Responsi Diare Gizi Kurang
Responsi Diare Gizi Kurang
Responsi Diare Gizi Kurang
PENDAHULUAN
Periode penting dalam tumbuh kembang anak adalah masa balita, karena
pada masa ini merupakan pertumbuhan dasar yang akan mempengaruhi dan
menentukan perkembangan anak selanjutnya. Oleh karena itu, masa balita perlu
mendapat perhatian, karena merupakan kelompok yang rawan terhadap
kekurangan gizi.1
Malnutrisi Energi Protein (MEP) adalah gangguan nutrisi yang disebabkan
oleh karena kekurangan protein dan atau energi. 2 Malnutrisi di masyarakat secara
langsung maupun tidak langsung berpengaruh terhadap 60% dari 10,9 juta
kematian anak dalam setiap tahunnya dan 2/3 dari kematian tersebut terkait
dengan praktek pemberian makan yang tidak tepat pada tahun pertama kehidupan
(Infant Feeding Practice). Dampak jangka pendek gizi kurang pada masa batita
adalah gangguan pertumbuhan dan perkembangan otak, otot, dan komposisi
tubuh. Dampak jangka panjang dapat berupa rendahnya kemampuan nalar,
prestasi pendidikan, kekebalan tubuh, dan produktifitas kerja.3,4,5 Berdasarkan
derajatnya MEP dibagi menjadi MEP derajat ringan (gizi kurang) dan MEP
derajat berat (gizi buruk).2
Gizi kurang merupakan keadaan tidak sehat (patologis) yang timbul karena
tidak cukup makan dengan demikian konsumsi energi dan protein kurang selama
jangka waktu tertentu. Faktor-faktor yang dapat menyebabkan kekurangan gizi,
yaitu tingkat
kemampuan
keluarga
dalam
menyediakan
pangan
sesuai
mengobati balita dengan gizi buruk agar angka kejadian balita dengan gizi kurang
dapat semakin ditekan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Gizi Kurang
2.1.1 Definisi
Malnutrisi Energi Protein (MEP) adalah gangguan nutrisi yang disebabkan
oleh karena kekurangan protein dan atau energi. Berdasarkan derajatnya MEP
dibagi menjadi MEP derajat ringan (gizi kurang) dan MEP derajat berat (gizi
buruk).2
Gizi kurang merupakan keadaan tidak sehat (patologis) yang timbul karena
tidak cukup makan dengan demikian konsumsi energi dan protein kurang selama
jangka waktu tertentu.6
Gizi kurang adalah kekurangan bahan-bahan nutrisi seperti protein,
karbohidrat, lemak dan vitamin yang dibutuhkan oleh tubuh. Empat masalah
masalah gizi kurang yang mendominasi di Indonesia, yaitu:8
1.
2.
3.
4.
bodoh.
Kurang Vitamin A (KVA) merupakan suatu gangguan yang disebabkan
karena
kurangnya
asupan
vitamin
A dalam
tubuh.
KVA dapat
terserang infeksi, yang sering menyebabkan kematian khususnya pada anakanak. Selain itu KVA dapat menurunkan epitelisasi sel-sel kulit. Faktor yang
menyebabkan
timbulnya
KVA adalah
kemiskinan
dan
minimnya
Level III
Level IV
: Anoreksia
Level V
2.
3.
4.
kurang menyenangkan.
Lingkungan
Kebersihan lingkungan
memang
bukanlah
faktor
yang
langsung
yang merupakan tempat tempat hidup cacing dan jasad renik sangat penting.
Jumlah makanan yang mencukupi kandungan zat gizi yang baik sekalipun
tidak akan memperbaiki status gizi seseorang jika seseorang tersebut
cacingan.
2.1.3 Epidemiologi
Malnutrisi energi dan protein merupakan salah satu dari empat masalah gizi
utama di Indonesia. Prevalensi yang tinggi terdapat pada anak di bawah umur
lima tahun (balita) serta pada ibu hamil dan menyusui. Berdasarkan susenas 2002,
26% balita menderita gizi kurang dan gizi buruk, dan 8% balita menderita gizi
buruk.9
Berdasarkan Riskesdas 2013, kecenderungan prevalensi status gizi anak
balita menurut ketiga indeks BB/U, TB/U, dan BB/TB, terlihat prevalensi gizi
buruk dan gizi kurang meningkat dari tahun 2007 ke tahun 2013. Prevanlensi gizi
kurang, pendek, kurus dan gemuk pada balita di Indonesia tahun 2007,2010, dan
2013 dapat dilihat pada tabel berikut.7
Anamnesis
menular tertentu.
Pemeriksaan Fisik
Bermanfaat untuk memperoleh kesan klinis tentang tumbuh kembang secara
umum perlu diperhatikan bentuk serta perbandingan bagian kepala, tubuh
dan
anggota
gerak.
Demikian
pula
keadaan
mental
anak
yang
malnutrisi.
Antropometri
Pengukuran antropometri untuk menilai ukuran dan bentuk badan dan
bagian badan khusus dapat membantu mengenai masalah nutrisi.
Pengukuran ini meliputi berat badan, tinggi badan, lingkar kepala, lingkar
lengas atas dan lipatan kulit. Berat badan merupakan indicator untuk menilai
keadaan gizi dan tumbuh kembang anak. Tinggi badan dipakai sebagai dasar
perbandingan terhadap perubahan relatif pertumbuhan. Lingkar kepala
untuk menilai pertumbuhan otak. Lingkar lengan atas mencerminkan
tumbuh kembang jaringan lemak dan otot. Lipatan kulit di daerah triseps
dan sub scapula merupakan relfkesi kulit tumbuh kembang jaringan lemak
bawah kulit dan mencerminkan kecukupan gizi.
Klasifikasi Ambang Batas Z-Score Berdasarkan BB/TB
Normal
Gizi Kurang
MEP Ringan
: BB/TB 80-90% baku median WHO 2005
MEP Sedang
: BB/TB 70-80% baku median WHO 2005
MEP Berat
: BB/TB <70% baku median WHO 2005
Berdasarkan Lila (6-59 bulan)
Gizi kurang : >11,5 cm dan <12,5 cm
Gizi Buruk : <11,5 cm
d.
Pemeriksaan laboratorium.
Terutama mencakup pemeriksasan darah rutin seperti kadar haemoglobn dan
protein serum (albumin, globulin) serta pemeriksasan kimia darah lain bila
diperlukan dengan non esensial, kadar lipid, kadar kolesterol.
Kwashiorkor
b.
Marasmus
c.
Marasmic-Kwashiorkor
Obati penyakitnya
Gizi kurang bisa terjadi sebagai akibat dari suatu penyakit, maka dari itu
mengobati penyakit yang mendasari merupakan suatu terapi yang penting
2.
3.
