LP Ket
LP Ket
LP Ket
1. Definisi
Kehamilan ektopik adalah kehamilan di mana sel telur yang dibuahi
berimplantasi dan tumbuh di luar endometrium kavum uterus. Kehamilan ektopik
dapat terjadi di luar rahim misalnya dalam tuba, ovarium atau rongga perut, tetapi
dapat juga terjadi di dalam rahim di tempat yang luar biasa misalnya dalam cervik,
pars intertistialis atau dalam tanduk rudimeter rahim (Wiknjosastro, H., 1999).
Kehamilan ektopik adalah kehamilan dengan implantasi terjadi diluar
rongga uterus, tuba falopii merupakan tempat tersering untuk terjadinya implantasi
kehamilan ektopik,sebagian besar kehamilan ektopik berlokasi di tuba,jarang
terjadi implantasi pada ovarium,rongga perut,kanalis servikalis uteri,tanduk uterus
yang rudimenter dan divertikel pada uterus. (Sarwono, 2007).
Kehamilan ektopik merupakan kehamilan yang berbahaya karena tempat
implantasinya tidak memberikan kesempatan untuk tumbuh kembang mencapai
aterm. Kehamilan ektopik terganggu (KET) adalah keadaan di mana timbul
gangguan pada kehamilan tersebut sehingga terjadi abortus maupun ruptur yang
menyebabkan penurunan keadaan umum pasien(Wiknjosastro, H., 2000.).
2. Klasifikasi
Klasifikasi kehamilan ektopik berdasarkan tempat terjadinya implantasi dari kehamilan
ektopik, dapat dibedakan menurut :
a. Kehamilan tuba adalah kehamilan ektopik pada setiap bagian dari tuba fallopi.
Sebagian besar kehamilan ektopik berlokasi di tuba (95%).18 Konseptus dapat
berimplantasi pada ampulla (55%), isthmus (25%), fimbrial (17%), atau pun pada
interstisial (2%) dari tuba. Tuba fallopi mempunyai kemampuan untuk berkembang
yang terbatas, sehingga sebagian besar akan pecah (ruptura) pada umur
kehamilan 35-40 hari.
b. Kehamilan ovarial merupakan bentuk yang jarang (0,5%) dari seluruh kehamilan
ektopik dimana sel telur yang dibuahi bernidasi di ovarium. Meskipun daya
akomodasi ovarium terhadap kehamilan lebih besar daripada daya akomodasi
tuba, kehamilan ovarium umumnya mengalami ruptur pada tahap awal.
c. Kehamilan servikal adalah bentuk dari kehamilan ektopik yang jarang sekali
terjadi. Nidasi terjadi dalam selaput lendir serviks. Dengan tumbuhnya telur,
serviks mengembang. Kehamilan serviks jarang melewati usia gestasi 20 minggu
sehingga umumnya hasil konsepsi masih kecil dan dievakuasi dengan kuretase.
d. Kehamilan Abdominal Kehamilan ini terjadi satu dalam 15.000 kehamilan, atau
kurang dari 0,1% dari seluruh kehamilan ektopik.20 Kehamilan Abdominal ada 2
macam :
a. Primer , dimana telur dari awal mengadakan implantasi dalam rongga perut
b. Sekunder, yaitu pembentukan zigot terjadi ditempat yang lain misalnya di
dalam saluran telur atau ovarium yang selanjutnya berpindah ke dalam
rongga abdomen oleh karena terlepas dari tempat asalnya. Hampir semua
kasus kehamilan abdominal merupakan kehamilan ektopik sekunder akibat
ruptur atau aborsi kehamilan tuba atau ovarium ke dalam rongga abdomen
Walaupun ada kalanya kehamilan abdominal mencapai umur cukup bulan,
hal ini jarang terjadi, yang lazim ialah bahwa janin mati sebelum tercapai
maturitas (bulan ke 5 atau ke 6) karena pengambilan makanan kurang
sempurna.
e. Kehamilan Heterotopik adalah kehamilan ektopik yang dapat terjadi bersama
dengan kehamilan intrauterin. Kehamilan heterotipik ini sangat langka, terjadi satu
dalam 17.000-30.000 kehamilan ektopik.Kehamilan heterotopik dapat di bedakan
atas :
a. Kehamilan kombinasi (Combined Ectopik Pregnancy) yaitu kehamilan yang
dapat berlangsung dalam waktu yang sama dengan kehamilan intrautrin
normal.
b. Kehamilan ektopik rangkap (Compound Ectopic Pregnancy) yaitu
terjadinya kehamilan intrauterin setelah lebih dahulu terjadi kehmilan
ektopik yang telah mati atau pun ruptur dan kehmilan intrauterin yang
terjadi kemudian berkembang seperti biasa.
f. Kehamilan interstisial yaitu implantasi telur terjadi dalam pars interstitialis
tuba.Kehamilan ini juga disebut sebagai kehamilan kornual (kahamilan intrauteri,
tetapi implantasi plasentanya di daerah kornu, yang kaya akan pembuluh darah).
Karena lapisan myometrium di sini lebih tebal maka ruptur terjadi lebih lambat kira-
kira pada bulan ke 3 atau ke 4. Kehamilan interstisial merupakan penyebab
kematian utama dari kehamilan ektopik yang pecah.
g. Kehamilan intraligamenter Kehamilan intraligamenter berasal dari kehamilan
ektopik dalam tuba yang pecah. Konseptus yang terjatuh ke dalam ruangan ekstra
peritoneal ini apabila lapisan korionnya melekat dengan baik dan memperoleh
vaskularisasi di situ fetusnya dapat hidup dan berkembang dan tumbuh
membesar. Dengan demikian proses kehamilan ini serupa dengan kehmilan
abdominal sekunder karena keduanya berasal dari kehamilan ektopik dalam tuba
yang pecah.
h. Kehamilan tubouteina merupakan kehamilan yang semula mengadakan implantasi
pada tuba pars interstitialis, kemudian mengadakan ekstensi secara perlahan-
lahan ke dalam kavum uteri.
i. Kehamilan tuboabdominal berasal dari tuba, dimana zigot yang semula
megadakan implantasi di sekitar bagian fimbriae tuba, secara beangsur
mengadakan ekstensi ke kavum peritoneal.
j. Kehamilan tuboovarial digunakan bila kantung janin sebagian melekat pada tuba
dan sebagian pada jaringan ovarium.
