Responsi Diare Gizi Kurang

Unduh sebagai doc, pdf, atau txt
Unduh sebagai doc, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 48

BAB I

PENDAHULUAN
Periode penting dalam tumbuh kembang anak adalah masa balita, karena
pada masa ini merupakan pertumbuhan dasar yang akan mempengaruhi dan
menentukan perkembangan anak selanjutnya. Oleh karena itu, masa balita perlu
mendapat perhatian, karena merupakan kelompok yang rawan terhadap
kekurangan gizi.1
Malnutrisi Energi Protein (MEP) adalah gangguan nutrisi yang disebabkan
oleh karena kekurangan protein dan atau energi. 2 Malnutrisi di masyarakat secara
langsung maupun tidak langsung berpengaruh terhadap 60% dari 10,9 juta
kematian anak dalam setiap tahunnya dan 2/3 dari kematian tersebut terkait
dengan praktek pemberian makan yang tidak tepat pada tahun pertama kehidupan
(Infant Feeding Practice). Dampak jangka pendek gizi kurang pada masa batita
adalah gangguan pertumbuhan dan perkembangan otak, otot, dan komposisi
tubuh. Dampak jangka panjang dapat berupa rendahnya kemampuan nalar,
prestasi pendidikan, kekebalan tubuh, dan produktifitas kerja.3,4,5 Berdasarkan
derajatnya MEP dibagi menjadi MEP derajat ringan (gizi kurang) dan MEP
derajat berat (gizi buruk).2
Gizi kurang merupakan keadaan tidak sehat (patologis) yang timbul karena
tidak cukup makan dengan demikian konsumsi energi dan protein kurang selama
jangka waktu tertentu. Faktor-faktor yang dapat menyebabkan kekurangan gizi,
yaitu tingkat

kemampuan

keluarga

dalam

menyediakan

pangan

sesuai

kebutuhan keluarga, pengetahuan dan perilaku keluarga dalam memilih,


mengolah, dan membagi makanan di tingkat rumah tangga, jumlah anggota
keluarga yang banyak, dan kebersihan lingkungan.6
Jumlah balita gizi buruk dan kurang menurut hasil riskesdas 2013 masih
sebesar 19,6% (bandingkan dengan target RPJMN sebesar 15% pada tahun 2014)
jumlah ini mengalami peningkatan dibandingkan tahun 2010.7
Oleh karena masih tingginya prevalensi balita dengan gizi kurang, maka
diperlukan pelayanan kesehatan yang mampu mendeteksi, mencegah, dan

mengobati balita dengan gizi buruk agar angka kejadian balita dengan gizi kurang
dapat semakin ditekan.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Gizi Kurang
2.1.1 Definisi
Malnutrisi Energi Protein (MEP) adalah gangguan nutrisi yang disebabkan
oleh karena kekurangan protein dan atau energi. Berdasarkan derajatnya MEP
dibagi menjadi MEP derajat ringan (gizi kurang) dan MEP derajat berat (gizi
buruk).2
Gizi kurang merupakan keadaan tidak sehat (patologis) yang timbul karena
tidak cukup makan dengan demikian konsumsi energi dan protein kurang selama
jangka waktu tertentu.6
Gizi kurang adalah kekurangan bahan-bahan nutrisi seperti protein,
karbohidrat, lemak dan vitamin yang dibutuhkan oleh tubuh. Empat masalah
masalah gizi kurang yang mendominasi di Indonesia, yaitu:8
1.

Kekurangan Energi Protein (KEP) disebabkan oleh kekurangan makan


sumber energi secara umum dan kekurangan sumber protein. Pada anakanak, KEP dapat menghambat pertumbuhan, rentan terhadap penyakit

2.

terutama penyakit infeksi dan mengakibatkan rendahnya tingkat kecerdasan.


Anemia Gizi Besi (AGB) berkaitan dengan kekurangan zat besi. Penyebab
masalah AGB adalah kurangnya daya beli masyarakat untuk mengkonsumsi
makanan sumber zat besi, terutama dengan ketersediaan biologik tinggi
(asal hewan). Anemia gizi besi menyebabkan penurunan kemampuan fisik
dan produktifitas kerja, penurunan kemampuan berfikir dan penurunan

3.

antibodi sehingga mudah terserang infeksi.


Gangguan Akibat Kekurangan Iodium (GAKI) umumnya banyak ditemukan
di daerah pegunungan dimana tanah kurang mengandung iodium. GAKI
menyebabkan pembesaran kelenjar tiroid. Pada anak-anak menyebabkan
hambatan dalam pertumbuhan jasmani, maupun mental. Manifestasi klinis
dari GAKI berupa keadaan tubuh yang cebol, dungu, terbelakang dan

4.

bodoh.
Kurang Vitamin A (KVA) merupakan suatu gangguan yang disebabkan
karena

kurangnya

asupan

vitamin

A dalam

tubuh.

KVA dapat

mengakibatkan kebutaan, mengurangi daya tahan tubuh sehingga mudah

terserang infeksi, yang sering menyebabkan kematian khususnya pada anakanak. Selain itu KVA dapat menurunkan epitelisasi sel-sel kulit. Faktor yang
menyebabkan

timbulnya

KVA adalah

kemiskinan

dan

minimnya

pengetahuan akan gizi.


2.1.2 Etiologi
Penyebab dari MEP disebut sebagai model hierarki seperti berikut:2
Level I : Kekacauan, Krisis kekeringan, Peperangan
Level II

: Kemiskinan dan Kemunduran Sosial

Level III

: Kurang Pangan, Infeksi, Terlantar

Level IV

: Anoreksia

Level V

: Malnutrisi Energi Protein

Beberapa faktor lain yang dapat menyebabkan kekurangan gizi, yaitu:6


1.

Pekerjaan dan Pendapatan Orang Tua


Pendapatan keluarga mempengaruhi daya beli keluarga akan bahan
makanan yang bergizi karena penghasilan/pendapatan menentukan jenis

2.

pangan yang akan dibeli.


Tingkat Pendidikan dan Pengetahuan Gizi
Masalah penting yang menyebabkan adanya kekurangan gizi adalah
ketiadaan informasi yang memadai. Faktor tingkat pendidikan turut pula
menentukan mudah tidaknya seseorang menyerap dan memahami

3.

pengetahuan gizi yang mereka peroleh.


Jumlah Anggota Keluarga
Keluarga dengan banyak anak dan jarak kelahiran antar anak yang amat
dekat akan menimbulkan lebih banyak masalah. Anak yang lebih kecil
seringkali mendapat jatah makanan yang kurang mencukupi karena kalah
dengan kakaknya yang makannya lebih cepat dan dengan porsi suap yang
lebih besar pula. Lingkungan keluarga yang selalu ribut akan mempengaruhi
ketenangan jiwa, dan ini secara tidak langsung akan menurunkan nafsu
makan anggota keluarga lain yang terlalu peka terhadap suasana yang

4.

kurang menyenangkan.
Lingkungan
Kebersihan lingkungan

memang

bukanlah

faktor

yang

langsung

berpengaruh terhadap status gizi seseorang. Menjaga kebersihan lingkungan

yang merupakan tempat tempat hidup cacing dan jasad renik sangat penting.
Jumlah makanan yang mencukupi kandungan zat gizi yang baik sekalipun
tidak akan memperbaiki status gizi seseorang jika seseorang tersebut
cacingan.
2.1.3 Epidemiologi
Malnutrisi energi dan protein merupakan salah satu dari empat masalah gizi
utama di Indonesia. Prevalensi yang tinggi terdapat pada anak di bawah umur
lima tahun (balita) serta pada ibu hamil dan menyusui. Berdasarkan susenas 2002,
26% balita menderita gizi kurang dan gizi buruk, dan 8% balita menderita gizi
buruk.9
Berdasarkan Riskesdas 2013, kecenderungan prevalensi status gizi anak
balita menurut ketiga indeks BB/U, TB/U, dan BB/TB, terlihat prevalensi gizi
buruk dan gizi kurang meningkat dari tahun 2007 ke tahun 2013. Prevanlensi gizi
kurang, pendek, kurus dan gemuk pada balita di Indonesia tahun 2007,2010, dan
2013 dapat dilihat pada tabel berikut.7

Gambar 2.1 Kecenderungan Prevanlensi Gizi Kurang, Pendek, Kurus dan


Gemuk Pada Balita di Indonesia Tahun 2007,2010, dan 2013
Jumlah balita gizi buruk dan kurang menurut hasil riskesdas 2013 masih
sebesar 19,6% (bandingkan dengan target RPJMN sebesar 15% pada tahun 2014)
dan terjadi peningkatan dibandingkan 2010.
2.1.4 Patofisiologi
Patofisiologi gizi buruk pada balita adalah anak sulit makan atau anoreksia
bisa terjadi karena penyakit akibat defisiensi gizi, psikologik seperti suasana

makan, pengaturan makanan dan lingkungan.


Turgor atau elastisitas kulit jelek karena sel kekurangan air (dehidrasi).
Reflek patella negatif terjadi karena kekurangan aktin myosin pada tendon patella
dan degenerasi saraf motorik akibat dari kekurangn protein, Cu dan Mg seperti
gangguan neurotransmitter. Sedangkan, hepatomegali terjadi karena kekurangan
protein. Jika terjadi kekurangan protein, maka terjadi penurunan pembentukan
lipoprotein. Hal ini membuat penurunan HDL dan LDL. Karena penurunan HDL
dan LDL, maka lemak yang ada di hepar sulit ditransport ke jaringan-jaringan,
pada akhirnya penumpukan lemak di hepar.10,11
2.1.5 Gejala Klinis
Tanda dan gejala terjadinya Malnutrisi Energi Protein (MEP) ringan-sedang
atau Gizi kurang belum menunjukan gejala yang khas tetapi bisa dilihat, yaitu:9
a. Tampak kurus
b. Pertumbuhan linier berkurang atau terhenti
c. Berat badan tidak bertambah, adakalanya bahkan turun
d. Ukuran lingkar lengan atas lebih kecil dari normal
e. Maturasi tulang terhambat
f. Rasio berat badan terhadap tinggi badan normal/menurun
g. Tebal lipatan kulit normal atau berkurang
h. Anemia ringan
i. Aktivitas dan perhatian berkurang jika dibandingkan dengan anak sehat
j. Tidak ada edema
k. Nafsu makan baik
f. Klinis baik
2.1.6 Diagnosis
Status gizi sebagai refleksi kecukupan zat gizi, merupakan salah satu
parameter penting dalam menilai tumbuh kembang anak dan keadaan sehat anak
umumnya. Cara penilaian status gizi dilakukan atas dasar anamesis, pemeriksasan
fisik, data antropometrik dan pemeriksaan laboratorium.1
a.

Anamnesis

Dengan anamnesis yang baik akan diperoleh informasi tentang nutrisi


selama dalam kandungan, saat kelahiran, keadaan waktu lahir (termasuk
berat dan panjang badan), penyakit dan kelainan yang diderita, dan
imunisasi, data keluarga serta riwayat kontak dengan penderita penyakit
b.

menular tertentu.
Pemeriksaan Fisik
Bermanfaat untuk memperoleh kesan klinis tentang tumbuh kembang secara
umum perlu diperhatikan bentuk serta perbandingan bagian kepala, tubuh
dan

anggota

gerak.

