Perhitungan Pembebanan Dan Pylon
Perhitungan Pembebanan Dan Pylon
Perhitungan Pembebanan Dan Pylon
Perhitungan Pembebanan pada Jembatan Dalam perencanaan suatu jembatan jalan raya, beban-beban dan gaya-gaya yang harus
diperhatikan untuk perhitungan tegangan-tegangan yang terjadi pada setiap bagian jembatan yang terdiri dari beban mati (DL) dan beban hidup (LL). Adapun perhitungan pembebanan di bawah ini menggunakan acuan RSNI 02-2005. 3.3.1 Beban Mati (DL) Beban mati jembatan terdiri dari berat masing-masing bagian struktural dan elemenelemen non-struktural, yaitu : A. Berat Box Girder Box girder yang digunakan pada pembangunan Jembatan Siak IV ini berbentuk trapesium, seperti gambar 3.52 dibawah ini.
Perhitungan pembebanan Box Girder = Luas Girder x BJ Baja (RSNI 02-2005) = ((2 x Luas Jajargenjang) + Luas Trapesium) x 7850 = ((2 x 47565,75) + 33781,125) x 7850 = 1011,96 kg/m B. Berat Beton Bertulang (Tambahkan gambar ptongan melintang) Perhitungan pembebanan akibat beton bertulang dilakuan berdasarkan gambar 3.53 Penampang Melintang Jalan, yaitu [{( kg/m ) } ]
C. Utilitas Beban mati tambahan atau utlitas adalah berat seluruh bahan yang membentuk suatu beban pada jembatan yang merupakan elemen non struktural, dan besarnya dapat berubah selama umur jembatan. Beban mati ambahan ini contohnya trotoar dan railing. Faktor beban daya layan 1,3 digunakan untuk berat utilitas. Perhitungan pembebanan Utilitas = 10% x (Beban Box Girder +Beton Bertulang) x 1,3 = 10% x (1011,96 + 13536) x 1,3 = 1891,23 kg/m D. Aspal Terdapat bermacam bahan yang digunakan seperti pada Tabel 3.1 dibawah ini. Pada pembangunan Jembatan Siak IV bahan yang digunakan adalah aspal beton. Tabel 3.1. Berat isi untuk beban mati (kN/m3) No. 1 2 Bahan Campuran aluminium Lapisan permukaan beraspal 4 Timbunan tanah dipadatkan 5 Kerikil dipadatkan Berat/Satuan Isi (kN/m ) 26.7 22.0
3
17.2 18.8-22.7
1760 1920-2320
No. 6 7 8 9 10 11
Bahan Aspal beton Beton ringan Beton Beton prategang Beton bertulang Timbal
12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23
Lempung lepas Batu pasangan Neoprin Pasir kering Pasir basah Lumpur lunak Baja Kayu (ringan) Kayu (keras) Air murni Air garam Besi tempa
12.5 23.5 11.3 15.7-17.2 18.0-18.8 17.2 77.0 7.8 11.0 9.8 10.0 75.5
1280 2400 1150 1600-1760 1840-1920 1760 7850 800 1120 1000 1025 7680
: Lebar Deck x Tebal Aspal x BJ Aspal : (7x2) x 0,05 x 2240 : 1568 kg/m
E. Air Hujan Berdasarkan Tabel 3.1 berat jenis air hujan adalah 1000 kg/m3, sehingga perhitungan pembebanan air hujannya adalah : Perhitungan pembebanan air hujan : Lebar Deck x Tebal Aspal x BJ Air Hujan : (7x2) x 0,05 x 1000 : 700 (kg/m) Hasil seluruh perhitungan pembebanan mati dapat dilihat pada Tabel 3.2 Rekapitulasi Beban Mati dibawah ini.