(Wiknjosastro, H., 2000; Marpaung, C., 2007; )
3. Etiologi
Etiologi kehamilan ektopik telah banyak diselidiki, tetapi sebagian besar
penyebabnya tidak begitu diketahui.Tiap kehamilan dimulai dengan pembuahan telur
dibagian ampulla tuba, dan dalam perjalanan ke uterus telur mengalami hambatan
sehingga pada saat nidasi masih di tuba.
Menurut Saifuddin tahun 2009 faktor-faktor yang memegang peranan dalam hal ini
ialah sebagai berikut:
a. Faktor tuba
Adanya peradangan atau infeksi pada tuba menyebabkan lumen tuba
menyempit atau buntu.
Keadaan uterus yang mengalami hipoplasia dan saluran tuba yang
berkelok-kelok panjang yang dapat menyebabkan fungsi silia tuba tidak
berfungsi dengan baik.
Keadaan pasca operasi rekanalisasi tuba dapat merupakan predisposisi
terjadinya kehamilan ektopik.
Faktor tuba yang lain ialah adanya kelainan endometriosis tuba atau
divertikel saluran tuba yang bersifat congenital
Adanya tumor disekitar saluran tuba, misalnya mioma uteri atau tumor
ovarium yang menyebabkan perubahan bentuk juga dapat menjadi etiologi
kehamilan ektopik terganggu.
b. Faktor abnormalitas dari zigot
Apabila tumbuh terlalu cepat atau tumbuh dengan ukuran besar, maka zigot akan
tersendat dalam perjalanan pada saat melalui tuba, kemudian berhenti dan
tumbuh di saluran tuba.
c. Faktor ovarium
Bila ovarium memproduksi ovum dan ditangkap oleh tuba dapat membutuhkan
konsep khusus atau waktu yang lebih panjang sehingga kemungkinan terjadinya
kehamilan ektopik lebih besar.
d. Faktor hormonal
Pada akseptor, pil KB, yang hanya mengandung progesteron dapat
mengakibatkan gerakan tuba melambat.Apabila terjadi pembuahan dapat
menyebabkan terjadinya kehamilan ektopik.
e. Faktor lain
Termasuk disini antara lain adalah pemakaian IUD dimana proses peradangan
yang dapat timbul pada endometrium dan endosalping dapat menyebabkan
terjadinya kehamilan ektopik. Faktor umur penderita yang sudah menua dan faktor
perokok juga sering dihubungkan dengan terjadinya kehamilan ektopik.
4. Manifestasi Klinik
Tanda dan gejala menurut Wiknjosastro tahun 2007 antara lain :
a. Adanya amenorea sering ditemukan walaupun hanya pendek saja sebelum diikuti
perdarahan
b. Mual dan muntah
c. Rasa nyeri di bagian kanan atau kiri perut ibu
d. Perut semakin membesar dan keras
e. Suhu badan agak naik
f. Nadi cepat
g. Tekanan darah menurun
Kehamilan ektopik belum terganggu sulit diketahui, karena biasanya penderita
tidak menyampaikan keluhan yang khas. Pada umumnya penderita menunjukkan gejala
gejala seperti pada kehamilan muda yakni mual, pembesaran disertai rasa agak sakit
pada payudara yang didahului keterlambatan haid. Disamping gangguan haid, keluhan
yang paling sering ialah nyeri di perut bawah yang tidak khas, walaupun kehamilan
ektopik belum mengalami ruptur. Kadang-kadang teraba tumor di samping uterus dengan
batas yang sukar ditentukan.( Wiknjosastro, H., 1999)
Gejala dan tanda kehamilan ektopik terganggu sangat berbeda-beda, dari
perdarahan banyak yang tiba-tiba dalam rongga perut sampai terdapatnya gejala yang
tidak jelas, sehingga sukar membuat diagnosisnya. Gejala dan tanda bergantung pada
lamanya kehamilan ektopik terganggu, abortus atau ruptur tuba, tuanya kehmilan, derajat
perdarahan yang terjadi, dan keadaan umum penderita sebelum hamil. (Arnolu, RI.,
2005).
Nyeri abdomen merupakan keluhan utama pada kehamilan ektopik. Nyeri dapat
unilateral atau bilateral, pada abdomen bagian bawah, seluruh abdomen, atau hanya di
bagian atas abdomen. Umumnya diperkirakan, bahwa nyeri perut yang sangat menyiksa
pada suatu ruptur kehamilan ektopik, disebabkan oleh darah yang keluar ke dalam kavum
peritoneum. Tetapi karena ternyata terdapat nyeri hebat, meskipun perdarahannya
sedikit, dan nyeri yang tidak berat pada perdarahan yang banyak, jelas bahwa darah
bukan satusatunya sebab timbul nyeri. Darah yang banyak dalam kavum peritoneal dapat
menyebabkan iritasi peritoneum dan menimbulkan rasa nyeri yang bervariasi.18
Amenorea atau gangguan haid merupakan tanda yang penting pada kehamilan ektopik.
Lamanya amenorea tergantung pada kehidupan janin, sehingga dapat bervariasi.
Sebagian penderita tidak mengalami amenorea karena kematian janin terjadi sebelum
haid berikutnya.