Gizi)
Memberikan makanan pendamping ASI (MP ASI)
Makanan Pendamping ASI (MP ASI) adalah makanan atau minuman yang
mengandung zat gizi dan diberikan kepada bayi atau anak usia 6-24 bulan
guna memenuhi kebutuhan gizi selain dari ASI. 2 MP-ASI adalah makanan
bergizi yang diberikan mendampingi ASI kepada bayi berusia 6 bulan ke
atas atau berdasarkan indikasi medis, sampai anak berusia 24 bulan untuk
mencapai kecukupan gizinya.13 Zat gizi pada ASI hanya membantu
memenuhi kebutuhan gizi bayi sampai usia 6 bulan, untuk itu ketika bayi
berusia 6 bulan perlu diberi makanan pendamping ASI dan ASI tetap
diberikan sampai usia 24 bulan atau lebih.
Golongan
0-6
bulan
6
61
550
12
58
31
0
375
5
4
0,4
0,25
Umur
7-11 bulan
1-3
9
71
725
18
82
36
10
800
400
5
5
0,5
10
tahun
13
91
1125
26
155
44
16
1200
400
15
6
0,9
7
bertujuan
untuk
mengembangkan
kemampuan
Jenis
Tekstur
6-8 bulan
1 jenis bahan dasar
Usia
9-11 bulan
3-4 jenis bahan
(6 bulan)
dasar (sajikan
(7-8 bulan)
Semi cair
dicampur
Makanan yang
(dihaluskan), secara
dicincang halus
bertahap kurangi
atau lunak
campuran air
(disaring kasar),
sehingga menjadi
ditingkatkan
semi padat
sampai semakin
12-24 bulan
Makanan keluarga
Padat
Porsi setiap
makan
digenggam
Makanan utama 3- Makanan utama 3-
4 kali sehari,
4 kali sehari,
sehari
mangkok kecil
sehari
1/3 sampai 1
mangkok kecil
ditingkatkan
125 ml
bertahap sampai
175-250 ml
ASI
ml
Sesuka bayi
Sesuka bayi
Sesuka bayi
10
- Gunakan sendok atau cangkir yang bersih untuk memberikan makanan dan
minuman kepada bayi
- Simpan makanan yang akan diberikan kepada bayi di tempat yang bersih
dan aman
- Cuci tangan Ibu dengan sabunsebelum menyiapkan makanan dan
memberi makan bayi
- Cuci tangan Ibu dan bayi sebelum makan
- Cuci tangan Ibu dengan sabun setelah ke toiletdan setelah membersihkan
kotoran bayi
4.
2.1.9 Komplikasi
Apabila gizi kurang pada anak-anak tidak ditangani, maka akan
menyebabkan terhambatnya pertumbuhan dan perkembangan, rentan terhadap
penyakit terutama penyakit infeksi dan mengakibatkan rendahnya tingkat
kecerdasan.2
2.1.10 Prognosis
Penanganan dini pada gizi kurang umumnya memberikan hasil yang baik.
Penanganan yang terlambat akan menyebabkan anak berkembang menjadi gizi
buruk. Adapun gizi buruk memiliki 3 bentuk klinis yaitu kwashiorkor, marasmus,
dan marasmus-kwashiorkor.2
2.2
Diare Akut
2.2.1 Definisi
Diare akut merupakan buang air besar dengan frekuensi lebih dari biasanya
(lebih dari tiga kali sehari) yang disertai dengan perubahan konsistensi feses
(konsistensi menjadi lebih cair) dengan atau tanpa darah atau/dan lendir.
Kandungan air pada feses kira-kira lebih dari 10 ml/kg berat badan/hari pada bayi
11
atau 200 g/hari pada remaja dan dewasa.14,16 Kandungan air yang berlebih ini
disebabkan karena adanya gangguan keseimbangan fisiologi dari proses yang
terjadi di usus halus dan usus besar, meliputi: absorbsi ion, bahan-bahan organik,
dan air.Sebagian besar diare berlangsung selama 7 hari, dan biasanya sembuh
sendiri (self limiting disease). Hanya 10% kasus yang berlanjut sampai 14 hari.
Bila diare berlangsung kurang dari 14 hari disebut dengan diare akut.2,14,16
2.2.2 Epidemiologi
Di negara berkembang, pada anak-anak berusia kurang dari lima tahun ratarata terjadi tiga episode diare per anak per tahunnya, tetapi di beberapa negara
berkembang dilaporkan terjadi 6 8 episode diare per anak per tahunnya.14
Di Indonesia, diare merupakan salah satu dari 10 penyakit terbanyak dan
saat ini masih menjadi masalah yang belum sepenuhnya dapat diatasi, terutama di
daerah pedesaan. Dalam 30 tahun terakhir, sejak 1983, diare yang dikategorikan
sebagai Kejadian Luar Biasa (KLB) rata-rata terjadi 148 kasus per tahun.Separuh
dari wilayah Indonesia,terutama desa, tidak luput dari serangan diare. Walaupun
jumlah kasus cenderung turun dari waktu ke waktu, demikian pula dengan angka
insidennya, masalah ini masih merupakan isu kesehatan dasar. Meskipun angka
kesakitan diare yang dilaporkan dari tahun ke tahun menurun, akan tetapi diare
masih tetap perlu diwaspadai. Karena angka kesakitan yang sebenarnya dari hasil
survei masih tinggi, pada semua golongan umur hingga 411 per 1000 penduduk
pada tahun 2010.17 Kematian pada anak yang disebabkan diare masih sangat
tinggi, yaitu 42% pada bayi dan 25% pada balita.18
2.2.3 Etiologi
Etiologi dari diare akut dapat dibagi menjadi tiga golongan besar, yakni:
bakteri, virus, dan parasit. Beberapa agen penginfeksi masuk ke tubuh penderita
lewat makanan dan minuman yang dikonsumsi penderita (food borne disease).
E.coli, Shigella, Campylobacter, Salmonella dan Vibrio cholera merupakan
beberapa contoh bakteri patogen yang menyebabkan epidemi diare pada anak.
Vibrio cholera yang adalah penyebab kolera merupakan salah satu dari kasus
epidemik dan sering diidentikkan dengan kematian pada anak, terutama pada
dewasa dan anak dengan usia yang lebih besar. Tiga penyebab utama diare cair
12
pada anak adalah infeksi Rotavirus, V. cholera dan E.coli. Penyebab paling utama
dari diare cair pada anak di bawah usia lima tahun adalah Rotavirus.2,17,20
Penyebab utama diare yang disertai dengan perdarahan adalah Shigella (UNICEF,
2009; WHO, 2009).