Tabel 3.2 Rekapitulasi Beban Mati No 1 Elemen Box Girder Berat Jenis kg/m3 7850 Luas m2 Berat kg/m
0,12891 1011,96
5,64
13536
(Trotoar + Railing)
1891,23
4 5
2240 1000
0,7 0,7
1568 700
3.3.2 Beban Hidup (LL) Beban hidup untuk perencanaan jembatan terdiri dari beban lalu lintas dan beban akibat beban karena aksi lingkungan.Beban lalu lintas untuk perencanaan jembatan terdiri atas beban lajur "D" dan beban truk "T". Beban lajur "D" bekerja pada seluruh lebar jalur kendaraan dan menimbulkan pengaruh pada jembatan yang ekuivalen dengan suatu iring-iringan kendaraan yang sebenarnya. Jumlah total beban lajur "D" yang bekerja tergantung pada lebar jalur kendaraan itu sendiri. Beban truk "T" adalah satu kendaraan berat dengan 3 as yang ditempatkan pada beberapa posisi dalam lajur lalu lintas rencana. Tiap as terdiri dari dua bidang kontak pembebanan yang dimaksud sebagai simulasi pengaruh roda kendaraan berat. Hanya satu truk 'T" diterapkan per lajur lalu lintas rencana. Secara umum, beban "D" akan menjadi beban penentu dalam perhitungan jembatan yang mempunyai bentang sedang sampai panjang, sedangkan beban "T" digunakan untuk bentang pendek dan lantai kendaraan. A. Lajur Lalu Lintas Recana Jumlah maksimum lajur lalu lintas yang digunakan untuk berbagai lebar jembatan bisa dilihat dalam Tabel 3.3. Lajur lalu lintas rencana harus disusun sejajar dengan sumbu memanjang jembatan.
Tabel 3.3. Jumlah lajur lalu lintas rencana Tipe Jembatan (1) Satu lajur Lebar Jalur Kendaraan (m) (2) 4,0 - 5,0 Jumlah Lajur Lalu lintas Rencana (n,) 1
2 (3) 4 3 4 5 6
Banyak arah
CATATAN (1) Untuk jembatan tipe lain, jumlah lajur lalu lintas rencana harus ditentukan oleh Instansi yang berwenang. CATATAN (2) Lebar jalur kendaraan adalah jarak minimum antara kerb atau rintangan untuk satu arah atau jarak antara
kerb/rintangan/median dengan median untuk banyak arah. CATATAN (3) Lebar minimum yang aman untuk dua-lajur kendaraan adalah 6.0 m. Lebar jembatan antara 5,0 m sampai 6,0 m harus
dihindari oleh karena hal ini akan memberikan kesan kepada pengemudi seolah-olah memungkinkan untuk menyiap. (Sumber : RSNI - 02, 2005) Pada rencana pembangunan Jembatan Siak IV, lebar lajur kendaraan yang direncanakan adalah 2 arah demgam median dengan masing masing lebar lajur adalah 7 m, sehingga berdasarkan Tabel 3.3 di atas jumlah lajur lalu lintas rencana yang didapat adalah 2 lajur. B. Beban lajur "D" Beban lajur "D" terdiri dari beban tersebar merata (BTR) yang digabung dengan beban garis (BGT) seperti terlihat dalam Gambar 3.53.
