CT

830

BT

230

Konsultasi Yang Terkait

tanggal 15 september
2016, Jam : 17:24
Pemeriksaan
Hb

Hasil
12,8 g/d

Trombosit

272.000 /ult

WBC

13,5 m/m3

HCT

36,3 %

Jawaban konsul anestesi (11-09-2016) :


-

Inform consent
IV line
Puasa
Sedia darah 2-3 bag
38

3.5

Status Anestesi
PS. ASA

: PS ASA 1. Karena pasien normal dan sehat. Pada pemeriksaaan fisik,


pada umumnya kondisi pasien dalam keadaan baik dan pada
pemeriksaan laboratorium, didapatkan hasil dalam batas normal.

Persiapan operasi
Inform consent dan SIO

:+

Keadaan Pra Bedah


Keadaan umum

: Tampak baik

Makan terakhir/puasa

: 8 jam

BB/TB

: 60 kg / 155 cm

TTV

: TD 110/70mmHg, N:82x/m, SB: 36,6, RR:22x/menit,


Sp02 100%

B1

Airway bebas, thorax simetris, ikut gerak


napas, RR: 20 x/m, palpasi: Vocal Fremitus
D=S, perkusi: sonor, suara napas vesikuler+/+,

B2

ronkhi-/-, wheezing -/-,malampati score: I


Perfusi: hangat, kering, merah. Capilari Refill
Time< 2 detik, BJ: I-II murni regular,

B3

konjungtiva anemis -/Kesadaran


Compos

Mentis,

GCS:

15(E4V5M6), riwayat kejang (-), riwayat


B4

pingsan (-)
Tidak terpasang DC

B5

Perut tampak cembung, palpasi: nyeri tekan (-),

B6

perkusi: tympani,BU (+) normal


Akral hangat (+), edema (-), fraktur (-), tampak
scar pada lateral femur sinistra

39

3.6

Laporan Durante Operasi


Laporan Anestesi
Hari/Tanggal

: 15/09/2016

Ahli Anestesiologi

: dr. D. W. Sp.An KIC

Lama Anestesi

Jenis Anestesi

: Blok subaraknoid (blok spinal)

Anestesi Dengan

: Decain 0,5% 20 mg

Teknik Anestesi

: Pasien duduk di meja operasi dan kepala

(10.30 14.30 WIT)

menunduk, dilakukan aseptic di sekitar daerah


tusukan yaitu di regio vertebra lumbal 3-4,
dilakukan blok subaraknoid (injeksi Decain 0,5
% 20 mg) dengan jarum spinal pada regio
vertebra antara lumbal 3-4,

Cairan serebro

Pernafasan

spinal keluar (+) jernih, dilakukan blok.


: Spontan

Posisi

: Tidur terlentang

Infus

: Tangan Kanan, IV line abocath 18 G, cairan RL

Medikasi

: Premedikasi : Durante operasi:


-

Decain 0,5% (20 mg)


Efedrin 5 mg/cc
Sedacum 2,5 mg
Petidin 30 mg
Ranitidin 50 mg
Ondansentron 4 mg
Antrain 1 gr
Tramadol 100 mg

3.7 Laporan Pembedahan


Nama Pasien/umur

: Tn. PB / 16 tahun
40

Ahli Bedah

: dr. Y.A. Sp.OT

Jenis pembedahan

: Remove of implant

Lama Operasi

: 1 jam (10.55 12.05 WIT)

Penyulit pembedahan

:-

Teknik Pembedahan

Pasien terbaring supine dengan spinal anestesi


Desinfeksi drapping prosedur
Tampak scar lateral pada femur sinistra. Incisi latero posterior apprach femur
sinistra. Diperdalam tampak union femur sinistra. Terpasang broad plate dan

cortical screw
Remove implant
Cuci Nacl 0,9%, kontrol perdarahan
Jahit luka, wound dressing, operasi selesai.