Tabel 2.3 Penyebab Diare Akut2
Infeksi
Infeksi
usus
(termasuk
keracunan
makanan)
Infeksi ekstra usus (otitis media akut,
Obat-obatan
Alergi makanan
Obat-obatan lain
Cow's milk protein allergy (CMPA)
Alergi protein kedelai
Defisiensi vitamin
Tertelan logam berat
Penyebab utama diare dengan dehidrasi berat pada anak dibawah 5 tahun di
seluruh dunia adalah Rotavirus. Sebuah studi meta-analisis yang dilakukan oleh
Parashar menunjukkan bahwa infeksi rotavirus dapat menyebabkan 114 juta
episode diare, 24 juta kunjungan rawat jalan, 2,4 juta kunjungan rawat inap dan
610.000 kematian balita pada tahun 2004. Diperkirakan 82% kematian akibat
diare rotavirus terjadi pada negara berkembang, terutama di Asia dan Afrika,
dimana akses kesehatan dan status gizi masih menjadi masalah.2
Diare dapat terjadi karena infeksi yang terjadi di luar usus. Infeksi di luar
usus yang sering disertai diare adalah otitis media akut, infeksi saluran kemih, dan
penyakit paru. Penggunaan beberapa macam obat, terutama antibiotik, sering
dihubungkan dengan infeksi Clostridium difficile. Alergi terhadap protein susu
sapi
(CMPA)
merupakan
salah
satu
diagnosis
banding
yang
perlu
dipertimbangkan selain sindrom malabsorpsi bila diare tidak sembuh dalam 10-14
hari. Diare juga dapat terkait dengan penggunaan antibiotik. Penggunaan
13
Virus
Rotavirus
25 40
Calcivirus
1 20
Astrovirus
49
Campylobacter jejuni
68
Salmonella
37
Escherichia coli
35
Shigella
03
Yersinia enterocolitica
12
Clostridium difficile
02
01
Vibrio cholera 01
Aeromonas hydrophilia
Parasit
02
Cryptosporidium
13
Giardia lamblia
13
14
Penurunan Absorpsi
Faktor mukosa
Perubahan keadaan mukosa
Fungsi belum sempurna
Penurunan luas permukaan
Atropi vili
Trauma brush border
Reseksi usus
Kelainan enzim spesifik dan transportasi
Defisiensi disakaridase
Defisiensi enterokianse
Kelainan transportasi ion (Na+ /H+, Cl- / HCO3-)
Faktor intralumen
Peningkatan osmolaritas
Larutan yang tidak dapat diserap
Makanan yang terlalu banyak
Pertumbuhan bakteri
Insufisiensi pancreas
Defisiensi garam empedu
Penyakit akibat parasit
Peningkatan Sekresi
Toksin bakteri (toksin Cholera, toksin E. Coli heat-liable dan heatstable)
Mediator inflamasi (eisosanoid, dan produk lain dari sel mast)
1.
Diare Sekretorik
Diare sekretorik disebabkan karena sekresi air dan elektrolit ke dalam usus
halus. Hal ini terjadi bila absropsi natrium oleh vili gagal sedangkan sekresi
15
klorida di sel epitel berlangsung terus atau meningkat. Hasil akhir adalah sekresi
cairan yang mengakibatkan kehilangan air dan elektrolit dari tubuh sebagai tinja
cair. Hal ini menyebabkan terjadinya dehidrasi. Pada diare yang terjadi karena
infeksi, perubahan yang terjadi akibat adanya rangsangan pada mukosa usus oleh
toksin bakteri seperti Escherichia coli dan Vibrio cholera atau virus (rotavirus).
2.
Diare Osmotik
Mukosa usus halus adalah epitel berpori, yang dapat dilewati air dan
elektrolit dengan cepat untuk mempertahankan tekanan osmotik antara isi usus
dengan cairan ekstraseluler. Dalam keadaan ini, diare dapat terjadi apabila suatu
bahan yang secara osmotik aktif dan sulit diserap. Jika bahan semacam itu berupa
larutan isotonik, air dan bahan yang larut didalamnya akan lewat tanpa diabsorpsi
sehingga terjadi diare.15,17
16
Anamnesis
Hal-hal dasar yang perlu ditanyakan kepada pasien untuk menggali
Pemeriksaan fisik
Terdapat dua tujuan utama pemeriksaan fisik pada penderita diare. Pertama,
17
defisit cairan dan kehilangan cairan. Gejala dan tanda dehidrasi perlu ditemukan
untuk menententukan derajat dehidrasi pada anak (Tabel 2.6).
Tabel 2.6 Penilaian Derajat Dehidrasi Akut Menurut WHO.2
Tanda dan Gejala
Tanpa
ANAMNESIS
Diare
1-3x
Derajat Dehidrasi
Ringan/Sedang
Berat
3x atau lebih
Terus menerus
Muntah
Kadang-kadang
banyak
Biasanya sering
Rasa Haus
sedikit
Tidak ada atau
Haus
sedikit
tidak mau
Kencing
Normal
Sedikit, pekat
minum
Tidak kencing
Nafsu
Normal
Nafsu makan
(6 jam)
Nafsu makan
berkurang, aktifitas
menurun
sangat lemas.
makan/aktifitas
PEMERIKSAAN
FISIK
a.Inspeksi
KU
Baik
Mengantuk/Gelisah Gelisah/tidak
Mata
Air Mata
Mulut/lidah
Napas
Normal
Ada
Basah
Normal
Cekung
Tidak ada
Kering
Lebih cepat kering
sadar
Sangat cekung
Tidak ada
Sangat kering
Cepat dan dalam
b. Palpasi
Turgor
Kembali cepat
Kembali pelan
Kembali sangat
Lebih cepat
Nadi
Normal
cepat/tidak
Ubun-ubun
Normal
Cekung
teraba
Sangat cekung
18
c. Kehilangan
Sedikit
5-9%
>10%
berat badan
Kesimpulan
2/lebih gejala:
2/lebih gejala:
2/lebih gejala:
Dehidrasi (-)
Dehidrasi ringan
dehidrasi berat
sedang.
2.2.6 Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang dilakukan jika ditemukan diare dengan dehidrasi
berat. Jika diarenya hanya disertai dehidrasi ringan sedang ataupun diare tanpa
dehidrasi, pemeriksaan penunjang tidak dilakukan. Pemeriksaan penunjang yang
dilakukan meliputi: pemeriksaan elektrolit serum, nitrogen urea, kadar gula darah
dan analisis gas darah. Pemeriksaan mikrobiologi dan virologi dilakukan jika
hasilnya dapat dijadikan acuan untuk mengganti tata laksana.
Pemeriksaan antigen rotavirus dapat mengkonfirmasi penyebab, tetapi tidak
mengubah tata laksana. Pemeriksaan antigen Giardia dan apusan feses untuk telur
dan parasit umumnya tidak diperlukan, kecuali diare berlanjut lebih dari sepuluh
hari atau ada riwayat paparan.2
Pemeriksaan tinja tidak rutin dilakukan pada diare akut. Apabila ada tandatanda yang mengarah pada intoleransi laktosa dan kecurigaan amebiasis,
pemeriksaan feses dilakukan. Aspek-aspek yang dinilai pada pemeriksaan tinja
adalah:
Makroskopis: konsistensi, warna, lendir, darah, bau
Mikroskospis: leukosit, eritrosit, parasit, bakteri
Kimia: pH, Clinitest, elektrolit (Na, K, HCO3)
Biakan dan uji sensitivitas tidak dilakukan pada diare akut
Dengan pemeriksaan tinja secara makroskopis dan mikroskopis, penyebab
diare dapat diperkirakan apakah oleh karena infeksi virus atau bakteri sesuai tabel
di bawah ini.