Demikian

pula

keadaan

mental

anak

yang

komposmentis, bersifat cengeng atau apatik dan melihat adanya tanda-tanda


c.

malnutrisi.
Antropometri
Pengukuran antropometri untuk menilai ukuran dan bentuk badan dan
bagian badan khusus dapat membantu mengenai masalah nutrisi.
Pengukuran ini meliputi berat badan, tinggi badan, lingkar kepala, lingkar
lengas atas dan lipatan kulit. Berat badan merupakan indicator untuk menilai
keadaan gizi dan tumbuh kembang anak. Tinggi badan dipakai sebagai dasar
perbandingan terhadap perubahan relatif pertumbuhan. Lingkar kepala
untuk menilai pertumbuhan otak. Lingkar lengan atas mencerminkan
tumbuh kembang jaringan lemak dan otot. Lipatan kulit di daerah triseps
dan sub scapula merupakan relfkesi kulit tumbuh kembang jaringan lemak
bawah kulit dan mencerminkan kecukupan gizi.
Klasifikasi Ambang Batas Z-Score Berdasarkan BB/TB

Normal

Gizi Kurang

Gizi Buruk : -3SD

: +2SD sampai -2SD


: <-2SD sampai -3SD

Klasifikasi MEP menurut antropometri:2

MEP Ringan
: BB/TB 80-90% baku median WHO 2005

MEP Sedang
: BB/TB 70-80% baku median WHO 2005

MEP Berat
: BB/TB <70% baku median WHO 2005
Berdasarkan Lila (6-59 bulan)
Gizi kurang : >11,5 cm dan <12,5 cm
Gizi Buruk : <11,5 cm

d.

Pemeriksaan laboratorium.
Terutama mencakup pemeriksasan darah rutin seperti kadar haemoglobn dan
protein serum (albumin, globulin) serta pemeriksasan kimia darah lain bila
diperlukan dengan non esensial, kadar lipid, kadar kolesterol.

2.1.7 Diagnosis Banding


Diagnosis banding dari gizi buruk adalah malnutrisi energi protein (MEP)
berat atau gizi buruk yang terdiri dari :9,12
a.

Kwashiorkor

b.

Marasmus

c.

Marasmic-Kwashiorkor

2.1.8 Tatalaksana Gizi Kurang


Apabila setelah dilakukan pemeriksaan, anak terdiagnosis gizi kurang, maka
tatalaksana yang diberikan yaitu: 1
1.

Obati penyakitnya
Gizi kurang bisa terjadi sebagai akibat dari suatu penyakit, maka dari itu
mengobati penyakit yang mendasari merupakan suatu terapi yang penting

2.

pada tatalaksana gizi kurang.


Penambahan energi dan protein 20-25% di atas AKG (Angka Kecukupan

3.

Gizi)
Memberikan makanan pendamping ASI (MP ASI)
Makanan Pendamping ASI (MP ASI) adalah makanan atau minuman yang
mengandung zat gizi dan diberikan kepada bayi atau anak usia 6-24 bulan
guna memenuhi kebutuhan gizi selain dari ASI. 2 MP-ASI adalah makanan
bergizi yang diberikan mendampingi ASI kepada bayi berusia 6 bulan ke
atas atau berdasarkan indikasi medis, sampai anak berusia 24 bulan untuk
mencapai kecukupan gizinya.13 Zat gizi pada ASI hanya membantu
memenuhi kebutuhan gizi bayi sampai usia 6 bulan, untuk itu ketika bayi
berusia 6 bulan perlu diberi makanan pendamping ASI dan ASI tetap
diberikan sampai usia 24 bulan atau lebih.

MP ASI untuk bayi sebaiknya mempunyai nilai energi, kandungan protein,


vitamin dan mineral yang sesuai kebutuhan. Ratarata angka kecukupan gizi
setiap hari untuk anak usia 036 bulan dapat dilihat pada tabel 2.1.
Tabel 2.1 Angka Kecukupan Gizi Per Hari Untuk Anak Usia 0-36 Bulan
Komponen

Golongan
0-6

Berat Badan (kg)


Tinggi badan (cm)
Energi (kkal)
Protein (g)
Karbohidrat (g)
Lemak (g)
Serat (g)
Air (ml)
Vitamin A (RE)
Vitamin D (mg)
Vitamin E (mg)
Vitamin B12 (mg)
Fe/Zat besi (mg)

bulan
6
61
550
12
58
31
0
375
5
4
0,4
0,25

Umur
7-11 bulan

1-3

9
71
725
18
82
36
10
800
400
5
5
0,5
10

tahun
13
91
1125
26
155
44
16
1200
400
15
6
0,9
7

Berdasarkan petunjuk WHO, kebutuhan energi dari makanan pelengkap


untuk bayi dengan rata-rata asupan ASI di negara berkembang adalah
sekitar 200 kkal/hari pada usia 6-8 bulan, 300 kkal/hari pada usia 9-11
bulan, dan 550 kkal/hari pada usia 12-23 bulan.13
Prinsip Pemberian MP ASI
Pemberian MP ASI diberikan pada anak yang berusia 6-24 bulan secara
berangsur-angsur

bertujuan

untuk

mengembangkan

kemampuan

mengunyah, menelan serta menerima macam-macam makanan dengan


berbagai tekstur dan rasa. Pemberian MP ASI harus bertahap dan bervariasi,
mulai dari bentuk bubur cair ke bentuk bubur kental, sari buah, buah segar,
makanan lumat, makanan lembik dan akhirnya makanan padat. MP ASI
sebaiknya diberikan secara bertahap, sedikit demi sedikit dalam bentuk
encer secara berangsur-angsur ke bentuk yang lebih kental sampai padat.

Hal-hal yang harus diperhatikan mengenai pemberian MP ASI secara tepat


dapat dilihat pada tabel 2.2.
Tabel 2.2 Prinsip Pemberian MP ASI13
Komponen

Jenis

Tekstur

6-8 bulan
1 jenis bahan dasar

Usia
9-11 bulan
3-4 jenis bahan

(6 bulan)

dasar (sajikan

2 jenis bahan dasar

secara terpisah atau

(7-8 bulan)
Semi cair

dicampur
Makanan yang

(dihaluskan), secara

dicincang halus

bertahap kurangi

atau lunak

campuran air

(disaring kasar),

sehingga menjadi

ditingkatkan

semi padat

sampai semakin

12-24 bulan
Makanan keluarga

Padat

kasar sehingga bisa


Makanan utama 2-3
Frekuensi

Porsi setiap
makan

digenggam
Makanan utama 3- Makanan utama 3-

kali sehari, camilan

4 kali sehari,

4 kali sehari,

1-2 kali sehari

camilan 1-2 kali

camilan 1-2 kali

Dimulai dengan 2-3

sehari
mangkok kecil

sehari
1/3 sampai 1

sendok makan dan

atau setara dengan

mangkok kecil

ditingkatkan

125 ml

atau setara dengan

bertahap sampai

175-250 ml

mangkok kecil atau


setara dengan 125

ASI

ml
Sesuka bayi

Sesuka bayi

Sesuka bayi

Saat memberikan MP ASI, PHBS sangat penting untuk menghindari diare


dan penyakit lainnya:

10

- Gunakan sendok atau cangkir yang bersih untuk memberikan makanan dan
minuman kepada bayi
- Simpan makanan yang akan diberikan kepada bayi di tempat yang bersih
dan aman
- Cuci tangan Ibu dengan sabunsebelum menyiapkan makanan dan
memberi makan bayi
- Cuci tangan Ibu dan bayi sebelum makan
- Cuci tangan Ibu dengan sabun setelah ke toiletdan setelah membersihkan
kotoran bayi
4.

Edukasi ibu untuk membawa anak ke posyandu atau fasilitas kesehatan


secara rutin untuk memantau pertumbuhan dan perkembangan anak.

2.1.9 Komplikasi
Apabila gizi kurang pada anak-anak tidak ditangani, maka akan
menyebabkan terhambatnya pertumbuhan dan perkembangan, rentan terhadap
penyakit terutama penyakit infeksi dan mengakibatkan rendahnya tingkat
kecerdasan.2
2.1.10 Prognosis
Penanganan dini pada gizi kurang umumnya memberikan hasil yang baik.
Penanganan yang terlambat akan menyebabkan anak berkembang menjadi gizi
buruk. Adapun gizi buruk memiliki 3 bentuk klinis yaitu kwashiorkor, marasmus,
dan marasmus-kwashiorkor.2
2.2

Diare Akut

2.2.1 Definisi
Diare akut merupakan buang air besar dengan frekuensi lebih dari biasanya
(lebih dari tiga kali sehari) yang disertai dengan perubahan konsistensi feses
(konsistensi menjadi lebih cair) dengan atau tanpa darah atau/dan lendir.
Kandungan air pada feses kira-kira lebih dari 10 ml/kg berat badan/hari pada bayi

11

atau 200 g/hari pada remaja dan dewasa.14,16 Kandungan air yang berlebih ini
disebabkan karena adanya gangguan keseimbangan fisiologi dari proses yang
terjadi di usus halus dan usus besar, meliputi: absorbsi ion, bahan-bahan organik,
dan air.Sebagian besar diare berlangsung selama 7 hari, dan biasanya sembuh
sendiri (self limiting disease). Hanya 10% kasus yang berlanjut sampai 14 hari.
Bila diare berlangsung kurang dari 14 hari disebut dengan diare akut.2,14,16
2.2.2 Epidemiologi
Di negara berkembang, pada anak-anak berusia kurang dari lima tahun ratarata terjadi tiga episode diare per anak per tahunnya, tetapi di beberapa negara
berkembang dilaporkan terjadi 6 8 episode diare per anak per tahunnya.14
Di Indonesia, diare merupakan salah satu dari 10 penyakit terbanyak dan
saat ini masih menjadi masalah yang belum sepenuhnya dapat diatasi, terutama di
daerah pedesaan. Dalam 30 tahun terakhir, sejak 1983, diare yang dikategorikan
sebagai Kejadian Luar Biasa (KLB) rata-rata terjadi 148 kasus per tahun.Separuh
dari wilayah Indonesia,terutama desa, tidak luput dari serangan diare. Walaupun
jumlah kasus cenderung turun dari waktu ke waktu, demikian pula dengan angka
insidennya, masalah ini masih merupakan isu kesehatan dasar. Meskipun angka
kesakitan diare yang dilaporkan dari tahun ke tahun menurun, akan tetapi diare
masih tetap perlu diwaspadai. Karena angka kesakitan yang sebenarnya dari hasil
survei masih tinggi, pada semua golongan umur hingga 411 per 1000 penduduk
pada tahun 2010.17 Kematian pada anak yang disebabkan diare masih sangat
tinggi, yaitu 42% pada bayi dan 25% pada balita.18
2.2.3 Etiologi
Etiologi dari diare akut dapat dibagi menjadi tiga golongan besar, yakni:
bakteri, virus, dan parasit. Beberapa agen penginfeksi masuk ke tubuh penderita
lewat makanan dan minuman yang dikonsumsi penderita (food borne disease).
E.coli, Shigella, Campylobacter, Salmonella dan Vibrio cholera merupakan
beberapa contoh bakteri patogen yang menyebabkan epidemi diare pada anak.
Vibrio cholera yang adalah penyebab kolera merupakan salah satu dari kasus
epidemik dan sering diidentikkan dengan kematian pada anak, terutama pada
dewasa dan anak dengan usia yang lebih besar. Tiga penyebab utama diare cair

