Studi Kasus Nausea & Vomiting Dan Inflammatory Bowel Disease
Studi Kasus Nausea & Vomiting Dan Inflammatory Bowel Disease
Studi Kasus Nausea & Vomiting Dan Inflammatory Bowel Disease
Oleh:
SUTATIK
142210101037
142210101003
142210101019
142210101053
142210101073
142210101093
YULINTAN MAULIDAR
142210101109
nonprescription sebelum gejala menjadi buruk atau berhubungan dengan masalah medis yang
lebih serius.
Manajemen nonfarmakologis mual dan muntah dapat mencakup berbagai aspek
seperti makanan, fisik, atau psikologis dll. Mual dan muntah dapat berlangsung dalam jangka
pendek dan jangka panjang. Dalam jangka pendek mual dan muntah biasanya tidak
membahayakan bagi pasien. Tetapi apabila sudah masuk dalam jangka panjang biasanya mual
dan muntah dapat menyebabkan dehidrasi sehingga keseimbangan elektrolit terganggu. Hal
ini dapat membahayakan bagi pasien. Pengeluaran muntah paling banyak adalah melalui
mulut, sehingga asam lambung yang terkandung di dalam muntah dapat merusak enamel gigi.
Efek negatif dari enzim pencernaan juga dapat merusak gusi.
Manifestasi klinis dari penderita yang mengalami mual muntah yaitu: Muntah umumnya
didahului oleh rasa mual (nausea) dan mempunyai tanda seperti; pucat, berkeringat, air liur
berlebihan, tachycardia, dan pernafasan tidak teratur, Rasa tidak nyaman, sakit kepala ,
kompleks: Berat badan menurun, demam, sakit perut , gejala muntah juga tergantung pada
beratnya penyakit pasien mulai dari muntah ringan sampai parah.
Banyak penyebab yang dapat menimbulkan mual, sehingga mual memiliki gejala yang
tidak spesifik. Penyebab mual bisa diakibatkan karena pusing, pingsan, stres, depresi, efek
samping obat (3%) dan awal kehamilan (morning sickness). Penyebab mual yang paling
umum, antara lain : infeksi gastrointestinal (37%) dan keracunan makanan. Beberapa
penyebab mual dapat berpotensi ke arah yang serius, diantaranya adalah : tekanan intrakranial
sekunder untuk trauma kepala atau stroke hemoragik, ketoasidosis diabetes, tumor otak,
masalah bedah, serangan jantung, pankreatitis, obstruksi usus halus, meningitis, radang usus
buntu, kolesistitis, krisis Addisonian, batu empedu (choledocholithiasis) dan hepatitis.
Muntah dapat disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain: alergi makanan , gangguan dari
tumor otak, peningkatan tekanan intrakranial akibat radiasi pengion , pendarahan otak,
migraine, hipoglikemia , hiperglikemi,hiperemesis, reaksi obat (alcohol, opioid, selective
serotonin reuptake inhibitor,obat kemoterapi ),Faktor lain (orang yang merasa mual kemudian
muntah dengan harapan agar lebih baik ,depresi , kelelahan setelah olahraga berat).
Patofisiologi ( Pusat muntah, disisi lateral dari retikular di medula oblongata,
memperantarai refleks muntah. Bagian ini sangat dekat dengan nukleus tractus solitarius dan
area postrema. Chemoreseptor Trigger Zone (CTZ) berlokasi di area postrema. Rangsangan
perifer dan sentral dapat merangsang kedua pusat muntah dan CTZ. Afferent dari faring, GI
tract, mediastinum, ginjal, peritoneum dan genital dapat merangsang pusat muntah. Sentral
dirangsang dari korteks serebral, cortical atas dan pusat batang otak, nucleus tractus solitarius,
CTZ, dan sistem vestibular di telinga dan pusat penglihatan dapat juga merangsang pusat
muntah. Kortikal atas dan sistem limbik dapat menimbulkan mual muntah yang berhubungan
dengan rasa, penglihatan, aroma, memori dan perasaaan takut yang tidak nyaman.Nukleus
traktus solitaries dapat juga menimbulkan mual muntah dengan perangsangan simpatis dan
parasimpatis melalui perangsangan jantung, saluran billiaris, saluran cerna dan saluran
kemih.Sistem vestibular dapat dirangsang melalui pergerakan tiba-tiba yang menyebabkan
gangguan pada vestibular telinga tengah. Reseptor sepeti 5-HT3, dopamin tipe 2 (D2), opioid
dan neurokinin-1 (NK-1) dapat dijumpai di CTZ. Nukleus tractus solitarius mempunyai
konsentrasi yang tinggi pada enkepalin, histaminergik, dan reseptor muskarinik kolinergik.