Tabel 2.7 Perkiraan Penyebab Diare dari Pemeriksaan Tinja
Sifat Tinja
Konsistensi
Darah
Bau
Warna
Virus
Cair
(-)
Langu
Kuning hijau
Bakteri
Lembek
(+)
Busuk
Merah hijau
19
Leukosit
(-)
(+)
Analisis gas darah dan elektrolit dilakukan bila secara klinis dicurigai
adanya gangguan keseimbangan asam basa dan elektrolit.
2.2.7 Penatalaksanaan
Menurut WHO ada lima lintas penatalaksanaan diare, yakni: cairan
rehidrasi, zinc, nutrisi, antibiotic yang tepat, dan edukasi.
1.
nutrisi, antibiotic yang tepat, dan edukasi. Pada kebanyakan kasus, terapi yang
paling efektif adalah oral rehydration therapy (ORT).Hanya saja ORT tidak bisa
dipakai pada kasus diare akut yang disertai dehidrasi berat. Terapi farmakologis
jarang digunakan untuk terapi pada diare akut.2
Rehidrasi yang dilakukan pada penderita diare tanpa dehidrasi adalah
dengan memberikan larutan oralit dengan osmolaritas rendah. Larutan oralit yang
digunakan untuk rehidrasi pada diare tanpa dehidrasi sejumlah 10 ml/kgBB dan
diberikan setiap kali buang air besar.
ORT yang digunakan pada kasus diare akut dengan dehidrasi ringan-sedang
disesuaikan dengan berat badan pasien. Volume ORT atau oralit yang diberikan
sejumlah 75 ml/KgBB. Jika ada Buang Air Besar (BAB) berikutnya diberikan
oralit sejumlah 10 ml/KgBB. Pada bayi yang masih mengkonsumsi Air Susu Ibu
(ASI), ASI dapat diberikan. Jika bayi kurang dari enam bulan dan tidak
mendapatkan ASI karena berbagai kondisi dapat diberikan 100 - 200 ml air masak
ataupun susu formula.2
Pada diare yang disertai dengan dehidrasi berat diperlukan upaya rehidrasi
dengan cairan infus. Untuk bayi dengan usia kurang dari 12 bulan diberikan
cairan ringer laktat sejumlah 30 ml/KgBB dalam satu jam, yang diulangi bila nadi
masih lemah ataupun tidak teraba. Jika nadi sudah teraba kuat maka diberikan
ringer laktat sejumlah 70 ml/KgBB dalam lima jam.
Untuk anak berusia lebih dari satu tahun dengan dehidrasi berat, diberikan
ringer laktat sejumlah 30 ml/KgBB dalam setengah sampai satu jam. Jika nadi
masih lemah ataupun tidak teraba, langkah pertama ini diulangi lagi. Jika nadi
20
sudah teraba kuat dilanjutkan dengan ringer laktat sejumlah 70 ml/KgBB dalam
dua setengah sampai tiga jam.
Penilaian dilakukan setiap satu sampai dua jam.Jika rehidrasi belum tercapat
rate cairan intravena ditingkatkan. Oralit segera diberikan (5 ml/KgBB/jam) jika
penderita bisa minum, biasanya tiga sampai empat jam untuk bayi dan satu
sampai dua jam untuk balita. Untuk bayi dievaluasi enam jam berikutnya,
sedangkan untuk anak-anak dievaluasi tiga jam berikutnya.
2.
Zinc
Suplementasi zinc berfungsi untuk mengurangi durasi, mengurangi
21
Nutrisi
ASI dan makanan menu yang sama saat anak sehat sesuai umur tetap
diberikan untuk mencegah kehilangan berat badan dan sebagai pengganti nutrisi
yang hilang. Adanya perbaikan nafsu makan menandakan fase kesembuhan. Anak
tidak boleh dipuasakan, makanan diberikan sedikit-sedikit tapi dengan frekuensi
yang lebih banyak (lebih kurang 6 kali sehari), rendah serat, buah-buahan
diberikan terutama pisang.21
Makanan per oral diberikan sesegera mungkin saat kondisi sudah
membaik.8,10,11 Rekomendasi pemberian makanan secepatnya pada tata laksana
diare akut terutama ditekankan pada meneruskan pemberian ASI dan makanan
sehari-hari.23 Hal ini dapat mencegah terjadinya gangguan gizi, menstimulasi
perbaikan usus, dan mengurangi derajat serta lamanya penyakit.21,24
Anak yang lebih besar yang telah menerima bermacam variasi makanan
sebaiknya diberikan makanan yang seimbang, cukup energi, dan mudah dicerna.
Karbohidrat kompleks seperti: nasi, mie, kentang, roti, biskuit dan pisang
sebaiknya diberikan sejak awal, kemudian ditambahkan sayuran dan daging
matang.2,21 Makanan yang perlu dihindari adalah yang mengandung gula
sederhana seperti minuman ringan (soft drink), jus buah kental, minuman
mengandung kafein, dan sereal yang dilapisi gula. 2,21 Berikan makanan yang
mudah dicerna, rendah serat, dan tidak merangsang.
4.
Antimikroba selektif
22
3)
4)
Amebiasis
Antibiotika pilihan adalah Metronidazole dengan dosis 30 50
mg/KgBB/hari dibagi tiga dosis sehari.
5.
Edukasi
Orangtua diminta untuk membawa kembali anaknya ke pusat pelayanan
kesehatan bila ditemukan hal sebagai berikut: demam, tinja berdarah, makan atau
minum sedikit, sangat haus, diare makin sering, atau belum membaik dalam tiga
hari. Orang tua dan pengasuh diajarkan cara menyiapkan oralit secara benar.
23
Langkah promotif/preventif:
Pemberian ASI eksklusif tetap diberikan sampai usia enam bulan
Sterilisasi botol susu bila bayi oleh karena suatu sebab tidak mendapat ASI
Penyediaan dan penyimpanan makanan anak/bayi secara bersih
Gunakan air bersih dan matang untuk minum
Mencuci tangan sebelum menyiapkan dan memberi makanan
Membuang tinja di jamban
Imunisasi campak
Makanan seimbang untuk menjaga status gizi yang baik
ASI, susu formula, dan makanan harus dilanjutkan selama diare dan
ditingkatkan setelah diare sembuh
Terdapat
beberapa
tatalaksana
lain
yang
sering
diberikan
selain
24
25
26
BAB III
LAPORAN KASUS
3.1 IDENTITAS PENDERITA
Nama
: TNK
Tanggal lahir
: 21 Februari 2014
Umur
: 2 tahun 0 bulan 16 hari
Jenis kelamin
: Laki-Laki
Alamat
: Denpasar
Agama
: Islam
Pendidikan
:No. RM
: 14012545
Tanggal MRS
: 5 Maret 2016 pukul 13.10 WITA
Tanggal pemeriksaan
: 8 Maret 2016
3.2 ANAMNESIS (Ibu Kandung Pasien)
Keluhan utama
Buang air besar cair atau diare
Riwayat penyakit sekarang
Pasien datang dengan keluhan utama buang air besar cair atau diare yang
dikeluhkan muncul sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit. Buang air besar
dikatakan dengan konsistensi cair, warna kuning, disertai sedikit ampas dan
busa, tidak disertai lendir ataupun darah, dengan volume 1/3 ukuran aqua
gelas setiap kali diare, dengan frekuensi 4-5 kali per harinya. Keluhan ini
dirasakan muncul sejak siang hari, pada pagi harinya pasien buang air besar
sebanyak 1 kali tetapi tidak secair seperti pada siang harinya.