12

pada anak adalah infeksi Rotavirus, V. cholera dan E.coli. Penyebab paling utama
dari diare cair pada anak di bawah usia lima tahun adalah Rotavirus.2,17,20
Penyebab utama diare yang disertai dengan perdarahan adalah Shigella (UNICEF,
2009; WHO, 2009).
Tabel 2.3 Penyebab Diare Akut2
Infeksi

Infeksi

usus

(termasuk

keracunan

makanan)
Infeksi ekstra usus (otitis media akut,
Obat-obatan

infeksi saluran kemih, pneumonia)


Antibiotik

Alergi makanan

Obat-obatan lain
Cow's milk protein allergy (CMPA)
Alergi protein kedelai

Kelainan proses cerna/absorpsi

Alergi makanan multiple


Defisiensi enzim sukrase/isomaltase
Hipolaktase awitan lambat (atau tipe
dewasa)
Defisiensi niasin
Co, Zn, cat

Defisiensi vitamin
Tertelan logam berat

Penyebab utama diare dengan dehidrasi berat pada anak dibawah 5 tahun di
seluruh dunia adalah Rotavirus. Sebuah studi meta-analisis yang dilakukan oleh
Parashar menunjukkan bahwa infeksi rotavirus dapat menyebabkan 114 juta
episode diare, 24 juta kunjungan rawat jalan, 2,4 juta kunjungan rawat inap dan
610.000 kematian balita pada tahun 2004. Diperkirakan 82% kematian akibat
diare rotavirus terjadi pada negara berkembang, terutama di Asia dan Afrika,
dimana akses kesehatan dan status gizi masih menjadi masalah.2
Diare dapat terjadi karena infeksi yang terjadi di luar usus. Infeksi di luar
usus yang sering disertai diare adalah otitis media akut, infeksi saluran kemih, dan
penyakit paru. Penggunaan beberapa macam obat, terutama antibiotik, sering
dihubungkan dengan infeksi Clostridium difficile. Alergi terhadap protein susu
sapi

(CMPA)

merupakan

salah

satu

diagnosis

banding

yang

perlu

dipertimbangkan selain sindrom malabsorpsi bila diare tidak sembuh dalam 10-14
hari. Diare juga dapat terkait dengan penggunaan antibiotik. Penggunaan

13

antibiotik dapat mengganggu keseimbangan flora normal usus sehingga bisa


mempermudah infeksi bakteri pathogen dan menyebabkan diare.17
Tabel 2.4 Patogen Penyebab Diare Akut
Patogen

Frekuensi kasus sporadik di Negara berkembang


(%)

Virus
Rotavirus

25 40

Calcivirus

1 20

Astrovirus

49

Enteric type adenovirus


Bakteri

Campylobacter jejuni

68

Salmonella

37

Escherichia coli

35

Shigella

03

Yersinia enterocolitica

12

Clostridium difficile

02

Vibrio para haemolyticus

01

Vibrio cholera 01

Vibrio cholera non 01

Aeromonas hydrophilia
Parasit

02

Cryptosporidium

13

Giardia lamblia

13

2.2.4 Mekanisme Diare


Secara konseptual mekanisme terjadinya diare dibagi menjadi penurunan
absorpsi dan peningkatan sekresi.2,14-16 Biasanya mekanisme diare terjadi karena
peningkatan cairan dalam usus yang melebihi kapasitas absoprsi maksimum
dalam usus. Diare juga bisa diakibatkan oleh peningkatan motilitas usus yang
mengakibatkan pemendekan waktu transit (transit time). Selain itu penurunan
motilitas juga dapat memicu diare akibat pertumbuhan bakteri karena stasis. 23-25
Ada 2 prinsip mekanisme terjadinya diare cair, yaitu sekretorik dan osmotik.2

14

Tabel 2.5 Mekanisme diare akut16

Penurunan Absorpsi
Faktor mukosa
Perubahan keadaan mukosa
Fungsi belum sempurna
Penurunan luas permukaan
Atropi vili
Trauma brush border
Reseksi usus
Kelainan enzim spesifik dan transportasi
Defisiensi disakaridase
Defisiensi enterokianse
Kelainan transportasi ion (Na+ /H+, Cl- / HCO3-)
Faktor intralumen
Peningkatan osmolaritas
Larutan yang tidak dapat diserap
Makanan yang terlalu banyak
Pertumbuhan bakteri
Insufisiensi pancreas
Defisiensi garam empedu
Penyakit akibat parasit
Peningkatan Sekresi
Toksin bakteri (toksin Cholera, toksin E. Coli heat-liable dan heatstable)
Mediator inflamasi (eisosanoid, dan produk lain dari sel mast)

1.

Diare Sekretorik
Diare sekretorik disebabkan karena sekresi air dan elektrolit ke dalam usus

halus. Hal ini terjadi bila absropsi natrium oleh vili gagal sedangkan sekresi

15

klorida di sel epitel berlangsung terus atau meningkat. Hasil akhir adalah sekresi
cairan yang mengakibatkan kehilangan air dan elektrolit dari tubuh sebagai tinja
cair. Hal ini menyebabkan terjadinya dehidrasi. Pada diare yang terjadi karena
infeksi, perubahan yang terjadi akibat adanya rangsangan pada mukosa usus oleh
toksin bakteri seperti Escherichia coli dan Vibrio cholera atau virus (rotavirus).
2.

Diare Osmotik
Mukosa usus halus adalah epitel berpori, yang dapat dilewati air dan

elektrolit dengan cepat untuk mempertahankan tekanan osmotik antara isi usus
dengan cairan ekstraseluler. Dalam keadaan ini, diare dapat terjadi apabila suatu
bahan yang secara osmotik aktif dan sulit diserap. Jika bahan semacam itu berupa
larutan isotonik, air dan bahan yang larut didalamnya akan lewat tanpa diabsorpsi
sehingga terjadi diare.15,17

Gambar 2.2 Skema Diare Osmotik dan Sekretorik17


Proses yang sama mungkin terjadi bila bahan terlarut adalah laktosa (pada anak
dengan defisiensi laktase) atau glukosa (pada anak dengan malabsorpsi glukosa),
kedua keadaan kadang-kadang merupakan komplikasi dari infeksi usus. Bila
substansi yang diabsorpsi dengan buruk misalnya berupa larutan hipertonik, air
(dan beberapa elektrolit) akan berpindah dari ekstraseluler ke dalam lumen usus
hingga osmolaritas dari isi usus sama dengan ekstraseluler dan darah. Hal ini

16

menaikkan volume tinja, dan menyebabkan dehidrasi karena kehilangan cairan


tubuh.15,17,22
2.2.5 Manifestasi Klinis
a.

Anamnesis
Hal-hal dasar yang perlu ditanyakan kepada pasien untuk menggali

informasi-informasi untuk kepentingan penegakan diagnosis, yaitu:


Lama diare berlangsung, frekuensi diare sehari, warna, konsentrasi tinja, lendir
dan/darah dalam tinja, dan bau tinja.
Penyerta diare: Muntah, rasa haus, rewel, anak lemah, kesadaran menurun,
buang air kecil terakhir, demam, sesak, kejang, kembung.
Jumlah cairan yang masuk selama diare.
Jenis makanan dan minuman yang diminum selama diare, mengkonsumsi
makanan yang tak biasa.
Penderita diare di sekitarnya dan sumber air minum.
Anamnesis anak dengan gejala diare akut perlu dimulai dengan mengambil
informasi yang mungkin mengarahkan pada penyakit lain dengan presentasi klinis
yang mirip dengan diare akut. Gejala respiratori seperti batuk, sesak nafas atau
takipneu mengarahkan pada adanya penyakit dasar pneumonia. Adanya sakit
telinga mungkin merupakan gejala otitis media akut. Frekuensi berkemih, urgensi,
dan nyeri saat berkemih mengarahkan pada pielonefritis. Anamnesis yang baik
dapat menjadi petunjuk kemungkinan penyebab diare tanpa harus melakukan
pemeriksaan penunjang.2
Tujuan anamnesis selanjutnya adalah untuk menilai beratnya gejala dan
resiko komplikasi seperti dehidrasi. Pertanyaan spesifik mengenai frekuensi,
volume dan lamanya muntah serta diare, diperlukan untuk menentukan derajat
kehilangan cairan dan gangguan elektrolit yang terjadi.2
b.

Pemeriksaan fisik
Terdapat dua tujuan utama pemeriksaan fisik pada penderita diare. Pertama,

mencari tanda- tanda penyakit penyerta, kedua adalah untuk memperkirakan


derajat dehidrasi pada penderita diare. Faktor penting penyebab morbiditas dan
mortalitas pada diare akut dan muntah adalah ketidak akuratan penilaian terhadap

17

defisit cairan dan kehilangan cairan. Gejala dan tanda dehidrasi perlu ditemukan
untuk menententukan derajat dehidrasi pada anak (Tabel 2.6).
Tabel 2.6 Penilaian Derajat Dehidrasi Akut Menurut WHO.2
Tanda dan Gejala
Tanpa
ANAMNESIS
Diare

1-3x

Derajat Dehidrasi
Ringan/Sedang

Berat

3x atau lebih

Terus menerus

Muntah

Tidak ada atau

Kadang-kadang

banyak
Biasanya sering

Rasa Haus

sedikit
Tidak ada atau

Haus

Haus sekali atau

sedikit

tidak mau

Kencing

Normal

Sedikit, pekat

minum
Tidak kencing

Nafsu

Normal

Nafsu makan

(6 jam)
Nafsu makan

berkurang, aktifitas

tidak ada, anak

menurun

sangat lemas.

makan/aktifitas

PEMERIKSAAN
FISIK
a.Inspeksi
KU

Baik

Mengantuk/Gelisah Gelisah/tidak

Mata
Air Mata
Mulut/lidah
Napas

Normal
Ada
Basah
Normal

Cekung
Tidak ada
Kering
Lebih cepat kering

sadar
Sangat cekung
Tidak ada
Sangat kering
Cepat dan dalam

b. Palpasi
Turgor

Kembali cepat

Kembali pelan

Kembali sangat

Lebih cepat

pelan (>2 detik)


Sangat

Nadi

Normal

cepat/tidak
Ubun-ubun

Normal

Cekung

teraba
Sangat cekung

18

c. Kehilangan

Sedikit

5-9%

>10%

berat badan
Kesimpulan

2/lebih gejala:

2/lebih gejala:

2/lebih gejala:

Dehidrasi (-)

