Obat Dan Penggolongannya
Obat Dan Penggolongannya
Obat Dan Penggolongannya
MATERI PEMBELAJARAN
A. OBAT DAN PENGGOLONGANNYA
1.
atau menyelidiki
Paten
Obat
dengan
nama
dagang
dari
pabrik
yang
memproduksinya.
b. Obat Generik : Obat dengan nama generik yaitu nama resmi yang telah
ditetapkan dalam Farmakope Indonesia dan INN (Internasional Non
Propietary Names) untuk zat yang berkhasiat yang dikandungnya.
c. Obat Essensial adalah obat yang terpilih yang paling dibutuhkan untuk
pelayanan kesehatan, mencakup upaya diagnosa, profilaksi, terapi dan
rehabilitasi, yang harus selalu tersedia pada unit pelayanan kesehatan
sesuai dengan tingkatnya.
Beberapa pengertian mengenai obat:
a. Obat Jadi : Sediaan atau paduan bahan-bahan yang siap untuk
digunakan untuk mempengaruhi atau menyelidiki system fisiologis atau
keadaan keadaan patologi , dalam rangka penetapan diagnosa,
pencegahan, penyembuhan, pemulihan, peningkatan kesehatan dan
kontrasepsi.
b. Obat palsu : Obat yang diproduksi oleh yang tidak berhak berdasarkan
peraturan perundang-undangan yang berlaku, obat yang tidak terdaftar,
dan obat yang kadar zat berkhasiatnya menyimpang lebih dari 20% dari
basis kadar yang ditetapkan.
2.
PENGGOLONGAN OBAT
Untuk meningkatkan keamanan dan ketepatan penggunaan obat serta
pengamanan distribusinya, obat yang beredar di Indonesia digolongkan
menjadi 6 golongan yaitu :
Obat Bebas :
Obat bebas adalah golongan obat yang dalam penggunaannya tidak
membahayakan
dan
masyarakat
dapat
menggunakannya
tanpa
obat
ini
cukup
dalam
aman,
jumlah
tetapi
tertentu
apabila
(jumlah
terlalu
terbatas)
banyak
akan
dokter sampai jumlah tertentu dan diperoleh tanpa resep dokter di Apotek,
toko obat berijin dan warung-warung. Golongan obat bebas terbatas pada
kemasannya bertanda khusus lingkaran berwarna biru dengan garis tepi
berwarna hitam dan harus dilengkapi dengan tanda Peringatan PI sampai P6
sebagai berikut:
P1. Awas Obat Keras. Bacalah aturan memakainnya.
Contoh : tablet Decolgen, Paramex, Neozep
P2. Awas Obat keras. Hanya untuk kumur jangan ditelan
Contoh : Obat kumur Betadin, Listerin
P3. Awas Obat Keras. Hanya untuk bagian luar badan.
tidak
memerlukan
cara
dan
alat
khusus
4.
OBAT KERAS
Obat Keras adalah golongan obat yang pemakaiannya harus di
bawah pengawasan dokter. Untuk memperolehnya harus dengan resep
dokter dan hanya dapat dibeli di Apotek, termasuk di Rumah Sakit. Obat
keras pada kemasannya diberi tanda lingkaran merah dengan huruh K yang
berwarna hitam. Contoh : Obat-obat golongan antibiotika, obat suntik
(injeksi)
5.
PSIKOTROPIKA
Obat
ini
pemakaiannya
merupakan
harus
di
golonagn
bawah
obat
yang
pengawasan
berbahaya
dokter
dan
yang
untuk
NARKOTIKA
Narkotika merupakan obat atau bahan yang bermanfaat dibidang
pengobatan dan ilmu pengetahuan, namun disisi lain dapat menimbulkan
ketergantungan. Penyalahgunaan obat golongan ini dapat berakibat buruk
pada tubuh pemakainya , juga merugikan keluarga, lingkungan dan
masyarakat.
Untuk mendapatkan obat ini harus dengan resep dokter dan tidak
boleh dilakukan pengulangan harus menggunakan resep yang baru. Obat ini
hanya dapat diperoleh di Apotek, Rumah Sakit. Sebagai contohnya antara
lain : Morfin, Codein.
Untuk meningkatkan keamanan dan ketepatan penggunaan obat
serta pengamanan distribusi untuk golongan obat Psikotropika dan Narkotika
Pemerintah. melakukan pengawasan secara ketat dengan diterbitkannya
Undang-Undang Nomor 5 tahun 1997 tentang Psikotropika dan UndangUndang Nomor 22 tahun 1997 tentang Narkotika.