Pasien juga dikeluhkan mengalami muntah-muntah sejak 1 hari sebelum
masuk rumah sakit. Muntah dikatakan dengan frekuensi 3-4 kali per hari
dengan volume sekitar 1/4 gelas aqua berisi air susu ataupun makanan yang
dimakan. Muntah dikatakan muncul sebelum pasien mengalami diare.
Keluhan muntah ini tidak membaik dengan istirahat atau dengan pemberian
asupan makanan yang lain.
Pasien juga menderita demam sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit.
Demam dikatakan sumer-sumer lalu tinggi tetapi ibu pasien tidak mengetahui
berapa suhu tertinggi yang sempat diperiksa. Demam dikatakan muncul
pertama kali pada pagi harinya sebelum pasien mengalami muntah-muntah
dan diare. Demam dikatakan sempat turun dengan obat penurun panas tetapi
27
kembali naik lagi disertai mencret dan muntah hingga akhirnya pasien dibawa
triage anak RSUP Sanglah.
Selain itu makan dan minum pasien dikatakan menurun semenjak
mengalami diare dan muntah-muntah. Awalnya pasien masih bisa makan dan
minum seperti biasanya, namun setelah keluhan muncul pasien terlihat
enggan untuk makan dan minum. Sesekali pasien ingin minum air, namun
setelah minum pasien muntah lagi. Sehingga pasien saat itu terlihat lemas dan
aktivitasnya berkurang.
Keluhan lain seperti batuk, pilek, kejang, ataupun sesak nafas disangkal
oleh ibu pasien. Kencing pasien dikatakan tidak ada keluhan. Terakhir pasien
dikatakan kencing 11 jam sebelum masuk rumah sakit dengan volume
sebanyak 1/4 aqua gelas.
Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien dikatakan tidak pernah menderita penyakit seperti ini sebelumnya
dan dikatakan belum pernah sakit berat.
Riwayat Penyakit dalam Keluarga
Dikatakan bahwa tidak ada anggota keluarga pasien yang mengalami
keluhan diare seperti ini. Riwayat penyakit lain dalam keluarga juga
disangkal.
Riwayat Pengobatan
Pada 1 hari sebelum masuk rumah sakit, pasien sempat diperiksakan ke
Rumah Sakit PR dan diberikan obat untuk menghilangkan keluhan pasien
yang diminum 3 kali sehari.
Riwayat Sosial
Pasien merupakan anak ketiga dari tiga bersaudara. Sehari-hari pasien
merupakan anak yg aktif. Pasien termasuk anak yang jarang sakit. Kakakkakak paien dikatakan sehat.
Riwayat Prenatal
28
Ante Natal Care (ANC) dikatakan teratur dan dilakukan setiap bulan di
bidan dan dokter spesialis kandungan.
Riwayat Intranatal
-
Hepatitis B 3 kali
BCG 1 kali
Polio 4 kali
DPT 3 kali
Campak 1 kali
Riwayat Nutrisi
Pasien dikatakan hanya mendapatkan ASI sampai dengan usia 1 bulan dan
diberikan sesuai keinginan pasien. Pasien mulai mendapatkan susu formula
sejak usia 0 bulan dengan frekuensi 3 kali/hari. Pasien mendapatkan bubur
susu sejak usia 6 bulan dengan frekuensi 2-3 kali/hari hingga saat ini. Pasien
mulai diberikan nasi tim sejak usia 8 bulan dengan frekuensi 2-3 kali/hari, dan
29
Menegakkan kepala
Membalik badan
Duduk
Merangkak
Berdiri
Berjalan
Bicara
: 3 bulan
: 5 bulan
: 6 bulan
: 9 bulan
: 11 bulan
: 11 bulan
: 12 bulan
Keadaan umum
Kesadaran umum
Nadi
Respirasi
: 28 kali/menit
Suhu axilla
: 36,7 oC
Saturasi O2
Skala Nyeri
:0
Status Antropometri :
: 2800 gram
: 48 cm
: 12 kg
Tinggi Badan
: 95 cm
: 14 kg
30
Lingkar Kepala
: 48 cm
: 13 cm
Berat Badan/Umur
: z score < 0
Tinggi Badan/Umur
: z score > 2
: z score < -2
Waterlow
: 85 % gizi kurang
Kebutuhan nutrisi
Kebutuhan kalori
: 1400 kkal/hari
Kebutuhan protein
: 21 gram/hari
Kebutuhan cairan
: 1100 ml/hari
Status Generalis
Kepala
Mata
Leher
THT
Thorax
: Simetris (+)
31
Cor
Inspeksi
Palpasi
Auskultasi:
Pulmo :
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
: sonor | sonor
Abdomen
Inspeksi
Perkusi
3.4
: Timpani
Kulit
Genital
Inguinal
Ekstremitas
3.5
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan yang dilakukan berupa pemeriksaan DL, FL dan Kimia Klinik
berupa CRP
Hasil Pemeriksaan DL (5 Maret 2016, Pk. 12.40 WITA)
Pemeriksaan
WBC
NE%
LY%
Hasil
Satuan
5.02
28.6
51.7
10^3/L
%
%
Nilai
Rujukan
6.00 - 14.00
18.30 - 47.10
30.0 - 64.30
Remarks
Rendah
32
MO%
EO%
BA%
LUC%
NE#
LY#
MO#
EO#
BA#
LUC#
RBC
HGB
HCT
MCV
MCH
MCHC
RDW
PLT
MPV
6.8
0.2
0.6
12.1
1.43
2.59
0.34
0.01
0.03
0.61
5.11
12.4
40.6
79.4
24.2
30.5
11.6
202
6.7
%
%
%
%
10^3/L
10^3/L
10^3/L
10^3/L
10^3/L
10^3/L
10^6/L
g/dL
%
fL
g/dL
g/dL
%
10^3/L
fL
0.0 - 7.10
0.00 - 5.0
0.0 - 0.70
0.0 - 4.0
1.10 - 6.60
1.80 - 9.00
0.0 - 1.0
0.0 - 0.70
0.0 - 0.10
0.0 - 0.4
4.10 - 5.3
12.0 - 16.0
36.00 - 49.00
78.0 - 102.0
25.00 - 35.00
31 36
11.6 - 18.7
140 440
6.80 - 10.0
Tinggi
Tinggi
Rendah
Rendah
Rendah
Makroskopis
Warna
Darah
Konsistensi
Lendir
Kuning
Negatif
Cair
Positif
Mikroskopis
Eritrosit
Leukosit
Negatif
Negatif
Amoeba
Vegetatif
Kista
Telor Cacing
- Lain-lain
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
33
Hasil
Satuan
0.6
mg/L
CRP
Nilai
Rujukan
0.00 - 5.00
Remarks
Dari hasil pemeriksaan kimia klinik berupa cek kadar CRP didapatkan kadar
CRP dalam batas normal.