Dehidrasi ringan

dehidrasi berat

sedang.
2.2.6 Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang dilakukan jika ditemukan diare dengan dehidrasi
berat. Jika diarenya hanya disertai dehidrasi ringan sedang ataupun diare tanpa
dehidrasi, pemeriksaan penunjang tidak dilakukan. Pemeriksaan penunjang yang
dilakukan meliputi: pemeriksaan elektrolit serum, nitrogen urea, kadar gula darah
dan analisis gas darah. Pemeriksaan mikrobiologi dan virologi dilakukan jika
hasilnya dapat dijadikan acuan untuk mengganti tata laksana.
Pemeriksaan antigen rotavirus dapat mengkonfirmasi penyebab, tetapi tidak
mengubah tata laksana. Pemeriksaan antigen Giardia dan apusan feses untuk telur
dan parasit umumnya tidak diperlukan, kecuali diare berlanjut lebih dari sepuluh
hari atau ada riwayat paparan.2
Pemeriksaan tinja tidak rutin dilakukan pada diare akut. Apabila ada tandatanda yang mengarah pada intoleransi laktosa dan kecurigaan amebiasis,
pemeriksaan feses dilakukan. Aspek-aspek yang dinilai pada pemeriksaan tinja
adalah:
Makroskopis: konsistensi, warna, lendir, darah, bau
Mikroskospis: leukosit, eritrosit, parasit, bakteri
Kimia: pH, Clinitest, elektrolit (Na, K, HCO3)
Biakan dan uji sensitivitas tidak dilakukan pada diare akut
Dengan pemeriksaan tinja secara makroskopis dan mikroskopis, penyebab
diare dapat diperkirakan apakah oleh karena infeksi virus atau bakteri sesuai tabel
di bawah ini.
Tabel 2.7 Perkiraan Penyebab Diare dari Pemeriksaan Tinja
Sifat Tinja
Konsistensi
Darah
Bau
Warna

Virus
Cair
(-)
Langu
Kuning hijau

Bakteri
Lembek
(+)
Busuk
Merah hijau

19

Leukosit

(-)

(+)

Analisis gas darah dan elektrolit dilakukan bila secara klinis dicurigai
adanya gangguan keseimbangan asam basa dan elektrolit.
2.2.7 Penatalaksanaan
Menurut WHO ada lima lintas penatalaksanaan diare, yakni: cairan
rehidrasi, zinc, nutrisi, antibiotic yang tepat, dan edukasi.
1.

Oral Rehydration Therapy


Penatalaksanaan diare meliputi lima hal, yakni: cairan rehidrasi oral, zinc,

nutrisi, antibiotic yang tepat, dan edukasi. Pada kebanyakan kasus, terapi yang
paling efektif adalah oral rehydration therapy (ORT).Hanya saja ORT tidak bisa
dipakai pada kasus diare akut yang disertai dehidrasi berat. Terapi farmakologis
jarang digunakan untuk terapi pada diare akut.2
Rehidrasi yang dilakukan pada penderita diare tanpa dehidrasi adalah
dengan memberikan larutan oralit dengan osmolaritas rendah. Larutan oralit yang
digunakan untuk rehidrasi pada diare tanpa dehidrasi sejumlah 10 ml/kgBB dan
diberikan setiap kali buang air besar.
ORT yang digunakan pada kasus diare akut dengan dehidrasi ringan-sedang
disesuaikan dengan berat badan pasien. Volume ORT atau oralit yang diberikan
sejumlah 75 ml/KgBB. Jika ada Buang Air Besar (BAB) berikutnya diberikan
oralit sejumlah 10 ml/KgBB. Pada bayi yang masih mengkonsumsi Air Susu Ibu
(ASI), ASI dapat diberikan. Jika bayi kurang dari enam bulan dan tidak
mendapatkan ASI karena berbagai kondisi dapat diberikan 100 - 200 ml air masak
ataupun susu formula.2
Pada diare yang disertai dengan dehidrasi berat diperlukan upaya rehidrasi
dengan cairan infus. Untuk bayi dengan usia kurang dari 12 bulan diberikan
cairan ringer laktat sejumlah 30 ml/KgBB dalam satu jam, yang diulangi bila nadi
masih lemah ataupun tidak teraba. Jika nadi sudah teraba kuat maka diberikan
ringer laktat sejumlah 70 ml/KgBB dalam lima jam.
Untuk anak berusia lebih dari satu tahun dengan dehidrasi berat, diberikan
ringer laktat sejumlah 30 ml/KgBB dalam setengah sampai satu jam. Jika nadi
masih lemah ataupun tidak teraba, langkah pertama ini diulangi lagi. Jika nadi

20

sudah teraba kuat dilanjutkan dengan ringer laktat sejumlah 70 ml/KgBB dalam
dua setengah sampai tiga jam.
Penilaian dilakukan setiap satu sampai dua jam.Jika rehidrasi belum tercapat
rate cairan intravena ditingkatkan. Oralit segera diberikan (5 ml/KgBB/jam) jika
penderita bisa minum, biasanya tiga sampai empat jam untuk bayi dan satu
sampai dua jam untuk balita. Untuk bayi dievaluasi enam jam berikutnya,
sedangkan untuk anak-anak dievaluasi tiga jam berikutnya.
2.

Zinc
Suplementasi zinc berfungsi untuk mengurangi durasi, mengurangi

keparahan, dan mengurangi episode terjadinya diare terutama di negara-negara


berkembang.20 Berdasarkan penelitian yang diadakan oleh INCLAN Child Net
Zinc Effectiveness for Diarrhea Group, ditemukan bahwa suplementasi zinc tidak
mengganggu rehidrasi oral dan mengurangi penggunaan medikasi lain dalam
penatalaksanaan diare akut.2
Dasar pemikiran pengunaan mikronutrien dalam pengobatan diare akut
didasarkan kepada efeknya terhadap fungsi imun atau terhadap struktur dan fungsi
saluran cerna dan terhadap proses perbaikan epitel seluran cerna selama diare.
Zinc terbukti secara ilmiah terpercaya dapat menurunkan frekuensi buang
air besar dan volume tinja sehingga dapat menurunkan resiko terjadinya dehidrasi
pada anak. Zinc diberikan selama 10-14 hari meskipun anak telah tidak
mengalami diare dengan dosis: umur < 6 bulan : 10 mg per hari, umur > 6 bulan
20 mg per hari.
Zinc telah dikenali berperan di dalam metallo-enzymes, polyribosomes,
selaput sel, dan fungsi sel, juga berperan penting di dalam pertumbuhan sel dan
fungsi kekebalan. Sazawal S dkk melaporkan pada bayi dan anak lebih kecil
dengan diare akut, suplementasi zinc secara klinis penting dalam menurunkan
lama dan beratnya diare.17,19,21
Zinc diberikan selama 10-14 hari berturut-turut terbukti mengurangi lama
dan beratnya diare, mencegah berulangnya diare selama dua sampai tiga bulan.
Zinc juga dapat mengembalikan nafsu makan anak. Dosis zinc untuk anak-anak:
Anak di bawah umur 6 bulan: 10 mg (1/2 tablet) per hari
Anak di atas umur 6 bulan: 20 mg (1 tablet) per hari

21

Efek zinc sehingga zinc dapat digunakan

untuk mengurangi durasi,

mengurangi keparahan, dan mengurangi episode terjadinya diare antara lain:


Zinc merupakan kofaktor enzim superoxide dismutase (SOD)
Zinc berperan sebagai antioksidan
Zinc mampu menghambat sintesis Nitric Oxide (NO), yang pada akhirnya
menyebabkan sekresi air dan elektrolit
Zinc berperan dalam penguatan sistem imun
Zinc juga berperan dalam aktivasi limfosit T
Zinc berperan dalam menjaga keutuhan epitel usus.21
3.

Nutrisi
ASI dan makanan menu yang sama saat anak sehat sesuai umur tetap

diberikan untuk mencegah kehilangan berat badan dan sebagai pengganti nutrisi
yang hilang. Adanya perbaikan nafsu makan menandakan fase kesembuhan. Anak
tidak boleh dipuasakan, makanan diberikan sedikit-sedikit tapi dengan frekuensi
yang lebih banyak (lebih kurang 6 kali sehari), rendah serat, buah-buahan
diberikan terutama pisang.21
Makanan per oral diberikan sesegera mungkin saat kondisi sudah
membaik.8,10,11 Rekomendasi pemberian makanan secepatnya pada tata laksana
diare akut terutama ditekankan pada meneruskan pemberian ASI dan makanan
sehari-hari.23 Hal ini dapat mencegah terjadinya gangguan gizi, menstimulasi
perbaikan usus, dan mengurangi derajat serta lamanya penyakit.21,24
Anak yang lebih besar yang telah menerima bermacam variasi makanan
sebaiknya diberikan makanan yang seimbang, cukup energi, dan mudah dicerna.
Karbohidrat kompleks seperti: nasi, mie, kentang, roti, biskuit dan pisang
sebaiknya diberikan sejak awal, kemudian ditambahkan sayuran dan daging
matang.2,21 Makanan yang perlu dihindari adalah yang mengandung gula
sederhana seperti minuman ringan (soft drink), jus buah kental, minuman
mengandung kafein, dan sereal yang dilapisi gula. 2,21 Berikan makanan yang
mudah dicerna, rendah serat, dan tidak merangsang.
4.

Antimikroba selektif

22

Jika penderita diare termasuk penderita yang imunokompeten, terapi


antimikroba diberikan pada kondisi-kondisi:14
Agen penginfeksi adalah Vibrio cholerae, Shigella species, dan Giardia
Lamblia.
Jika diare bertahan dalam jangka waktu yang lama dengan agen penyebab diare
yang dicurigai adalah Enteropathogenic E coli.
Jika agen penginfeksi Enteroinvasive E coli yang secara serologi, genetik, dan
patogenisitasnya sama dengan infeksi Shigella.
Agen penyebab diare adalah Yersinia pada penderita dengan sickle cell disease.
Infeksi Salmonella pada bayi dengan usia yang sangat muda, terjadi
peningkatan temperatur tubuh di atas normal atau ditemukannya kultur darah
positif.
Jika ada indikasi diatas digunakan antibiotika yang selektif. Antibiotika
yang diberikan bila ada indikasi:
1)
Penyebab kolera
Umur > 7 tahun: Tetrasiklin 50 mg/KgBB/hari, dibagi empat dosis, selama
2 3 hari.
Semua umur : Trimetoprim (TMP) 8 mg/KgBB/hari Sulfamethoxazole
2)

(SMX) 40 mg/KgBB/hari, dibagi dua dosis, selama tiga hari.


Disentri
Anak-anak: Trimetoprim (TMP) 10 mg/KgBB/hari Sulfamethoxazole
(SMX) 50 mg/KgBB/hari, dibagi dua dosis, selama lima hari, atau

3)

Ampisilin 50 mg/KgBB/hari, dibagi empat dosis selama lima hari.


Bayi: Eritromisin 25 mg/KgBB/hari, dibagi empat dosis, selama tiga hari.
Giardiasis
Antibiotika yang dipilih adalah Metronidazole dengan dosis 30 50
mg/KgBB/hari dibagi tiga dosis sehari.

4)

Amebiasis
Antibiotika pilihan adalah Metronidazole dengan dosis 30 50
mg/KgBB/hari dibagi tiga dosis sehari.

5.

Edukasi
Orangtua diminta untuk membawa kembali anaknya ke pusat pelayanan

kesehatan bila ditemukan hal sebagai berikut: demam, tinja berdarah, makan atau
minum sedikit, sangat haus, diare makin sering, atau belum membaik dalam tiga
hari. Orang tua dan pengasuh diajarkan cara menyiapkan oralit secara benar.