Reseptor-reseptor ini mengirim pesan ke pusat muntah ketika di rangsang. Sebenarnya
reseptor NK-1 juga dapat ditemukan di pusat muntah. Pusat muntah mengkoordinasi impuls
ke vagus, frenik, dan saraf spinal, pernafasan dan otot- otot perut untuk melakukan refleks
muntah.
Terapi non farmakologi dari mual muntah sepert :istirahat cukup, menghindari
makanan,minuman, atau aroma-aroma yang merangsang mual bahkan muntah, mengurangi
makanan yang tinggi karboihidrat, lemak, pedas, sebaliknya mencoba makanan, minuman,
atau aroma-aroma terapi segar yang masih dapat diterima dan tidak menimbulkan mual
muntah dll .
Terapi farmakologi seperti :antacids, H2-receptor antagonists, antihistamine
anticholinergic drugs, phenothiazines, butyrophenones, corticosteroids, cannabinoids,
substance p/neurokinin 1 receptor antagonists, metoclopramide, selective serotonin reuptake
inhibitors
asing.
Penolakan
tubuh
inilah
yang
memicu
sensasi
mual
yaitu chemoreceptor trigger zonese hingga menyebabkan mual dan muntah saat
hamil (Jojor, 2011).
Peningkatan hormone estrogen dan penurunan hormone TSH (ThyrotropinStimulating Hormone). Tiga hormon ini dipercaya merupakan beberapa faktor yang
berpengaruh dalam mual dan muntah hebat atau yang lebih dikenal dengan
istilah hyperemesis gravidarum pada kehamilan.
Infeksi Helicobacter pylori. Pada beberapa
penelitian
terkini
diduga
Apa sajakah tanda-tanda dehidrasi ringan, sedang, dan berat pada kehamilan?
Tanda dehidrasi pada wanita yang hamil sama dengan tanda dehidrasi pada orang
dewasa .Kekurangan cairan dalam tubuh bisa dibagi menjadi 3 bagian yang umum kita
kenal yaitu:
a. Tanda ehidrasi Ringan.
Dehidrasi ringan Yaitu kehilangan cairan 2-5% dari berat badan semula. tandatanda dehidrasi ini pada kehamilan dapat ditunjukan seperti :
mulut terasa kering dan lengket
kepala terasa sakit,
pusing,
merasa haus
mengantuk
berkurangnya frekuensi buang air kecil (urin pekat )
konstipasi
mata cekung
tekanan turgor sel berkurang, nadinya lemah
b. Tanda dehidrasi Sedang.
Dehidrasi sedang atau menengah dapat diartikan seperti kehilangan cairan 5%
dari berat badan semula. Tanda-tanda dehidrasi sedang yakni :
mengantuk
Pusing
otot lemah
mata kering
haus
Lidah keriput
c. Tanda dehidrasi berat.
tanda tanda dehidrasi berat adalah :
pada dehidrasi ini tubuh Kehilangan cairan 8% dari berat badan semula
Buang air kecil hanya sedikit atau tidak sama sekali
Urine berwarna kuning pekat
Mata cekung
Jantung berdegup kencang dan bernapas cepat
Tekanan darah rendah
Merasa sangat haus pada tingkat ekstrem
Mulut sangat kering
Mudah marah dan kebingungan
Kulit sangat kering, bisa juga keriput dan kurang elastis. Ketika ditekan,
permukaan kulit tidak kembali rata seperti semula
3.
4.
Jelaskan bagaimanakah tata laksana terapi yang aman dan efektif untuk Ny. EY
(tujuan terapi, terapi farmakologis dan non farmakologis)?