3.6
DIAGNOSIS KERJA
Diare akut dehidrasi ringan-sedang et causa suspect viral + Gizi kurang
3.7
PENATALAKSANAAN
Pemberian URO dengan larutan oralit hipoosmolar sebanyak 75 ml/kgBB
dalam 3 jam pertama.
Pasien gagal URO
hiperosmolar
(oralit)
10
ml/kgBB
120
ml
setiap
mencret/muntah
Zinc 20 mg @ 24 jam IO
Paracetamol 10 mg/kgBB/kali 120 mg ~ 1 cth jika Tax 38o C per
oral + kompres hangat dapat diulang @ 4 jam
Kebutuhan kalori 1400 kkal/hari
34
3.8
FOLLOW UP PASIEN
Tanggal/Waktu
5 Maret 2016 /
17.00 WITA)
S (Subjective), O (Objective, A
Instruksi
(Assessment/ICD-X), P (Planning)
S : BAK (+), diare 1 kali di triage
Kebutuhan cairan
maintenance 1100
makan sedikit-sedikit
O : St. Present :
tetes makro/menit
Kebutuhan kalori
cukup
RR : 26 x/menit
Tax : 37oC
3 x I porsi
-
Zinc elemental 20
mg @ 24 jam oral
St. General:
Kepala : Normosefali, UUB
terbuka
Cowong (-/-)
Paracetamol 120
Oralit hipoosmolar
120 ml @
(-)
Konsul TS
Gastrohepatologi sebagai
DPJP TS Gastro acc
sebagai DPJP
kembali cepat.
Ekstremitas : akral hangat (+),
CRT 2 detik
35
6 Maret 2016 /
Kebutuhan cairan
06.00 WITA)
maintenance 1100
O : St. Present :
Kesadaran : Compos mentis
Nadi : 100x/menit, regular, isi
tetes makro/menit
-
cukup
RR : 26 x/menit
3 x I porsi
Tax : 37,3oC
St. General:
Kepala : Normosefali, UUB
terbuka
Paracetamol 120
mg (cth I) bila suhu
38oC + kompres hangat,
Cowong (-/-)
Zinc elemental 20
mg @ 24 jam oral
Kebutuhan kalori
Oralit hipoosmolar
120 ml @
36
murmur (-)
Pulmo : Ves +/+, Rh -/-, Wh
-/Abdomen : Distensi (-), BU (+)
meningkat, turgor
kembali cepat.
Ekstremitas : akral hangat (+),
CRT 2 detik
A : Diare akut dehidrasi ringansedang (terehidrasi) et causa
suspect viral + Gizi kurang
P:
-
Balance Cairan :
7 Maret 2016 /
06.00 WITA)
CM : 1000 cc
CK : 500 cc
IWL : 300 cc
PU : 1,73 cc/kgBB/jam
BC : (+) 200 cc
Kebutuhan cairan
maintenance 1100
minum (+)
O : St. Present :
37
tetes makro/menit
-
Kebutuhan kalori
1400 kkal/hari, protein
RR : 24 x/menit
Tax : 36,8oC
3 x I porsi
St. General:
mg @ 24 jam oral
-
Paracetamol 120
mg (cth I) bila suhu
Cowong (-/-)
(-)
Zinc elemental 20
Oralit hipoosmolar
120 ml @
mencret/muntah per oral
38
CM : 200 cc
CK : 100 cc
IWL : 41,56 cc
PU : 2,5 cc/kgBB/jam
BC : (+) 58,44 cc
BAB IV
PEMBAHASAN
Pasien adalah pasien baru yang diantar ke UGD RSUP Sanglah pada tanggal
5 Maret 2016. Pasien didiagnosis dengan diare akut dengan dehidrasi ringansedang + Gizi Kurang. Diagnosis ini ditegakkan berdasarkan pada gejala klinis,
pemeriksaan fisik, penunjang laboratorium, dan penentuan status gizi berdasarkan
cut off point z score pada grafik WHO 2006 dan perhitungan Waterlow.
4.1. Gizi Kurang
Gizi kurang adalah gangguan nutrisi yang disebabkan oleh karena
kekurangan protein dan/atau energi. Gizi kurang belum menunjukkan adanya
gejala yang khas pada klinisnya, pada umumnya pasien mempunyai klinis yang
baik. Namun beberapa gejala yang dapat dilihat dari pasien gizi kurang adalah
pasien bisa tampak kurus, pertumbuhan linier berkurang atau terhenti, berat badan
tidak bertambah, adakalanya bahkan turun, ukuran lingkar lengan atas lebih kecil
dari normal, maturasi tulang terhambat, rasio berat badan terhadap tinggi badan
normal/menurun, tebal lipatan kulit normal atau berkurang, anemia ringan,
aktivitas dan perhatian berkurang jika dibandingkan dengan anak sehat, dan tidak
39
ada edema. Berdasarkan anamnesis, sebelum menderita diare klinis pasien tampak
baik, namun semenjak menderita diare pasien menjadi tampak lemah dan
aktivitasnya berkurang. Nafsu makan pasien juga dikatakan menurun. Dari
pemeriksaan fisik tidak ditemukan adanya edema baik pada ekstremitas maupun
tubuh pasien.
Salah satu penyebab gizi kurang adalah menurunnya nafsu makan pasien.
Nafsu makan yang turun dapat disebabkan karena mengidap suatu penyakit kronis
atau penyakit akibat defisiensi gizi, faktor psikologik seperti suasana makan yang
kurang nyaman, pengaturan makanan yang kurang tepat dan faktor lingkungan
seperti hiegene yang kurang dalam menyiapakan dan memberikan makanan
sehingga pasien kemungkinan menderita cacingan atau terinfeksi virus atau
bakteri. Akibat dari nafsu makan yang menurun tentu berdampak pada kurangnya
asupan nutrisi yang diperlukan oleh perkembangan dan pertumbuhan tubuh
pasien.
Selain itu, kurangnya pemenuhan makanan pasien yang sesuai dengan
kebutuhan nutrisi pasien juga berperan penting dalam menimbulkan gizi kurang.
Dari food recall 24 jam pasien dimana pasien sehari-hari mengkonsumsi bubur
atau nasi setara 150 gram sebanyak 3 kali/hari, telur setara 25 gram sebanyak 3
kali/hari, tempe setara 25 gram sebanyak 3 kali/hari, sayur setara 100 gram
sebanyak 3 kali/hari dan susu formula sebanyak 180 ml/hari didapatkan total
asupan energi pasien sebesar 1000 kkal dan asupan protein sebesar 21 gram setiap
harinya. Asupan energi pasien tentu masih kurang dari AKG yang dianjurkan
diaman pasien seharusnya mendapat asupan energi sebesar 1400 kkal setiap
harinya. Jika hal ini berlangsung lama tentu anak akan menderita gizi kurang, dan
apabila hal ini tidak ditangani lebih lanjut anak dapat jatuh ke keadaan gizi buruk.