23

Langkah promotif/preventif:
Pemberian ASI eksklusif tetap diberikan sampai usia enam bulan
Sterilisasi botol susu bila bayi oleh karena suatu sebab tidak mendapat ASI
Penyediaan dan penyimpanan makanan anak/bayi secara bersih
Gunakan air bersih dan matang untuk minum
Mencuci tangan sebelum menyiapkan dan memberi makanan
Membuang tinja di jamban
Imunisasi campak
Makanan seimbang untuk menjaga status gizi yang baik
ASI, susu formula, dan makanan harus dilanjutkan selama diare dan
ditingkatkan setelah diare sembuh
Terdapat

beberapa

tatalaksana

lain

yang

sering

diberikan

selain

penatalaksanaan diare yang telah disebutkan diatas. Pemberian antiemetik,


antimotilitas, dan antidiare sebagai pengobatan diare kurang bermanfaat bahkan
dapat menyebabkan komplikasi yang serius.23,24 Pada bayi berusia kurang dari tiga
bulan, pemberian obat antispasmolitik dan antisekretorik tidak diberikan. Obat
pengeras tinja tidak bermanfaat dan tidak perlu untuk diberikan. 23 Obat-obatan
tersebut tidak mengurangi volume tinja ataupun memperpendek lama sakit. Efek
sedasi atau anoreksia yang ditimbulkan akan mengurangi keberhasilan terapi
rehidrasi oral.23
Penanganan diare akut lainnya adalah dengan probiotik dan prebiotik.
Probiotik merupakan organisme hidup yang dalam dosis tertentu efektif dalam
mengatasi diare akut pada anak-anak. Berdasarkan studi yang telah dilakukan
probiotik memberikan hasil yang baik dalam mengatasi diare akut.14 Probiotik
yang dapat digunakan untuk penatalaksanaan diare yang disebabkan oleh
Rotavirus pada anak-anak adalah Lactobacillus GG, Sacharomyces boulardii,
serta Lactobacillus reuteri.
Probiotik memiliki manfaat dalam mengurangi durasi dari watery
diarrhea. Berdasarkan studi, probiotik efektif untuk mengurangi durasi diare yang
disebabkan oleh virus tetapi tidak efektif untuk mengurangi durasi diare yang
disebabkan oleh bakteri (Guandalini). Selain berfungsi dalam hal mengurangi
durasi diare, probiotik juga mengurangi penyebaran infeksi Rotavirus.14

24

Mekanisme probiotik sebagai tata laksana diare melalui produksi substansi


antimicrobial, modifikasi dari toksin, mencegah penempelan agen penginfeksi
saluran cerna, dan stimulasi sistem imun.25
Prebiotik adalah bahan makanan yang tahan dari enzim-enzim pencernaan
sehingga tidak dapat dicerna oleh tubuh serta secara selektif mempengaruhi
perkembangan flora saluran cerna yang bermanfaat untuk tubuh sehingga dapat
meningkatkan kesehatan tubuh. Selain mempengaruhi perkembangab flora yang
bermanfaat, prebiotik berguna dalam mencegah infeksi karena hasil fermentasinya
menghasilkan asam organik sehingga dapat menurunkan pH saluran cerna.26
2.2.8 Prognosis
Dengan penatalaksanaan diare yang baik, prognosisnya baik. Kematian
pada penderita diare disebabkan oleh dehidrasi berat dan malnutrisi sekunder.
Prognosis menjadi buruk setelah terjadinya malnutrisi dan malabsorbsi sekunder,
kecuali penderita mendapat perawatan di rumah sakit dan mendapatkan nutrisi
parenteral. Neonatus dan infant muda merupakan kelompok yang beresiko
terjadinya sindrom dehidrasi, malnutrisi, dan malabsorpsi. Meskipun angka
kematian rendah di negara berkembang, anak-anak dapat meninggal karena
komplikasi yang ada.21,23
2.2.9 Komplikasi
Komplikasi yang mungkin timbul akibat diare diantaranya: 2,21 hipernatremia,
hiponatremia, demam, overhidrasi, asidosis metabolic, hipokalemia, ileus paralitik,
kejang, malabsorpsi dan intoleransi laktosa, malabsorpsi glukosa, muntah dan gagal
ginjal akut
2.2.10 Pencegahan
Upaya pencegahan diare dapat dilakukan dengan cara:
1. Mencegah penyebaran kuman patogen penyebab diare.
Kuman-kuman patogen penyebab diare umumnya disebarkan secara fekaloral. Pemutusan penyebaran kuman penyebab diare perlu difokuskan pada cara
penyebaran ini. Upaya pencegahan diare yang terbukti efektif meliputi:
a) Pemberian ASI yang benar.
b) Memperbaiki penyiapan dan penyimpanan makanan pendamping ASI
c) Penggunaan air bersih yang cukup

25

d) Membudayakan kebiasaan mencuci tangan dengan sabun sehabis buang air


besar dan sebelum makan
e) Penggunaan jamban yang bersih dan higienis oleh seluruh anggota keluarga
f) Membuang tinja bayi dengan benar.
2. Memperbaiki daya tahan tubuh penderita
Cara-cara yang dapat dilakukan untuk meningkatkan daya tahan tubuh anak
dan dapat mengurangi resiko diare antara lain:
a) Memberi ASI paling tidak sampai usia 2 tahun.
b) Meningkatkan nilai gizi makanan pendamping ASI dan memberi makan
dalam jumlah yang cukup untuk memperbaiki status gizi anak.
c) Imunisasi campak.2,19

26

BAB III
LAPORAN KASUS
3.1 IDENTITAS PENDERITA
Nama
: TNK
Tanggal lahir
: 21 Februari 2014
Umur
: 2 tahun 0 bulan 16 hari
Jenis kelamin
: Laki-Laki
Alamat
: Denpasar
Agama
: Islam
Pendidikan
:No. RM
: 14012545
Tanggal MRS
: 5 Maret 2016 pukul 13.10 WITA
Tanggal pemeriksaan
: 8 Maret 2016
3.2 ANAMNESIS (Ibu Kandung Pasien)
Keluhan utama
Buang air besar cair atau diare
Riwayat penyakit sekarang
Pasien datang dengan keluhan utama buang air besar cair atau diare yang
dikeluhkan muncul sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit. Buang air besar
dikatakan dengan konsistensi cair, warna kuning, disertai sedikit ampas dan
busa, tidak disertai lendir ataupun darah, dengan volume 1/3 ukuran aqua
gelas setiap kali diare, dengan frekuensi 4-5 kali per harinya. Keluhan ini
dirasakan muncul sejak siang hari, pada pagi harinya pasien buang air besar
sebanyak 1 kali tetapi tidak secair seperti pada siang harinya.
Pasien juga dikeluhkan mengalami muntah-muntah sejak 1 hari sebelum
masuk rumah sakit. Muntah dikatakan dengan frekuensi 3-4 kali per hari
dengan volume sekitar 1/4 gelas aqua berisi air susu ataupun makanan yang
dimakan. Muntah dikatakan muncul sebelum pasien mengalami diare.
Keluhan muntah ini tidak membaik dengan istirahat atau dengan pemberian
asupan makanan yang lain.
Pasien juga menderita demam sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit.
Demam dikatakan sumer-sumer lalu tinggi tetapi ibu pasien tidak mengetahui
berapa suhu tertinggi yang sempat diperiksa. Demam dikatakan muncul
pertama kali pada pagi harinya sebelum pasien mengalami muntah-muntah
dan diare. Demam dikatakan sempat turun dengan obat penurun panas tetapi

27

kembali naik lagi disertai mencret dan muntah hingga akhirnya pasien dibawa
triage anak RSUP Sanglah.
Selain itu makan dan minum pasien dikatakan menurun semenjak
mengalami diare dan muntah-muntah. Awalnya pasien masih bisa makan dan
minum seperti biasanya, namun setelah keluhan muncul pasien terlihat
enggan untuk makan dan minum. Sesekali pasien ingin minum air, namun
setelah minum pasien muntah lagi. Sehingga pasien saat itu terlihat lemas dan
aktivitasnya berkurang.
Keluhan lain seperti batuk, pilek, kejang, ataupun sesak nafas disangkal
oleh ibu pasien. Kencing pasien dikatakan tidak ada keluhan. Terakhir pasien
dikatakan kencing 11 jam sebelum masuk rumah sakit dengan volume
sebanyak 1/4 aqua gelas.
Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien dikatakan tidak pernah menderita penyakit seperti ini sebelumnya
dan dikatakan belum pernah sakit berat.
Riwayat Penyakit dalam Keluarga
Dikatakan bahwa tidak ada anggota keluarga pasien yang mengalami
keluhan diare seperti ini. Riwayat penyakit lain dalam keluarga juga
disangkal.
Riwayat Pengobatan
Pada 1 hari sebelum masuk rumah sakit, pasien sempat diperiksakan ke
Rumah Sakit PR dan diberikan obat untuk menghilangkan keluhan pasien
yang diminum 3 kali sehari.
Riwayat Sosial
Pasien merupakan anak ketiga dari tiga bersaudara. Sehari-hari pasien
merupakan anak yg aktif. Pasien termasuk anak yang jarang sakit. Kakakkakak paien dikatakan sehat.
Riwayat Prenatal

28

Ante Natal Care (ANC) dikatakan teratur dan dilakukan setiap bulan di
bidan dan dokter spesialis kandungan.

Dikatakan pernah dilakukan USG sebanyak 2 kali di dokter spesialis


kandungan, dengan hasil tidak ada perdarahan dan tidak tampak adanya
kelainan.

Hari pertama haid terakhir tidak diingat ibu pasien.

Riwayat penggunaan obat sedasi, analgesi ataupun anastesi disangkal


oleh ibu

Riwayat Intranatal
-

Ibu pasien melahirkan pasien secara section caesaria ditolong oleh


dokter spesialis kandungan dengan umur kehamilan 38 minggu. Berat
badan lahir 2800 gram, panjang badan 48 cm dan lingkar kepala
dikatakan lupa. Saat lahir dikatakan pasien langsung menangis.

Tidak ada riwayat perdarahan, gawat janin, dan demam.