Bercak darah (spotting) atau perdarahan vaginal merupakan juga tanda yang
penting pada kehamilan ektopik terganggu. Hal ini menunjukkan kematian janin, dan
berasal dari uteri karena pelepasan desidua. (Arnolu, RI., 2005.)Perdarahan biasanya
sedikit, berwarna coklat tua, dan dapat intermiten atau terus menerus. Pada pemeriksaan
dalam ditemukan bahwa usaha menggerakkan serviks uteri menimbulkan rasa nyeri dan
kavum Doglas teraba menonjol, berkisar dari diameter 5 sampai 15 cm, dengan
konsistensi lunak dan elastis.( Marpaung, C., 2007.)
5. Patofisiologi
Kebanyakan dari kehamilan ektopik berlokasi di tuba fallopii. Tempat yang paling
umum terjadi adalah pada pars ampullaris, sekitar 80 %. Kemudian berturut-turut
adalah isthmus (12%), fimbriae (5%), dan bagian kornu dan daerah intersisial tuba
(2%), dan seperti yang disebut pada bagian diatas, kehamilan ektopik non tuba sangat
jarang.Kehamilan pada daerah intersisial sering berhubungan dengan kesakitan yang
berat, karena baru mengeluarkan gejala yang muncul lebih lama dari tipe yang lain,
dan sulit di diagnosis, dan biasanya menghasilkan perdarahan yang sangat banyak
bila terjadi rupture.
Proses implantasi ovum yang dibuahi, yang terjadi di tuba pada dasarnya sama
dengan halnya di kavum uteri. Telur di tuba bernidasi secara kolumner atau
interkolumner.Pada yang pertama telur berimplantasi pada ujung atau sisi jonjot
endosalping.Perkembangan telur selanjutnya dibatasi oleh kurangnya vaskularisasi
dan biasanya telur mati secara dini dan diresorbsi.Pada nidasi secara interkolumner
telur bernidasi antara 2 jonjot endosalping.
Setelah tempat nidasi tertutup, maka telur dipisahkan dari lumen tuba oleh lapisan
jaringan yang menyerupai desidua dan dinamakan pseudokapsularis.Karena
pembentukan desidua di tuba tidak sempurna malahan kadang-kadang tidak tampak,
dengan mudah villi korialis menembus endosalping dan masuk dalam lapisan otot-otot
tuba dengan merusak jaringan dan pembuluh darah.Perkembangan janin selanjutnya
bergantung pada beberapa faktor, seperti tempat implantasi, tebalnya dinding tuba,
dan banyaknya perdarahan yang terjadi oleh invasi trofoblas.Dibawah pengaruh
hormon estrogen dan progesteron dari korpus luteum gravidatis dan trofoblas, uterus
menjadi besar dan lembek, dan endometrium dapat pula berubah menjadi
desidua.Dapat ditemukan pula perubahan-perubahan pada endometrium yang disebut
fenomena Arias-Stella.Sel epitel membesar dengan intinya hipertrofik, hiperkromatik,
lobuler, dan berbentuk tidak teratur.Sitoplasma sel dapat berlubang-lubang atau
berbusa, dan kadang-kadang ditemukan mitosis.Perubahan ini hanya terjadi pada
sebagian kehamilan ektopik.Terdapat beberapa kemungkinan yang dapat terjadi pada
kehamilan ektopik dalam tuba.Karena tuba bukan merupakan tempat yang baik untuk
pertumbuhan hasil konsepsi, tidak mungkin janin dapat tumbuh secara utuh seperti di
uterus.Sebagian besar kehamilan tuba tergan ggu pada umur kehamilan antara 6
minggu sampai 10 minggu. Kemungkinan itu antara lain :
a. Hasil konsepsi mati dini dan diresorbsi
Pada implantasi secara kolumner, ovum yang dibuahi cepat mati karena
vaskularisasi kurang, dan dengan mudah terjadi resorbsi total.Dalam keadaan ini
penderita tidak mengeluh apa-apa, hanya haidnya saja yang terlambat untuk
beberapa hari.
b. Abortus tuba
Perdarahan yang terjadi karena pembukaan pembuluh-pembuluh darah oleh villi
koriales pada dinding tuba di tempat implantasi dapat melepaskan mudigah dari
koriales pada dinding tersebut bersama-sama dengan robeknya
pseudokapsularis.Pelepasan ini dapat terjadi sebagian atau seluruhnya,
tergantung dari derajat perdarahan yang timbul.Bila pelepasan menyeluruh,
mudigah dengan selaputnya dikeluarkan dalam lumen tuba dan kemudian
didorong oleh darah kearah ostium tuba abdominale.Frekuensi abortus dalam tuba
tergantung pada implantasi telur yang dibuahi. Abortus tuba lebih umum terjadi
pada kehamilan tuba pars ampullaris, sedangkan penembusan dinding tuba oleh
villi koriales kearah peritoneum biasanya terjadi pada kehamilan pars isthmika.
Perbedaan ini disebabkan karena lumen pars amoullaris lebih luas, sehingga
dapat mengikuti lebih mudah pertumbuhan hasil konsepsi dibandingkan dengan
bagian isthmus dengan lumen sempit. Pada pelepasan hasil konsepsi yang tidak
sempurna pada abortus, perdarahan akan terus berlangsung, dari sedikit-sedikit
oleh darah, sampai berubah menjadi mola kruenta. Perdarahan akan keluar
melalui fimbriae dan masuk rongga abdomen dan terkumpul secara khas di kavum
Douglas dan akan membentuk hematokel retrouterina. Bila fimbriae tertutup, tuba
fallopii dapat membesar karena darah dan membentuk hematosalping.