Beberapa faktor yang mungkin menyebabkan kurangnya pemenuhan makanan
yang sesuai dengan kebutuhan nutrisi tubuh pasien diantaranya adalah kurangnya
pengetahuan ibu dalam memberikan makanan yang seimbang sesuai kebutuhan
gizi pasien. Jumlah anak yang banyak dalam suatu keluarga juga dapat berdampak
pada kurangnya pemerataan asupan makanan, lebih-lebih pasien merupakan anak
ketiga dari tiga bersaudara, dimana anak yang lebih kecil sering kali mendapat
jatah makanan yang kurang mencukupi karena kalah dengan kakaknya yang
40
makannya lebih cepat dan dengan porsi suap yang lebih besar. Beberapa faktorfaktor tersebut dapat dipertimbangkan sebagai penyebab mengapa pasien
menderita gizi kurang.
Secara ilmu kedokteran, penentuan status gizi dilakukan berdasarkan berat
badan (BB) menurut panjang badan (PB) atau tinggi badan (TB) (BB/PB atau
BB/TB). Grafik pertumbuhan yang digunakan sebagai acuan ialah grafik WHO
2006 untuk anak kurang dari 5 tahun. Menurut grafik WHO 2006, yang termasuk
dalam kategori gizi kurang yakni BB/TB yang termasuk dalam rentang <-2SD
sampai -3SD. Pada pasien ini didapatkan cut off point z score pada grafik WHO
2006 ialah < -2SD dimana hasil ini menunjukkan pasien berada dalam kategori
gizi kurang. Hal ini juga didukung dengan hasil perhitungan Waterlow yang
didapatkan sebesar 85%. Selain berdasarkan BB/TB, menurut Direktorat Bina
Gizi Departemen Kesehatan Republik Indonesia, karakteristik lain yang termasuk
dalam gizi kurang ialah ukuran lingkar lengan atas (LILA) dengan rentang
>11,5cm dan <12,5cm (untuk anak usia 6-59 bulan). Pada pasien ini ukuran LILA
ialah 13cm, tidak sesuai dengan karakteristik tersebut. Namun, tidak
ditemukannya adanya edema pada pasien ini sesuai dengan karakteristik dari gizi
kurang menurut Direktorat Bina Gizi Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Pada kasus ini, pasien didiagnosa dengan diare ringan sedang hal ini bisa saja
menyebabkan nafsu makan pasien berkurang sehingga terjadi kekurangan jumlah
makanan dan minuman yang masuk ke tubuhnya, yang dapat berakibat pada gizi
kurang. Namun bisa juga sebaliknya, apabila masukan makanan atau zat gizi
kurang akan terjadi penurunan metabolisme sehingga tubuh akan mudah terserang
penyakit. Penyebab dari gizi kurang antara lain infeksi, sosial ekonomi, tingkat
pengetahuan orang tua mengenai kebutuhan nutrisi anak dan lingkungan.
Untuk penatalaksanaan anak dengan gizi kurang biasanya dengan (1)
mengobati penyakit dasar, (2) memberikan tambahan asupan energi dan protein
sebanyak 20-25% di atas AKG, dan memberikan Makanan Pendamping ASI (MP
ASI) bagi anak umur 6-24 bulan. Pada pasien ini dilakukan tatalaksana berupa
pengobatan penyakit yang diidapnya yaitu diare akut dengan dehidrasi ringansedang sesuai protap tatalaksana diare akut dengan dehidrasi ringan-sedang.
Selain itu pasien juga diberikan tambahan asupan energy dan protein 20-25% di
41
atas AKG yaitu dengan jumlah asupan energy total sebanyak 1680-1750 kkal/hari
dan asupan protein total 25,2-26,25 gram/hari. Untuk memenuhi kebutuhan energi
dan protein tersebut maka pasien ini diberikan diet nasi 3 x I porsi ditambah susu
formula sebanyak 200 cc setiap harinya. Diharapkan dengan menu diet tersebut
kebutuhan energi dan protein tubuh pasien terpenuhi secara optimal.
4.2. Diare Akut
Dari hasil anamnesis didapatkan keluhan dari ibu pasien bahwa anaknya
mengalami buang air besar dengan konsistensi cair sebanyak 4-5 kali dalam sehari
disertai muntah dan demam. Buang air besar cair dikatakan sejak satu hari
sebelum masuk rumah sakit (4 Maret 2016). Hal ini sesuai dengan pengertian dan
teori mengenai diare yaitu buang air besar dengan frekuensi lebih dari biasanya
(lebih dari tiga kali sehari) yang disertai dengan perubahan konsistensi feses
(konsistensi menjadi lebih cair) dengan atau tanpa darah atau/dan lendir. Dalam
IDAI (2009) disebutkan salah satu keluhan penyerta pada diare adalah muntah hal
ini juga terjadi pada pasien ini. Perjalanan penyakit hingga saat dilakukan
pemeriksaan ialah 1 hari dimana hal ini menunjukkan diare akut, sesuai dengan
teori yang ada bahwa diare akut adalah diare yang terjadi kurang dari 14 hari. 15
Muntah merupakan gejala non spesifik akan tetapi muntah mungkin disebabkan
oleh karena organisme yang menginfeksi saluran cerna bagian atas. Saat
diperiksakan ke Rumah Sakit Puri Raharja pasien dikatakan demam namun Ibu
pasien tidak tahu pasti berapa suhunya. Penyebab dari diare dapat berupa
intoleransi makanan maupun infeksi. Adanya gejala demam tinggi pada pasien
mengarahkan adanya tanda infeksi pada pasien yang kemungkinan menjadi
penyebab dari diare. Beberapa mekanisme dasar yang dapat menimbulkan diare
diantaranya adalah adanya gangguan osmotik pada usus, gangguan sekresi pada
usus, dan gangguan penyerapan dari usus. Adanya infeksi dapat menyebabkan
ketiga jenis gangguan tersebut. Endotoksin yang berasal dari infeksi bakteri dapat
menyebabkan gangguan sekresi. Invasi virus pada dinding usus dapat merusak
epitel-epitel usus dan menyebabkan penurunan kemampuan penyerapan dari usus.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan dalam batas normal kecuali adanya mata
cowong, mukosa bibir kering, bising usu meningkat dan turgor kulit kembali
27
42
lambat. Komplikasi yang paling utama dari diare adalah dehidrasi. Dehidrasi pada
pasien diakibatkan oleh meningkatnya frekuensi buang air besar dan
meningkatnya jumlah cairan tubuh yang terbuang bersama dengan tinja pada saat
pasien buang air besar. Sesuai dengan klasifikasi derajat dehidrasi dari WHO
pasien tersebut tergolong dehidrasi ringan-sedang, dimana pasien buang air besar
lebih dari 3x dalam sehari, pasien terlihat masih bisa minum, nafsu makan dan
aktifitas yang menurun, mata terlihat cowong, dan turgor kulit yang sedikit
melambat.4
Pemeriksaan penunjang dapat membantu untuk meneggakan etiologi dari
diare. Pada pasien ini dilakukan pemeriksaan darah lengkap, kimia klinik berupa
CRP dan feses lengkap. Dari pemeriksaan penunjang darah lengkap dan
pemeriksaan kadar CRP yang dilakukan tidak ditemukan adanya tanda tanda
infeksi seperti adanya leukositosis dan peningkatan kadar CRP, namun hal ini
tidak menutup kemungkinan bahwa pasien tidak terkena infeksi baik oleh virus
ataupun bakteri. Dengan pemeriksaan feses lengkap, diharapkan dapat membantu
untuk menilai feses secara makroskopis maupun mikroskopis sehingga dapat
menentukan penyebab diare. Dari hasi pemeriksaan feses lengkap yang dilakukan
dapat diperkirakan bahwa diare pada pasien ini mungkin disebabkan oleh virus
karena pada pemeriksaan mikroskopis feses lengkap tidak ditemukan adanya
leukosit dan dari gambaran makroskopis feses berwarna kuning dengan
konsistensi cair dan berisi lendir. Berdasarkan data-data yang di dapat dari pasien,
pasien kemudian didiagnosis dengan diare akut dehidrasi ringan-sedang et causa
suspect viral infection.