Riwayat Penyakit Ibu


Demam saat kehamilan, hipertensi dalam kehamilan, anemia, diabetes
melitus, penyakit paru kronis, penyakit hati dan ginjal, penyakit kolagen dan
pembuluh darah,dan perdarahan, disangkal oleh ibu pasien.
Riwayat Imunisasi
-

Hepatitis B 3 kali
BCG 1 kali
Polio 4 kali
DPT 3 kali
Campak 1 kali

Riwayat Nutrisi
Pasien dikatakan hanya mendapatkan ASI sampai dengan usia 1 bulan dan
diberikan sesuai keinginan pasien. Pasien mulai mendapatkan susu formula
sejak usia 0 bulan dengan frekuensi 3 kali/hari. Pasien mendapatkan bubur
susu sejak usia 6 bulan dengan frekuensi 2-3 kali/hari hingga saat ini. Pasien
mulai diberikan nasi tim sejak usia 8 bulan dengan frekuensi 2-3 kali/hari, dan

29

mulai diperkenalkan dengan makanan dewasa sejak usia 11 bulan dengan


frekuensi 1-2 kali/hari.
Riwayat Tumbuh Kembang
-

Menegakkan kepala
Membalik badan
Duduk
Merangkak
Berdiri
Berjalan
Bicara

: 3 bulan
: 5 bulan
: 6 bulan
: 9 bulan
: 11 bulan
: 11 bulan
: 12 bulan

Riwayat Alergi, Operasi, dan Transfusi


Pasien dikatakan tidak memiliki riwayat alergi terhadap makanan, obat,
dan lainnya. Pasien juga tidak pernah menjalani operasi ataupun mendapatkan
tranfusi.
3.3 PEMERIKSAAN FISIK
Status Present

Keadaan umum

: Tampak sakit ringan

Kesadaran umum

: Compos Mentis (E4 V4 M4)

Nadi

: 108 kali/menit, regular, isi cukup

Respirasi

: 28 kali/menit

Suhu axilla

: 36,7 oC

Saturasi O2

: 98% pada udara ruangan

Skala Nyeri

:0

Status Antropometri :

Berat Badan Lahir

: 2800 gram

Panjang Badan Lahir

: 48 cm

Berat Badan Sekarang

: 12 kg

Tinggi Badan

: 95 cm

Berat Badan Ideal

: 14 kg

30

Lingkar Kepala

: 48 cm

Lingkar Lengan Atas

: 13 cm

Berat Badan/Umur

: z score < 0

Tinggi Badan/Umur

: z score > 2

Berat Badan/Tinggi Badan

: z score < -2

Waterlow

: 85 % gizi kurang

Kebutuhan nutrisi

Kebutuhan kalori

: 1400 kkal/hari

Kebutuhan protein

: 21 gram/hari

Kebutuhan cairan

: 1100 ml/hari

Food Recall 24 jam

Bubur ayam/nasi = 150 gram sebanyak 3 kali/hari

Telur = 25 gram sebanyak 3 kali/hari

Tempe = 25 gram sebanyak 3 kali/hari

Sayur = 100 gram sebanyak 3 kali/hari

Susu formula sebanyak 180 ml/hari

Status Generalis

Kepala
Mata

Leher
THT

: Normosefali, Ubun-ubun besar : terbuka


: Konjungtiva pucat (-), hiperemi (-), sekret (-)
Sclera ikterik (-/-), pupil isokor (+)
Mata cowong (+/+)
Refleks cahaya : +/+, edema (-), katarak (-)
: Pembesaran kelenjar (-)
: Telinga: sekret (-),
Hidung: nafas cuping hidung (-),
Tenggorokan : faring hiperemis (-)
Lidah : secret (-); Bibir : mukosa kering (+), sianosis (-)
Tonsil : T1/T1

Thorax

: Simetris (+)

31

Cor

Inspeksi

: iktus kordis tidak tampak

Palpasi

: iktus kordis tidak teraba

Auskultasi:
Pulmo :

S1 S2 tunggal, reguler, murmur (-)

Inspeksi

: Simetris saat statis & dinamis, retraksi (-)

Palpasi

: Gerakan dada simetris

Perkusi

: sonor | sonor

Auskultasi : vesikuler (+|+), ronkhi (-|-), wheezing (-|-)

Abdomen
Inspeksi

: Distensi (-), Ascites (-)

Auskultasi : Bising usus (+) meningkat


Palpasi

: Nyeri tekan (-), Turgor kembali lambat, Hepar


tidak teraba, Lien tidak teraba, Massa tidak teraba.

Perkusi

3.4

: Timpani

Kulit
Genital
Inguinal
Ekstremitas

: Eritema perianal (-)


: Tidak ada kelainan
: Pembesaran kelenjar (-)
: Akral hangat pada keempat ekstremitas, edema (-),
sianosis (-), CRT < 2 detik
Kelainan bawaan : Tidak ada
DIAGNOSIS SEMENTARA
Diare akut dehidrasi ringan-sedang et causa suspect viral dd/ bakteri + Gizi
kurang

3.5

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan yang dilakukan berupa pemeriksaan DL, FL dan Kimia Klinik
berupa CRP
Hasil Pemeriksaan DL (5 Maret 2016, Pk. 12.40 WITA)
Pemeriksaan
WBC
NE%
LY%

Hasil

Satuan

5.02
28.6
51.7

10^3/L
%
%

Nilai
Rujukan
6.00 - 14.00
18.30 - 47.10
30.0 - 64.30

Remarks
Rendah

32

MO%
EO%
BA%
LUC%
NE#
LY#
MO#
EO#
BA#
LUC#
RBC
HGB
HCT
MCV
MCH
MCHC
RDW
PLT
MPV

6.8
0.2
0.6
12.1
1.43
2.59
0.34
0.01
0.03
0.61
5.11
12.4
40.6
79.4
24.2
30.5
11.6
202
6.7

%
%
%
%
10^3/L
10^3/L
10^3/L
10^3/L
10^3/L
10^3/L
10^6/L
g/dL
%
fL
g/dL
g/dL
%
10^3/L
fL

0.0 - 7.10
0.00 - 5.0
0.0 - 0.70
0.0 - 4.0
1.10 - 6.60
1.80 - 9.00
0.0 - 1.0
0.0 - 0.70
0.0 - 0.10
0.0 - 0.4
4.10 - 5.3
12.0 - 16.0
36.00 - 49.00
78.0 - 102.0
25.00 - 35.00
31 36
11.6 - 18.7
140 440
6.80 - 10.0

Tinggi

Tinggi

Rendah
Rendah

Rendah

Dari hasil pemeriksaan darah lengkap didapatkan kadar leukosit sedikit


rendah dari rentang normal.
Hasil Pemeriksaan Feses Lengkap (5 Maret 2016, Pk. 12.40 WITA)

Makroskopis
Warna
Darah
Konsistensi
Lendir

Kuning
Negatif
Cair
Positif

Mikroskopis
Eritrosit
Leukosit

Negatif
Negatif

Amoeba
Vegetatif
Kista
Telor Cacing
- Lain-lain

Negatif
Negatif
Negatif
Negatif

Dari hasil pemeriksaan feses lengkap didapatkan gambaran makroskopis


faeces berwarna kuning dengan konsistensi cair dan berisi lendir.

33

Hasil Pemeriksaan Kimia Klinik (5 Maret 2016, Pk. 12.40 WITA)


Pemeriksaan

Hasil

Satuan

0.6

mg/L

CRP

Nilai
Rujukan
0.00 - 5.00

Remarks

Dari hasil pemeriksaan kimia klinik berupa cek kadar CRP didapatkan kadar
CRP dalam batas normal.
3.6

DIAGNOSIS KERJA
Diare akut dehidrasi ringan-sedang et causa suspect viral + Gizi kurang

3.7

PENATALAKSANAAN
Pemberian URO dengan larutan oralit hipoosmolar sebanyak 75 ml/kgBB
dalam 3 jam pertama.
Pasien gagal URO

Rehidrasi KAEN 3B 70 ml/kgBB 840 ml habis dalam 3 jam IVFD


KAEN 3B sebanyak 93 tetes makro/menit

Setelah terehidrasi berikan cairan maintenance dengan kebutuhan cairan


sebanyak 1100 ml/hari IVFD KAEN 3B 15 tetes makro/menit
Cairan

hiperosmolar

(oralit)

10

ml/kgBB

120

ml

setiap

mencret/muntah
Zinc 20 mg @ 24 jam IO
Paracetamol 10 mg/kgBB/kali 120 mg ~ 1 cth jika Tax 38o C per
oral + kompres hangat dapat diulang @ 4 jam
Kebutuhan kalori 1400 kkal/hari

diet nasi 3 x I porsi

Kebutuhan protein 21 g/hari


Plan of care:
Monitoring vital sign dan keluhan
Balance cairan

34

3.8

FOLLOW UP PASIEN

Tanggal/Waktu
5 Maret 2016 /
17.00 WITA)

S (Subjective), O (Objective, A

Instruksi

(Assessment/ICD-X), P (Planning)
S : BAK (+), diare 1 kali di triage

Kebutuhan cairan

anak dengan volume gelas,

maintenance 1100

makan sedikit-sedikit

ml/hari ~ IVFD KAEN


3B 1100 ml/hari ~ 15

O : St. Present :

tetes makro/menit

Kesadaran : Compos mentis


Nadi : 100x/menit, regular, isi

Kebutuhan kalori

cukup

1400 kkal/hari, protein

RR : 26 x/menit

21 gram/hari diet nasi

Tax : 37oC

3 x I porsi
-

Zinc elemental 20
mg @ 24 jam oral

St. General:
Kepala : Normosefali, UUB
terbuka

mg (cth I) bila suhu

Mata : Anemis (-/-), Icterus (-/-),

38oC + kompres hangat,

Cowong (-/-)

dapat diulangi @ 4 jam

THT : Mukosa bibir basah


Thorax : Simetris (+), Retraksi

Paracetamol 120

Oralit hipoosmolar
120 ml @

(-)

mencret/muntah per oral

Cor : S1S2 tunggal, regular,


murmur (-)
Pulmo : Ves +/+, Rh -/-, Wh
-/Abdomen : Distensi (-), BU (+)
meningkat, turgor

Konsul TS
Gastrohepatologi sebagai
DPJP TS Gastro acc
sebagai DPJP

kembali cepat.
Ekstremitas : akral hangat (+),
CRT 2 detik

35

A : Diare akut dehidrasi ringansedang (terehidrasi) et causa


suspek viral + Gizi kurang
P:
-

Diagnostik : cek FL bila ada


bahan

Terapi : suportif cairan


adekuat & nutrisi adekuat,
pemberian zinc elemental 10-14
hari, pemberian antipiretik.

6 Maret 2016 /

S : Demam (-), Diare (+) 1 kali di

Kebutuhan cairan

06.00 WITA)

ruangan, Mual (+), Muntah (+)

maintenance 1100

@ minum, minum air/susu (+)

ml/hari ~ IVFD KAEN


3B 1100 ml/hari ~ 15

O : St. Present :
Kesadaran : Compos mentis
Nadi : 100x/menit, regular, isi

tetes makro/menit
-

1400 kkal/hari, protein

cukup

21 gram/hari diet nasi

RR : 26 x/menit

3 x I porsi

Tax : 37,3oC
St. General:
Kepala : Normosefali, UUB
terbuka

Paracetamol 120
mg (cth I) bila suhu
38oC + kompres hangat,

Cowong (-/-)

dapat diulangi @ 4 jam

THT : Kesan tenang


(-)

Zinc elemental 20
mg @ 24 jam oral

Mata : Anemis (-/-), Icterus (-/-),

Thorax : Simetris (+), Retraksi

Kebutuhan kalori

Oralit hipoosmolar
120 ml @

Cor : S1S2 tunggal, regular,

mencret/muntah per oral

36

murmur (-)
Pulmo : Ves +/+, Rh -/-, Wh
-/Abdomen : Distensi (-), BU (+)
meningkat, turgor
kembali cepat.
Ekstremitas : akral hangat (+),
CRT 2 detik
A : Diare akut dehidrasi ringansedang (terehidrasi) et causa
suspect viral + Gizi kurang
P:
-

Diagnostik : cek DL pagi ini

Terapi : suportif cairan


adekuat & nutrisi adekuat,
pemberian zinc elemental 10-14
hari, pemberian antipiretik.