c. Ruptur tuba
Penyusupan, dan perluasan hasil konsepsi dapat mengakibatkan rupture pada
saluran lahir pada beberapa tempat. Sebelum metode pengukuran kadar korionik
gonadotropin tersedia, banyak kasus kehamilan tuba berakhir pada trimester
pertama oleh rupture intraperitoneal. Pada kejadian ini lebih sering terjadi bila
ovum berimplantasi pada isthmus dan biasanya muncul pada kehamilan muda,
sedangkan bila berimplantasi di pars intersisialis, maka muncul pada kehamilan
yang lebih lanjut. Ruptur dapat terjadi secara spontan, atau karena trauma ringan
seperti koitus atau pemeriksaan vagina Ruptur sekunder dapat terjadi bila terjadi
abortus dalam tuba dan ostium tuba tertutup. Dalam hal ini dinding tuba yang
sudah menipis karena invasi dari trofoblas, akan pecah karena tekanan darah
dalam tuba. Kadang-kadang ruptur terjadi diarah ligamentum latum dan terbentuk
hematoma intraligamenter.Jika janin hidup terus, terdapat kehamilan
intraligamenter.Pada ruptur ke rongga perut, seluruh janin dapat keluar dari tuba,
tetapi bila robekan kecil, perdarahan terjadi tanpa hasil konsepsi dikeluarkan dari
tuba.Bila pasien tidak mati dan meninggal karena perdarahan, nasib janin
bergantung pada kerusakan yang diderita dan tuanya kehamilan.Bila janin mati
dan masih kecil, dapat diresorbsi kembali, namun bila besar, kelak dapat diubah
menjadi litopedion.Bila janin yang dikeluarkan tidak mati dengan masih
diselubungi oleh kantong amnion dan dengan plasenta yang utuh, kemungkinan
Nyeri Gangguan Mobilitas
Fisik
tumbuh terus dalam rongga abdomen sehingga terjadi kehamilan abdominal
sekunder.
Proses Implantsi ovum yang dibuahi
Pembuahan telur diampula tuba
Kurangnya volume
cairan
Perjalanan ke uterus telur
mengalami hambatan
Nyeri Bernidasi di tuba Perdarahan pervagina
Kehamilan Ektopik
Resiko terjadi infeksi
Post Operasi
6. Pemeriksaan Penunjang
Walaupun diagnosanya agak sulit dilakukan, namun beberapa cara ditegakkan, antara
lain dengan :
a. Anamnesis dan gejala klinis
Riwayat terlambat haid, gejala dan tanda kehamilan muda, dapat ada atau tidak
ada perdarahan per vaginam, ada nyeri perut kanan / kiri bawah. Berat atau
ringannya nyeri tergantung pada banyaknya darah yang terkumpul dalam
peritoneum.
b. Pemeriksaan fisik
- Didapatkan rahim yang juga membesar, adanya tumor di daerah adneksa.
- Adanya tanda-tanda syok hipovolemik, yaitu hipotensi, pucat dan ekstremitas
dingin, adanya tanda-tanda abdomen akut, yaitu perut tegang bagian bawah,
nyeri tekan dan nyeri lepas dinding abdomen.
- Pemeriksaan ginekologis
- Pemeriksaan dalam: seviks teraba lunak, nyeri tekan, nyeri pada uteris kanan
dan kiri.
Beberapa prosedur yang dapat digunakan untuk membantu mendiagnosis kehamilan
ektopik adalah berikut ini :
Ultrasonography
Dengan menggunakan ultrasonografi abdominal, Kadar dkk. melaporkan
pada tahun 1981 bahwa jika level hCG lebih besar dari 6500 mIU/ml dan tidak ada
kantong gestasi pada uterus, hampir pasti kehamilan ektopik. Tapi, teknik ini tidak
berguna secara klinik, karena banyak wanita (90%) dengan kehamilan ektopik
mempunyai level hCG yang jauh dibawah nilai diatas.
Perkembangan alat dengan transduser transvaginal dengan frekuensi 5.0
sampai 7.0 MHz, lebih mampu melihat lebih tepat organ pelvis pada awal
kehamilan dibandingkan transabdominal. Dengan alat ini biasanya mungkin bisa
untuk mengidentifikasi kantong gestasi intrauterine saat kadar hCG mencapai
1500 mIU/ml dan selalu bila kadar hCG sudah mencapai 2000 mIU/ml pada
sekitar 5 atau 6 minggu setelah haid terakhir. Karena kombinasi kehamilan
intrauterine dan ekstrauterin hampir merupakan kejadian yang jarang, maka
penemuan kantong gestasi intrauterine hampir selalu dapat menyingkirkan adanya
kehamilan ektopik. Bila kantong gestasi tidak ditemukan dan kadar hCG lebih Dari
1500 mIU/ml, lebih mungkin terjadi kehamilan patologis, apakah itu kehamilan
ektopik, atau suatu gestasi intrauterine tidak viable, dan harus dipikirkan
kemungkinannya. Biasanya massa adneksa dan/atau struktur yang menyerupai
kantong gestasi dapat dikenali pada saluran telur saat kehamilan ektopik muncul
yang menghasilkan kadar hCG diatas 2500 mIU/ml. Jadi kriteria diagnosis USG
dengan menggunakan transduser transvagina untuk kehamilan ektopik termasuk
adanya komplek atau massa kistik adneksa atau terlihatnya embrio di adneksa
dapat dideteksi, dan/atau tidak adanya kantong gestasi dimana diketahui bahwa
usia gestasi sudah lebih dari 38 hari, dan/atau kadar hCG diatas ambang tertentu,
biasanya antara 1500 dan 2500 mIU/ml.
Human Chorionic Gonadotrophin
Wanita dengan kehamilan ektopik menunjukan adanya kadar hCG dalam
serum, walaupun 85% diantaranya lebih rendah dibandingkan dengan kadar hCG
pada kehamilan normal. Uji hCG tunggal kuantitatif tidak dapat digunakan untuk
mendiagnosis kehamilan ektopik karena tanggal pasti dari ovulasi dan konsepsi
terjadi tidak diketahui pada banyak wanita. Pada kehamilan yang abnormal seperti
kehamilan ektopik ini, kadar hCG biasanya tidak meningkat seperti seharusnya.
Jika persentase kenaikan kadar hCG tidak lebih dari 66%, maka kemungkinan
seseorang untuk mempunyai kehamilan abnormal tinggi.