Tujuan keseluruhan dari terapi anti-emetik adalah untuk mencegah atau
menghilangkan mual dan muntah, seharusnya terapi tersebut tanpa menimbulkan
efek samping tetap serta ditujukan untuk memperhatikan keamanan bagi ibu hamil
DAFTAR PUSTAKA
DiPiro, NV. 2007. Nausea and Vomiting. in DiPiro, JT, et al. (Eds.). Pharmacotherapy: A
Pathophysiologic Approach. 7th ed. NY: McGraw-Hill
Einarson, A., Maltepe, C., Navioz, Y., Kennedy, D., Tan, M.P., and Koren, G. 2004. The
Safety of Ondansentron for Nausea and Vomiting of Pregnancy: a Prospective
Comparative Study. International Journal of Obstetrics and Gynaecology.Vol 111: p.
940-943.
Jojor. 2011. Perilaku Primigravida dalam Mengatasi Mual Muntah pada Masa Kehamilan di
Klinik Bersalin Citra II Medan. Skripsi. Keperawatan Universitas Sumatera Utara.
Niebyl, J.R. 2010. Nausea and Vomiting in Pregnancy. The New England Journal of
Medicine. Vol. 363: p.1544-1550.
kurangnya pengontrolan diri dibandingkan dengan populasi normal dan pasien dengan IBD
inaktif.
Ulcerative Colitis . Pada UC, inflamasi dimulai dari rektum dan meluas sampai kolon
bagian proksimal, dengan cepat melibatkan hampir seluruh bagian dari usus besar. Rektum
selalu terkena pada UC, dan tidak ada skip area (area normal pada usus yang diselangselingi oleh area yang terkena penyakit), dimana skip area ini didapatkan pada CD. 25% dari
kasus UC perluasannya hanya sampai rektum saja dan sisanya, biasanya menyebar ke
proksimal dan sekitarnya. Pancolitis terjadi pada 10% dari kasus-kasus yang ada. Usus halus
tidak pernah terlibat kecuali jika bagian akhir distal daripada ileum mengalami inflamasi
superfisial, maka dapat disebut dengan backwash ileitis. Walaupun keterlibatan total dari
kolon lebih sedikit, penyakit ini menyerang serentak dan berkesinambungan. Jika UC menjadi
kronik, maka kolon akan menjadi kaku (rigid), memiliki sedikit haustral marking, yang
menyebabkan gambaran pipa yang lebam/hitam pada barium enema.
Crohn Disease. CD dapat melibatkan bagian manapun daripada saluran pencernaan,
mulai dari mulut sampai anus, dan menyebabkan tiga pola penyakit yaitu penyakit inflamasi,
striktur, dan fistula. Penyakit ini melibatkan segmen-segmen oleh karena proses inflamasi
granuloma nonspesifik. Tanda patologi yang paling penting dari CD adalah transmural,
melibatkan seluruh lapisan daripada usus, tidak hanya mukosa dan submukosa, dimana jika
mukosa dan submukosa saja merupakan cirri daripada UC. Selain itu, CD tidak
berkesinambungan, dan memiliki skip area antara satu atau lebih dari area yang terkena
penyakit. Jika penyakit ini berlanjut, mukosa akan tampak seperti batu bulat (cobblestone)
oleh karena ulserasi yang dalam dan longitudinal pada mukosa yang normal. Tiga pola mayor
dari keterlibatan terhadap CD adalah penyakit pada ileum dan ceccum (40%), penyakit
terbatas pada usus halus (30%) dan terbatas pada kolon (25%). Rectal sparing khas terjadi
pada CD, tetapi tidak selalu terjadi. Namun, komplikasi anorektal seperti fistula dan abses
sering terjadi. Walaupun jarang terjadi, CD dapat melibatkan bagian saluran pencernaan yang
lebih proksimal, seperti mulut, lidah, esofagus, lambung dan duodenum.
Patofisiologi . Jalur akhir umum dari patofisiologi IBD adalah inflamasi pada mukosa
traktus intestinal menyebabkan ulserasi, edema, perdarahan, kemudian hilangnya air dan
elektrolit. Banyak mediator inflamasi yang telah diidentifikasi pada IBD, dimana mediatormediator ini memiliki peranan penting pada patologi dan karakteristik klinik penyakit ini.