Monitor : Vital sign,


keluhan, dan balance cairan

Balance Cairan :

7 Maret 2016 /
06.00 WITA)

CM : 1000 cc

CK : 500 cc

IWL : 300 cc

PU : 1,73 cc/kgBB/jam

BC : (+) 200 cc

S : Demam (-), Diare (+) 1 kali di

Kebutuhan cairan

ruangan, Muntah (-), makan (+),

maintenance 1100

minum (+)

ml/hari ~ IVFD KAEN


3B 1100 ml/hari ~ 15

O : St. Present :

37

Kesadaran : Compos mentis


Nadi : 100x/menit, regular, isi
cukup

tetes makro/menit
-

Kebutuhan kalori
1400 kkal/hari, protein

RR : 24 x/menit

21 gram/hari diet nasi

Tax : 36,8oC

3 x I porsi

St. General:

Kepala : Normosefali, UUB


terbuka
Mata : Anemis (-/-), Icterus (-/-),

mg @ 24 jam oral
-

38oC + kompres hangat,

THT : Kesan tenang

dapat diulangi @ 4 jam

Thorax : Simetris (+), Retraksi


Cor : S1S2 tunggal, regular,
murmur (-)

Paracetamol 120
mg (cth I) bila suhu

Cowong (-/-)

(-)

Zinc elemental 20

Oralit hipoosmolar
120 ml @
mencret/muntah per oral

Pulmo : Ves +/+, Rh -/-, Wh


-/Abdomen : Distensi (-), BU (+)
meningkat, turgor
kembali cepat.
Ekstremitas : akral hangat (+),
CRT 2 detik
A : Diare akut dehidrasi ringansedang (terehidrasi) et causa
suspect viral + Gizi kurang
P:
-

Diagnostik : cek FL bila ada


bahan

Terapi : suportif cairan

38

adekuat & nutrisi adekuat,


pemberian zinc elemental 10-14
hari, pemberian antipiretik.
-

Monitor : Vital sign,


keluhan, dan balance cairan

Balance Cairan : 23.00 06.00


-

CM : 200 cc

CK : 100 cc

IWL : 41,56 cc

PU : 2,5 cc/kgBB/jam

BC : (+) 58,44 cc

BAB IV
PEMBAHASAN
Pasien adalah pasien baru yang diantar ke UGD RSUP Sanglah pada tanggal
5 Maret 2016. Pasien didiagnosis dengan diare akut dengan dehidrasi ringansedang + Gizi Kurang. Diagnosis ini ditegakkan berdasarkan pada gejala klinis,
pemeriksaan fisik, penunjang laboratorium, dan penentuan status gizi berdasarkan
cut off point z score pada grafik WHO 2006 dan perhitungan Waterlow.
4.1. Gizi Kurang
Gizi kurang adalah gangguan nutrisi yang disebabkan oleh karena
kekurangan protein dan/atau energi. Gizi kurang belum menunjukkan adanya
gejala yang khas pada klinisnya, pada umumnya pasien mempunyai klinis yang
baik. Namun beberapa gejala yang dapat dilihat dari pasien gizi kurang adalah
pasien bisa tampak kurus, pertumbuhan linier berkurang atau terhenti, berat badan
tidak bertambah, adakalanya bahkan turun, ukuran lingkar lengan atas lebih kecil
dari normal, maturasi tulang terhambat, rasio berat badan terhadap tinggi badan
normal/menurun, tebal lipatan kulit normal atau berkurang, anemia ringan,
aktivitas dan perhatian berkurang jika dibandingkan dengan anak sehat, dan tidak

39

ada edema. Berdasarkan anamnesis, sebelum menderita diare klinis pasien tampak
baik, namun semenjak menderita diare pasien menjadi tampak lemah dan
aktivitasnya berkurang. Nafsu makan pasien juga dikatakan menurun. Dari
pemeriksaan fisik tidak ditemukan adanya edema baik pada ekstremitas maupun
tubuh pasien.
Salah satu penyebab gizi kurang adalah menurunnya nafsu makan pasien.
Nafsu makan yang turun dapat disebabkan karena mengidap suatu penyakit kronis
atau penyakit akibat defisiensi gizi, faktor psikologik seperti suasana makan yang
kurang nyaman, pengaturan makanan yang kurang tepat dan faktor lingkungan
seperti hiegene yang kurang dalam menyiapakan dan memberikan makanan
sehingga pasien kemungkinan menderita cacingan atau terinfeksi virus atau
bakteri. Akibat dari nafsu makan yang menurun tentu berdampak pada kurangnya
asupan nutrisi yang diperlukan oleh perkembangan dan pertumbuhan tubuh
pasien.
Selain itu, kurangnya pemenuhan makanan pasien yang sesuai dengan
kebutuhan nutrisi pasien juga berperan penting dalam menimbulkan gizi kurang.
Dari food recall 24 jam pasien dimana pasien sehari-hari mengkonsumsi bubur
atau nasi setara 150 gram sebanyak 3 kali/hari, telur setara 25 gram sebanyak 3
kali/hari, tempe setara 25 gram sebanyak 3 kali/hari, sayur setara 100 gram
sebanyak 3 kali/hari dan susu formula sebanyak 180 ml/hari didapatkan total
asupan energi pasien sebesar 1000 kkal dan asupan protein sebesar 21 gram setiap
harinya. Asupan energi pasien tentu masih kurang dari AKG yang dianjurkan
diaman pasien seharusnya mendapat asupan energi sebesar 1400 kkal setiap
harinya. Jika hal ini berlangsung lama tentu anak akan menderita gizi kurang, dan
apabila hal ini tidak ditangani lebih lanjut anak dapat jatuh ke keadaan gizi buruk.
Beberapa faktor yang mungkin menyebabkan kurangnya pemenuhan makanan
yang sesuai dengan kebutuhan nutrisi tubuh pasien diantaranya adalah kurangnya
pengetahuan ibu dalam memberikan makanan yang seimbang sesuai kebutuhan
gizi pasien. Jumlah anak yang banyak dalam suatu keluarga juga dapat berdampak
pada kurangnya pemerataan asupan makanan, lebih-lebih pasien merupakan anak
ketiga dari tiga bersaudara, dimana anak yang lebih kecil sering kali mendapat
jatah makanan yang kurang mencukupi karena kalah dengan kakaknya yang

40

makannya lebih cepat dan dengan porsi suap yang lebih besar. Beberapa faktorfaktor tersebut dapat dipertimbangkan sebagai penyebab mengapa pasien
menderita gizi kurang.
Secara ilmu kedokteran, penentuan status gizi dilakukan berdasarkan berat
badan (BB) menurut panjang badan (PB) atau tinggi badan (TB) (BB/PB atau
BB/TB). Grafik pertumbuhan yang digunakan sebagai acuan ialah grafik WHO
2006 untuk anak kurang dari 5 tahun. Menurut grafik WHO 2006, yang termasuk
dalam kategori gizi kurang yakni BB/TB yang termasuk dalam rentang <-2SD
sampai -3SD. Pada pasien ini didapatkan cut off point z score pada grafik WHO
2006 ialah < -2SD dimana hasil ini menunjukkan pasien berada dalam kategori
gizi kurang. Hal ini juga didukung dengan hasil perhitungan Waterlow yang
didapatkan sebesar 85%. Selain berdasarkan BB/TB, menurut Direktorat Bina
Gizi Departemen Kesehatan Republik Indonesia, karakteristik lain yang termasuk
dalam gizi kurang ialah ukuran lingkar lengan atas (LILA) dengan rentang
>11,5cm dan <12,5cm (untuk anak usia 6-59 bulan). Pada pasien ini ukuran LILA
ialah 13cm, tidak sesuai dengan karakteristik tersebut. Namun, tidak
ditemukannya adanya edema pada pasien ini sesuai dengan karakteristik dari gizi
kurang menurut Direktorat Bina Gizi Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Pada kasus ini, pasien didiagnosa dengan diare ringan sedang hal ini bisa saja
menyebabkan nafsu makan pasien berkurang sehingga terjadi kekurangan jumlah
makanan dan minuman yang masuk ke tubuhnya, yang dapat berakibat pada gizi
kurang. Namun bisa juga sebaliknya, apabila masukan makanan atau zat gizi
kurang akan terjadi penurunan metabolisme sehingga tubuh akan mudah terserang
penyakit. Penyebab dari gizi kurang antara lain infeksi, sosial ekonomi, tingkat
pengetahuan orang tua mengenai kebutuhan nutrisi anak dan lingkungan.
Untuk penatalaksanaan anak dengan gizi kurang biasanya dengan (1)
mengobati penyakit dasar, (2) memberikan tambahan asupan energi dan protein
sebanyak 20-25% di atas AKG, dan memberikan Makanan Pendamping ASI (MP
ASI) bagi anak umur 6-24 bulan. Pada pasien ini dilakukan tatalaksana berupa
pengobatan penyakit yang diidapnya yaitu diare akut dengan dehidrasi ringansedang sesuai protap tatalaksana diare akut dengan dehidrasi ringan-sedang.
Selain itu pasien juga diberikan tambahan asupan energy dan protein 20-25% di

41

atas AKG yaitu dengan jumlah asupan energy total sebanyak 1680-1750 kkal/hari
dan asupan protein total 25,2-26,25 gram/hari. Untuk memenuhi kebutuhan energi
dan protein tersebut maka pasien ini diberikan diet nasi 3 x I porsi ditambah susu
formula sebanyak 200 cc setiap harinya. Diharapkan dengan menu diet tersebut
kebutuhan energi dan protein tubuh pasien terpenuhi secara optimal.
4.2. Diare Akut
Dari hasil anamnesis didapatkan keluhan dari ibu pasien bahwa anaknya
mengalami buang air besar dengan konsistensi cair sebanyak 4-5 kali dalam sehari
disertai muntah dan demam. Buang air besar cair dikatakan sejak satu hari
sebelum masuk rumah sakit (4 Maret 2016). Hal ini sesuai dengan pengertian dan
teori mengenai diare yaitu buang air besar dengan frekuensi lebih dari biasanya
(lebih dari tiga kali sehari) yang disertai dengan perubahan konsistensi feses
(konsistensi menjadi lebih cair) dengan atau tanpa darah atau/dan lendir. Dalam
IDAI (2009) disebutkan salah satu keluhan penyerta pada diare adalah muntah hal
ini juga terjadi pada pasien ini. Perjalanan penyakit hingga saat dilakukan
pemeriksaan ialah 1 hari dimana hal ini menunjukkan diare akut, sesuai dengan
teori yang ada bahwa diare akut adalah diare yang terjadi kurang dari 14 hari. 15
Muntah merupakan gejala non spesifik akan tetapi muntah mungkin disebabkan
oleh karena organisme yang menginfeksi saluran cerna bagian atas. Saat
diperiksakan ke Rumah Sakit Puri Raharja pasien dikatakan demam namun Ibu
pasien tidak tahu pasti berapa suhunya. Penyebab dari diare dapat berupa
intoleransi makanan maupun infeksi. Adanya gejala demam tinggi pada pasien
mengarahkan adanya tanda infeksi pada pasien yang kemungkinan menjadi
penyebab dari diare. Beberapa mekanisme dasar yang dapat menimbulkan diare
diantaranya adalah adanya gangguan osmotik pada usus, gangguan sekresi pada
usus, dan gangguan penyerapan dari usus. Adanya infeksi dapat menyebabkan
ketiga jenis gangguan tersebut. Endotoksin yang berasal dari infeksi bakteri dapat
menyebabkan gangguan sekresi. Invasi virus pada dinding usus dapat merusak
epitel-epitel usus dan menyebabkan penurunan kemampuan penyerapan dari usus.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan dalam batas normal kecuali adanya mata
cowong, mukosa bibir kering, bising usu meningkat dan turgor kulit kembali
27