Progesteron
Karena pemeriksaan kadar hCG secara tunggal tidak dapat memberikan
informasi untuk mendiagnosis kehamilan ektopik, sehingga membutuhkan
beberapa hari untuk melakukan serial tes, maka pengukuran kadar progesterone
serum tunggal oleh beberapa kelompok dapat dipakai untuk membedakan
kehamilan ektopik dengan kehamilan normal intrauterin. Beberapa peneliti
menunjukkan bahwa jumlah progesterone yang dihasilkan korpus luteum pada
kehamilan ektopik lebih sedikit dibandingkan dengan korpus luteum pada
kehamilan normal. Mengukur sampel kadar progesterone pada beberapa wanita
hamil di minggu gestasi ke 4, 5, dan 6. Mereka melaporkan bahwa pada minggu
ke-4 dengan kadar kurang dari 5 ng/ml, sensitifitas yang didapat 100% dan
spesifitasnya 97% dan menurun seiring meningkatnya umur gestasi. Bila kadar
progesterone lebih dari 25 ng/ml menyingkirkan kehamilan ektopik dengan
kepastian 97,4%.
Dilatasi kuretase
Saat serum kadar hCG lebih dari 1500 mIU/ml, usia gestasi lebih dari 38
hari, atau serum kadar progesterone kurang dari 5 ng/ml dan tidak ada kantong
gestasi interauterin yang terlihat denga transvaginal USG, kuretase kavum
endometrial dengan pemeriksaan histologi pada jaringan yang dikerok, dengan
potong beku bila mau, dapat dikerjakan untuk menentukan apakah ada jaringan
gestasi. Spandorfer dkk.melaporkan bahwa potong beku 93 % akurat dalam
mengenali villi koriales. Jika tidak ada jaringan villi koriales yang terlihat pada
jaringan yang diangkat, maka diagnosis kehamilan ektopik dapat dibuat dan
dilakukan tindakan.
Kuldosentesis
Sebelum adanya perkembangan dari sonografi pelvis, terutama
transvaginal, kuldosentesis merupakan salah satu alat bantu diagnosis yang
penting untuk mengenali kehamilan ektopik. Penemuan hasil darah yang tidak
membeku pada kuldosentesis dan terutama bila hematokrit lebih dari 15 % adalah
bantuan yang amat berguna.
Laparaskopi
Diagnosis definitif dari kehamilan ektopik dapat hampir selalu ditegakkan
dengan melihat organ pelvis secara langsung melalui laparaskopi.Namun, dengan
adanya hemoperitoneum, adhesi, atau kegemukan dapat menjadi penyulit dari
laparaskopi.Dalam penelitian ini didapatkan ada 4 dari 166 kehamilan ektopik
yang tidak dapat dilihat oleh laparaskopis karena hal diatas, sehingga ada
kemungkinan 2-5 % terjadi false-positif atau false-negatif.
7. Penatalaksanaan
Ada banyak opsi yang dapat dipilih dalam menangani kehamilan ektopik, yaitu terapi
bedah dan terapi obat.Ada juga pilihan tanpa terapi, namun hanya bisa dilakukan
pada pasien yang tidak menunjukkan gejala dan tidak ada bukti adanya rupture atau
ketidakstabilan hemodinamik.Namun pada pilihan ini pasien harus bersedian diawasi
secara lebih ketat dansering dan harus menunjukkan perkembangan yang baik.
Pasien juga harus menerima segala resiko apabila terjadi rupture harus dioperasi.
a. Terapi Bedah
Sebagian besar wanita dengan kehamilan ektopik akan membutuhkan tindakan
bedah. Tindakan bedah ini dapat radikal (salpingektomi) atau konservatif
(biasanya salpingotomi) dan tindakan itu dilakukan dengan jalan laparaskopi atau
laparatomi.Laparatomi merupakan teknik yang lebih dipilih bila pasien secara
hemodinamik tidak stabil, operator yang tidak terlatih dengan laparaskopi, fasilitas
dan persediaan untuk melakukan laparaskopi kurang, atau ada hambatan teknik
untuk melakukan laparaskopi.Pada banyak kasus, pasien-pasien ini membutuhkan
salpingektomi karena kerusakan tuba yang banyak, hanya beberapa kasus saja
salpingotomi dapat dilakukan.Pada pasien kehamilan ektopik yang
hemodinamiknya stabil dan dikerjakan salpingotomi dapat dilakukan dengan teknik
laparaskopi. Salpingotomi laparaskopik diindikasikan pada pasien hamil ektopik
yang belum rupture dan besarnya tidak lebih dari 5 cm pada diameter transversa
yang terlihat komplit melalui laparaskop. Linier salpingektomi pada laparaskopi
atau laparatomi dikerjakan pada pasien hamil ektopik yang belum rupture dengan
menginsisi permukaan antimesenterik dari tuba dengan kauter kecil, gunting, atau
laser. Kemudian diinjeksikan pitressin dilute untuk memperbaiki hemostasis.
Gestasi ektopik dikeluarkan secara perlahan melalui insisi dan tempat yang
berdarah di kauter.Pengkauteran yang banyak didalam lumen tuba dapat
mengakibatkan terjadinya sumbatan, dan untuk itu dihindari. Penyembuhan
secara sekunder atau dengan menggunakan benang menghasilkan hasil yang
sama. Tindakan ini baik untuk pasien dengan tempat implantasi di ampulla
tuba.Kehamilan ektopik ini mempunyai kemungkinan invasitrofoblastik kedalam
muskularis tuba yang lebih kecil dibandingkan dengan implantasi pada
isthmus.Pasien dengan implantasi pada isthmus akan mendapatkan hasil yang
lebih baik dari reseksi segmental dan anastomosis lanjut. Bagaimanapun juga, jika
diagnosis ditegakkan lebih awal, maka pada tempat idthmus dapat dilakukan
salpingotomi.Pada kehamilan ektopik yang berlokasi pada ujung fimbriae, dapat
dilakukan gerakan seeperti memeras (milking) untuk mengeluarkan jaringan
trofoblastik melalui fimbriae.