Beban terbagi rata (BTR) mempunyai intensitas q kPa, dimana besarnya q tergantung pada panjang total yang dibebani L seperti berikut: L<30m : q = 9,0 kPa L > 30 m : q = 9,0 Error! kPa dengan pengertian q : intensitas beban terbagi rata (BTR) dalam arah memanjang jembatan L: panjang total jembatan yang dibebani (meter). Hubungan ini bisa dilihat dalam Gambar 3.54. (1) (2)
Gambar 3.54. Beban D : BTR vs panjang yang dibebani Panjang yang dibebani L adalah panjang total BTR yang bekerja pada jembatan. BTR mungkin harus dipecah menjadi panjang-panjang tertentu untuk mendapatkan pengaruh maksimum pada jembatan menerus atau bangunan khusus. Dalam hal ini L adalah jumlah dari masing-masing panjang beban-beban yang dipecah. Beban "D" harus disusun pada arah melintang sedemikian rupa sehingga menimbulkan momen maksimum. Penyusunan komponen-komponen BTR dan BGT dari beban "D" pada arah melintang harus sama. Penempatan beban ini dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut: Bila lebar jalur kendaraan jembatan kurang atau sama dengan 5,5 m, maka beban "D" harus ditempatkan pada seluruh jalur dengan intensitas 100 %. Apabila lebar jalur lebih besar dari 5,5 m, beban "D" harus ditempatkan pada jumlah lajur lalu lintas rencana (ni) yang berdekatan (Tabel 11), dengan intensitas 100 %. Hasilnya adalah beban garis ekuivalen sebesar ni x 2,75q
kN/m dan beban terpusat ekuivalen sebesar ni x 2,75p kN, kedua-duanya bekerja berupa strip pada jalur selebar ni x 2,75 m. Lajur lalu lintas rencana yang membentuk strip ini bisa ditempatkan dimana saja pada jalur jembatan. Beban "D" tambahan harus ditempatkan pada seluruh lebar sisa dari jalur dengan intensitas sebesar 50 %. Susunan pembebanan ini bisa dilihat dalam Gambar 3.4
Gambar 3.4. Penyebaran pembebanan pada arah meintang Luas jalur yang ditempati median yang dimaksud dalam hal ini harus dianggap bagian jalur dan dibebani dengan beban yang sesuai, kecuali apabila median tersebut terbuat dari penghalang lalu lintas yang tetap. Beban garis (BGT) dengan intensitas p kN/m harus ditempatkan tegak lurus terhadap arah lalu lintas pada jembatan. Besarnya intensitas p adalah 49,0 kN/m. FBD (Faktor beban dinamis) pada pembebanan "D" merupakan fungsi dari panjang bentang ekuivalen seperti tercantum dalam Gambar 3.55. Pada bentang tunggal panjang bentang ekuivalen diambil sama dengan panjang bentang sebenarnya sedangkan untuk bentang menerus panjang bentang ekuivalen LE diberikan dengan rumus:
dengan pengertian : L av L max = Panjang bentang rata-rata dari kelompok bentang yang secara menerus. = Panjang bentang maksimum dalam kelompok bentang yang disambung secara menerus. Faktor beban untuk beban D yang digunakan dalam pembebanan jembatan seperti pada Tabel 3.4 dibawah ini.
Tabel 3.4. Faktor beban akibat beban lajur "D" JANGKA WAKTU Transien (Sumber : RSNI - 02, 2005) Berdasarkan penjelasan diatas maka perhitungan pembebanan lalu lintas pada perencanaan pembangunan Jembatan Siak IV adalah sebagai berikut : K S;;TD; 1.0 FAKTOR BEBAN K U;;TD; 1.8
Beban terbagi rata (q) dimana besarnya q tergantung pada panjang total yang dibebani L yaitu 155 meter > 30 meter sehingga q yang diambil adalah 9,0 kPa, sehingga perhitungan pembebanannya : P = 9 (0,5 + = = Beban garis yang direncanakan adalah 49 kN/m, jadi besarnya beban untuk setiap jalur adalah : P = (49 x ) + (50% x 49 x (7 5,5)) = 306,25 kN/jalur Untuk bentang menerus, panjang bentang ekivale diberikan : LE = = = DLA sebesar 30%, jadi beban KEL total adalah : P = 1,3 X 306,25 x 2,75
= 398,125 kN/m x 2 jalur = 796,25 kN. Faktor beban berdasarkan Tabel 3.4 adalah 1,8 P = 796,25 x 1,8 = 1433,25 kN.
C.
Beban truk T Pembebanan truk "T" terdiri dari kendaraan truk semi-trailer yang mempunyai susunan
dan berat as seperti terlihat dalam Gambar 3.55. Berat dari masing-masing as disebarkan menjadi 2 beban merata sama besar yang merupakan bidang kontak antara roda dengan permukaan lantai. Jarak antara 2 as tersebut bisa diubah-ubah antara 4,0 m sampai 9,0 m untuk mendapatkan pengaruh terbesar pada arah memanjang jembatan.
Gambar 3.55. Pembebanan truk T (500 kN) Untuk pembebanan truk "T", FBD (Faktor Beban Dinamis) diambil 30%. Harga FBD yang dihitung digunakan pada seluruh bagian bangunan yang berada diatas permukaan tanah.