Sitokin yang dikeluarkan oleh makrofag karena respon dari berbagai rangsangan antigenik,
berikatan dengan reseptor-reseptor yang berbeda, kemudian menghasilkan efekefek autokrin,
parakrin, dan endokrin. Sitokin juga akan mendiferensiasikan limfosit menjadi berbagai tipe
sel T. Sel T helper tipe 1 (TH-1) berhubungan dengan Chrons Disease (CD), sedangkan TH-2
berhubungan dengan Ulcerative Colitis (UC). Respon imun inilah yang akan merusak mukosa
intestinal dan menyebab proses inflamasi yang kronis.
Faktor-faktor pencetus yang memungkinkan terjadinya aktivasi respon imun pada IBD
adalah organisme patogenik (yang belum dapat diidentifikasi), respon imun terhadap antigen
intraluminal (contohnya protein dari susu sapi), atau suatu proses autoimun dimana ada
respon imun yang appropriate terhadap antigen intraluminal, adapula respon yang
inappropriate pada antigen yang mirip yang terjadi pada sel epitel intestinal (contohnya
perubahan fungsi barrier). Menurut studi prospektif E3N, ditemukan bahwa makan makanan
dengan protein hewani yang tinggi (daging atau ikan) berhubungan dengan meningkatnya
resiko terjadi IBD. Penderita IBD mungkin memiliki predisposisi genetik terhadap penyakit
ini. Beberapa penelitian menemukan kromosom 16 (gen IBD1), yang akhirnya menyebabkan
teridentifikasinya gen NOD2 (yang saat ini disebut CARD15) merupakan gen pertama yang
secara jelas beruhubugan dengan IBD (merupakan gen yang dicurigai berhubungan terhadap
CD). Ada juga penelitian yang menemukan kromosom 5 (5q31) dan 6 (6p21 dan 19p) sebagai
gen yang dicurigai ada hubungannya dengan IBD. Kesimpulannya, dari semua gen-gen yang
berpotensial ini, mereka dikatakan bukan penyebab (kausatif) daripada IBD, namun gen-gen
ini mendukung untuk terjadinya IBD (permisif). Resiko berkembangnya UC meningkat pada
orang-orang yang tidak merokok, namun bukan berarti dengan merokok dapat menimbulkan
perbaikan gejala terhadap penyakit UC. Sebaliknya, untuk CD insiden lebih tinggi ditemukan
pada perokok daripada populasi umum, dan pasien-pasien dengan CD yang tetap melanjutkan
merokok akan lebih sedikit responnya terhadap terapi.
Manifestasi IBD umumnya tergantung pada area mana yang terlibat di saluran
pencernaan. Pasien-pasien dengan IBD dapat pula mengalami Irritable Bowel Syndrome
(IBS), dimana akan terjadi kram perut, kebiasaan buang air besar yang tidak teratur, dan
keluarnya mukus tanpa darah atau pus. Gejala sistemik yang dapat terjadi adalah demam,
berkeringat, merasa lemas, dan nyeri sendi. Demam ringan merupakan tanda pertama yang
harus diwaspadai, kemudian pasien dapat merasa kelelahan yang berhubungan dengan nyeri,
inflamasi, dan anemia. Rekurensi dapat terjadi oleh karena faktor stres emosional, infeksi atau
berbagai penyakit akut lainnya, kehamilan, penyimpangan pola makan, penggunaan cathartic
atau antibiotik, ataupun penghentian penggunaan obat-obatan antiinflamasi atau steroid. Pada
anak-anak dapat terjadi keterlambatan tumbuh dan maturasi seksualnya tertunda atau gagal.
Pada 10-20% kasus terdapat manifestasi ekstraintestinal seperti arthritis, uveitis, dan penyakit
liver. Nyeri tekan pada abdomen dapat terjadi sebagai tanda dari peritonitis lokal. Pasien
dengan megakolon toksik tampak terlihat sepsis, yang ditandai dengan demam tinggi, letargi,
menggigil, takikardi, meningkatnya nyeri pada abdomen, dan distensi abdomen.