Secara umum, perawatan pada laparaskopi lebih cepat dan lebih sedikit waktu
yang hilang dalam penanganannya dibandingkan laparatomi. Parsial atau total
salpingektomi laparaskopik mungkin dilakukan pada pasien dengan riwayat
penyakit tuba yang masih ada dan diketahui mempunyai faktor resiko untuk
kehamilan ektopik. Komplikasi bedah yang paling sering adalah kehamilan ektopik
berulang (5-20 %) dan pengangkatan jaringan trofoblastik yangtidak komplit.
Disarankan pemberian dosis tunggal methotrexate post operasi sebagai profilaksis
para pasien resiko tinggi.
b. Terapi Obat
Diagnosis dini yang telah dapat ditegakkan membuat pilihan pengobatan dengan
obat-obatan memungkinkan.Keuntungannya adalah dapat menghindari tindakan
bedah beserta segala resiko yang mengikutinya, mempertahankan patensi dan
fungsi tuba, dan biaya yang lebih murah. Zat-zat kimia yang telah diteliti termasuk
glukosa hiperosmolar, urea, zat sitotoksik ( misl: methotrexate dan actinomycin ),
prostaglandin, dan mifeproston (RU486). Disini akan dibahas lebih jauh mengenai
pemakaian methotrexate sebagai pilihan untuk terapi obat.
METHOTREXATE
Penggunaan methotrexate untuk kehamilan pada intersisial.Kemudian yang
menggunakannya sebagai terapi garis pertama pada kehamilan ektopik.Sejak itu
banyak dilaporkan pemakaian methotrexate pada berbagai jenis kehamilan
ektopik yang berhasil.Lalu, dengan semakin banyaknya keberhasilan memakai
obat, maka mulai diperbandingkan pemakaian methotrexate dengan terapi utama
salpingostomi.Perdarahan intra-abdominal aktif merupakan kontraindikasi bagi
pemakaian methotrexate. Ukuran dari massa ektopik juga penting dan
methotrexate tidak digunakan pada massa kehamilan itu lebih dari 4 cm.
Keberhasilannya baik bila usia gestasi kurang dari 6 minggu, massa tuba kurang
dari 3,5 cm diameter, janin sudah mati, dan -hCG kurang dari 15.00 mIU.
Kontraindikasi lainnya termasuk menyusui, imunodefisiensi, alkoholisme, penyakit
hati atau ginjal, penyakit paru aktif, dan ulkus peptic.
Methotrexate merupakan suatu obat anti neoplastik yang bekerja sebagai
antagonis asam folat dan poten apoptosis induser pada jaringan trofoblas. Pasien
yang akan diberikan methotrexate harus dalam keadaan hemodinamika yang
stabil dengan hasil laboratorium darah yang normal dan tidak ada gangguan
fungsi ginjal dan hati. Methotrexate diberikan dalam dosis tunggal (50 mg/m2 IM)
atau dengan menggunakan dosis variasi 1 mg/kgBB IM pada hari ke 1,3,5,7
ditambah Leukoverin 0,1 mg/kgBB IM pada hari ke 2,4,6,8. Setelah pemakaian
methotrexate yang berhasil, -hCG biasanya menghilang dari plasma dalam rata-
rata antara 14 dan 21 hari. Kegagalan terapi bila tidak ada penurunan -hCG,
kemungkinan ada massa ektopik persisten atau ada perdarahan intraperitoneal.
ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Biodata
Nama Sebagai identitas bagi pelayanan kesehatan/Rumah Sakit/ Klinik atau
catat apakah klien pernah dirawat disini atau tidak.
Umur
Digunakan sebagai pertimbangan dalam memberikan terapi dan tindakan, juga
sebagai acuan pada umur berapa penyakit/kelainan tersebut terjadi. Pada
keterangan sering terjadi pada usia produktif 25 - 45 tahun
Alamat
Sebagai gambaran tentang lingkungan tempat tinggal klien apakah dekat atau
jauh dari pelayanan kesehatan khususnya dalam pemeriksaan kehamilan.
Pendidikan.
Untuk mengetahui tingkat pengetahuan klien sehingga akan memudahkan
dalam pemberian penjelasan dan pengetahuan tentang gejala / keluhan selama
di rumah atau Rumah Sakit.
Status Perkawinan
Dengan status perkawinan mengetahui berapa kali klien mengalami kehamilan
(KET) atau hanya sakit karena penyakit lain yang tidak ada hubungannya
dengan kehamilan
Agama
Untuk mengetahui gambaran dan spiritual klien sehingga memudahkan dalam
memberikan bimbingan keagamaan.
Nama Suami
Agar diketaui siapa yang bertanggung jawab dalam pembiayaan dan pemberian
persetujuan dalam perawatan.
Pekerjaan
Untuk mengetahui keadaan aktivitas sehari-hari dari klien, sehingga
memungkinkan menjadi faktor resiko terjadinya KET.
c. Keluhan Utama
Nyeri hebat pada perut bagian bawah dan disertai dengan perdarahan selain itu
klien ammeorrhoe.
d. Riwayat Penyakit Sekarang
Awalnya wanita mengalami ammenorrhoe beberapa minggu kemudian disusul
dengan adanya nyeri hebat seperti disayat-sayat pada mulanya nyeri hanya satu
sisi ke sisi berikutnya disertai adanya perdarahan pervagina :
1) Kadang disertai muntah
2) Keadaan umum klien lemah dan adanya shock
3) Terkumpulnya darah di rongga perut:
a) Menegakkan dinding perut Nyeri
b) Dapat juga menyebabkan nyeri hebat sehingga klien pingsan
4) Perdarahan terus menerus kemungkinan terjadi
shock hipovolemik.
e. Riwayat Penyakit Masa lalu
1) Mencari faktor pencetus misalnya adanya riwayat endomatritis,
addresitis menyebabkan perlengkapan endosalping.