Pembebanan Truk
D.
Beban Pejalan Kaki Semua elemen dari trotoar atau jembatan penyeberangan yang langsung memikul pejalan
kaki harus direncanakan untuk beban nominal 5 kPa. Jembatan pejalan kaki dan trotoar pada jembatan jalan raya harus direncanakan untuk memikul beban per m2 dari luas yang dibebani seperti pada Gambar 3.57. Luas yang dibebani adalah luas yang terkait dengan elemen bangunan yang ditinjau. Untuk jembatan, pembebanan lalu lintas dan pejalan kaki jangan diambil secara bersamaan pada keadaan batas ultimit. Apabila trotoar memungkinkan digunakan untuk kendaraan ringan atau ternak, maka trotoar harus direncanakan untuk bisa memikul beban hidup terpusat sebesar 20 kN. Tabel 3.5. Faktor beban akibat pembebanan untuk pejalan kaki JANGKA WAKTU Transien (Sumber : RSNI - 02, 2005) FAKTOR BEBAN K S;;TP; 1,0 KU;;TP; 1,8
E.
Beban Angin Gaya nominal ultimit dan daya layan jembatan akibat angin tergantung kecepatan angin
rencana seperti berikut: TEw = 0,0006 Cw (l /w)2 Ab dengan pengertian : Vw Cw Ab adalah kecepatan angin rencana (m/s) untuk keadaan batas yang ditinjau adalah koefisien seret - lihat Tabel 3.20. adalah luas koefisien bagian samping jembatan (m2) (kN)
Kecepatan angin rencana harus diambil seperti yang diberikan dalam Tabel 3.21. Luas ekuivalen bagian samping jembatan adalah luas total bagian yang masif dalam arah tegak lurus sumbu memanjang jembatan. Untuk jembatan rangka luas ekivalen ini dianggap 30 % dari luas yang dibatasi oleh batang-batang bagian terluar. Angin harus dianggap bekerja secara merata pada seluruh bangunan atas. Apabila suatu kendaraan sedang berada diatas jembatan, beban garis merata tambahan arah horisontal harus diterapkan pada permukaan lantai seperti diberikan dengan rumus: TEw= 0,0012 Cw(Vw)2Ab (kN) dengan pengertian : Cw = 1.2 Tabel 3.6 Koefisien seret G Tipe Jembatan Cw
Bangunan atas masif: (1), (2) b l d = 1.0 b/cf=2.0 bld > 6.0 Bangunan atas rangka (Sumber : RSNI - 02, 2005) CATATAN (1) b = lebar keseluruhan jembatan dihitung dari sisi luar sandaran d = tinggi bangunan atas, termasuk tinggi bagian sandaran yang masif CATATAN (2) CATATAN (3) Untuk harga antara dari b / d bisa diinterpolasi linier Apabila bangunan atas mempunyai superelevasi, Cw harus dinaikkan sebesar 3 % untuk setiap derajat superelevasi, dengan kenaikan maksimum 2,5 % Tabel 3.7. Kecepatan angin rencana Vw Keadaan Batas Lokasi Sampai 5 km dari pantai Daya layan Ultimit (Sumber : RSNI - 02, 2005) 30 m/s 35 m/s > 5 km dari pantai 25 m/s 30 m/s 2.1 (3) 1.5 (3) 1.25 (3) 1.2
Berdasarkan penjelasan di atas maka perhitungan pembebanan akibat faktor angin adalah ebagai berikut : Beban Angin Pada Box Girder T Ew = 0,0006 Cw (l /w)2 Ab = 0,0006 x 1,25 x 252 x 3 =1,406 kN/m Beban Angin Tambahan Akibat Kendaraan pada Jembatan T Ew = 0,0012 Cw(Vw)2Ab = 0,0012 x 1,25 x 252 =0,94 kN/m
Dari hasil perhitungan beban jembatan baik beban mati ataupun beban hidup hasilnya dapat dilihat pada Tabel 3.8 Rekapitulasi Pembebanan Jembatan.