1.
corrigen
= segera atau
C. DOSIS OBAT
1.
Untuk dapat menghasilkan efek farmakologi atau efek terapi, obat harus
mencapai tempat aksinya dalam konsentrasi yang cukup. Tercapainya
konsentrasi tersebut tergantung dari jumlah (dosis) obat yang diberikan,
tergantung pada keadaan dan kecepatan obat diabsorpsi dan distribusinya
oleh aliran darah kebagian lain dari badan.
- Dosis atau takaran obat yang diberikan kepada pasien agar
menghasilkan efek terapi yang diharapkan dosisnya harus tepat dan dapat
digambarkan sebagai jumlah yang cukup tetapi tidak berlebihan.
Apabila dosis obat yang diberikan kepada pasien tidak tepat akan merugikan
pasien, seperti dosis obat yang terlalu kecil tidak akan memberikan efek
terapi, terjadinya resistensi bakteri untuk obat golongan antibiotika. Dosis
yang terlalu besar dapat menyebabkan keracunan bahkan kematian.
Beberapa ketetapan yang berhubungan dengan dosis obat yang tercantum
dalam Farmakope Indonesia Edisi II tahun 1979 adalah :
a. Dosis maksimal yang tertera dalam Farmakope adalah dosis untuk
ornag dewasa, yang tidak boleh dilampui kecuali jika dibelakang
jumlah obat dibubuhi tanda seru dan paraf dokter penulis resep.
b. Dosis lazim yang tertera dalam Farmakope hanya merupakan petunjuk
dan tidak mengikat.
c. Selain dalam daftar dosis maksimum oral tertera juga pada monografi.
Beberapa istilah yang digunakan untuk dosis obat antara lain :
1. Dosis lazim adalah dosis obat yang biasa (lazim) yang diharapkan
menhnbulkan efek yang diinginkan.
2. Rentangan dosis lazim adalah suatu dosis obat yang menunjukkan
kisaran harga dosis lazim.
3. Dosis awal, dosis pertama atau dosis muat adalah suatu dosis
obat yang dibutuhkan guna tercapainya konsentrasi obat yang
diinginkan dalam darah atau jaringan.
4. Dosis perawatan adalah suatu dosis obat yang digunakan untuk
mempertahankan
konsentrasi
obat
yang
diinginkan
dalam
Dosis atau takaran obat yang harus diberikan kepada pasien untuk
menghasilkan efek yang diharapkan tergantung dari banyak factor, antara lain :
Umur
Berat badan
Luas permukaan tubuh
Jenis kelamin
Status patologi
Toleransi terhadap obat
Waktu penggunaan obat
Bentuk sediaan dan cara pemakaian obat
Banyaknya faktor dan variasi biologi berbeda untuk tiap individu yang
berpengaruh terhadap dosis obat, sehinggga digunakan istilah DOSIS LAZIM.
Dosis lazim adalah dosis ang dibutuhkan bagi kebayakan pasien atau dosis ratarata yang biasanya (lazim) memberikan efek yang diinginkan dan merupakan
dosis awal bagi pasien yang menggunakan obat untuk pertama kali.
KOMBINASI OBAT
Dua macam obat yang digunakan pada waktu bersamaan dapat saling
mempengaruhi kerja masing-masing obat, kemungkinan dapat menunjukkan
kerja sebagai berikut:
a. Antagonisme terjadi apabila kerja / aksi kegiatan obat yang pertama
dikurangi atau ditiadakan sama sekali oleh obat yang kedua yang memiliki
khasiat farmakologi berlawanan.
b. Sinergisme adalah kerjasama antara dua obat dan dikenal ada dua
macam yaitu :
Adisi (summasi), efek kombinasi adalah sama dengan jumlah kegiatan
dari masing-masing obat.
Potensiasi (=meningkatkan potensi)
Kedua obat saling memperkuat khasiatnya, sehingga terjadi efek yang
melebihi jumlah matematisnya.
pemakaian.
Perlu diperhatikan apakah dalam bagian incripstio dari resep ada tanda aa., did,,
ad, Dalam bentuk sediaan apa obat dalam resep tersebut dibuat (sediaan padat,
semi padat, atau cair). Perlu diperhatikan juga signature atau aturan pemakaian
obat seperti s.p.r.n., s.t.t.d., s b d d cth.