Prisip penatalaksanaan diare secara garis besar terdiri atas, terapi
penggantian cairan tubuh yang hilang melalui terapi rehidrasi, pemberian zinc,
dan mengganti elektrolit yang hilang bersamaan dengan diare. Pada pasien ini
penatalaksaan diberikan segera setelah ditemukan tanda dehidrasi dimana pasien
diberikan terapi cairan melalui IVFD karena gagal dengan upaya rehidrasi oral.
Karena pasien mengalami dehidrasi ringan-sedang pasien diberikan rehidrasi
cairan KAEN 3B sebanyak 840 ml dalam 3 jam pertama dengan 93 tetes
makro/menit. Setelah rehidrasi berhasil selanjutnya pasien diberikan cairan
maintenance sesuai kebutuhan tubuhnya yaitu sebanyak 1100 ml/hari dengan
43
IVFD KAEN 3B 15 tetes makro/menit. Selain itu pasien juga diberikan cairan
hipoosmolar (oralit) 10 ml/kgBB/kali setara 120 ml setiap mencret/muntah.
Pemberian rehidrasi per oral menjadi pilihan utama dalam terapi menggantikan
cairan dan elektrolit yang hilang pada diare. Pemberian cairan rehidrasi oral
dengan osmolaritas rendah telah terbukti memperpendek durasi diare dan
mengurangi cairan intravena untuk rehidrasi.
Pasien diberikan pemenuhan kebutuhan energi 1400 kkal/hari dan kebutuhan
protein 21 g/hari. Pemberian diet pada pasien diare dilakukan dengan tujuan
memberikan nutrisi dengan jumlah dan komposisi adekuat, sehingga dapat
mencukupi metabolisme rumatan. Jika anak masih menyusui, pemberian ASI
dapat dilanjutkan selama anak diare.
Pasien juga diberikan Zinc 20 mg @ 24 jam secara oral. Fungsi zinc pada
pasien diare adalah menjaga integritas mukosa usus melalui fungsinya dalam
regenerasi sel dan stabilitas membran sel.
Hal yang tidak kalah pentingnya adalah edukasi orang tua pasien untuk
membawa kembali anaknya ke pusat pelayanan kesehatan bila ditemukan hal
sebagai berikut : demam, tinja berdarah, makan atau minum sedikit, sangat haus,
diare makin sering, atau belum membaik dalam tiga hari. Selain itu orang tua dan
pengasuh juga diajarkan cara menyiapkan oralit secara benar, mencuci tangan
sebelum menyiapkan dan memberi makanan kepada pasien
44
BAB V
KESIMPULAN
Malnutrisi Energi Protein (MEP) adalah gangguan nutrisi yang disebabkan
oleh karena kekurangan protein dan atau energi. Berdasarkan derajatnya MEP
dibagi menjadi MEP derajat ringan (gizi kurang) dan MEP derajat berat (gizi
buruk). Gizi kurang dapat disebabkan oleh asupan gizi yang kurang, penyerapan
yang buruk dari usus (malabsorbsi), penggunaan berlebihan dari zat-zat gizi oleh
tubuh, dan kehilangan zat-zat gizi yang abnormal akibat suatu penyakit. Penilaian
status gizi kurang dilakukan atas dasar anamnesis, pemeriksaan fisik, pengukuran
data antropometrik, dan pemeriksaan laboratorium. Pasien dengan gizi kurang
ditatalaksana dengan mengobati penyakit dasar, memberikan penambahan asupan
energi dan protein sebanyak 20-25% di atas AKG, dan memberikan makanan
pendamping ASI bagi anak usia 6-24 bulan.
Pada pasien laki-laki berusia 2 tahun ini didapatkan gejala dan tanda-tanda
yang serupa dengan manifestasi klinis gizi kurang didukung oleh pemeriksaan
fisik dan penunjang yang telah dilakukan. Selain itu dari penentuan status gizi
berdasarkan cut off point z score pada grafik WHO 2006 dan perhitungan
Waterlow juga menunjukkan bahwa pasien menderita gizi kurang. Selain itu,
berdasarkan pemeriksaan yang dilakukan pada pasien juga didapatkan bahwa
pasien mengalami diare akut dengan dehidrasi ringan-sedang. Berdasarkan
prosedur penatalaksanaan diare akut dengan dehidrasi ringan-sedang + gizi
kurang saat ini pasien menjalani perawatan di rumah sakit dan mendapatkan terapi
yang bersifat simptomatis dan suportif. Melihat kondisi pasien saat ini, prognosis
penyakit pasien mengarah ke dubius ad bonam.
45
DAFTAR PUSAKA
1.
2.
3.
4.
feeding. 2002.
Alderman H, Behrman J, & Hoddinott J. Hunger and malnutrition. In:
Lomborg
5.
B,
editor.
Global
crises,
global
solutions.
2004.
6.
41:8-11.
Inadiar, D. 2010. Perbedaan Pola Asah, Asih, Asuh pada Balita Status Gizi
Kurang dan Status Gizi Normal (Studi di Wilayah Kerja Puskesmas
Peneleh, Surabaya. Skripsi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas
7.
Airlangga, Surabaya).
InfoDATIN Pusat Data dan Informasi Kementrian Kesehatan RI. 2007.
8.
9.
46
47
26. Antonius HP, Badriul H, Setyo H. Pedoman Pelayanan Medis Ikatan Donter
Anak Indonesia. 2009.
27. Hannif, Nenny SM, Susy K. Faktor Risiko Diare Akut pada Balita. Berita
Kedokteran Masyarakat. Vol 27 no.1. 2011.
48