Tabel 3.8 Rekapitulasi Pembebanan Jembatan REKAPITULASI PEMBEBANAN Berat Box Girder Utilitas Aspal (DL) BEBAN HIDUP Air Hujan Beban Lajur "D" Beban Truk "T" Beban Trotoar (LL) Beban Angin Nilai (kN/m)
MATI
Total Pembebanan
1.2
Kombinasi Pembebanan Aksi rencana digolongkan kedalam aksi tetap dan transien, seperti terlihat dalam Tabel
3.26. Kombinasi beban umumnya didasarkan kepada beberapa kemungkinan tipe yang berbeda dari aksi yang bekerja secara bersamaan. Aksi rencana ditentukan dari aksi nominal yaitu mengalikan aksi nominal dengan faktor beban yang memadai. Seluruh pengaruh aksi rencana harus mengambil faktor beban yang sama, apakah itu biasa atau terkurangi. Disini keadaan paling berbahaya harus diambil. 3.3.1 Pengaruh umur rencana
Faktor beban untuk keadaan batas ultimit didasarkan kepada umur rencana jembatan 50 tahun. Untuk jembatan dengan umur rencana yang berbeda, faktor beban ultimit harus diubah dengan menggunakan faktor pengali seperti yang diberikan dalam Tabel 3.27. Tabel 3.26. Tipe aksi rencana Aksi Tetap Nama Berat sendiri Beban mati tambahan Penyusutan/rangkak Prategang Pengaruh pelaksanaan tetap Tekanan tanah Penurunan PTA PES Simbol PMS P MA PsR PpR
PPL
Aksi Transien Nama Beban lajur "D" Beban truk 'T" Gaya rem Gaya sentrifugal Beban pejalan kaki Beban tumbukan Beban angin Gempa Getaran Gesekan pada perletakan Pengaruh temperatur Arus/hanyutan/tumbukan TET TEF Simbol TTD TTT TTB TTR TTP TTC T Ew TBQ TV, TBF
TEU TCL
Tabel 3.27. Pengaruh umur rencana pada faktor beban ultimit Klasifikasi Jembatan Umur Rencana Jembatan sementara Jembatan biasa Jembatan khusus 20 tahun 50 tahun 100 tahun Kalikan Ku Dengan Aksi Tetap 1,0 1,0 1,0 Aksi Transien 0,87 1,00 1,10
3.3.2
Beberapa aksi tetap, seperti halnya beban mati tambahan PMA, penyusutan dan rangkak PsR, pengaruh prategang PPR dan pengaruh penurunan PES bisa berubah perlahan-lahan berdasarkan kepada waktu. Kombinasi beban yang diambil termasuk harga maksimum dan minimum dari semua aksi untuk menentukan pengaruh total yang paling berbahaya.
3.3.3 Kombinasi pada keadaan batas daya layan Kombinasi pada keadaan batas daya layan primer terdiri dari jumlah pengaruh aksi tetap dengan satu aksi transien. Pada keadaan batas daya layan, lebih dari satu aksi transien bisa terjadi secara bersamaan. Faktor beban yang sudah dikurangi diterapkan dalam hal ini untuk mengurangi kemungkinan dari peristiwa ini.
Tabel 3.28. Kombinasi beban untuk keadaan batas daya layan Kombinasi primer Kombinasi sekunder Kombinasi tersier CATATAN (1) Aksi tetap (Pasal 10.3) + satu aksi transien (cat.1), (cat.2) Kombinasi primer Kombinasi primer + 0,7 x (satu aksi transien lainnya) + 0,5 x (dua atau lebih aksi transien)
Beban lajur "D" yaitu TTD atau beban truk "T" yaitu TTT diperlukan untuk membangkitkan gaya rem TTB dan gaya sentrifugal TTR pada jembatan. Tidak ada faktor pengurangan yang harus digunakan apabila TTB atau TTR terjadi dalam kombinasi dengan 7VD atau TTT sebagai kombinasi primer.
CATATAN (2) Gesekan pada perletakan TBF bisa terjadi bersamaan dengan pengaruh temperatur TET dan harus dianggap sebagai satu aksi untuk kombinasi beban.
1.3