Hasil perhitungan jumlah pemakaian obat untuk sekali dan sehari dibandingkan
dengan batasa maksimalnya seperti tercantum dalam Farmakope.
b.
Dosis maksimal B
Dosis maksimal C
DOSIS ANAK
Untuk
perhitungan
dosis
untuk
anak
dapat
dilakukan
dengan
membandingkan dengan daftar dosis untuk anak yang tertera dalam Farmakope
Indonesia.
Dosis maksimal untuk anak dapat diperhitungkan dengan menggunakan rumus
di bawah ini:
a. Rumus Fried dan Clark (untuk pasien anak kurang dari 1 tahun)
Umur dalam bulan X berat badan (pound)
------------------------------------------------------- X Dosis maksimal dewasa
150
b. Rumus Young (untuk anak umur 1-8 tahun)
n
-----n+12
20
n = umur dalam tahun
Kriteria pengobatan yang rasional mencakup ketepatan dalam hal : tepat
diagnosis, indikasi, pemilihan jenis obat, tepat dosis, cara dan jangka waktu
pemberian, tepat penilaian terhadap kondisi pasien, tepat dalam pemberian
informasi, tepat evaluasi dan tindak lanjutnya dengan beaya terjangkau dan
waspada terhadap efek samping obat.
Agar tercapai tujuan pengobatan yang efektif, aman dan ekonomis, obat
haras diberikan dengan dosis yang tepat. Dosis yang diberikan kepada pasien
haras dalam jumlah yang cukup. Pemberian dosis yang cukup berarti pemberian
dosis sedemikian rupa, sehingga memberikan efek yang diinginkan tanpa dosis
berlebihan dan dengan demikian tidak menimbulkan efek yang tidak diinginkan
seperti timbuhiya toksisitas obat.
D. INKOMPATIBILITAS FARMASETIS
Obat dapat berinteraksi dengan makanan, zat kimia yang masuk dari
lingkungan atau dengan obat lain. Interaksi antara obat dengan obat
didefinisikan sebagai modifikasi efek dari suatu obat karena kehadiran obat yang
lain, baik diberikan sebelumnya atau bersama-sama. Berdasarkan tempat
terjadinya, interaksi dapat digolongkan:
1. Diluar tubuh (Inkompatibilitas Farmasetis)
2. Didalam tubuh (Inkompatibilitas Farmakologi)
Berdasarkan mekanisme, interaksi obat dapat digolongkan :
1. Interaksi Farmasetis atau inkompatibilitas.
2. Interaksi Farmakokinetik.
3. Interaksi Farmakodinamik.
INKOMPATIBILITAS FARMASETIS
Inkompatibilitas ini terjadi diluar tubuh (sebelum obat diberikan / diminum)
antara obat yang tidak dapat dicampur (inkompatibel). Pencampuran obat yang
demikian ini menyebabkan terjadinya interaksi langsung secara fisika atau kimia,
yang hasilnya mungkin terlihat sebagai pembentukan endapan, perubahan
warna, dan lain-lain, atau mungkin juga tidak terlihat dan interaksi ini biasanya
akan berakibat in aktivasi obat.
INKOMPATIBILITAS FARMASETIS
Inkompatibilitas farmasetis dapat dibagi menjadi 2 golongan yaitu :
a) Inkompatibilitas fisika
b) Inkompatibilitas kimia
a)
Inkompatibilitas fisika
Inkompatibilitas fisika atau tak tercampuraya obat secara fisika adalah
Inkompatibilitas kimia
Inkompatibilitas kimia atau tak tercampurkan obat secara kimia adalah
FARMASETIS
PADA
SEDIAAN
PADAT
DAN
PENGATASANNYA
Sediaan Pulveres dan Pulvis
Pada
prinsipnya
sediaan
pulveres
dan
pulvis
harus
memenuhi
persyaratan yaitu halus, kering dan homogen, sehingga dapat dihasilkan suatu
sediaan yang memenuhi persyaratan dan keadaannya tetap utuh sesuai dengan
tertulis dalam suatu resep.
Inkompatibilitas fisika yang sering terjadi pada sediaan pulveres dan
pulvis adalah :
Hexamin
Acetosal aa 0.250
Luminal
0,030
s.l.q.s.
mJ.pulv.dtdNo. XV
s.tdd pl
Rf
Mentol 6
Camphor
Zinc Oxyd
Talc, venetad
50
m.f.pulv.ads.
s.tdd pl
0,200
Natriiiodida
0,400
Sacch laktis
q.s.
s.l.q.s.
m.f.pulv.dtd No. XV
s.tdd pl
R/Natrii bromida
0,200
Amm. chlorid
0,300
E lacosacch minth.pip.