Tuba menyempit / membantu.
2) Endometritis endometritis tidak baik bagian nidasi.
f. Status Obstetri Genekologi
1) Usia perkawinan
Sering terjadi pada usia produktif 25 - 45 tahun, berdampak bagi
psikososial, terutama keluarga yang masih mengharapkan anak.
2) Riwayat persalinan yang lalu.
Apakah klien melakukan proses persalinan di petugas kesehatan atau di
dukun
3) Grade multi.
4) Abortus yang sering curettage yang sering.
5) Riwayat penggunaan alat kontrasepsi.
Seperti penggunaan IUD
6) Adanya keluhan haid, keluarnya darah haid dan bau yang menyengat.
Kemungkinan adanya infeksi.
g. Riwayat kesehatan keluarga
1) Hal yang perlu dikaji kondisi kesehatan suami
2) Suami mengalami infeksi system urogenetalia, dapat menular pada istri
dan dapat mengakibatkan infeksi pada celvix.
h. Riwayat psikososial
Tindakan salpingektomi menyebabkan infertile. Mengalami gangguan
konsep diri, selain itu menyebabkan kekhawatiran atau ketakutan.
i. Pada kebiasaan sehari-hari
Pola aktivitas sehari-hari yang perlu dikaji pada kehamilan ektopik adalah :
1) Pola Nutrisi.
Pada rupture tube keluhan yang paling menonjol selain nyeri adalah
Nausea dan vomiting karena banyaknya darah yang terkumpul di
rongga abdomen
2) Eliminasi
Pada BAB klien ini dapat menimbulkan resiko terhadap konstipasi itu
diakibatkan karena penurunan peristaltik usus, imobilisasi, obat nyeri,
adanya intake makanan dan cairan yang kurang. Sehingga tidak ada
rangsangan dalam pengeluaran faeces.
Pada BAK klien mengalami output urine yang menurun < 1500 ml/hr,
karena intake makanan dan cairan yang kurang.
3) Personal Hygiene
Luka operasi dapat mengakibatkan pembatasan gerak, takut untuk
melakukan aktivitas karena adanya kemungkinan timbul nyeri, sehingga
dalam personal hygiene tergantung pada orang lain.
4) Pola Aktivitas (istirahat tidur)
Terjadi gangguan istirahat, nyeri pada saat infeksi/defekasi akibat
hematikei retropertonial menumpuk pada cavum Douglas
j. Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum
Tergantung banyaknya darah yang keluar dan tuba, keadaan umum ialah
kurang lebih normal sampai gawat dengan shock berat dan anemi
Pemeriksaan kepala dan leher
Muka dan mata pucat, conjungtiva anemis
Pemeriksaan leher dan thorax
Tanda-tanda kehamilan ektopik terganggu tidak dapat diidentifikasikan melalui
leher dan thorax
Payudara pada KET, biasanya mengalami perubahan.
Pemeriksaan Abdomen
Pada abortus tuba terdapat nyeri tekan di perut bagian bawah disisi uterus, dan
pada pemeriksaan luar atau pemeriksaan bimanual ditemukan tumor yang tidak
begitu padat, nyeri tekan dan dengan batas-batas yang tidak rata disamping
uterus.
Hematokel retrouterina dapat ditemukan. Pada repture tuba perut menegang
dan nyeri tekan, dan dapat ditemukan cairan bebas dalam rongga peritoneum.
Kavum Douglas menonjol karena darah yang berkumpul ditempat tersebut baik
pada abortus tuba maupun pada rupture tuba gerakan pada serviks nyeri sekali
Pemeriksaan Genetalia
Sebelum dilakukan tindakan operasi pada pemeriksaan genetalia eksterna
dapat ditemukan adanya perdarahan pervagina. Perdarahan dari uterus
biasanya sedikit- sedikit, berwarna merah kehitaman.
Setelah dilakukan tindakan operasi pada pemeriksaan genetalia dapat
ditemukan adanya darah yang keluar sedikit.
Pemeriksaan Ekstrimitas
Pada ekstrimitas atas dan bawah biasanya ditemukan adanya akral dingin
akibat syok serta tanda-tanda cyanosis perifer pada tangan dan kaki
Pemeriksaan Penunjang
1) Pemeriksaan umum Penderita tampak kesakitan dan pucat, pada
perdarahan dalam rongga perut tanda-tanda syok dapat ditemukan pada
jenis tidak mendadak perut bagian bawah hanya sedikit mengembung
dan nyeri tekan.
2) Pemeriksaan Genekologi
Tanda-tanda kehamilan muda mungkin ditemukan, pergerakan serviks
menyebakan rasa nyeri. Bila uterus dapat diraba, maka akan teraba
sedikit membesar dan kadang-kadang teraba tumor disamping uterus
dengan batas yang sukar ditentukan. Kavum Douglas yang menonjol
dan nnyeri raba merunjukkan adanya hematokel retrouterina, suhu
kadang-kadang naik, sehingga menyukarkan perbedaaan dengan
infeksi serviks.
3) Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan hemoglobin dan jumlah sel darah merah berguna dalam
menegakkan diagnosisi kehamilan ektopik terganggu, terutama bila ada
tanda-tanda perdarahan dalam rongga perut. Pada kasus jenis tidak
mendadak biasanya ditemukan anemia, tetapi harus diingat bahwa
penurunan hemoglobin baru terlihat setelah 24 jam (Prawiroharjo S,
2002 ; 330).
2. Analisa Data
Analisa data adalah kemampuan menggabungkan data dan mengkaitkan
data tersebut dengan konsep yang relevan untuk membuat kesimpulan dalam
menentukan masalah kesehatan dan keperawatan.