42

lambat. Komplikasi yang paling utama dari diare adalah dehidrasi. Dehidrasi pada
pasien diakibatkan oleh meningkatnya frekuensi buang air besar dan
meningkatnya jumlah cairan tubuh yang terbuang bersama dengan tinja pada saat
pasien buang air besar. Sesuai dengan klasifikasi derajat dehidrasi dari WHO
pasien tersebut tergolong dehidrasi ringan-sedang, dimana pasien buang air besar
lebih dari 3x dalam sehari, pasien terlihat masih bisa minum, nafsu makan dan
aktifitas yang menurun, mata terlihat cowong, dan turgor kulit yang sedikit
melambat.4
Pemeriksaan penunjang dapat membantu untuk meneggakan etiologi dari
diare. Pada pasien ini dilakukan pemeriksaan darah lengkap, kimia klinik berupa
CRP dan feses lengkap. Dari pemeriksaan penunjang darah lengkap dan
pemeriksaan kadar CRP yang dilakukan tidak ditemukan adanya tanda tanda
infeksi seperti adanya leukositosis dan peningkatan kadar CRP, namun hal ini
tidak menutup kemungkinan bahwa pasien tidak terkena infeksi baik oleh virus
ataupun bakteri. Dengan pemeriksaan feses lengkap, diharapkan dapat membantu
untuk menilai feses secara makroskopis maupun mikroskopis sehingga dapat
menentukan penyebab diare. Dari hasi pemeriksaan feses lengkap yang dilakukan
dapat diperkirakan bahwa diare pada pasien ini mungkin disebabkan oleh virus
karena pada pemeriksaan mikroskopis feses lengkap tidak ditemukan adanya
leukosit dan dari gambaran makroskopis feses berwarna kuning dengan
konsistensi cair dan berisi lendir. Berdasarkan data-data yang di dapat dari pasien,
pasien kemudian didiagnosis dengan diare akut dehidrasi ringan-sedang et causa
suspect viral infection.
Prisip penatalaksanaan diare secara garis besar terdiri atas, terapi
penggantian cairan tubuh yang hilang melalui terapi rehidrasi, pemberian zinc,
dan mengganti elektrolit yang hilang bersamaan dengan diare. Pada pasien ini
penatalaksaan diberikan segera setelah ditemukan tanda dehidrasi dimana pasien
diberikan terapi cairan melalui IVFD karena gagal dengan upaya rehidrasi oral.
Karena pasien mengalami dehidrasi ringan-sedang pasien diberikan rehidrasi
cairan KAEN 3B sebanyak 840 ml dalam 3 jam pertama dengan 93 tetes
makro/menit. Setelah rehidrasi berhasil selanjutnya pasien diberikan cairan
maintenance sesuai kebutuhan tubuhnya yaitu sebanyak 1100 ml/hari dengan

43

IVFD KAEN 3B 15 tetes makro/menit. Selain itu pasien juga diberikan cairan
hipoosmolar (oralit) 10 ml/kgBB/kali setara 120 ml setiap mencret/muntah.
Pemberian rehidrasi per oral menjadi pilihan utama dalam terapi menggantikan
cairan dan elektrolit yang hilang pada diare. Pemberian cairan rehidrasi oral
dengan osmolaritas rendah telah terbukti memperpendek durasi diare dan
mengurangi cairan intravena untuk rehidrasi.
Pasien diberikan pemenuhan kebutuhan energi 1400 kkal/hari dan kebutuhan
protein 21 g/hari. Pemberian diet pada pasien diare dilakukan dengan tujuan
memberikan nutrisi dengan jumlah dan komposisi adekuat, sehingga dapat
mencukupi metabolisme rumatan. Jika anak masih menyusui, pemberian ASI
dapat dilanjutkan selama anak diare.
Pasien juga diberikan Zinc 20 mg @ 24 jam secara oral. Fungsi zinc pada
pasien diare adalah menjaga integritas mukosa usus melalui fungsinya dalam
regenerasi sel dan stabilitas membran sel.
Hal yang tidak kalah pentingnya adalah edukasi orang tua pasien untuk
membawa kembali anaknya ke pusat pelayanan kesehatan bila ditemukan hal
sebagai berikut : demam, tinja berdarah, makan atau minum sedikit, sangat haus,
diare makin sering, atau belum membaik dalam tiga hari. Selain itu orang tua dan
pengasuh juga diajarkan cara menyiapkan oralit secara benar, mencuci tangan
sebelum menyiapkan dan memberi makanan kepada pasien

44

BAB V
KESIMPULAN
Malnutrisi Energi Protein (MEP) adalah gangguan nutrisi yang disebabkan
oleh karena kekurangan protein dan atau energi. Berdasarkan derajatnya MEP
dibagi menjadi MEP derajat ringan (gizi kurang) dan MEP derajat berat (gizi
buruk). Gizi kurang dapat disebabkan oleh asupan gizi yang kurang, penyerapan
yang buruk dari usus (malabsorbsi), penggunaan berlebihan dari zat-zat gizi oleh
tubuh, dan kehilangan zat-zat gizi yang abnormal akibat suatu penyakit. Penilaian
status gizi kurang dilakukan atas dasar anamnesis, pemeriksaan fisik, pengukuran
data antropometrik, dan pemeriksaan laboratorium. Pasien dengan gizi kurang
ditatalaksana dengan mengobati penyakit dasar, memberikan penambahan asupan
energi dan protein sebanyak 20-25% di atas AKG, dan memberikan makanan
pendamping ASI bagi anak usia 6-24 bulan.
Pada pasien laki-laki berusia 2 tahun ini didapatkan gejala dan tanda-tanda
yang serupa dengan manifestasi klinis gizi kurang didukung oleh pemeriksaan
fisik dan penunjang yang telah dilakukan. Selain itu dari penentuan status gizi
berdasarkan cut off point z score pada grafik WHO 2006 dan perhitungan
Waterlow juga menunjukkan bahwa pasien menderita gizi kurang. Selain itu,
berdasarkan pemeriksaan yang dilakukan pada pasien juga didapatkan bahwa
pasien mengalami diare akut dengan dehidrasi ringan-sedang. Berdasarkan
prosedur penatalaksanaan diare akut dengan dehidrasi ringan-sedang + gizi
kurang saat ini pasien menjalani perawatan di rumah sakit dan mendapatkan terapi
yang bersifat simptomatis dan suportif. Melihat kondisi pasien saat ini, prognosis
penyakit pasien mengarah ke dubius ad bonam.

45

DAFTAR PUSAKA
1.

Kemenkes RI. 2011. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia


tentang Standar Antropometri Penilaian Status Gizi Anak. Jakarta:

2.

Dirjen Bina Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak.


Pedoman Pelayanan Medis Kesehatan Anak 2011. Bagian/SMF Ilmu
Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, Rumah Sakit

3.

Umum Pusat Sanglah Denpasar.


World Health Organization. Global strategy for infant and young child

4.

feeding. 2002.
Alderman H, Behrman J, & Hoddinott J. Hunger and malnutrition. In:
Lomborg

5.

B,

editor.

Global

crises,

global

solutions.

2004.

Cambridge.Cambridge University Press. pp 672.


Agostoni C, Axelson I, Colomb V, Goulet O, Koletzko B, Michaelsen KF, et
al. The need for nutrition support teams in pediatric units: A commentary by
the ESPGHAN committee on nutrition. J Pediatri Gastroenterol Nutr. 2005;

6.

41:8-11.
Inadiar, D. 2010. Perbedaan Pola Asah, Asih, Asuh pada Balita Status Gizi
Kurang dan Status Gizi Normal (Studi di Wilayah Kerja Puskesmas
Peneleh, Surabaya. Skripsi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas

7.

Airlangga, Surabaya).
InfoDATIN Pusat Data dan Informasi Kementrian Kesehatan RI. 2007.

8.

Situasi dan Analisis Gizi.


Gultom R. 2015. Status Gizi. Skripsi Universitas Sumatra Utara ( di akses

9.

tanggal 9 maret 2016)


H. Antonius dkk. 2009. Malnutrisi Energi Protein. Pedoman Pelayanan

Medis Ikatan Dokter Anak Indonesia.


10. Krisnansari, Diah. 2010. Nutrisi dan Gizi Buruk. Mandala of Health.
Volume 4, Nomor 1.

46

11. Komsatiningrum, 2009. Hubungan Antara Tingkat Pengetahuan Gizi Ibu


dan Pendapatan Keluarga Dengan Pola Konsumsi Pangan Balita di Desa
Meger Kacamatan Ceper Kabupaten Klaten. Skripsi. FT-UNS. Semarang
12. WHO.2009. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit
13. WHO. Guiding principles for complementary feeding of the breastfed child.
2003. Available from http://www.who.int/maternal_child_adolescent/
documents/a85622/en/
14. Agtini MD, Soenarto S. Situasi Diarea di Indonesia. Buletin Jendela data
dan Informasi Kesehatan. Triwulan II. Kementerian Kesehatan RI. 2011. P344.
15. Juffrie M, Soenarto SY, Oswari H, dkk. Buku Ajar GastroenterologiHepatologi. Ikatan Dokter Anak Indonesia; 2010 h. 87-120
16. Craven L, Editor. Pediatric Gastrointestinal Disease. Edisi Ke-Dua Jilid 1.
Missouri:Mosby;2009. h. 251-260.
17. Walker A, Durie PR, Hamilton JR, Walker-Smith JA, Watkins JB. Pediatric
Gastrointestinal Disease. Edisi Ke-Tiga. Canada:BC Decker;2008. h. 28-36.
18. Juffrie Mohammad, Mulyani Sri Nenny, Modul Diare UKK GastroHepatologi IDAI, 2009:143
19. Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia (2009), Buku kuliah 1 Ilmu Kesehatan Anak, Percetakan
Infomedika: Jakarta. Hal. 283-312.
20. Departemen Kesehatan RI, Profil Kesehatan Indonesia 2003. Jakarta
Depkes RI 2009.
21. Kemenkes. Pengendalian diare di Indonesia. Buletin jendela data
&informasi kesehatan. Volume 2.Triwulan 2. 2011.
22. Soenarto, Sri Suparyati. Vaksin Rotavirus untukpencegahandiare.
Buletinjendela data &informasi kesehatan. Volume 2.Triwulan 2. 2011.
23. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Pedoman Pelayanan Medis :DiareAkut.
2010. Jilid 1. p. 58-62.
24. Anonymous. Panduan Pelayanan Medis Departemen Ilmu Kesehatan Anak.
RSUP Nasional DR. Cipto Mangunkusumo. 2007.
25. Ignatius Sudigbia. Tinjauan Terapi Nutrisi pada Diare Anak. Dibacakan
dalam Pidato Pengukuhan Guru Besar. Semarang: 1994.

47

26. Antonius HP, Badriul H, Setyo H. Pedoman Pelayanan Medis Ikatan Donter
Anak Indonesia. 2009.
27. Hannif, Nenny SM, Susy K. Faktor Risiko Diare Akut pada Balita. Berita
Kedokteran Masyarakat. Vol 27 no.1. 2011.

48

Anda mungkin juga menyukai