Diagnosa pra bedah

: Union femur sinistra post ORIF

Diagnosa Pasca Bedah

: Remove of implant pada union femur sinistra

3.8 Diagram observasi

41

Chart Title
140
120
100
80
60
40
20
0

Sistole

3.9

diastole

nadi

Instruksi Post Operasi


1. O2 Nasal 2-4 lpm
2. Bila keadaan umum stabil, 6 jam post op : mual (-) muntah (-), bu (+) boleh

makan sedikit-sedikit diet cair


3. Cek Hb post op dini, bila 8 mg/dl transfusi PRC 2 bag sampai HB >10 mg/dl
4. Infus RL 1000 ml/24 jam
5. Injeksi ranitidin 2x 50 mg
6. Injeksi ondansentron 3x4mg
7. Injeksi Ketorolac 3 x 30 mg
8. Observasi TTV dan perdarahan, bila :
Mual atau muntah : miringkan kepala, suction, kalau perlu injeksi ondancentron 4mg
Nyeri : ekstra ketorolac 30 mg iv
TD < 100 atau produksi urin < 30 cc/ jam : Ekstra RL 250 cc dalam 30 menit
evaluasi TD dan Nadi.
3.10

BALANCE CAIRAN
Waktu
Pre operasi

Resusitasi cairan
Rumatan Kebutuhan cairan Tn.PB 60kgx30-40 cc =
1800-2400 cc/24 jam dan 75 - 100 cc/jam.
Replacement
42

Puasa 8 jam (8x75= 600c ) dan (8x100=800cc).


Sebelum operasi pasien diberikan resusitasi RL 700 cc,
sehingga kebutuhan cairan pasien sebelum operasi telah
Durante operasi

terpenuhi.
Rumatan Lamanya operasi x keb.cairan/jam = 1x75=
75cc
Penguapan : 4-6xBB = (4x60=240cc)-(6x60=360cc)
Perdarahan :
- Estimate blood volume (EBV)
75xBB=4500%
Perdarahan : 50 cc
- Estimate blood loss (EBL)
50/4500x100% = 1%
Cairan kristaloid sebanyak 2-4x jumlah
perdarahan.
(2x50=100cc)-(4x50=200cc)
Replacement pada durante operasi :
Penguapan+kebutuhan cairan akibat perdarahan =
(240+100=340) sd (360+200=560)
Kebutuhan cairan maintenance adalah :
Kebutuhan cairan perjam x durasi operasi (jam):
(75x1=75cc)-(100x1=100cc).
Jadi, total kebutuhan cairan durante operasi
kebutuhan cairan replacement dijumlahkan dengan
kebutuhan cairan maintenance = 415cc-660cc, pada saat
operasi cairan yang masuk ialah Ringer Laktat 500 cc
Total durante operasi : 415 cc.
Balance 500cc 415cc= + 85 cc.

Post Operatif

Kebutuhan post operasi adalah deficit cairan pada saat


operasi dijumlahkan dengan kebutuhan rumatan pasien s/d
jam 09.00 pagi, yaitu waktu operasi selesai ( 10.55-12.05).
85 + ( 75 x 21 jam ) = 1660 cc.
Kebutuhan memberi cairan post operasi tersebut dipenuhi
dengan memberikan cairan 1800 cc.
Dimana di RR sudah diberikan 800 cc.
43

BAB IV
PEMBAHASAN

Pada kasus ini, dilakukan tindakan remove of implant pada union femur
sinistra dengan subaraknoid anestesi. Dipilih menggunakan subaraknoid anestesi
karena pada pembedahan ekstremitas bawah, subaraknoid anestesi subaraknoid
anestesi merupakan salah satu tehnik anestesi yang aman, mula kerja cepat, prosedur
pelaksanaan yang lebih singkat, ekonomis dan dapat dipercaya serta sering digunakan
pada tindakan anestesi sehari-hari. Tehnik ini telah digunakan secara luas untuk
memberikan anestesia, terutama untuk operasi pada daerah di bawah umbilicus.
Anestesia spinal dipilih dengan pertimbangan pengaruh sistemik minimal, kualitas
blokade sensorik dan motorik yang lebih baik, menghasilkan analgesi adekuat dan
kemampuan mencegah respon stress lebih sempurna, serta dapat menurunkan
perdarahan intraoperatif, sehingga anestesia spinal ini lebih dipilih dibandingkan
dengan anestesia umum.
Pada pasien ini juga tidak memiliki riwayat penyakit asma, alergi, dan tidak
adanya upper respiratory infection maupun gangguan metabolic. Pasien berpuasa
sekitar 8 jam sebelum pembedahan. Pada pasien ini dipuasakan agar mencegah
regurgitasi dan refluks gaster yang sering terjadi pada pasien yang tidak dipuasakan.
44

