Praktikum Fenomena Dasar Mesin Bab 4 Modul 1,2 Solid.
Praktikum Fenomena Dasar Mesin Bab 4 Modul 1,2 Solid.
Praktikum Fenomena Dasar Mesin Bab 4 Modul 1,2 Solid.
PEMBAHASAN
4.1 Data Hasil Percobaan Table 4.1 data hasil percobaan No Panjang beam (L) (mm) 190 190 190 190 190 190 Panjang (BC) (mm) 100 100 100 100 100 100 Panjang (AC) (mm) 90 90 90 90 90 90 Beban (F) Lendutan Hasil Pengukuran (C)1 0,5 0,9 1,4 1,75 2 3,45
1 2 3 4 5 6
30 mm
190 mm
Gambar 4.1 Dimensi beam
4.3 Analisis perhitungan Lendutan beam dengan metode beam satuan Lendutan dan kemiringan atau dikenal dengan istilah defleksi merupakan salah satu respon deformasi akibat diterapkannya beban pada suatu struktur. Metode ini menerapkan prinsip hukum kekekalan energi, yaitu energi luar dari beban sama dengan energi dalam beam. Energi luar ini berasal dari beban yang diterapkan F pada beam ditambah dengan beban satuan, 1 KN. Dan untuk mencari besar lendutan di sebuah titik pada penampang beam, maka beban satuan ini diterapkan di titik pada beam yang akan dicari lendutannya dalam kondisi beam tidak terdeformasi. Dengan menggunakan asumsi bahwa temperatur konstan dan deformasi hanya disebabkan oleh beban W saja, maka lendutan di sembarang penampang pada beam dirumuskan sebagai:
Dengan :
M = momen lentur (kN/m) W = beban (kN) m = momen lentur akibat beban satuan (kN/m2) I = momen inersia penampang (m4) L = panjang beam b = lebar beam h = tebal beam
b.h 3 12
30 .1,7 3 12
147,39 12
I 12,28 mm4
90 mm
100 mm F
Titik C adalah lokasi dari dial Indikator, titik B adalah lokasi diterapkannya beban F dan titik A adalah lokasi tumpuan jepit.
Diketahui: Panjang beam (L) Jarak Beban (s) Modulus elastisitas (E) Momen Inersia (I) = 190 mm = 190 mm = 7 x 104 N/mm = 12,28 mm4
2.
Untuk F = 1 N
3.
Untuk F = 1,5 N
4.
Untuk F = 2 N
5.
Untuk F = 2,5 N
6.
Untuk F = 3 N
Perhitungan besarnya beda lendutan (C) = (C)1 (C)2 Dengan: (C)1 = Lendutan hasil pengukuran (C)2 = Lendutan hasil perhitungan 1. Untuk F = 0,5 N (C) = (C)1 (C)2 (C) = (0,5) (0,4) (C) = 0,1 mm 2. Untuk F = 1 N (C) = (C)1 (C)2 (C) = (0,9) (0,7) (C) = 0,2 mm 3. Untuk F = 1,5 N (C) = (C)1 (C)2 (C) = (1,4) (1,1) (C) = 0,3 mm 4. Untuk F = 2 N (C) = (C)1 (C)2 (C) = (1,75) (1,50) (C) = 0,25 mm
5. Untuk F = 2,5 N (C) = (C)1 (C)2 (C) = (2) (1,9) (C) = 0,1 mm 6. Untuk F = 3 N (C) = (C)1 (C)2 (C) = (3,45) (2,26) (C) = 1,19 mm
Table hasil hasil perhitungan No Beban (F) 0,5 1 1,5 2 2,5 3 Lendutan hasil Pengukuran (C)1 0,5 0,9 1,4 1,75 2 3,45 Lendutan hasil Perhitungan (C)2 0,4 0,7 1,1 1,5 1,9 2,26 beda lendutan (C)1 (C)2 0,1 0,2 0,3 0,25 0,1 1,19
1 2 3 4 5 6
BAB 4. PEMBAHASAN
4.4 Data Hasil Percobaan Table 4.1 data hasil percobaan No Panjang beam (L) (mm) 190 190 190 190 190 190 Panjang (BC) (mm) 63 63 63 63 63 63 Panjang (AC) (mm) 190 190 190 190 190 190 Beban (F) Lendutan Hasil Pengukuran (C)1 0,35 0,7 1,4 2,5 2,9 3,6
1 2 3 4 5 6
30 mm
190 mm
Gambar 4.1 Dimensi beam
4.6 Analisis perhitungan Lendutan beam dengan metode beam satuan Lendutan dan kemiringan atau dikenal dengan istilah defleksi merupakan salah satu respon deformasi akibat diterapkannya beban pada suatu struktur. Metode ini menerapkan prinsip hukum kekekalan energi, yaitu energi luar dari beban sama dengan energi dalam beam. Energi luar ini berasal dari beban yang diterapkan F pada beam ditambah dengan beban satuan, 1 KN. Dan untuk mencari besar lendutan di sebuah titik pada penampang beam, maka beban satuan ini diterapkan di titik pada beam yang akan dicari lendutannya dalam kondisi beam tidak terdeformasi. Dengan menggunakan asumsi bahwa temperatur konstan dan deformasi hanya disebabkan oleh beban W saja, maka lendutan di sembarang penampang pada beam dirumuskan sebagai:
Dengan :
M = momen lentur (kN/m) W = beban (kN) m = momen lentur akibat beban satuan (kN/m2) I = momen inersia penampang (m4) L = panjang beam b = lebar beam h = tebal beam
b.h 3 12
30 .1,7 3 12
147,39 12
I 12,28 mm4
127 mm F
63 mm
Titik C adalah lokasi dari dial Indikator, titik B adalah lokasi diterapkannya beban F dan titik A adalah lokasi tumpuan jepit.
Diketahui: Panjang beam (L) Jarak Beban (s) Modulus elastisitas (E) Momen Inersia (I) = 190 mm = 127 mm = 7 x 104 N/mm = 12,28 mm4
8.
Untuk F = 1 N
9.
Untuk F = 1,5 N
10. Untuk F = 2 N
12. Untuk F = 3 N
Perhitungan besarnya beda lendutan (C) = (C)1 (C)2 Dengan: (C)1 = Lendutan hasil pengukuran (C)2 = Lendutan hasil perhitungan 7. Untuk F = 0,5 N (C) = (C)1 (C)2 (C) = (0,35) (0,69) (C) = 0,34 mm 8. Untuk F = 1 N (C) = (C)1 (C)2 (C) = (0,7) (1,38) (C) = 0,68 mm 9. Untuk F = 1,5 N (C) = (C)1 (C)2 (C) = (1,4) (2,07) (C) = 0,67 mm 10. Untuk F = 2 N (C) = (C)1 (C)2 (C) = (2,5) (2,76) (C) = 0,26 mm 11. Untuk F = 2,5 N (C) = (C)1 (C)2 (C) = (2,9) (3,45) (C) = 0,55 mm
12. Untuk F = 3 N (C) = (C)1 (C)2 (C) = (3,6) (4,14) (C) = 0,54mm
Table hasil hasil perhitungan No Beban (F) 0,5 1 1,5 2 2,5 3 Lendutan hasil Pengukuran (C)1 0,35 0,7 1,4 2,5 2,9 3,6 Lendutan hasil Perhitungan (C)2 0,69 1,38 2,07 2,76 3,45 4,14 beda lendutan (C)1 (C)2 0,34 0,68 0,67 0,26 0,55 1,54
1 2 3 4 5 6