0,250
R/Magnesii sulfat
10
Natrii sulfat
15
Natrii chlorida
m.f.pulvis
S.tdd CI
2).Terjadinya adsorbsi
Contoh :
R/CodeinHClO,010
Exh. Belladon
0,015
Bolus alba
0,200
0,025
Asetosal
0,400
Luminal
0,015
b)
Perubahan warna
c)
Pengendapan (praecipitation)
d)
Produk
yang
dihasilkan
kurang
atau
tidak
memuaskan
(product
unsatisfactory)
Pengatasan yang dapat dilakukan apabila terjadi inkompabilitas farmasetis
antara lain dengan cara:
a)
b)
c)
d)
Merubah volume
e)
Pembuatan emulsi
f)
Pembuatan suspense
g)
h)
INKOMPATIBILITAS FARMAKOLOGI/TERAPETIS/INTERAKSI
Obat dapat berinteraksi dengan makanan, zat kimia yang masuk dari
lingkungan atau dengan obat lain. Interaksi antara dengan obat didefinisikan
sebagai efek dari suatu obat karena kehadiran obat lain baik yang diberikan
sebelumnya atau bersama-sama. Interaksi antara dua obat yang diberikan
secara bersamaan dapat menghasilkan efek yang bersifat potensiasi atau
antagonisme (efek yang berlainan) satu dengan obat lain, yang berarti dapat
menguntungkan atau merugikan.
Contoh interaksi yang menguntungkan antara lain : kombinasi anti hipertensi, anti
TBC,
sedangkan yang
merugikan antara
lain kombinasi tetrasiklin dengan antacida, dan kombinasi yang bersifat seperti
coffein dengan barbital.
Inkompatibilitas farmakologi ini akan diberikan pada semester berikutnya.
SUPOSITORIA
Inkompabilitas farmasetis pada sediaan supositoria yang dapat timbul
adalah :
Adanya obat yang dapat menurunkan
oleum Cacao, adanya obat atau larutan obat yang tidak dapat campur dengan
basis supositoria atau supositorianya menjadi lunak.
Adapun pengatasannya dapat dilakukan antara lain dengan :
a. Penambahan bahan yang dapat mempengaruhi titik lebur
b. Penambahan bahan yang dapat membantu campurnya obat
dengan basis supositoria
c. Mengganti dengan basis yang cocok
Contoh:
R/ Hidras Chlorali
mg. 100
Ol.Cacao q.s
m.f.supp.dtd.No.IV
S. s. d. d. I.
R/ Acidum Salisil
P.E.G. 1000
7,5
P.E.G. 4000
2,5
m.f.Supositoria
Inkompabilitas Farmasetis yang terjadi pada bentuk sediaan semi padat berupa
unguenta (salep).
Unguenta atau salep merupakan sediaan farmasi berbentuk setengah padat
yang mempunyai persyaratan antara lain bahan obatnya hams larut atau
terdispersi homogen dalam dasar salep yang cocok, tidak boleh berbau tengik
dan mudah dioleskan atau digunakan serta halus.
Inkompabilitas Farmasetis yang terjadi pada sediaan unguenta adalah :
1. Keluarnya air (karena system emulsinya rusak / adanya air / larutan obat
yang tidak terserap basis).
2. Obat tidak / sukar larut dengan basis salep
3. Terbentuknya senyawa lain, karena terjadi reaksi kimia.
Adapun pengatasannya yang dapat dilakukan adalah :
1. Penggantian sebagian basis dengan basis yang cocok.
2. Menjaga system emulsi tetap baik / stabil.
3. Penambahan suatu zat yang membantu tercampurnya obat dengan
basis.
4. Dicampur secara tak langsung.
5. Menghilangkan salah satu bahan yang menimbulkan masalah.
Contoh:
R/AcidSalisil
Naphtol
Sapo Kalimus
5
2
10
Vaselin ad.
40
m.f.ungt.
R/Bals. Peruv
Acid Salisil
Vaselin ad.