Regurgitasi isi lambung dan kotoran yang terdapat dalam jalan napas merupakan
resiko utama pada pasien yang menjalani anestesi. Untuk meminimalkan resiko
tersebut, semua pasien yang dijadwalkan untuk operasi elektif dengan anestesi harus
dipantangkan dari masukan oral (puasa) selama periode tertentu sebelum induksi
anestesi.
Pada kasus ini, klasifikasi status penderita digolongkan dalam PS ASA I.
Pasien digolongkan kedalam PS ASA I karena pasien normal dan sehat. Pada
pemeriksaaan fisik, pada umumnya kondisi pasien dalam keadaan baik dan pada
pemeriksaan laboratorium, didapatkan hasil dalam batas normal.
DURANTE OPERATIVE
Pada kasus diatas, tidak dilakukan premedikasi. Pasien di anestesi dengan
Bupivikain 0,5%. Struktur mirip lidokain, bupivakain merupakan anestesi local yang
mempunyai masa kerja yang panjang sampai 8 jam, dengan efek blockade terhadap
sensorik lebih besar daripada motoric. Sementara lidokain adalah anastetik lokal kuat
yang digunakan secara luas dengan pemberian topikal dan suntikan. Anestesi terjadi
lebih cepat, lebih kuat dan lebih ekstensif. Anastetik ini lebih efektif bila digunakan
tanpa vasokonstriktor, tetapi kecepatan absorbsi dan toksisitasnya bertambah dan masa
kerjanya lebih pendek. Lidokain berupa larutan 5% dalam 7,5% dextrose, merupakan
larutan yang hiperbarik. Mula kerjanya 2 menit dan lama kerjanya 1 - 2 jam. Dosis
rata-rata 40-50mg untuk persalinan, 75-100mg untuk operasi ekstrimitas bawah dan
abdomen bagian bawah, 100-150mg untuk spinal analgesia tinggi. Lama analgesi
lidokain 1-1,5 jam. Sedangkan bupivikain lebih popular digunakan untuk
memperpanjang analgesia selama pembedahan dan masa pasca pembedahan.
Bupivakain menghambat saluran Na+ jantung (cardiac Na+ channel) selama
sistolik, namun bupivakain terdisosiasi jauh lebih lambat daripada lidokain selama
diastolic, sehingga ada fraksi yang cukup besar tetap terhambat pada akhir diastolic.
45

Bupivakain merupakan Larutan hiperbarik dibuat dengan cara mencampur


glukosa (dekstrosa) dalam jumlah yang cukup untuk meningkatkan densitas larutan
anestesi lokal di atas densitas cairan cerebrospinal. Pada larutan hiperbarik akan terjadi
perpindahan obat ke dasar akibat gaya gravitasi.
Selama pembedahan berjalan, pasien mengalami hipotensi. Hal ini merupakan
komplikasi yang terjadi selama tindakan operasi karena subaraknoid anestesi
menyebabkan vasodilatasi art eriol di daerah tempat serabut eferen simpatis
mengalami blockade. Blokade pada implus tonus konstriktor pembuluh vena dapat
menyebabkan penurunan tonus pembuluh darah vena, sehingga terjadi penggumpulan
darah di daerah pasca-arteriol dan berakibat alir balik vena ke jantung berkurang.
Curah jantung sekuncup berkurang dan tekanan darah menurun. Adanya reflex
kompensasi menyebabkan vasokonstriksi pembuluh darah di daerah yang tidak
mengalami anestesia subaraknoid anestesi menyebabkan terjadinya blokade simpatis
dimana serabut saraf simpatis preganglion terdapat dari T1 - L2 sedangkan serabut
parasimpatis preganglion keluar dari medulla spinalis melalui serabut cranial dan
sacral. Blok simpatis ini mengakibatkan ketidakseimbangan otonom dimana
parasimpatis menjadi lebih dominan. Tonus vasomotor dipengaruhi oleh serabut
simpatis dari T5 sampai L1 yang mensarafi otot polos arteri dan vena.
Apabila terjadi pemblokan simpatis maka otot polos pada arteri akan
berdilatasi dan mengakibatkan hipotensi, penurunan detak jantung dan kontraktilitas
jantung. Hal ini disebabkan oleh menurunnya resistensi vaskuler sistemik dan curah
jantung. Pada keadaan ini terjadi pooling darah dari jantung dan thorax ke
mesenterium, ginjal, dan ekstremitas bawah. Manifestasi fisiologi yang umum pada
subaraknoid anestesi adalah hipotensi dengan derajat yang bervariasi dan bersifat