Kehilangan berat badan lebih sering terjadi pada CD daripada UC karena terjadinya
malabsorpsi yang berhubungan dengan penyakit pada usus halus. Pasien bisa tidak mau
makan karena ingin mengurangi gejala yang terjadi. Biasanya, diagnosis dapat ditegakkan
hanya setelah beberapa tahun mengalami nyeri perut berulang, demam, dan diare. Berak
berdarah, terkadang dengan tenesmus, khas terjadi pada UC, namun pada CD kadang-kadang
juga dapat terjadi. Sebagian besar pasien dengan CD dapat mengalami penyakit perianal
seperti fistula dan abses, kadang-kadang dapat juga mengalami nyeri perut kanan bawah akut
dan demam, mirip apendisitis dan obstruksi intestinal. Tidak jarang pasien didiagnosa dengan
IBS sebelum terdiagnosa IBD. Pasien dengan CD mungkin dapat ditemukan massa pada
kuadran perut kanan bawah. Komplikasi (seperti fisura atau fistula perianal, abses, dan
prolaps rektum) dapat ditemukan sampai pada 90% pasien dengan CD, dan tanda-tanda yang
biasa terjadi adalah kehilangan darah yang tidak biasanya, demam ringan, kehilangan berat
badan, dan anemia Pemeriksaan rektum sering ditemukan berak darah pada pemeriksaan
makroskop atau hemoccult. Pemeriksaan fisik juga sebaiknya dilakukan untuk mencari
manifestasi ekstraintestinal seperti iritis, episcleritis, arthritis, dan keterlibatan dermatologi.
Terapi non farmakologi dapat dilakukan dengan : Support Nutrisi, dilakukan dengan
parenteral nutrisi. Tujuannya adalah untuk mengistirahatkan usus serta meningkatkan intake
nutrisi, karena pada pasien IBD yang parah, kondisi pasien lemas sebab makanan yang masuk
tidak bisa tercerna dan terabsorbsi dengan baik sehingga support nutrisi sangat dibutuhkan.
Pembedahan, tindakan ini dirasa perlu pada pasien ulcerative colitis, karena, jika
sudah tidak dapat tertangani oleh pengobatan farmakologi, pemotongan usus yang mengalami
inflamasi adalah jalan yang terbaik. Namun, hal ini tidak efektif pada pasien chron disease
karena pada penyakit chron disease, inflamasi sudah mencapai lapisan bagian bawah sehingga
abses dapat mengenai usus sebelahnya, dan jika usus tersebut dipotong, maka akan terus
muncul kembali di berbagai bagian yang berbeda.
Terapi farmakologi merupakan jalur utama pengobatan IBD. Terapi farmakologi untuk
IBD adalah dengan beberapa golongan obat berikut, seperti anti inflamasi (bukan NSAID,
golongan
aminosalisilat,
Sulfasalazin),
kortikosteroid
(Prednisone,
Budesonide
selama 3-4 minggu harus ditarik untuk menghindari hidrolisis adrenal. Jika pasien
tidak responsif terhadap kortikosteroid maka akan diberikan cyclosporin secara
intravena sebanyak 4mg/kg perhari.
Untuk terapi maintenance digunakan sulfasalazin dan derivat mesalamin untuk
mempertahankan
remisi.
Sulfasalazin
lebih
efektif
mempertahankan
remisi
dibandingkan osalazin. Untuk pasien proktitis atau distal disease mesalamin enema
atau supositoria merupakan first line agent.
Pada terapi maintenace penggunaan steroid tidak dapat mempertahankan
remisi ulcerative colitis. Untuk pasien yang sudah ketergantungan dengan steroid
maka penggunaan azathioprine efektif mencegah kekambuhan ulcerative colitis dalam
waktu 4 tahun lebih. Pasien yang telah menggunakan infliximab maka pada terapi
pemeliharaan dengan menggunakan dosis sebanyak 5mg/kg selama 8 minggu.
DAFTAR PUSTAKA
Day R, Ilyas M, Daszak P, Talbot I, Forbes A. Expression of syndecan-1 in infl ammatory
bowel disease and a possible mechanism of heparin therapy. Dig Dis Sci.
1999;44:2508-15.
DiPiro, NV. 2007. Inflammatory Bowel Disease. in DiPiro, JT, et al. (Eds.). Pharmacotherapy:
A Pathophysiologic Approach. 7th ed. NY: McGraw-Hill
Hanauer SB, Sandborn W. Management of Crohns disease in Adults. Am J Gastroenterol
2001; 96:635-643.