20
m.dS.u.e
R/Iodii
0,6
Calomel
2,5
Vaselin
m.dS.u.e
Phenobarbital
0,100
PotMgr.c.Tuss
100
m.d.S.t.d.d.C I
Inkompabilitas khemis pada sediaan cair pada umumnya terjadi karena hasil
reaksi kimia pada waktu mencampur bahan-bahan obat dalam suatu resep.
Peristiwa tersebut dapat terjadi dengan cepat atau lambat.
Inkompabilitas khemis yang sering terjadi pada sediaan antara lain :
1. Terbentuknya endapan (precipitation)
Contoh : R/ Syr Thymi
75
EphedrinHCl
0,300
Papaverin HCl
Sasa gtt.XV
Aqua ad.
300
m.f.potio
2. Reaksi yang terjadi karena oksidasi atau reduksi
Adapun peristiwa Inkompabilitas tersebut sering terjadi adalah peristiwa
oksidasi, sedangkan reduksi jarang terjadi. Oksidasi akan dipercepat degan adanya sinar, suhu penyimpangan yang berlebihan, pH yang kurang
tepat, adanya katalis logam berat.
Bahan-bahan obat yang mudah teroksidasi antara lain : andrenalin, dextrose, vitamin C, Sulfacetamid (tetes mata), sulfonamid injeksi.
3. Terjadinya perubahan wama.
Contoh : phenol phthalein (laxative), andrenalin keduanya dalam suasana
alkalis, senyawa fenol dengan berat logam.
R/Fenolliq
2,0
FerriChlorid
4,0
Gliserin
5,0
Aqua ment.pip
9,0
m.f.S.sol.garggle
4. Tidak stabil dalam larutan (terjadi peruraian). Ketidak stabilan obat dalam
air atau terjadinya peruraian kemungkinan dapat meyebabkan tejadinya
inkompatibilitas farmakolgis atau interaksi.
Contoh : Asetal didalam air akan terurai menjadi asam asetat dan asam
salisilat.
Phenobarbital sodium dalam air terurai menjadi fenil etil asenil
ureum.
R/ Elkosin
Phenobarb.Na
1,6
C.T.M.
0,050
O.B.H.
M.f.l.apotio
ad.
200
R/ Pot.Riveri
200
adde.
Magn.Citrat
Extr.Belladon
0,03
g. Pemisahan obat.
1.
resep
sepenuhnya
Apoteker
Pengelola Apotek.
Alur Pelayanan resep ataupun salinan resep melalui tahap-tahap sebagai
berikut:
Pasien
datang
ke
Apotek
dengan
membawa
resep
dokter
dan
pembacaan
resep,
pengecekan
tahap
ini
dilakukan
untuk
mengetahui
kemungkinan
terjadikesalahan
dalam
masalah
dengan
efek
bahan
yang
untuk
emulgator,
solubilizer
atau
lain-lain.
Menghilangkan bahan yang mempunyai efek terapi kecil / tidak
berefe. Merubah pelarut, volume.
Mengganti bentuk obat dengan bentuk obat yang lain yang tidak
merubah efek terapinya dan dipilih untuk obatyang mempunyai sifat
dapat
campur
dengan
pembawa,
larut
serta
dapat
dijamin
2.
SOAL LATIHAN
Pertanyaan:
1. Bagaimana analisis saudara dari resep-resep di bawah ini ?
Mengenai:
a. Problematik
b. Perhitungan over dan tidaknya Dosis pemakaian terhadap dosis
maksimum dan cara pembuatannya serta buatkan salinan resepnya.
Diketahui:
Dosis Maksimum Dewasa Farmakope Indonesia adalah
Aminophyllin
500 mg /1,5 g
Ephedrin
50 mg /150 mg
Luminal
300 mg / 600 mg
Diketahui
Dosis Maksimum Dewasa Farmakope Indonesia adalah
Hexamin
1 g/ 4g
Phenyl Salicyl
600 mg/5g
Asetosal
1g/8g
Extr.Belladonna
20 mg / 80 mg
Diketahui:
Dosis Maksimum Dewasa Farmakope Indonesia adalah
Ephedrin
50 mg /150 mg
Theophylin
500 mg /1 g
Diketahui:
Dosis Maksimum Dewasa Farmakope Indonesia adalah
Luminal
300 mg / 600 mg
Asetosal
1g
PUSTAKA
1996,
Kumpulan
Perundang-undangan
Bidang
Sediaan
H.C.,
Popovich,
N.G.,
Alien,
L.V.,
1995,
th
Ed.,