46

individual. Derajat hipotensi berhubungan dengan kecepatan obat lokal anestesi ke


dalam ruang subarachnoid dan meluasnya blok simpatis.
Untuk mencegah hipotensi pasien diberi cairan prabedah yaitu Ringer Laktat
sebanyak 700 ml dan diberi obat vasopresor Efedrin sebanyak 10 mg. Pada beberapa
penelitian menganjurkan cairan kristaloid untuk digunakan sebagai preload pada
tindakan anestesi spinal. Hal ini dikarenakan cairan kristaloid ini mudah didapat,
komposisi menyerupai plasma (acetated ringer, lactated ringer), bebas reaksi
anafilaksis, dan dari segi biayanya lebih ekonomis.
Beberapa saat setelah dilakukan anestesi blok spinal tensi pasien sempat
menurun 90/56 mmHg. Sehingga pasien diberikan obat injeksi efedrin guna mengatasi
efek hipotensi yang terjadi. Efedrin adalah obat sintetik non katekolamin yang
mempunyai aksi langsung yang menstimuli reseptor 1, 2, 1 adrenergik dan aksi tak
langsung dengan melepaskan nor-epinefrin endogen. Efedrin akan menyebabkan
peningkatan cardiac output, denyut

jantung dan tekanan darah sistolik maupun

diastolik. Menurunkan aliran darah splanikus dan ginjal tetapi meningkatkan aliran
darah ke otak dan otot. Pemberian efedrin dapat secara subkutan, intra muskuler, bolus
intravena, dan infus kontinyu dan pada praktek sehari-hari, efedrin diberikan secara
bolus IV dengan dosis 5-10mg.
Selama tindakan anestesi berlangsung, tekanan darah, denyut nadi serta
pernapasan selalu dimonitor. Infus RL diberikan pada penderita sebagai cairan
rumatan. Selain itu juga pasien diberikan analgesik opioid sintetik (Petidin 30mg),
diberikan benzodiazepin (midazolam 2,5 mg), antagonis H2 bloker (ranitidin) dan anti
muntah (ondansentron) dan analgesik (Metamizole Na dan tramadol).
Petidin merupakan analgetik narkotik yang digunakan untuk mengurangi cemas
dan ketegangan pasien menghadapi pembedahan, mengurangi nyeri, menghindari

47

takipnea pada anestesia dengan trikloretilen, dan membantu agar anestesia berlangsung
baik. Dosis petidin intramuskular 1-2 mg/kgBB (morfin 10 x lebih kuat) dapat diulang
tiap 3-4 jam. Dosis intravena 0,2-0,5 mg/kgBB. Petidin subkutan tidak dianjurkan
karena menyebabkan iritasi.
Benzodiazepin merupakan neurotransmiter utama disusunan saraf pusat.
Benzodiazepin yang berikatan dengan reseptor spesifik GABA A akan meningkatkan
afinitas neurotransmiter inhibisi dengan reseptor GABA. Ikatan ini akan membuka
kanal Cl yang menyebabkan meningkatnya konduksi ion Cl sehingga menghasilkan
hiperpolarisasi pada membran sel pasca sinap dan saraf pasca sinap menjadi resisten
untuk dirangsang. Efek resisten terhadap rangsangan ini diduga sebagai mekanisme
efek ansiolitik, sedasi dan antikonvulsi serta relaksasi otot pada benzodiazepin. Diduga
bila 20% reseptor GABA berikatan dengan benzodiazepin akan memberikan efek
ansiolitik, 30-50% untuk sedasi dan akan tidak sadar bila lebih dari 60%. Dosis
midazolam 1-2,5 mg IV, (mula kerja 30-60 detik, dengan efek puncak 2-3 menit, lama
kerja 15-80 menit) efektif sebagai sedasi saat anestesi regional.
Metamizole dihidrolisis dalam saluran pencernaan dalam bentuk 4methylaminoantipirine (4-AAA) dan diserap dalam bentuk tersebut; bioavailabilitas
menjadi lebih dari 80%. Metamizole merupakan turunan pirazolon dengan aksi
analgesik dan antipiretik, namun tanpa komponen anti inflamasi. Dosisnya adalah 0,31 gram sehari.
Tramadol adalah analgesik sintetik yang bekerja sentral dengan daya ikat lemah
terhadap reseptor opioid (opioid lemah). Merupakan suatu analog sintetik 4-phenyl
piperidine dari kodein yang bekerja sebagai analgesik murni untuk nyeri sedang-berat.
Dapat diberikan secara injeksi intravena, infus intravena atau intramuskular. Untuk
nyeri pasca operasi, dosis yang dianjurkan adalah 100 mg. Dosis selanjutnya 50 mg