Dalam analisa data ini pengelompokan data dilakukan berdasarkan reaksi
baik subyektif maupun obyektif yang digunakan untuk menentukan masalah dan
kemungkinan penyebab.
3. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan merupakan suatu pernyataan yang menjelaskan
respons manusia (status kesehatan atau resiko perubahan pola) dari individu
atau kelompok dimana perawat secara akuntabilitas dapat mengidentifikasi dan
memberikan intervensi secara pasti untuk menjaga status kesehatan
menurunkan, membatasi, mencegah dan merubah (Carpenito, 2000).
Diagnosa yang mungklin timbul pada kehamilan ektopik terganggu adalah
sebagai berikut :
a. Gangguan pemenuhan kebutuhan cairan tubuh berhubungan dengan
perdarahan.
Rasional : Adanya darah yang keluar dari vagina dan perdarahan intra
abdominal dapat mengakibatkan kurangnya cairan tubuh.
b. Gangguan rasa nyaman (nyeri) berhubungan dengan adanya rupture tuba
atau robekan lapisan pelvis.
Rasinal : Adanya pemutusan jaringan dalam tubuh akan menimbulkan
rangsangan saraf meningkat sehingga timbul rasa nyeri yang
dapat menimbulkan gangguan rasa nyaman pada klien.
c.. Gangguan psikologis (cemas) berhubungan dengan kurangnya pengetahuan
tentang kesuburan yang terancam.
Rasional: Setiap orang berbeda pandangan dalam menghadapi tindakan
pembedahan yang akan dilaksanakan sehingga responnya
berbeda pula, cemas merupakan respon emosi klien adalah
kejadian normal ketika klien dihadapkan pada hal yang asing
baginya.
4. Rencana Keperawatan
Perencanaan merupakan bagian dari fase pengorganisasian dalam
proses keperawatan yang meliputi tujuan perawatan penetapan pencegahan
masalah dan menentukan tujuan perencanaan untuk mengatasi masalah klien
(Hidayat A. Azis Alimul, 2001 ; 30).
Rencana keperawatan pada klien kehamilan ektopik terganggu adalah
sebagai berikut :
a. Gangguan pemebuhan kebutuhan cairan tubuh sehubungan dengan
perdarahan.
Tujuan : Perdarahan terhenti
Kriteria evaluasi : Tidak ada tanda-tanda shock
Intervensi :
1) Kaji perdarahan (jumlah, warna, gumpalan)
Rasional : Untuk mengetahui adanya gejala shock.
2) Cek Hemoglobin
Rasional : Mengetahui adanya enemi atau tidak
3) Anjurkan klien untuk banyak minum
Rasional : Dengan banyak minum maka dapat membantu mengganti
cairan tubuh yang hilang.
4) Kolaborasi dengan tim medis tentang pemberian tranfusi darah
Rasional : Untuk mengganti perdarahan yang banyak keluar.
b. Gangguan rasa nyaman (nyeri) berhubungan dengan adanya tuba atau
robekan lapisan pelvis.
Tujuan : Nyeri berkurang sampai hilang
Kriteria evaluasi : Ekspresi wajah klien tidak menyeringai menahan nyeri
Intervensi
1) Kaji tingkat nyeri klien
Rasional : Untuk mengetahui tingkat nyeri klien dar mengetahui
tindakan yang akan dilakukan selanjutnya.
2) Kaji durasi, lokasi, frekuensi, jenis nyeri (akut, kronik, mendadak, terus -
menerus)
Rasional : Dengan mengetahui hal tersebut diatas dapat mengetahui
tingkat dan jenis nyeri sehingga mempermudah intervensi
selanjutnya.
3) Ciptakan lingkungan yang nyaman bagi klien.
Rasional : Dengan menciptakan lingkungan yang nyaman bagi klien
akan dapat mengurangi rasa nyeri klien, karena lingkungan
yang tidak menambah persepsi nyeri klien.
4) Anjurkan tehnik relaksasi, distraksi
Rasional : Dengan mengajarkan tehnik relaksasi, distraksi dapat
meringankan nyeri.
5) Kompres Dingin
Rasional : Dengan memberikan kompres dingin akan memberikan rasa
nyaman pada klien sehingga dapat mengurangi rasa nyeri.
6) Berikan support system
Rasional : Dengan memberikan support system agar ibu dapat
mengerti tentang perubahan bentuk tubuhnya yang cepat
karena ada kelainan pada tubuhnya sehingga ibu dapat
tenang pada saat dilakukan tindakan.
7) Lakukan massage pada klien
Rasional : Dengan melakukan massage akan memberikan rasa
nyaman pada ibu.
8) Atur posisi yang nyaman bagi klien
Rasional : Dengan mengatur posisi yang nyaman bagi klien akan
mengurangi rasa nyeri
9) Kolaborasi dengan tim medis
Rasional : Berkolaborasi akan membantu di dalam memberikan terapi
analgesic.
c. Gangguan psikologis (cemas) berhubungan dengan kurangnya pengetahuan
tentang kesuburan yang terancam
Tujuan : Rasa cemas klien hilang
Kriteria evaluasi . Klien dapat mengungkapkan perasaannya
secara terbuka
Intervensi :
1) Kaji tingkat kecemasan
Rasional : Mengetahui tingkat kecemasan akan mengetahui tingkat
cemas klien.
2) Kaji tingkat pengetahuan klien
Rasional : Mengkaji tingkat pengetahuan klien akan dapat mengetahui
latar belakang kehidupan klien.
3) Ajak klien untuk lebih terbuka
Rasional : Sikap terbuka akan mudah mengungkap masalah yang
dihadapi klien yang dapat membantu penyembuhan.
4) Berikan penjelasan tentang proses penyakit yang sedang diderita.
Rasional : Memberikan penjelasan pada klien akan membantu
menenangkan jiwa klien.
5) Anjurkan pada keluarga untuk memberikan support system.
Rasional : Memberikan support sistem akan membantu memberikan
semangat bagi klien.