48

atau 100 mg, dapat diulangi setiap 4 jam-6 jam kemudian. Total dosis yang dapat
diberikan dalam sehari adalah 600mg.
Ranitidine merupakan antagonis reseptor H2 secara selektif dan reversible.
Perangsangan reseptor H2akan merangsang sekresi asam lambung, sehingga pada
pemberian ranitidine sekresi asam lambung dihambat.
Ondansentron merupakan suatu antagonis 5-HT3 yang sangat selektif yang
dapat menekan mual dan muntah karena sitostatika misalnya cisplatin dan radiasi.
Mekanismenya dengan mengantagonisasi reseptor 5-HT yang terdapat pada
chemoreceptor trigger zone di area postrema otak dan pada aferen vagal saluran cerna.
Ondansentron juga mempercepat pengosongan lambung.Bila kecepatan pengosongan
basal rendah, tetapi waktu transit saluran cerna memanjang sehingga dapat terjadi
konstipasi. Ondansentron digunakan untuk mencegah mual dan muntah yang
berhubungan dengan operasi dan pengobatan kanker dengan radioterapi dan
sitostatika. Dengan pemberian dosis 0,1-0,2mg/KgBB.

CRITICAL POINT
PRE OPERASI
Aktual
Potensia

DURANTE OPERASI
Aktual
Potensial
Antisipasi

POST OPERASI
Aktual
Potensial

l
B

Hipotensi

TD 90/65 Hipotensi,

Pemberian

Hipotensi

(-),

setelah

perdarahan

ephedrin,

(-),

perdarahana

pemberia

pada femur, maintenanc

perdarahana

(-), syok (-)

n SAB.

syok

(-), syok (-)

e cairan

hipovolemi
k

49

B1 Aktual

: Airway bebas, terpasang O2 nasal 2-3 lpm.


thorax simetris, ikut gerak napas, RR: 22 x/m,
SpO2 100%, suara napas vesikuler+/+,
ronkhi-/-, wheezing -/-,malampati score: I

Potensial

Sesak, bronkospasme
: Pemberian O2 nasal 2-3 lpm

Antisipasi

:
B2 Aktual

Perfusi: hangat, kering, merah. Capilari Refill


Time< 2 detik, TD : 90/65 mmHg, N :
84x/menit, BJ: I-II murni regular, konjungtiva
anemis -/-

Potensial

Hipotensi, perdarahan, syok hipovolemik

Antisipasi

Pemberian

observasi tensi dan nadi


Kesadaran Compos Mentis, GCS: 15(E 4V5M6),

B3 Aktual

ephedrin,

maintenance

cairan,

pupil bulat isokor, DS 3mm


Potensial
Antisipasi
B4 Aktual
Potensial
Antisipasi
B5 Aktual

Penurunan kesadaran

:
:

Observasi GCS
Tidak terpasang DC

Oliguria, AKI, overload cairan

:
:

Balance cairan
Perut tampak cembung, palpasi: nyeri tekan (-),
perkusi: tympani,BU (+) normal

B6

Potensial

Mual, muntah

Antisipasi

:
:

Pemberian ondancentron, ranitidin


Akral hangat (+), edema (-), fraktur (-), tampak
scar pada lateral femur sinistra

50

Cidera jaringan lunak dan fraktur yang berat memberikan gangguan hemodinamik.
Fraktur femur dapat menyebabkan kehilangan darah sampai 1500 cc. Patah tulang panjang
dapat menimbulkan perdarahan yang berat. Patah tulang femur dapat menyebabkan
kehilangan darah didalam paha 3-4 unit darah, dapat menimbulkan syok kelas III.
Pemasangan bidai yang baik dapat menurunkan perdarahan secara nyata dengan mengurangi
gerakan dan meningkatkan pengaruh tamponade otot sekitar patahan. Pada patah tulang
terbuka, penggunaan balut tekan steril umumnya dapat menghentikan perdarahan.
Penggantian cairan yang agresif merupakan hal yang penting disamping usaha menghentikan
perdarahan.
Perdarahan dapat dibedakan bedasarkan persentase kehilangan volume darah sebagai
berikut :
1. Perdarahan klas I : kehilangan volume darah sampai 15%. Gejala klinis yang
ditunjukkan minimal.
2. Perdarahan klas II : kehilangan volume darah 15-30%. Gejala klinis meliputi
takikardi, takipnue, dan penurunan tekanan nadi. Walaupun kehilangan darah dan
perubahan kardiovaskuler besar namun produksi urin tidak berpengaruh. Urin
biasanya 2-3 cc/jam. Kadang-kadang diperlukan transfusi darah, tetapi dapat
distabilkan dengan larutan kristaloid.
3. Perdarahan klas III : kehilangan volume darah 30-40%. Akibat perdarahan
sebanyak ini (sekitar 2000 cc untuk orang dewasa) dapat sangat berbahaya.
Penderita hampir selalu menunjukkan tanda klasik perfusi tidak adekuat (syok)
yaitu takikardi dan takipnue yang jelas serta penurunan tekanan sistolik. Penderita
kehilangan darah tingkat ini hampir selalu hampir selalu memerlukan transfusi
darah. Keputusan untuk transfusi darah didasarkan atas respon penderita terhadap
resusitasi cairan awal dan perfusi dan oksigenasi organ yang adekuat.

51

4. Perdarahan klas IV : kehilangan volume darah lebih dari 40%. Dengan kehilangan
darah sebanyak ini, jiwa penderita terancam. Gejalanya meliputi takikardi yang
jelas, penurunan tekanan darah sistolik yang cukup besar, produksi urin hampir
tidak ada, dan kesadaran yang jelas menurun. Kulit dingin dan pucat. Pasien
seperti ini seringkali memerlukan transfusi yang cepat dan intervensi pembedahan
segera.
Pada pasien ini dengan berat badan 60 kg, total EBV (estimate blood volume) adalah
75xBB=4.500%. Maka jika terjadi perdarahan pada femur, pasien ini akan kehilangan
volume darah 30-40% dari total EBV yaitu 1..350-1800cc.
Luka tusuk di ekstremitas dapat menimbulkan trauma arteri. Trauma tumpul yang
menyebabkan fraktur atau dislokasi sendi dekat arteri dapat merobek arteri. Cedera ini dapat
menimbulkan perdarahan besar pada luka terbuka atau perdarahan didalam jaringan.
Trauma ekstremitas harus diperiksa adanya perdarahan eksternal, hilangnya pulsasi nadi
yang sebelumnya masih teraba, perubahan kualitas nadi, dan perubahan pada pemeriksaan
Doppler dan ankle/brachial index. Ekstremitas yang dingin, pucat, dan menghilangnya
pulsasi ekstremitas menunjukkan gangguan aliran darah arteri. Cedera ini menjadi berbahaya
jika hemodinamik pasien tidak stabil.
Pengelolaan perdarahan arteri besar berupa tekanan langsung dan resusitasi cairan
yang agresif. Penggunaan klem darurat ditempat perdarahan pada ruang gawat darurat tidak
dianjurkan, kecuali pembuluh darahnya terletak superficial dan tampak dengan jelas.
Pada pasien ini terjadi hipotensi setelah pemberian anestesi blok dengan bupivakain
seperti yang telah dijelaskan diatas. Pada pasien ini juga berpotensi untuk terjadinya syok
hipovolemik karena daerah operasi pada daerah femur yang dimana jika terjadi cedera pada
femur dapat menyebabkan perdarahan sebesar 30-40% . Pasien ini menggunakan anestesi
blok subaraknoid walaupun telah kita ketahui critical point dari kasus ini adalah syok atau

52

hipotensi. Karena untuk mencegah hipotensi dilakukan dengan memberikan infus cairan
kristaloid (NaCl, Ringer Laktat) secara cepat sebanyak 10-15ml/kgBB dalam 10 menit segera
setelah penyuntikan anestesi spinal atau dapat juga dicegah dengan memberikan infus cairan
elektrolit 1000ml atau koloid 500ml sebelum tindakan. Bila dengan cairan infus cepat
tersebut masih terjadi hipotensi harus diobati dengan vasopressor seperti efedrin intravena
sebanyak 5-10 mg. Insiden terjadi hipotensi akibat anestesi spinal adalah 10-40%. Hipotensi
juga dapat terjadi jika anestesi spinal tinggi atau total terjadi karena akibat dari kesalahan
perhitungan dosis yang diperlukan untuk satu suntikan. Tekanan abdomen yang meningkat,
dengan dosis yang sama didapat batas analgesia yang lebih tinggi. Pada anastesia obstetrik,
pembesaran uterus dapat menekan struktur penting disekitarnya, terutama pembuluhpembuluh darah besar di abdomen, yaitu aorta abdominalis dan vena kava inferior.
Penekanan ini menghambat venous return ke jantung dan menyebabkan hipotensi. Kompresi
ini lebih nyata jika wanita hamil berbaring dalam posisi terlentang (supine).

BALANCE CAIRAN
Waktu
Pre operasi

Resusitasi cairan
Rumatan Kebutuhan cairan Tn.PB 60kgx30-40
cc = 1800-2400 cc/24 jam dan 75 - 100 cc/jam.
Replacement
Puasa 8

jam

(8x75=

600cc)

dan

(8x100=800cc).
Sebelum operasi pasien diberikan resusitasi
RL 700 cc, sehingga kebutuhan cairan pasien
Durante operasi

sebelum operasi telah terpenuhi.


Rumatan Lamanya operasi x keb.cairan/jam =
1x75= 75cc
Penguapan

4-6xBB

(4x60=240cc)53

(6x60=360cc)
Perdarahan :
- Estimate blood volume (EBV)
75xBB=4500%
Perdarahan : 50 cc
- Estimate blood loss (EBL)
50/4500x100% = 1%
Cairan kristaloid sebanyak 2-4x jumlah
perdarahan.
(2x50=100cc)-(4x50=200cc)
Replacement pada durante operasi :
Penguapan+kebutuhan
cairan
perdarahan

akibat

(240+100=340)

sd

(360+200=560)
Kebutuhan cairan maintenance adalah :
Kebutuhan cairan perjam x durasi operasi
(jam):
(75x1=75cc)-(100x1=100cc).
Jadi, total kebutuhan cairan durante operasi
kebutuhan cairan replacement dijumlahkan
dengan kebutuhan cairan maintenance =
415cc-660cc, pada saat operasi cairan yang
masuk ialah Ringer Laktat 500 cc
Total durante operasi : 415 cc.
Balance 500cc 415cc= + 85 cc.

Post Operatif

Kebutuhan post operasi adalah deficit cairan


pada

saat

operasi

dijumlahkan

dengan

kebutuhan rumatan pasien s/d jam 09.00 pagi,


yaitu waktu operasi selesai ( 10.55-12.05).
85 + ( 75 x 21 jam ) = 1660 cc.
Kebutuhan memberi cairan post operasi tersebut
dipenuhi dengan memberikan cairan 1800 cc.
Dimana di RR sudah diberikan 800 cc.

54

BAB V
PENUTUP

5.1 KESIMPULAN
Pada tindakan ROI pada union femur sinistra digunakan teknik subarachnoid
anestesi blok. Dipilih menggunakan subarachnoid anestesiblok karena pada
pembedahan ekstremitas bawah, subarachnoid anestesi blok merupakan pilihan utama
karena subarachnoid anestesi blok merupakan salah satu tehnik anestesi yang aman,
ekonomis dan dapat dipercaya serta sering digunakan pada tindakan anestesi seharihari. Tehnik ini telah digunakan secara luas untuk memberikan anestesia, terutama
untuk operasi pada daerah di bawah umbilicus. Kelebihan utama tehnik ini adalah
kemudahan dalam tindakan, peralatan yang minimal, efek samping yang minimal
pada biokimia darah, menjaga level optimal dari analisa gas darah, pasien tetap sadar

55

selama operasi dan menjaga jalan nafas, serta membutuhkan penanganan post operatif
dan analgesia yang minimal.

DAFTAR PUSTAKA
1. Latief SA, dkk. Petunjuk Praktis Anestesiologi. Edisi Kedua. Bagian Anestesiologi
dan Terapi Intensif FKUI. Jakarta, 2010
2. Anonim. Anestesi

Umum. [serial online] 2014 [Diunduh 21 September 2016].

Tersedia dari: http : / / repository . ipb. Ac . id / bitstream / handle / 123456789 /


55198 / BAB% 20II %20Tinjauan%20Pustaka. Pdf ?sequence=5
3. Anonim. Anestesi

umum. [serial online] 2013 [Diunduh 21 September 2016].

http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/55198/BAB%20II%20Tinjan
%20Pustaka.pdf?sequence=5A
4. Sari K. perbedaan tekanan darah pada pasien anestesi spinal dengan pemberian
preload.

[serial

online]

2013

[Diunduh

21

September

2016].

Dari

http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/55198/BAB%20II
%20Tinjauan%20Pustaka.pdf?sequence=5.
5. Alfhiradina. Kejadian postdural puncture headache (PDPH) pada pasien yang
menjalani operasi ortopedi ekstremitas bawah dengan anestesi spinal menggunakan
56

jarum tipe Quincke 26G. [serial online] 2013 [Diunduh 21 September 2016]. Tersedia
dari : http ://repository.unri.ac.id>jspui.pdf
6. Anonim. Spinal anestesi blok. [serial online] 2013 [Diunduh 30 September 2016].
Dari http://www.alfinzone.filewordpress.com.pdf
7. Anonim. Anatomi vertebra pada spinal anestesi blok. [serial online] 2013 [Diunduh
30

September

2016]

http

://

repository.

ipb.ac.id/

bitstream

handle/

123456789/55198/BAB%20II%20 Tinjan%20Pustaka. pdf?sequence=5


8. Anonimus. 2011. TinjauanKepustakaanAnestesi. [serial online] 2011 [Diunduh 30
September 2016] Dari http ://repository. usu. Ac . id/ 6789 / 24912/4/Chapter
%20II.pdf.
9. Anonintra muskular. Fisiologis anestesi blok. [serial online] 2013 [Diunduh 30
September 2016] . Dari http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/55198/
BAB%20II%20Tinjan%20Pustaka.pdf?
10. Asri, A, F. 2009. Perbandingan perubahan tekanan arteri antara lidokain dan
bupivakain pada anestesi spinal: Universitas sebelas Maret.
11. Utomo. Anestesi Spinal. [serial online] 2009 [Diunduh 30 September 2016]. Dari
http :// eprints.uns.ac.id/10388/1/81372207200904411.pdf.
12. Utomo pradipto. Perbandingan perubahan frekuensi nadi pada bupivikain dan
lidokain.

[serial

online]

2013

[Diunduh

30

September

2016].

Dari

http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/55198/BAB%20II%20Tinjan
%20Pustaka.pdf?sequence=5
13. Syarif amir. Kokain dan anestetik local sintetik dalam farmakologi dan terapi
ed.5.FKUI. Jakarta: 2007
14. Anonintra muskular. Efek farmakologi bupivikain. [serial online] 2013 [Diunduh 30
September 2016]. http: // repository.ipb.ac. id/ bitstream/ handle/123456789 /
55198/BAB% 20II %20Tinjan%20Pustaka.pdf?sequence=5A
57

15. Anonintra muskular. Spinal anestesi blok dan hubungannya dengan PDHD. [serial
online]

[Diunduh

30

September

2016]

http

://

repository.ipb.ac.id/

bitstream/handle/123456789/55198/BAB%20II
16. Chairudin, R. 2009. PengantarIlmuBedahOrtopedi. Edisiketigacetakankeenam. ISBN
978-979-8980-46-6.
17. Diana D. Fraktur Femur. 2011. [serial online] [Diunduh 30 September 2016].
Http://Chapter II.repository.usu.ac.id.pdf

58

Anda mungkin juga menyukai